STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM PADA PENDERITA GANGGUAN KEJIWAAN DI PONDOK 99 DESA PANDANKRAJAN KECAMATAN KEMLAGI KABUPATEN MOJOKERTO.

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

Muhammad Rahman Alfansuri (B0321059), 2016, Studi Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam pada Penderita Gangguan Kejiwaan di Pondok 99 Desa Pandankrajan Kecamatan Kemlagi Kabupaten Mojokerto Fokus penelitian adalah: 1). Bagaimana pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam yang dilakukan oleh pengasuh Pondok 99 pada penderita gangguan kejiwaan di Desa Pandankrajan Kecamatan Kemlagi Kabupaten Mojokerto? 2). Kendala apa saja dan bagaimana solusinya dalam pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam pada penderita gangguan kejiwaan oleh pengasuh Pondok 99 di Desa Pandankrajan Kecamatan Kemlagi Kabupaten Mojokerto?

Dalam menjawab pertanyaan tersebut secara menyeluruh dan mendalam, penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan analisa deskriptif kualitatif dengan cara mendeskripsikan data kualitatif kemudian menyusun dan mengelompokan data yang ada sehingga memberikan data yang nyata kepada responden. Dalam menganalisis pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam pada penderita gangguan kejiwaan di Pondok 99 data yang digunakan meliputi hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi yang disajikan pada penyajian data dan analisis data.

Dalam penelitian ini dapat disimpulkan pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam pada penderita ganggaun kejiwaan di Pondok 99 dilakukan dengan

menggunakan 2 terapi Islam yakni pertama, terapi Islam dengan keimanan dan

ketakwaan, kedua, terapi Islam dengan Ibadah, dengan terapi tersebut diharapkan dapat memberikan manfaat yang signifikan terhadap pemulihan kesehatan psikis para penderitanya. Ada 4 kendala yang dihadapi oleh pengasuh dan pengurus Pondok 99 dalam pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam pada penderita gangguan kejiwaan.

Kata kunci: Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam, Penderita Gangguan Kejiwaan


(6)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Dimasa kini sering kita jumpai bayak hal yang terkadang terjadi diluar nalar kita atau suatu hal yang tidak pernah kita bayangkan, diamana hal-hal tersebut terjadi disekitar kita oleh orang lain. Manusia memiliki banyak kompleksitas permasalahan disetiap harinya dari yang masalah ringan hingga berat yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya, hingga pada suatu ketika permasalahan yang berat itu datang dengan jumlah yang banyak sehingga tidak jarang mereka terbawa oleh permasalahan-permasalahan itu yang kemudian membawanya pada sebuah perilaku salah. Prilaku salah disini merupakan hasil dari kondisi abnormal psikologis sebagai dampak konflik-konflik dalam jiwa.

Problematika yang dihadapi sering kali membuat mental dan pola pikirnya tidak mampu menahan beban hidup yang dihadapi. Selain itu dilihat dari segi spiritual yang lemah membuat orang mudah putus asa dan melakuakan hal atau berfikir secara tidak normal hingga pada titik dimana secara mental dan kejiwaannya ikut terganggu hingga mengakibatkan seseorang mengalami gangguan jiwa dan bahkan sakit jiwa.

Adapun masalah ekonomi dan konflik kehidupan yang perkepanjangan yang seringkali terjadi menjadi pemicu tingginya angka gangguan jiwa di Tanah Air. Semakin tinggi konflik dan kondisi perekonomian yang kian memburuk akan berdampak pada semakin tingginya angka penderita gangguan jiwa


(7)

2

dirumah sakit. Lagi-lagi yang perlu di perhatikan pemerintah adalah persoalan kesejahteraan, baik segi sosial, ekonomi maupun kultural.

Tepat tanggal 10 Oktober merupakan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia (HKJS). Tahun ini HKJS mengangkat tema Martabat dalam kesehatan jiwa, sejauh mana Indonesia menangani kesehatan jiwa, terlebih saat ini digaungkan revolusi mental. Topik Gangguan Jiwa menjadi suatu keprihatinan di Indonesia karena merupakan negara yang memiliki peringkat terendah dalam hal penyediaan layanan kesehatan jiwa di Asia. Penderita gangguan jiwa selama ini, terutama gangguanjiwa berat (Schizofrenia) digambarkan sering mengalami kekerasan dan pemasungan, meskipun mereka juga masih memungkinkan dilakukan pengobatan agar kembali normal.

Undang-Undang Kesehatan Jiwa (Undang-Undang No. 18 th 2014) telah berusia satu tahun, tapi amanat untuk menerbitkan berbagai peraturan setahun

setelah undang – undang itu disahkan masih dikesampingkan. Peraturan tersebut

mencakup peraturan presiden, peraturan pemerintah, peraturan menteri kesehatan, dan peraturan menteri sosial.

Kesehatan jiwa tidak akan pernah menjadi prioritas pembangunan kesehatan selama terstigma hanya berbicara tentang kasus-kasus gangguan jiwa ekstrem, seperti gelandangan psikotik yang bertelanjang bulat di tepi jalan dan terabaikan oleh sistem. Gangguan jiwa tidak hanya mencakup psikotik, seperti skizofrenia, tapi juga kasus-kasus neurotik, seperti depresi dan kecemasan.

Saat ini diperkirakan sekitar 26 juta orang di seluruh dunia akan mengalami Skizofrenia dalam hidup mereka. Meskipun angka tersebut terbilang


(8)

3

tinggi, masih banyak kasus yang diperkirakan tidak terdeteksi akibat kurangnya informasi yang keliru atau kurangnya dukungan dari masyarakat.

Akan tetapi sebenarnya di dalam UU Kesehatan Jiwa tidak hanya mengatur perlindungan bagi masyarakat dengan gangguan jiwa berat saja (Skizofrenia), tapi juga berupaya agar rakyat Indonesia memiliki kesehatan jiwa yang optimal. Dan bagi mereka yang rentan, sebisa mungkin gangguan jiwa dicegah. Seperti dikatakan oleh WHO, sehat jiwa adalah hidup sehat, mampu bersaing, serta menerima kelebihan dan kekurangan diri serta orang lain.

Dari data hasil Riskesdas 2013 dikombinasi dengan Data Rutin dari Pusdatin dengan waktu yang disesuaikan, secara Nasional terdapat 0,17 % penduduk Indonesia yang mengalami Gangguan Mental Berat (Skizofrena) atau secara absolute terdapat 400 ribu jiwa lebih penduduk Indonesia. Prevalensi tertinggi terdapat di Provinsi Yogyakarta dan Aceh sedangkan yang terendah di Provinsi Kalimantan Barat. Selain itu gambaran tersebut juga menunjukkan kalau ada 12 Provinsi yang mempunyai prevalensi gangguan jiwa berat melebihi angka Nasional. Jika dilihat dari data Riskesdas, jumlah keseluruhan penduduk Indonesia yang mengalami Gangguan Jiwa Berat, maka Provinsi Jawa Timur yang terbanyak yaitu 63.483 orang. Disusul provinsi Jawa Tengah, Jawa Barat dan Sulawesi Selatan, sedangankan jumlah absolut secara keseluruhan pulau Jawa merupakan penyumbang jumlah terbanyak penduduk penderita Gangguan

Mental Emotional (GME).(Sumber data : Pusdatin Kemenkes 2015)1

1 Dinkes Kota Banjar, “Hari Kesehatan Jiwa Se Dunia 2015”


(9)

4

Gangguan kesehatan mental adalah gangguan yang mengakibatkan kepribadian seseorang terganggu sehinga tidak sangup atau mengalami berbagai

kegagalan dalam menjalani tugas kehidupannya sehari-hari.2Dilihat dari

berat-ringannya gangguan jiwa dapat dibagi menjadi tiga jenis: Pertama, ganguan ringan seperti kegelisahan atau berbagai ketegangan. Kedua, gangguan sedang seperti berbagai keluhan-keluhan hingga mengganggu kesehatan fisik yang mungkin sudah tergolong neurosa. Ketiga, gangguan berat, yaitu yang disebut penyakit jiwa atau psikosa.

Neurosa dan psikosa merupakan dua macam gangguan kejiwaan, dimana neurosa akan mengganggu pola perilaku dan bersikap namun kepribadian dan tingkat penilaian terhadap relitas masih tetap utuh. Berbeda dengan neurosa, psikosa merupakan gangguan yang berat, tidak hanya secara perilaku yang tidak normal tapi jiwanya benar-benar sakit dimana seseorang tidak mampu lagi menggunakan daya nilai realitasnya yang kemudian orang sering menyebutnya sebagai sakit jiwa.

Prilaku abnormal sering dilakukan orang-orang yang mengidap sakit jiwa, dimana prilaku tersebut memiliki indikator antara lain seperti tidak diterimanya perilaku tersebut secara sosial atau norma sosial, persepsi atau intepretasi salah terhadap sebuah realitas, berada dalam kondisi stress yang signifikan dan perilaku maladaptif dimana seseorang kesulitan berperan dalam lingkungannya (Ego Defend Mecanism). Sedangkan indikator yang paling sering dialami oleh orang-orang sakit jiwa adalah kondisi stress yang signifikan sehingga membuat

2 Isep Zainal Arifin, Bimbingan penyuluhan Islam, (Jakarta : PT. Raja Grafindo


(10)

5

individu tersebut menderita, selain itu juga akibat tidak bisa menyesuaikan diri, bentuk respon yang tidak sehat terhadap lingkungan, serta selalu berbentuk negatif dan korelasi yang tidak sehat. Itulah

Dalam perspektif kesehatan mental islam, manusia yang sehat jasmani dan jiwanya tetapi tidak dapat melaksanakan ketentuan dan kewajiban agama, maka

ia dapat dikatakan “sakit”. Untuk memahami hal ini harus dipahami bahwa dalam psikologi islam intrioritas dan eksterioritas manusia dibagi tiga bagaian sebagai berikut :

1. Jasmani, berisi tubuh kasar, yang dapat rusak, memiliki dorongan primitif yang rendah.

2. Ruhani, berisi sesuatu yang halus, suci, tidak rusak, berkecenderungan illahi. 3. Nafsani, potensi yang memiliki kecenderungan sama-sama kuat antara tubuh

jasmani dan kesucian ruhani.

