PEMBIASAAN AKHLAKUL KARIMAH “MENGUCAP SALAM DAN BERJABAT TANGAN KEPADA GURU” DI SMP MA’ARIF NU HASANUDIN SURABAYA.

(1)

PEMBIASAAN AKHLAKUL KARIMAH “MENGUCAP SALAM

DAN BERJABAT TANGAN KEPADA GURU

” DI SMP MA’ARIF

NU HASANUDIN SURABAYA

SKRIPSI

Oleh:

RINDAH SHOFIANA D91212175

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURURAN

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

2016


(2)

(3)

(4)

(5)

Abstrak

Rindah Shofiana, D91212175. 2016. Pembiasaan Akhlakul Karimah “Mengucap

Salam dan Berjabat Tangan Kepada Guru” di SMP Ma’arif NU Hasanudin Surabaya. Skripsi Jurusan Pendididikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri SunanAmpel Surabaya.

Pembimbing: Dr. A. Yusam Thobroni, M. Ag.

Kata kunci: Pembiasaan Akhlakul Karimah, Mengucap Salam dan Berjabat Tangan

Melalui skripsi ini, penulis ingin mengetahui pembiasaan akhlakul karimah “mengucap salam kepada guru dan berjabat tangan” di SMP Ma’arif NU Hasanudin Surabaya. Dengan dua rumusan masalah yaitu: (1) bagaimana pembiasaan akhlakul karimah “mengucap salam dan berjabat tangan kepada guru” di SMP Ma’arif NU Hasanudin Surabaya (2) bagaimana dampak adanya pembiasaan akhlakul karimah “mengucap salam dan berjabat tangan kepada guru” di SMP Ma’arif NU Hasanudin Surabaya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan fenomenologi yang bersifat deskriptif yaitu berupa data-data yang tertulis atau lisan dari orang-orang yang berkaitan dalam penelitian ini. Teknik yang dipakai dalam pengumpulan data menggunakan metode observasi, wawancara dan dokumentasi serta kuisioner.

Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa pembiasaan akhlakul karimah “mengucap salam dan berjabat tangan kepada guru” di SMP Ma’arif NU Hasanudin Surabaya sudah cukup dilaksanakan dengan baik meskipun belum maksimal dan perlu diperbaiki lagi. Terdapat tanggapan positif dari guru dan peserta didik dengan adanya pembiasaan ini yaitu peserta didik menjadi lebih sopan terhadap guru dan peserta didik tidak canggung senyum, sapa, salam jika berjumpa dengan guru baik di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah. Hal ini membuktikkan bahwa dengan adanya pembiasaan akhlakul karimah “mengucap salam dan berjabat tangan kepada guru” memberikan manfaat yang besar bagi siapa saja yang terkait.

Akhirnya sebagai tindak lanjut dari skripsi ini maka harus ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu tentang perlunya memaksimalkan kegiatan tersebut sehingga menjadikan peseta didik lebih terbiasa dalam berakhlakul karimah “mengucap salam dan berjabat tangan kepada guru”

.

Surabaya, 07 Januari 2016 Penulis


(6)

Daftar Isi

SAMPUL DALAM ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1

B.Rumusan Masalah ... 8

C.Tujuan Penelitian ... 9

D.Kegunaan Penelitian ... 9

E. Definisi Operasional ... 10

F. Penelitian Terdahulu ... 11

G.Sistematika Pembahasan ... 12

BAB II KAJIAN TEORI A.Pembiasaan ... 14

B.Akhlakul Karimah ... 17


(7)

2. Indikator Akhlakul Karimah Menurut Agama... 20

3. Akhlak Perspektif Islam ... 22

4. Akhlakul Karimah dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah... 23

5. Objek Akhlak ... 27

6. Ciri-Ciri Berakhlakul Karimah ... 29

7. Pentingnya Penanaman Akhlak Sejak Dini ... 30

C.Mengucap Salam dan Berjabat Tangan ... 31

1. Pengertian Mengucap Salam dan Berjabat Tangan ... 31

2. Keutamaan Mengucap Salam dan Berjabat Tangan ... 34

3. Adab Mengucap Salam ... 36

4. Adab Berjabat Tangan ... 37

D.Pembiasaan Akhlakul Karimah “Mengucap Salam dan Berjabat Tangan Kepada Guru” ... 39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ... 43

B. Kehadiran Peneliti ... 46

C. Lokasi Penelitian ... 46

D. Sumber Data... 47

E. Teknik Pengumpulan Data ... 48

F. Teknik analisis data... 50


(8)

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum SMP Ma’ari NU Hasanudin Surabaya

1. Latar Belakang ... 54

2. Tinjauan Geografis ... 56

3. Struktur Organisasi ... 56

4. Visi Misi ... 58

5. Kurikulum ... 59

6. Keadaan Pendidik, Tenaga Kependidikan, Peserta Didik ... 63

7. Keadaan Sarana Prasana ... 65

8. Program Kegiatan Khas ... 66

B. Penyajian Data 1. Wawancara ... 66

a. Pembiasaan akhlakul karimah “mengucap salam dan berjabat tangan kepada guru” di SMP Ma’arif NU Hasanudin Surabaya ... 67

b. Dampak adanya pembiasaan akhlakul karimah “mengucap salam dan berjabat tangan kepada guru” di SMP Ma’arif NU Hasanudin Surabaya ... 70


(9)

C. Analisis Data

1. Analisis pembiasaan akhlakul karimah “mengucap salam dan berjabat tangan kepada guru” di SMP Ma’arif NU Hasanudin Surabaya ... 77 2. Analisis dampak adanya pembiasaan akhlakul karimah “mengucap salam dan berjabat tangan kepada guru” di SMP Ma’arif NU Hasanudin Surabaya ... 86 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 91 B. Saran ... 92 DAFTAR PUSTAKA

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN LAMPIRAN – LAMPIRAN


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Allah menciptakan manusia dengan bentuk yang paling sempurna di antara makhluk ciptaanNya yang lain di alam semesta ini, karena manusia dilengkapi dengan akal. Yang dengan akal itu manusia dapat mengembangkan segala potensinya melalui bimbingan pengajaran dan latihan melalui suatu proses pendidikan.

Islam sebagai agama wahyu yang memberi bimbingan kepada manusia mengenai semua aspek hidup dan kehidupannya, dapat diibaratkan seperti jalan raya yang lurus dan mendaki, memberi peluang kepada manusia yang melaluinya sampai ke tempat yang dituju, tempat tertinggal dan mulia. Sebagai agama wahyu terakhir, agama Islam merupakan satu sistem akidah dan syari’ah serta akhlak yang mengatur hidup dan kehidupan manusia dalam berbagai hubungan.1

Sifat hakiki manusia adalah “homo religius”,2

yaitu makhluk beragama yang mempunyai fitrah untuk memahami dan menerima nilai-nilai kebenaran yang bersumber dari agama, sekaligus sebagai rujukan sikap dan perilakunya.

1

Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,

2011), h. 50

2

Syamsu Yusuf, Psikologi Belajar Agama (Perspektif Agama Islam), (Bandung: Pustaka


(11)

2

Sebagaimana Allah berfirman dalam al-Qur’an surat al-A’raf ayat 172 yang berbunyi:





























































Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku Ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan Tuhan). (Qs. al-A’raf : 172)

Sebagaima dipahami bahwa para remaja berkembang secara intergral, dalam arti fungsi-fungsi jiwanya saling mempengaruhi secara organik. Karenanya sepanjang perkembangannya membutuhkan bimbingan sebaik-baiknya dari orang yang lebih dewasa dan bertanggung jawab terhadap jiwa para remaja yang menurut kodratnya terbuka terhadap pengaruh di luar. Namun tidak jarang para remaja mengambil jalan pintas untuk mengatasi kemelut batin yang mereka alami itu. Pelarian batin ini terkadang mengarah ke perbuatan negatif dan merusak, seperti kasus narkoba, tawuran antar pelajar, maupun tindak kriminal merupakan bagian dari kegagalan para remaja dalam menemukan jalan hidup yang dapat menentramkan gejolak batinnya. Sehingga jika tingkah laku yang diperlihatkan sesuai dengan norma yang berlaku, maka


(12)

3

tingkah laku tersebut tidak sesuai atau bertentangan dengan norma yang berlaku, maka tingkah laku dinilai buruk dan ditolak.3

Menurut al-Qabisi pendidikan anak-anak merupakan hal yang sangat penting dalam rangka menjaga keberlangsungan bangsa dan Negara dan ini merupakan upaya yang amat strategis. Dalam mengajar seorang guru harus memiliki keluasan ilmu dan berakhlak mulia dan tekun beribadah, yang berimplikasi dalam pengajarannya, inilah faktor keberhasilan seorang guru dalam mengajar. Seorang guru harusnya tidak hanya paham teori, akan tetapi lebih pada pelaksanaan teori tersebut atau praktiknya dalam kehidupan sehar-hari.4 Sebagaimana telah kita ketahui bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk mempersiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan pelatihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Sedangankan menurut Rama Yulis pendidikan diartikan sebagai bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja terhadap anak didik oleh orang dewasa agar menjadi dewasa.5

Ibnu sina berpendapat bahwa ilmu pendidikan itu sangat penting karena ilmu pendidikan merupakan satu asas dalam pendidikan Islam. Selain itu, orang tua dan guru memberikan penekanan pendidikan akhlak kepada anak – anak, karena hal itu bertujuan untuk membentuk adab dan akhlak yang baik.

