AKTIVITAS ANTIOKSIDAN BIJI KAKAO (Theobroma cacao L.) DALAM MENURUNKAN KADAR 8-HIDROKSI-2'-DEOKSIGUANOSIN DALAM URIN TIKUS SETELAH TERPAPAR ETANOL.

(1)

TESIS

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN BIJI KAKAO (Theobroma

cacao L.) DALAM MENURUNKAN KADAR

8-HIDROKSI-

2’

-DEOKSIGUANOSIN

DALAM URIN TIKUS SETELAH

TERPAPAR ETANOL

MAHARDIKA APRILIA IFLAHAH

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016


(2)

TESIS

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN BIJI KAKAO (Theobroma

cacao L.) DALAM MENURUNKAN KADAR

8-HIDROKSI-

2’

-DEOKSIGUANOSIN

DALAM URIN TIKUS SETELAH

TERPAPAR ETANOL

MAHARDIKA APRILIA IFLAHAH NIM. 1392061006

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI KIMIA TERAPAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(3)

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN BIJI KAKAO (Theobroma

cacao L.) DALAM MENURUNKAN KADAR

8-HIDROKSI-

2’

-DEOKSIGUANOSIN

DALAM URIN TIKUS SETELAH

TERPAPAR ETANOL

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

Pada Program Magister, Program Studi Kimia Terapan, Program Pascasarjana Universitas Udayana

MAHARDIKA APRILIA IFLAHAH NIM. 1392061006

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI KIMIA TERAPAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(4)

LEMBAR PENGESAHAN

TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 3 MEI 2016

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dra. Ni Made Puspawati, M.Phil., Ph.D Dr. Dra. Ni Made Suaniti, M.Si

NIP.19650319 198903 2 001 NIP.19640917 199203 2 009

Mengetahui

Ketua Program Studi Kimia Terapan Direktur

Program Pascasarjana Program Pascasarjana

Universitas Udayana, Universitas Udayana,

Prof. Dr. Drs. I Made Dira Swantara, M.Si Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K)


(5)

PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS

Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 3 Mei 2016

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No: 618/UN14.4/HK/2016

Tanggal: 27 Januari 2016

Ketua : Dra. Ni Made Puspawati, M.Phil., Ph.D.

Anggota :

1. Dr. Dra. Ni Made Suaniti, M.Si.

2. Prof. Dr. Drs. I Made Dira Swantara, M.Si. 3. Dr. Dra. Wiwik Susanah Rita, M.Si. 4. Dr. Drs. I Made Oka Adi Parwata, M.Si.


(6)

SURAT PETNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Mahardika Aprilia Iflahah

NIM : 1392061006

Program Studi : Kimia Terapan

Judul Tesis : Aktivitas Antioksidan Biji Kakao (Theobroma Cacao L.)dalam Menurunkan Kadar 8-Hidroksi-2’-Deoksiguanosindalam Urin Tikus setelah Terpapar Etanol

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah tesis ini bebas plagiat.Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, Mei 2016

Yang membuat pernyataan,


(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas rahmat dan karunia-Nya tesis ini dapat diselesaikan.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Dra.Ni Made Puspawati, M.Phil., Ph.D., pembimbing I yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan, dan saran selama penulis mengikuti program magister, khususnya dalam penyelesaian tesis ini.Terima kasih sebesar-besarnya pula penulis sampaikan kepada Dr. Dra. Ni Made Suaniti, M.Si., Pembimbing II yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.