Dengan pandangan semacam ini maka dalam kesehatan mental islam psikopatologi dibedakan ada dua hal : Pertama, psikopatologi bersifat duniwai, dalam kesehatan mental islam hal ini disebut sebagai penyakit nafsani (jiwa). Jika terjadi penyakit jiwa yang terberat sekalipun seperti kegilaan, bahkan ia terbebas dari taklif atau beban kewajiban hukum, artinya ia terbebas dari dosa. Dimana dosa itu sendiri adalah penyakit dalam prspektif kesehatan mental islam. Kedua, psikopatologi bersifat ukhrawi, dalam hal ini disebut sebagai penyakit ruhani, dimana kotornya kondisi ruhani seseorang berakibat peyimpangan-peyimpangan dalam ajaran, norma serta kewajiban agama, seperti halnya syirik, kufur, murtad, munafik dan lain-lain yang hanya dapat di terapi


(11)

6

dengan pola terapi islami karena bukan lagi penyakit jiwanya namun pada ruhaninya. Maka sehat dalam prespektif islam dalah sehat jasmani, ruhani dan nafsani.3

Dalam penanganannya, penderita gangguan jiwa biasa mendapatkan terapi, termasuk juga dengan teknik psikoterapi yang juga sering digunakan oleh para konselor dalam menangani penderita gangguan mental dan kejiwaan. Psikoterapi juga sebenarnya dipraktekan dalam dunia pendidikan termasuk dipondok pesantren. Teori konseling dan psikoterapi secara tidak lansung seringkali dipraktekkan dalam berbagai permasalahan dan penyakit yang terjadi dilingkungan pondok. Metode kesehatan islami yang tidak lepas dari keilmuan

islami yang tetap berpegang pada syari’at Islam yang bersumber dari Al Qur’an

dan Hadits sangat relevan dengan teori-teori konseling dan psikoterapi, hal ini yang membedakan konseling secara islami memiliki ke-khasan dan nila-nilai spiritual mendalam dalam menghadapi sebuah problematika yang dialami seseorang.

Pelaksanaan penanganan dan upaya penyembuhan bagi para penderita gangguan kejiwaan telah banyak dilakukan di pondok-pondok berbasis salafiah maupun modern seperti halnya Pondok Az Zayni-Malang, Pondok Al- Qadiri-Semarang, Pondok Inabah-Surabaya dan pondok-pondok lain yang melakukan praktek serupa. Begitu juga yang terjadi di sebuah Pondok 99 yang berada di daerah mojokerto, dimana di Pondok 99 menjadi salah satu alternatif bagi para penderita gangguan jiwa sebagai tempat penyembuhan yang telah


(12)

7

banyak diketahui orang terutama oleh mereka yang sudah pernah membawa anggota keluarganya yang memiliki gangguan dan sakit kejiwaan. Menurut informasi yang beredar pada masayarakat awam bahwa Pondok 99 ini dalam menangani para penderita ganggaun kejiwaan tanpa menggunakan obat-obatan medis seperti pada tempat-tempat rehabilitasi pada umumnya.

Kegiatan-kegiatan spiritual seperti peribadatan dan kegiatan-kegiatan sederhana seringkali terlihat dilakukan di Pondok 99 ini. Selain itu pondok tersebut seluruh santrinya adalah mereka penderita gangguan jiwa, namun tidak sedikit para santri di pondok tersebut yang sembuh dari penyakit kejiwaanya bahkan dapat hidup layaknya orang normal pada umumnya dan kembali pada kondisi sebenarnya seperti dulu, mereka yang pekerja kembali pada pekerjaannya, menjalani kehidupan berkeluarga secara normal dan menikah.

Dalam hal ini peneliti ingin melihat dan menela’ah metode serta peroses

yang terjadi di Pondok 99 baik dalam segi penanganan maupun kegiatan keseharian para penderita ganggaun kejiwaan selama di pondok dan yang dilakuka oleh pengasuh dan pengurus pondok yang ada dalam rangka penyembuhan terhadap psikopatologi yang mereka alami, seperti halnya yang telah terjadi di pondok-pondok lain yang juga menangani hal yang serupa.

Berdasarkan konteks diatas peneliti ingin melakukan penelitian mengenai “Studi

Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam pada Penderita Ganggaun Kejiwaan di Pondok 99 Desa Pandankrajan Kecamatan Kemlagi Kabupaten


(13)

8

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang masalah tersebut di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam yang dilakukan oleh pengasuh Pondok 99 pada penderita gangguan kejiwaan di Desa Pandankrajan Kecamatan Kemlagi Kabupaten Mojokerto?

2. Kendala apa saja dan bagaimana solusinya dalam pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam pada penderita gangguan kejiwaan oleh pengasuh Pondok 99 di Desa Pandankrajan Kecamatan Kemlagi Kabupaten Mojokerto?

C.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam yang dilakukan oleh pengasuh pondok pada penderita gangguan kejiwaan di Pondok 99 Desa Pandankrajan Kecamatan Kemlagi Kabupaten Mojokerto, baik mengenai prosedural, proses, serta pendekatan yang digunakan.

2. Untuk mengetahui Kendala apa saja yang dihadapi oleh pengasuh dan pengurus dalam pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam pada penderita gangguan kejiwaan di Pondok 99 di Desa Pandankrajan Kecamatan Kemlagi Kabupaten Mojokerto.


(14)

9

D.Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat teoritis

a. Memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan di bidang Bimbingan dan Konseling Islam, khususnya dalam pengembangan secara teoritis tentang studi pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam pada penderita gangguan kejiwaan.

b. Dapat dijadikan sebagai bahan rujukan pada peneliti selanjutnya pada kajian yang sama dengan ruang lingkup yang lebih luas dan mendalam dibidang Bimbingan dan Konseling Islam.

2. Manfaat praktis

a. Bagi peneliti, dapat menambah pengalaman dan pengetahuan tentang studi pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam pada penderita gangguan kejiwaan.

b. Bagi lembaga,dapat dijadikan acuan atau pedoman utuk memberikan rekomendasi kepada pembina dalam pemberian dalam pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam pada penderita gangguan kejiwaan. c. Bagi jurusan, penelitian ini dapat menambah koleksi kajian tentang


(15)

10

E.Definisi Konsep

Untuk menghidari ketidaksamaan dalam mendeskripsikan istilah-istilah dan kata-kata yang ada dalam penelitian ini, maka peneliti akan memaparkan beberapa hal yang berkenaan dengan penelitian kami. Yang akan peneliti mulai dengan mendeskripsikan variabel yang ada pada judul penelitian.

1. Bimbingan dan Konseling Islam

Menurut Aunur Rahim Faqih, “Bimbingan dan Konseling Islam adalah

proses pemberian bantuan kepada individu agar menyadari kembali eksistensinya sebagai makhluk Allah SWT yang seharusnya dalam kehidupan keagamaan senantiasa selaras dengan ketentuan-ketentuan ,petunjuk dari Allah SWT, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di

dunia dan di akhirat”.4 Sedangkan menurut Ahmad Mubarok, “Bimbingan

dan Konseling Islam adalah usaha pemberian bantuan kepada seorang atau kelompok orang yang sedang mengalami kesulitan lahir dan batin dalam menjalankan tugas-tugas hidupnya dengan menggunakan pendekatan agama, yakni dengan membangkitkan kekuatan getaran batin di dalam dirinya untuk mendorong mengatasi masalah yang dihadapinya.

Bimbingan dan Konseling sebenarnya terdiri dari dua kata yang berbeda, namun keduanya tidak dapat dipisahkan karena keduanya sama-sama mempunyai arti membantu. Dalam hal ini peneliti mengkaitkan proses bimbingan dan konseling kepada orang gila sesuai dengan studi pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam. (Musnamar, 1992 : 5)

4Aunur Rahim Faqih, Bimbingan Konseling Dalam Islam, (Yogyakarta: UII PRESS,


(16)

11

2. Penderita Gangguan Kejiwaan

Penderita gangguan kejiwaan adalah orang-orang yang bermasalah secara kejiwaan atau psikis berupa gangguan jiwa dan sakit jiwa pada dirinya, sehingga mereka biasa disebut penderita gangguan kejiwaan. Sedangkan gangguan jiwa itu sendiri adalah gangguan yang menyebabkan kepribadian seseorang terganggu sehingga tidak sanggup atau mengalami berbagai

kegagalan dalam menjalani tugas kehidupannya setiap hari.5 Berdasarkan

hasil penelitian dapat dikatakan bahwa gangguan kejiwaan adalah kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik maupun mental. Keabnormalan tersebut tidak disebabkan oleh sakit atau rusaknya bagian-bagian anggota badan meskipun kadang-kadang gejalanya

terlihat dengan fisik.6 Gejala yang mereka alami disebabkan konflik batin,

psikis dan pikiran akibat dari permasalahan sosial, ekonomi, bisnis, percintaan, pendidikan, supranatural, narkotika dan penurunan kesehatan mental dan psikisnya disebabkan lanjut usia.

F. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah suatu teknik, cara dan alat yang di pergunakan untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan dengan menggunakan metode ilmiah. Untuk itu agar dapat menghasilkan penelitian yang baik, penulis menggunakan beberapa metode penelitian yang diperlukan dalam penulisan proposal ini.

5 Isep Zainal Arifin, Bimbingan penyuluhan Islam, hal.16

6


(17)

12

Adapun beberapa metode yang penulis pergunakan antara lain : 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian merupakan suatu kegiatan (ilmiah) yang ditempuh melalui serangkaian proses yang panjang. Dalam konteks ilmu sosial, kegiatan penelitian diawali dengan adanya minat untuk mengkaji secara mendalam terhadap munculnya fenomena tertentu. Dengan di dukung oleh penguasaan teori dan konseptualisasi yang kuat atas fenomena tertentu, peneliti mengembangkan gagasannya kedalam kegiatan lainnya berupa listing berbagai alterntif metode penelitian untuk kemudian ditentukan secara

spesifik mana yang paling sesuai.7

Dalam mengkaji pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam pada penderita gangguan kejiwaan di Pondok 99 peneliti menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Metode kualitatif juga sering disebut penelitian naturalistik, karena dilakukan pada kondisi obyek yang naturalistik. Sedangkan jenis pendekatan penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif, yaitu suatu penelitian untuk memaparkan apa yang

terdapat atau apa yang terjadi dalam sebuah lapangan atau wilayah tertentu.8

Dalam metode penelitian kualitatif perlu melibatkan diri dalam kehidupannya dan manusia pelakunya, keterlibatan ini disebabkan oleh adanya hubungan dengan subyek tersebut, dan bahkan lebih jauh dari

7 Burhan Bugin, Penelitian Kualitatif, (Jakarta : Raja Grafindo, 2007), hal 41. 8 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hal. 3


(18)

13

keterlibatan ini peneliti harus mengidentifikasi diri dan bersatu ras dengan subyek sehingga ia dapat mengerti dengan menggunakan karakter berfikir

obyektif.9

Maka dari itu dalam hal ini peneliti langsung terjun ke lapangan dengan melakukan pendekatan dengan objek sehingga memperoleh data-data yang menyeluruh dan juga tertulis mengenai penelitian yang dilakukan.

