PENGARUH PEREKONOMIAN APEC TERHADAP INDO

4.2.1 PENGARUH PEREKONOMIAN APEC TERHADAP INDONESIA.
Era baru yang kini makin membuka kesempatan kerjasama antar negara adalah
integrasi ekonomi. Era ini ditandai maraknya kesepakatan integrasi bilateral, di mana dalam
dua dekade terakhir ditandai oleh pesatnya perkembangan integrasi dan proliferasi integrasi
ekonomi antar negara dan antar kawasan dunia. antara lain melalui pembentukan (APEC) di
kawasan Asia Pasifik, Pada negara-negara Asia Tenggara (ASEAN), Integrasi ekonomi
dilandasi konsep memberikan manfaat ekonomi bagi negara-negara anggota maupun nonanggota. Prinsip dasar integrasi ekonomi adalah mengurangi atau menghilangkan semua
hambatan perdagangan di antara negara anggota dalam kawasan tertentu untuk dapat
meningkatkan arus barang dan jasa dengan bebas ke luar masuk melintasi batas negara
masing-masing anggota, sehingga volume perdagangan semakin tinggi. Peningkatan volume
perdagangan ini mendorong peningkatan produksi, peningkatan efisiensi produksi,
peningkatan kesempatan kerja, dan penurunan produksi sehingga dapat meningkatkan daya
saing produk dan pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Integrasi ekonomi
juga mendorong dan memperlancar aliran investasi dari satu negara ke negara lainnya, baik di
dalam negara-negara anggota integrasi maupun masuknya investasi dari negara bukan
anggota ke negara-negara anggota integrasi. Hal ini menyebabkan terjadi peningkatan dan
akumulasi investasi yang seterusnya mendorong peningkatan output negara dan kawasan
serta peningkatan perdagangan antarnegara.
APEC ( Asia-Pasific Economi Cooperation ) Lembaga ini merupakan forum
kerjasama ekonomi. Anggotanya adalah negara-negara di kawasan Aspas. Tujuan kerja sama
ini untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi kawasan. Keanggotaan APEC terdiri dari

banyak negara, termasuk Indonesia. Sejak pembentukannya, berbagai kegiatan APEC telah
menghasilkan berbagai komitmen. Di antara komitmen tersebut adalah pengurangan tarif dan
hambatan non tarif lainnya. Komitmen lainnya adalah menciptakan kondisi ekonomi yang
lebih efisien dan meningkatkan perdagangan. Indonesia merupakan salah satu negara yang
berperan aktif dalam pembentukan APEC. Indonesia perlu mempersiapkan diri dalam
menghadapi perdagangan dunia yang bebas. Semua kegiatan tersebut adalah untuk
mengamankan kepentingan nasional RI. Kontribusi Indonesia terbesar bagi APEC adalah
disepakatinya “Tujuan Bogor” tahun 1994. Di antara tujuan itu adalah iberalisasi
perdagangan dan investasi asing. Komitmen ini mendorong percepatan penghapusan tarif
maupun peningkatan investasi asing.

APEC ternyata mampu meningkatkan arus barang, jasa maupun pertumbuhan
ekonomi negra anggotanya. Mitra dagang utama Indonesia adalah sebagian besar berasal dari
kawasan APEC. Kita memiliki potensi untuk memanfaatkan pasar APEC bagi ekspor maupun
investasi. APEC (Asia-Pasific Economic Coorperation) atau kerjasama Ekonomi Asia Pasifik,
didirikan pada tahun 1989 bertujuan untuk mengkukuhkan pertumbuhan ekonomi dan
mempererat komunitas negara-negara di Asia Pasifik. Indonesia berperan aktif mendukung
peranan APEC untuk meningkatkan kerjasama ekonomi. Partisipaso Indonesia dalam APEC
dilandaskan pada keuntungan dan mengamankan kepentingan nasional.
Dapat kita lihat, peran APEC bagi Indonesia setelah Bogor Goals 1994 merupkan

sebuah misi APEC untuk kemajuan liberalisasi perdagangan dan investasi bagi Indonesia.
APEC masih membawa pengaruh positif bagi ekonomi Indonesia. Bagi Indonesia, anggotaanggota yang tergabung dalam APEC merupakan mitra dagang yang utama. Meningkatnya
jumlah ekspor-impor serta sumber investasi asing Indonesia berasal dari ekonomi-ekonomi
APEC. Peran lain APEC bagi Indonesia adalah sebagai komunitas bisnis pengembangan
kebijakan seperti pengembangan kapasitas memungkinkan Indonesia untuk memproyeksikan
kepentingan-kepentingannya dan mengamankan posisinya dalam tata hubungan ekonomi
Internasional yang bebas dan terbuka. Sebelumnya pertemuan APEC di Yakohama, Jepang
pada tahun 2010 mengusulkan agar diterapkannya free trade oleh semua anggota APEC. Dari
penjelasan tersebut disimpulkan bahwa ada banyak peran APEC bagi Indonesia dalam
meningkatkan kerjasama perdagangan dan investasi dan juga mengatasi masalah – masalah
yang menggangu tercapainya kepentingan nasional. Indonesia dinilai masih memiliki daya
saing yang rendah. Sehingga perdagangan yang terlalu liberal masih sulit dilaksanakan
melihat kondisi dalam negeri yang belum mencukupi. Walaupun perdagangan bebas yang
dideklarasikan pemimpin APEC di Yakohama masih sulit diterapkan di Indonesia,
tergabungnya Indonesia dalam APEC dapat mengamankan perekonomian Indonesia dan
mensejahterakan masyarakat.

4.2.2 DAYA GUNA PEREKONOMIAN INDONESIA.
Salah satu rangkaian kegiatan Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) Negara-Negara
Kerjasama Asia Pasifik (APEC) di Bali, pada 5-9 Oktober mendatang, adalah

penyelenggaraan APEC-CEO Summit, yang dihadiri oleh sekitar 1200 CEO kelas dunia, atau
hampir dua kali lipat dibanding saat penyelenggaraan APEC-CEO Summit di Rusia, tahun

2012 lalu. Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi dan Pembangunan, Prof. Firmanzah, Ph.D,
menilai tingginya animo para pemimpin perusahaaan global pada CEO summit kali ini
bukan hanya sebagai sinyal posiitif bagi penyelenggaraan APEC di Bali tetapi juga
mencermikan daya tarik Indonesia sebagai penyelenggara KTT untuk kedua kalinya. Para
CEO perusahaan-perusahaan Asia Pasifik seperti General Electric, CNN, DHL, Sumitomo,
Bloomberg, Fedex, dan sebagainya, kata Firmanzah, merupakan korporasi kelas dunia yang
memainkan peran penting dalam lanskap bisnis dunia saat ini. Karena itu, tidak berlebihan
jika tingginya minat pada penyelenggaraan APEC-CEO Summit kali ini juga menghadirkan
ekspektasi yang tinggi bagi para peserta termasuk Indonesia. Sebagai kawasan yang
menguasai 56 persen GDP (PPP) dunia atau mencapai 46.6 triliun dollar AS pada akhir 2012,
pertemuan APEC-CEO summit pada KTT di Bali diharapkan mampu mendorong
perdagangan dan investasi kawasan sebagai upaya pemulihan global sekaligus penopang
pertumbuhan dunia. APEC CEO Summit 2013 yang mengangkat tema “Towards Resilience
and Growth: Reshaping for Global Economy” diagendakan membahas sejumlah program
pembangunan kawasan dan peluang kerja sama yang dapat ditawarkan kepada swasta untuk
mendorong penguatan kawasan. Kerja sama dan kemitraan strategis pemerintah bersama
swasta diharapkan dapat mendorong berbagai agenda pembangunan infrastuktur dan industry