3

Jalaluddin, Psikologi Agama, edisi revisi 2005, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada 2005),

h. 267

4

Ranchman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta : PT. Raja Grafindo

Persada, 2013), h. 65

5


(13)

4

Pendidik juga perlu memberi contoh yang baik kepada anak-anak karena mereka adalah golongan pertama yang perlu diberi pendidikan. Hal ini karen anak-anak akan melihat tingkah laku orang dewasa yang berada di sekelilingnya. Setiap pendidik perlulah member pendidikan akhlak sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi Saw. Ibn Sina mengatakan bahwa kehidupan itu adalah akhlak, tiada kehidupan tanpa akhlak (perilaku individu).6 Disamping itu, pada hakekatnya pendidikan merupakan kebutuhan yang utama bagi manusia, yang dimulai sejak manusia lahir sampai meninggal dunia, bahkan manusia tidak akan menjadi manusia yang berkepribadian utama tanpa melalui pendidikan.

Sebagaimana telah kita ketahui bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk mempersiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan pelatihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Sedangankan menurut Rama Yulis pendidikan diartikan sebagai bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja terhadap anak didik oleh orang dewasa agar menjadi dewasa.7

Dengan demikian pendidikan adalah proses yang terdiri dari usaha-usaha yang dilakukan oleh orang dewasa terhadap si terdidik, baik berupa bimbingan, pengarahan, pembinaan ataupun latihan yang tujuannya adalah

6

Ranchman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam, ibid, h. 95 – 97

7


(14)

5

membawa si terdidik kearah terbentuknya kepribadian yang utama baik jasmani maupun rohani bagi perjalanan hidupnya di masa yang akan datang.

Sedangkan arti dari pendidikan Islam adalah bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarahkan, mengasuh, dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam.8

Pendidikan dalam Islam tidak hanya bertujuan untuk mencetak manusia yang hanya memiliki kecerdasan saja, tapi juga berusaha mencetak manusia yang berakhlakul mulia. Ia tidak akan menepuk dada atau bersifat arogan (congkak) dengan ilmu yang dimiliki, sebab ia sangat menyadari bahwa ia tidak pantas bagi dirinya untuk sombong bila dibandingkan dengan ilmu yang dimiliki Allah. Malah ilmu yang ia miliki pun serta yang membuat dia pandai adalah (berasal) dari Allah. Apa bila Allah berkehendak. Dia bisa mengambil ilmu dan kecerdasan yang dimiliki makhluk-Nya (termasuk manusia) dalam waktu seketika.9

Dengan demikian pendidikan Islam merupakan pendidikan yang melatih peserta didik sedemikian rupa, sehingga dalam perilaku mereka terhadap kehidupan. Langkah-langkah dan keputusan mereka diatur oleh nilai-nilai etika Islam. Dalam hal ini dapat ditempuh melalui bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Adapun tujuan dari

8

M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1991), Cet. Ke-1, h. 10

9

Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2005),


(15)

6

pendidikan Islam yaitu mewujudkan insan kamil dengan pola taqwa. Insan kamil artinya manusia utuh rohani dan jasmani, dapat hidup dan berkembang secara wajar dan normal karena ketaqwaaan kepada Allah SWT. dan ini mengandung arti bahwa pendidikan Islam itu berguna bagi dirinya dan masyarakat serta senang dan gemar mengamalkan dan mengembangkan ajaran Islam dalam hubungannya dengan Allah dan sesamannya, dapat mengambil manfaat yang semakin meningkat dari alam semesta ini untuk kepentingan hidup di dunia dan akhirat nanti.10

Berbudi pekerti luhur atau berakhlak mulia merupakan salah satu komponen dari tujuan pendidikan Islam. Sedangkan pendidikan akhlak atau yang lebih dikenal dengan pendidikan aqidah akhlak adalah salah satu mata pelajaran yang merupakan rumpun dari pendidikan agama Islam. Akhlak secara terminology diartikan sebagai suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbutaan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.11

Setiap muslim di mana pun ia berada harus mempunyai akhlak yang luhur

(akhlakul karimah). Al-Qur’an dan Hadits menjadi dasar dan sumber akhlak yang mulia. Oleh karena akhlak yang mulia membedakan antara orang Islam dan bukan Islam, maka tidak ada pilihan lain bagi setiap pemimpin atau seorang manajer Islam wajib memnpunyai, menghargai pempraktekkan akhlak

10

Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1996), Cet. Ke-3, h. 28

11


(16)

7

ini. Perusahaan atau lembaga kemasyarakatan milik muslim harus dikelola berdasarkan prinsip akhlak yang luhur.

Dengan demikian, agama Islam adalah akhlakul karimah, dan benar-benar autoritatif, karena agama ini adalah agama akhir zaman untuk seluruh umat manusia, yang berdasarkan fitrah. Dengan kata lain, agama Islam bersifat universal. Universal berarti sesuai dengan kebutuhan umat manusia, dalam semua keadaan dan sepanjang zaman.12

Melihat definisi akhlak tersebut maka pendidikan akhlak perlu dilakukan sejak dini karena jika kita keliru dalam mendidik anak maka yang tertanam dalam jiwa merekapun perbuatan yang keliru pula. Agar pendidik dapat menanamkan akhlak yang baik kepada peserta didik maka diperlukannya metode yang baik. Banyak sekali macam-macam metode yang dipergunakan guru dalam melangsungkan kegiatan belajar mengajar. Seorang guru pun juga harus memiliki cara yang sesuai untuk mewujudkan tujuan yang akan dicapai.

Menurut penulis cara yang sesuai digunakan untuk menanamkan akhlak yang baik kepada peserta didik adalah dengan menggunakan pembiasaan yang positif, melalui cara ini, peserta didik dilatih untuk membiasakan diri hingga mampu membiasakan diri berakhlak yang mulia sesuai dengan syari’at Islam.

Penanaman akhlak dengan pembiasaan memberikan dampak yang besar kepada peserta didik, seperti mengucap salam dan berjabat tangan kepada guru.

12

Aminuddin, dkk, Membangun Karakter dan Kepribadian melalui Pendidikan Agama


(17)

8

Dewasa ini peserta didik banyak yang mengabaikan hal seperti ini, berbagai alasan mereka utarakan, seperti malu. Hal ini terlihat sepele namun sangat besar dampaknya kepada keta’dziman peserta didik terhadap gurunya. Dengan adanya pembiasaan akhlakul karimah mengucap salam kepada guru dan berjabat tangan peserta didik akan terbiasa taat jika berjumpa dengan guru dan memiliki rasa sopan santun yang tinggi .

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penulis memilih judul skripsi dengan judul PEMBIASAAN AKHLAKUL KARIMAH “MENGUCAP SALAM DAN BERJABAT TANGAN KEPADA GURU” DI SMP

MA’ARIF NU HASANUDIN SURABAYA.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan masalah yang diuraikan di atas, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana pembiasaan akhlakul karimah “mengucap salam dan berjabat tangan kepada guru” di SMP Ma’arif NU Hasanudin Surabaya ?

2. Bagaimana dampak adanya pembiasaan akhlakul karimah “mengucap salam dan berjabat tangan kepada guru” di SMP Ma’arif NU Hasanudin Surabaya ?


(18)

9

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pembiasaan akhlakul karimah “mengucap salam dan berjabat tangan kepada guru” di SMP Ma’arif NU Hasanudin Surabaya. 2. Untuk mengetahui dampak adanya pembiasaan akhlakul karimah

“mengucap salam dan berjabat tangan kepada guru” di SMP Ma’arif NU Hasanudin Surabaya.

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian dalam skripsi ini adalah, sebagi berikut : 1. Bagi peneliti :

Sebagai bahan pembelajaran bagi peneliti serta menambah dan mengembangkan pengetahuan, wawasan luas terkait dengan pembiasaan akhlakul karimah “mengucap salam dan berjabat tangan kepada guru” di SMP Ma’arif NU Hasanudin Surabaya.

2. Bagi Guru :

Guru dapat mengembangkan atau menanamkan pembiasaan akhlakul karimah kepada peserta didik, sehingga peserta didik mampu berperilaku sopan dan berbakti kepada guru.

3. Bagi Peserta didik :

Peserta didik dapat berupaya untuk selalu membiasakan diri berakhlakul karimah yang baik terhadap guru.


(19)

10

E. Definisi Operasional

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang pengertian dalam judul penelitian ini, maka penulis tegaskan beberapa istilah yang terdapat dalam judul ini, yaitu sebagai berikut :

1. Pembiasaan : Kegiatan yang dilakukan secara teratur dan berkesinambungan untuk melatih anak agar memiliki kebiasaan-kebiasaan tertentu, yang umumnya berhubungan dengan pengembangan kepribadian anak seperti emosi, disiplin, budi pekerti, kemandirian, penyesuaian diri, hidup bermasyarakat, dan lain sebagainya.13

2. Akhlakul Karimah : Watak, tabi’at, kebiasaan, perangai, aturan.14 Sikap yang melekat pada diri seseorang secara spontan diwujudkan dalam tingkah laku atau perbuatan yang baik.15

3. Mengucap Salam : Ucapan untuk mendoakan keselamatan kepada yang diucapkan.

4. Berjabat Tangan : Meletakkan telapak tangan pada telapak tangan

13

Ramli, Pembelajaran Anak Usia Dini,

//ramlimpd.blogspot.com/2010/10/pembelajaran-untuk-anak-usia-dini.html. diakses 09/07/2015, 21;20.

