SEJARAH PONDOK PESANTREN AL-HAMDANIYAH SIWALANPANJI SIDOARJO TAHUN 1787-1997.
i
SEJARAH PONDOK PESANTREN AL-HAMDANIYAH SIWALANPANJI SIDOARJO TAHUN 1787-1997
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Program Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)
Oleh : Miftakhul Jann
MIFTAKHUL JANN
MIFTAKHUL JANNA A02211018
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA 2016
(2)
PENGESAHAN TIM PENGUJI
Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji dan dinyatakan lulus Pada tanggal 03 Februan2016
01 1 199103 1001
Penguji II
H. AIi hdi. M.si
NIP.19720 62007101005
Drs.
Masyhudi.ilAe
NIP. 1 9590 4061987 031 1 004Sekretaris
&
tv
Ketua/Pgmbimbing
77122t200501 1003
(3)
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini saya:
Nama
NIM
Jurusan
Fakultas
Miftakhul Janna
A022tr0t8
Sejarah Dan Kebudayaan Islam
Adab dan Humaniora UIN Sunan Ampel Surabaya
Dengan bersungguh-sungguh menyatakan bahwa skripsi
ini secara keseluruhan
adalah hasil penelitian/ karya sendiri, kecuali pada bagian-bagian yang dirujuksumbernya. Jika temyata dikemudian hari skripsi Ini terbukti bukan hasil karya saya sendiri, saya bersedia mendapatkan sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.
Surabaya, 1 4 lanuari 2016
Saya yang menyatakan,
Miftakhul Janna NrM.A02211018
(4)
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi ini telah disetujui
Tanggal 19 Januari 2016
Oleh Pembimbing
usanto. S.Hum. MA. .197712212005011003
(5)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
vii ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang “Sejarah Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah
Siwalanpanji Tahun 1787-1997 ”. Pertanyaan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah: (1). Bagaimana Riwayat Hidup KH.Khamdani? (2). Bagaimana Sejarah dan Perkembangan Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah Siwalanpanji? (3). Bagimana usaha-usaha Kh.Khamdani dalam mengembangkan ponpes Al-Hamdaniyah dalam sistem pendidikannya?
Untuk menjawab pertanyaan diatas, metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode Sejarah. Adapun langkah-langkah dalam penelitian ini adalah: 1. Pengumpulan data dengan menggunakan metode penelitian Sejarah melalui pengamatan, wawancara, dokumentasi. 2. Deskripsi Naskah menggunakan metode Sejarah. 3. Analisa. Pendekatan yang akan digunakan oleh penulis adalah pendekatan Historis, sedangkan teori yang digunakan adalah teori Interaksi Sosial.
.Khamdani ( biasa di panggil mbah Panji) yang lahir di Pasuruan pada tahun 1720. KH.Khamdani hijrah ke Siwalanpanji bersama ke dua putranya yaitu
KH.Ya’qub dan KH. Abdurrahim. Siwalanpanji awalnya hutan kosong dan rawa
-rawa, setelah itu KH.Khamdani mendirikan sebuah gubuk kecil untuk
mensyi’arkan ajaran Islam di Siwalanpanji karena komunitas masyarakat
Siwalanpanji penuh dengan kebodohan dan tidak mengerti apa itu agama islam. Sehingga KH.Khamdani bersiniatif mengajarkan ajaran Islam di gubuk kecil itu. pada tahun 1787 berdirilah sebuah pondok yang dinamakan Pondok pesantren Al-Hamdmaniyah yang diambil dari nama pendirinya yaitu KH.Khamdani. Dalam mengembangkan pondok pesantren tersebut KH.Khamdani menerapkan sistem pendidikannya yaitu pendidikan Klasikal yang meliputi Sorogan, Bandongan dan Wetonan.
(6)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
viii
ABSTRACT
This thesis discusses "Historical Pondok Pesantren Al-Khamdaniyah Siwalanpanji Year 1787-1997 ". Questions that will be answered in this study are: (1). How biography KH.Khamdani? (2) How History and Development of Pondok Pesantren Hamdaniyah Siwalanpanji? (3). How KH.Khamdani efforts in developing ponpes Al-Hamdaniyah in the education system? To answer the above questions, methods to be used in this research is survey method. The steps in this research are: 1. Data collection using survey method through observation, interviews, documentation. 2. Description of Historical Manuscripts method. 3. Analysis. The approach used by the authors is the Historical approach, where as the theory used is the theory of history.
To answer the above questions, methods to be used in this research is the method of History. The steps in this research are: 1. Data collection using research methods History through observation, interviews, documentation. 2. Description of Historical Manuscripts method. 3. Analysis. The approach that will be used by the author is the approach Historically, while the theory used is the theory of Social Interaction
KH. Khamdani (commonly called mbah Flag), who was born in Pasuruan in 1720. KH.Khamdani moved to Siwalanpanji along to his two sons namely KH.Ya'qub and KH. Abdurrahim. Siwalanpanji initially empty forests and swamps, then KH.Khamdani set up a small hut for mensyi'arkan Islam in Siwalanpanji because Siwalanpanji communities filled with ignorance and do not understand what religion is Islam. So KH.Khamdani initiatives Islam teaches the little hut. in 1787 established a cottage called Pondok Pesantren Al-Hamdmaniyah taken from the name of its founder, namely KH.Khamdani. In developing the boarding school KH.Khamdani implement education systems that classical education that includes Sorogan, Bandongan and wetonan.
(7)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……… i
PERNYATAAN KEASLIAN………... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING………... iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI………..……… iv
TRANSLITERASI………. v
PERSEMBAHAN ………... vi
ABSTRAK ……….………... vii
KATA PENGANTAR………….……….………...…….… x
DAFTAR ISI………...………..……... xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang…….………..………. 4
B. Rumusan Masalah…………..………...……….. 4
C. Tujuan penelitian………..………...……… 4
D. Kegunaan Penelitian…...………...………….. 5
E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik………...………... 5
F. Penelitian Terdahulu………... 6
(8)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
xii
H. Sistematika Pembahasan………..………… 10
BAB II RIWAYAT HIDUP KH.KHAMDANI A. Kondisi Objektif Penelitian ………... 12
B. . Biografi……….. 15
a. Genealogi………..………. 15
b. Wafat dan sakit………..…… 17
c. Pendidikan………..……….18
C. KH.Khamdani sebagai Tokoh Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah.. 22
BAB III SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN AL- HAMDANIYAH A. Sejarah Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah………..…….. 27
B. Periodesasi Kepemimpinan Ponpes Al-Hamdaniyah …..……… 31
1. Periode Ke-I ( 1787-1792M)……….………… 31
2. Periode Ke- II ( 1792- 1843M)………..……....……... 32
3. Periode Ke-III ( 1843- 1845) M)……..…………....………… 33
4. Periode Ke-IV ( 1845-1905 M)….……….……..…….... 34
5. Masa Kefakuman (1997-2000M) ……….…………... 35
C. Perkembangan Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah (1787-1997).. 36
1. Aspek Fisik………. 37
(9)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
xiii
BAB IV USAHA – USAHA KH.KHAMDANI DALAM MENGEMBANGKAN PONDOK PESANTREN AL-HAMDANIYAH
A. Pengembangan dalam bidang pendidikan dan Pengajaran………….. 47
1. Pendidikan sistem Wetonan, Sorogan, Bandongan………. 47
2. Pendidikan sistem Klasikal……….. 52
B. Peningkatan dan kesejahteraan pondok………. 53
1. Peningkatan bidang sarana ……….. 53
2. Peningkatan bidang Pra-Sarana……… 55
3. Pengolahan Dana ………... 56
C. Hambatan- Hambatan yang dihadapi dalam pengembangan pondok pesantren AL-Hamdaniyah Siwalanpanji ……… 59
BAB V PENUTUP A.Kesimpulan………....,……….. 62
B.Saran………...………...…... 64
DAFTAR PUSTAKA
(10)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah merupakan gambaran masa lalu tentang manusia dan sekitarnya sebagai makhluk sosial, yang disusun secara ilmiah dan lengkap, meliputi urutan fakta tersebut dengan tafsiran dan penjelasan yang memberi pengertian dan kefahaman tentang apa yang berlaku.1
Mempelajari perkembangan Islam dengan latar belakang dan perkembangannya merupakan suatu upaya pendekatan pemahaman terhadap peristiwa yang dialami oleh Islam dan umatnya. Begitu juga dengan keberadaan pondok pesantren hampir tidak dapat dipisahkan dari umat Islam di Indonesia, lembaga yang pendidikan tertua ini sudah dikenal semenjak agama Islam masuk ke Indonesia. Bahkan lembaga yang serupa dengan pesantren ini sudah ada sejak zaman Hindu-Budha, sehingga Islam tinggal meneruskan dan mengislamkan lembaga pendidikan yang sudah ada.2
Sehingga sejarah dan perkembangan pondok pesantren merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari sejarah pertumbuhan masyarakat.
Dalam perkembangan selanjutnya pesantren tetap eksis dalam peranannya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, ini terbukti sejak
1
M. Sholichan Manan, Pengantar Penelitian Sejarah Islam Indonesia (Surabaya: Usaha nasional, 1980), 11.
2
Nurchalis Madjid, Bilik-Bilik Pesantren; Sebuah Potret Perjalanan (Jakarta: Paramadina, 1997), 3.
(11)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
2
dilancarkannya perubahan atau modernisasi pendidikan Islam diberbagai kawasan dunia muslim, tidak banyak pendidikan tradisional yang mampu bertahan, kebanyakan lenyap setelah tergusur oleh ekspansi pendidikan umum. Dengan demikian jelaslah bahwa pesantren bukan hanya mampu bertahan, tetapi lebih dari itu dengan penyesuaian akomodasi dan konsesi yang diberikannya, pesantren pada gilirannya juga mampu mengembangkan diri pada posisi yang penting dalam sistem pendidikan Nasional Indonesia secara keseluruhan.3
Sejarah pondok pesantren bermula dari sistem pengembangan yang dirintis oleh Walisongo dan menyebar ke pelosok Nusantara. Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan dan penyi’aran agama Islam. Secara garis besar lembaga pondok pesantren di bagi dalam dua kelompok besar. Pertama, pesantren Salafi yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab klasik ( yang dikenal dengan istilah Kitab Kuning) sebagai inti pendidikan pesantren. Kedua, pesantren Khalafy yang telah memasukkan pelajaran-pelajaran umum dalam Madrasah yang dikembangkan secara klasikal. Kitab-kitab klasik yang diajarkan di pondok pesantren antara lain menyangkut materi: Nahwu, Fiqih, Ushul Fiqih, Hadist, Tafsir, Tauhid, Tasawuf dan Akhlak. Komponen pokok pondok pesantren meliputi Kyai (Guru), santri ( Murid), Asrama ( Pondok), Masjid ( Tempat Ibadah).4
3
Ibid, xxii. 4
Soeleiman Fadeli dan M.Subhan, Antologi NU, sejarah-Istilah-Amaliah-Uswah (Surabaya: Khalista, 2007), 133-134.