di kawasan Asia Pasifik.
Indonesia menjadi anggota APEC sejak pembentukannya pada 1989 dan telah
memberi berbagai kontribusi positif bagi perkembangan APEC. Peran Indonesia pada dekade
awal pembentukan APEC sejalan dengan kondisi internasional dan kepentingan Indonesia
pada saat itu. Perang Dingin baru saja berakhir dan sistem ekonomi berdasarkan ideologi
pasar bebas dan persaingan bebas menjadi dominan. Indonesia perlu senantiasa
mempersiapkan diri untuk menghadapi kompetisi perdagangan dan investasi agar tidak
tertinggal dari ekonomi lain.
Kontribusi utama Indonesia pada awal pembentukan APEC adalah merumuskan
Bogor Declaration pada saat Keketuaan APEC Indonesia tahun 1994, termasuk di dalamnya
adalah Bogor Goals. Bogor Goals menjadi fokus utama APEC untuk membentuk suatu
kawasan Asia Pasifik yang lebih bebas dan terbuka bagi perdagangan dan investasi. Target
pencapaian Bogor Goals bagi negara maju adalah pada 2010, sementara bagi negara
berkembang adalah pada 2020.

Sebagai upaya memenuhi komitmen dalam Bogor Declaration dan target Bogor
Goals, Indonesia turut mendorong dibentuknya salah satu pilar utama APEC yaitu Economic
and Technical Cooperation (ECOTECH). Pilar ECOTECH dirancang untuk menciptakan
pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan merata demi mengurangi kesenjangan ekonomi di
kawasan melalui pembangunan kapasitas individu dan institusi.

Peran Indonesia di APEC terus disesuaikan dengan kondisi internasional dan
kepentingan Indonesia pada masa yang terkait. Ketika isu-isu non-konvensional mulai
muncul ke kancah hubungan internasional pada awal abad ke-21, Indonesia pun berupaya
memunculkan pembahasan isu-isu terkait melalui APEC. Pada 2002, Indonesia menjadi salah
satu pencetus dikembangkannya kerja sama antikorupsi di APEC. Lalu pada 2005, Indonesia
berperan aktif dalam pembentukan kerja sama kesiaptanggapan bencana (emergency
preparedness) sebagai respon atas bencana tsunami yang melanda Aceh serta beberapa
Ekonomi APEC lainnya.
Peran aktif Indonesia dalam memajukan APEC telah memberikan kontribusi nyata
baik bagi kawasan maupun bagi Indonesia sendiri. Berdasarkan hasil analisa biro statistik
sekretariat APEC, tercatat peningkatan total perdagangan barang dan jasa di antara Ekonomi
APEC sebesar 5 kali lipat, dari US$ 3,1 trilyun pada 1989 menjadi US$ 16,8 trilyun pada
2010. Peningkatan ini lebih tinggi dari pada peningkatan total perdagangan dunia yang hanya
sebesar 4,6 kali lipat, dari US$ 4,6 trilyun pada 1989 menjadi US$ 21,1 trilyun pada 2010.
Total perdagangan Indonesia dengan Ekonomi APEC pada 2011 mencapai US$ 289,3
milyar, yang merupakan peningkatan hampir 10 kali lipat jika dibandingkan perdagangan
pada 1989 yang hanya mencapai US$ 29,9 milyar. Total perdagangan Indonesia dengan
Ekonomi APEC pada 2011 ini memberikan sumbangsih 75% dari total perdagangan
Indonesia. Indonesia juga merasakan manfaat dari proyek-proyek pelatihan teknis serta
sharing of best practices untuk meningkatkan kapasitas perekonomian dan kesejahteraan

masyarakat secara keseluruhan.
Indonesia perlu memanfaatkan keketuaan APEC tahun 2013 untuk mengedepankan
isu-isu yang terkait dengan kondisi internasional, kawasan dan kepentingan nasional
Indonesia pada saat ini.
Kondisi perekonomian dunia masih dibayang-bayangi krisis zona Eropa. Meskipun
demikian, pertumbuhan perekonomian APEC tetap mencapai nilai yang positif. IMF
memproyeksikan bahwa ketika angka pertumbuhan perekonomian dunia hanya mencapai

3,5% pada 2012, maka angka pertumbuhan perekonomian APEC dapat mencapai 4,2%.
Ketika angka pertumbuhan perekonomian dunia diperkirakan hanya akan sedikit meningkat
menjadi 3,9% pada 2013, maka angka pertumbuhan perekonomian APEC diperkirakan akan
meningkat sebesar 4,5%.
Pertumbuhan perekonomian yang cukup tinggi tidak serta-merta menghapus beberapa
tantangan ekonomi yang terdapat di kawasan, yaitu: Bagaimana mengatasi peningkatan
gejala proteksionisme, hambatan non-tarif, serta kesepakatan perdagangan bebas bilateral dan
regional yang dapat melemahkan komitmen APEC pada Bogor Goals; Bagaimana
mengembangkan ekonomi kawasan yang disertai kemampuan dan daya tahan dalam
menghadapi dampak lanjutan dari krisis ekonomi global; Bagaimana meningkatkan integrasi
di kawasan melalui pengurangan hambatan konektivitas, terutama yang terkait perbaikan
infrastruktur fisik di kawasan.

Sementara itu, Pemerintah Indonesia telah mencanangkan rencana pembangunan
nasional jangka menengah 2010-2014 melalui upaya pencapaian 11 prioritas nasional yang
antara lain mencakup reformasi birokrasi, pendidikan, ketahanan pangan, infrastruktur, iklim
investasi dan usaha, energi, lingkungan hidup, serta kebudayaan, kreativitas, dan inovasi
teknologi.
Kami menyadari pentingnya pencapaian prioritas nasional tersebut dalam konteks
Keketuaan APEC 2013. Untuk itu, dalam upaya menjawab tantangan di kawasan dan dunia
serta prioritas nasional di atas menjadi dasar bagi penyusunan tema dan prioritas Indonesia
sebagai Ketua APEC tahun 2013.
Presiden RI pada KTT APEC di Vladivostok, Rusia, tahun 2012 telah menyampaikan
tema yang akan diusung oleh Indonesia pada Keketuaan tahun 2013, yaitu “Resilient Asia
Pacific; Engine of Global Growth”. Di bawah tema ini Indonesia ingin mewujudkan suatu
kawasan Asia Pasifik yang terus bertumbuh kuat, berketahanan, gigih, dan cepat pulih dalam
menghadapi dampak krisis ekonomi global. Dengan mewujudkan visi ini, diharapkan Asia
Pasifik dapat menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi dunia.
Resilience adalah kata kunci dari tahun keketuaan Indonesia. Hal ini dipandang dapat
dicapai melalui tiga prioritas, yaitu:
Pertama, Attaining Bogor Goals (mewujudkan dan mendukung pencapaian Bogor
Goals). Prioritas ini ditujukan untuk menjawab tantangan proteksionisme sekaligus