Ucapan yang sama juga ditunjukkan kepada Rektor Universitas Udayana Prof. dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD untuk kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih ini juga ditunjukkan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana yang dijabat oleh Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana Universitas Udayana. Tidak lupa pula penulis ucapkan terima kasih pada seluruh penguji tesis ini Prof. Dr. I Made Dira Swantara, M.Si., Dr. Dra. Wiwik susanah Rita, serta Dr. Drs. I Made Oka Adi Parwata yang telah memberikan saran dan kritik demi kesempurnaan tesis ini.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua Ayah Drs. Mahmud Yuni dan Ibu Istifaizah, kakak Fariha Luthfi Dahliana, S.Pd.SD dan Yono Harto Winarno, S.Pd.SD. yang telah memberikan dukungan penuh baik moril dan materiil. Agung Ari Chandra Wibawa, S.Si. yang telah memberikan semangat, dukungan, kasih, dan kesabaran dalam bersama-sama menyelesaikan program studi sarjana hingga magister. Sahabat IDITI dan Ishtar Aurumn, teman seangkatan Magister Kimia Terapan, rekan kerja Sub


(8)

Bidang Uji Kualitas Lingkungan, Bidang Evaluasi dan Tindak Lanjut Pengelolaan SDA dan LH pada khususnya dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada umunya yang telah memberikan semangat dan motivasi selama penyusunan tesis ini.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan Rahmat dan karuniaNya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Denpasar, Mei 2016 Penulis


(9)

ABSTRAK

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN BIJI KAKAO (Theobroma cacao L.) DALAM MENURUNKAN KADAR 8-HIDROKSI-2’

-DEOKSIGUANOSINDALAMURIN TIKUS SETELAH TERPAPAR ETANOL

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antioksidan biji kakao pada fraksi yang memiliki aktivitas antioksidan paling tinggi secara in vitro dalam menurunkan kadar 8-OHdG dalam urin tikus yang terpapar etanol. Uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode DPPH dan pengukuran kadar 8-OHdG dalam urin tikus dilakukan dengan metode ELISA. Biji kakao dimaserasi dengan pelarut etanol dan selanjutnya dipartisi dengan pelarut n-heksana, etil asetat, dan n-butanol. Uji aktivitas antioksidan secara in vitro dengan metode DPPH menunjukkan bahwa fraksi n-butanol memiliki aktivitas antioksidan paling tinggi dengan nilai IC50 170 ppm. Berdasarkan analisis statistik, data kadar 8-OHdG

pada kelompok pemberian fraksi n-butanol berbeda nyata (p<0,05). Sehingga, pemberian fraksi n-butanol berpengaruh terhadap penurunan kadar 8-OHdG dalam urin tikus yang terpapar etanol dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif dengan efektivitas penurunan kadar 8-OHdG untuk dosis 50 mg/kg BB; dosis 100 mg/kg BB; dan 200 mg/kg BB berturut-turut adalah 21,20%, 31,34%, dan 35,28%.


(10)

ABSTRACT

ANTIOXIDANT ACTIVITY OF COCOA BEANS (Theobroma cacao L.) IN LOWERING 8-HIDROXY-2’-DEOKSIGUANOSINE LEVEL IN URINARY

RATS AFTER EXPOSURING TO ETHANOL

This study aimed to determine antioxidant activity of cocoa beans in fraction that has the highest antioxidant activity in lowering 8-OHdG level in urine after exposuring to ethanol. Antioxidant activity test was conducted using DPPH and measurement 8-OHdG level in urine was carried out by ELISA. Cocoa beans was macerated with ethanol and partitioned with n-hexane, ethyl acetate, and n-butanol. Antioxidant activity test by DPPH method showed that n-butanol fraction has the highest antioxidant activity with IC50 value of 170 ppm. Based on

statistical analysis, n-butanol fraction was significantly reduced the level urinary of 8-OHdG (p<0,05) in rats after exposuring to ethanol compared to negative control group, the effectiveness of n-butanol fraction in decreasing the level of urinary 8-OHdG was 21,20% at dose 50 mg/kg W; 31,34% at dose 100 mg/kg W; and 35,28% at dose 200 mg/kg W.