2. Sasaran dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini megunakan penelitian lapangan atau field research yakni

penelitian yang langsung dilakukan dilapangan.10 Adanya fokus penelitian

yang diteliti adalah tentang pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam pada penderita gangguan kejiwaan di pondok 99 Desa Pandankrajan Kecamatan Kemlagi Kabupaten Mojokerto. Penelitian yang dilakukan untuk mengamati pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam oleh pengasuh Pondok 99 terhadap penderita gangguan kejiwaan di pondok tersebut.

3. Jenis dan Sumber Data

Menurut sugiyono data kualitatif adalah data yang berbentuk kata-kata, kalimat, skema, gambar, dan tidak berupa angka-angka yang menyangkut sejarah, struktur organisasi atau hasil wawancara terhadap obyek penelitian berupa jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang dilakukan. Jenis data yang peneliti gunakan adalah:

a. Jenis data utama (primer)

Adapun data premier yang di cari merupakan data yang didapat dari

9 Arif Furqon, Pengantar Metodologi Penelitian, (Surabaya: Usaha Nasional, 1992), hal. 27. 10 M. Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Metode Penelitian dan Aplikasinya, ( Jakarta:


(19)

14

proses penggalian data berupa wawancara yang meliputi: profil dan sejarah Pondok 99, pendekatan, landasan pelaksanaan penanganan, prosedur, proses dan metode penangan dan kendala yang di alami.

b. Jenis data sekunder

Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua yang diusahakan sendiri oleh peneliti maupun data yang sudah ada dan sebagai pelengkap data primer. Adapun data yang diperoleh dari observasi dan dokumentasi di Pondok 99 Desa Pandankrajan Kecamatan Kemlagi Kabupaten Mojokerto yang meliputi: kondisi lingkungan, sarana dan prasarana, kegiatan-kegiatan yang ada termasuk proses pelaksanaan penanganan, serta sumber data lainnya yang ada hubungannya dengan pembahasan.

Sedangkan sumber data dalam penelitian ini adalah : a. Sumber data utama (primer)

Sumber data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya melalui wawancara untuk diamati dan dicatat dalam bentuk pertama kalinya dan merupakan bahan utama penelitian. Sumber data ini meliputi: pengasuh dan pengurus Pondok 99 Desa Pandankrajan Kecamatan Kemlagi Kabupaten Mojokerto.

b. Sumber data sekunder

Sedangkan sumber data sekunder untuk mengumpulkan informasi yang diinginkan dapat diambil, maka diperlukan informan sebagai pendukung kualitas suatu penelitian. Seorang informan adalah orang yang


(20)

15

paling tahu dalam penggalian data pada penelitian jenis deskriptif, karena itu penentuan informan yang tepat sangat penting. Prosentase dalam tabel informan diasumsikan bahwa orang terpilih untuk dijadikan informan telah dianggap dapat memberikan informasi sebagaimana yang diharapkan. Dalam hal ini peneliti menentukan informan dalam penelitian kali ini di Pondok 99 antara lain: keluarga pondok, pengurus, para santri baik yang ada maupun alumni, serta subjek sosial di sekitar lingkungan pondok termasuk di dalamnya perangkat desa terkait.

Fungsi dari informan adalah membantu agar secepatnya dan seteliti mungkin bagi peneliti yang belum berpengalaman disamping itu fungsi dari informan adalah supaya dalam relative singkat peneliti banyak memperoleh informasi yang dibutuhkan karena informasi sangat berarti bagi penelitian sebagai tema berbicara, bertukar pikiran dan membandingkan dengan situasi dan kondisi ditempat penelitian.

Adapun informasi yang dibutuhkan disini seperti halnya terkait dengan proses penanganan, kegiatan-kegiatan, dan kendala-kendala yang dialami pada pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam pada penderita gangguan kejiwaan di Pondok 99, paradigma sosial masyarakat sekitar terhadap Pondok 99, kondisi sosial dan geografis, serta informasi yang ada hubungannya dan dapat mendukung objek penelitian yang dilakukan. 4. Tahap-tahap Penelitian

Untuk mempermudah dalam melakukan penelitian, tahap-tahap yang digunakan peneliti adalah penelitian kualitatif menjadi 3 tahap tahapan.


(21)

16

Yaitu, 1) Tahap Pra Lapangan 2)Tahap Kegiatan Lapangan 3) Tahap Analisis Data.

a. Tahap Pra Lapangan

1) Menyusun Rancangan Penelitian

Dalam tahap penyusunan rancangan penelitian ini peneliti terlebih dahulu mencari dan menelaah fenomena yang dianggap sangat penting untuk diteliti, selanjutnya untuk mempelajari literatur serta penelitian yang lain dan relevan dengan pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam bagi penderita gangguan kejiwaan. Kemudian merumuskan latar belakang, tujuan, dan merumuskan masalah serta menyiapkan rancangan yang diperlukan untuk penelitian yang akan dilaksanakan.

2) Memilih lapangan penelitian

Langkah selanjutnya yang ditempuh oleh peneliti adalah memilih dan menentukan lapangan penelitian yang akan dijadikan sebagai objek penelitian. Dalam hal ini yang menjadi objek lapangan penelitian adalah di Pondok 99 Desa Pandankrajan Kecamatan Kemlagi Kabupaten Mojokerto.

3) Mengurus Perizinan

Dalam hal ini peneliti menyiapkan berkas-berkas perizinan yang akan diberikan kepada pihak-pihak yang berwenang untuk memberikan izin untuk melakukan penelitian tersebut. Kemudian melaksanakan penelitian dan melakukan langkah-langkah selanjutnya yang sesuai


(22)

17

dengan kaidah ilmiah.

4) Menjajaki dan Menilai keadaan lapangan

Maksud dan tujuan penjajakan lapangan adalah berusaha mengenal beberapa unsur sosial, fisik dan keadaan alam. Jika peneliti telah mengenalnya, maksud dan tujuan lainnya adalah supaya peneliti mempersiapkan yang diperlukan. Pengenalan lapangan dimaksudkan pula untuk menilai keadaan, situasi, latar dan konteks, apakah terdapat

kesesuaian yang digambarkan dan dipikirkan peneliti.11Pada tahap ini

peneliti menilai keadaan lapangan melalui observasi, dokumentasi dan wawancara kepada seluruh pihak yang bersangkutan di Pondok 99. 5) Memilih dan memanfaakan informan

Informan penelitian adalah orang yang memberikan informasi dan data-data yang berkaitan dengan penelitian yang sedang dilakukan karena itulah informan harus benar-benar orang yang mempunyai pengetahuan atau informasi tentang hal-hal yang dalam penelitian ini yang berkaitan dengan penelitian ini, dan menjadi informan disini adalah pengasuh pondok (konselor), keluarga pondok, pengurus, para santri baik yang ada maupun alumni, serta subjek sosial di sekitar lingkungan pondok termasuk di dalamnya perangkat desa terkait. 6) Menyiapkan perlengkapan penelitian

Peneliti menyiapkan perlengkapan penelitian antara lain berupa padoman wawancara, peralatan tulis menulis, alat perekam suara, dan

11 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosada Karya,


(23)

18

alat serta fasilitas lainnya yang menunjang pelaksanaan penelitian. 7) Persoalan Etika Penelitian

Persoalan etika akan timbul apabila peneliti tidak menghormati, tidak mematuhi, dan tidak mengindahkan nilai-nilai masyarakat dan

pribadi tersebut.12 Dalam hal ini peneliti harus dapat menyesuaikan

norma-norma dan nilai-nilai yang ada pada objek penelitian. b. Tahap Kegiatan Lapangan

Setelah pekerjaan pra lapangan dianggap cukup, maka peneliti bersiap-siap untuk masuk ke lokasi penelitian dengan membawa perbekalan yang disiapkan sebelumnya. Agar bisa masuk ke lokasi penelitian dengan mulus, maka ada beberapa hal yang perlu disiapkan,

yakni:13

1. Memahami latar penelitian dan persiapan diri 2. Memasuki lapangan

3. Berperan serta dalam mengumpulkan data 4. Tahap analisa data

c. Tahap Analisis Data

Pada tahap ini peneliti mengkritisi data yang sudah diperoleh dari penelitian tersebut. Dari hasil analisis akan ditemukan kelebihan dan kendala dalam proses, prosedural dan landasan teori yang diterapkan dalam penanganan, sehingga bisa menjadikan suatu acuan untuk meminimalisir kelemahan tersebut.

12 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, hal. 89

13 Moh. Kasiram, Metodologi Penelitian Kualitatif-kuantitatif, (Malang: UIN-Maliki Press,


(24)

19

Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam analisis data kualitatif yaitu penafsiran dan pemaknaan data. Analisis ini dilakukan sejak peneliti memasuki lapangan. Jadi, ketika memasuki lapangan dan sudah mulai mengumpulkan data, maka ketika itu pula sudah dilakukan analisis. Penafsiran dan pemaknaan akan berkembang dan berubah sesuai perkembangan dan perubahan data yang ditemukan dilapangan. Ketepatan penafsiran dan pemaknaan bergantung pada ketajaman analisis, bukan

pada hitungan statistika.14

5. Teknik Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data merupakan suatu cara yang ditempuh oleh peneliti untuk memeperoleh data yang diteliti. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Interview (wawancara)

Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan

makna dalam suatu topik tertentu. 15 Wawancara dimulai dengan

mengemukakan topik yang umum untuk membantu peneliti memahami perspektif makna yang diwawancarai. Hal ini sesuai dengan asumsi dasar penelitian kualitatif, bahwa jawaban yang diberikan harus dapat memberikan perspektif yang diteliti bukan sebaliknya, yaitu perspektif dari peneliti sendiri.

14 Zainal Arifin, penelitian pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya), hal 162 15Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta, 2012),


(25)

20

Dalam wawancara ini dilakukan secara efektif, yakni dalam waktu

yang sesingkat-singkatnya informasi sebanyak-banyaknya dan

menggunakan bahasanya harus jelas, terang dan terarah. Seperti yang diungkapkan Nur Syam, bahwa suasana wawancara itu harus tetap rileks, metode interview digunakan untuk mengumpulkan data yang dilakukan

melalui wawancara atau tatap muka secara langsung.16

Dalam penelitian ini maka peneliti melakukan wawancara kepada :

1) Pengasuh pondok (konselor) yang terkait dengan nama konselor, usia

konselor, pendidikan yang di tempuh baik formal maupun non formal, gambaran umum tentang klien dan lokasi pondok, bagaimana prosedural, proses dan pendekatan atau metode yang di gunakan dalam menangani penderita gangguan kejiwaan, kendala apa saja yang dihadapi dalam pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam bagi penderita gangguan kejiwaan.

2) Pengurus dan keluarga pondok yang terkait dengan kegiatan-kegiatan

yang dilakukan di Pondok 99, gambaran umum tentang konselor dan klien, proses pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam pada penderita gangguan kejiwaan, kendala yang dialami dalam kegiatan maupun proses pelaksanaan bimbingan dan konseling Islam.

