PERAN KEPUASAN DALAM MEMEDIASI PENGARUH

ANALISIS PERBANDINGAN BRAND EQUITY PRODUK SHAMPO MEREK
SUNSILK DENGAN MEREK PANTENE
(STUDI KASUS PADA PENDUDUK DI KOTA DENPASAR)

Oleh:
IDA AYU RARAS ARISTYANI
NIM: 0906205037

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2012

ANALISIS PERBANDINGAN BRAND EQUITY PRODUK SHAMPO MEREK
SUNSILK DENGAN MEREK PANTENE
(STUDI KASUS PADA PENDUDUK DI KOTA DENPASAR)

Oleh:
IDA AYU RARAS ARISTYANI
NIM: 0906205037


Skripsi ini ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi
Universitas Udayana
Denpasar
2012

i

Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji dan disetujui oleh Pembimbing, serta diuji
pada tanggal : 12 Juli 2012

Tim Penguji :

Tanda tangan

1. Ketua

: Dr. Ni Nyoman Kerti Yasa, SE, MS.

2. Sekretaris


: Drs. I Komang Ardana, MM

3. Anggota

: Drs. Ida Bagus Darsana, M.Si

Mengetahui,
Ketua Jurusan Manajemen

Pembimbing

Prof.Dr. Ni Wayan Sri Suprapti, SE,MSi

Dr.Ni Nyoman Kerti Yasa SE, MS

NIP. 19610601 198503 2 003

NIP. 19620717 198601 2 001


ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan
Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Analisis Perbandingan Brand Equity Produk Shampo Merek Sunsilk
dengan Merek Pantene (Studi Kasus Pada Penduduk di Kota Denpasar)”.
Penulis menyadari, bahwa skripsi ini tidak akan berhasil tanpa bimbingan dan
pengarahan dari berbagai pihak yang telah meluangkan waktunya dalam penyusunan
skripsi ini. Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr I Gusti Bagus Wiksuana, SE, MS, selaku Dekan Fakultas
Ekonomi Universitas Udayana.
2. Bapak Dr. I Gusti Wayan Murjana Yasa SE, MSi, selaku Pembantu Dekan I
Fakultas Ekonomi Universitas Udayana.
3. Ibu Prof. Dr. Ni Wayan Sri Suprapti, SE MSi dan Ibu Dr. Ni Nyoman Kerti
Yasa SE, MS masing-masing selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Udayana.
4. Bapak Drs. I Komang Ardana, MM, selaku Pembimbing Akademis.
5. Ibu Dr Ni Nyoman Kerti Yasa SE, MS, selaku dosen pembimbing atas waktu,

bimbingan, masukan dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.

iii

6. Seluruh staf pengajar dan administrasi di lingkungan Fakultas Ekonomi
Universitas Udayana yang telah mencurahkan segenap ilmu dan melayani
keperluan administrasi selama penulis menimba ilmu di Fakultas Ekonomi
Universitas Udayana.
7. Orang tua tercinta, kakak adik tersayang serta I.B Yogi Puspakanta yang
senantiasa dengan tulus memberikan doa, semangat, serta dukungan kepada
penulis selama menyelesaikan studi.
8. Sahabat dalam suka maupun duka: Maya Prabasari, Noviantari, Kusuma,
Mirah, Cakra, Riska Roseviyanthi atas dukungan, motivasi dan doa kepada
penulis dari awal hingga selesainya skripsi ini.
9. Teman-teman Manajemen angkatan 2009 dan semua pihak yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan semangat dan bantuan
selama penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih
banyak terdapat kesalahan dan kekurangan yang disebabkan karena keterbatasan

kemampuan serta pengalaman penulis. Namun demikian, skripsi ini diharapkan dapat
memberikan manfaat bagi yang berkepentingan.
Denpasar, Juni 2012
Penulis

iv

iv

Judul
Nama
Nim

: Analisis Perbandingan Brand Equity Produk Shampo Merek
Sunsilk dengan Merek Pantene (Studi Kasus pada Penduduk di
Kota Denpasar)
: Ida Ayu Raras Aristyani
: 0906205037
ABSTRAK


Merek menjadi alat bersaing yang kuat bagi sebuah produk di era globalisasi ini.
Merek yang baik dapat disebut memiliki ekuitas merek yang kuat. Dua merek produk
shampo, yaitu Sunsilk dan Pantene memiliki eksistensi merek yang cukup bersaing di
pasaran sekarang ini, dari tahun 2009 hingga 2011 Sunsilk berturut-turut memperoleh
penghargaan Top Brand diposisi pertama, namun di tahun 2012 Pantene berhasil
mengalahkan Sunsilk di penghargaan tersebut. Dalam penelitian yang berjudul
“Analisis Perbandingan Brand Equity Produk Shampo Merek Sunsilk dengan Merek
Pantene (Studi Kasus Pada Penduduk di Kota Denpasar)” ini, dimaksudkan untuk
mengetahui bagaimanakah perbedaaan posisi brand equity beserta elemen-elemennya
(brand awareness, brand association, brand perceived quality dan brand loyalty)
antara produk shampo merek Sunsilk dengan Merek Pantene.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
wawancara, dokumentasi serta kuesioner. Kuesioner menggunakan skala Likert
dengan skala 1 sampai dengan 4. Jumlah sampel yang digunakan adalah 120
responden dengan teknik purposive sampling. Teknik analisis data yang digunakan
adalah uji validitas dan uji reliabilitas serta untuk memecahkan masalah
menggunakan teknik analisis beda T-test dengan sampel berpasangan (paired
sample).
Hasil analisis menunjukan bahwa brand equity produk shampo merek Pantene
lebih tinggi jika dibandingkan dengan produk shampo merek Sunsilk. Ini berarti

konsumen produk shampo merek Pantene lebih merasa puas, lebih merasa rugi bila
berganti merek (brand switching), lebih menghargai dan lebih merasa terikat kepada
merek Pantene tersebut dibandingkan dengan shampo merek Sunsilk.
Berdasarkan hasil penelitian, kesimpulan yang diperoleh adalah terdapat
perbedaan ekuitas merek antara shampo Sunsilk dengan Pantene. Dimana ekuitas
merek Pantene lebih tinggi dibandingkan dengan Sunsilk. Sebagai saran yang
ditujukan kepada produsen Sunsilk agar produsen Sunsilk dapat meningkatkan
ekuitas merek produknya, terutama pada nilai persepsi kualitas merek, sedangkan
saran untuk produsen Pantene adalah dengan melakukan strategi-strategi untuk dapat
mempertahankan dan meningkatkan nilai ekuitas merek produknya sehingga dapat
memberikan perbedaan yang nyata dengan ekuitas merek shampo Sunsilk.