14

Aminuddin, dkk, Membangun Karakter dan Kepribadian melalui Pendidikan Agama

Islam, ibid, h.93

15

Khozin, Khazanah Pendidikan Agama Islam, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2013),


(20)

11

orang lain dan ditahan beberapa saat, selama rentang waktu yang cukup untuk menyampaikan salam.16

5. Peserta didik : Merupakan anak didik atau anak yang sedang tumbuh dan berkembang baik fisik maupun psikologi untuk mencapai pendidikannya melalui lembaga pendidikan atau sekolah.17

F. Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian ini penulis memaparkan penelitian terdahulu yang relevan dengan permasalahan. Setelah peneliti mencari informasi tentang kesamaan judul yang akan peneliti bahas, sejauh ini peneliti tidak menemukan judul yang benar-benar relevan dengan penelitian ini.

Peneliti menemukan judul yang membahas tentang pembiasaan dan juga akhlakul karimah diantaranya yaitu “Penerapan Metode Pembiasaan Pada

Pendidikan Agama Islam di MI AL-Muthmainah Bulak Surabaya” dan

“Peran Guru Mata Pelajaran Aqidah Akhlak dalam Meningkatkan Al-Akhlak

Al-Karimah pada Peserta didik Kelas VIII di MTs. Darussalam Taman Sidoarjo.

16

http://muslimah.or.id/fikih/seputar-jabat-tangan.html, diakses 09/07/2015, 20;30.

17

Oemar Hamalik, Metode Belajar Dan Kesulitan-Kesulitan Belajar, (Bandung : Tarsito,


(21)

12

G. Sistematika Pembahasan

Pada bab pertama berisi Pendahuluan, yang terdiri dari gambaran secara keseluruhan (global) meliputi latar belakang, rumusan masalah, definisi operasional, tujuan dan kegunaan penelitian, penelitian terdahulu dan sistematika pembahasan.

Bab kedua berisi kajian pustaka atau landasan teori yang terdiri dari empat sub bab. Sub bab pertama berisi teori pembiasaan.

Sub bab kedua merupakan tinjauan tentang akhlakul karimah, meliputi pengertian akhlakul karimah, indikator akhlakul karimah menurut agama, akhlak perspektif Islam, akhlakul karimah dalam al-qur’an dan as-sunnah, objek akhlak, ciri-ciri berakhlakul karimah, pentingnya penanaman akhlak sejak dini.

Sub bab ketiga berisi tentang mengucap salam dan berjabat tangan meliputi, pengertian mengucap salam dan berjabat tangan, keutamaan mengucap salam dan berjabat tangan.

Sub bab keempat berisi tentang pembiasaan akhlakul karimah “mengucap salam kepada guru dan berjabat tangan”.

Pada bab ketiga berisi tentang metode penelitian yang terdiri dari pendekatan dan jenis penelitian, subjek penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, jenis data, sumber data, metode pengumpulan data.

Bab keempat merupakan laporan hasil penelitian yang terdiri dari gambaran umum objek penelitian, penyajian data, dan analisis data.


(22)

13

Bab kelima merupakan bab terakhir atau penutup. Bersisi kesimpulan dan saran, dilanjutkan dengan daftar kepustakaan dan lampiran-lampiran.


(23)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pembiasaan

Pembiasaan mempunyai peranan yang sangat besar dalam kehidupan manusia, karena dengan kebiasaan, seseorang mampu melakukan hal-hal penting dan berguna tanpa menggunakan energy dan waktu yang banyak. Anak adalah amanah orang tuanya. Hatinya yang bersih adalah permata berharga dan murni, yang kosong dari setiap tulisan dan gambar.

Untuk melaksanakan tugas atau kewjiban secara benar dan rutin terhadap anak / peserta didik diperlukan pembiasaan. Misalnya agar anak / peserta didik dapat melaksanakan shalat secara benar dan rutin maka mereka perlu dibiasakan shalat sejak masih kecil, dari waktu ke waktu. Itulah sebabnya kita perlu mendidik mereka sejak dini/kecil agar mereka terbiasa dan tidak merasa berat untuk melaksanakannya ketika mereka sudah dewasa. Sehubungan itu tepatlah pesan Rasulullah kepada kita agar melatih / membiasakan anak untuk melaskanakan shalat ketika mereka berusia tujuh tahun dan memukulnya (tanpa cedera/bekas) ketika mereka berumur sepuluh tahun atau lebih apabila mereka tidak mengerjakannya. Dalam pelaksanaan metode ini diperlukan


(24)

15

pengertian kesabaran, dan ketelatenan orang tua, pendidik, dan da’i terhadap anak / peserta didiknya.17

Pembiasaan harus dimulai dengan upaya yang sungguh-sungguh untuk memaksakan diri, bahkan bila perlu membuat-buat aktivitas yang dinilai baik dengan tujuan membentuk watak, bukan karena kemunafikan. Imam Al-Ghazali menasehati seseorang yang angkuh agar membiasakan diri melakukan aktivitas yang dilakukan oleh mereka yang bermoral dan dinilai memiliki status sosial yang tinggi. Al-Ghazali misalnya juga menganjurkan agar selalu mengelus-elus kepala anak yatim, karena kebiasaan tersebut akan melahirkan keterampilan yang diulang-ulang dan yang dilakukan dengan sadar sehingga membentuk watak , yaitu kegiatan yang dilakuakan secara otomatis akibat dorongan jiwa yang sangat dalam. Keterkaitan antara akhlak mulia dan adat kebiasaan ini dijelaskan Al-Ghazali dalam pernyataan bahwa berakhlak mulia / terpuji berrati menghilangkan semua adat kebiasaan yang tercela yang sudah digariskan dalam agama Islam serta menjauhkan diri dari perbuatan tercela tersebut, kemudian membiasakan adat kebiasaan yang baik, melakukannya dan mencintainya.18

Metode berasal dari bahasa latin “meta” yang berarti melalui dan “hodos”

yang berarti jalan atau cara. Dalam bahasa arab metode disebut “tariqah”

17

Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan, ibid, h.19

18

Asaduddin luqmam, Pengembangan Pendidikan Katakter Melalui Metode Pembiasaan

Dan Keteladanan, Cendekia, (Jurnal Pendidikan Islam, Vol.12 No. 1 Januari – Juni 2014), Penerbit:STAIN Ponorogo, h. 81


(25)

16

artinya jalan, cara, sistem atau ketertiban dalam mengerjakan sesuatu. Sedangkan menurut istilah ialah suatu sistem atau cara yang mengatur suatu cita-cita.19

Sedangkan kata pembiasaan berasal dari kata dasar “biasa” yang berarti sebagai sedia kal, sebagai yang sudah-sudah, tidak menyalahi adat, atau tidak aneh. Kata “membiasakan” berarti melazimkan, mengadatkan, atau menjadikan adat. Dan kata “kebiasaan” berarti suatu yang telah biasa dilakukan atau adat.20 Jadi kata pembiasaan berasal dari kata dasar “biasa” yang memperoleh imbuhan prefiks “pe” dan sufiks “an”, yang berarti proses membiasakan, yang pada akhirnya akan menghasilakan suatu kebiasaan atau adat. Atau pembiasaan adalah sesuatu yang sengaja dilakukan secara berulang-ulang agar sesuatu itu dapat menjadi kebiasaan seseorang.

Karena metode ini berintikan pengalaman yang dilakukan terus-menerus, maka menurut Ahmad Tafsir metode pembiasaan ini sangat efektif untuk menguatkan hafalan-hafalan pada anak didik dan menanamkan sikap beragama. Pembiasaan dalam pendidikan hendaknya dimulai sedini mungkin. Peserta didik yang dibiasakan untuk melakukan kebaikan-kebaikan, maka dengan sendirinya mereka akan terbiasa melakukan kebaikan-kebaiakan itu ketika berada diluar komunitas dimana proses pembiasaan telah dilakukan. Demikian juga dengan membiasakan mereka untuk menjauhi sifat-sifat buruk

19

Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung : Pustaka Setia, 2005), h.123

20


(26)

17

dan tercela dilingkungan tempan belajar, tentunya peserta didik akan enggan dan merasa malu dengan sendirinya ketika akan melakukan keburukan itu meskipun diluar lingkungan tempat ia belajar.