(12)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
3
Sebagai lembaga berbasis agama, pondok pesantren pada mulanya merupakan pusat penggemblengan nilai-nilai dan penyiaran agama Islam.5 Salah satu nilai utama dalam pesantren yaitu sikap untuk kehidupan secara keseluruhan sebagai kerja peribadahan. Semenjak pertama kali santri memasuki kehidupan pesantren, seorang santri sudah diperkenalkan kepada dunia tersendiri, dimana peribadatan menempati kedudukan yang tertinggi.6 Sebagai Firman Allah:
نودبعيلااسنااونجلاتقلخامو
Artinya : “Dan Aku (Allah) tidak menciptakan Jin dan manusia melainkan
supaya mereka menyembahku’’.7
Jin dan manusia sebagai mana yang diriwayatkan dalam ayat diatas, merupakan dua makhluk ciptaan Allah yang menyembah sebagai hamba. Keduanya diperintahkan untuk beribadah kepada-Nya. Disamping manusia memiliki nilai plus sebagai kholifah dimuka bumi, sejatinya ibadah merupakan tugas dasar manusia.
Pondok pesantren merupakan tempat bagi anak muda dan dewasa untuk menuntut ilmu secara lebih mendalam dan teratur, langsung dari bahasa dan sumber kitab induknya yaitu Al-Qur’an, Hadist dan kitab-kitab
karangan ulama’-ulama’ besar.8 Dimana cita-cita pendidikan pesantren
5
M.Amin Haedari, Masa Depan Pesantren (Jakarta: IRD Press, 2004), 127. 6
Abdur Rahman wahid, Bunga Rampai Pesantren ( Jakarta: Dharma Bhakti, 1399), 137. 7
Al-Qur’an, 51:56. 8
(13)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
4
adalah untuk dapat berdiri sendiri dan membina diri agar tidak menggantungkan sesuatu kepada orang lain kecuali kepada Tuhan.9
Berdasarkan pandangan di atas maka skripsi yang berjudul TINJAUAN SEJARAH PONDOK PESANTREN AL-HAMDANIYAH SIWALANPANJI yang diharapkan dapat menguak dari berbagai segi tentang keberadaan pondok pesantren tersebut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar belakang di atas, penulis merumuskan masalah-masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana riwayat hidup KH.Khamdani ?
2. Bagaimana sejarah dan perkembangan pondok pesantren Al-Khamdaniyah?
3. Bagaimana usaha-usaha KH.Khamdani dalam mengembangkan pondok pesantren Al-Hamdaniyah dalam sistem pendidikannya?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan diatas, tujuan yang ingin di capai dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui riwayat hidup KH.Khamdani.
2. Mengetahui sejarah dan perkembangan pondok pesantren AL-Hamdaniyah.
(14)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
5
3. Mengetahui upaya pesantren Al-Hamdaniyah dalam meningkatkan mutu dalam penyelenggaraan pendidikan.
D. Kegunaan Penelitian
Dengan dilakukannya penelitian ini dapat membawa manfaat baik kepada peneliti dan pondok pesantren sekitarnya. Kegunaan peneliti ini adalah sebagai berikut :
1. Dapat diterima sebagai tugas akhir dan syarat pencapaian gelar S1 pada Jurusan Sejarah dan Perabadan Islam.
2. Dapat memberikan gambaran sejarah mengenai pesantren yang penulis bahas secara mendalam.
E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik.
Dalam penelitian berjudul “Tinjauan Sejarah pondok pesantren
Al-Hamdaniyah” ini menggunakan pendekatan Historis. Karena penulis berusaha mengungkapkan sejarah pondok pesantren Al-Hamdaniyah hingga perkembangan pondok pesantren, serta bagaimana sistem pendidikan yang digunakan di dalam pondok pesantren.
Menurut Kimball dan Raymond, W.Mack, bahwa Interaksi Sosial adalah kunci semua kehidupan sosial, tanpa adanya Interaksi Sosial tidak mungkin ada kehidupan bersama. Dengan adanya Interaksi Sosial di masyarakat, maka akan terjadi timbal balik.10
Hal ini terkait dengan berdirinya pondok pesantren Al-Hamdaniyah di desa Siwalanpanji, yang kondisi keagamaan
10
(15)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
6
masyarakatnya cukup memprihatinkan. Sebagai pondok pertama yang didirikan oleh KH. Khamdani mempunyai kewajiban untuk ikut mencerdaskan kehidupan masyarakat Siwalanpanji. Dengan adanya interaksi sosial antara pendiri pondok dengan masyarakat Siwalanpanji, diharapkan dapat meningkatkan kehidupan masyarakat Siwalanpanji menjadi lebih baik.
Adapun pendekatan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah pendekatan Sosiologi, melalui pendekatan ini dapat diuraikan implikasi yang dirasakan terhadap interaksi masyarakat.11 Selain itu dengan pendekatan Sosiologi , penulis berusaha untuk mengimprestasikan peristiwa sejarah yang tidak lepas dari aspek sosial, sehingga diharapkan dapat terungkap segi-segi sosial dari peristiwa yang dikaji. Dalam hal ini berkaitan dengan keberadaan pondok Pesantren Al-Hamdaniyah Siwalanpanji.
F. Penelitian Terdahulu
1. Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah Desa Siwalanpanji Kecamatan Buduran Kabupaten Sidoarjo.
2. Pondok Pesantren Al-Karimi Tebuwung Dukuh Gresik (Study tentang Sejarah dan Aktivitasnya)
11
(16)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
7
3. Sigit Prasetyo, Peran KH.Djazuli Utsman dalam merintis berdirinya pondok pesantren Al-Falah Ploso Mojo Kediri. Fakultas Adab UIN Sunan Ampel Surabaya, Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam. 4. Sejarah Pondok Pesantren Nurul Hikmah Porong (Study Historis
tentang perkembangan dan dampaknya terhadap masyarakat Desa Jatirejo Kecamatan Porong Kabupaten Sidoarjo).
5. Peranan KH.Djazuli Utsman dalam merintis berdirinya Pondok Pesantrem Al-Falah Ploso Mojo Kediri.
G. Metode Penelitian
Dalam membahas penulisan skripsi yang berjudul “Tinjauan Sejarah di pondok pesantren Al-Khamdaniyah Siwalanpanji” penulis menggunakan metode penulisan yang sistematik. Sebagaimana yang ditulis oleh Nugroho Notosusanto dalam buku terjemahannya mengerti sejarah. Maka cara menulis sejarah mengenai suatu tempat, periode, peristiwa atau orang bertumpu pada empat kegiatan pokok:
1. Heuristik
Heuristik yaitu suatu proses yang digunakan oleh peneliti untuk menggumpulkan sumber-sumber lapangan, data-data yang berupa Dokumen-dokumen, Manuskrip, yang berhubungan dengan pembuatan skripsi dan berupa wawancara.12
12
Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah (Surabaya: Logos Wacana Ilmu, 1999), 55-56.
(17)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
8
Dalam penulisan Skripsi ini penulis menggunakan dua Cara untuk mencari dan menentukan sumber sejarah (Sumber Primer) diantaranya adalah:
a. Buku Literatur
b. Dokumen-dokumen yang berupa foto yang berhubungan dengan Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah.
c. Sumber lisan dari Wawancara dengan orang-orang yang memahami tentang awal mulanya berdiri pondok pesantren Al-Hamdaniyah, agar memperoleh data yang benar-benar dibutuhkan. Wawancara adalah sebuah metode penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data dengan cara menanyakan sesuatu kepada subyek penelitian atau informan.
d. Observasi atau pengamatan penulis di lapangan (Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah Siwalanpanji).
2. Kritik Sumber
Sumber untuk penulisan ilmiah bukanlah sembarang sumber, tetapi sumber-sumber itu terlebih dahulu harus dinilai melalui Kritik ekstern13dan kritik intern14. Dalam hal ini penulis melakukan kritik ekstern dengan menilai keakuratan sumber (kredibilitas sumber),
13
Nugroho Notosusanto mengatakan bahwa kritik ekstern itu menilai, apakah sumber itu benar-benar yang diperlukan, apakah sumber itu asli, turunan, palsu. Dengan kata lain, kritik ekstern menilai keakuratan sumber (otensitas), Notosusanto, Norma-Norma penelitian, 21.
14
Kritik intern menilai keahlian data dalam sumber (kredibilitas). Notosusanto, Norma-norma Penelitian, 21.
(18)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
9
apakah sumber itu benar-benar sumber yang diperlukan, apakah sumber itu asli, turunan, palsu. Sedangkan untuk mengetahui keaslian sumber, dengan menyeleksi segi-segi fisik dari sumber yang ditemukan. Bila sumber itu merupakan dokumen tertulis, maka penulis meneliti kertasnya, bahasanya, dan kalimatnya. Disamping itu penulis juga menilai keaslian data dalam sumber (kredibilitas sumber) sebagai wujud langkah kritik intern. Dalam hal ini penulis mencari asal muasal sumber, karena kesaksian sumber dalam sejarah adalah faktor terpenting dalam menentukan shahih tidaknya fakta itu. Tujuan utama pada langkah ini adalah untuk menyeleksi data, sehingga penulis dapat memperoleh fakta.
3. Interpretasi (penafsiran)
Interpretasi atau penafsiran terhadap data yang dilakukan peneliti setelah peneliti melakukan analisis terhakumpul. Hal ini dilakukan agar dalam mendeskripsikan “subjek” penulis bisa lebih detail. Dalam hal ini penulis menganalisa sumber bahwa wawancara dari pelaku sejarah yang berhubungan satu sama lain.
4. Historiografi
Tahapan ini adalah tahap akhir dalam metode penelitian sejarah. Historiografi adalah menyusun dan merekonstruksikan hasil
(19)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
10
penelitian dalam bentuk tulisan.15 Dalam tahapan ini penulis mencoba menuangkan penelitian dari awal hingga akhir kedalam suatu karya yang berupa skripsi.
H. Sistematika Pembahasan
Untuk menyusun suatu karya ilmiah dalam penyajian diperlukan sistematika yang mapan, karena dengan demikian akan mempermudah dalam memahami isi seluruh rangkaian penulisan itu sendiri. Demikian pula halnya dengan penulisan karya ilmiah ini. Adapun Sistematikan dalam penulisan ini akan dibagi menjadi V bab utama dengan beberapa sub bab yag mempunyai keterkaitan dengan bab tersebut Untuk mendapatkan gambaran dari lima bab tersebut dapat disebutkan sebagai berikut.
Pada bab satu dimulai dari pendahuluan yang menggambarkan secara global dari keseluruhan isi skripsi ini. Yang terdiri dari : Latar Belakang, Ruang Lingkup Penulisan, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Pendekatan dan kerangka Teoritik, Penelitian terdahulu, Metode Penelitian, dan Sistematika Bahasan.