v

DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL

.....................................................................


i

HALAMAN PENGESAHAN .....................................................................

ii

KATA PENGANTAR

.....................................................................

iii

ABSTRAK

.....................................................................

v

DAFTAR ISI


.....................................................................

vi

DAFTAR TABEL

.....................................................................

ix

DAFTAR GAMBAR

.....................................................................

x

DAFTAR LAMPIRAN

.....................................................................


xi

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah.........................................................................1
1.2 Tujuan dan Kegunaan Penelitian............................................................12
1.2.1 Tujuan Penelitian...........................................................................12
1.2.2 Kegunaan Penelitian......................................................................13
1.3 Sistematika Penulisan.............................................................................14
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Landasan Teori........................................................................................16
2.1.1 Produk (Product)...........................................................................16
2.1.2 Pengertian merek (brand)..............................................................18
2.1.3 Kebaikan dan keburukan merek....................................................19
2.1.4 Ekuitas merek (brand equity)........................................................21
2.1.5 Kesadaran merek (brand awareness)............................................25
2.1.6 Asosiasi merek (brand association)...............................................28
2.1.7 Persepsi kualitas merek (brand perceived quality)........................30
2.1.8 Loyalitas merek (brand loyalty)....................................................32
2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya.............................................34


vi

2.3 Rumusan Hipotesis.................................................................................43
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian....................................................................................45
3.2 Objek Penelitian......................................................................................46
3.3 Identifikasi Variabel................................................................................46
3.4 Definisi Operasional Variabel.................................................................46
3.5 Jenis dan Sumber Data............................................................................49
3.5.1 Jenis data........................................................................................49
3.5.2 Sumber data...................................................................................50
3.6 Populasi dan Metode Penentuan Sampel................................................51
3.6.1 Populasi..........................................................................................51
3.6.2 Metode penentuan sampel.............................................................51
3.7 Metode Pengumpulan Data.....................................................................52
3.8 Validitas dan Reliabilitas Instrumen.......................................................54
3.8.1 Validitas instrumen........................................................................54
3.8.2 Reliabilitas instrumen....................................................................54
3.9 Teknik Analisis Data...............................................................................55
3.9.1 Analisis kuantitatif.........................................................................55
3.9.2 Analisis kualitatif...........................................................................55
BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum PT Unilever Indonesia Tbk.......................................56
4.2 Gambaran Umum PT Procter&Gamble Home Products Indonesia (P&G)...57
4.3 Gambaran Umum Konsumen di Kota Denpasar....................................58
4.4 Karakteristik Responden.........................................................................59
4.5 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen.................................................63
4.6 Pembahasan............................................................................................64
4.6.1 Perbandingan kesadaran merek (brand awareness)......................64
4.6.2 Perbandingan asosiasi merek (brand association)........................66

vii

4.6.3 Perbandingan persepsi kualitas merek (brand perceived quality). 67
4.6.4 Perbandingan loyalitas merek (brand loyalty)...............................69
4.6.5 Perbandingan ekuitas merek (brand equity)..................................70
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan.................................................................................................73
5.2 Saran.......................................................................................................74
DAFTAR RUJUKAN
Lampiran

viii

DAFTAR TABEL
No.

Tabel

Halaman

1.1

Tingkat Kepercayaan Terhadap Produk yang Ada
Logo TOP BRAND-nya............................................................................4

1.2

Pengaruh Keberadaan Logo TOP BRAND dalam Kemasan
Sebuah Produk dalam Memilih/Membeli Produk Tersebut ....................5

1.3

Hasil TOP BRAND 2012 Kategori Shampo.............................................8

4.1

Jumlah Penduduk Kota Denpasar per Kecamatan Tahun 2010...............58

4.2

Karakteristik Responden..........................................................................59

4.3

Konsistensi Penggunaan Produk Shampo................................................61

4.4

Faktor-faktor yang Dipertimbangkan Konsumen Ketika
Menggunakan Produk Shampo................................................................62

4.5

Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen.........................................64

4.6

Hasil Uji Beda T-Test Pada Subvariabel Brand Awareness ....................65

4.7

Hasil Uji Beda T-Test Pada Subvariabel Brand Association....................66

4.8

Hasil Uji Beda T-Test Pada Subvariabel Brand Perceived Quality.........68

4.9

Hasil Uji Beda T-Test Pada Subvariabel Brand Loyalty..........................69

4.10

Hasil Uji Beda T-Test Pada Variabel Brand Equity..................................71

ix

DAFTAR GAMBAR
No.

Gambar

Halaman

2.1

Konsep Ekuitas Merek (Brand Equity)....................................................24

x

DAFTAR LAMPIRAN
No.

Lampiran

Halaman

1

Kuesioner..................................................................................................1

2

Data Responden Kuesioner dan Pertanyaan Lain.....................................8

3

Hasil Kuesioner Brand Awareness Produk Shampo
Merek Sunsilk dan Pantene......................................................................13

4

Hasil Kuesioner Brand Association Produk Shampo
Merek Sunsilk dan Pantene.......................................................................17

5

Hasil Kuesioner Brand Perceived Quality Produk
Shampo Merek Sunsilk dan Pantene.........................................................21

6

Hasil Kuesioner Brand Loyalty Produk Shampo
Merek Sunsilk dan Pantene....................................................................... 25

7

Rata-Rata Indikator Variabel Brand Equity dan Elemen-elemennya........29

8

Uji Validitas Instrumen.............................................................................33

9

Uji Reliabilitas Instrumen.........................................................................37

10

Uji Beda T-Test (Paired Sample)...............................................................45

xi

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam era globalisasi ini dimana persaingan begitu sengit, banyak produk
sejenis yang beredar di pasaran. Karena itu arti sebuah merek (brand) menjadi sangat
penting. Untuk bertahan di pasaran diperlukan sebuah merek (brand) yang akan
menciptakan nilai tambah atas suatu produk. Darwing dan Wijoyo (2004)
mengemukakan merek (brand) adalah nama dan identitas utama suatu produk atau
jasa badan usaha, sehingga dapat dibedakan dari produk atau jasa sejenis yang
ditawarkan oleh pesaing. Menurut Widjaja dan Wijaya (2007) selain sebagai pembeda
dan identitas sebuah produk di tengah-tengah lautan produk sejenis, sebuah merek
(brand) mempunyai makna psikologis dan simbolis yang istimewa di mata
konsumen. Produk bisa saja dengan mudah ditiru oleh pesaing, namun suatu merek
(brand) sangat sulit untuk ditiru karena persepsi konsumen atas nilai suatu merek
(brand) tertentu tidak akan mudah diciptakan.
Menurut Kartajaya (2004:144) merek (brand) merupakan nilai utama
pemasaran. Semakin kuat merek produsen di pasar, maka semakin eksis pula merek
tersebut, terutama dalam hal mendominasi kesadaran konsumen sehingga akan
mengarahkan konsumen untuk mengkonsumsi produk tersebut. Pernyataan ini juga
didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Mourad, Ennew dan Kortam (2011).
Santoso dan Resdianto (2007) menyatakan bahwa merek (brand) adalah salah satu