B. Akhlakul Karimah

1. Pengertian Akhlakul Karimah

Kata “akhlak” berasal dari bahasa Arab (akhlaqun), jamak dari (khlaqah, yakhluqu, kholaqun), yang secara etimologi berasal dari “budi

pekerti, tabiat, perangkai, adat kebiasaan, perilaku, dan sopan santun”. Menurut Zahrudin AR, kata “akhlak” yang dikaji dari pendekatan etimologi mengatakan bahwa perkataan “akhlak” berasal dari bahasa Arab,

jama’ dari bentuk mufrad-nya “khuluqun” yang menurut logat diartikan

budi pekerti, perangkai tingkah laku atau tabiat. Kalimat tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan “Khalaqun” yang berarti kejadian, serta erat hubungan “khaliq” yang berarti pencipta, dan

makhluk” yang berarti yang diciptakan.21 Bahkan Ishak Sholih

menyatakan bahwa “kata akhlak yang berasal dari bahasa Arab itu mengandung segi-segi persamaan dengan kata-kata khaliq dan kata

makhluq. Hal ini berarti bahwa antara khaliq dengan makhluk terdapat kesamaan.22

21

Zahrudin AR., Pengantar Ilmu Akhlak, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004), h.1

22


(27)

18

Kata akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluq, artinya tingkah laku, perangkai, tabiat. Sedangkan menurut istilah, akhlak adalah daya kekuatan jiwa yang mendorong perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikir dan direnungkan lagi. Dengan demikian, akhlak pada dasarnya adalah sikap yang melekat pada diri seseorang secara spontan diwujudkan dalam tingkah laku atau perbuatan. Apabila perbuatan spontan yang baik atau akhlaqul al-karimah. Sebaliknya apabila yang disebut akhlak yang buruk atau akhlakul al-mazmumah. Baik dan buruk akhlak didasarkan kepada sumber nilai, yaitu al-Qur’an dan Sunnah Rasul.23

Menurut Ibn Miskawaih akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran (lebih dahulu). Sedangkan menurut Al-Ghazali

akhlak adalah Sesuatu sikap yang mengakar dalam jiwa yang darinya lahir berbagai perbuatan dengan mudah dan gampang, tanpa perlu kepada pikiran dan pertimbangan. Jika sikap itu yang darinya lahir perbuatan yang baik dan terpuji, baik dari segi akal dan syara’, maka ia disebut akhlak yang baik, dan jika lahir darinya perbuatan tercela, maka sikap tersebut disebut akhlak yang buruk. 24 Sementara Ahmad amin mendefinisikan bahwa yang disebut akhlak ialah kehendak yang dibiasakan. Artinya, kehendak itu bila membiasakan sesuatu, kebiasaan itu dinamakan akhlak.

23

Azyumardi Azra, dkk., Pengantar Agama Islam pada Perguruan Tinggi Umum, (Jakarta :

Departemen Agama RI, 2002), h.203

24


(28)

19

Menurutnya kehendak ialah ketentuan dari beberapa keinginan manusia setelah imbang, sedangkan kebiasaan merupakan perbuatan yang diulang-ulang sehingga mudah melakukannya. Masing-masing dari kehendak dan kebiasaan ini mempunyai kekuatan, dan gabungan dari kekuatan ini menimbulkan kekuatan yang lebih besar. Kekuatan besar inilah yang bernama akhlak.25

Jika diperhatikan dengan seksama, tampak bahwa seluruh definisi akhlak sebagaimana tersebut di atas tidak ada yang saling bertentangan, melaikan saling melengkapi, yaitu sifat yang tertanam kuat dalam jiwa yang Nampak dalam perbuatan lahiriah yang dilakukan dengan mudah, tanpa memerlukan pemikiran lagi, dan sudah menjadi kebiasaan.

Definisi-definisi akhlak tersebut secara subtansial tampak saling melengkapi, dan darinya kita dapat melihat lima ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu : pertama, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya; kedua, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran. Ini tidak berarti bahwa saat melakukan sesuatu perbuatan, yang bersangkutan dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur atau gila; ketiga, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Perbuatan akhlak adalah

25


(29)

20

perbuatan yang dilakukan atas dasar kemauan, pilihan, dan keputusan yang bersangkutan; keempat, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main atau karena bersandiwara; dan kelima, sejalan dengan ciri yang keempat, perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena ikhlas semata-mata karena Allah, bukan karena ingin dipuji orang atau karena ingin mendapat suatu pujian. 26

Akhlakul karimah (akhlak terpuji) adalah sikap sederhana dan lurus sikap sedang tidak berlebih-lebihan, baik perilaku, rendah hati, berilmu, beramal, jujur, tepaiti janji, amanah, istiqamah, berkemauan, berani, sabar, syukur, lemah lembut, berharap dan cemas, taqwa, malu, zuhud, tawakal kepada Allah, pemaaf dan bertoleransi, kasih sayang, cinta kasih adil.27 Akhlakul karimah juga dapat diartikan sebagai sikap yang melekat pada diri seseorang secara spontan diwujudkan dalam tingkah laku atau perbuatan yang baik.28

2. Indikator Akhlakul Karimah Menurut Agama

Perilaku manusia yang ditunjukkan oleh sifat- sifat dan gerak kehidupan sehari – hari. Manusia sebagai makhluk individu dan sebagai

26

Khozin, Khazanah Pendidikan Agama Islam, ibid, h.128

27

Aminuddin, dkk., Membangun Karakter dan Kepribadian melalui Pendidikan Agama

Islam, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2006), h.97

28


(30)

21

makhluk sosial, tidak berhenti berperilaku. Setiap hari, perilaku manusia berubah – ubah meskipun manusia dapat membuat perencanaan untuk bertindak rutin.

Penting untuk direnungkan manusia dalam menjalankan kehidupan ini, tentang terminology yang hitam putih mengenai perilaku baik dan buruk. Mengenai akhlak terpuji dan tercela. Manusia wajib mengerti dan memahami makna baik dan buruk. Sesuatu yang baik menurut manusia belum tentu baik menurut Allah SWT. Demikian juga sebaliknya sesuatu yang buruk menurut manusia, belum tentu buruk menurut Allah SWT. Hal tersebut bisa dialami semua manusia, karena pada dasarnya akal pikiran manusia dan kemampuan intelegensinya sangat luas.

Indikator pertama dari perbuatan yang baik adalah sebagai berikut : a. Perbuatan yang diperintahkan oleh Allah SWT dan Rasulullah SAW. b. Perbuatan yang mendatangkan kemaslakhatan dunia akhirat.

c. Perbuatan yang meningkatkan martabat dimata Allah SWT.

d. Perbuatan yang menjadi tujuan dari syari’at Islam. Yaitu memelihara agama Allah, akal, jiwa, keturutan dan harta kejayaan.29

29Iraa, Parwati. “Indikator akhlak yang Terpuji, http;/www.iraaparwati.blogspot.com/


(31)

22

3. Akhlak Perspektif Islam

Jika akhlak dikaitkan dengan kata Islam, maka akan berbentuk akhlak Islami. Secara sederhana, akhlak Islami diartikan sebagai akhlak yang berdasarkan ajaran agama Islam atau akhlak yang bersifat Islami. Kata Islam yang berada di belakang kata akhlak dalam menempati posisi sifat. Dengan demikian, akhlak Islami adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah, disengaja, mendarah daging, dan sumbernya berdasarkan pada ajaran Islam. Dilihat dari segi sifatnya yang universal, maka akhlak Islami juga bersifat universal.30

Dari definisi tersebut pula dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam menjabarkan akhlak universal diperlukan bantuan pemikiran akal manusia, dan kesempatan sosial yang terkandung dalam ajaran etika dan moral. Menghormati kedua orang tua, misalnya adalah akhlak yang bersifat mutlak dan universal. Sedangkan bagaimana bentuk dan cara menghormati orang tua itu dapat dimanifestasikan oleh hasil pemikiran manusia. Jadi akhlak Islam bersifat mengarahkan, membimbing, mendorong, membangun peradaban manusia, dan mengobati penyakit sosial dari jiwa dan mental, serta tujuan berakhlak yang baik untuk mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Artinya adalah bahwa akhlak Islam mengarahkan manusia pada jalan menuju fase kemanusiaan yang tinggi

30


(32)

23

untuk mencapai kematangan peradaban yang bersumber pada ketentuan

Ilahi. 31

4. Akhlakul Karimah dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah

Al-Qur’an membahas semua nilai-nilai akhlak tanpa terkecuali. Ayat-ayatnya tidak meninggalkan satu pun permasalahan yang berhubungan dengan akhlak. Setiap dimensi yang berkaitan dengan akhlak terdapat di dalamnya baik berbentuk perintah, larangan maupun berbentuk anjuran, baik mengenai akhlak terpuji maupun mengenai perilaku tercela.32



























“Sesungguhnya Al Quran Ini memberikan petunjuk kepada (jalan)

yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala

yang besar”. (Al-Israa’ : 9)

Maksudnya bahwa Al-Qur’an membimbing dan memberikan petunjuk kepada manusia menuju jalan yang lebih lurus dan lebih selamat yang membuat mereka memperoleh keberuntungan hakiki di dunia dan akhirat.