Pada bab dua penulis menjelaskan secara singkat sejarah pondok pesantren Al-Hamdanyiah yang terdiri dari : Biografi Kh.Khamdani, Monografi Desa Siwalanpanji, Sejarah berdirinya pondok pesantren Al-Hamdaniyah, kehidupan santri pondok pesantren Al-Hamdaniyah.
15
(20)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
11
Pada bab ke tiga menjelaskan perkembangan pondok pesantren Al-Hamdaniyah tahun 1787-1997 yang meliputi periodesasi kepemimpinan ponpes Al-Hamdaniyah mulai awal berdiri hingga periode ke-IV, perkembangan Ponpes Al-Hamdaniyah mulai dari 1787-1997M yang meliputi aspek fisik dan pendidikan, serta usaha dan pembinaan dalam kemajuan pondok.
Pada bab ke empat Menjelaskan bagiaman usaha KH.Khamdani dalam bidang pendidikan meliputi: pendidikan sistem wetonan dan Sorogan, pendidikan sistem klasikal, peningkatan dan kesejahteraan pondok dalam bidang sarana dan pra-sarana.
(21)
BAB II
RIWAYAT HIDUP KH. KHAMDANI
A. Kondisi Objektif Lokasi penelitian 1. Letak Geografis
Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah terletak ditengah-tengah desa Siwalanpanji maka peneliti mempunyai letak Geografis yang sangat menguntungkan, karena disekitar pondok pesantren tersebut dikelilingi pemukiman penduduk dan persawahan.
Walaupun dengan letaknya yang berada di tengah-tengah daerah pemukiman warga , namun tidaklah sulit untuk menjangkaunya karena sekitar 100 meter sebelah Timur adalah Jalan Raya yang menghubungkan jalur transportasi pondok dengan Kantor Desa Siwalanpanji.
Desa Siwalanpanji adalah suatu desa yang terletak di Kecamatan Buduran Sidoarjo yang masuk ke Wilayah Propinsi Jawa Timur. Daerah ini terletak di sebelah Barat kecamatan Buduran dan letak desa tersebut dekat dari kecamatan Buduran Berjarak 2 Km. Dengan letak Geografis
(22)
13
Wilayah yang membatasi Desa Siwalanpanji adalah sebagai berikut1 :
a. Sebelah Utara dibatasi oleh Desa Sidomulyo. b. Sebelah Selatan dibatasi oleh Desa Kemiri. c. Sebelah Timur dibatasi oleh Desa Prasung d. Sebelah Barat dibatasi oleh Desa Buduran.
2. Gambaran Desa
Pada umumnya keadaan wilayah disuatu daerah sangat menentukan watak dan sifat dari masyarakat yang menempat kondisi semacam inilah yang membedakan karakteristik masyarakat suatu daerah yang satu dengan yang lainnya. Begitu pula yang terjadi dengan masyarakat desa Siwalanpanji kecamatan Buduran Sidoarjo. Diantaranya adalah faktor Geografis dan Ekonomi.2
3. Letak Demografis
Desa Siwalanpanji merupakan desa yang memiliki kesuburan tanah. Mulai dari pertanian, perkebunan. Oleh sebab itu, mendorong masyarakat yang bertempat tinggal di daerah tersebut untuk hidup dengan cara bertani.3
1Dokumen, “Batas Wilayah”, Profil Desa Siwalanpanji, 2013.
2Dokumen, “Profil Desa Siwalanpanji”, Kelurahan Siwalanpanji Kec.Buduran (12 November
2013)
3
(23)
14
Luas wilayah desa Siwalanpanji adalah 190. 857. 957 Ha dengan bentuk permukaan tanah sebagian besar dataran. Rincian lengkapnya sebagai berikut:
a. Luas daerah atau Wialayah desa = 190. 857. 957 m²
1) Luas Tanah sawah = 540.400 m²
2) Luas Tanah Kering = 190. 317. 557 m²
b. Jumlah Pemeluk Agama.
1) Agama Islam = 94,46 % 2) Agama Kristen = 1,98 % 3) Agama Protestan = 1,08 % 4) Agama Hindu = 0,26% 5) Agama Budha = 0,25 %
c. Jumlah Penduduk = 94.510 Jiwa 1) Laki-laki Dewasa = 47.661 2) Perempuan Dewasa =46.849
d. Kelahiran = 203 jiwa
1) Laki- Laki = 96
2) Perempuan = 107
e. Tempat Ibadah = 4.709
1) Masjid = 859
2) Mushollah = 3.823
3) Pure = 1
(24)
15
5) Gereja = 21
B. Biografi KH.Khamdani
KH. Khamdani lahir tahun 1720 M di Pasuruan. Beliau lahir dari keluarga sederhana. Keturunan dari Syeh Haris yang masih ada keturunan dari Mbah Soleh Somendi Pasuruan. KH.Khamdani adalah putra tunggal Alm.Syeh Haris. Perjuangan beliau cukup lama mulai beliau muda hingga mencapai usia 75 tahun beliau wafat di rumah singgahnya di Pasuruan. Beliau meninggal dunia dengan meninggalkan dua putranya yaitu
Abdurrohin dan Ya’qub.
1. Genealogi
KH. Khamdani dilahirkan di Pasuruan pada tahun 1720 M. KH. Khamdani dikenal sebagai pribadi yang zahid (tidak mementingkan
urusan duniawi), „Abid(ahli Ibadah), Waro’ (berhati-hati dalam segala hal). KH. Khamdani adalah putra Murrodani bin Suffyan bin Khassan
Sanusi bin Sa’dulloh bin Sakoruddin bin Mbah sholeh Semendi Pasuruan. Ayah KH. Khamdani bernama Syeh Haris keturunan dari Sayyid Hassan Sanusi (Mbah Soleh Somendi) Pasuruan.4
Pada awalnya Sidoarjo adalah sebuah Kota mati yang dihidupkan oleh Allah SWT lewat hambanya yang datang membawa bekal rohani yang kuat dan akhirnya jadilah Buduran, sebuah desa yang sangat religius sekali. Di Sidoarjo terdapat sebuah desa yang bernama Buduran, sebuah desa yang awalnya hutan kosong, dan terdapat
4
(25)
16
sebuah dusun yang bernama Siwalanpanji yang sudah berpenduduk ramai, namun kehidupan desa itu penuh dengan kebodohan dan kemaksiatan. Hingga akhirnya datanglah orang yang A’lim dan Wara’ yang bernama Khamdani dari kota Pasuruan. Beliau Hijrah dari pasuruan ke Siwalanpanji bersama dengan istrinya dan kedua putra mereka Abdurrohim dan Ya’qub. Beliau membangun sebuah gubuk kecil sebagai tempat tinggal mereka dan sebagai sarana penyebaran ajaran Islam di Siwalanpanji.
Sebelum Khamdani menetap di Siwalanpanji, beliau menetap di Pasuruan. Pada tahun 1787 beliau menetap di Siwalanpanji dan mendirikan Pondok pesantren di Siwalanpanji yang diberi nama Al-Hamdaniyah, yang di ambil dari nama panggilan beliau sendiri yaitu Khamdani.
Lewat perjuangan dan kesabaran beliau di desa itu, terciptalah sebuah desa yang sangat religius. Siwalanpanji merupakan sebuah desa yang sangat sukar menerima ajaran Islam pada saat itu, hingga keluarlah kharomah untuk menyebarkan ajaran Agama Islam di Siwalanpanji secara Muttawatir dan sebagai pendekatanya yaitu dengan cara menikahkan putra beliau dengan putri masyarakat setempat.5
Ketika Masih kecil, beliau memiliki kelebihan dan keistimewaan tersendiri dibanding dengan anak-anak seusianya. Sejak kecil
5 Ibid.
(26)
17
Khamdani mendapatkan didikan dari Ayahnya dan kakeknya untuk mempelajari dan mendalami ilmu Agama islam, sehingga beliau dituntut untuk mencari ilmu di berbagai Pondok.
Pada saat muda KH. Khamdani hampir tidak pernah menikmati masa mudanya seperti anak seusianya. Karena situasi ekonomi dan politik di bawah pemerintahan kolonial Belanda yang sangat buruk, sehingga menjadikan keluarga Khamdani tidak mampu memperbaiki taraf hidupnya, begitu pula masyarakat Pasuruan khusunya desa Kebonsari dan sekitarnya. Beliau hidup dengan ayahnya saja, sehingga beliau (Khamdani) harus membantu Ayahnya bekerja di ladang setiap pulang sekolah untuk memenuhi kehidupan mereka sehari-hari, karena sumber penghasilan keluarga khamdani hanya bertani saja. Kondisi itulah yang mendorong semangat dan kemauan kerasnya untuk mengangkat derajat ayahnya yaitu dengan belajar Agama di Langar Gede dan menyebarkan ajaran Islam di daerah Jatim.6
2. Sakit Dan Wafat
Setelah dirasa dua orang putranya sudah cukup mampu untuk melanjutkan perjuangan dan mengembangkan pendidikannya, KH. Khamdani kembali ke Pasuruan dan wafat disana pada tahun 1795, beluau dimakamkan tidak jauh dari makam Mbah Slagah Pasuruan. Sehingga masyarakat Pasuruan mengenalnya dengan sebutan mbah Panji yang datang dari Siwalanpanji, Dan pada tanggal 4 Juni 2012
6
(27)
18
makam KH. Khamdani di pindahkan dari Pasuruan ke Makam Ulama’ Siwalanpanji Buduran Sidoarjo, karena Makam KH.Khamdani di Pasuruan tidak kondusif lagi, karena tiba-tiba menjadi perumahan penduduk.7
3. Pendidikan
Sejak kecil Khamdani dikenal anak pendiam, penurut kepada ayahnya, sopan dan pekerja keras. Sejak umur 3 tahun beliau sudah menunjukkan kelebihannya.
Ketika masih berumur 7 tahun beliau menimba ilmu di Madrasah
Ibtida’iyah Pasuruan, Beliau dikenal anak yang aktif, dan cerdas, mampu memecahkan kesulitan ketika belajar. Mudah bergaul dengan orang yang baru kenal, sopan akan orang yang lebih tua, dan pekerja keras dalam membantu ekonomi keluarganya.8
Pada masa muda KH.Khamdani yang tepatnya masih berumur 12
tahun, belajar di Madrasah Tsanawiyah Ibtida’iyah Pasuruan selama 3
tahun. Beliau dikenal anak yang paling pendiam diantara anak-anak lainnya sehingga kelak waktu Madrasah Tsanawiyah beliau dijuluki
“Kiai Alit” karena sifat pendiam, dan tekun dalam Ibadahnya. Setelah 3 tahun lamanya beliau menimba ilmu di Madrasah Tsanawiyah
Ibtida’iyah, meneruskan ke Madrasah Aliyah Pasuruan selama 3 tahun.
7
Abdul Manan Farkhan, “Pondok Kuno Panji”, dalam http:/Forum.Ilmu.Falaq.blogspot.com, (10 November 2015).