memenuhi komitmen para Pemimpin APEC dalam mewujudkan kawasan dengan
perdagangan dan investasi yang lebih bebas dan terbuka. Dalam hal ini, Indonesia akan turut
mengedepankan pembahasan kerja sama pada sisi fasilitasi perdagangan dan investasi di
kawasan.
Kedua, Achieving Sustainable Growth with Equity (pencapaian pertumbuhan yang
berkelanjutan dan merata). Melalui prioritas ini Indonesia ingin menekankan bahwa upaya
penciptaan kesejahteraan dan pemerataan hasil pertumbuhan ekonomi bagi masyarakat, tidak
cukup hanya melalui liberalisasi dan fasilitasi perdagangan dan investasi saja, tetapi juga
harus melalui upaya-upaya untuk menciptakan suatu pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
Upaya ini salah satunya dapat dilakukan melalui pemberdayaan komponen masyarakat yang
potensinya belum tergali secara maksimal, seperti kaum perempuan, kaum muda dan UKM.
Pertumbuhan ekonomi yang berkualitas selain dapat menjaga momentum pertumbuhan, juga
akan dapat membantu pemulihan dari dampak krisis global serta meningkatkan ketahanan
perekonomian nasional dan kawasan.
Ketiga, Promoting Connectivity (memperkuat atau meningkatkan konektivitas).
Prioritas ini diarahkan untuk dapat meningkatkan kinerja ’mesin’ perekonomian nasional dan
kawasan melalui tiga hal, yaitu: perbaikan tingkat konektivitas antara pusat-pusat
pertumbuhan ekonomi di kawasan; penyebaran moda-moda perdangangan; dan peningkatan
arus pergerakan manusia pada tingkat nasional dan regional.
Peningkatan konektivitas kawasan ini bertujuan untuk mendukung penerapan

Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Perlu
diingat bahwa salah satu tujuan MP3EI adalah mendorong peningkatan investasi di bidang
infrastruktur demi pemerataan kesejahteraan nasional.
Di bawah prioritas kedua dan ketiga, Indonesia akan mengarusutamakan isu-isu
terkait kelautan atau Blue Economy, melalui pembahasan terkait ketahanan pangan,
perubahan iklim dan konektivitas kelautan. Sebagai negara bahari, Indonesia melihat
perlunya mengangkat isu kelautan. Kami juga melihat urgensi untuk menciptakan
pemahaman di antara Ekonomi APEC akan pentingnya memelihara dan menjaga sumber
daya alam yang terdapat di laut.
Dari tema dan ketiga prioritas yang akan diusung ini, diharapkan Indonesia akan
dapat menghasilkan berbagai rencana aksi yang dapat menjawab tantangan dan kebutuhan
nasional, kawasan dan dunia. Berbagai rencana aksi ini selain bersifat visioner, berpandangan

ke depan dan dapat diterapkan hingga tahun-tahun keketuaan APEC berikutnya, juga bersifat
praktis dan dapat diterjemahkan melalui penerapan kegiatan dan perubahan nyata di
lapangan.
Sebagai anggota ASEAN, East Asia Summit dan G-20, sudah saatnya bagi Indonesia
untuk mengemban dan mengambil alih pimpinan dalam arsitektur perekonomian kawasan
Asia dan Pasifik.


4.2.3 PROSPEK PEREKONOMIAN INDONESIA.
APEC merupakan sebuah forum yng bertujuan untuk mengukuhkan ekonomi dan
mempererat komunitas negara-negara pasifik. Saat ini APEC memiliki 21 anggota yang
kebanyakan merupakan negara yang memiliki garis pantai ke Samudera Pasifik. Adapun ke
21 negara tersebut adalah Australia, Brunei, Canada, Indonesia, Japan, Korea Selatan,
Malaysia, Selandia Baru, Filipina, Singapore, Thailand, Amerika Serikat, Republik China,
Hong Kong, Republik Rakyat China, Meksiko, Papua New Guinea, Chili, Peru, Russia, dan
Vietnam. KTT APEC diselengarakan setiap tahun dan dimulai pada tahun 1989 di Australia.
Indonesia merupakan salah satu negara pendiri APEC dan hingga saat ini, Deklarasi Bogor
digunakan sebagai acuan negara-negara APEC terhadap kesepakatan perdagangan bebas
antara negara anggota. Pada tahun 2013, Indonesia didaulat sebagai tuan rumah pertemuan
negara-negara APEC ke-25. Pertemuan puncaknya yang diselenggarakan di Bali, namun
pertemuan dan seminar lainnya akan dilakukan di beberapa kota yaitu Jakarta, Surabaya,
Medan, dan Menado. Setelah 25 tahun APEC dibentuk, peran Indonesia di forum tersebut
dinilai semakin berkurang, padahal Indonesia merupakan salah satu negara pendiri APEC.
Kehadiran Presiden RI, terutama Presiden pasca-Soeharto terkesan hanya untuk simbolisasi
saja. Bahkan Amerika Serikat bisa dikatakan mengemis untuk menjadi anggota forum APEC,
tetapi Amerika Serikat tidak hanya sekedar mengemis, melainkan ikut mengambil peran yang
besar sebagai penentu dan pengatur di forum APEC. Oleh karena itu, Indonesia sebagai tuan
rumah APEC 2013 harus dapat mengembalikan kewibawaanya dalam forum tersebut.

Adapun cara yang dilakukan adalah dengan menjadikan kepentingan nasional sebagai
prioritas utama dalam peran Indonesia sebagai tuan rumah APEC 2013.

4.2.4 DAMPAK STRATEGIS DARI KTT APEC TERHADAP INDONESIA.
Para pemimpin ekonomi Forum Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (Asia-Pacific
Economic Cooperation/APEC) menyepakati Deklarasi "Sustaining Growth, Connecting The
Region". Dalam deklarasi itu, 21 pemimpin ekonomi APEC sepakat untuk bekerja sama
memperkuat momentum menuju pertumbuhan ekonomi global yang kuat, berkelanjutan, dan
berimbang. Ini sebagaimana yang disepakati Forum G-20. Para pemimpin APEC juga
menyadari perlunya membangun sebuah paradigma baru untuk perubahan pascakrisis
keuangan global. Begitu juga perluasan agenda perdagangan dan investasi yang akan
memperkuat penyatuan ekonomi kawasan di Asia-Pasifik. Deklarasi itu intinya kita tidak
dapat kembali tumbuh sebagaimana biasa. Kita tahun depan akan menerapkan strategi
komprehensif jangka panjang untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih
berimbang, inklusif, memelihara lingkungan, dan mencari cara meningkatkan potensi
pertumbuhan melalui inovasi dan pengetahuan. Pada deklarasi itu juga disepakati topi-topik
yang menjadi perhatian. Di antaranya mendukung pertumbuhan ekonomi berimbang,
mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif, mempromosikan pertumbuhan ekonomi
berkelanjutan, dan menolak proteksionisme. Selain itu, mendukung sistem perdagangan
multilateral, mewujudkan penyatuan ekonomi kawasan, memperkuat kerja sama teknis dan
ekonomi, serta meningkatkan pemerintahan yang baik. Namun, di tengah kondisi krisis
ekonomi yang melanda dunia, kesepakatan APEC tersebut dinilai justru akan menjadi
malapetaka bagi perekonomian Indonesia. Daya saing industri nasional yang masih rendah
akibat "kesalahan" pemerintah menjadi alasannya. Jika dituruti, kesepakatan APEC hanya
akan membuat Indonesia menjadi lahan empuk untuk digempur produk-produk impor.
Belum lagi masalah lemahnya kompetensi sumber daya manusia (SDM) yang hingga saat ini
belum ditangani secara baik oleh pemerintah. Jadi, kesepakatan APEC yang memperkuat
sistem pasar bebas itu hanya akan membuat Indonesia menjadi "penonton" sejati
Terlebih dahulu, kita harus melihat aspek lain sebelum adanya hasil pertemuan APEC.
Sebab, dengan bergabungnya Amerika Serikat (AS) sebagai anggota APEC, sudah bisa
tergambarkan bahwa negara-negara di kawasan Asia-Pasifik diarahkan untuk mengikuti
sistem perdagangan bebas sebagaimana yang telah mereka lakukan selama ini. Jadi,
dilanjutkan dengan kesepakatan di forum APEC, ini menandakan kalau AS berhasil