31

Khozin, Khazanah Pendidikan Agama Islam, ibid, h.130

32


(33)

24

Petunjuk Al-Qur’an menuju jalan yang lurus dapat membuahkan hasil bagi manusia jika mereka berpegang teguh kepada ajaran – ajaran yang terkandung di dalamnya. Hal ini disebabkan karena di dalamnya dijelaskan tentang nilai – nilai akhlak mulia yang harus dimiliki manusia dan perilaku-perilaku tercela yang harus mereka jauhi.33 Semua petunjuk yang terkandunga di dalam Al-Qur’an menuntut manusia untuk berakhlak mulia, dan seluruh kandungan Al-Qur’an tersebut adalah petunjuk dari Allah. Ayat-ayat Al-Qur’an yang menganjukan manusia untuk berakhlak mulia sangat banyak, diantaranya yaitu ;34



































































“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya

dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri”. (An-Nisaa’; 36)

33

Ali Abdul Halim Mahmud, Akhlak Mulia, ibid, h.178

34


(34)

25

Ayat diatas menjelasan tentang perintah untuk berbuat baik kepada siapa saja, tidak memandang status sosial atau adanya deskriminasi. Ayat lain yang menjelaskan tentang perintah berbuat kebajikan kepada orang yang beriman kepada Allah SWT, yaitu :































































































































“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu

suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang-orang-orang yang

bertakwa.” (Al-Baqarah : 177)

Sama halnya dengan perintah berakhlakul karimah yang dijelaskan dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Hadis Nabi Saw. juga memerintahkan orang muslim untuk melaksanakan perintah Allah atau yang menganjurkan


(35)

26

manusia untuk berbuat kebajikan, amar ma’ruf ataupun yang menganjurkan manusia untuk menghias diri mereka dengan akhlak yang baik, kesemuanya itu termasuk hadis yang mengajak akhlak mulia.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dengan sanadnya dari Abu Umamah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda,

نِمْؤُم َتْنَأَف كُتئِ يَس َكْتَءاَسَو َكُتََسَح َكْترَس اَذِإ

“Jika kebaikanmu membuatmu senang dan perbuatanmu yang

buruk membuatmu merasa bersedih, maka kamu adalah seorang

mukmin.”

Hadits ini mengandung arti bahwa sesungguhnya seseorang tidak bisa dikatakan beriman sebelum ia merasa bahagia tatkala melakukan suatu kebaikan dan merasa sedih tatkala melakukan sesuatu perbuatan dosa.

Hadits-hadits yang menganjurkan kemuliaan dan keluhuran sangat banyak, sehingga di sini penulis hanya akan menyebutkan sebagian saja sekedar sebagai contoh dan sebagai dalil, sebagaimana ayat-ayat Al-Qur’an yang telah penulis sebutkan sebelumnya. Di antara hadits-hadits tersebut ada yang mengajak untuk berakhlak mulia secara umum dan ada pula yang mengajak pada amalan-amalan tertentu yang dikategorikan sebagai akhlak mulia.


(36)

27

Adapun hadits-hadits yang mengajak untuk berakhlak mulia antara lain ; Hadits yang diriwayatkan al-Bazzar dengan sanadnya dari Anas bin Malik r.a. bahwa Rasulullah saw, bersabda,

ًاقُلُخ ْمُهُ َسْحَأ اًناَِْْإ َِِْْمْؤُمْلا َلَمْكَأ نإ

,

ْ بَيَل ِقُلُْْا َنْسُح نِإَو

َةَجَرَد ُغُل

ِةَاصلاَو ِمْوَص لا

“Sesungguhnya orang mukmin yang paling sempurna imannya

adalah yang mempunyai akhlak terbaik. Dan bahwa akhlak yang baik itu

derajatnya menyamai puasa dan shalat”.

Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Asakir dengan sanadnya dari Sa’ad bin Abi Waqqas r.a bhawa Rasulullah saw. Bersabda,

اَهَفِساَفَس َُرْكَيَو ِقَاَخَْْا َِِاَعَم ٌبَُُِوَءَام َرُكْلَا بُُِ ِْْرَك ه نِإ

“Sesungguhnya Allah itu Maha Dermawan dan mencintai orang

-orang yang dermawan. Dia menyukai akhlak yang mulia dan membenci

perilaku tercela”.35

5. Objek Akhlak

Dari segi objeknya akhlak terbagi atas akhlak kepada Allah (khaliq) dan akhlak kepada makhluk. Akhlak kepada makhluk terdiri atas akhlak

35


(37)

28

kepada sesama manusia dan kepada selain manusia. Akhlak kepada sesama manusia terdiri atas :

a. Akhlak kepada Rasulullah SAW

Akhlak kepada Rasulullah seperti mencintai Rasulullah secara tulus dengan mengikuti semua sunnahnya.

b. Akhlak kepada diri sendiri

Perilaku seseorang terhadap dirinya sendiri sebagai hasil dari pengendalian nafsu dan penerimaan terhadap apa yang menimpanya. c. Akhlak kepada keluarga dan kerabat

Akhlak kepada kedua orang tua, anak, suami, istri, sanak saudara, kerabat yang berbeda agama keluarga, karib kerabat dan lain-lain.

d. Akhlak kepada tetangga dan masyarakat

Saling mengunjungi, saling membantu diwaktu senggang, memuliakan tamu, menghormati nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat, saling menolong dalam melakukan kebajikan dan takwa. e. Akhlak kepada makhul selain manusia (lingkungan hidup)

Sadar dan memelihara kelestarian lingkungan hidup, menjaga dan memanfaatkan alam, terutama hewani dan nabati, untuk kepentingan manusia dan makhluk lainnya, sayang pada sesama


(38)

29

makhluk dan menggali potensi alam seoptimal mungkin demi kemaslahatan manusia dan alam sekitarnya.36

f. Akhlak kepada guru

Banyak cara yang dapat dilakukan seorang siswa dalam rangka berakhlak terhadap guru, diantaranya yaitu : menghormati dan memuliakannya menurut cara yang wajar dan dilakukan karena Allah, senyum, sapa, salam jika berjumpa, berupaya menyenangkan hatinya dengan cara yang baik, dll.37

6. Ciri-ciri Berakhlakul Karimah

Berdasarkan pengertian diatas, terdapat beberapa ciri dalam perbuatan akhlak Islami, yaitu :

a. Perbuatan yang tertanam kuat dalam jiwa yang menjadi kepribadian seseorang.

b. Perbuatan yang dilakukan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan

c. Perbuatan itu merupakan kehendak diri yang dibiasakan tanpa paksaan d. Perbuatan itu berdasarkan petunjuk al-Qur’an dan al-Hadis

36

Ibid., h.98-99

37

http//wordpress.com/2012/11/20/akhlak-murid-terhadap-guru. Diakses : 08/12/2015 Pukul : 11.00 WIB


(39)

30

e. Perbuatan itu untuk berperilaku terhadap Allah, manusia, diri sendiri dan makhluk lainnya.38

7. Pentingnya Penanaman Akhlak Sejak Dini

Dalam rangka menyelamatkan dan memperkokoh aqidah dan Islamiah anak, pendidikan anak harus diimbangi dengan pendidikan akhlak yang mamadai.39 Dalam al-Qur’an sendiri banyak ayat yang menyindir, memerintahkan atau menekankan pentingnya akhlak bagi setiap hamba Allah yang beriman. Maka dalam rangka mendidik akhlak dalam diri anak-anak, selain harus diberikan keteladanan yang tepat, juga harus ditunjukkan tentang bagaimana harus menghormati dan seterusnya. Pendidikan akhlak merupakan hal yang memiliki kedudukan sangat penting dan tinggi dalam pendidikan dan pembinaan Islam. Hal ini sesuai dengan tujuan Rasul sebagai guru dan pendidik manusia yang sangat agung dan mulia yakni untuk membina dan mendidik akhlak manusia.40

Dari beberapa uraian diatas, akhlakul karimah merupakann hal yang sangat perlu ada pada diri setiap orang. Dianjurkannya berakhlakul karimah telah dijelaskan dalam Al-qur’an dan As-sunnah. Adanya akhlakul karimah pada diri seseorang menjadikan orang tersebut

38

Ibid., h.94

39

M. Nipan Abdul Halim, Anak Saleh Dambaan Keluarga, (Yogyakarta : Mitra Pustaka,

2001), h.108

40

Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Islam, (Yogyakarta : Pustaka Belajar, 2007),


(40)

31

berkepribadian Islami sesuai al-qur’an dan as-sunnah. Maka sudah jelas seorang muslim sepatutnya memiliki akhlakul karimah dalam dirinya dan diterapkan dalam kehidupan di dunia sebagai bekal di kehidupan akhirat kelak.

C. Mengucap Salam dan Berjabat Tangan 1. Pengertian Salam dan Berjabat Tangan

Adapun “Assalam” itu sendiri mempunyai makna tersendiri yang disebutkan oleh para ulama’; sebagian mereka (para ulama) mengatakan

“Assalam” adalah nama Allah SWT, jika seseorang mengucapkan

“Assalamu ‘Alaihi” berarti dia mengucapkan nama Allah atas kamu yang

bermakna “Semoga kamu berada dalam lingdungan Allah SWT”. Sebagian mereka (para ulama’) juga mengatakan “Assalam” bermakna keselamatan, jadi makna ucapan “Assalamu ‘Alaihi” adalah “keselamatan

untukmu”.

Imam Nawawi ra. mengatakan, ketahuilah bahwa memulai salam hukumnya adalah sunnah dan menjawab salam hukumnya adalah wajib. Jika orang yang mengucapkan salam terdiri dari sekelompok orang (jama’ah) maka berlaku bagi mereka hukum sunnah kifayah yang berarti jika salah satu dari mereka mengucap salam, maka sunnah salam tersebut menjadi hak mereka seluruhnya. Jika orang yang disalami adalah satu orang maka wajid (fardlu ‘ain) dia untuk menjawab. Jika orang yang


(41)

32

disalami adalah sekelompok orang (jama’ah) maka hukum menjawab salam bagi mereka menjadi fardlu kifayah, yang berarti jika salah seseorang dari mereka sudah menjawab salam, maka terputuslah dosa atau kesalahan bagi yang belum menjawab salam.41

Mengucap salam adalah ucapan untuk mendoakan keselamatan kepada yang diucapkan. Sedangkan berjabat tangan adalah meletakkan telapak tangan pada telapak tangan orang lain dan ditahan beberapa saat, selama rentang waktu yang cukup untuk menyampaikan salam.42

Allah Yang Maha Kuasa berfirman,























Artinya : Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, Maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu.