8
(28)
19
Pada umur 12 tahun, belajar di Madrasah Tsanawiyah Ibtida’iyah Pasuruan selama 3 tahun. Beliau dikenal anak yang paling pendiam di antara anak-anak lainnya sehingga kelak waktu Madrasah Tsanawiyah
beliau dijuluki “Kiai Alit” karena sifat pendiam, dan tekun dalam shalatnya. Setelah 3 tahun lamanya beliau menimba ilmu di Madrasah
Tsanawiyah Ibtida’iyah, meneruskan ke Madrasah Aliyah Pasuruan
selama 3 tahun.
Selama 3 tahun menimba ilmu di Madrasah aliyah Pasuruan, ketika tepat diumur 21, Beliau meneruskan untuk belajar di Langar Gede milik kakeknya. Disana, beliau diajari dasar-dasar ilmu agama (Ilmu fiqih). Beliau Belajar di Langar Gede selama 5 tahun lamanya. Ketika berumur 24 tahun, beliau diberi saran oleh kakeknya untuk memperdalam ilmu agamanya dari pondok satu ke pondok lain yang ada di Pasuruan. Sehingga kelak jika kakeknya meninggal beliau bisa meneruskan perjuangan kakeknya dalam menyebarkan agama Islam di Pasuruan.
Pada tahun 1757 beliau memutuskan untuk memperdalam ilmunya di pesantren Sidogiri. Pondok Sidogiri yang kala itu pengasuhnya Sayyid Sulaiman, asal Cirebon Jawa Barat. Yang menjadi pendiri sekaligus pengasuh pondok pesantren Sidogiri. Dalam pondok pesantren itu mengajarkan kitab kuning, Nahwu,Sharaf. Beliau belajar di Sidogiri selama 5 tahun, dan Setelah beliau menguasai ilmu
(29)
20
tersebut, KH.Khamdani memutuskan untuk kembali ke rumahnya di desa Kebonsari. 9
Pada tahun 1762, beliau kembali ke Pasuruan, dan menimba ilmu di pesantren AS-Salafiyah Pasuruan, pengasuh pondok tersebut adalah kakeknya sendiri Mbah Slagah. Selama 5 tahun lamanya, di pondok pesantren Salafiyah beliau belajar kajian Khazanah Islam Klasik,
membaca diba’, dan kitab kuning.
Setelah beberapa tahun lamanya beliau menimba ilmu di pesantren-pesantren dan karier studinya yang terakhir di pesantren Salafiyah beliau memutuskan untuk kembali ke rumahnya di desa Kebonsari Pasuruan. Beliau meminta izin kepada kakeknya untuk pulang kerumah untuk menegok Ayahnya.
Pada tahun 1770 beliau menikah dengan perempuan dari Pasuruan yang bernama Nyai Latifah. Seingga Beliau dikarunia dua orang putra laki-laki yang diberi nama KH. Abdurrohim Khamdani dan KH.
Ya’qub Hamdani. Keturunan beliau semua Diberi embel-embel Khamdani agar masyarakat Siwalanpanji tahu kalau Abdurrohim dan
Ya’qub adalah keturunan dari Khamdani asal Pasuruan. 10
Nyai Latifah adalah istri yang teguh dalam mendukung perjuangan
suaminya dalam menyi’arkan agama Islam. Bahkan beliau melarang
suaminya untuk mementingkan urusan duniawi dan tetap berhati-hati
9
Gus Hasyim, Wawancara, Siwalanpanji, 2 Juni 2015. 10
(30)
21
dalam segala hal yang akan diperbuat. KH. Khamdani memiliki dua putra Yaitu : Kiai Abdurrohim Khamdani dan Kiai Ya’qub Khamdani. 1. KH. Abdurrohim Khamdani dinikahkan dengan putri didaerah
setempat, tepatnya di desa Siwalanpanji yang bernama Nyai Uni dan memliki 5 keturunan yang bernama:
a. Siti Rohminatun d. Kiai Hasyim
b. Siti Mutma’innah e. Siti Maimunah c. Kiai Irsyad
2. KH. Ya’qub Khamdani yang menikah dengan Nyai Wulan Arum, perempuan asli dari desa Siwalanpanji dan memiliki 5 keturunan yang bernama:
a. Kiai Thohir d. Nyai Ruqoyyah
b. Kiai Siddiq e. Nyai A’isyah
c. Nyai Siti Fatimah f. Nyai Siti Khoddijah
Semasa hidupnya KH. Khamdani mendidik anak-anaknya untuk tidak mementingkan kepentingan duniawi, Ahli ibadah, dan berhati-hati dalam bersikap dan menentukan keputusan. Karena Khamdani tidak ingin anaknya kelak menjadi anak yang hanya mementingkan urusan duniawi dan lupa akan tagung jawab akhiratnya. Pada suatu hari ketika kedua anaknya yang lupa tak melaksanakan shalat Tahajut, beliau langsung memarahi kedua putranya dan langsung menyuruh kedua
(31)
22
putranya untuk menimba air dan mengisi bak mandi, ada juga yang di suruh membersihkan Wc malam-malam.11
Dahulu, ketika KH.Ya’qub putra keduanya sedang tertidur pulas dan tidak melakukan shalat Shubuh, maka diperintahlah putra pertamanya yang bernama KH. Abdurrohim untuk membangunkannya dan segera menyuruh KH. Ya’qub ke kamar mandi untuk segera mengisi bak mandi untuk para santri wudhu dan mandi pada waktu subuh.
Semua itu beliau lakukan, karena cintanya kepada kedua putranya dan tingginya cita-cita untuk melihat putranya menjadi orang yang selalu bertangung jawab akan tugas-tugasnya kelak, tidak bosan-bosannya beliau selalu mengingatkan akan arti tangung jawab akan kewajibannya dalam Islam. Syukur-syukur tidak mementingkan urusan duniawi saja sehingga kewajiban untuk diakhiratnya terabaikan.
C. KH. Khamdani sebagai Tokoh Di Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah Siwalanpanji
KH. Khamdani sebagai pengasuh pondok pesantren Al-Hamdaniyah mempunyai peranan yang sangat besar dan menentukan baik di bidang pendidikan formal maupun Nonformal, KH. Khamdani sebagai ketua dewan pengasuh sekaligus sebagai pelindung utama pada yayasan pondok pesantren Al-Hamdaniyah Siwalanpanji. Beliaulah yang
11 Ibid.
(32)
23
memegang peran umum dalam pondok pesantren Al-Hamdaniyah mulai dari tahun berdirinya hingga akhir hayatnya yaitu tahun 1857 , sedangkan pendidikan formal berada di bawah yayasan. Oleh karenanya peran dan tanggung jawab beliau dalam bidang pendidikan formal maupun Nonformal adalah sangat besar dan menentukan.12
Dalam perkembangan pondok pesantren Al-Hamdaniyah sebagai tokoh (Kiai) yang mempunyai kewibawaan serta metode mengajar dalam rangka membentuk kader-kader muslim yang bertafaqqohu fiddin, gigih serta tangguh dalam sejarah perjuangan Islam. Dimana pelajaran Islam ini dilakukan dengan cara (metode) wetonan dan bandongan/ sorogan. Metode ini sudah tidak asing lagi dalam pendidikan pondok pesantren yang ada kaitannya dengan kemampuan seorang kiai dalam mengajarkan agama Islam, yang acuannya yaitu kitab-kitab dalam bahasa arab.13
Metode atau sistem yang lazim dipergunakan dalam pesantren adalah sistem sorogan/bandongan dan wetonan. Metode wetonan adalah metode kuliah, dimana kiai membaca suatu kitab dalam waktu tertentu dan santri membawa kitab yang sama, kemudian mendengar dan menyimak tentang bacaan kyai tersebut. Sistem pengajaran yang demikian adalah sistim bebas absensi atau tidak ada absensi, santri boleh datang boleh tidak, dan tidak ada sistim kenaikan kelas. Santri yang cepat menamatkan kitabnya boleh menyambung ke kitab yang lain. Seolah-olah sistem ini mendidik anak supaya kreatif dan dinamis. Ditambah lagi sistim wetonan
12Gus Hasyim, Wawancara, Siwalanpanji, 3 juni 2015.
13
(33)
24
ini lama belajar santri tidak tergantung kepada lamanya tahun belajar, tetapi berpatokan kepada kapan anak itu menamatkan kitab-kitab pelajaran yang telah ditetapkan.
Adapun sistem sorogan/bandongan adalah santri yang pandai mensorogan sebuah kitab kepada Kiai untuk dibaca dihadapan Kiai. Dan jika ada yang salah, maka kesalahannya itu langsung dibetulkan oleh kiai. Di pondok pesantren yang besar sistem atau metode pengajaran sorogan/bandongan itu hanya dilakukan kepada dua, tiga, atau empat santri saja yang biasanya terdiri dari keluarga kiai atau santri-santri yang dianggap pandai oleh kiai yang diharapkan di kemudian hari menjadi
orang yang’Alim.
Adapun sistem pendekatan dan metode peyampain yang digunakan dalam mengembangkan pondok pesantren Al-Hamdaniyah adalah dengan sistim/cara pendekatan metodologis yang di dasarkan atas disiplin ilmu, sekurang-kurangnya antara lain meliputi:
1. Pendekatan Psikologis
Pendekatan ini yang di utamakan kepada dorongan yang bersifat persuasive dan motivatif, yaitu suatu dorongan yang mampu menciptakan hal-hal yang baru, kemauan keras (Kognitif) dan kemampuan yang menggerakkan daya emosional (efektif). Ketiga daya psikis tersebut dikembangkan dalam ruang lingkup penghayatan dan pengamalan ajaran agama dimana faktor pembentukan kepribadian
(34)
25
yang berproses melalui individualisasi dan sosialisasi bagi kehidupan menjadi titik perkembangan.14
2. Pendekatan Sosio Kultural
Menekankan pada usaha pengembangan sikap-sikap pribadi dan sosial dan sesuai dengan tuntutan masyarakat yang berorientasi pada kebutuhan hidup yang semakin maju dalam berbudaya dan peradaban. Hal ini banyak menyentuh permasalahan-permasalahan inovasi kearah hidup Alloplastis (sifat yang membentuk lingkungan hidup yang sesuai dengan ide kebudayaan modern yang dimilikinya), bukan sifat Antoplatis (hanya sekedar penyesuaian diri dengan lingkungan yang ada).
3. Pendekatan Religi
Suatu pendekatan yang membawa keyakinan sistim keimanan dalam pribadi anak didik/santri yang cenderung kearah komperehensif intensif dan ekstensif (mendalam dan meluas). Pandangan yang demikian, terpancar dari sikap bahwa segala ilmu pengetahuan itu pada hakekatnya adalah mengandung nilai-nilai ketuhanan. Sikap yang demikian harus dibentuk dalam pribadi yang dibentuk dalam kehidupan dari luar kepribadiannya).15
14
Abdul Manan Farkhan, wawancara, Siwalanpanji, 20 Oktober 2015.