3) Santri pondok (klien) yang ada dan dapat dimintai keterangan terkait

kegiatan-kegiatan yang ada 99 dan proses pelaksanaan Bimbingan dan


(26)

21

Konseling Islam pada penderita gangguan kejiwaan di pondok 99.

4) Informan terkait objek yang di teliti seperti para alumni dan masyarakat

sosial disekitar pondok 99 terkait geografis desa, lingkungan sosial, paradigma masyarakat terhadap Pondok 99 dan hal-hal lain yang mendukung pembahasan.

b. Observasi (pengamatan)

Observasi atau pengamatan adalah alat pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan

pengindraan.17 Menurut Sukardi, observasi adalah cara pengambilan data

dengan menggunakan salah satu panca indra penglihatan sebagai alat bantu utamanya untuk melakukan pengamatan langsung, selain panca indra biasanya penulis menggunakan alat bantu lain sesuai dengan kondisi lapangan antara lain buku catatan, kamera, film, proyektor, checklist yang

berisi obyek yang diteliti dan lain sebagainya.18

Dari uraian diatas, maka peranan peneliti adalah sebagai pengamat yang mengamati suasana dan kondisi lingkungan Pondok 99, sarana dan prasarana, kesibukan para pengurus terutama pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dalam bentuk penanganan terhadap penderita gangguan kejiwaan di Pondok 99 termasuk didalamnya mengenai jalannya proses penanganan, kegiatan-kegitan yang dilaksanakan. Peneliti disini tidak sepenuhnya berperan serta secara aktif, tetapi ikut berbaur dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan dengan masih melakukan fungsinya.

17 Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, hal. 115

18 Sukardi, Metodelogi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya, (Jakarta: Bumi


(27)

22

c. Dokumentasi

Dokumen merupakan sarana pembantu peneliti dalam

mengumpulkan data atau informasi dengan cara membaca surat-surat, pengumuman, iktisar rapat, pernyataan tertulis kebijakan tertentu dan bahan-bahan tulisan lainnya. Metode pencarian data ini sangat bermanfaat karena dapat dilakukan dengan tanpa mengganggu obyek atau suasana penelitian. Peneliti dengan mempelajari dokumen-dokumen tersebut dapat

mengenal budaya dan nilai-nilai yang dianut oleh obyek yang diteliti.19

Sumber-sumber informasi non manusia, seperti dokumen dan rekaman atau catatan dalam penelitian kualitatif seringkali diabaikan, sebab dianggap tidak dapat disejajarkan keakuratannya dan perinciannya dengan hasil wawancara dan observasi yang ditangani langsung oleh peneliti sebagai tangan pertama. Sumber data non manusia merupakan suatu yang sudah tersedia dan peneliti pintar memanfaatkannya. Suharsimi Arikunto menyebutkan dokumentasi bisa berupa catatan, surat kabar,

dokumen, agenda dan sebagainya. 20

Dari uraian diatas, maka peranan peneliti dalam kegiatan dokumentasi akan mengambil objek-objek atau data yang dapat menunjang pembahasan seperti: gambaran kondisi lingkungan, saat proses penangan maupun kegiatan, sosok subjek terkait pembahasan, data-data mengenai pengasuh pondok, klien dan data-data tentang Pondok 99.

19 Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, (Yogyakarta: Graha

Ilmu, 2006), hal. 224-225.

20 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Yogyakarta:


(28)

23

Peneliti disini selain tidak menganggu jalannya sebuah proses pelaksanaan penangan atau kegiatan yang dilakukan juga dapat mengetahui dan mengenal pola sosial atau budaya yang ada di Pondok 99, serta dapat mengambil gambaran secara umum yang mendukung pembahasan dari data-data yang diperoleh baik bentuk tulisan maupun catatan yang ada.

Tabel 1.1

Jenis Data, Sumber Data Dan Teknik Pengumpulan Data No

. Jenis data Sumber data TPD

1

Gambaran umum lokasi penelitian

Dokumentasi +informan

W + O+ D

2 Gambaran umum tentang

konselor dan klien

Konselor+informan W+O

3

Kegiatan, Prosedural, proses dan pendekatan yang digunakan dalam pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam pada penderita gangguan kejiwaan di Pondok 99

Konselor+informan

W+O

4

Kendala yang dialami oleh

pengasuh dan pengurus

pondok dalam pelaksanaan

Bimbingan dan Konseling

Islam pada penderita gangguan kejiwaan di Pondok 99

Konselor+informan

O+W

Keterangan :

TPD : Teknik Pengumpulan Data

O : Observasi

W : Wawancara


(29)

24

6. Teknik analisis Data

Analisis data merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis catatan-catatan hasil observasi, wawancara untuk pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti, serta mengajukannya sebagai suatu temuan bagi orang lain.

Peneliti melakukan pemprosesan dan pengaturan seluruh data yang telah didapatkan dan mengorganisasikannya kedalam suatu pola, kategori, serta satuan uraian dasar yang mendeskripsikan tentang keadaan obyek penelitian yang diteliti.

Untuk mengetahui data tentang pelaksanaan bimbingan dan konseling Islam bagi penderita gangguan kejiwaan pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam pada penderita gangguan kejiwaan di Pondok 99, peneliti menganalisisnya dengan menggunakan teknik analisis deskriptif dengan cara memaparkan tentang apa yang didapatkan atau apa yang terjadi dilokasi penelitian sehingga memperoleh data-data yang menyeluruh tentang pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam yang diterapkan bagi penderita gangguan kejiwaan.

Sedangkan untuk meningkatkan pemahaman tersebut, analisis perlu dilanjutkan dengan upaya mencari makna. Dalam mengelola data-data yang diproses dipakai metode sebagai berikut :

a. Pemeriksaan Kembali (Editing)

Yaitu pemeriksaan kembali terhadap semua data-data yang akan diperoleh dilapangan tentang upaya pelaksanaan Bimbingan dan


(30)

25

Konseling Islam pada penderita gangguan kejiwaan. Terutama dari segi tugas pokok dan fungsi konseling yang di lihat secara pendekatanya dan teori-teori yang ada, sesuai dengan apa yang terjadi dan dilakukan di lapangan.

b. Pengorganisasian

Menyusun dan mensistemasikan data-data yang diperoleh dalam kerangka paparan yang sudah direncanakan sebelumnya untuk perumusan deskripsi. Dalam hal ini data-data mengenai Bimbingan dan Konseling Islam yang sudah didapatkan di jadikan acuan sebagai proses pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam pada penderita gangguan kejiwaan di pondok 99.

c. Analisis Lanjutan

Melakukan analisis lanjutan terhadap hasil-hasil editing dan pengorganisasian data dengan menggunakan kaidah, dalil dan lain sebagainya. Sehingga diambil kesimpulan mengenai pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam pada penderita gangguan kejiwaan.

Menurut Patto, yang dikutip Lexy J. Moleong bahwa analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasi ke dalam pola, kategori dan satuan-satuan dasar, sedangkan penafsiran data adalah memberikan signifikasi terhadap analisis penjelasan pola uraian mencari hubungan antara dimensi dan uraian. Dalam hal ini berkaitan dengan pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam di pondok 99.


(31)

26

7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Salah satu syarat bagi analisis data adalah dimilikinya data yang valid dan reliabel. Untuk itu, dalam kegiatan penelitian kualitatif pun dilakukan upaya validasi data. Objektivitas dan keabsahan data penelitian dilakukan dengan melihat reliabilitas dan validitas data yang diperoleh. Adapun untuk reliabilitas, dapat dilakukan dengan pengamatan sistematis, berulang, dan dalam situasi yang berbeda.

Untuk mengetahui valid atau tidaknya data itu, maka perlu adanya keabsahan data, yang disini ada 4 kriteria, salah satu diantaranya adalah credibility (derajat kepercayaan). Fungsi dari credibility adalah untuk menunjukkan derajat kepercayaan dari hasil temuan data yang diperoleh.

Ada tiga teknik agar data dapat memenuhi kriteria validitas dan reliabilitas,21yaitu:

a. Perpanjangan Keikutsertaan

Sebagaimana sudah dikemukakan, peneliti dalam penelitian kualitatif adalah instrumen itu sendiri. Keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan data. Keikutsertaan tersebut tidak hanya dilakukan dalam waktu singkat tetapi memerlukan perpanjangan keikutsertaan pada latar penelitian.

Perpanjangan keikut-sertaan berarti peneliti tinggal di lapangan penelitian sampai kejenuhan pengumpulan data tercapai. Jika hal itu dilakukan maka akan membatasi:

21 Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial Pendekatan Kualitatif dan Kuantitafif,


(32)

27

1) Membatasi gangguan dari dampak peneliti pada konteks, 2) Membatasi kekeliruan (biases) peneliti,

3) Mengkonpensasikan pengaruh dari kejadian-kejadian yang tidak biasa

atau pengaruh sesaat.22

Oleh karena itu keikutsertaan dan keterlibatan peneliti dalam mengumpulkan data sangat menentukan untuk penelitian ini peneliti melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan, prsedural dan proses Bimbingan dan Konseling Islam yang dilakukan oleh pengasuh dan pengurus pondok 99 pada klien (penderita gangguan kejiawan), misalnya keterlibatan peneliti tidak hanya sekali dua kali, melainkan sebanyak mungkin hingga terkumpul data yang memadai.

b. Ketekunan/ Keajegan Pengamatan

Keajegan pengamatan berarti mencari secara konsisten interpretasi dengan berbagai cara dalam kaitan dengan proses analisis yang konstan atau tentatif. Mencari suatu usaha membatasi berbagai pengaruh. Mencari apa yang dapat diperhitungkan dan apa yang tidak dapat.

Seperti yang diuraikan, maksud perpanjangan keikutsertaan ialah untuk memungkinkan peneliti terbuka terhadap pengaruh ganda, yaitu faktor-faktor kontekstual dan pengaruh bersama pada peneliti dan subjek yang akhirnya mempengaruhi fenomena yang diteliti. Berbeda dengan hal itu, ketekunan pengamatan bermaksud menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu


(33)

28

yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci. Dengan kata lain, jika perpanjangan keikutsertaan menyediakan lingkup, maka ketekunan pengamatan menyediakan

kedalaman.23

Ketekunan pengamatan disini bermaksud untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang relevan dengan persoalan pelaksanaan bimbingan konseling islam yang dilakukan oleh konselor (pengasuh pondok) kepada penderita gangguan kejiwaan di pondok 99. Pengamatan yang tekun dan teliti dilakukan untuk mengetahui prosedural, proses dan pendekatan dalam bimbingan dan konseling Islam yang diterapkan pada penderita gangguan kejiwaan, alasan Bimbingan dan Konseling yang diterapkan kepada penderita gangguan kejiwaan dan kendala-kendala yang dialami selama pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam kepada penderita gangguan kejiwaan.

c. Melakukan Trianggulasi.