1

aspek dari kekuatan dan keunggulan perusahaan dalam persaingan global. Merek
yang sukses memberikan keuntungan kompetitif yang sangat penting untuk
keberhasilan perusahaan (Fayrene dan Chai Lee, 2011). Dengan demikian, merek
(brand) saat ini tak hanya sekedar identitas suatu produk saja dan hanya sebagai
pembeda dari produk pesaing, melainkan lebih dari itu, merek (brand) memiliki
ikatan emosional istimewa yang tercipta antara konsumen dengan produsen. Pesaing
bisa saja menawarkan produk yang mirip, tapi tidak mungkin menawarkan janji
emosional yang sama. Pernyataan ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Daulay (2006), Kartono (2007), dan Robertus (2007).
Merek yang baik dapat disebut memiliki ekuitas merek yang kuat. Menurut
Durianto, dkk (2004:6) ekuitas merek (brand equity) merupakan aset yang dapat
memberikan nilai tersendiri di mata pelanggan. Apabila brand equity-nya tinggi,
maka nilai tambah yang diperoleh konsumen dari produk tersebut akan semakin
tinggi pula dibandingkan merek-merek produk lainnya. Pernyataan ini didukung oleh
penelitian yang dilakukan oleh Ballester dan Aleman (2004). Laboy (2007)
mengemukakan

bahwa

merek

dengan

ekuitas

yang

tinggi

akan

dapat

memaksimalisasi dan meningkatkan aliran kas secara konstan. Jadi, ekuitas merek
telah menjadi fokus yang semakin penting untuk perusahaan (Gupta dan Verma,
2008) serta menjadi isu penting dalam desain dan pengembangan perusahaan (Smith,
2007).

2

Kartajaya (2004:47) menyatakan bahwa produk-produk dengan keterlibatan
rendah (low involvement) memiliki ekuitas merek yang rendah karena banyaknya
varian dan barang substitusi yang muncul di pasaran. Oleh sebab itu, dibutuhkan
upaya-upaya dari produsen dengan produk keterlibatan rendah itu untuk dapat
mempertahankan eksistensi mereknya di pasaran. Menurut Quarles (2009) merek
dengan ekuitas merek yang kuat dapat mempertahankan pangsa pasar, menarik
investor serta menangkis datangnya pesaing baru.
Kekuatan merek terhadap keputusan pembelian konsumen mendorong lembagalembaga riset melakukan penelitian secara berkesinambungan untuk mencari dan
memilih merek-merek terbaik pada berbagai kategori untuk memperoleh penghargaan
(award). Di Indonesia, beberapa lembaga riset yang berkompeten untuk hal ini
diantaranya Frontier untuk Indonesia Customer Satisfactions Award (ICSA), MARS
untuk Indonesia Best Brand Award (IBBA), MarkPlus untuk Superbrand, Onbee
Marketing Research untuk Word of Mouth Marketing (WOMM) Award, majalah
Marketing yang bekerja sama dengan Frontier Consulting Grup untuk Top Brand
Award, dan lain sebagainya. Penghargaan-penghargaan tersebut merupakan
kebanggaan bagi merek yang terpilih sebagai merek terbaik dan keberhasilan itu
dapat dijadikan indikator keberhasilan dan prestasi sebuah merek di pasar.
Penghargaan-penghargaan tersebut bisa menjadi tolak ukur keberhasilan sebuah
merek di pasar dikarenakan penghargaan ini diperoleh berdasarkan hasil survey yang
dilakukan terhadap konsumen. Jadi, penghargaan ini merupakan wujud pengakuan

3

dari konsumen terhadap sebuah merek. Eugenia (2011) menyatakan bahwa logo Top
Brand yang terpasang di kemasan memberikan pengaruh yang besar kepada
konsumen untuk memilih produk tersebut. Sehingga peluang merek suatu perusahaan
untuk dipilih konsumen akan semakin besar seiring keyakinan konsumen terhadap
merek tersebut. Konsumen pun tidak jarang menjadikan

penghargaan tersebut

sebagai alasan utama untuk tetap loyal terhadap merek yang digunakan saat ini
(customer loyalty), berganti merek dan mencoba merek tersebut (brand switching)
atau melakukan migrasi (customer migration), serta meninggalkan merek yang
selama ini digunakan. Hal ini dibuktikan dengan riset yang telah dilakukan oleh
majalah Marketing dan Frontier Consulting Group. Riset yang dilakukan adalah
untuk mengevaluasi kekuatan logo Top Brand terhadap keputusan pembelian
konsumen. Berdasarkan riset tersebut diperoleh hasil seperti pada Tabel 1.1 dan Tabel
1.2 dibawah ini.
Tabel 1.1 Tingkat Kepercayaan Terhadap Produk yang Ada Logo TOP BRANDnya
NO
Keterangan
Presentase (%)
1.
Sangat percaya
7.9
2.
Percaya
63.0
3.
Biasa saja
28.0
4.
Tidak percaya
0.8
5.
Sangat tidak percaya
0.2
Sumber : Frontier Consulting Group, 2011

4

Tabel 1.2 Pengaruh Keberadaan Logo TOP BRAND dalam Kemasan Sebuah
Produk dalam Memilih/Membeli Produk Tersebut

NO
Keterangan
Persentase (%)
1.
Sangat besar
7.10
2.
Besar
49.80
3.
Biasa saja
41.40
4.
Kecil
1.70
Sumber : Frontier Consulting Group, 2011
Dari Tabel 1.1 tersebut 7,9 persen responden mengatakan sangat percaya
terhadap produk yang memiliki logo Top Brand pada kemasannya, sedangkan 63
persen menyatakan percaya, dan sisanya sebesar 28 persen menyatakan biasa saja, 0,8
persen tidak percaya dan 0,2 persen sangat tidak percaya. Hal ini menunjukkan
bahwa tingkat kepercayaan konsumen terhadap produk yang memiliki logo Top
Brand pada kemasannya cukup tinggi. Tentunya kepercayaan tersebut memiliki
pengaruh dalam minat pembelian produk tersebut. Hal tersebut dapat dilihat hasil
penelitian pada Tabel 1.2 dimana 49,8 persen adanya logo Top Brand pada kemasan
produk memiliki pengaruh yang besar dalam keputusan pembelian produk tersebut,
sedangkan 7,1 persen dari responden menyatakan keberadaan logo Top Brand pada
kemasan sebuah produk berpengaruh sangat besar dalam keputusan pembelian.
Sisanya sebesar 41,4 persen menyatakan biasa saja dan 1,7 persen menyatakan kecil
pengaruh terdapatnya logo Top Brand pada kemasan sebuah produk.
Gaya hidup modern seperti sekarang ini telah menuntut masyarakat untuk
bersikap cepat, praktis dan ekonomis. Tuntutan hidup yang semakin tinggi
menyebabkan sebagian masyarakat tidak lagi mementingkan proses, melainkan hasil