15
(35)
26
4. Pendekatan Historis
Yaitu di mana usaha-usaha pengembangan pengetahuan, sikap dan nilai keagamaan melalui proses kesejarahan, walaupun hubungan dan cara penyajian serta faktor waktu secara kronologi menjadi titik tolak yang dipertimbangkan, demikian pula faktor keteladanan merupakan proses identifikasi dalam memperoleh penghayatan dan pengamalan agama. Pembentukan kepribadian yang dibentuk melalui individualisasi dan pendalaman materi serta hukum agama yang dikembangkan melalui proses Historis akan sejalan dengan proses perkembangan yang dijalaninya.
Pendekatan-pendekatan tersebut pada umumnya digunakan oleh seorang pendidik/kiai adalah sesuai dengan materi yang diajarkan serta tujuan yang diinginkan dapat dicapai dengan melihat situasi dan kondisi objek atau santri yang diberi pelajaran atau materi.
(36)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
BAB III
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN AL-HAMDANIYAH SIWALANPANJI
A. Sejarah Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah Siwalanpanji Sidoarjo
Pesantren adalah lembaga pendidikan keagamaan yang mempunyai kekhasan tersendiri dan berbeda dengan lembaga pendidikan lainnya. Pendidikan di pesantren meliputi pendidikan Islam, Dakwah, dan Pengembangan Kemayarakatan dan pendidikan lainnya yang sejenis. Peserta didik pada pesantren disebut dengan Santri. Istilah Tempat santri
menginap disebut dengan “Pondok”, dari sinilah timbul istilah "Pondok
Pesantren”. Begitu pula dengan judul Skripsi ini yang membahas tentang
“Tinjauan Sejarah Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah Siwalanpanji”. Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah Pertama kali didirikan oleh KH. Khamdani pada tahun 1787 M. Al-Hamdaniyah diambil dari nama Pendirinya yaitu KH. Hamdani ulama’ yang berasal dari Pasuruan Jawa Timur, namun diluar daerah Sidoarjo dikenal sebagai Pondok Siwalanpanji, Pondok ini tertua di Jawa Timur. KH. Hamdani lahir di pasuruan tahun 1720 M. KH.Hamdani dikenal sebagai pribadi yang Zahid
(tidak mementingkan kepentingan duniawi), „Abid (Ahli ibadah), dan Waro’ (berhati-hati dalam segala hal).1
1Dzurriah Khamdani, “
Sejarah Ponpes Al-Hamdaniyah Siwalanpanji”, dalam Http://www.Dzurriah-Khamdani.Blogspot.com (27 juni 2012)
(37)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
28
KH. Hamdani adalah keturunan dari Sayyid Hassan Sanusi (Mbah Slagah) Pasuruan. Khamdani memiliki nasab yaitu Khamdani putra
Muroddani bin Sufyan bin Khassan Sanusi bin Sa’dulloh bin Sakaruddin
bin Mbah Soleh Somendi Pasuruan. Pada tahun 1770 beliau menikah dengan perempuan asli Pasuruan, dan dikaruniai dua orang putra yang nantinya akan menjadi penerus perjuangan dalam menyebarkan ajaran Islam, yaitu Kiai Abdurrohim Khamdani dan Kiai Ya’qub Khamdani.
Alkisah, KH. Hamdani Hijrah ke dari Pasuruan dalam usia yang cukup tua, beliau menuju kesuatu daerah sebelah Timur laut kota Sidoarjo, suatu desa yang sangat religius di Sidoarjo yang kala itu hutan kosong dan rawa-rawa. Siwalanpanji berawal dari sebuah dusun yang sudah berpenduduk ramai, namun kehidupan desa itu penuh dengan kebodohan dan kemaksiatan. Pada saat itu KH. Hamdani berharap limpahan Rahmat dan Hidayah kepada Allah SWT, agar hutan kosong dan rawa-rawa itu di angkat kepermukaan untuk di jadikan tempat
mensyi’arkan Islam. Tidak berselang lama, beberapa bulan kemudian tanah yang sebelumnya rawa-rawa tiba-tiba mengering dan menjadi daratan.2 Tidak hanya itu, pada awal pengerjaan pondok, kayu bangunan pondok yang di datangkan dari Cepu melalui jalur laut tiba-tiba pecah dan tergulung ombak dan berserakan di laut. Namun karena pertolongan Allah, tiba-tiba kayu yang awalnya terpencar ini bergerak menuju ke sungai seberang kawasan pondok. Ada satu kayu yang tersangkut di
2
(38)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
29
kawasan Nganjuk, dan sekarang menjadi kayu Cagak/Balok Panji konon masih ada hingga sekarang tetapi Ghoib. Di pondok ini dulunya juga sering dibuat tempat pertemuan tokoh-tokoh nasional, seperti Ir.Soekarno, Bung Hatta, KH. Wahab Abdullah, KH. Wahid Hasyim, KH. Idham Cholid, Hamka, Bung Tomo,dll.
Bahkan menurut riwayat pada waktu Pondok Al-Hamdaniyah diasuh oleh KH. Hasyim, Belanda mendatangani pondok menggunakan pesawat terbang dan ada salah satu dari keponakan KH. Hasyim yang bernama Kiai Annas mendengar suara itu langsung terbang dengan hanya membawa es lilin untuk mengejar pesawat Belanda. Pernah juga pondok ini di bom berkali-kali oleh Belanda tetapi bom tidak meledak dan sampai sekarang kedua tempat tersebut masih ada.
Karamah-karamah tersebut menjadikan magnet tersendiri, sehingga banyak santri yang menarik ingin belajar di pondok ini. Menurut Gus Rokhim, pemangku pondok pesantren ini sudah berganti generasi ke 7 dari KH. Khamdani.
Silsilah beliau bila diurut mulai atas, beliau merupakan ulama’
klasik tempo dulu hingga ke wali songgo.3
Adapula Tujuan KH.Hamdani mendirikan Pondok ini selain meneruskan perjuangan Walisongo dan mensyi’arkan ajaran-ajaran Islam, di daerah ini masyarakatnya di dominasi dengan kegiatan
3 Ibid.
(39)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
30
maksiat. Hingga beliau mendirikan gubuk yang dijadikannya sebagai tempat tinggal keluarganya dan sekaligus tempat mensyi’arkan Islam.
“ Agar Kegiatan Agama tertanam dimasyarakat, salah seorang
putra beliau yakni Kiai Ya’qub dinikahkan dengan putri masyarakat setempat yag bernama Khadijjah. Hingga saat ini yang menjadi pengasuh pondok pesantren Al-Hamdaniyah sudah periode ke tujuh”. Terang Pengasuh ponpes siwalanpaji KH. Hamdani.4
Adapun urutan kepengurusan Pondok Pesantren Sebagai berikut :
1. Pada Pada periode kedua, dipimpin oleh putra Khamdani yaitu KH. Abdurrohim dan KH. Ya’qub
2. Periode ketiga, dipimpin oleh KH. Hasyim Abdurrohim dan Khozin Fahruddin.
3. Periode keempat, dipimpin oleh KH. Faqih Hasyim, KH. Sholeh Hasyim dan KH. Basuni Khozin.
4. Periode kelima, dipimpin oleh KH. Abdullah Siddiq, KH. Hasyim
Asmu’i.
5. Periode keenam, dipimpin oleh KH. Rifa’I Jufri, KH. Abdul Haq, KH. Asmu’i.
4
(40)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
31
6. Periode ketujuh hingga sekarang ini, dipimpin oleh KH. Asy’ari
Asmu’I, KH. Masur Shomad, KH. Abd. Rohim Rifa’I dan Agus Taufiqurrochman.
B. Periodesasi Kepemimpinan Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah 1. Periode Ke-1 (KH. Khamdani) Tahun 1787- 1792M
KH. Khamdani adalah putra Kiai Sufyan bin KH. Hasan Sanusi (Mbah Semendi) Pasuruan. Beliau lahir dan wafat di Pasuruan Jawa Timur. Pada perang dunia kedua, Negara Indonesia yang saat itu sedang kacau balau karena agresi penjajah Belanda memecah belah kerajaan-kerajaan Islam di Jawa yang saat itu di bawah kekuasaan kerajaan Mataram.
Sekitar tahun 1787 M. KH. Khamdani memutuskan Hijrah kesuatu tempat yang tenang, ke arah kaki melangkah hingga tempatnya di desa SiwalanPanji Buduran Sidoarjo Jawa Timur. Beliau memulai penyebaran agama Islam dengan mendirikan Pondok Pesantren sebagai pusat pendidikan dan pengembangan agama Islam.
Yang dikenal dengan “Pondok Panji” yang sekarang dinamakan “Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah” pergantian nama ini
terjadi pada masa KH.Hayiyi Asmu’I sebagai tanda terima kasih atas jasa beliau atas berdirinya pondok pesantren Al-Hamdaniyah, akan tetapi tak lama kemudian beliau kembali lagi ke Pasuruan untuk
(41)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
32
menyerahkan sepenuhnya kepada kedua putra beliau yaitu: KH. Ya’qub Khamdani dan KH. Abd.Rohim Khamdani.5
2. Periode Ke-II (KH. Abd. Rohim Khamdani dan KH. Ya’qub Khamdani ) Tahun 1792 -1843 M
Konon, pada saat kepemimpinan beliau berdua dengan kesatuan tekat dan tujuan yang sama, beliau memulai membagi tugas sesuai dengan bidang dan kemampuan masing-masing, diantaranya adalah:
a. KH.Ya’qub yang dikenal „Alim, kaya lagi dermawan bertugas sebagai penyuplai kebutuhan pokok dan membangun asrama santri pondok dan membimbingnya.
Konon, pada pembangunan tahap awal Kiai Ya’qub mendatangkan langsung kayu jati dari daerah Cepu melewati jalur sungai berantas akan tetapi di tengah jalan perahu yang mengangkut kayu tersebut pecah dan kayupun menjadi berantakan di mana-mana. Atas kebesaran Allah kayu tersebut yang awalnya berantakan di mana-mana dapat kembali berkumpul dan beriringan kearah sungai yang mengalir ke tempat tujuan pondok panji. Dan ada yang mengatakan bahwa kayu tersebut tersangkut di daerah Nganjuk secara ghoib sampai sekarang yang di kenal dengan Cagak/ Balok Panji.
5
(42)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
33
b. Sedangkan KH. Abd.Rohim Khamdani yang dikenal alim dan mumpuni. Beliau bertugas mengurusi masyarakat sekitar, dengan kecerdikan beliau yang menikahi sinden kesenian Ludruk desa setempat sedikit demi sedikit kesenian ludruk dapat di hilangkan dengan tanpa adanya kekrasan dan masyarakat mulai menerima ajaran Islam.6
Dengan keuletan, kesabaran dan keteladanan beliau berdua ponpes mengalami kemajuan yang sangat signifikan, sehingga ponpes dikenal oleh masyarakat luas khususnya di kepulauan Jawa dan Madura.