(11)

RINGKASAN

Gaya hidup merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan seseorang. Gaya hidup yang berpengaruh buruk terhadap kesehatan salah satunya adalah mengonsumsi minuman beralkohol. Minuman beralkohol termasuk golongan zat adiktif dalam NAPZA (Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya). Bahan aktif dari minuman beralkohol adalah etanol yang memiliki efek depresan yaitu berpengaruh menekan susunan saraf pusat. Pada peminum alkohol kronis terjadi peningkatan radikal bebas. Etanol yang masuk ke dalam tubuh akan mengalami proses absorbsi dan setelah itu akan mengalami proses metabolisme. Metabolisme etanol di dalam sel hati menyebabkan peningkatan produksi radikal bebas dengan berbagai mekanisme.

Radikal bebas sering menjadi pemicu timbulnya berbagai masalah kesehatan seperti penyakit jantung koroner, kanker, liver, katarak, menurunnya fungsi ginjal, dan proses penuaan dini. Sasaran oksidasi oleh ROS adalah makromolekul seperti lipid, karbohidrat, protein, dan DNA. Senyawa antioksidan adalah senyawa pemberi elektron (elektron donor). Secara biologis, antioksidan adalah senyawa yang mampu menangkal atau meredam dampak negatif oksidan dalam tubuh. Beberapa senyawa yang aktif sebagai antioksidan diantaranya adalah vitamin E, vitamin A, vitamin C, senyawa golongan flavonoid, betakaroten, fenolik, glutation, melatonin, likopen, dan antosianin. Senyawa-senyawa antioksidan tersebut banyak terkandung dalam tanaman.

Pada penelitian ini dilakukan uji aktivitas antioksidan pada biji kakao untuk menurunkan kadar 8-OHdG dalam urin tikus setelah terpapar etanol. Biji kakao dimaserasi dengan pelarut etanol dan dipartisi dengan pelarut n-heksana, etil asetat, dan n-butanol. Uji aktivitas antioksidan dilakukan secara in vitro dan in vivo. Secara in vitro dilakukan dengan metode DPPH dari 3 fraksi hasil partisi dan secara in vivo, pada fraksi yang paling tinggi aktivitas antioksidannya diberikan pada hewan uji dan dihitung efektivitas penurunan kadar 8-OHdG setelah pemberian perlakuan.


(12)

Berdasarkan uji dengan DPPH, fraksi n-butanol memiliki aktivitas antioksidan paling tinggi dengan nilai IC50 170 ppm, sehingga fraksi tersebut yang

diberikan pada hewan uji. Berdasarkan analisis statistik, pemberian fraksi n-butanol berpengaruh terhadap penurunan kadar 8-OHdG dalam urin tikus yang terpapar etanol dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif dengan efektivitas penurunan kadar 8-OHdG untuk dosis 50 mg/kg BB; dosis 100 mg/kg BB; dan 200 mg/kg BB berturut-turut adalah 21,20%, 31,34%, dan 35,28%.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DEPAN ... i

SAMPUL DALAM ... ii

PERSYARATAN GELAR ... iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... v

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT... vi

UCAPAN TERIMA KASIH ... vii

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT ... x

RINGKASAN ... xi

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Minuman Beralkohol ... 6

2.1.1 Absorbsi dan distribusi etanol ... 7

2.1.2 Metabolisme dan ekskresi etanol ... 8

2. 2 Radikal Bebas ... 12

2. 3 Stres oksidatif ... 13

2. 4 Antioksidan ... 17

2.5 Senyawa8-hidroksi-2’-deoksiguanosin... 22


(14)