Hal ini berarti ketika seseorang memberi anda perhatian, anda seharusnya membalas dengan ucapan yang lebih baik atau setidaknya sama baiknya. Dapat kita lihat bahwa tak satu pun agama atau komunitas, yang memiliki ungkapan doa yang lengkap dan baik dengan kata-kata

41

http://www.darussalaf.or.id/nasehat/meraih-keutamaan-dengan-menebar-salam, diakses 15/12/2015, 08:18

42


(42)

33

yang indah pada saat saling bertemu satu sama lain, kecuali Islam. Dan do’a ini adalah : “Assalamu’alai-kum warahmatullahi wa barakatuh”.

Atau cukup dengan : “Assalamu’alai-kum,” yang telah mencakup di dalamnya doa kesehatan dan keselamatan hidup, kekayaan, anak-anak dan istri, dan kedamaian di dunia ini dan di akhirat. Orang yang mendapat salam menjawab : “Wa’alai-kum salam,” (dan kesejahteraan untuk anda juga).

Menjabat tangan dan memeluk pada saat datang dan pergi disebut

musafah dan muaqinah. Ini bisa terjadi di rumah seseorang atau di jalan; di mana pun atau kapan pun tempat dan waktunya, Muslim salin menyalami satu sama lain dengan mengucapkan “Assalamu’alaikum wa

rahmatullah wa barakatuh”. Terkadang mereka saling berjabat tangan

dengan satu atau kedua belah tangan pada saat mereka bertemu.

Berjabat tangan dan memeluk adalah tanda dari keramahan mereka dan menandakan hati yang penuh dengan kasih sayang, yang dimiliki seorang muslim kepada saudaranya sesama muslim dan ini akan menghilangkan penyakit yang ada di dalam hati mereka, satu sama lain. 43

43

Anwarul Haq, Bimbingan Remaja Berakhlak Mulia “Cara Praktis Hidup Sehari-hari”,


(43)

34

2. Keutamaan Salam dan Berjabat Tangan

Umat Islam adalah umat yang mendapatkan keutamaan dari Allah STW di banding umat lainnya, dengan keutamaan itu derajat mereka diangkat oleh Allah SWT di dunia dan akhirat. Setiap ajaran Islam mengandung keutamaan begitu juga salam. Diantara keutamaan salam dan berjabat tangan yaitu ;

a. Pahala yang sangat banyak bagi setiap yang mengucapkan salam Dalilnya adalah dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu:

َوَُو َملَسَو ِهْيَلَع َُا ىلَص َِا ِلوُسَر ىَلَع رَم ًاُجَر نَأ َةَرْ يَرُ َِِأ ْنَع

ْيَلَع م َاَس َلاَقف ٍسِلََْ ِِ

ْمُك

َرَخآ لُجَر رَم ُُ ٍتاََسَح ُرْشَع َلاَقف

َرَخآ لُجَر رَمَف ًةََسَح َنوُرْشِع َلاَقف َِا ُةََْْرَو ْمُكْيَلَع م َاَس َلاَقف

ًةََسَح َنوُث َاَث َلاَقف ُهُتاَكَرَ بَو َِا ُةََْْرَو ْمُكْيَلَع م َاَس َلاَقف

خا

“Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa seorang pemuda melewati Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, sedang dalam keadaan

duduk disebuah Majelis. Maka Pemuda ini mengucapkan

“Assalamu’alaikum”, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan : “bagi dia 10 kebaikan”. Lalu lewat Pemuda yang lain dan mengatakan : “Assalamu’alaikum wa rahmatullah, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan : “Bagi dia 20 kebaikan”

kemudian lewat lagi Pemuda yang lainnya mengatakan :

“Assalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuhu” Nabi Shallallahu

‘alaihi wasallam mengatakan :”Bagi dia 30 kebaikkan” (HR.

IbnuHibban 493, Abu Daud 5195, Tirmidzi 2689 dan ini adalah lafadz Ibnu Hibban)


(44)

35

b. Meyebarkan salam merupakan sebab yang bisa membuat seseorang mulim saling mencintai dan sebab yang mengantarkan kepada Al Jannah (Surga),

Dalilnya adalah:

ِشَمْعَْا ِنَع عيِكَوَو َةَيِواَعُم وُبَأ اََ ثدَح َةَبْيَش َِِأ ُنْب ِرْكَب وُبَأ اََ ثدَح

هيلع ه ىلص َِا ُلوُسَر َلاَق َلاَق َةَرْ يَرُ َِِأ ْنَع ٍحِلاَص َِِأ ْنَع

َل ملسو

اوباَََ ََح اوُِمْؤُ ت َلَو اوُِمْؤُ ت ََح َةََْا َنوُلُخْدَت

.

َلَوَأ

ْمُكَْ يَ ب َمَاسلا اوُشْفَأ ْمُتْبَ باَََ ُوُمُتْلَعَ ف اَذِإ ٍءْىَش ىَلَع ْمُكلُدَأ

ُ

اور

ملسم

َ

“Abu Bakr bin Abi Syaibah telah menceritakan kepada kami, Abu

Mu’awiyah telah menceritakan kepada kami dan Waki’dari al-A’masy

dari Abi Sholih dari Abi Hurairah, dia berkata, bahwa Rasulullah saw berkata: Kalian tidak akan masuk Jannah sampai kalian beriman dan kalian tidak akan beriman sampai kalian saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan apa yang bisa membuat kalian saling mencintai? Para Shahabat berkata: Tentu ya Rasulullah, maka nabi menjawab: Sebarkanlah salam diantara kalian.”44

c. Mengucap salam dan berjabat tangan menggugurkan dosa Hudzaifah Ibnul Yaman -Radiallahu anhu-:

ْتَرَ ثاََ ت ُهَحَفاَصَف ِِدَيِب َذَخَأَو ِهْيَلَع َملَسَف َنِمو ٍمْلا َيِقَل ْاَذِإ َنِمو ٍمْلا نِإ

ِرَجشلا ُقَرَو ُرَ ثاََ تَ ي اَمَك اَُُاَياَطَخ

44

Abu al-Husain Muslim Bin al-Hujaj Bin Muslim al-Qusyairi al-Naisaburi, al-Jami’u al

-Shahih al-Musamma -Shahih Muslim, (Beirut: Dar al-Jabal, tth), Juz 1, h. 53. CD Software Maktabah Syamilah


(45)

36

"Sesungguhnya seorang mukmin apabila bertemu dengan mukmin lain kemudian mengucakan salam kepadanya, dan mengambil tangannya lalu menjabatnya maka berguguranlah dosanya seperti dedaunan berguguran."

Berbagai penjelaskan tentang mengucap salam dan berjabat tangan diatas, memberikan cerminan bagi seorang muslim, yang dimana di sunnahkannya memberikan salam kepada sesama muslim jika berjumpa dimanapun dan kapanpun. Hal ini sudah dijelaskan di dalam Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Banyak manfaat yang kita dapatkan dari mengucap salam dan berjabat tangan, sebagaimana telah dijelaskan dalam teori keutamaan mengucap salam dan berjabat tangan diatas. Maka, sudah selayaknya kita sebagai seorang muslim dapat mengaplikasikan kebiasaan mengucap salam dan berjabat tangan jika berjumpa dengan muslim yang lain, sehingga kita dapat merasakan manfaat dari akhlakul karimah tersebut baik di dunia maupun di akhirat kelak.

3. Adab Mengucap Salam

a. Jika ada yang mengucapkan salam kepada kita sedang kita dalam kondisi sendiri, maka kita wajib menjawabnya karena menjawab salam dalam kondisi tersebut hukumnya adalah fardu ‘ain.

b. Jika salam diucapkan pada suatu rombongan atau kelompok, maka hukum menjawabnya adalah fardu kifayah.


(46)

37

c. Jika salah satu dari kelompok tersebut telah menjawab salam yang diucapkan kepada mereka, maka sudah cukup.

d. Jika hukum memulai salam adalah sunnah (dianjurkan) namun untuk kelompok hukumnya sunnah kifayah,

e. Mengucap salam dan menjawab salam dengan ucapan

Assalamualaikum, atau Assalamualaikum Warahmatullah, serta

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh bukan dengan ucapan lain ataupun di singkat dalam mengucapannya.

f. Jika sudah ada yang mengucapkan maka sudah cukup.Dari Ali bin Abi Thalib, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sudah mencukupi untuk suatu rombongan jika melewati seseorang, salah satu darinya mengucapkan salam.”

g. Mengucap salam disertai dengan berjabat tangan.

4. Adab Berjabat Tangan

a. Mengucap salam dan berjabat tangan atas kemauan sendiri, tanpa ada yang memerintah.

b. Bagi wanita yang bukan muhrimnya, cukup memberikan penghormatan dengan mengankat kedua tangan tanpa mencium kening.