Mereka berdua dimakamkan di Makam Ulama’ Desa
Siwlanpanji Buduran Sidoarjo.7
3. Periode Ke-III (KH. Hasyim bin KH. Abd. Rohim dan KH. Khozin bin Khoiruddin) Tahun 1843- 1845 M.
Pada periode ini merupakan puncak keemasan. Hingga ribuan santri dari berbagai daerah mulai dari Madura, Surabaya, Gresik, Sidoarjo, Pasuruan, Probolinggo, Lumajang, Banyuwangi dan lainnya. Berbondong-bondong menimba ilmu agama di ponpes Panji, atas keikhlasan dan kesuksesan beliau dalam mendidik santri-santrinya, para santri tatkala pulang membawa ilmu yang berkah dan bermanfaat sehingga mereka menyebarkan ilmunya didaerahnya
6
KH.Abd.Mukhit, Wawancara, Siwalanpanji, 2009. 7
(43)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
34
masing-masing dan mendirikan ponpes sebagai pusat pendidikan dan penyebaran agama Islam.
Konon, KH.Hayim Abdur Rohim sebagai kakak ipar dari KH.Khozin yang dikenal dengan Tawadhu’ yang dalam kehidupannya agak sakit-sakitan sehingga pengelolahan ponpes di serahkan kepada KH. Khozin menantu dari KH. Ya’qub yang di kenal Alim, Tawadhu’.
Beliau berdua adalah orang-orang yang menyiapkan kader dan para pejuang untuk merebut kemerdekaan bangsa Indonesia dari penjajah, dan pada pondok ini pernah dijadikan tempat pertemuan tokoh Nasional diantaranya adalah: Ir.Soekarno, Dr. Moh Hatta, KH.Wahab Hasbullah, KH.Wahid Hasyim, KH.Idham Kholid, Bung Tomo, sehingga lahirlah Laskar Hizbullah.
4. Periode Ke-IV (KH. Faqih bin Hasyim, KH. Sholeh bin Hasyim, KH. Basuni bin Khozin) Tahun 1845- 1905 M.
KH. Faqih Hasyim merupakan seorang ulama’ yang alim,
kharismatik dan bersahaja, beliau memulai mengembangkan agama Islam bukan hanya di Pesantren saja, akan tetapi beliau memulai pendekatan kepada warga sekitar dari desa Siwalanpanji, Buduran, Kemiri, Sukomulyo, Prasung, Damarsi dan lain-lain.
Hingga terbentuklah pengajian umum satu minggu sekali atau
(44)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
35
masyarakat yang berdatangan hanya untuk mendengarkan nasehat dan petuah beliau yang menyejukkan hati.
Dari sinilah muncullah gagasan beliau untuk mendirikan pendidikan islam formal yaitu: Roudhotul Athfal/ TK dan Madrasah Ibtidaiyah / SD (Tahun 1950), sebagai respon perkembangan pendidikan nasional yang membutuhkan sertifikasi atau pengakuan dari pemerintah dan tuntutan zaman.
Konon, dalam Syakal/ Harokat antaa kalimat *NAHDHOTUL ULAMA* KH. Faqih Hasyim mengusulkan agar Huruf Ta’ pada kata
Nadhotul Ulama’ tidak usah di harokati, karena bila di harokati,
karena bila di harokati mempunyai arti yang berbeda-beda. Semua itu, demi terciptanya suatu kedamaian, kerukunan dan kesatuan sesama warga Nahdhiyyin. KH. Faqih Hasyim meninggalkan empat istri, dan
wafat pada tahun 1955 M. Di makam Ulama’ desa SiwalanPanji.
5. Periode ke V
6. MASA KEFAKUMAN 1997 – 2000
Masa-masa ini adalah masa-masa sulit bagi pondok panji, diantaranya sebab kemunduran dan kemrosotan adalah masa intern antara keluarga hingga mempengaruhi berlangsungnya pendidikan dan pengajaran di pesantren.
Namun mulai tahun 2000 pondok Panji di buka kembali hingga sekarang oleh para penerus perjuangan oleh putra-putra
(45)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
36
Dzurriah Khamdani, Yang disebut masa “Perintisan kembali dan perkembangan”. Dengan Motto : “ Mengambil hal baru yang lebih baik dan mempertahankan hal yang lama dan sesuai dengan zaman”. Sehingga pada tahun 2007 pondok pesantren Al-Hamdanyah di resmikan kembali setelah pondok mengalami kebakaran hebat dan setelah mengalami kefakuman selama 3 tahun.
C. Perkembangan Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah (1787-1997M)
Pada periode awal ini merupakan masa perintisan, di mana pada periode ini pondok pesantren Al-Hamdaniyah mempunyai ciri yang masih sederhana yang dimiliki pondok baik dari segi fisik maupun non fisik. Dalam proses perkembangannya dapat di jelaskan sebagai berikut:
Dalam situasi masyarakat desa yang mengalami krisis pendidikan agama, maka KH.Khamdani berinisiatif mendirikan pondok. Usaha pertama yang di lakukan KH.Khamdani dalam mendirikan pondok pesantren adalah mengajak masyarakat khusunya pemuda-pemudi setempat untuk singah kegubuk kecil beliau dan dari situlah di bangun sebuah pondok kecil yang berada di tenggah-tenggah hutan yang tidak berpenghuni. Dari ajakan tersebut banyak pemuda-pemudi yang belajar mondok ke pondok pesantren hingga terlahirlah seorang calon ulama’
-ulama’ besar kelak.8
8
(46)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
37
Berawal dari limpahan rahmat dan Hidayahnya kepada Allah SWT, agar hutan kosong dan rawa-rawa itu di angkat ke permukaan untuk dijadikan sebuah tempat mensyi’arkan ajaran Islam. Tidak berselang lama, beberapa bulan kemudian tanah yang sebelumnya rawa-rawa menjadi kering dan menjadi daratan.9 Tidak hanya itu, pada awal pengerjaan pondok, kayu bangunan yang di datangkan langsung dari Cepu tiba-tiba hilang dan tergulung ombak dan berserakan dilaut. Namun, karena pertolongan Allah tiba-tiba kayu yang awalnya hilang ini tiba-tiba berada di sebrang sungai dekat pondok. Ada satu kayu yang tersangkut di kawasan Kediri, dan sekarang menjadi kayu cagak/ balok panji yang konon masih ada hingga sekarang ini tetapi Ghoib. Perkembangan pondok AL-Hamdaniyah Siwalanpanji meliputi dua Aspek, yaitu
1. Aspek Fisik
Yang meliputi renovasi gedung, dan memperluas area tanah, untuk menunjang fasilitas masyarakat pondok.
Masalah sarana dan prasarana, dalam suatu lembaga pendidikan ataupun lembaga non pendidikan merupakan faktor yang penting, yang ikut menentukan berhasil tidaknya suatu lembaga dalam melaksanakan program-progamnya, karena keduanya merpakan faktor yang utama dalam pelaksanaan aktivitas dalam suatu lembaga.
9
(47)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
38
Begitu juga dengan pondok pesantren Al-Hamdaniyah dalam melaksanakan aktivitas pendidikannya juga didukung oleh berbagai macam sarana dan prasarana untuk menunjang keberhasilan pendidikan yang di kelolahnya, saran dan prasarana pendidikan yang ada di dalam pondok pesantren diantaranya:
a. Tanah area pondok yang luasnya kurang dari 4 Hektar, dan di area inilah terdapat berbagai macam bangunan dan gedung yang di pergunakan untuk pelaksanaan pendidikan.
b. Gedung madrasah yang berfungsi sebagai tempat penyelenggaraan pendidikan dan pengajian di Pondok.
c. Perpustakaan, sebagai tempat untuk menyimpan dan membaca berbagai macam buku (Kitab) baik yang berbahasa arab, Indonesia, maupun Inggris, yang sekaligus berfungsi sebagai wahana pengembangan ilmu pengetahuan.
d. Pondok, yang berfungsi sebagai tempat asrama para santri yang tinggal di pesantren.
e. Masjid/ Musholah, sebagai tempat untuk melaksanakan shalat
berjama’ah dan juga sebagai tempat pengajian kitab kuning.
f. Koperasi, yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari bagi para santri yang tinggal di pondok.
Disamping didukung oleh berbagai macam sarana pendidikan, pelaksanaan pendidikan di pondok pesantren Al-Hamdaniyah Siwalanpanji beberapa sarana penunjang yang lain tersebut adalah:
(48)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
39
a) Adanya semangat yang tinggi dari para santri untuk mempelajari dan mendalami ilmu agama.
b) Keikhlasan dan kesabaran para pengasuh dan guru-guru pondok dalam melaksanakan dan mengembangkan program-program pondok pesantren.
c) Dukungan yang besar dari orang tua santri dan masyarakat baik yang bersifat materil maupun spiritual.
Dengan dukungan berbagai macam sarana dan prasarana itulah maka pelaksanaan kegiatan di pondok pesantren Al-Hamdaniyah bisa berjalan dengan baik dan tiap tahun selalu mengalami peningkatan kualitas maupun kuantitas.10
2. Aspek Pendidikan
Pesantren AL-Hamdaniyah yang di dirikan oleh KH.Khamdani tahun 1787 bermula dari KH.Khamdani sendiri yang memiliki inisiatif untuk mendirikan sebuah pondok pesantren di kawasan rawa-rawa. Pendidikan saat itu masih sederhana sekali yaitu
hanya memakai “Sistem Wetonan”.
Setelah pergeseran waktu, pengajian yang semula hanya di ikuti empat orang dengan pengasuh KH.Khamdani, lambat tahun bertambah kira-kira 40 orang, dan kemudian beliau mendirikn semacam pemondokan dan langgaran. Kelompok pengajian di adakan pada malam hari, sistem ini biasanya di sebut sistem langgaran yaitu
10 Ibid.
(49)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
40
dimana para murid dan santri duduk bersila di atas tikar dengan seorang gur yang duduk di hadapan para santri dan mereka belajar pada guru seorang dan belum berkelas seperti sekarang. Dulu awal pelajaran adalah huruf hijaiyah barulah di ajarkan membaca Al-Qur’an, juga diajarkan syari’at Islam serta cerita akhlak para Nabi-nabi dan orang-orang sholeh sehingga di harapkan anak mampu meneladaninya.11
Sistem pengajaran juga mengalami perubahan dengan bertambahnya santri yang semakin banyak yaitu di gunakan sistem pengajaran seperti yang di gunakan di pesantren sesungguhnya yaitu wetonan yang di mana seorang Kiai membacakan suatu kitab dalam waktu tertentu dan santri membawa kitab yang sama, kemudian menyimak dan mendengarkan bacaan Kiai, dan sistem sorogan/ badongan yaitu seorang santri yang pandai mensorogan sebuah kitab kepada Kiai untuk dibaca dihadapan Kiai, jika ada salah maka langsung di benarkan oleh Kiai.12 Dengan sistem pendidikan dan pengajaran pondok pesantren ini mampu merekrut dan mampu di minati banyak santri.
Pondok pesantren Al-Hamdaniyah Siwalanpanji mengalami kemajuan dan perkembangan yang pesat sehingga dengan di tuntut menyediakan fasilitas untuk para santri yang berjumlah kira-kira 1000
11
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan), Lembaga Studi Islam dan Kemasyarakatan (LSIK), 19995, 22.