memengaruhi para pemimpin negara-negara yang tergabung dalam APEC untuk menjadikan
perdagangan bebas sebagai keberhasilan.
Lalu dalam kondisi saat ini, apakah Indonesia bisa percaya diri untuk dapat
memanfaatkan peluang dari kesepakatan APEC ini? Apa dampak paling buruk terhadap
perekonomian nasional ke depan?
Kesepakatan APEC tersebut, semuanya bernilai minus untuk perekonomian
Indonesia. Sebelum kesepakatan perdagangan bebas dijalankan secara penuh, Indonesia
sudah kewalahan menghadapi serbuan produk impor dari berbagai negara, terutama dari
negara-negara di kawasan Asia-Pasifik. Berkaca dari ini, seharusnya pemerintah menyadari
betul bahwa Indonesia belum siap melakukan perdagangan bebas. Ironisnya, Indonesia ikut
menolak proteksionisme dan bukan menyetujuinya dalam arti positif. Jadi, tidak ada dampak
positif yang bisa diambil dari hasil kesepakatan APEC itu untuk peningkatan perekonomian
Indonesia.
Langkah

strategis

apa

yang

harus

diambil

Pemerintah

Indonesia

untuk

meminimalisasi dampak buruk dari hasil pertemuan APEC?
Kalau Pemerintah Indonesia konsisten dengan amanat yang telah dituangkan dalam
konstitusi, seharusnya pemerintah tidak menerima begitu saja ide perdagangan bebas yang
diajukan oleh Pemerintah AS tersebut. Apalagi, dalam hal ini sama sekali tidak ada jaminan
kalau perdagangan bebas bisa menguntungkan perekonomian Indonesia. Padahal,
perdagangan bebas hanya menguntungkan negara-negara maju seperti AS. Jadi, langkah
strategis yang harus diambil adalah keluar dari APEC. Artinya, tidak mengikuti segala
ketetapan atau kesepakatan pada pertemuan APEC. Dengan kondisi saat ini, Indonesia belum
bisa menjalani seluruh kesepakatan APEC itu. Bahkan, hanya akan memperparah
perekonomian Indonesia. Sebut saja matinya industri-industri nasional dan sektor pertanian.
Ini artinya bakal banyak menciptakan penganggur baru serta bertambahnya angka kemiskinan
di berbagai wilayah di Indonesia.
Melemahnya Nilai tukar rupiah yang sempat menembus angka Rp 10.000 per satu
dollar Amerika Serikat pada hari Senin lalu

perlu diwaspadai, karena ekonomi makro

Indonesia memerlukan kestabilan dan bukan labil. Bersyukur nilai tukar rupiah pada Selasa
kemarin ditutup pada Rp 9.830 per satu dolar Amerika berkat adanya intervensi pasar yang
dilakukan Bank Indonesia. Biasanya intervensi menggunakan cadangan devisa, dimana
cadangan devisa sekarang tercatat sekitar USD 112 miliar, cukup untuk mengintervensi

sekitar tiga bulan jika masih terjadi gejolak. Kejadian ini bisa dikategorikan bersifat
insidental, bukan semata-mata karena menjelang kenaikan harga BBM Bersubsidi. Namun
kita harus melihat apakah dengan jebolnya kembali nilai rupiah terhadap mata uang asing
sebagai dampak dari sentimen global atau terjadinya in-efisiensi dalam perekonomian
domestik? Nilai rupiah yang berubah-ubah tidak stabil akan sangat mempengaruhi ekonomi
makro Indonesia. Secara garis besar ada tiga variabel yang mempengaruhi ekonomi makro
Indonesia yaitu, variabel yang pertama berhubungan dengan nilai tukar rupiah berupa nilai
keseimbangan permintaan dan penawaran terhadap mata uang dalam negeri maupun mata
uang asing.
Merosotnya nilai tukar rupiah merefleksikan menurunnya permintaan masyarakat
terhadap mata uang rupiah karena menurunnya peran perekonomian nasional atau karena
meningkatnya permintaan mata uang asing sebagai alat pembayaran internasional. Dampak
yang akan terjadi adalah meningkatnya biaya impor bahan bahan baku. Variabel yang kedua
adalah tingkat suku bunga, dimana akan terjadi meningkatnya nilai suku bunga perbankan
yang akan berdampak pada perubahan investasi di Indonesia. Sedangkan variabel yang
ketiga adalah terjadinya Inflasi, meningkatnya harga-harga secara umum dan kontinu, akibat
komsumsi masyarakat yang meningkat, dan berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu
konsumsi dan spekulasi. Terlebih lagi akibat lambatnya pengumuman penaikan harga BBM
bersubsidi memberikan dampak psikologis terhadap pasar dan membuat defisit APBN
semakin besar. Pelemahan nilai tukar rupiah juga dipicu oleh naiknya impor BBM yang
dilakukan oleh Pertamina. Impor BBM yang besar membuat neraca perdagangan defisit dan
menekan kebutuhan valuta asing di dalam negeri. Faktor lainnya yang mempengaruhi adalah
ekonomi dunia yang memburuk yang membuat saham di bursa dijual. Untuk meredam
kuatnya tekanan depresiasi rupiah selama triwulan pertama tahun 2013, Bank Indonesia
memutuskan untuk mengambil alih penyediaan sebagian besar kebutuhan valas untuk
pembayaran impor minyak dari perbankan domestik. Semoga semua pihak tidak panik dalam
menghadapi fluktuasi nilai tukar rupiah tersebut sambil menunggu kebijakan pemerintah
dalam penyesuaian harga BBM bersubsidi dan langkah strategis lainnya untuk menjaga
stabilitas perekonomian Indonesia. Presiden SBY harus segera melakukan penyelamatan
ekonomi nasional dari dampak krisis ekonomi global khususnya krisis ekonomi Amerika,
oleh karenanya jangan sampai mengikat komitmen yang merugikan Indonesia dalam APEC
(Asia Pasific Economic Coorporation), dan forum APEC dipergunakan untuk menyukseskan
perundingan di WTO yang mandeg. KTT APEC sarat dengan agenda negara-negara industri