(47)

38

d. Menundukkan kepala sedikit tanpa membungkukkan badan ketika bersalaman, karena ditakutkan menyebabkan kesombongan.

e. Tidak sampai menimbulkan sikap mengagungkan orang yang dicium tangannya

f. Tidak menimbulkan sikap merendahkan diri di hadapan orang yang dicium karena kemuliaan dan kedudukan dalam agama dan bukan karena dunianya

g. Orang yang dicium tidak menjulurkan tangannya kepada orang yang mencium (keterangan Syaikhul Islam Ibn Taimiyah)

h. Perbuatan mencium tangan tersebut tidaklah menyebabkan ulama tersebut merasa sombong dan merasa lebih baik daripada yang lain serta menganggap dirinyalah yang paling hebat berbanding yang lain. i. Perbuatan mencium tangan tersebut tidak menyebabkan hilangnya

sunnah Nabi yang sudah diketahui seperti sunnah bersalaman. Bersalam atau berjabat tangan adalah satu amal yang dianjurkan berdasarkan perbuatan dan sabda Nabi. Bersalaman tangan adalah salah satu sebab gugurnya dosa-dosa orang yang melakukannya sebagaimana terdapat dalam beberapa hadis. Oleh itu, tidak sepatutnya sunnah berjabat tangan ini ditinggalkan kerana mengejar suatu amalan yang hanya berstatus mubah (dibolehkan).” 45

45

http://wahyudirodli.blogspot.co.id/2014/11/tata-cara-dan-hukum-mengucapkan-salam.html, diakses 02/01/2016


(48)

39

D. Pembiasaan Akhlakul Karimah Mengucap Salam Dan Berjabat Tangan Pembentukan moral, karakter atau intrenalisasi nilai atau penanaman afeksi tidak cukup hanya diajarkan lewat kognisi saja. Kognisi menurut Krathwohl hanya memberikan konstribusi yang kecil pada pembentukkan afeksi. Aspek afeksi dalam penanamannya memerlukan praktek langsung, mereka perlu dibiasakan tentang nilai-nilai tertentu yang akan ditanamkan.

Seringkali aspek ini terlupakan oleh para pendidikan dan ahli pendidikan. Pendidikan seringkali mengambil jalan instant sehingga secara otomatis meniadakan pembiasaan. Tradisi dan karakter dapat dibentuk melalui latihan dan pembiasaan. Ketika suatu praktek sudah terbiasa dilakukan, berkat kebiasaan, maka akan menjadi habit bagi yang melakukannya kemudian akan menjadi ketagihan, dan pada waktunya menjadi tradisi yang sulit untuk ditinggalkan.46

Pembiasaan anak didik untuk selalu berupaya berbuat sopan terhadap orang lebih tua adalah suatu tugas bagi setiap pendidik. Tujuan dari pembiasaan itu sendiri adalah agar peserta didik terbiasa yang kemudian dapat tertanam dalam pola pikir mereka sehingga apa-apa yang telah diajarkan dapat menjadi pondadi ilmu mereka pada tahap belajar selanjutnya.

46

Abdul Rohman, Pembiasaan Sebagai Basis Penanaman Nilai-Nilai Akhlak Remaja,

Nadwa (Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 6, No. 1,Mei 2012), Penerbit : Iain Walisongo Semarang. h. 165-166


(49)

40

Zakiah Daradjat mengatakan, bahwa dengan pembiasaan dan latihan akan terbentuk sikap tertentu pada anak yang lambat laun sikap itu akan bertambah jelas dan kuat, akhirnya tidak tergoyah lagi karena telah masuk menjadi bagian dari pribadinya.47

Begitu pula dengan pembiasaan akhlakul karimah mengucap salam kepada guru dan berjabat tangan, hal ini terlihat sepele. Namun, jika pembiasaan ini diterapkan maka akan menumbuhkan rasa tawadu’ peserta didik kepada pendidik.

Rasulullah bersabda :

ََ ثدَح

َلاَق ٍجْيَرُج ُنْبا اََ ثدَح َةَداَبُع ُنْب ُحْوَر اَنَرَ بْخَأ َميِاَرْ بِإ ُنْب ُقاَحْسِإ ا

َةَرْ يَرُ َِِأ ْنَع ٍدْيَز ِنْب ِنَْْرلا ِدْبَع ََْوَم َوَْو َُرَ بْخَأ اًتِباَث نَأ داَيِز َِِرَ بْخَأ

لع ه ىلص َِا ِلوُسَر ْنَع ه ع ه ىضر

ُبِكارلا ُمِ لَسُي َلاَق ُهنَأ ملسو هي

ِيِثَكْلا ىَلَع ُليِلَقْلاَو ، ِدِعاَقْلا ىَلَع ىِشاَمْلاَو ىِشاَمْلا ىَلَع

ُ

يراخبلا اور

َ

“Ishaq bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami, Rauh bin ‘Ubadah

telah mengkhabarkan kepada kami, Ibnu Juraij telah enceritakan kepada kami, Ibnu Juraij berkata: Ziyad telah mengkhabarkan kepada saya, bahwa

sesungguhnya telah mengkhabarkan kepada Tsabit, dia adalah tuan ‘Abdu al

-Rohman bin Zaid ‘an Abi Hurairah ra, dari Rasulullah saw, sessungguhnya

nabi berkata: Hendaklah orang yang berkendaraan memberikan salam kepada orang yang berjalan dan orang yang berjalan memberikan salam pada yang duduk dan orang yang berjumlah sedikit memberikan salam pada yang banyak.48

47

http//kitaddhokoesoemo.blogspot.com diakses, 15/12/2015, 09.56

48 Muhammad bin Ismail bin Abu ‘Abdi Allah al-Bukhari al-Ju’fiy,

al-Jami’u al-Shahih al-Muhtadhar, (Beirut: Dar Ibnu Katsir, al-Yamamah, 1987), juz 5, h. 2032. CD Software Maktabah Syamilah.


(50)

41

Hadis diatas menjelaskan sunnahnya mengucap salam dan berjabat kepada sesama muslim. Sama halnya dengan mengucap salam dan berjabat tangan dengan guru, hal ini boleh dilakukan akan tetapi kebolehan tersebut harus memenuhi beberapa syarat yaitu :

1. Tidak menjadikan hal tersebut dilakukan untuk tujuan mencari berkah dengan mencium tangan sang guru, melainkan sebagai sikap tawadhu’. 2. Perbuatan itu tidak menjadikan guru menjadi sombong dan merasa dirinya

besar di hadapan orang lain, seperti yang sering trejadi saat ini.

3. Jangan sampai hal itu menjadikan kita meninggalkan sunnah yang lebih utama dan lebih dianjurkan ketika bertemu.49

Dari paparan diatas, maka dengan adanya kegiatan pembiasaan yang terencana dengan baik tentunya berpengaruh terhadap hasil yang diperoleh oleh mendidik siswa, sehingga siswa dapat memahami dan membiasakan kegiatan yang telah diajarkan.Karena pembiasaan itu akan memasukkan unsur-unsur yang positif dalam pribadi anak yang sedang tumbuh. Semakin banyak pengalaman maka semakin anak membiasakan diri dalam kehidupan yang dijalani sehari-hari. Pembiasaan yang telah dilakukan sejak kecil akan melekat kuat di ingatan dan menjadi kebiasaan yang tidak dapat dirubah dengan mudah. Dengan demikian metode pembiasaan sangat baik dalam

49

http://muslim.or.id/1662-keutamaan-berjabat-tangan-ketika-bertemu.html,diakses, 15/12/2015, 09.56


(51)

42

rangka mendidik akhlakul karimah anak terutama akhlakul karimah mengucap salam kepada guru dan berjabat tangan jika bertemu.


(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode di sini diartikan sebagai suatu cara atau teknis yang akan dilakukan dalam proses penelitian, sedangkan penelitian itu sendiri diartikan sebagai upaya dalam bidang ilmu pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip dengan sabar, hati-hati dan sistematis untuk mewujudkan kebenaran.50 Untuk lebih jelasnya akan dipaparkan sebagai berikut:

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian yang mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan bermacam - macam materi yang terdapat dalam kepustakaan (buku) atau jenis penelitian kualitatif, yaitu suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktifitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individu maupun kelompok.51

Penelitian kualitatif menurut Kirk dan Miller dalam Lexy Moleong bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam illmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam

50

Mardalis, Metode Penelitian: Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995)

cet. Ke-5, h.24

51

Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja


(53)

44

bawaannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya.52

Penelitian deskristif merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan data yang ada, di samping itu penelitian deskriptif terbatas pada usaha mengungkapkan suatu masalah atau suatu keadaan peristiwa sebagaimana adanya sehingga bersifat sekedar menggunakan fakta.53

Pada penelitian berikut ini penulis menggunakan pendekatan fenomenologi. Fenomenologi berasal dari bahasa Yunani dengan asal kata pahainomenon (gejala/fenomena). Adapun studi fenomenologi bertujuan untuk menggali kesadaran terdalam para subjek penelitian mengenai pengalaman beserta maknanya. Sedangkan pengertian fenomena dalam studi fenomenologi adalah pengalaman atau peristiwa yang masuk kedalam kesadaran subjek. Fenomenologi memiliki peran dan posisi dalam banyak konteks, diantaranya sebagai sikap hidup dan sebuah metode penelitian. Terkait fenomenologi dalam penelitian akan diuraikan berikut ini :