2.7 Tikus Wistar... 26

2.7.1 Konversi manusia ke tikus ... 27

2.8Ekstraksi ... 27

2.9Partisi 28 2.10 Uji Antioksidan dengan Metode DPPH ... 29

2.11Enzyme Linked Immunosorbent Assay... 30

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 32

3.1 Kerangka Berpikir ... 32

3.2 Konsep Penelitian ... 35

3.3 Hipotesis Penelitian ... 36

BAB IV METODE PENELITIAN ... 37

4.1 Rancangan Penelitian... 37

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 38

4.3 Penentuan Sumber Data ... 39

4.3.1 Populasi ... 39

4.3.2 Kriteria sampel ... 39

4.4.3 Penentuan jumlah ulangan sampel ... 39

4.4 Variabel Penelitian... 40

4.5 Bahan Penelitian ... 40

4.6 Alat Penelitian ... 40

4.7 Prosedur Penelitian ... 40

4.7.1 Preparasi sampel... 40

4.7.2 Ekstraksi ... 41

4.7.3 Pemisahan ... 41

4.7.4 Uji fitokimia ... 42

4.7.5 Penentuan aktivitas antioksidan dengan DPPH ... 43

4.7.6Perlakuan Hewan Uji ... 43

4.7.7 Pengambilan urin hewan uji ... 44

4.7.8 Analisis 8-OHdG dalam urin tikus ... 45

4.8 Analisis Data ... 45

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 51

5.1 Preparasi dan ekstraksi biji kakao... 51

5.2 Pemisahan ... 53

5.3 Uji fitokimia hasil partisi ... 54

5.4 Penentuan aktivitas antioksidan secara in vitro dengan DPPH ... 55

5.5 Perlakuan Hewan uji ... 61

5.5.1 Pemberian etanol 20%... 62

5.5.2 Pemberian fraksi n-butanol ... 64

5.6 Analisis 8-OHdG dalam urin tikus dengan ELISA ... 65

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ... 79


(15)

6.2 Saran ... 79 DAFTAR PUSTAKA ... 81 LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 86


(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

5.1 Hasil uji fitokimia biji kakao ... 52

5.2 Hasil uji fitokimia FH, FE, dan FB ... 54

5.3 Nilai IC50 fraksi n-heksana ... 56

5.4 Nilai IC50 fraksi etil asetat ... 56

5.5 Nilai IC50 fraksi n-butanol ... 57

5.6 Hasil uji normalitas ... 67

5.7 Hasil uji homogenitas ... 67

5.8 Hasil uji anova... 68


(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1 Metabolisme etanol ... 8

2.2 Metabolisme etanol ... 10

2.3 Radikal OH menyerang DNA ... 16

2.4 Mekanisme terjadinya stres oksidatif ... 17

2.5 Mekanisme antioksidan menangkap radikal OH* ... 20

2.6Mekanisme perbaikan DNA oleh antioksidan ... 21

2.7 Struktur 8-OHdG ... 22

2.8 Struktur 2’-deoksiguanosin ... 22

2.9 Mekanisme oksidasi 2-deoksiguanosin ... 23

2.10 Buah Kakao ... 25

2.11 Tikus wistar ... 26

2.12Struktur 2,2-diphenil-1-picrylhidrazyl (DPPH) ... 29

2.13 Reaksi antioksidan dengan DPPH ... 30

3.1 Konsep Penelitian... 35

4.1 Bagan rancangan penelitian ... 37

4.2 Proses ekstraksi ... 47

4.3 proses pemisahandengan partisi ... 48

4.4 Pemberian Perlakuan Hewan uji ... 49

4.5Analisis 8-OHdG dengan ELISA ... 50

5.1 Biji kakao ... 51

5.2 Diagram nilai IC50 FH, FE, dan FB ... 57

5.3 Reaksi antioksidan dengan DPPH ... 60

5.4 Peredaman radikal bebas oleh suatu flavonoid ... 61

5.5 Kurva standar 8-OHdG ... 66

5.6 Grafik kadar 8-OHdG pada kelompok perlakuan ... 69

5.7 Efektivitas rata-rata penurunan kadar 8-OHdG dalam urin tikus ... 72


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Hasil uji fitokimia ... 86

2. Perhitungan nilai IC50 FH, FE, dan FB ... 88

3. Perhitungan volume pemberian fraksi n-butanol ... 96

4. Perhitungan konsentrasi 8-OHdG ... 97


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Gaya hidup merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan seseorang.Gaya hidup yang berpengaruh buruk terhadap kesehatan salah satunya adalah mengonsumsi minuman beralkohol. Kegiatan mengonsumsi minuman beralkohol telah menjadi kebiasaan manusia dari zaman dahulu hingga sekarang sebagai penghangat tubuh atau sebagai simbul keakraban dalam suatu komunitas.