yaitu : agenda pertumbuhan ekonomi dunia ; agenda konektivitas : dan agenda liberalisasi
perdagangan. KTT APEC yang berlangsung di Bali pada tanggal 6-9 Oktober 2013, tidak
bisa dipisahkan dengan pertemuan G20 di St. Petersberg beberapa waktu yang lalu dan
rencana Konferensi Tingkat Menteri WTO yang akan datang di Bali. Beberapa agenda
tersebut di atas pasti akan dipergunakan negara-negara maju guna mengatasi pelemahan
ekonomi di negara-negara Eropa dan Amerika yang memicu krisis global, baik krisis
keuangan, krisis pangan dan krisis politik. Itulah kenapa dalam pertemuan Menteri Keuangan
negara anggota G20 menyepakati : 1. Stabilisasi fiskal untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi dan investasi; 2. Investasi di infrastruktur yang melibatkan swasta via public private
partnersip untuk mendukung konektivitas; 3. Pembukaan pasar via larangan tindakan proteksi
dan kerja sama regional. Dan faktanya liberalisasi perdagangan telah mengakibatkan
Indonesia terjebak impor, akan tetapi nilai ekspor Indonesia tidak tinggi. Derasnya arus impor
berdampak buruk pada keuangan negara dan nilai tukar rupiah serta bangsa Indonesia dalam
penguasaan. Sementara itu privatisasi kekayaan alam dan cabang produksi yang terkait
dengan hajat hidup orang banyak, telah banyak membawa kerugian bagi rakyat Indonesia
akibat diperlemahnya negara dalam melindungi tujuan sebesar-besar bagi kemakmuran.
Konferensi Tingkat Tinggi negara-negara kerja sama ekonomi Asia Pasifik (KTT APEC)
menghasilkan 7 kesepakatan. Hal ini diharapkan bisa diterapkan di tiap-tiap negara anggota
APEC.
Dengan adopsi dari "Deklarasi Honolulu," para pemimpin sepakat untuk mengambil
langkah konkret ke arah membangun sebuah "ekonomi regional mulus" yang akan
menghasilkan pertumbuhan dan menciptakan lapangan kerja di tiga bidang prioritas:
Memperkuat integrasi ekonomi regional serta meningkatkan perdagangan, mempromosikan
pertumbuhan hijau, dan memajukan konvergensi regulasi dan kerjasama. Pemimpin setuju
untuk membahas dua isu kunci perdagangan dan investasi generasi berikutnya yang dihadapi
wilayah tersebut. Mereka berkomitmen untuk membantu usaha kecil dan menengah tumbuh
dan terintegrasi lebih baik ke dalam rantai produksi global. Mereka juga berkomitmen untuk
mempromosikan secara efektif kebijakan inovasi non-diskriminatif dan berorientasi pasar,
termasuk agar pemerintah tidak mendiskriminasi perlakuan atas barang dan jasa pada lokasi
pembangunan tertentu, termasuk mengenai kepemilikan kekayaan intelektual.
Ekonomi APEC sepakat untuk

menghasilkan daftar barang lingkungan yang

berkontribusi terhadap pertumbuhan hijau dan pembangunan berkelanjutan pada tahun 2012 ,
yang oleh APEC digunakan untuk mengurangi tingkat tarif yang diterapkan sampai lima

persen atau kurang pada akhir tahun 2015. Ekonomi APECjuga akan menghilangkan
hambatan non-tarif, termasuk persyaratan muatan lokal yang mendistorsi perdagangan barang
dan jasa lingkungan. Ekonomi APEC juga memutuskan untuk menghilangkan subsidi yang
tidak efisien untuk bahan bakar fosil, mendirikan mekanisme pelaporan untuk mengevaluasi
kemajuan, dan meningkatkan target pengurangan intensitas energi di APEC sampai 45 persen
pada 2035. Pemimpin berkomitmen untuk mengambil langkah-langkah spesifik untuk
diterapkan pada tahun 2013 untuk mengimplementasikan praktek aturan yang baik di negara
mereka, termasuk memastikan koordinasi internal dari hal tersebut; menilai dampak
peraturan; dan melakukan konsultasi publik. Para pemimpin juga menyatakan keprihatinan
mendalam mengenai kebuntuan yang dihadapi Doha Development Agenda (DDA).
Menteri-menteri APEC berkomitmen untuk tindakan konkret untuk memperkuat
integrasi ekonomi dan memperluas perdagangan, meningkatkan pertumbuhan hijau dan
memajukan konvergensi peraturan dan kerjasama untuk mencapai pertumbuhan ekonomi di
wilayah tersebut. Pada akhir pertemuan tahunan mereka, tahun ini diketuai oleh Menlu AS
Hillary Rodham Clinton dan Perwakilan Dagang AS Ron Kirk, Menteri APEC mengeluarkan
pernyataan bersama yang menguraikan inisiatif khusus untuk memajukan tiga bidang
prioritas. "Kecenderungan global dan berbagai peristiwa dunia telah memberi kita agenda
yang berat, dan resikonya tinggi bagi kita semua." Kata Clinton dalam pidato pembukaannya.
"Kami masing-masing berusaha untuk menghasilkan pertumbuhan yang seimbang, inklusif,
dan berkesinambungan yang memberikan pekerjaan yang baik bagi warga kita; kemajuan
ekonomi, sosial, dan lingkungan untuk bangsa kita; dan kemakmuran bersama untuk wilayah
ini" Dalam pernyataan bersama mereka, Menteri Luar Negeri dan Menteri Perdagangan
setuju untuk mengambil aksi untuk integrasi ekonomi dan perdagangan, termasuk dalam
menangani issu generasi berikutnya terkait perdagangan dan investasi di Kawasan
Perdagangan Bebas Asia-Pasifik yang seharusnya. Menteri Keuangan APEC hari ini berjanji
untuk tegas mengatasi risiko perekonomian global untuk mengembalikan kepercayaan,
stabilitas keuangan dan pertumbuhan berkelanjutan. Pertemuan di Honolulu, Menteri
mengakui bahwa pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja telah melemah di wilayah ini,
terutama di negara maju, sementara inflasi masih tinggi. Volatilitas arus modal telah
meningkat dalam menanggapi keengganan risiko tinggi. Mejadi tuan rumah Pertemuan APEC
ke-18 Menteri Keuangan, Menteri Keuangan AS Timothy Geithner dan Menteri Keuangan
APEC lainnya mengeluarkan pernyataan bersama yang berjanji untuk "mengambil tindakan
terkoordinasi untuk memperkuat pemulihan global, memperkuat stabilitas sektor keuangan,