12
Proyek pembinaan dan Bantuan kepada pondok pesantren, Standarisasi Pondok Pesantren, (Depag, 1982-1983), 19.
(50)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
41
orang, bahkan saat ini terdapat ratusan santri mengaji kitab klasik. Mengajarkan sistem wetonan di laksanakan setelah shalat, di ikuti oleh semua santri menurut tingkat kemampuan, dalam arti bila di dalam pengajian itu di bacakan kitab kecil maka pengikutnya adalah santri pemula di dalam pemahaman ajaran Islam. Sebaliknya jika yang di bacakan itu kitab yang lebih tinggi maka santri yang mengikutnya adalah santri yang cukup faham dalam penelaah kitab yang di ajarkan di pesantren tersebut, jadi jelasnya bahwa pembeda ini di dasarkan pada kemampuan para santri itu sendiri di dalam pemahaman kitab-kitab, yang di serakan dengan di laksanakannya administrasi pondok yang diatur dalam organisasi yang tertib.
Dengan di perkenalkannya sistem Madrasah, maka pondok Al-Hamdaniyah yang awalnya hanya memberikan pengajian mengalami perubahan dan perkembangan, dari pesantren salafi menjadi khalafi, pesantren Salafi adalah pesantren yang tetap mempertahankan kitab-kitab klasik sebagai inti pendidikan pesantren. Sedangkan pesantren Khalafi adalah pesantren yang telah memasukkan pelajaran umum dalam pesantren yang di kembangkan.13
Dalam cara mengajar pada pengajian kitab ada dua tingkatan yaitu tingkatan awwaliyah dan tingkat atas.
13
(51)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
42
a. Untuk tingkat awwaliyah, yaitu mengajarkan kitab-kitab kepada seorang murid demi medapatkan murid yang rajin dan cerdas lebih cepat tamat, sedangkan murid-murid malas dan bodoh maka akan membutuhkan waktu yang lama.
b. Untuk tingktatan tinggi yaitu sistem berhalaqah, pelajaran-pelajaran yang terdiri dari guru-guru dan beberapa murid yang merasa sanggup mengikutinya mengadakan halaqah yaitu duduk bersila di tenggah-tenggah murid, sambil membawa kitab sendiri-sendiri, mula-mula guru membaca kitab dalam bahasa Arab dan menerjemahkannya kedalam bahasa Melayu (daerah), sedangkan para murid menyimak baik-baik kalau Kiai menerangkan maksudnya.14
D. Usaha Pembinaan dan Kesejahteraan Pondok
Dalam rangka memberikan kelangsungan hidup suatu pesantren memang membutuhkan upaya-upaya komprehensif dan produktif serta progresif dalam menciptakan kondisi dinamis akan kehidupan pesantren itu sendiri. Sebuah pesantren dapat dikatakan hidup apabila sosok pesantren tersebut menimbulkan eksistensinya yang baik. Dan pemunculan sosok pesantren yang mempengaruhi terhadap pasang surutnya minat santri yang belajar di pondok pesantren.15
14
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, ( Mutiara Sumber Widya, 1995), 56-57.
15
(52)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
43
Seorang santri yang ingin belajar dipondok pesantren biasanya memandang elitism pesantren, kualitas Kiai termasuk kharismatiknya, juga pembinaan kelmbagaan pesantren yang diberikan. Oleh sebab itu kredibilitas inilah yang mesti di perhatikan oleh seorang Kiai dan para pengasuh pondok lainnya untuk menumbuhkan dan mempertahankan eksistensi sebuah pesantren.
Realitas diatas dalam konteks pondok pesantren AL-Hamdaniyah Siwalanpanji, KH.Khamdani berupaya untuk mempertahankan dan membangun suatu lembaga kepesantrenan yang berorientasi untuk mewujudkan manusia muslim yang berkepribadian, tangguh, serta bertanggung jawab secara utuh, pensiptaan kondisi pengkaderan yang mempunyai integritas paripurna dengan selalu meningkatkan pembinaan kesejahteran pondok pesantren baik kualitas material, maupun spiritual yang menyangkut pengembangan serta pembangunan kualitas manusia seutuhnya.
Kehadiran pondok pesantren dalam partisipasinya mencerdaskan
kehidupan bangsa, merupakan I’tikad yang sangat terpuji. Untuk itu
peranan pondok pesantren dalam meningkatkan pendidikannya hendak mampu berorientasi pada kebutuhan masyarakat. Jadi hal-hal yang di ajarkan dalam pondok pesantren harus relevan dengan kepentingan dan kebutuhan masyarakat. Bahkan secara berencana pondok pesantren harus
(53)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
44
mampu menyiapkan diri agar para santri (lulusannya) nanti menjadi kader pembangunan masyarakat.16
Oleh sebab itu, pembinaan dan kesejahteraan pondok pesantren senantiasa di arahkan kepada tujuan yang telah di tetapkan dengan memberikan perhatian khusus mengenai hal-hal sebagai berikut:
1. Bahwa di dalam pembinaan umat di perlukan tenaga ahli dalam berbagai bidang. Dengan demikian intensifikasi pendidikan kejuruan lingkungan dan pengembangan masyarakat sangat di perlukan guna menopangnya.
2. Sebagai lembaga pendidikan, pondok pesantren di harapkan mampu memberikan bekal untuk hidup layak bagi alumni yang hidup di era modernisasi ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta mampu hidup dalam kepesatan bertambahnya penduduk dewasa ini.
3. Dalam kemufakatannya, alumni pondok pesantren tidak selalu ingin menjadi seorang Kiai dan Ulama’. Disamping itu banyak yang droup out dan alumni pondok pesantren yang bekerja di luar bidangnya tanpa memiliki kesiapan untuk suatu interpreunernya (keahliannya). Ditambah lagi dengan adanya kesukaran-kesukanran bagi ulama’ yang menyampaikan agama tanpa alat pendekatan melalui tehnik media
16 Ibid.
(54)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
45
modern serta tidak adanya keahlian yang menopangnya dalam kehidupan sehari-hari.17
17
(55)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
BAB IV
USAHA-USAHA KH.KHAMDANI DALAM MENGEMBANGKAN PONPES AL-HAMDANIYAH SIWALANPANJI
A. Pengembangan dalam bidang Pendidikan dan pengajaran 1. Pendidikan sistem Wetonan, Sorogan, dan Bandongan
Pesantren merupakan suatu lembaga pendidikan yang kegiatannya di lakukan sepanjang hari. Santri tinggal di asrama suatu kawasan dengan Kiai, Guru, dan Senior mereka. Oleh karena itu, hubungan yang terjalin antara mereka di bidang pendidikan berjalan intensif, tidak sekedar hubungan formal antara pengasuh, uztad, santri di dalam kelas. Dengan demikian kegiatan pendidikan berlangsung sepanjang hari, dari pagi hingga malam hari.
Sistem pendidikan yang seperti ini banyak membawa keuntungan bagi sebuah pesantren. Saat terdapat perilaku santri baik yang terkait dengan upaya pengembangan intelektualnya maupun kepribadiannya. Keuntungan kedua, adanya proses pembelajaran dengan frekuensi yang tinggi dapat memperkokoh pengetahuan yang di terimanya. Dan keuntungan yang ketiga, yaitu adanya proses pembiasaan akibat interaksi setiap saat baik santri dengan santri, santri dengan ustadz, dan santri dengan kiai.1
1
Mujamil Qomar, Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokrasi Insituisi (Jakarta: Erlangga, tanpa nama), 64.
(56)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
47
Dintara sebuah lembaga pesantren kiai mempunyai otoritas yang sangat besar, memiliki kebebasan dalam menemukan suatu kebijakan dan melakukan pilihanpilihan. Sistim pendidikan pesantren dengan demikian sangat bergantung pada selera kiainya. Maka lembaga pendidikan pesantren memilik kebebasan yang tidak harus mengikuti standarisasi kurikulum yang ketat.2 Sebagaimana pada umumnya pondok-pondok lainnya, pondok Al-Hamdaniyah tidak mengikuti model baku yang di terapkan oleh pemerintah, akan tetapi KH.Khamdani membuat kurikulum sendiri yang menjadi pelajaran para santri.3
Metode Pengajaran di Pesantren Al-Hamdaniyah ada dua macam, secara klasikal dan pendidikan non kalsikal.Pada bentuk Klasikal ada tiga tingkatan:
1. Tingkatan Ibtida’iyah, yang di tempu dalam waktu 6 tahun dan merupakan pendidikan dasar.
2. Tingkatan Tsanawiyah, yang di tempuh selama 3 tahun, yang merupakan pendidikan menengah.
3. Tingkatan Aliyah, yang di tempuh selama 3 tahun, yang merupakan pendidikan tingkat atas.
Metode pendidikan secara klasikal, di lakukan juga dengan hafalan-hafalan ketika ada kenaikan kelas ataupun kenaikan tingkat,
2
Ibid., 67 3
(57)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
48
seperti halnya dalam tingkat ibtidaiyah untuk naik kekelas dua, maka santri diwajibkan untuk hafal bacaan sehari-hari dan do’a shalat. Sedangkan santri yang naik kelas tiga, diwajibkan hafal surat-surat pendek dan juz amah. Dan bagi santri kelas empat, di wajibkan hafal sifat-sifat Allah, Rosull Allah, malaikat-malaikat Allah, dan ilmu dasar dalam pemahaman bahasa Arab yaitu ilmu sharaf. Untuk santri yang naik ke kelas lima, harus menguasai bacaan Al-qur’an khususnya (
Sabbasah, an naba’), nadhom sharaf dan nahwu. Bagi yang naik
kekelas enam harus hafal surah Al-Kahfi dan Al-Mulk.
Sedangkan dalam pendidikan non klasikal metode yang di gunakan oleh pesantren Al-Hamdaniyah, ada empat macam yaitu:
1. Metode Sorogan, Sorogan berasal dari kata sorog (jawa) yang berarti menyodorkan bacaan, sebab santri secara bergilir menyodorkan bacaan kitabnya di hadapan Ki ainya atau penggantinya. Pendalaman seperti ini di ponpes Al-Hamdaniyah di laksanakan setelah subuh. Setiap lima santri di komandani oleh satu guru (Kiai), santri yang membaca Al-Qur’an guru yang menyimak dan membetulkan bila ada bacaan yang salah. Dan begitu pula pada bacaan pada kitab kuning lainnya.
2. Metode Wetonan, yang dimana seorang Kiai membacakan secara urut, sehingga santri mengikuti dan member catatan pada kitab dengan bahasa Arab dan bahasa Pegon ( bahasa Jawa yang di tulis
(58)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
49
dengan angka Arab), dengan maksud agar bisa membantu santri dalam mempelajari lebih lanjut isi kitab yang telah dipelajari.4 3. Metode Bandongan atau Kahalaqoh, yaitu dimana Kiai membaca
suatu kitab dengan menerjemahkannya, kemudian santri mendengarkan dan menyimak kitabnya masing-masing, kemudian membaca arti kata dan keterangannya. Dalam metode Bandongan ini, para santri memperoleh kesempatan untuk bertanya atau meminta penjelasan lebih lanjut atas keterangan Kiai.