5

yang didapat. Begitu juga dengan pola konsumsi masyarakat yang telah banyak
dipengaruhi oleh perubahan gaya hidup, sehingga membuat berbagai macam
perusahaan berlomba-lomba untuk membuat produk yang dapat memenuhi kebutuhan
konsumen yang terus meningkat seiring dengan berjalannya waktu. Shampo sudah
sangat familiar ditelinga masyarakat. Shampo adalah sejenis cairan, seperti sabun,
yang berfungsi untuk meningkatkan tegangan permukaan kulit (umumnya kulit
kepala)

sehingga

dapat

meluruhkan

kotoran

(membersihkan)

(http://id.wikipedia.org/wiki/Sampo). Kegunaan shampo pun sangat diakui, yaitu
kemampuan utamanya adalah sebagai pembersih kulit kepala serta rambut dari
kotoran dan minyak. Kegiatan membersihkan kulit kepala dan rambut ini disebut
keramas. Pada saat keramas, individu dianggap melakukan perawatan dengan
mencuci rambut dan kulit kepala agar bersih dari minyak, debu, serpihan kulit dan
kotoran lain yang menempel dirambut seiring aktifitas yang dilakukannya. Seiring
perkembangan jaman, produk shampo kian bervariatif. Ini semua dikarenakan
permintaan konsumen akan jenis shampo kian beragam, karena masalah rambut yang
dimiliki tiap individu itu berbeda.
Wanita cenderung lebih memperhatikan penampilan, sehingga sangat
memperhatikan penampilan rambutnya. Menyadari hal tersebut, banyak industri
shampo saling berlomba untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan para
konsumennya dengan menghasilkan produk shampo yang dibutuhkan dan diinginkan
bagi rambut konsumen (Santoso, 2010). Shampo merupakan produk yang termasuk

6

dalam kategori barang yang tidak tahan lama (nondurable goods), sehingga produsen
harus melakukan strategi pemasaran tertentu untuk meningkatkan preferensi merek
agar tercapai loyalitas merek pada konsumen. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Kotler (2005:73) mengenai barang yang tidak tahan lama (nondurable goods), yaitu
barang berwujud yang biasanya dikonsumsi dalam satu atau beberapa kali
penggunaan, sedangkan bila dikelompokkan menurut kebiasaan belanja konsumen,
shampo termasuk ke dalam kelompok barang convinience. Barang convinience adalah
barang – barang yang biasanya sering dibeli konsumen, segera dan dengan usaha
yang minimum. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Marthin dan Semuel
(2007), produk shampo dengan merek tertentu akan mempunyai konsumen dengan
loyalitas tinggi bila terdapat kecocokan antara kualitas shampo dengan karakteristik
rambut yang dimiliki oleh konsumen. Konsumen shampo yang loyal tidak akan
bersedia ganti merek shampo yang lain, karena shampo dengan merek tersebut
mampu memberikan hasil rambut seperti yang diharapkan. Ia juga menyatakan, bila
seorang konsumen telah loyal kepada suatu merek, maka dia tidak akan dengan
mudah berpindah ke merek lain, apapun yang terjadi dengan merek tersebut.
Persaingan merek di Indonesia bisa dikatakan kompetitif begitu juga dengan
produk shampo. Hal ini dikarenakan terdapat banyaknya merek yang beredar di
pasaran, tetapi hanya beberapa merek saja yang termasuk dalam kategori Top Brand.
Top Brand mampu memberikan ukuran kesuksesan sebuah merek di pasar melalui
tiga pengukuran dimensi, yaitu mind share (top of mind), market share (last usage),

7

dan commitment share (future intention). Top Brand Index diformulasikan
berdasarkan tiga variable tersebut, dapat dikatakan ketiga variabel ini mampu
memberikan gambaran tentang kondisi merek di pasar. Variabel pertama yaitu mind
share, mengindikasikan kekuatan merek di benak konsumen. Market share
menunjukkan kekuatan merek di pasar dalam hal perilaku pembelian aktual
konsumen. Variabel ketiga, yaitu commitment share mengindikasikan kekuatan merek
dalam mendorong konsumen untuk membeli merek tersebut di masa yang akan
datang (http://www.frontier.co.id). Menurut survey yang dilakukan oleh Frontier
Consulting Group dan Majalah Marketing. Tabel 1.3 dibawah ini merupakan hasil
survey untuk produk kategori shampo dari tahun 2009 hingga 2012.
Tabel 1.3 Hasil Top Brand Kategori Shampo
Merek

Persentase (%) Top Brand Index (TBI) dan Hasil Top Brand Award
2009
Ket
2010
Ket
2011
Ket
2012
Ket
26.3
TOP
25.9
TOP
25.8
TOP
20.5
TOP
18.0
20.8
TOP
24.2
TOP
29.2
TOP
23.0
TOP
20.1
21.0
20.3
11.3
12.2
10.7
11.7
6.0
6.5
6.0
6.1
5.3
5.5
5.2
5.5
3.8
3.5
3.2
2.3
2.2
7.1
1.8
1.2
1.0
1.2
-

Sunsilk
Pantene
Clear
Lifebuoy
Rejoice
Dove
Zinc
Emeron
Head &
Shoulders
Sumber : Frontier Consulting Group, 2012

Kota Denpasar merupakan pasar yang potensial bagi perusahaan shampo atau
distributornya dalam memasarkan produk. Hal ini mengingat kota Denpasar sebagai
pusat perekonomian Provinsi Bali. Tiap individu pasti sangat membutuhkan shampo