Trianggulasi dapat didefinisikan sebagai penggunaan dua atau lebih metode pengumpulan data dalam suatu penelitian. Tujuan trianggulasi ialah untuk menjelaskan lebih lengkap tentang kompleksitas tingkah laku manusia dengan lebih dari satu sudut pandang. Ada empat macam Trianggulasi yaitu:

1. Data Triangulation

Yaitu trianggulasi data, dimana peneliti menguji keabsahan data


(34)

29

dengan membandingkan data yang diperoleh dari beberapa sumber data tentang data yang sama dengan teknik pengumpulan data yang berbeda dalam penelitian kulitatif, seperti membandingkan data dari hasil wawancara dengan data hasil observasi.

Dalam hal ini, data mengenai pelaksanaan bimbingan dan konseling Islam pada penderita gangguan kejiwaan di Pondok 99 Desa Pandankrajan Kecamatan Kemlagi Kabupaten Mojokerto yang di peroleh melalui wawancara dibandingkan dengan data yang diperoleh dari pengamatan diharapkan ada kesesuaian data wawancara dan observasi yang dilakukan.

2. Investigator Triangulation

Investigator triangulation adalah pengujian data yang dilakukan dengan membandingkan data yang diperoleh dari beberapa peneliti dalam mengumpulkan data yang semacam. Data yang di dapat dari bebrapa sumber data dilkukan dengan metode yang sama kemudian dilakukan pengecekan antara data yang diperoleh dari wawancara dengan observasi apakah terjadi kesenjangan ataukah terdapat kesesuaian.

3. Theory Triangulation

Theory triangulation yaitu analisis data dengan menggunakan beberapa perspektif teori yang berbeda. Dalam hal ini data yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan teori yang ada dalam hal ini bimbingan dan konseling islam.


(35)

30

4. Methodological Triangulation

Methodological triangulation yaitu pengujian data dengan jalan membandingkan data penelitian yang dilakukan dengan menggunakan

beberapa metode yang berbeda tentang data yang semacam.24

Dalam hal ini, peneliti dapat mengecek hasil temuannya dengan jalan membandingkan dengan berbagai sumber, metode, atau teori. Oleh sebab itu peneliti melakukan triangulasi dengan cara mengajukan berbagai macam variasi pertanyaan agar kepercayaan data dapat dilakukan.

G.Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah dalam pembahasan ini, peneliti membagi pembahasan ke dalam lima bab, yang masing-masing terdiri dari sub-sub bab. Sistematika pembahasan dalam penelitian ini meliputi:

Pertama, Bab I yaitu mengenai pendaduluan yang terdiri dari latar

belakang masalah, yang berisikan alasan atau permasalah yang mendasari penulisan skripsi, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, definisi konsep, motode penelitian, serta sistematika pembahasan.

Kedua, Bab II yaitu mengenai Tinjauan Pustaka, dalam bab ini membahas

tentang kajian teoritik yang meliputi data literatur mengenai studi pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam pada penderita gangguan kejiwaan di Pondok- 99 yang meliputi : pengertian Bimbingan dan Konseling Islam, tujuan dan fungsi BKI, unsur-unsur BKI, asas-asas BKI, unsur-unsur dan langkah-langkah


(36)

31

BKI, selanjutnya memuat tentang gangguan-gangguan kejiwaan, Pengertian gangguan kejiawaan, macam-macam gangguan kejiwaan (Neurosis dan Psikosis), terakhir memuat tentang penanganan gangguan kejiwaan, metode dan teknik penanganan gangguan kejiwaan dalam Islam, berbagai terapi kejiwaan dalam Islam. Kajian kepustakaan penelitian serta penelitian terdahulu yang relevan.

Ketiga, Bab III yaitu penyajian data. Dalam bab ini diuraikan yang isinya meliputi deskripsi umum objek penelitian dan deskripsi hasil penelitian. Deskripsi umum membahas tentang deskripsi lokasi penelitian, deskripsi konselor, deskripsi klien, deskripsi masalah. Sedangkan deskripsi hasil penelitian membahas tentang deskripsi pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam kepada penderita gangguan kejiwaan oleh pengasuh Pondok 99. Serta mendeskripsikan kendala-kendala yang dialami dalam Bimbingan dan Konseling Islam pada penderita gangguan kejiwaan di Pondok 99.

Keempat, Bab IV yaitu memaparkan mengenai analisis data dari pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam bagi penderita gangguan kejiwaan di Pondok 99 dan kendala-kendala yang dialami oleh pengasuh dan pengurus dalam pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam pada penderita gangguan kejiwaan di Pondok 99.

Kelima, Bab V dimana, dalam skripsi ini merupakan bab terakhir, yang di dalamnya berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan beberapa saran dari peneliti terkait dengan penelitian skripsi ini.


(37)

BAB II

BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM, GANGGUAN-GANGGUAN KEJIWAAN DAN PENANGANANNYA

A.Bimbingan dan Konseling Islam

1. Pengertian Bimbingan dan Konseling Islam

Istilah bimbingan maupun konseling yang biasanya diartikan sebagai penyuluhan ternyata tidak hanya dikenal dalam bidang pendidikan saja tetapi juga dipakai dalam bidang-bidang lain, dan saat ini penggunaannya semakin populer. Istilah tersebut misalnya digunakan di bidang pertanian, bidang hukum, bidang kesehatan dan lain-lain.

Dalam bidang-bidang tersebut istilah bimbingan disamakan atau disejajarkan artinya dengan istilah penyuluhan, yakni suatu usaha memberikan bantuan, baik bantuan berupa benda, nasihat, atau petunjuk informasi. Jadi apabila seseorang sudah memberikan bantuan berarti ia telah

memberikan bimbingan atau penyuluhan.25

Dari segi terminologi istilah bimbingan terjemahan dari “guidance”

dan istilah penyuluhan atau konseling terjemahan dari “counseling”.

Bimbingan merupakan suatu bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan individu-individu dalam menghindari atau

25 Elfi Muawanah dkk, Bimbingan Konseling Islam Disekolah Dasar, (Jakarta : PT. Bumi


(38)

33

mengatasi kesulitan-kesulitan didalamnya, agar individu atau kumpulan

individu itu dapat mencapai kesejahteraan hidup.26

Menurut Bimo Walgito bimbingan adalah bantuan atau pertolongan

yang dibetikan kepada individu atau sekelompok individu – individu dalam

menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan di dalam kehidupannya, agar individu atau sekumpulan individu itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya.

Sedangkan Arthur Jhones berpendapat, bimbingan adalah suatu bantuan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain dalam membuat pilihan-pilihan dan penyesuaian-penyesuaian serta dalam membuat pemecahan masalah. Tujuan bimbingan dalah membantu menumbuhkan kebebasan serta kemampuanya agar menjadi individu yang bertanggung jawab terhadap didinya sendiri.

Definisi menurut Dewa Ketut Sukardi menyebutkan bahwa bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis dari pembimbing kepada yang dibimbing agar tercapai kemandirian dalam pemahaman diri dan perwujudan diri dalam mencapai tingkat perkembangan yang optimal dan penyesuaian diri dengan lingkungan. Gladding (2004) menuliskan bahwa (guidance) terkait dengan:

Membantu individu untuk memilih apa yang mereka anggap paling

penting (what they value most). Adanya hubungan antara orang – orang

yang tidak setara (unquals), seperti guru dan murid atau orang tua dan anak.

26 Bimo Walgito, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, (Yogyakarta : Yayasan


(39)

34

Membantu orang yang kurang mempunyai pengalaman untuk menemukan arah dalam hidupnya (dalam Lesmana, 2006, p.2-3).

Secara garis besar, bimbingan (guidance) dapat dimaknai sebagai proses bantuan yang bertujuan membantu individu membuat keputusan penting dalam hidupnya. Bimbingan (guidance) lebih bersifat pencegahan (preventive) yaitu bantuan yang dilakukan untuk membantu individu dalam beradaptasi dan mecapai proses perkembangannya secara pribadi,

intelektual, sosial, emosi dan karirnya.27

Konseling merupakan terjemahan dari kata Counselling. Ada yang

sependapat dengan penerjemahan kata Conselling menjadi penyuluhan, namun ada juga yang kurang sependapat dengan alasan karena penyuluhan

berasal dari kata “suluh”, yang memiliki arti obor (penerangan) sehingga

konseling diartikan penyuluhan, yang berarti memberikan penerangan kepada orang yang belum tahu tentang sesuatu yang belum ia ketahui agar menjadi tahu. Jika diartikan berdasarkan bahasa arab, suluh sama dengan

(حلص )maka akan berarti meluruskan sesuatu yang salah. Barangkali makna

ini lebih tepat untuk mengartikan konseling sebagai kegiatan untuk

meluruskan perilaku yang salah atau kurang sesuai.28

Menurut Dewa Ketut Sukardi (2002) konseling merupakan hubungan timbal balik antara dua individu dimana konselor berusaha membantu konseli untuk mencapai pengertian tentang dirinya sendiri dalam

27 Gantina Komalasari, Teori dan Teknik Konseling, (Jakarta: PT. Indeks,2011), hal.15 28 Elfi Muawanah dkk, Bimbingan Konseling Islam Disekolah Dasar, hal. 55


(40)

35

hubungan dengan masalah-masalah yang dihadapinya pada waktu yang

akan datang.29

Menurut Farid Mashudi menyebutkan bahwa pengertian konseling, secara etimologi, berasal dari bahasa latin, yaitu consilium (dengan atau bersama), yang dirangkai dengan menerima atau memahami. Dalam bahasa Anglo Saxon, istilah konseling berasal dari sellan yang berarti

menyerahkan atau menyampaikan.30

Achmad Juntika Nurihsan menjelaskan dalam bukunya bahwa konseling merupakan upaya membantu individu melalui proses interaksi yang bersifat pribadi antara konselor dan konseli agar konseli mampu memahami diri dan lingkungannya, mampu membuat keputusan dan menentukan tujuan berdasarkan nilai yang diyakininya sehingga konseli

merasa bahagia dan efektif perilakunya.31

Berarti dapat diambil pemahaman bahwa didalam bimbingan dan konseling, individu itu diarahkan kepada pemahaman terhadap potensi- potensi dirinya yang berguna, serta memahami kekurangan-kerkurangan dirinya. Dengan pemahaman itu, individu berusaha mengatasi masalah-masalahnya degan caranya sendiri, dimana dalam hal ini bimbingan merupakan aspek preventif dan konseling merupak aspek kuratif yang mana didalam bimbingan itu ada konseling sebagai alat dalam membantu pemecahan masalah klien.

