RAMADHAN, KELUARGA, DAN SINETRON.doc 33KB Jun 13 2011 06:28:22 AM

RAMADHAN, KELUARGA, DAN SINETRON
Ramadhan merupakan bulan yang paling istimewa bagi ummat Islam, di
mana pada bulan ini Allah SWT menjanjikan akan melimpahkan ribuan karunia
kepada ummat manusia, yang salah satunya berwujud lailatul qadar (malam
kemuliaan), ataupun yang dikenal juga dengan istilah malam seribu bulan. Di
seluruh negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, seperti Indonesia,
kehadiran bulan ramadhan mampu mengubah seluruh perilaku kehidupan
warganya secara lahiriah. Selama satu bulan penuh semua rutinitas hidup seakan
berubah menjadi sangat islami. Di bulan ini banyak orang yang baik, rajin
berderma dan juga ke masjid (terutama untuk shalat tarawih). Acara televisi yang
selama satu tahun dipenuhi dengan aneka pertunjukan hiburan yang tidak
mendidik khusus pada bulan ini tampil agak sopan. Untuk menghormat
ramadhan.
Pada bulan inilah para Mubaligh kita biasa kerepotan membagi waktu
dalam mengatur jadwal ceramahnya. Misalnya Abdul Malik Halim, Ketua
Pimpinan Daerah Muhammadiyah Sinjai Sulawesi Selatan ini setiap tahun pada
bulan ramadhan selalu menyempatkan diri untuk memeberikan cermah secara
berkeliling ke seluruh daerah di wilayah Sinjai dan sekitarnya. Kegiatan yang
serupa dengan rutinitas ramadhan Abdul Malik Halim ini juga dilakukan oleh
Wakil Ketua PDM Sumbawa, Suharli Anggai Mangi, Ustadz Jamaludin (kota
Bumi Lampung Utara), Said Ibrahim (Semarang), Darwis Muhdiana (Makasar),

dan juga para da’i Muhammadiyah yang lain.
Kegiatan yang sama tetapi dikemas agak berbeda dilakukan oleh oleh
Juhardi Basri, sebagai juru da’wah yang berlatar belakang dunia sastra dan teater
Puket III Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidika Muhammadiyah Lampung
ini mengemas kegiatan da’wahnya dengan aneka bentuk kesenian.
“Secara Pribadi selama bulan ramadhan ini saya mencoba meningkatkan
kwalitas ibadah saya, pada sepuluh hari terakhir misalnya, saya memperbanyak
i’tikaf di dalam masjid. Dan sebegai seoarang seniman yang saya mencoba
mengadakan kegiatan ramadhan yang berkait dengan latar belakang saya di dunia
sastra dan teater, misalnya dengan menggelar tadarusan puisi”
Kalau semua juru da’wah dan PDM lain cukup tersibukkan dengan
agenda datangya bulan ramadhan, menurut pengakuan Ketua PDM Sorong Manut
Pratikno, hal itu tidak terjadi di PDM Sorong yang semua kegiatan berjalan biasabiasa saja, kalaupun ada perubahan paling hanya mencoba melakukan tuntunan
ramadhan dari PP Muhammadiyah.
“Barangkali karena ummat Islam di Sorong itu cukup sedikit jadi semua
kegaiatan berlangsung biasa-biasa saja. Tetapi meski kita minoritas secara
substantif tidak ada halangan dari manapun yang menghalangi kita melaksanakan
semua pribadatabn di bulan ramadhan”.
Lepas dari aneka bentuk pengemasannya, sebagai agenda Muhamadiyah
ataupun agenda pribadi, kebanyakan Mubaligh Muhammadiyah memang

mempunyai jadwal khusus selama bulan ini, safari keliling desa membina mental
keagamaan warganya, merupakan menu pokok setengah wajib untuk mengisi
bulan ramadhan. Bahkan sudah ada yang mengatur jadwalnya jauh sebelum