8

untuk memenuhi kebutuhan kesehatan dan kebersihannya. Pada saat ini kebersihan
adalah hal yang sangat penting untuk menjaga kesehatan. Semua kalangan
masyarakat, baik yang dalam kategori ekonomi lemah hingga kategori ekonomi kuat,
pasti menggunakan shampo untuk membersihkan rambutnya. Kebutuhan konsumen
akan shampo merupakan kebutuhan yang tinggi. Saat sekarang ini jarang ditemui
individu yang masih menggunakan air jerami, perasan daun mangkok serta santan
untuk mencuci rambutnya, hal ini dikarenakan sudah banyak produk shampo yang
tentunya lebih praktis, serta dapat merawat rambut dengan hasil yang lebih baik.
Sesuai dengan hasil survey Top Brand yang dilakukan oleh Frontier Consulting
Group dan Majalah Marketing beberapa produk shampo yang bersaing di pasaran
saat ini diantaranya Sunsilk, Pantene, Clear, Lifebouy, Rejoice, Dove, Zinc, Emeron
dan Head & Shoulders. PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) dan PT Procter &
Gamble Home Products Indonesia (P&G) menguasai 90 persen pasar shampo
Indonesia, menurut data berbagai sumber yang dikompilasi Departemen Riset IFT.
Pangsa pasar Unilever Indonesia mencapai 50 persen sementara pangsa pasar P&G
Indonesia sebesar 40 persen (http://www.indonesiafinancetoday.com). Kedua
perusahaan ini merupakan perusahaan besar yang produk perawatan pribadinya
(toiletries product), yaitu shampo Sunsilk dan Pantene yang sudah menguasai pangsa
pasar shampo pada tahun 2010.
Sunsilk dan Pantene adalah merek shampo yang sudah dipercaya oleh sebagian
besar masyarakat Indonesia. Di Bali khususnya di Kota Denpasar shampo ini pun

9

sangat diminati dan sudah memiliki positioning yang kuat dibenak konsumen. Dilihat
dari hasil survey dari Top Brand 2009 hingga 2012 dimana kedua merek shampo ini
memperoleh Top Brand Index yang tinggi dibandingkan dengan pesaing-pesaing
produk shampo merek lainya. Pada tahun 2009 Top Brand Index Clear mengalahkan
Top Brand Index Pantene, namun ditahun-tahun berikutnya Top Brand Index Pantene
terus mengalami peningkatan. Persaingan yang ketat antara Pantene dan Sunsilk
terlihat jelas dari perolehan Top Brand Index tersebut.
Baik Sunsilk maupun Pantene sama-sama gencar mengiklankan produknya di
televisi. Keduanya tak mau kalah dalam ‘perang’ iklan agar produknya menjadi top
of mind di benak konsumen dan menjadi produk yang paling dikenal dipasar shampo.
Kedua produk tersebut menggunakan endoser iklan yang dikenal dan dianggap
berpengaruh di masyarakat, yaitu Titi Kamal untuk Sunsilk dan Anggun C Sasmi
untuk Pantene, yang diharapkan dapat mempertegas asosiasi mereknya. Pemilihan
endorser ini adalah salah satu strategi yang dapat digunakan bagi para pemasar agar
produknya mendapat perhatian di masyarakat. Heruwati (2010) menyatakan celebrity
endorser yang dianggap sebagai panutan bagi konsumen, mungkin lebih cenderung
untuk mendorong kepercayaan dan dipercaya bagi konsumen, sehingga menjadi lebih
mampu mempengaruhi niat pembelian, sikap dan perilaku.
Selain itu, rangkaian produk yang diberikan Pantene seperti kondisioner,
masker rambut, serta pelembab rambut tanpa dibilas juga meningkatkan perceived
quality dimata konsumen dengan menekankan khasiat produknya tersebut yang dapat

10

merawat rambut lebih intensive sesuai dengan jenis masalah atau jenis rambut
konsumen. Sunsilk tidak mau kalah dengan Pantene, lalu Sunsilk pun juga
mengeluarkan jenis produk yang sama yaitu kondisioner, masker rambut, pelembab
rambut tanpa dibilas serta serum yang dibuat dengan menggunakan tenaga ahli untuk
menciptakan kandungan yang pas untuk masalah rambut yang dimiliki konsumen
yaitu seperti Thomas Taw ahli rambut terkemuka dari London yang terkenal sebagai
pakar untuk rambut kering dan rusak yang menciptakan kandungan sunsilk untuk
rambut rusak, sehinga rambut yang rusak dapat terlihat sehat kembali, lembut, mudah
diatur dan tidak bercabang (http://www.sunsilk.co.id).
Persaingan harga untuk produk Sunsilk dan Pantene memiliki persaingan yang
ketat. Dari hasil pengamatan disalah satu supermarket terkemuka di Denpasar harga
eceran untuk produk shampo ini dengan isi bersih 90ml yaitu dengan kisaran harga
Rp8.000,- hingga Rp9.000,-. Sedangkan untuk shampo dengan ukuran sachet dengan
harga Rp1.000,- secara eceran. Sunsilk dan Pantene juga selalu menjaga tingkat
ketersediaan produk, sehingga konsumen bisa dengan mudah mendapatkan produk ini
ditingkat eceran.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka perumusan masalah
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Bagaimanakah perbedaan brand awareness (kesadaran merek) produk
shampo merek Sunsilk dengan Pantene?

11

2) Bagaimanakah perbedaan brand association (asosiasi merek) produk shampo
merek Sunsilk dengan Pantene?
3) Bagaimanakah perbedaan brand perceived quality (persepsi kualitas merek)
produk shampo merek Sunsilk dengan Pantene?
4) Bagaimanakah perbedaan posisi brand loyalty (loyalitas merek) produk
shampo merek Sunsilk dengan Pantene?
5) Bagaimanakah perbedaan brand equity (ekuitas merek) produk shampo
merek Sunsilk dengan Pantene?

1.2 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.2.1 Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Mengetahui adanya perbedaan posisi brand awareness (kesadaran merek)
produk shampo merek Sunsilk dengan Pantene.
2) Mengetahui adanya perbedaan posisi brand association (asosiasi merek)
produk shampo merek Sunsilk dengan Pantene.
3) Mengetahui adanya perbedaan posisi brand perceived quality (persepsi
kualitas merek) produk shampo merek Sunsilk dengan Pantene.
4) Mengetahui adanya perbedaan posisi brand loyalty (loyalitas merek) produk
shampo merek Sunsilk dengan Pantene.
5) Mengetahui adanya perbedaan brand equity (ekuitas merek) produk shampo
merek Sunsilk dengan Pantene.

12

1.2.2 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini memiliki manfaat tidak hanya bagi penulis, tetapi juga bagi
pihak-pihak yang terkait dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya bukti empiris pada bidang
manajemen pemasaran, khususnya tentang brand equity (ekuitas merek) serta
sub variable dari brand equity yaitu brand awareness (kesadaran merek),
brand association (asosiasi merek), brand perceived quality (persepsi kualitas
merek) dan brand loyalty (loyalitas merek) pada produk shampo merek
Sunsilk dan Pantene.
2) Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan dan dijadikan acuan
serta referensi dalam melakukan penelitian selanjutnya serta diharapkan dapat
dipergunakan sebagai bahan pertimbangan, masukan dan informasi yang
berguna bagi perusahaan dalam mengambil kebijaksanaan strategis baik bagi
PT Unilever Indonesia Tbk, unit bisnis produk shampo merek Sunsilk, serta
bagi PT Procter & Gamble Home Products Indonesia (P&G), unit bisnis
produk shampo merek Pantene.