29 Dewa Ketut Sukardi, Bimbingan dan Konseling di Sekolah,(Jakarta : PT. Rineka Cipta,

2002), ha1.20

30 Farid Mashudi, Psikologi Konseling, (Yongyakarta: Diva Press), hal. 16

31 Achmad Juntika Nurihsan, Bimbingan dan Konseling, (Bandung: PT. Refika Aditama,


(41)

36

Paradigma bimbingan dan konseling jika dilihat dalam prespektif islam maka hal tersebut berbasis kepada ilmu dakwah dengan mengemban misi yang suci (mission sacree), yaitu proses dan upaya menyelamatkan fitrah manusia agar salam, hasanah, thayyibah dunia dan akhirat. Tujuan ini juga sekaligus membedakan bimbingan konseling islam dengan bimbingan dan konseling umumya yang tidak melekatkan sisi spiritualitas dan masalah keselamatan akhir manusia diakhirat.

Berdasarkan analisis sederhana ini, bimbingan dan konseling islam

merupakan pengejawantahan dari dakwah islam dalam bentuk irsyad islam

karena merupakan salah satu bentuk dakwah islam, secara melekat ia terkait dan harus bersumber kepada dakwah dan ilmu dakwah itu sendiri. Disiplin ilmu ini membentuk kopetensi utama dijurusan bimbingan dan konseling islam dengan ciri khas konseling religius. Dalam bingkai ilmu ini, dengan

latarbelakang metodologi penalaran istimbath, istiqra’, dan istibas didapat

dasar-dasar teori BKI dari sumber pokok ( Al qur’an dan Sunnah ),

teori-teori bantu dari bimbinan konseling umum yang telah berkembang dan

berbagai hasi riset sejauh tidak bertentangan dengan sumber pokok.32

Al qur’an dan Sunnah rasul dapatlah diistilahkan sebagai landasan

ideal konsep bimbingan dan konseling islami. Dari Al qur’an dan Sunnah

Rasul itulah gagasan, tujuan dan konsep-konsep bimbingan dan konseling islami bersumber. Seperti yang disebutkan oleh Nabi Mumahamad saw :


(42)

37

ل تل

ل ك

ل ل

ل فل ي

ل ك

لل م

ل للا

ل لل ت

ل ض

ل ل

ل بلاو

ل عل

ل لل

ال

ل

ل عا

ل ت

ل ص

ل ل ت

لل ب

ل هل

ل كل ت

ل ا

ل

ل ل

لل

ل

ل س

ل نل

لل

ل س

ل لو

ل

هجلاملل بال ا (

)

“Aku tinggalkan sesuatu bagi kalian semua yang jika kalian selalu

berpegang teguh kepada-Nya niscaya selama-lamanya tidak akan pernah

salah langkah tersesat jalan; sesuatu itu adalah kitabullah dan sunah

rasulnya.”

(HR. Ibnu Majah)

Dalam gerak dan langkahnya, bimbingan dan konseling islami berlandaskan pula pada berbagai teori yang telah tersusun menjadi ilmu. Sudah barang tentu teori dan ilmu itu, khususnya ilmu-ilmu atau teori-teori yang dikembangkan bukan kalangan islam, yang sejalan dengan ajaran islam sendiri, ilmu-ilmu yang membantu dalam gerak operasional bimbingan dan konsling islami itu adalah ilmu jiwa (psikologi), ilmu hukum

islam (syari’ah), ilmu-ilmu kemasyarakatan (sosiologi, antropologi sosial, dan sebagainya.)

Sedangkan bimbingan dan konseling Islam itu sendiri yaitu proses pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

Pengertian bimbingan konseling Islam menurut M. Arifin yaitu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dalam rangka memberikan bantuan kepada orang lain yang mengalami kesulitan-kesulitan rohaniah dalam lingkungan hidupnya agar orang tersebut mampu mengatasinya


(43)

38

sendiri karena timbul kesadaran atau penyerahan diri terhadap kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, sehingga timbul pada diri pribadinya suatu cahaya harapan kebahagiaan hidup sekarang dan masa yang akan

datang.33

Setelah menguraikan beberapa definisi bimbingan dan konseling menurut para ahli, maka penulis menggabungkan kedua kata tersebut yaitu antara bimbingan dan konseling ditinjau dari segi Islam atau yang disebut dengan bimbingan konseling Islam. Menurut Hamdani Bakran Adz Dzaky, menyatakan bahwasannya ada beberapa hal penting yang perlu diketahui sebelum mengetahui definisi dari bimbingan konseling Islam, diantaranya: 1) Allah meridhai Islam sebagai filsafat hidup

ل ا سإلال ّال ن عل يّ لال

ا

“Sesungguhnya agama yang diridhai Allah adalah Al-Islam”. (Qs. Ali

Imran, 3: 19) 34

2) Al-Qur’an adalah sumber ajaran Islam yang utama

ل ي ت ل لل هل هي فل ب ي للل ا لال ِ

“Kitab ini tidak ada suatu keraguan didalamnya, ia sebagai petunjuk

bagi orang-orang yang bertaqwa”. (Qs. Al-Baqarah, 2: 2) 35

3) Al-Qur’an adalah sumber bimbingan, nasihat dan obat untuk

menanggulangi permasalahan-permasalahan

33 Imam Sayuti Farid, Pokok- Pokok Bahasa Tentang Bimbingan Penyuluhan Agama

Sebagai Teknik Dakwah, (IAIN Sunan Ampel Surabaya : Fakultas Dakwah, 1992), hal. 10

34 Departemen Agama, Al-Quran Dan Terjemah (Surabaya:CV Karya Utama), hal.52 35 Departemen Agama, Al-Quran Dan Terjemah, hal.2


(44)

39

ل ِلا للءا ف ش ل كّ ب ل مل ظ ع و مل ك ت ءا جل قل سا نلالا ّأل َ

ل صلا

ل ه ل

ل ي م ؤ ل لل ْ

“Wahai manusia sesungguhnya telah datang kepadamu suatu pelajaran

dari Tuhanmu dan obat terhadap masalah-masalah yang ada, petunjuk

dan rahmat bagi orang-orang yang beriman”. (Qs. Yunus, 10: 57) 36

4) Para Rasul, Nabi, Auliya-Nya atau para ahli waris mereka adalah konselor dan terapis Allah SWT

ل ي ل ه ت َ أل م ْ ل علو ل ت يل م ْ مللو س ل يّ يّ مألال ِل ع بل ّال و ه

ل م ُ ّ ل ع ي ل م ّْ ك َ

ل ف لل ب قل ملاو ن َل

ا ل ْ ح لا ل ا لا

لي ب مل ا ضلي

Dialah Allah yang telah mengutus ditengah-tengah orang-orang yang

kurang wawasan seorang Rasul dari kalangan mereka, ia akan

membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka dan mensucikan mereka

serta mengajarkan kepada mereka Al-kibab dan Al-hikmah. Dan

sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang

nyata”. (Qs. Al-Jum’ah, 62: 2).37

5) Allah SWT yang Maha Konselor dan Maha Terapis

ل ي خل ملاو ف ن تلا م ل ءا ش يل مل ّل ّال ل ل ُا هل ي ل عل س ي ل

ل

ل نأل ف

ل ك س ف

Bukanlah hakmu

membuat mereka mendapatkan petunjuk, akan tetapi

Allahlah yang akan memberikan petunjuk kepada siapa saja yang Dia

kehendaki”. (Qs. Al-Baqarah, 2: 272) 38

36 Departemen Agama, Al-Quran Dan Terjemah, hal.215 37 Departemen Agama, Al-Quran Dan Terjemah, hal.553 38 Departemen Agama, Al-Quran Dan Terjemah, hal.46


(45)

40

6) Adanya kewajiban mencari jalan menuju kepada perbaikan dan perubahan

ا ها ج ل َي س و لال ه ي ل الاو غ ت با ل ّالاو تالاو م أل ي ّالا ّأل َ

ل

ل ك ل ع لل ِي ب سل ِ

ل و ح ل ف ت

Wahai orang-orang yang telah beriman, bertakwalah kepada Allah dan

carilah jalan menuju kepada-Nya, dan berjihadlah di jalan-Nya, agar

supaya kamu memperoleh kemenangan”. (Qs. Al-Maidah, 5: 35)39

7) Akibat meninggalkan ketentuan dan hukum-hukum Al-Qur’an

ل ف َ لال ُل ئ ل أ فل ّال َ نألا بل ك َل م لل م

Dan siapa saja tidak memutuskan suatu hal dengan apa yang Allah

telah turunkan, maka mereka itu adalah orang-orang yang ingkar”.

(Qs. Al-Maidah, 5: 44) .40

Kemudian mendefinisikan bimbingan konseling Islam sebagai suatu aktivitas memberikan bimbingan, pelajaran, dan pedoman kepada individu yang meminta bimbingan (konseli) dalam hal bagaimana seharusnya seorang konseli dapat mengembangkan potensi akal fikirannya, kejiwaannya, keimanan dan keyakinan serta dapat menanggulangi problematika hidup dan kehidupannya dengan baik dan benar secara

mandiri yang berparadigma kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah Rasulullah

SAW.

Sedangkan menurut Aunur Rahim Faqih dalam bukunya “Bimbingan dan Konseling Dalam Islam”, mendefinisikan pengertian bimbingan

39 Departemen Agama, Al-Quran Dan Terjemah, hal.113 40 Departemen Agama, Al-Quran Dan Terjemah, hal.115


(46)

41

konseling Islam adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat

mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.41

Dari beberapa paparan diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa bimbingan konseling Islam adalah proses pemberian bantuan kepada individu terhadap masalahnya dalam rangka mencari pemecahan masalah dengan cara dan jalan yang sesuai dengan landasan hukum dan ajaran islam agar individu yang bermasalah dapat memperbaiki kondisinya baik secara duniawi maupun ukhrawi.

2. Tujuan BKI

Secara garis besar atau umum, tujuan bimbingan dan konseling Islami

itu dirumuskan sebagai “membantu individu menwujudkan dirinya sebagai

manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat”.

Bimbingan dan konseling sifatnya hanya merupakan bantuan, individu yang dimaksud disini adalah orang yang dibimbing atau diberi konseling, baik

baik orang perorangan maupun kelompok. “Mewujudkan diri sebagai manusia seutuhnya” berarti berarti mewujudkan diri sesuai dengan hakikat sebagai manusia untuk menjadi manusia yang selaras perkembangan unsur dirinya dan pelaksanaan fungsi atau kedudukannya sebagai makhluk Allah (makhluk religius), makhluk individu, makhluk sosial, dan sebagai makhluk berbudaya.


(47)

42

Orang yang menghadapai masalah, lebih-lebih jika berat, maka yang bersangkutan tidak merasa bahagia. Bimbingan dan konseling Islami berusaha membantu individu agar bisa hidup bahagia, bukan saja di dunia melainkan juga diakhirat. Karena itu tujuan kahir bimbingan dan konseling Islami adalah kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Bimbingan dan konseling Islami berusaha membantu mencegah jangan sampai individu menghadapi atau menemui masalah.