datangya bulan Ramadhan. Salah satu contohnya adalah Ustadz Muhammad
Fauzi, beliau sudah biasa memulai “kampanye’ penyambutan bulan suci ini
semenjak awal bulan Sya’ban.
“Saya sudah memulai kegatan Ramadhan saya sejak bulan Sya’ban,
artinya ceramah-ceramah saya pada bulan Sya’ban itu adalah ceramah-ceramah
tentang kaifiyah Ramadhan. Jadi ketika Ramadhan tiba kita tinggal
menjalankannya. Sebab kalau ceramah tentang Ramadhan dilakukan pada bulan
Ramadhan itu namanya telat, baru mau belajar tahu-tahu sudah Lebaran”.
Persiapan anggota Majlis Tabligh dan Da’wah Khusus PDM Jombang ini
ternyata diikuti oleh seluruh stasiun TV swasta nasional yang mulai tahun kemarin
terlihat berebut awal dalam menayangkan “sinetron da’wah” menjelang berbuka.
Saat ini setengah bulan menjelang ramadhan seluruh seluruh stasiun TV nasional
kita sudah mulai memasang sinetron bernafas Islam pada jam-jam strategis untuk
merebut hati para calon pemirsanya, dan ketika bulan rRamadhan tiba mereka
hanya tinggal menggeser jam tayangnya pada sore hari. Sebab ketika mereka
menayangkan epsiode I sinetron itu di awal Ramadhan di jam yang sama para

pemirsa sudah kecanduan pada sinetron yang ditayangkan pada jam yang sama
oleh stasiun TV lain.
Ancaman Sinetron Da’wah
Berbicara permasalahan sinetron Ramadhan, Ustadz Jamaludin
mempunyai catatan tersendiri mengenai hal itu. Terpisah dari dan penampilan
para artis dan isi sinetron yang membawa sedikit pesan da’wah Islam, Wakil
Ketua PDM Kotabumi Lampung Utara ini memandang sinetron da’wah tersebut
sebagai ancaman yang cukup serius dan penggganggu kegiatan ibadah Ramadhan.
“Secara nyata memang tidak ada hal yang akan mengganggu kita dalam
beribadah selama bulan Ramadhan. Tetapi kita perlu khawatir ummat dan
keluarga kita tidak bisa meninggalkan acara-acara televisi yang semuanya
kelihatan baik itu. Sinteron da’wah dengan bintang-bintang film cantik yang purapura berjilbab dan penuh dengan tuntunan agama itu kelihatannya memang baik,
tetapi sebenarnya itu digunakan untuk membujuk ummat agar lupa beribadah”.
Selanjutnya Sekretaris Masjid Jami’ Kotabumi itu juga menyatakan,
“Dampak tayangan itu cukup besar pada masyarakat Islam, karena pernah suatu
pengajian menjadi sepi karena mengalami penyusutan tajam jumlah pesertanya
dan jamaah tarawih yang biasanya penuh tinggal beberapa shaf saja, ternyata
mereka sudah terpikat sedang terikat dan pada satu tayangan sinetron yang
kelihatnnya Islami itu. Itu kan sangat berbahaya”.
Pendapat yang senada juga dikemukakan oleh Ketua PDM Sinjai, Abdul

Malik Halim, “Acara TV yang terlihat baik selama bulan Ramadhan itu memang
penuh dilema, di satu sisi patut kita syukuri karena ada peningkatan mutu (dari
yang hanya bertema perselingkuhan dan pacaran serta penampilan artis yang
cukup seronok) tetapi di stu sisi sering melupakan ibadah. Maka satu-satunya kita
harus tegas, pada jam-jam tertentu, misalnya antara waktu Maghrib sampai Isya’
TV harus padam. Dengan ketegasan itu kita sedikit bisa meredam akibat negatif
dari tayangan itu.”.

Lebih lanjut Jamaludin juga menyatakan “Artis yang melakukan aneka
kegiatan mengisi Ramadhan dengan berbuka puasa bersama di restoran mewah,
megunjungi panti asuhan, membagi sedekah di perkampungan miskin yang
semuanya dipublikasikan dan disyuting oleh TV itu juga perlu kita waspadai
sebagai bentuk mencari popularitas, karena yang namanya artis kalau sudah di
depan kamera ya pasti akting”
Dalam melihat kegiatan para artis ini Suharli Anggaimangi mempunyai
sedikit perbedaan dengan Jamaludin, “Walau hanya pada Ramadhan saja
‘kesadaran’ para artis untuk mau memakai jilbab itu perlu kita syukuri, entah itu
untuk akting atau apapun kita berbaik sangka saja mereka itu menghormati kita
yang sedang menjalankan puasa, syukur-syukur mereka bisa meneruskannya di
dunia nyata. Karena dengan melihat para artis yang tidak berkurang bahkan