1.3 Sistematika Penulisan

13

Penelitian ini terdiri dari lima bab yang saling berhubungan antara bab yang
satu dengan yang lainnya dan disusun secara terperinci dan sistematis untuk memberi
gambaran dan mempermudah pembahasan tentang penelitian ini. Sistematika dari
masing-masing bab dapat diperinci sebagai berikut :
BAB I

: PENDAHULUAN
Bab ini dimuat latar belakang masalah, pokok permasalahan, tujuan
penelitian, kegunaan penelitian dan sistematika penyajian.

BAB II

: KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS
Bab ini dimuat teori-teori yang berasal dari berbagai literatur yang
dianggap relevan dengan permasalahan agar dapat diakomodasikan
sebagai argumentasi yang akurat sesuai dengan pokok permasalahan
yang ada serta hipotesis yang digunakan.

BAB III

: METODE PENELITIAN
Bab ini dijabarkan mengenai lokasi penelitian, objek penelitian,
identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis dan sumber
data, metode penentuan sampel, metode pengumpulan data, dan teknik
analisis data.

BAB IV

: PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

14

Bab ini diuraikan dan membahas permasalahan dalam penelitian ini
dengan didukung oleh teori-teori yang relevan digunakan. Selain itu,
akan dijelaskan pula mengenai gambaran umum perusahaan dan
pengolahan data yang digunakan untuk memecahkan masalah ditinjau
dari teori-teori yang digunakan.
BAB V

: SIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan bagian akhir dari skripsi ini, yang didalamnya
diuraikan mengenai kesimpulan yang diperoleh dari hasil pembahasan
dan saran-saran bagi kepentingan perusahaan yang diteliti.

BAB II

15

KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Produk (product)
Produk merupakan salah satu unsur dari bauran pemasaran yang dapat
memuaskan atau memenuhi kebutuhan dan keinginan dari konsumen. Diharapkan
melalui pembelian produk tersebut konsumen dan terpenuhi kepuasannya.
Kotler (2005:69) mendefinisikan produk adalah segala sesuatu yang dapat
ditawarkan ke pasar untuk memuaskan keinginan atau kebutuhan. Produk-produk
yang dipasarkan meliputi barang fisik, jasa, pengalaman, acara-acara, orang, tempat,
properti, organisasi dan gagasan. Produk merupakan bagian dari pemasaran karena
pengertian pemasaran itu sendiri adalah suatu proses sosial yang didalamnya individu
dan kelompok mendapatkan apa yang dibutuhkan dan diinginkan dengan
menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai
dengan pihak lain (Kotler, 2005:10). American Marketing Association dalam Kasali
(2000:53) juga mendefinisikan pemasaran sebagai suatu proses perencanaan dan
eksekusi, mulai dari tahap konsepsi, penetapan harga, promosi hingga distribusi
barang-barang, ide-ide, dan jasa-jasa, untuk melakukan pertukaran yang memuaskan
individu dan lembaga-lembaganya. Jadi, produk adalah alat yang digunakan individu
atau lembaga agar pertukaran dalam pemasaran dapat dilakukan sehingga keinginan
dan kebutuhan pasar dapat dipenuhi. Produk yang ditawarkan kepada kosumen

16

haruslah memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Produk bisa berupa manfaat
tangible maupun intangible yang dapat memuaskan konsumen.
Kotler (2005:72) mengidentifikasikan enam tingkat hierarki produk, yaitu:
1) Kebutuhan keluarga (family need) yaitu kebutuhan inti yang mendasari
keberadaan suatu produk, contoh: keamanan.
2) Kebutuhan produk (product need) yaitu semua kelas produk yang dapat
memenuhi suatu kebutuhan inti dengan lumayan efektif, contoh: tabungan dan
penghasilan.
3) Kelas produk (product class) yaitu sekelompok produk dalam keluarga produk
yang diakui mempunyai ikatan fungsional tertentu, contoh: instrumen
keuangan.
4) Lini produk (product line) yaitu sekelompok produk dalam suatu kelas produk
yang saling terkait erat karena melaksanakan suatu fungsi yang sama, dijual
kepada kelompok pelanggan yang sama, dan dipasarkan melalui saluran yang
sama atau masuk ke dalam rentang harga tertentu, contoh: asuransi jiwa.
5) Jenis produk (product type) yaitu satu kelompok produk dalam lini produk
yang sama-sama memiliki salah satu dari beberapa kemungkinan bentuk
produk tersebut, contoh: asuransi berganda.
6) Unit produk (item) yaitu suatu unit tersendiri dalam suatu merek atau nilai
produk yang dapat dibedakan berdasaran ukuran, harga, penampilan atau ciri
lain, contoh: asuransi jiwa berjangka Prudential yang dapat diperpanjang.

17

2.1.2 Pengertian merek (brand)
Merek (brand) suatu produk atau jasa memegang peranan sangat penting.
Berbagai pengertian mengenai merek (brand) telah diungkapkan oleh para peneliti.
Keller (2005) mendefinisikan merek sebagai bagian paling berharga dari properti
legal, memiliki kemampuan untuk mempengaruhi perilaku konsumen, dapat dibeli
dan dijual, dan menyediakan pendapatan masa depan yang aman bagi perusahaan.
American Marketing Association dalam Kotler (2005:82) mendefinisikan merek
sebagai nama, istilah, tanda, simbol, atau desain, atau kombinasi semuanya, yang
dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa seseorang atau sekelompok
penjual dan untuk membedakannya dari barang atau jasa pesaing. Merek menjadi
tanda pengenal yang sangat penting bagi penjual atau pembuat. Definisi brand serupa
diungkapan oleh Janita (2005: 23) yaitu brand adalah ide, kata, desain grafis dan
suara/bunyi

yang

mensimbolisasikan

produk,

jasa,

dan

perusahaan

yang

memproduksi produk dan jasa tersebut.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat dinyatakan brand adalah identitas
tambahan dari suatu produk yang tak hanya membedakannya dari produk pesaing;
namun merupakan janji produsen atau kontrak kepercayaan dari produsen kepada
konsumen dengan menjamin konsistensi bahwa sebuah produk akan selalu dapat
menyampaikan nilai yang diharapkan konsumen dari sebuah produk.