Adapun tujuan dari bimbingan dan konseling Islam yaitu :

a. Tujuan umum yaitu membantu individu mewujudkan dirinya menjadi

manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.

b. Tujuan khusus yaitu :

1) Membantu individu agar tidak menghadapi masalah.

2) Membantu individu mengatasi masalah yang sedang dihadapinya.

3) Membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan

kondisi yang baik atau yang telah baik agar tetap baik atau menjadi lebih baik, sehingga tidak akan terjadi sumber masalah bagi dirinya

dan orang lain.42

Jadi, tujuan dari bimbingan konseling Islam adalah membantu individu dalam menghadapi masalah yang sedang terjadi, dengan membantu mengembangkan segi-segi positif yang mungkin dimiliki sehingga menjadi manusia seutuhnya dan dapat mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.


(48)

43

3. Fungsi BKI

Dengan memperhatikan tujuan umum dan tujuan khusus bimbingan dan konseling dalam Islam, dapatlah dirumuskan fungsi dari bimbingan dan konseling dalam Islam yaitu :

a. Fungsi preventif

Yaitu membantu individu menjaga atau mencegah timbulnya masalah bagi dirinya.

b. Fungsi kuratif atau korektif

Yaitu membantu individu memecahkan masalah yang sedang dihadapi atau dialaminya.

c. Fungsi preservatif

Yaitu membantu individu menjaga agar situasi dan kondisi yang semula tidak baik (mengandung masalah) menjadi baik (terpecahkan) dan kebaikan itu bertahan lama (in state of good).

d. Fungsi developmental atau pengembangan

Yaitu membantu individu memelihara mengembangkan situasi dan kondisi yang telah baik agar tetap baik atau menjadi lebih baik, sehingga tidak memungkinkannya menjadi sebab munculnya masalah

baginya.43


(49)

44

4. Unsur – unsur BKI

a. Konselor

Konselor atau pembimbing adalah orang yang mempunyai kewenangan (kompetensi) untuk melakukan bimbingan dan konseling Islam. Adapun syarat -syarat untuk menjadi konselor atau pembimbing, yaitu :

1) Seorang pembimbing harus mempunyai pengetahuan yang cukup

luas, baik dari segi teori maupun dari segi praktik.

2) Didalam segi psikologik, seorang pembimbing akan dapat

mengambil tindakan yang bijaksana, jika pembimbing telah cukup dewasa dalam segi psikologiknya yaitu adanya kemantapan atau kestabilan di dalam psikologiknya, temtama dalam segi emosi.

3) Seorang pembimbing hams sehat dari segi jasmani maupun

rohaninya.

4) Seorang pembimbing harus mempunyai sikap kecintaan terhadap

pekerjaannya dan juga terhadap klien atau individu yang dihadapinya.

5) Seorang pembimbing harus mempunyai inisiatif yang cukup baik,

sehingga dengan demikian dapat diharapkan adanya kemampuan dalam usaha bimbingan dan penyuluhan kearah keadaan yang lebih sempurna demi untuk kemampuan yang lebih baik.

6) Seorang pembimbing harus bersifat supel, ramah tamah, sopan


(50)

45

7) Seorang pembimbing diharapkan mempunyai sifat - sifat yang

dapat menjalankan prinsip - prinsip serta kode etik dalam

bimbingan dan penyuluhan dengan sebaik- baiknya. 44

Sedangkan persyaratan bagi seorang konselor bimbingan dan penyuluhan menurut Aunur Rahim Faqih dikelompokkan sebagai berikut:

1) Kemampuan profesional.

2) Sifat kepribadian yang baik.

3) Kemampuan kemasyarakatan (berukhuwah Islamiyah)

4) Ketaqwaan kepada Allah.45

b. Klien (counsele)

Konseli atau yang biasa disebut klien adalah individu yang mempunyai masalah yang memerlukan bantuan bimbingan dan

konseling. Menurut Ws. Wingkel dalam bukunya “ Bimbingan dan

Konseling di Instansi Pendidikan” mengemukan pendapat syarat sebagai

seorang klien adalah:

1) Motivasi yang mengandung keinsyafan akan adanya suatu masalah,

kesediaan untuk membicarakan masalah itu dengan penyuluhan, dan ada keinginan untuk mencari penyelesaian dari masalh itu.

2) Keberanian untuk mengekspresikan diri, kemampuan untuk

membahas informasi/ data yang diperlukan.

44 Bimo Walgito, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, hal.36 -37 45 Aunur Rahim Faqih, Bimbingan Konseling Dalam Islam, hal. 46


(51)

46

3) Keinsyafan akan tanggung jawab yang dipikul sendiri akan keharusan

berusaha sendiri.46

c. Masalah

Masalah adalah kesenjangan antara harapan, cita-cita dan kenyataan. Adapun masalah-masalah yang dihadapi dalam bimbingan konseling Islam diantaranya, pernikahan dan keluarga, pendidikan, sosial

(kemasyarakatan), pekerjaan (jabatan), dan juga masalah keagamaan.47

d. Metode

Metode dan teknik bimbingan dan konseling Islami secara garis besar dapat disebutkan lazimnya bimbingan dan konseling memiliki metode dan teknik masing-masing.

Metode lazim diartikan sebagai cara untuk mendekati masalah sehingga diperoleh yang memuaskan, sementara teknik yang merupakan penerapan metode tersebut. Dalam prektek metode bimbingan dan konseling Islami akan diklasifikasikan berdasarkan segi komunikainya diantaranya: 1). Metode komunikasi langsung, 2). Metode komunikasi

tidak langsung.48

Dari uraian diatas dapat penulis simpulkan metode adalah suatu stategi pendekatan atau arah pendekatan untuk memecahkan masalah yang dihadapi klien sesuai dengan ajaran islam agar klien dapat mencapai kebahagiaan didunia dan akhirat.

46 W.S. Wingkel, Bimbingan dan Konseling di Institut Pendidikan (Yogyakarta: Senata

Darma Grafindo,1991), hal 309

47 Aunur Rahim Faqih, Bimbingan Konseling Dalam Islam, hal. 44-45

48 Thohari Musnamar, Dasar-Dasar Konseptual dan Konseling Islami (Yogyakarta Press,


(52)

47

5. Asas – asas BKI

Asas -asas atau prinsip -prinsip bimbingan dan konseling Islam, yaitu:

a. Asas -asas kebahagiaan dunia dan akhirat yaitu membantu konseli

mencapai kebahagiaan hidup yang senantiasa di dambakan oleh setiap muslim.

b. Asas fitrah. Bimbingan dan konseling Islam mempakan bantuan

kepada konseli untuk mengenal, memahami dan menghayati fitrahnya, sehingga segala gerak tingkah lakunya dan tindakannya sejalan dengan fitrahnya tersebut.

c. Asas Lillahi ta’ala. Bimbingan dan konseling Islam diselenggarakan

semata -mata karena Allah.

d. Asas bimbingan seumur hidup. Bimbingan dan konseling Islam

diperlukan selama hayat masih dikandung badan.

e. Asas kesatuan jasmaniah dan rohaniah. Bimbingan dan konseling Islam

memperlakukan konseli sebagai makhluk jasmaniah dan rohaniah tidak memandangnya sebagai makhluk biologis semata atau makhluk rohani semata.

f. Asas keseimbangan rohaniah. Rohani manusia memiliki unsur daya

kemampuan pikir, merasakan atau menghayati dan kehendak atau hawa nafsu, serta juga bimbingan konseling Islam menyadari keadaan kodrati.


(53)

48

g. Asas kemaujudan individu. Bimbingan dan konseling Islam berlangsung

pada citra manusia menumt Islam, memandang seseorang individu mempakan suatu maujud (eksistensial) sendiri.

h. Asas sosialitas manusia. Sosialitas diakui dengan memperhatikan hak

individu, hak individu juga diakui dalam batas tanggung jawab sosial.

i. Asas kekhalifahan manusia. Manusia menurut Islam diberi kedudukan

yang tinggi sekaligus tanggung jawab yang besar yaitu sebagai pengelola alam semesta. Sebagai khalifah manusia harus memelihara keseimbangan ekosistem, sebab problem- problem kehidupan kerap kali muncul dari ketidak seimbangan ekosistem tersebut yang diperbuat oleh manusia itu sendiri.

j. Asas keselarasan dan keadilan. Islam menghendaki keharmonisan,

keselarasan, keseimbangan, keserasian dalam segala segi, dengan kata lain Islam menghendaki manusia berlaku adil terhadap hak dirinya sendiri, hak orang lain, hak alam semesta dan juga hak Tuhan.

k. Asas pembinaan akhlaqul-karimah. Bimbingan dan konseling Islam

membantu konseli memelihara, mengembangkan, menyempurnakan sifat-sifat yang baik.

l. Asas kasih sayang. Bimbingan dan konseling Islam dilakukan dengan

berlandaskan kasih sayang sebab dengan kasih sayanglah bimbingan dan konseling Islam akan berhasil.

m.Asas saling menghargai dan menghormati. Dalam bimbingan konseling


(54)

49

sama atau sederajat, perbedaannya terletak pada fungsinya saja yakni pihak yang satu memberikan bantuan dan yang satu menerima bantuan. Hubungan yang terjalin antara pihak pembimbing mempakan hubungan yang saling menghormati sesuai dengan kedudukan masing -masing sebagai makhluk Allah.

n. Asas musyawarah, antara konselor dan konseli terjadi dialog yang baik,

satu sama lain tidak saling mendiktekan, tidak ada perasaan tertekan dan keinginan tertekan.

o. Asas keahlian. Bimbingan dan konseling Islam dilakukan oleh

orang-orang yang memang memiliki kemampuan keahlian dibidangnya. 49

6. Langkah-lagkah BKI

a. Identifikasi kasus

Dalam langkah identifikasi kasus ini, konselor bemsaha untuk menemukan individu yang mengalami suatu problema. Dalam identifikasi kasus ini mungkin konselor megadakan observasi sendiri atau mungkin informasi dari orang lain.

b. Diagnosa

Dalam ha1 ini konselor mengadakan suatu pikiran tentang apa kasus yang sedang dihadapi konseli, untuk selanjutnya mengadakan pengenalan terhadap segala aspek dan latar belakang kehidupannya.