1.Fokus Penelitian Fenomenologi

a. Tekstual Description yaitu apa yang dialami subjek penelitian tentang sebuah fenomena.

b. Struktural Description yaitu bagaimana subjek mengalami dan

52

Lexy J. Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2002),

h.3

53

Handari Nabawi, Metode Penelitian Bidang Sosial (Yogyakarta : Gajah Mada Press, 2005),


(1)

91

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari penelitian yang penulis lakukan di SMP Ma’arif NU Hasanudin Surabaya, maka dapat diambil kesimpulan bahwa :

1. Pembiasaan akhlakul karimah mengucap salam kepada guru dan berjabat tangan di SMP Ma’arif NU Hasanudin Surabaya terlaksana dengan cukup. Hal ini dapat dilihat dari indikator yang dicapai oleh peserta didik dalam menerapkan kegiatan tersebut secara baik dan benar. Adapun indikator yang dicapai untuk memenuhi kategori cukup yaitu peserta didik dapat melakukan 6 – 10 kegiatan mengucap salam dan berjabat tangan yang baik dan benar. Rata-rata indikator yang dicapai yaitu mengucap salam dengan ucapan salam yang benar, menjawab salam dengan ucapan salam yang benar, mengucap salam kepada orang yang berkelompok, menjawab salam ketika berada dalam kelompok, mengucap dan menjawab salam karena kemauan sendiri, berjabat tangan karena kemauan sendiri, mengucap salam jika berjumpa dengan guru, berjabat tangan jika berjumpa dengan guru, mencium tangan guru dengan menggunakan kening, serta menjawab salam ketika sendirian. Berbagai metode atau cara di terapkan dalam penanaman akhlakul karimah mengucap salam kepada guru dan berjabat tangan di SMP Ma’arif NU Hasanudin Surabaya, dan pembiasaan merupakan metode yang efektif digunakan dalam penanaman akhlakul


(2)

92

karimah tersebut. Salah satu wujud kegiatan ini yaitu, sebelum memulai pelajaran atau sebelum masuk kelas guru membiasakan menyambut peserta didik di halaman sekolah dan sebelum masuk ruang kelas setiap peserta didik senyum, sapa, salam kepada guru tersebut.

2. Pembiasan akhlakul karimah berdampak positif bagi guru dan peserta

didik di SMP Ma’arif NU Hasanudin Surabaya, hal ini bisa dilihat dari

berbagai akhlakul karimah yang peserta didik tunjukkan dalam kehidupan sehari-hari termasuk diantaranya peserta didik mulai membiasakan diri shalat dhuha disekolah, tidak berbohong kepada orang tua dan guru, dan lain-lain. Selain itu, dengan adanya pembiasaan akhlakul karimah mengucap salam kepada guru dan berjabat tangan peserta didik lebih mengedepankan sopan santun kepada guru dan peserta didik lebih bertanggung jawab dalam melakukan kegiataan mana yang mereka anggap benar dan mana yang mereka anggap salah serta menerima konsekuensi atas segala perbuatan yang mereka lakukan,.

B. Saran

Dari hasil penelitian yang dilakukan penulis, maka penulis dapat memberikan saran-saran sebagai berikut:

1. Pembiasaan akhlakul karimah mengucap salam kepada guru dan berjabat

tangan di SMP Ma’arif NU Hasanudin Surabaya ada baiknya tertulis dalam

program kegiatan di SMP Ma’arif NU Hasanudin Surabaya, seperti halnya


(3)

93

pembiasaan tersebut menjadi ciri khas sekolah yang dapat membedakan dari sekolah yang lain. Sehingga nantinya dapat terlaksana dengan lebih baik dan peserta didik dapat mengaplikasikan pembiasaan akhlakul karimah mengucapkan salam dan berjabat tangan lebih maksimal lagi dalam kehidupan sehari – hari.

2. Agar peserta didik lebih termotivasi untuk melakukan pembiasaan akhlakul karimah mengucap salam dan berjabat tangan dengan guru, ada baiknya diberi reward bagi yang membiasakan diri mengucap salam dan berjabat tangan dengan guru serta memberikan punishment yang mendidik kepada peserta didik yang tidak menerapkan pembiasaan tersebut. Hal ini juga bertujuan untuk evaluasi diri peserta didik sehingga nantinya bisa disampaikan kepada wali murid.

3. Pemberian simulasi kepada peserta didik di SMP Ma’arif NU Hasanudin Surabaya selalu diterapkan agar peserta didik selalu menanamkan dan melaksanakan pembiasaan akhlakul karimah mengucap salam dan berjabat tangan dimanapun, kapanpun, dan kepada siapapun dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga pembiasaan akhlakul karimah mengucap salam dan berjabat tangan yang sudah ditanamkan dan diaplikasikan tidak hilang begitu saja.


(4)

Daftar Pustaka

Abdul Halim, M. Nipan. 2011. Anak Saleh Dambaan Keluarga. Yogyakarta : Mitra Pustaka.

Abu al-Husain Muslim Bin al-Hujaj Bin Muslim al-Qusyairi al-Naisaburi, al-Jami’u al-Shahih al-Musamma Shahih Muslim, (Beirut: Dar al-Jabal, tth), Juz 1, CD Software Maktabah Syamilah

Aminuddin, dkk. 2006. Membangun Karakter dan Kepribadian melalui

Pendidikan Agama Islam. Yogyakarta : Graha Ilmu

AR., Zahrudin. 2004. Pengantar Ilmu Akhlak. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Arifin M. 1991. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Bumi Aksara. Cet. Ke-1

Arifin, Zainal. 2011. Penelitian Pendidikan: Metode dan Paradigma Baru.

Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Assegaf, Ranchman. 2013. Aliran Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Azra, Azyumardi dkk. 2002. Pengantar Agama Islam pada Perguruan Tinggi

Umum. Jakarta : Departemen Agama RI.

Azwar, Saifuddin. 2005. Metode Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Bakker, Anton dan Achmad Charris Zubair. 1990. Metodologi Penelitian Filsafat.

Yogayakarta: Kanisius.

Daradjat, Zakiah. 1996. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Bumi Aksara.

Daud Ali, Mohammad. 2011. Pendidikan Agama Islam. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.


(5)

Hamalik, Oemar. 1990. Metode Belajar Dan Kesulitan-Kesulitan Belajar.

Bandung : Tarsito

Haq, Anwarul. 2004. Bimbingan Remaja Berakhlak Mulia “Cara Praktis Hidup Sehari-hari”.Bandung : Marja.

Jalaluddin. 2005. Psikologi Agama edisi revisi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Jauhari, Heri Muchtar. 2005. Fikih Pendidikan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Khozin. 2013. Khazanah Pendidikan Agama Islam. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

luqmam, Asaduddin Pengembangan Pendidikan Katakter Melalui Metode

Pembiasaan Dan Keteladanan. Cendekia (Jurnal Pendidikan Islam, Vol.12 No. 1 Januari – Juni 2014). Penerbit:STAIN Ponorogo.

Mansur. 2007. Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Islam. Yogyakarta : Pustaka Belajar.

Mardalis. 1995. Metode Penelitian: Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara. cet. Ke-5

Margono, S. 2004. Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta: Asdi Mahasatya. Meleong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja

Rosdakarya.

Muhammad bin Ismail bin Abu ‘Abdi Allah al-Bukhari al-Ju’fiy. al-Jami’u al -Shahih al-Muhtadhar. (Beirut: Dar Ibnu Katsir, al-Yamamah, 1987), juz 5. CD Software Maktabah Syamilah.

Nabawi, Handari. 2005. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta : Gajah Mada Press.

Nata, Abudin 1997. Akhlak Tasawuf. Jakarta : PT. Grafindo Persada. Cet. Ke-2 Poerwadarminta. 2007. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. Ramayulis. 1994. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Kalam Mulia.


(6)

Rohman, Abdul. Pembiasaan Sebagai Basis Penanaman Nilai-Nilai Akhlak Remaja, Nadwa (Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 6, No. 1,Mei 2012), Penerbit : Iain Walisongo Semarang.

Syaodih Sukmadinata, Nana. 2007. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Uhbiyati, Nur. 2005. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung : Pustaka Setia.

Yusuf, Syamsu. 2005. Psikologi Belajar Agama (Perspektif Agama Islam).

Bandung: Pustaka Bani Quraisy.

http//kitaddhokoesoemo.blogspot.com

http://muslim.or.id/1662-keutamaan-berjabat-tangan-ketika-bertemu.html, http://muslimah.or.id/fikih/seputar-jabat-tangan.html,

http://muslimah.or.id/fikih/seputar-jabat-tangan.html.

Iraa, Parwati. “Indikator akhlak yang Terpuji, http;/www.iraaparwati.blogspot. com/artkel

Ramli, Pembelajaran Anak Usia Dini,//ramlimpd.blogspot.com/2010/10/

pembelajaran-untuk-anak-usia-dini.html

http//wordpress.com/2012/11/20/akhlak-murid-terhadap-guru.

http://wahyudirodli.blogspot.co.id/2014/11/tata-cara-dan-hukum-mengucapkan-salam.html, http://www.darussalaf.or.id/nasehat/meraih-keutamaan-dengan-menebar-salam,