18

Merek-merek terbaik memberikan jaminan kualitas dan merek lebih dari
sekedar symbol. Sehingga merek dapat memiliki enam pengertian (Kotler, 2002:460)
sebagai berikut.
1) Atribut , yaitu merek mengingatkan pada atribut-atribut tertentu.
2) Manfaat, yaitu atribut perlu diterjemahkan menjadi manfaat fungsional dan
emosional.
3) Nilai, yaitu merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai produsen.
4) Budaya, yaitu merek juga mewakili budaya tertentu.
5) Kepribadian, yaitu merek juga mencerminkan kepribadian tertentu.
6) Pemakai, yaitu merek menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau
menggunakan merek tersebut.
2.1.3 Kebaikan dan Keburukan merek
Kotler (2005:90) merumuskan beberapa keunggulan bagi penjual yang
menggunakan merek pada produknya, yaitu:
1) Merek memudahkan penjual memproses pesanan dan menelusuri masalah
baik masalah yang berkaitan dengan kepuasan pelanggan, pemesanan produk
atau jasa tersebut dan lain sebagainya.
2) Nama merek dan tanda merek penjual memberikan perlindungan hukum atas
ciri-ciri produk yang unik.
3) Merek memberikan penjual kesempatan untuk menarik pelanggan yang setia
dan menguntungkan. Kesetiaan konsumen memberi penjual atau perusahaan

19

perlindungan dari persaingan serta pengendalian yang lebih besar dari
perencanaan program pemasarannya.
4) Merek membantu penjual melakukan segmentasi pasar.
5) Merek yang kuat membantu meningkatkan citra perusahaan, memudahkan
perusahaan meluncurkan merek-merek baru yang mudah diterima para
distributor dan pelanggan.
Menurut

Swastha

(2002:138)

alasan-alasan

perusahaan

untuk

tidak

menggunakan merek pada barang atau jasa yang dijualnya adalah sebagai berikut.
1) Pertimbangan perusahaan
Adanya ketidakpuasan konsumen terhadap barang atau jasa yang telah
dibelinya baik mengenai mutu, harga maupun pelayanan yang diberikan
perusahaan. Adanya ketidakpuasan konsumen tersebut akan berakibat tidak
menguntungkan bagi perusahaan sebagai pemilik produk dan merek karena
konsumen akan menjadi ragu-ragu untuk melakukan pembelian ulang, tidak
hanya pembelian untuk barang yang sama tetapi juga pada barang atau jasa
lain yang memiliki merek yang sama.
2) Sifat barang
Beberapa macam barang sengaja tidak diberi merek karena sulit dibedakan
dengan barang yang dihasilkan dari perusahaan lain seperti: kapas, gandum,
buah-buahan, sayur-sayuran dan sebagainya. Jadi, yang termasuk dalam
kelompok ini adalah barang-barang yang secara fisik mudah rusak, busuk atau

20

basi. Apabila barang-barang semacam ini diberi merek maka resiko yang
harus ditanggung oleh perusahaan sangat besar karena apabila terjadi
kerusakan barang seringkali mengakibatkan rusaknya nama baik merek
tersebut.

2.1.4 Ekuitas merek (brand equity)
Ekuitas merek menurut Kotler dan Amstrong (2001:357) adalah nilai dari
suatu merek, menurut sejauh mana merek itu mempunyai loyalitas merek yang tinggi,
kesadaran nama, kualitas yang diterima, asosiasi merek yang kuat, serta aset lain
seperti paten, merek dagang dan hubungan saluran. Keller (2005) mendefinisikan
ekuitas merek sebagai nilai yang secara langsung ataupun tidak langsung dimiliki
oleh merek. Durianto, dkk (2004:4) mendefinisikan ekuitas merek sebagai
seperangkat aset dan liabilitas merek yang terkait dengan suatu merek, nama, simbol
yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah produk
atau jasa baik pada perusahaan maupun pada pelanggan. Brand Equity sangat
berkaitan dengan seberapa banyak pelanggan suatu merek merasa puas dan merasa
rugi bila berganti merek (brand switching), menghargai merek itu dan
menganggapnya sebagai teman, dan merasa terikat kepada merek itu (Kotler, 2002 :
461).
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa ekuitas merek (brand equity) adalah
kekuatan merek yang menjanjikan nilai yang diharapkan konsumen atas suatu produk

21

sehingga akhirnya konsumen akan merasa mendapatkan kepuasan yang lebih bila
dibanding produk-produk lainnya.
Menurut Kotler (2005:86) ekuitas merek yang tinggi akan memberikan sejumah
keunggulan bersaing bagi perusahaan, yaitu:
1) Perusahaan tersebut akan memiliki pengaruh perdagangan yang lebih besar
dalam melakukan tawar menawar dengan distributor dan pengecer karena
pelanggan mengharapkannya menjual merek tersebut.
2) Perusahaan tersebut dapat menggunakan harga yang lebih tinggi daripada
pesaing-pesaingnya karena merek itu memiliki persepsi mutu untuk lebih
tinggi.
3) Perusahaan tersebut dapat dengan mudah melakukan perluasan produk karena
nama merek tersebut menyandang kredibilitas yang tinggi.
4) Merek tersebut menawarkan kepada perusahaan itu suatu pertahanan terhadap
persaingan harga.
Menurut Aaker dalam Simamora (2003:14) ekuitas merek memiliki tiga nilai
yang dapat dijelaskan sebagai berikut.
1) Nilai fungsional
Nilai fungsional adalah nilai yang diperoleh dari atribut produk yang
memberikan kegunaan (utility) fungsional kepada konsumen. Nilai ini
berkaitan langsung dengan fungsi yang diberikan oleh produk atau layanan
kepada konsumen.

22

2) Nilai Emosional
Merek memberikan nilai emosional apabila konsumen mengalami perasaan
positif (positive feeling) pada saat membeli atau menggunakan suatu merek.
Pada intinya, nilai emosional berhubungan dengan perasaan yaitu perasaan
positif apa yang dialami konsumen pada saat membeli produk.
3) Nilai Ekspresi diri
Nilai ini berpusat pada ekspresi publik dengan kata lain mencari jawaban atas
“jati diri” seseorang atau tentang “bagaimana saya di mata orang lain maupun
diri saya sendiri”.
Brand equity tidak terjadi dengan sendirinya tetapi ditopang oleh elemen-elemen
pembentuk brand equity, dimana hal tersebut dapat dikelompokkan menjadi lima
kategori (Durianto, dkk; 2004:4) sebagai berikut.
1) Brand awareness atau kesadaran merek merupakan kesanggupan sekumpulan
konsumen untuk mengenal atau mengingat kembali tentang keberadaan suatu
merek yang merupakan suatu bagian dari kategori produk atau jasa tertentu.
2) Brand Association atau asosiasi merek adalah pencitraan suatu merek
terhadap suatu kesan tertentu dalam kaitannya dengan kebiasaan, gaya hidup,
manfaat, atribut produk, geografi, harga, pesaing, selebritis dan lain-lain.
3) Brand Perceived quality atau persepsi kualitas merupakan persepsi konsumen
terhadap kinerja kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa yang
dibandingkan dengan harapan konsumen dalam mengkonsumsi produk atau
jasa tersebut.