mempertahankan pasar terbuka dan membangun landasan untuk yang kuat , berkelanjutan
dan seimbang". Menteri kemudian mengkaji ulang kesimpulan dari G20 dan berkomitmen
untuk mengambil tindakan yang terkoordinasi. Negara maju berkomitmen untuk menerapkan
langkah-langkah yang jelas, kredibel dan spesifik untuk mencapai konsolidasi fiskal.
Ekonomi APEC dengan surplus transaksi berjalan yang besar berkomitmen untuk reformasi
dalam meningkatkan permintaan domestik, ditambah dengan fleksibilitas yang lebih besar
terhadap nilai tukar. Menteri berkomitmen untuk bergerak lebih cepat ke arah sistem nilai
tukar yang ditentukan pasar dan meningkatkan fleksibilitas nilai tukar untuk mencerminkan
fundamental ekonomi yang mendasarinya. Mereka juga menegaskan bahwa volatilitas yang
berlebihan dan pergerakan nilai tukar yang tidak menentu memiliki implikasi yang merugikan
bagi stabilitas ekonomi dan keuangan. APEC telah membuat awal yang baik untuk mencapai
tujuan aspirasional yang meningkatkan kemudahan melakukan bisnis di wilayah Asia-Pasifik
sebesar 25% pada tahun 2015, menurut Dr Takashi Omori, ketua Komite Ekonomi APEC.
APEC telah bekerja sama dengan negara-negara anggota untuk membuat lebih murah, lebih
cepat dan lebih mudah untuk melakukan bisnis di wilayah dalam lima bidang utama:
memulai usaha, mendapatkan kredit, mengimplementasikan kontrak, dalam perdagangan
lintas batas serta dalam berurusan dengan izin. Penilaian menunjukkan APEC adalah
membuat kemajuan yang baik menuju target peningkatan 5% sementara oleh 2011. Menurut
penilaian, peningkatan hal tersebut di APEC di lima wilayah antara 2009 dan 2010 adalah
2,8%, melebihi rata-rata benchmark sebesar 2,5%. Meskipun hasil penilaian tersebut adalah
berita baik, APEC harus mendorong ke depan dengan membantu ekonomi APEC untuk
melaksanakan reformasi regulasi lebih lanjut untuk memperbaiki lingkungan untuk bisnis,
terutama untuk perusahaan kecil dan menengah, yang berdagang di wilayah APEC, kata Dr
Omori. Pertemuan Tingkat Menteri Ekonomi-Ekonomi APEC (APEC Ministerial Meeting –
AMM) selama dua hari di Yokohama, 10-11 November 2010, Jepang, menghasilkan
komitmen penguatan kerja sama ekonomi global dan struktur APEC. Proses pemulihan
ekonomi Ekonomi Anggota APEC yang terkena imbas krisis ekonomi dua tahun terakhir ini
telah memberikan kontribusi positif, sehingga wilayah APEC kini merupakan kekuatan
ekonomi yang diperhitungkan dalam kancah ekonomi global. Meski demikian, penguatan
jaringan dan kerja sama masih diperlukan untuk mengatasi beberapa tantangan, seperti
penciptaan lapangan kerja, rekonsolidasi finansial, dan penciptaan strategi fiskal serta
moneter yang kondusif.

Selain membahas kebijakan 'traditional agenda' APEC, seperti integrasi ekonomi
regional dan liberalisasi, serta fasilitasi perdagangan dan investasi, AMM juga membicarakan
berbagai isu strategis global, yaitu 'digital economy', kerja sama inovatif yang ramah
lingkungan,

penciptaan

lingkungan

bisnis

yang

aman

(terkait

counter-terrorism),

pembangunan kapasitas manusia dan kaum perempuan, serta pendalaman kerja sama antikorupsi dan transparansi. Berbicara pada sesi “Foreign Minister's Breakfast Meeting” dan
“Plenary Meeting”, Menteri Luar Negeri RI, R. M. Marty M. Natalegawa, menekankan nilai
penting Bogor Goals sebagai titik tolak APEC yang semakin dinamis. Menteri Luar Negeri
menekankan agar APEC tetap bersifat “voluntary”, sehingga dapat menguatkan posisi forum
ini sebagai inkubator kerja sama perdagangan bebas (Free Trade Agreement) di kawasan Asia
Pasifik. Menanggapi proses pemulihan ekonomi global, Menteri Luar Negeri menegaskan
perlunya perhatian bersama bagi perbedaan kemajuan tahap pemulihan setiap Ekonomi.
Adanya percepatan pembangunan untuk mengatasi perbedaan tingkat ekonomi di kawasan
adalah faktor signifikan untuk pemulihan ekonomi yang seimbang.
Ketujuh kesepakatan itu adalah:
1.Memperkuat agenda Bogor Goals. Disepakati untuk memperkuat, dan membuka
kesempatan bagi seluruh pemangku kepentingan berpartisipasi dalam agenda APEC dan
saling memberikan keuntungan bagi semua.
2.Meningkatkan intra-APEC untuk infrastruktur, membangun kapasitas, dan
memfungsikan perdagangan multilateral.
3.Meningkatkan konektivitas institusi dan sumber daya manusia di antara anggota
APEC. Untuk itu dibuat konektivitas yang menitikberatkan pada investasi dan infrastruktur.
4.Memastikan pertumbuhan yang kuat, inklusif, dan berkelanjutan. Memperkuat
UMKM.
5.Memperkuat ketahanan pangan.
6.Meningkatkan sinergi dan melengkapi dengan kerja sama multilateral yang lain
seperti East Asia Summit dan G-20.
7.Kerja sama di dunia usaha antarnegara APEC sangat penting untuk mencapai free
and open trade investment.

melihat komposisi ekonomi di Asia Pasific, maka negara yang terbesar pertumbuhan
ekonominya adalah Cina, Indonesia, dan India. Mau tidak mau, negara lain sangat tergantung
pada 3 negara itu sebagai motor penggerak, antara lain dalam melakukan transaksi ekspor,
impor, dan transaksi jasa. Untuk Indonesia sendiri, kondisi ini menyimpan masalah seperti
masalah nilai tukar. Untuk itu kita akan kesulitan kalau tidak meningkatkan ekspor. Bisa-bisa
senang untuk negara lain, tapi susah untuk diri sendiri. Indonesia harus mempersiapkan diri
dalam menghadapi hasil KTT APEC tersebut, agar mendapatkan keuntungan, bukan
kerugian. Yang perlu dilakukan pemerintah antara lain:
-Menyiapkan kebijakan yang diperlukan untuk proteksi ekonomi, misalnya soal
standarisasi mutu, dan sertifikasi terhadap barang impor.
-Menyiapkan kebijakan investasi yang lebih menguntungkan untuk Indonesia.
-Fokus pada keunggulan ekonomi yang dimiliki. Indonesia unggul di industri kreatif,
namun ekspornya masih rendah. Dicari solusinya agar daya saing bisa ditingkatkan dan
ekspor meningkat.
-Memperbaiki kualitas Sumber Daya Manusia. Hal ini mencegah terjadinya
“pengambilalihan” lapangan kerja dari SDM negara lain.
-Memperbaiki infrastruktur dan konektivitas antar daerah.
Idealnya memang transaksi ekonomi yang terjadi adalah yang win-win solution.
Namun pada kenyataannya tidak demikian. Untuk mencapai win-win solution diperlukan
kebijakan yang juga win-win. Masalahnya adalah kita sering lemah di kebijakan, tidak
antisipatif menyiapkan kebijakan. Akibatnya mereka win, kita loos. Hasil KTT APEC akan
memberi hasil yang positif jika Indonesia melakukan persiapan dengan baik, melakukan
antisipasi terhadap dampak negatifnya. Kesepakatan pemerintah melakukan perdagangan
bebas antaranggota Forum Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) telah melanggar
konstitusi negara. Pasalnya, perdagangan bebas hanya menguntungkan negara tertentu,
sementara Indonesia sendiri lebih banyak dirugikan. "Dari dulu Indonesia tidak pernah
menganut perdagangan bebas, karena jelas itu melanggar konstitusi," ujar pengamat
ekonomi Revrisond Baswir.
Indonesia tidak siap menghadapi perdagangan bebas. Itu tercermin dari kondisi
infrastruktur di dalam negeri yang kedodoran. Kondisi tersebut, katanya, membuat Indonesia