Dalam harian kompas 12 Mei 2014, World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa pada tahun 2014, alkohol membunuh 3,3 juta orang di seluruh dunia setiap tahun. Angka kematian akibat konsumsi alkohol ini jauh di atas gabungan korban AIDS, TBC, dan kekerasan. Kematian yang disebabkan alkohol termasuk kecelakaan lalu lintas akibat mabuk, kekerasan terkait alkohol, dan berbagai penyakit yang disebabkannya misalnya gangguan hati hingga kanker.WHO menambahkan, alkohol mengakibatkan satu dari 20 kematian di dunia setiap tahun.

Minuman beralkohol termasuk golongan zat adiktif dalam NAPZA (Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya). Bahan aktif dari minuman beralkohol adalah etanol yang memiliki efek depresan yaitu berpengaruh menekan susunan saraf pusat (Joewana, 2001).

Pada peminum alkohol kronis terjadi peningkatan radikal bebas. Etanol yang masuk ke dalam tubuh mengalami proses absorbsi dan setelah itu mengalami


(20)

2

proses metabolisme. Metabolisme etanol di dalam sel hati menyebabkan peningkatan produksi radikal bebas dengan berbagai mekanisme (Hernawati, 2009). Radikal bebas (free radical) adalah atom atau molekul (kumpulan atom) yang memiliki elektron yang tak berpasangan (unpaired electron) pada orbital luarnya, sehingga bersifat sangat reaktif, yaitu dengan cara menyerang dan mengikat atau menarik elektron molekul yang berada di sekitarnya (Suryohudoyo, 1993). Radikal bebas berbahaya yang disebabkan oleh kedua sifat radikal bebas, yaitu reaktivitas yang tinggi dan kecenderungannya membentuk radikal baru. Radikal bebas yang banyak terlibat dalam proses patologis adalah Radical Oxygen Species (ROS) (Suryohudoyo, 1993).

Kenaikan kadar ROS dapat menimbulkan kondisi yang dinamakan stres oksidatif (Wresdiyati, 2003). Stres oksidatif adalah kondisi yang terjadi ketika keseimbangan antara pro-oksidan (radikal) dengan antioksidan bergeser ke arah reaktan (pro-oksidan), sehingga berpotensi menghasilkan kerusakan dalam tubuh (Sivonovaet al., 2004). Radikal bebas sering menjadi pemicu timbulnya berbagai masalah kesehatan seperti penyakit jantung koroner, kanker, liver, katarak, menurunnya fungsi ginjal, dan proses penuaan dini. Sasaran oksidasi oleh ROS adalah makromolekul seperti lipid, karbohidrat, protein, dan DNA (Deoxy Nucleic Acid) (Sudjarwo, 2004).

Stres oksidatif dapat ditanggulangi, selain dengan mencegah konsumsi etanol, juga dibutuhkan senyawa yang mampu menangkal aktivitas radikal bebas. Senyawa antioksidan adalah senyawa pemberi elektron (elektron donor). Secara biologis, antioksidan adalah senyawa yang mampu menangkal atau meredam


(21)

3

dampak negatif oksidan dalam tubuh (Winarsi, 2011). Beberapa senyawa yang aktif sebagai antioksidan diantaranya adalah vitamin E, vitamin A, vitamin C, senyawa golongan flavonoid, betakaroten, fenolik, glutation, melatonin, likopen, dan antosianin. Senyawa-senyawa antioksidan tersebut banyak terkandung dalam tanaman (Hamidet al., 2010).