23

4) Brand loyalty atau loyalitas merek merupakan keterikatan atau kesetiaan
konsumen dalam mengkonsumsi suatu merek produk atau jasa tertentu.
5) Other proprietary asset atau aset-aset merek lainnya.
Gambar 2.1 Konsep Ekuitas Merek (Brand Equity)
Perceived quality
Brand awareness

Brand association

Brand Equity
Brand
loyalty

Brand assets

Memberikan nilai kepada pelanggan dengan

Memberikan nilai kepada perusahaan

memperkuat:

dengan memperkuat:

Interpretasi atau proses informasi

Efisiensi dan efektifitas program

Rasa percaya diri dalam pembelian

pemasaran

Pencapaian kepuasan dari pelanggan

Brand loyalty
Harga atau laba
Perluasan merek
Peningkatan perdagangan
Keuntungan kompetitif

Sumber: Durianto, dkk (2004:5)

24

Unsur-unsur brand equity diluar other proprietary asset dikenal dengan unsurunsur utama dari brand equity. Elemen brand equity yang kelima (other proprietary
asset) akan secara langsung dipengaruhi oleh kualitas dari keempat unsur utama
tersebut.
Menurut Kotler dan Amstrong (2001:461) terdapat konsumen yang sadar akan
keberadaan suatu produk atau jasa tertentu (brand awareness), dimana kesadaran
merek ini diukur berdasarkan ingatan atau pengakuan konsumen terhadap merek
tersebut. Di atas itu, ada merek yang memiliki penerimaan (brand acceptability) yang
tinggi atas suatu kondisi dimana konsumen tidak menolak untuk membeli merek
tersebut. Kemudian ada pula merek yang tingkat preferensi mereknya tinggi, ini
merupakan kondisi dimana konsumen memilih suatu merek diatas merek lainnya.
Akhirnya, terdapat merek yang memiliki tingkat kesetiaan merek yang tinggi dari
konsumen.
2.1.5 Kesadaran merek (brand awareness)
Menurut Durianto, dkk (2004:54) brand awareness merupakan kesanggupan
sekelompok konsumen untuk mengenal atau mengingat kembali tentang keberadaan
suatu merek yang berkaitan dengan suatu kategori produk atau jasa tertentu.
Schumann (2004) menyatakan bahwa brand awareness adalah kemungkinan merekmerek yang muncul di benak konsumen ketika mengingat sebuah produk atau jasa.
Romaniuk,dkk (2004) menyatakan bahwa kesadaran merek adalah langkah pertama
yang penting dalam membangun sebuah merek serta menggambarkan kesadaran

25

membangun merek sebagai cara untuk memastikan pelanggan potensial mengetahui
kategori di mana merek tersebut bersaing.
Rangkuti (2002:40) menyatakan bahwa terdapat beberapa tingkatan brand
awareness dari yang terendah sampai yang tertinggi adalah sebagai berikut.
1) Unaware of brand merupakan tingkat kesadaran yang paling rendah dari
konsumen, dimana konsumen tidak menyadari akan adanya suatu merek yang
dikaitkan dengan suatu kategori produk atau jasa tertentu.
2) Brand recognition merupakan tingkat minimal kesadaran konsumen dimana
dalam mengingat merek tersebut konsumen memerlukan bantuan.
3) Brand recall merupakan tingkat kesadaran konsumen akan suatu merek
dimana dalam mengingat merek tersebut konsumen tidak memerlukan
bantuan.
4) Top of mind merupakan merek utama dari berbagai merek yang ada di benak
konsumen.
Kesadaran merek menciptakan suatu nilai-nilai tertentu, dimana oleh Durianto
dkk (2004:7) dibagi menjadi empat nilai, yaitu :
1) Jangkar tempat tautan berbagai asosiasi
Suatu merek yang kesadarannya tinggi dibenak konsumen akan membantu
asosiasi-asosiasi melekat pada merek tersebut karena daya jelajah merek
tersebut menjadi sangat tinggi dibenak konsumen. Dengan demikian dapat

26

disimpulkan bahwa jika kesadaran suatu merek rendah, maka asosiasi yang
diciptakan oleh pemasar akan sulit melekat pada merek tersebut
2) Familier/rasa suka
Jika kesadaran atas merek sangat tinggi, konsumen akan sangat akrab dengan
merek tersebut, dan lama-kelamaan akan timbul rasa suka yang tinggi
terhadap merek tersebut.
3) Substansi/komitmen
Kesadaran merek dapat menandakan keberadaan, komitmen, dan inti yang
sangat penting bagi suatu perusahaan. Jadi jika kesadaran atas merek tinggi,
kehadiran merek itu akan selalu dapat dirasakan. Sebuah merek dengan
kesadaran konsumen tinggi biasanya disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu
diiklankan secara luas, eksistensi yang sudah teruji oleh waktu, jangkauan
distribusi yang luas, dan merek tersebut dikelola dengan baik.
4) Mempertimbangkan merek
Langkah pertama dalam suatu proses pembelian adalah menyeleksi merekmerek yang dikenal dalam suatu kelompok untuk dipertimbangkan dan
diputuskan merek mana yang akan dibeli. Merek dengan top of mind yang
tinggi mempunyai nilai pertimbangan yang tinggi. Jika suatu merek tidak
tersimpan dalam ingatan, merek tersebut tidak akan dipertimbangkan dalam
benak konsumen.

27

2.1.6 Asosiasi merek (brand association)
Pengertian brand association menurut Durianto, dkk (2004:69) adalah
keseluruhan kesan yang ada di benak konsumen yang berkenaan dengan ingatannya
terhadap merek suatu produk atau jasa tertentu. Cheng dan Chen (2001)
mendefinisikan asosiasi merek sebagai informasi lain yang terhubung ke merek
dalam memori dan mengandung arti merek dalam benak konsumen. Asosiasi merek
merupakan dasar untuk kualitas pembentukan citra merek dan ekuitas merek. Bagi
pemasar, asosiasi merek berguna dalam banyak hal, terutama untuk pengambilan
keputusan dan perluasan merek produknya, sedangkan bagi konsumen bisa dijadikan
untuk dasar dalam pemilihan merek yang bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan dan
keinginannya (Albari dan Pramudito, 2005). Adapun fungsi brand association
menurut Durianto, dkk (2004:69) adalah sebagai berikut.
1) Help process retrive information artinya membantu dalam proses penyusunan
informasi.
2) Differentiate, artinya sua