4. Metode Mudzakaroh adalah metode yang di gunakan untuk mengasah otak santri dengan cara membahas masalah Diniyah seperti Aqidah, Ibadah, dan masalah agama pada umumnya. Metode ini dapat membangkitkan semangat intelektual santri. Mereka diajak berfikir ilmiah dengan menggunakan penalaran-penalaran yang di sandarkan pada Al-Qur’an dan As-Sunnah serta kitab-kitab klasik.
Metode yang disebut Badongan ini ternyata merupakan hasil adaptasi dari metode pengajaran agama yang berlangsung di Timur Tengah terutama di Makkah dan Al-Azhar Mesir. Adapula Kurikulum Pendidikan yang di gunakan di Pesantren Al-Hamdaniyah.
4
Haidar Putra Daulay, Historitas dan Eksistensi Pesantren Sekolah dan Madrasah, (Yogyakarta: PT.Tiara Wacana Yogya, 2001), 8.
(59)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
50
1. Pendidikan Formal
a. Berupa Agama, meliputi : Aqidah Akhlak, Fiqih, Bhs.Arab, Al-Qur’an hadist, SKI, Aswaja.
b. Umum, meliputi : Bhs.Indonesia, Bhs.Inggris, Matematika, IPS, IPA, Kertakes, Kesenian, Bhs.Daerah, Ekonomi, Sosiologi, dll.
2. Pendidikan Non Formal
No Bidang Study Kitab
1 Fiqih dan Ushul Fiqih 1. Fiquhul Wadlih 2. Fathul Qorib 3. Fathul Mu’in 4. Riyadhul Badi’ah 5. Tausyeh
6. Qowa’idul Fiqhiyah 7. Waroqot
2 Nahwu 1. Nahwul Wadhih
2. Nidhomul Maqsud 3. Imrithi
4. Jurumiyah 5. Al-Fiyah
3 Shorof 1. Tasrif Isthilahi
2. Nidhomul Maqsud
(60)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
51
2. Nurud Dholam 3. Aqidatul Awam 4. Riyadhul Badi’ah 5. Dasuqi
5 Tajwid 1. Hidayatul Mustafid
2. Syifa’ul Jinan
6 Akhlaq 1. Nadhom Alala
2. Akhlaqul Banin 3. Taisurul Kholaq 4. Hikam
5. Ihya’ Ulumuddin 6. Taklimul Muta’alim
7 Tafsir 1. Tafsir Jalalain
2. Ayatul Ahkam
8 Hadist 1. Riyadhus sholihin
2. Bulughul Marom 3. Jawahirul Buhori 4. Tajridus Shorih
(61)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
52
2. Pendidikan sistem Klasikal
Setelah adanya pengembangan sarana dan prasarana sebagai jawaban semakin banyak siswa/santri yang belajar di pondok pesantren Al-Hamdaniyah, maka pada tahun 2008 di bentuklah sistem pendidikan klasikal di mana siswa tidak lagi belajar di gubuk kecil atau Langgar dalam satu sistem mendengar ceramah secara bersama, tetapi siswa/santri di kelompokkan dalam kelas sesuai dengan lama merek belajar.5
Kedaan seperti ini adalah tuntunan perkembangan pendidikan dewasa ini yang perlu adanya elastisitas, kedinamisan dalam struktur pendidikan sebagai upaya kearah yang lebih maju, sehingga diharapkan dapat memenuhi tuntutan zaman. Maka begitu kecenderungan seseorang menilai bahwa pendidikan pesantren lebih bersifat tradisional akan mengalami penyusutan seiring dengan perombakan sistem yang sesuai dengan kebutuhan para siswa dewasa ini.
Demikian pula usaha yang di lakukan oleh para pemangku pondok pesantren yang masih, keturunan KH.Khamdani berusaha meningkat mutu pendidikan sehingga mampu mengembangkan misi pendidikan, mencerdaskan kehidupan bangsa baik secara jasmani maupun Rohani.
5
(1)
61
pesantren, sebab setiap tahun jumlah santri semakin naik, otomatis
pembangunan sarana dan fasilitaspun juga harus ditingkatkan.
Dengan kurangnya dana ini, pembangunan sarana dan prasarana
sering tersendat. Ini terbukti masih ada gedung-gedung darurat yang di
gunakan sebagai lokasi pendidikan Formal, misalnya Madrasah
Tsanawiyah sebagian di masukkan pagi dan sebagian di masukkan
siang.
2. Kurangnya Tenaga pengajar
Pendidikan yang baik di antaranya yaitu tergantung dari fasilitas
dan sarana yang ada, juga tenaga pengajar atau pendidik yang kurang
terbatas. Adapun kekurangan tenaga pendidik ini berakibat kurangnya
faktor penunjang dan kedisiplinan, hingga tiap pengajar berbeda-beda.
Ada tenaga pengajar serabutan yaitu tenaga pengajar yang tidak
memiliki disiplin ilmu tertentu, tetapi semua disiplin ilmu tercakup,
hingga validitas nilai kurang dapat di pertanggung jawabkan.
Faktor ini pula yang kemudian menjadi melemahnya santri
terhadap materi yang diberikan, bahkan tidak jarang para santri
membuat gaduh atau suasana kurang menyenangkan terhadap tenaga
pendidik yang bukan profesinya dalam materi yang diberikan.12
12
(2)
62
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Uraian dari beberapa bab penelitian diatas dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. KH.Khamdani Lahir di Pasuruan pada tahun 1720 M beliau adalah
putra Murrodani bin Suffyan bin Khassan Sanusi bin Sa’dulloh bin
Sakoruddin bin Mbah sholeh Semendi pasuruan dan wafat pada tahun
1790 M di Pasuruan,. beliau mempunyai dua putra Yaitu
KH.Abdurrohim dan KH.Ya’qub. setelah dirasa dua orang putra beliau
cukup mampu untuk melanjutkan perjuangan dan mengembangkan
pendidikan, beliau KH.Khamdani kembali ke Pasuruan dan wafat
disana. Beliau dimakamkan tak jauh dari makam Mbah Slagah
Pasuruan. Dan pada tanggal 4 Juni 2012 makam Kiai Khamdani di
pindahkan dari Pasuruan ke Makam Ulama’ Siwalanpanji Buduran
Sidoarjo, Karena makam di Pasuruan sudah tidak kondusif lagi, karena
tiba-tiba menjadi rumah penduduk.
2. Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah Pertama kali didirikan oleh
KH.Khamdani pada tahun 1787 M. perkembangan pondok Pesantren
Al-Hamdaniyah melalui beberapa periode mulai peiode awal yaitu
KH.Khamdani pada tahun (1787-1792 M), kemudian pada periode
(3)
63
tahun (1792-1843 M), kemudian pada periode ketiga Oleh KH.Hasyim
dan KH.Khozin (1843-1845 M), pada periode keempat di gantikan
oleh KH.Faqih, KH.sholeh, KH.Basuni (1845-1905 M). Perkembangan
pesat pondok terjadi pada masa kepemimpinan KH.Ya’qub dan
KH.Abdurrohim, dengan keuletan, kesabaran, dan keteladsan beliau
berdua.
3. Dalam melaksanakan pendidikan dan pengajaran ponpes
Al-Hamdaniyah bertujuan untuk membantu para santri bertafaqquh fiddin
dan berkhlak mulia, sehingga ketika kemasyarakatan mereka dapat
berguna memanfaatkannya baik dalam kehidupan dunia maupun
akhirat. Selain dalam kemajuan pesantren selain dari segi pendidikan
juga harus meningkatkaan kesejahteraan pondok yang tidak lain dapat
di lihat dari bidang sarana maupun prasarana yang berupa guru
pendidik dan tempat pendidikan yang mumpuni untuk kemajuan
pondok dan selain bidang sarana dan pra-sarana juga di bantu dengan
pengolahan danalah yang menentukan dari semua perkembangan suatu
pondok pesantren. Di dalam Ponpes Al-Hamdaniyah mempunyai
beberapa sistem pendidikan yaitu:
a. Pendidikan Klasik berupa pengajian Bandongan ( membaca kitab
dan arti secara kilat dengan sedikit keterangan) serta pengajaran
sorogan ( santri membaca kitab kemudian guru menyimak dan
(4)
64
b. Pendidikan Modern, pendidikan sistem jenjang yang berkelas,
sesuai pendidikan umum lainnya.
B. Saran-Saran
1. Kelangsungan pondok pesantren hendaknya tetap dilestarikan karena
merupakan asset yang berharga dan benteng pertahanan agama islam
sebagai penimba ilmu .
2. Untuk menjaga kelangsungan pondok Pesantren Al-Hamdaniyah
hendaknya menjaga perkembangan zaman dalam arti mau belajar dan
mengikuti pendidikan dan pengajaran yang lebih baik dan professional.
3. Pada Gapura pintu masuk bagian belakang pondok terdapat tahun
berdirinya pondok Al-Hamdaniyah yaitu tahun 1787 itu dimungkinkan
Tahun Jawa bukan tahun Masehi sehingga dibutuhkan penelitian lebih
(5)
62
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrohman, Dudung. Metode Penelitian Sejarah. Surabaya: Logos Wacana
Ilmu, 1996.
Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren. Jakarta: LP3ES, 1982.
Drs.Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Lintasan Sejarah
Pertumbuhan dan Perkembangan, 1995.
Farkhan, Abdul Manan . “Pondok Kuno Panji” dalam Http/www.Abdul-Manan-Farkhan.blogspot.com. 10 November 2015.
Khamdani, Dzurriah. “Sejarah pondok Pesantren Al-Hamdaniyah Siwalanpanji”, dalam Http://www.Dzurriah-Khamdani.Blogspot.com. 27 juni 2012.
M. Subhan dan Soeleiman Fadeli. Antologi NU, sejarah-Istilah- Amaliah-Uswah
Surabaya: Khalista, 2007.
Madjid, Nurchalis. Bilik-Bilik Pesantren (Sebuah Potret Perjalanan). Para
madinah, 1997.
Manan, M. Sholichan, Pengantar Penelitian Sejarah Islam Indonesia. Surabaya:
Usaha Nasional, 1980.
Putra Daulay, Haidar. Histori dan Eksistensi Pesantren Sekolah dan Madrasah.
Yogyakarta: PT.Tiara Wacana Yogya, 2001.
Qomar, Mujamil. Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokrasi
Insituisi. Jakarta: Erlangga.
Soekamto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT.Raja Grafindo
Persada, 1990.
Suharsimi, Arikunto. Managemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta, 1998.
(6)
63
Vrendenbregt, Metode dan Tekhnik Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia,
1978.
Wahid, Abdur Rahman. Bunga Rampai Pesantren. Jakarta: Dharma Bhakti,
1399.
Yunus, Mahmud. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Mutiara Sumber Widya,