Biji buah kakao mengandung cukup tinggi senyawa yangaktif sebagai antioksidan, diantaranya adalah katekin 33- 42 %, leukosianidin 23- 25%, dan antosianin 5%. Sedangkan pada biji kakao bubuk bebas lemak mengandung 5-18% senyawa polifenol seperti katekin dan antosianin (Misnawi et al., 2005).Sebanyak 60% dari total fenolik pada biji kakao mentah adalah monomer flavanol (epikatekin dan katekin) dan oligomer proanidin (dimer hingga decamer) (Dreosti, 2000). Pada penelitian sebelumnya telah dilaporkan oleh Anugrawati (2013) mengenai pemanfaatan bubuk kakao sebagai pencegah stres oksidatif pada tikus wistar akibat asupan minyak jelantah.

Terjadinya stres oksidatif dalam tubuh dapat terdeteksi dari adanya senyawa-senyawa penanda stres oksidatif, salah satunya adalah 8-hidroksi-2’ -deoksiguanosin (8-OHdG). Di dalam tubuh, 8-OHdG dihasilkan dari oksidasi DNA yaitu nukleotida guanin oleh ROS.Hal ini menyebabkan keadaan yang disebut mutasi DNA (Sudjarwo, 2004). Banyaknya radikal dalam tubuh akan sebanding dengan jumlah 8-OHdG. Makin tinggi 8-OHdG maka berarti makin tinggi pula jumlah radikal.

Senyawa 8-OHdG merupakan senyawa yang mudah larut dalam air dan secara langsung diekskresikan melalui urin sebagai penanda kerusakan DNA yang


(22)

4

paling banyak terdeteksi dalam urin. Sehingga hal ini banyak digunakan sebagai penanda stres oksidatif (Boonlaet al., 2004).

Metode yang digunakan untuk mengetahui aktivitas antioksidan secara in vitro salah satunya yaitu metode DPPH (difenilpikril hidrazil). Metode tersebut berdasarkan pengukuran kapasitas daya hambat radikal bebas secara umum. Kapasitas antiradikal DPPH dapat diukur dari peredaman warna ungu merah dari DPPH pada panjang gelombang 517 nm (Djatmiko, 1998). Sedangkan pengukuran aktivitas antikosidan secara in vivo dilakukan terhadap hewan uji melalui penurunan kadar 8-OHdG dalam urin tikus setelah terpapar etanol.

Metode yang telah banyak dilakukan sebelumnya pada penentuan 8-OHdG dalam cairan biologis terutama dalam urin diantaranya HPECD, GC-MS, LC-MS,immunoassay (Ogino dan Wang, 2007), dan elektroforesis kapiler dengan detektor elektrokimia (Weiss dan Lunte, 2008). Metode immunoassay merupakan metode yang akurat karena menggunakan prinsip reaksi antigen-antibodi yang bersifat spesifik, sehingga dapat dilakukan analisis baik secara kualitatif maupun kuantitatif.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka dilakukan penelitian mengenai aktivitas antioksidan dalam biji buah kakao dan pengaruhnya terhadap penurunan tingkat stres oksidatif yang ditunjukkan dengan penurunan kadar 8-OHdG dalam sampel urin tikus yang dipaparkan etanol dengan ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay).


(23)

5

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Pada fraksi apakah ekstrak etanol biji kakao memiliki aktivitas antioksidan paling tinggi secara in vitro dengan metode DPPH?

2. Apakah pemberian fraksi yang memiliki aktivitas antioksidan paling tinggi berpengaruh terhadap penurunan kadar 8-OHdG dalam urin tikus yang terpapar etanol dibandingkan dengan kontrol negatif?

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui fraksi yang memiliki aktivitas antioksidan pada ekstrak etanol biji kakao secara in vitro dengan metode DPPH.