terlihat bertambah lebih cantik jika mengenakan jilbab banyak pula yang akan
menirunya. Walau begitu memberi pengertian pada anak-anak dan keluarga serta
berlaku tegas pada televisi pada jam tertentu memang harus dilakukan”
Untuk itu Ustadz Jamaludin maupun Suharli Anggaimangi menyarankan
agar kita selalu mendampingi putra-putri kita dalam menonton setiap acara tv
sehingga bisa memberi satu pengertian kepada mereka kalau semua tayangan itu
hanyalah satu bentuk kepura-puraan saja, tangis, tawa, senyum, dzikir, dan
seluruh kegiatan yang dilakukan para artis cantik dan tampan dalam sinetron itu
semuanya palsu.
Puasa dan Keluarga
Untuk itu komunikasi dan perhatian antar anggota keluarga memang
mutla dilakukan, sebab keluarga merupakan benteng terakhir kita dari aneka
macam serbuan budaya yang menjauhkan kita dari nilai-nilai kemanusiaan.
Mengingat sekarang ini nyaris tidak ada ruang publik yang tidak tercemari ide-ide
budaya yang berbasis nafsu. Desakan kepentingan modal yang mengekspos
penampilan dan gaya hidup a-la selebriti yang cenderung hedonistik jauh dari
nilai agama terus menggelontor secara massif ke dalam ruang privat keluarga
melalui aneka media modern dan canggih.
Sedemikian derasnya arus budaya hedonistik itu maka menurut Pembantu
Dekan III FKIP Universitas Muhammadiyah Makasar Drs.Badrun Amin Mhum,

uasaha membendungnya secara total merupakan hal yang sangat mustahil bahkan
dalam batas-batas tertentu mungkin bisa kita ikuti, asalkan budaya itu tidak
mejauhkan kita dari nilai-nilai ajaran Islam, misalnya berfoya-foya itu jelas
melanggar ajaran islam. Pendapat ini didukung oleh Purek IV Unis Muh Makasar,
Darwis Muhdiana MAg, “Bermewah-mewahan dalam keadaan bangsa dan ummat
islam yang sedang sangat miskin seperti sekarang ini jelas merupakan tindakan
yang tidak Islami dan tidak bermoral”.
Senada dengan Badrun Amin, Daniel Fernandes (dosen Fisip Uhamka
Jakarta juga menytakan, “Secara kasat mata arus budaya global semacam
hedonisme itu tidak mungkin kita bendung, tetapi kalau kita mau mendidik anakanak kita dengan pendidikan yang benar di mana nilai-nilai kultural dari budaya
kita itu junjung tinggi, saya kira sisi negatif budaya barat yang mengglobal itu
dapat kita atasi”.

Diwajibkannya ibadah puasa satu bulan penuh selama bulan ramadhan
ini menurut Ustadz Muhammad Fauzi sangat membantu setiap keluarga dalam
menjalin komunikasi yang intensif antar aggotanya sekaligus melatih diri supaya
tiadk larut dalam gaya hidup yang hanya mengejar kenikmatan duniawi . “Di selasela jadwal ceramah ke luar daerah saya selalu menyempatkan diri untuk berbuka
dan makan sahur bersama seluruh anggota keluarga. Pada saat-saat seperti itulah
kita merasa sangat dekat satu sama yang lain, sehigga bisa bercerita dan berbagi
permasalahan, benar-benar saat yang indah dan sangat mahal. Apalagi saat

ramadhan itu seluruh anggota keluarga bisa berkumpul”.
Kemudian staff pengajar Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Jombang ini juga
menambahkan, “Saat makan bersama itu, saya kadang-kadang berkata kepada
anak saya yang terkecil, bahwa kalau ramadhan itu kita diharuskan berpuasa itu
artinya menahan diri. Menahan diri dari dorongan nafsu yang halal, maka kita
tidak boleh berlebihan dalam hal makan, kalau selama ramadhan anggaran belanja
keluarga kok malah bertambah itu namanya tidak benar”.
Puasa pada hakikatnya memang mendidik pribadi kita untuk hidup
bersahaja, membatasi diri dari yang halal (apalagi yang haram), sekaligus
menjauhkan pribadi kita dari sifat-sifat mementingkan keinginan diri sendiri
sehingga dengan puasa, kita diharapkan bisa berbagi derita dengan sAudarasaudara kita yang tidak beruntung. Tetapi kalau di setiap ramadhan pos konsumsi
dalam anggaran belanja keluarga kita justeru bertambah, mungkin kita perlu
bertanya untuk apa puasa kita. Jangan-jangan kita termasuk yang disinyalir nabi
dalam hadis, kam min shaimin laisa lahu ...semoga saja tidak.
{Tulisan: Isma; bahan: Fik R, Husni, K’Ies}
Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 20 2004