kalah siap dibanding negara lain, terutama dalam menarik arus investasi yang bersifat
langsung.
Di sisi lain, peraturan pemerintah juga sering berubah-ubah. Itu membuat investor
takut menanamkan modal dalam jumlah besar dan dengan kurun waktu lama di Indonesia.
Konstitusi tidak pernah mengamanatkan perdagangan bebas. Itu berarti tindakan pemerintah
melakukan kesepakatan perdagangan bebas adalah kesalahan besar, salah satu kesepakatan
pertemuan puncak pemimpin ekonomi APEC di Bali soal peran perempuan dalam
pembangunan atas nama pengentasan kemiskinan membuka pintu penjajahan dalam baju
baru. Dia menjelaskan, peran strategis perempuan sebagai pengendali ekonomi keluarga dan
bangsa sebagaimana diintroduksikan dalam kesepakatan APEC adalah manipulatif. Forum ini
tidak akan pernah mengentaskan kemiskinan negara-negara dunia ketiga, Sebaliknya, justru
memperluas pintu penjajahan ekonomi dan politik negara-negara Barat kapitalis. peningkatan
keterlibatan perempuan melalui jargon pemberdayaan ekonomi tidak lain adalah eksploitasi
dan penjajahan model baru. Dari data di Bank Dunia, perempuan pelaku bisnis rumahan pada
tahun 2010, di wilayah Asia Timur sekitar 6 juta orang. Di Indonesia sendiri, kata dia,
jumlahnya 60 persen dari seluruh bisnis UMKM. ada tiga pernyataan dari Muslimah HTI
berkaitan dengan hasil kesepakatan dalam KTT APEC 2013. Pertama, ratusan ribu keluarga
Indonesia telah merasakan dampak buruk APEC menyusul ribuan industri dalam negeri
gulung tikar akibat laju perdagangan bebas. Kondisi itu semestinya menjadi penegas bahwa
APEC bukan forum kerja sama mengatasi kemiskinan, melainkan malah menghancurkan
ekonomi keluarga dan bangsa. Yang kedua, lanjut Iffah, jutaan perempuan Indonesia telah
terjun ke dunia kerja dalam kondisi rawan eksploitasi dan pelecehan. Ini merupakan akibat
dari kemiskinan yang mendorong mereka untuk bekerja.

Sementara

mendorong

kaum

perempuan kian banyak terlibat di dunia kerja, sesungguhnya hanya akan memperbesar
jumlah perempuan yang dieksploitasi. Selain itu juga hanya akan mengalihkan kesadaran
umat pada pangkal persoalan kemiskinan, yakni diterapkannya sistem ekonomi kapitalisme.
Pernyataan HTI yang terakhir, yakni menetapkan perempuan sebagai pengendali ekonomi
keluarga dan bangsa, sebagaimana disepakati pada KTT APEC 2013, hanya akan mendorong
munculnya berbagai persoalan baru pada bangsa ini. Penghargaan pada perempuan, karena
konstribusinya memberi materi terhadap keluarga dan bangsa, bisa membuat perempuan
mengabaikan fitrahnya. Fitrah perempuan sebagai manajer keuangan keluarga sekaligus
selaku pendidik generasi mendatang. Di bagian lain, penyelenggaraan APEC dinilai juga

memberi dampak positif bagi perkembangan industri pariwisata di Bali. Direktur Eksekutif
Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI).
TAHUN depan perekonomian nasional berpotensi tumbuh hingga 5,8% seiring
meredanya isu-isu global yang menekan perekonomian dunia dan paket kebijakan pemerintah
yang mulai berbuah, terutama berkaitan dengan perbaikan neraca perdagangan yang kini
mencatat surplus pada Agustus lalu.
Prediksi pertumbuhan tersebut belum memperhitungkan dampak positif dari
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) yang berakhir
hari ini di Bali. Dengan catatan, pemerintah dapat memanfaatkan momentum KTT APEC
tersebut. Selama ini pemerintah piawai menciptakan momentum positif bagi pertumbuhan
perekonomian, namun momentum tersebut seringkali dibiarkan berlalu begitu saja.
Setidaknya, KTT APEC telah melahirkan sebuah optimisme akan pertumbuhan
ekonomi yang berkaitan dengan nasib usaha kecil dan menengah (UKM) yang kini menjadi
fokus perhatian kerja sama dalam forum bergengsi di Asia-Pasifik itu. Selain itu, urusan
menarik investasi asing untuk menggerakkan roda pembangunan negeri ini juga mendapat
perhatian serius dari peserta APEC.
Dalam urusan UKM, pemerintah memandang begitu penting membuka akses terhadap
negara-negara di Asia-Pasifik. Tak kurang dari 52 juta penduduk Indonesia menghidupkan
dapur UKM. Namun, sungguh ironis, UKM yang bisa mengakses lembaga keuangan begitu
terbatas. Kabarnya, baru sekitar 25% atau 13 juta UKM yang bisa menikmati fasilitas
pembiayaan dari lembaga keuangan. Belum bicara soal akses pasar yang masih terbatas.
Kita tidak bisa menutup mata bahwa UKM telah menjadi tulang punggung
perekonomian nasional. Data dari Kementerian UKM dan Koperasi menunjukkan, sebanyak
97% tenaga kerja Indonesia diakomodasi dalam UKM pada 2011. Harus dicatat, UKM
menjadi penyumbang terbesar dalam produk domestik bruto (PDB) yang mencapai 60%.
Sejarah telah membuktikan, berkat peran UKM, perekonomian nasional yang tersapu krisis
pada 1998 bisa bertahan, sementara usaha konglomerasi tumbang satu per satu.
Karena itu, wajar para wakil pemerintah dalam pertemuan tingkat menteri merasa lega
ketika disepakati UKM menjadi salah satu fokus perhatian kerja sama APEC. Dalam kaitan
menarik investor asing untuk menanamkan modal di Indonesia, pemerintah mencoba

membuka mata para peserta KTT APEC dengan membeberkan sejumlah keberhasilan
perekonomian Indonesia yang berpotensi besar bagi investor untuk menuai keuntungan.
Peluang bisnis di Indonesia, berdasarkan survei McKinsey, diprediksi meningkat
hingga USD1,8 triliun pada 2030, di mana berbagai sektor akan terbuka luas mulai dari
layanan konsumen, perikanan, pertanian, sumber daya untuk pendidikan, hingga infrastruktur.
Saat ini Indonesia tercatat sebagai salah satu negara dengan pendapatan domestik yang besar
yang ditopang oleh pertumbuhan kelas menengah yang terus bertambah signifikan setiap
tahun.
Betulkah Indonesia masih menarik buat investor dibandingkan dengan negara lain
misalnya Filipina yang pertumbuhan ekonominya mencatat di atas 7% atau Vietnam yang
begitu ramah terhadap investor dengan berbagai kebijakan yang bersahabat, termasuk urusan
buruh yang tidak rewel?
Yang pasti, Price water house Coopers (PwC) telah menyurvei 500 chief executive
officers (CEO) di negara Asia-Pasifik mengungkapkan, sekitar 68% menyatakan siap
meningkatkan investasinya beberapa tahun ke depan pada tiga negara tujuan utama yakni
China tujuan pertama, Indonesia posisi kedua, dan Amerika Serikat di urutan ketiga. Survei
PwC yang bertajuk “Menuju Ketahanan dan Pertumbuhan: Bisnis di Asia-Pasifik dalam
Transisi” itu sungguh membesarkan hati bahwa negeri yang terus dirundung persoalan yang
justru bersumber dari penyelenggara negara itu sendiri masih dilirik oleh investor asing.
Peneliti Indonesia for Global Justice (IGJ) Salamuddin Daeng menyebutkan tiga bukti
nyata dampak kerja sama ekonomi Asia Fasifik (APEC) bagi Indonesia. “Indonesia terjebak
dalam triple defisit dan tidak mempunyai jalan keluar,”. Pertama, defisit perdagangan. Hal
ini terjadi lantaran Indonesia membuka kran liberalisme perdagangan selebar-lebarnya seperti
yang dimandatkan perjanjian APEC 1994. Sehingga terjadi defisit perdagangan. “Hal ini
tidak dapat diatasi kecuali dengan semakin memperbesar impor,” ungkapnya mengungkap
solusi keliru yang diambil pemerintah. Kedua, defisit neraca pembayaran. Karena impor
semakin besar melampai ekspor terjadilah defisit neraca pembayaran sehingga menguras
devisa. Akibatnya semakin tergantung pada investasi asing dan utang. Ketiga, defisit fiskal.
Karena devisa sudah terkuras maka, Indonesia semakin memperbesar utang. Hal ini terjadi
lantaran investasi asing yang ada sebagain besarnya berupa investasi non riil (hot money),
sehingga dengan mudah, kapan saja, dapat ditarik lagi ke negara asalnya. Maka dengan
mudah pula terjadi krisis moneter dan memperbesar utang.