2. Mengetahui pengaruh pemberian fraksi yang memiliki aktivitas antioksidan paling tinggi terhadap penurunan kadar 8-OHdG dalam urin tikus yang terpapar etanol dibandingkan dengan kontrol negatif

1.4Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut:

1. Secara akademis dapat mengembangkan ilmu pengetahuan mengenai pemanfaatan dan ekstraksi senyawa dari bahan alam berupa biji kakao

2. Secara praktis dapat memberikan manfaat pengetahuan melalui analisis pengaruh pemberian biji kakao terhadap penurunan kadar 8-OHdG pada tikus setelah terpapar etanol.


(24)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Minuman Beralkohol

Minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung etanol yang diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat. Minuman beralkohol dibuat dengan cara fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi, baik dengan cara memberikan perlakuan terlebih dahulu atau tidak. Pembuatan minuman beralkohol bisa ditambahkan bahan lain atau tidak, maupun yang diproses dengan cara mencampur kosentrat dengan etanol atau dengan cara pengenceran minuman yang mengandung etanol (Kepres RI, 1997).

Menurut keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 3 tahun 1997 tentang pengawasan dan pengendalian minuman beralkohol, produksi minuman beralkohol hasil industri di dalam negeri dan berasal dari impor digolongkan menjadi 3 golongan sebagai berikut:

1) Minuman beralkohol golongan A adalah minuman beralkohol dengan kadar etanol (C2H5OH) 1% sampai dengan 5%, contoh bir bintang, green sand,

anker bir, asahi, san miguel, dan aneka bir lainnya.

2) Minuman beralkohol golongan B adalah minuman beralkohol dengan kadar etanol (C2H5OH) lebih dari 5 % sampai dengan 20%, contoh anggur malaga,

anggur kolesom cap 39, kucing anggur ketan hitam, arak kolesom, anggur orang tua, shochu, crème cacao, dan jenis minuman anggur lainnya.


(25)

7

3) Minuman beralkohol golongan C adalah minuman beralkohol dengan kadar etanol 20% sampai dengan 55%, contoh mansion house, scotch brandy, stevenson, tanqueray, dan minuman brandy lainnya.

Minuman beralkohol golongan B dan golongan C adalah kelompok minuman keras yang diproduksi, pengedaran dan penjualannya ditetapkan sebagai barang dalam pengawasan.

Secara sederhana peminum alkohol dapat digolongkan ke dalam 3 kelompok. Kelompok pertama adalah peminum ringan (light drinker) yaitu mereka yang mengonsumsi antara 0,28 s/d 5,9 gram alkohol per hari atau ekuivalen dengan minum 1 botol bir atau kurang. Kelompok kedua adalah peminum menengah (moderate drinker). Kelompok ini mengonsumsi antara 6,2 s/d 27,7 gram per hari atau setara dengan 1 s/d 4 botol birper hari. Kelompok terakhir adalah peminum berat (heavy drinker) yang mengonsumsi lebih dari 28 gram alkohol per hari atau lebih dari 4 botol bir sehari (Widianarkoet al., 2000).

2.1.1 Absorbsi dan distribusi etanol

Etanol yang masuk ke dalam saluran pencernaan akan diabsorbsi sebagian besar (80%) di usus halus, sisanya diabsorbsi di kolon. Kecepatan absorbsi tergantung pada takaran dan konsentrasi alkohol dalam minuman yang mengisi lambung dan usus. Bila etanol diminum dan dimasukkan dalam lambung yang kosong maka kadarnya dalam darah telah dapat dideteksi pada 30 - 90 menit sesudahnya. Setelah diabsorbsi, etanol akan didistribusikan ke semua jaringan.


(26)

8

Alkohol dehidrogenase

Siklus krebs Aldehid

dehidrogenase

Sekitar 90 - 98% etanol yang diabsorbsi dalam tubuh akan mengalami oksidasi (Zakhari, 2006).

Etanol mudah berdifusi dan distribusinya dalam jaringan sesuai dengan kadar air jaringan tersebut. Semakin hidrofil jaringan semakin tinggi kadar alkoholnya. Biasanya dalam 12 jam telah tercapai keseimbangan kadar alkohol dalam darah, usus, dan jaringan (Zakhari, 2006).