(55)

50

c. Prognosa

Setelah data tentang konseli dalam segenap aspek dan latar belakang kehidupannya. Untuk selanjutnya konselor dapat menentukan apa sebenarnya kasus yang sedang dihadapi konseli serta dari mana kira-kira timbul faktor-faktor penyebabnya. Kemudian konselor menentukan tentang jenis bimbingan yang sebaiknya diberikan.

d. Terapi atau langkah bimbingan

Langkah ini merupakan langkah penyembuhan atau penyelesaian terhadap problema yang dihadapi konseli. Dalam pelaksanaan bimbingan ini dilakukan dengan menggunakan teknik bimbingan kelompok (group guidance) atau mungkin pula menggunakan teknik bimbingan secara pribadi atau secara sendiri-sendiri (individual guidance).

e. Langkah evaluasi atau follow up

Setelah pelaksanaan bimbingan sudah selesai, maka pembimbing mengadakan suatu evaluasi, apakah hasil bimbingannya sudah memenuhi harapan atau masih belum. Jika bimbingan dinyatakan berhasil dengan baik atau sesuai dengan harapan, problema dari konseli telah terpecahkan lalu diusahakan tindakan lebih lanjut (follow up) dari pembimbing atau konselor agar problema (penyakit) dari konseli tidak kambuh lagi dan konseli tidak

mengalami atau menjumpai problema baru.50

50As’ad Djajali, Teknik -Teknik Bimbingan dan Penyuluhan, (Surabaya : PT. Bina Ilmu,


(56)

51

B.Gangguan-Gangguan Kejiwaan 1. Pengertian Gangguan Kejiwaan

Gangguan Jiwa seringkali diartikan dengan berbagai macam pemaknaan, namun kebanyakan pemaknaan itu hanya bersifat subjektif yang tanpa didasari dengan perspektif ilmiah, kebanyakan pemaknaan itu sebagai hasil dari anggapan-anggapan yang salah seperti, bahwa gangguan merupakan stigma turunan, adalah penyakit yang tidak dapat disembukan, adalah kaum yang tidak terhormat, adalah perbuatan yang diluar kewajaran orang pada umumnya seperti membunuh, memperkosa, merampok bunur diri dan berbagai perilaku menyimpang lainnya.

Secara akademis, ganggaun jiwa memiliki banyak sekali istilah diantaranya adalah perilaku atau psikologi abnormal, perilaku maladaptif, ganggaun mental, ganggaun emosional, psikopatologi, disfungsi psikologi,

sakit mental, gangguan perilaku, dan gila.51

Berdasarkan berbagai penelitian dapat dikatakan bahwa gangguan jiwa merupakan kumpulan kedaan-keadaan yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik maupun mental. Keabnormalan itu tidaklah disebabkan oleh kerusakan pada anggota fisik meskipun terkadang gejalanya terlihat oleh fisik.

Menurut Drajat (1996) keabnormalan itu dapat dibagi atas dua golongan yaitu : gangguan jiwa ( neurosa ) dan sakit jiwa ( psychose ). Orang yang terkena neurosa masih bisa merasakan kesukaran-kesukarannya

51 Sutardjo A. Wiramihardja, Pengantar Psikologi Klinis, (Bandung: PT. Refika


(57)

52

selain itu kepribadiannya masih dalam alam realitas pada umumnya. Seseorang yang memiliki sakit jiwa atau psikosa maka kepribadiannya akan terganggu sehingga penderita kurang mampu menyesuaikan diri dengan wajar dan tidak sanggup memahami problemnya.

Sakit jiwa ada dua macam yaitu, pertama, disebabkan adanya kerusakan pada tubuh seperti otak, sistem syaraf pusat atau pada kelenjar syraf-syaraf dan anggota tubuh lain yang tidak mampu menjalankan tugasnya, kedua, disebabkan oleh gangguan-gangguan jiwa yang

berlarut-larut sehingga sampai puncaknya tanpa ada penyelesaian secara wajar52,

diantara penyakit jiwa yang terkenal ialah Skizofrenia yang banyak menyumbangkan angka penderita terbanyak setiap tahunnya.

2. Macam-macam Gangguan Kejiwaan

a. Gangguan Jiwa ( Neurosa ( 1) Neurasthenia

Salah satu gangguan jiwa yang sudah lama dikenal orang sebagai penyakit syaraf, yang dahulu disangka terjadi karena lemahnya syaraf. Karena itu penderitanya diharuskan beristirahat di tempat tidur, jauh dari hingar bingar cahaya dan suara di luar,

disamping itu juga memberikan obat-obatan dan penenang.53 Penyakit

ini membuat penderitanya mudah merasa payah. Gejala-gejala yang di tumbulkan dari penyakit Neurasthenia antara lain ialah, merasa seluruh badan letih, malas tidak bersemangat, mudah marah,

52 Tristiadi Ardi Ardani dkk, Psikologi Klinis, (Yogyakarta: Graha Ilmu,2007) hal 30 - 31 53 Tristiadi Ardi Ardani dkk, Psikologi Klinis, hal 24


(1)

xii

BAB IV : ANALISIS PELAKSANAAN BIMBINGAN DAN

KONSELING ISLAM PADA PENDERITA GANGGUAN KEJIWAAN DI PONDOK 99 DESA PANDANKRAJAN KECAMATAN KEMLAGI KABUPATEN MOJOKERTO

A.Analisis pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam yang dilakukan oleh pengasuh Pondok 99 pada penderita gangguan kejiwaan ... 126 B.Analisis tentang kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan

Bimbingan dan Konseling Islam pada penderita gangguan kejiwaan oleh pengasuh Pondok 99 ... 134

BAB V : PENUTUP

A.Kesimpulan ... 137 B.Saran ... 138

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(2)

xiii DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Jenis Data, Sumber Data Dan Teknik Pengumpulan Data... 23

Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Harian Pondok 99 Mojokerto ... 101

Tabel 3.2 Daftar Nama Penderita Gangguan Kejiwaan di Pondok 99 Mojokerto Bulan Oktober 2015... 105


(3)

xiv DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Peta Desa Pandankran...97

Gambar 3.2 Foto Konselor dengan Peneliti ...103

Gambar 3.3 Foto Ketika Sholat Berjama’ah...114


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Ardani, Tristiadi Ardi dkk, Psikologi Klinis, (Yogyakarta: Graha Ilmu,2007) Ardani, Tristiadi Ardi, Psikiantri Islam, (Malang: Malang Press,2008)

Arifin, Isep Zainal, Bimbingan penyuluhan Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2009)

Arifin, Zainal, Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya) Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010)

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Yogyakarta: Rineka Cipta, 2006)

Az-Zahrani, Musfir bin Said, Konseling Terapi, (Jakarta: Gema Insani, 2005) Bugin, Burhan, Penelitian Kualitatif, (Jakarta : Raja Grafindo, 2007)

Data LPPD Desa Pandankrajan tahun 2014 - 2015

Departemen Agama, Al-Quran Dan Terjemah (Surabaya:CV Karya Utama) Departemen Agama, Al-Quran Dan Terjemah (Surabaya:CV Mahkota)

Dinkes Kota Banjar, “Hari Kesehatan Jiwa Se Dunia 2015” di unduh 20 Oktober 2015 dari http://www.dinkes.banjarkab.go.id/harikesehatanjiwasedunia Djajali, As’ad, Teknik -Teknik Bimbingan dan Penyuluhan, (Surabaya: PT.

Bina Ilmu, 1986)

Faqih, Aunur Rahim, Bimbingan Konseling Dalam Islam, (Yogyakarta: UII PRESS, 2004)

Farid, Imam Sayuti, Pokok- Pokok Bahasa Tentang Bimbingan Penyuluhan

Agama Sebagai Teknik Dakwah, (IAIN Sunan Ampel Surabaya:

Fakultas Dakwah, 1992),

Furqon, Arif, Pengantar Metodologi Penelitian, (Surabaya: Usaha Nasional, 1992)


(5)

Hasan, Aliah B.Purwakania, Pengantar Pikologi Kesehatan Islami, (Jakarta: Rajawali Press, 2008)

Hasan, M. Iqbal, Pokok-Pokok Materi Metode Penelitian dan Aplikasinya, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002)

Idrus, Muhammad, Metode Penelitian Ilmu Sosial Pendekatan Kualitatif dan

Kuantitafif, (Jakarta: Erlangga, 2009)

Isran, A.M, Pedoman Sehat Tanpa Obat dengan Shalat dan Pijat (buku pegangan

master, ahli syaraf, instruktur senam dan ahli pijat), 2004

Kasiram, Moh., Metodologi Penelitian Kualitatif -kuantitatif, (Malang: UIN-Maliki Press, 2010)

Komalasari, Gantina, Teori dan Teknik Konseling, (Jakarta: PT. Indeks,2011) Lubis, Namora Lumongga, Memahami Dasar – dasar Konseling, (Jakarta:

Kencana,2011)

Mashudi, Farid, Psikologi Konseling, (Yongyakarta: Diva Press)

Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosada Karya, 2009)

Muawanah, Elfi dkk, Bimbingan Konseling Islam Disekolah Dasar, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2012).

Muhajir, Noeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Raesarasin, 1993)

Musnamar, Thohari, Dasar-Dasar Konseptual dan Konseling Islami, (Yogyakarta Press, 1997)

Nasir, M., Metodologi Penelitian (Jakarta : Gali Indo, 1988)

Nurihsan, Ahmad Juntika, Bimbingan dan Konseling, (Bandung: PT. Refika Aditama,2006)

Santoso, Agus dkk, Terapi Islam, (Surabaya : IAIN SA Press, 2013)

Sanusi, M., Berbagai Terapi Kesehatan melalui Amalan-amalan Ibadah (Yogjakarta: Najah, 2012)


(6)

Sarwono, Sarlito W, Pengantar psikologi Umum, (Jakarta: Rajawali Pers,2010) Sarwono, Jonathan, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, (Yogyakarta:

Graha Ilmu, 2006)

Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta, 2012)

Sukardi, Metodelogi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003)

Sukardi, Dewa Ketut, Bimbingan dan Konseling di Sekolah,(Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002)

Syam, Nur, Metodologi Penelitian Dakwah, (Solo : Ramadhani, 1991)

Taufiq, Muhammad Izzuddin, Panduan Lengkap & Praktis Psikologi

Islam,(Jakarta: Gema Insani, 2006)

Walgito, Bimo, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, (Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas UGM, 1986).

Wawancara, Sri Asih (pembina / istri pengasuh Pondok 99), tanggal 26 Nopember 2015

Wawancara, Samsuri (pengurus / mantan penderita gangguan kejiwaan di Pondok 99), tanggal 27 Nopember 2015

Wawancara, Suwoto (pengasuh Pondok 99), tanggal 27 Nopember 2015

Wawancara, Gito (Sekdes Kelurahan Pandankarajan), tanggal 28 Nopember 2015 Wilis, Sofyan S, Konseling Individual teori dan Praktek, (Bandung:

Alfabeta,2010)

Wingkel, W.S., Bimbingan dan Konseling di Institut Pendidikan, (Yogyakarta: Senata Darma Grafindo,1991)

Wiramihardja, Sutardjo A, Pengantar Psikologi Klinis,(Bandung: PT. Refika Aditama,2004)