dampak perjanjian APEC yang dilaksanakan di Bali awal Oktober 2013 ini pun akan
semakin memperburuk kondisi perekonomian Indonesia. Pasalnya, Amerika sekarang sedang
dilanda krisis. Celakanya, Indonesia sudah terjebak dalam krisis Amerika.“Amerika krisis,
maka investasinya di luar negeri akan ditarik, termasuk yang di Indonesia,”. Singapura adalah
investor terbesar pertama dan Amerika investor terbesar ketiga di Indonesia. untuk
menyelamatkan Amerika dari krisisnya, selain menarik investasinya, Amerika pun akan
semakin mengeksploitasi Indonesia. Terpilihnya Indonesia sebagai Ketua Asia-Pasific
Economic Forum (APEC) 2013 serta tuan rumah perhelatan yang akan diselenggarakan pada
Oktober 2013 mendatang di Bali, sejatinya merupakan momentum bagi kebangkitan ekonomi
Indonesia sekaligus meningkatkan peran strategis Indonesia bagi perekonomian global.
Fakta sejarah menunjukkan peran strategis Indonesia sangat besar dalam perkembangan
APEC, Indonesia berperan dalam pendirian APEC dan hadir pada konferensi tingkat menteri
di Canberra, Australia, tahun 1989. Setelah pertemuan APEC di Blake Island Seattle (AS)
pada 1993, Indonesia menjadi tuan rumah KTT APEC 1994 yang diselenggarakan di Bogor,
Jabar.
Kontribusi utama Indonesia pada awal pembentukan APEC, ditandai dengan rumusan
Bogor Declaration dan Bogor Goals pada saat Keketuaan APEC Indonesia tahun 1994.
Indonesia juga turut mendorong dibentuknya salah satu pilar utama APEC yaitu Economic
and Technical Cooperation (ECOTECH), yang dirancang untuk menciptakan pertumbuhan
ekonomi berkelanjutan dan merata demi mengurangi kesenjangan ekonomi di kawasan
melalui pembangunan kapasitas individu dan institusi.
Saat ini, sebagai emerging country yang pertumbuhan ekonominya selalu positif di
tengah krisis global, Indonesia menjadi barometer bagi ekonomi global, karena dunia melihat
Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki daya tahan (resilient) terhadap krisis
dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang stabil.
Sebagaimana diketahui, ketika krisis hebat melanda Eropa, perekonomian Indonesia
mampu tumbuh di atas 6,5 persen. Bahkan, sampai dengan tahun 2012,

pertumbuhan

ekonomi Indonesia masih bertahan di angka 6,5 persen. Kondisi ini bertolak belakang dengan
sebagian besar negara-negara lain yang pertumbuhan ekonominya cenderung negatif.
Evaluasi 2012 masih menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara sentral
dalam menjaga pertumbuhan kawasan. Dengan produk domestik bruto (PDB) berdasarkan
purchasing power parity (PPP) lebih dari 1 triliun dollar AS, dan meningkatnya kelas

menengah, Indonesia menjadi salah satu tujuan investasi di Asia Pasifik. Besaran (size)
ekonomi nasional dimaksud, menjadikan posisi strategis Indonesia sebagai pasar bagi
produk impor bagi negara-negara yang tergabung dalam APEC, namun di sisi lain juga,
menjadi peluang bagi ekspor produk nasional dengan semakin terbukanya pasar kawasan
Asia Pasifik.
Sejak ikut serta dalam APEC, Indonesia mencatat perkembangan yang pesat dalam
perekonomian dengan sesama anggota di Asia-Pasifik. Total perdagangan Indonesia di tahun
1989 ke seluruh ekonomi anggota APEC adalah 29,9 miliar dollar AS, sekitar 78% dari total
perdagangan Indonesia ke seluruh dunia.
Di tahun 2011 ekspor Indonesia ke seluruh ekonomi anggota APEC mencapai 289,3
miliar dollar AS, sekitar 75% dari total perdagangan Indonesia ke seluruh dunia, terjadi
peningkatan hampir 10 kali lipat, dari tahun 1989 ke tahun 2011, atau 22 tahun terakhir.
Investasi dari ekonomi APEC ke Indonesia pada tahun 2010 berjumlah 9,26 miliar
dolar AS, dan meningkat pada tahun 2011 menjadi 10,7 miliar dolar AS. Selain itu, pada
tahun 2011, 10 dari 20 anggota ekonomi APEC termasuk dalam 20 investor terbesar
Indonesia.
Ketika Indonesia memimpin APEC 2013, berarti Indonesia juga menjadi daya tarik
perekonomian dunia,

mengingat APEC menguasai 56 persen PDB dunia, 39,8 persen

penduduk dunia, dan total PDB 2011 berkisar USD38,9 triliun.
Amerika Serikat meningkatkan upaya untuk memperkuat kekuatan ekonomi di
kawasan Asia-Pasifik pada pertemuan puncak para pemimpin regional di Indonesia, Selasa
(8/10), di tengah peringatan dari China yang semakin berani.
Hari kedua acara Kerja sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) di resor bintang lima
pulau tropis Bali bertujuan untuk menguak hambatan perdagangan di antara 21 negara
anggota, tapi agenda-agenda kekuatan dunia membayangi pembicaraan tersebut.
Mewakili Presiden AS Barack Obama, Menteri Luar Negeri John Kerry telah melobi
untuk penandatanganan pakta mega perdagangan bebas terhadap 12 negara APEC, namun
tidak termasuk China dan tuan rumah Indonesia. Amerika Serikat telah memperjuangkan TPP
sebagai pengaturan "standar emas" untuk menghadapi perubahan yang kompleks bagi
perekonomian abad ke-21, seperti bagaimana mengawasi komputasi awan dan hak paten.

Namun China dan bahkan beberapa negara berkembang yang termasuk dalam TPP
menyatakan kekhawatiran bahwa hal itu akan membuat aturan perdagangan mengutamakan
keuntungan negara terkaya dan perusahaan yang paling kuat.
"China akan berkomitmen untuk membangun kerangka kerja sama regional transPasifik yang menguntungkan semua pihak," kata Presiden China Xi Jinping dalam pidato
setelah pernyataan Kerry dalam forum bisnis APEC.
Pelaksanaan KTT APEC di Bali jelas menjadi pertaruhan Bangsa Indonesia di mata
dunia. Khususnya pertaruhan wajah pemerintahan SBY baik internal maupun eksternal.
Inilah KTT yang konon mengusung dua agenda besar