2.1.2 Metabolisme dan ekskresi etanol

Etanol yang masuk ke dalam tubuh akan mengalami serangkaian proses biokimia. Etanol yang dikomsumsi, 90% diantaranya akan dimetabolisme oleh tubuh terutama hati oleh alkoholdehirogenase (ADH) dan koenzim nikotinamid-adenin-dinokleotida (NAD) menjadi asetaldehid dan kemudian oleh aldehida dehidrogenase (ALDH) diubah menjadi asam asetat. Asam asetat dioksidasi menjadi CO2 dan H2O.

Piruvat, levulosa (fruktosa), gliseraldehida, dan alanin akan mempercepat metabolisme etanol (Lieber, 1994). Metabolisme etanol disajikan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1

Metabolisme Etanol (Lieber, 1994) Etanol

C2H5OH

Asetaldehid CH3CHO

Asam Asetat CH3COOH

CO2 dan


(27)

9

Metabolisme alkohol melibatkan 3 jalur, yaitu jalur sitosol, jalur peroksisom, dan jalur mikrosom (Gambar 2.2) adalah sebagai berikut:

a. Jalur Sitosol

Jalur sitosol adalah proses oksidasi dengan melibatkan alkohol dehidrogenase (ADH). Proses oksidasi dengan menggunakan alkohol dehidrogenase terjadi di dalam hepar. Metabolisme alkohol oleh ADH akan menghasilkan asetaldehid yang merupakan produk yang sangat reaktif dan sangat beracun sehingga menyebabkan kerusakan beberapa sel atau jaringan (Zakhari, 2006).

b. Jalur Peroksisom

Melalui katalase yang terdapat dalam peroksisom, hidrogen yang dihasilkan dari metabolisme etanol dapat mengubah keadaan redoks dan pada pemakaian alkohol yang lama dapat mengecil. Perubahan ini dapat menimbulkan perubahan metabolisme lemak dan karbohidrat, yang menyebabkan bertambahnya jaringan kolagen dan dalam keadaan tertentu dapat menghambat sintesis protein (Zakhari, 2006).

c. Jalur Mikrosom

Jalur ini juga sering disebut dengan Sistem Oksidasi Etanol Mikrosom (SOEM) yang terletak dalam retikulum endoplasma, dengan pertolongan 3 komponen mikrosom (sitokrom P-450, reduktase dan lesitin) yang mengoksidasi etanol menjadi asetaldehid (Zakhari, 2006). Etanol dieliminasi melalui ginjal, paru-paru, dan minimal melalui keringat (Herfindal, 1988 dalam Wardjowinoto, 1998).


(28)

10

7

Gambar 2.2

Metabolisme etanol (Zakhari, 2006)

Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan metabolisme dan penyerapan alkohol oleh tubuh manusia, antara lain:

ETANOL METABOLISME SITOSOL Enzim Alkohol Dehidrogenase MIKROSOM Sitokrom Reduktase Lestin PEROKSISOM Enzim Katalase Hidrogen Hidrogen Asetaldehid Asam Asetat Asetaldehid Kerusakan Struktur Sel Meningkatkan Produksi ROS Redoks Mengecil Perubahan Metabolisme Lemak dan Karbohidrat Pertumbuhan Jaringan Kolagen Menghambat Sintesis Protein


(29)

11

1. Jumlah alkohol yang diminum

Makin banyak alkohol yang diminum maka makin tinggi kadar alkohol yang dapat ditemukan dalam tubuh.

2. Keadaan mukosa lambung dan usus

Adanya makanan dalam lambung saat mengonsumsi alkohol dapat mempengaruhi penyerapan.Jumlah alkohol yang dapat diserap tergantung pada seberapa cepat lambung mengosongkan isinya. Jika seseorang minum alkohol setelah makan (makanan yang mengandung karbohidrat, protein, dan lemak), maka kecepatan alkohol yang dapat diserap tubuh menjadi tiga kali lebih lambat daripada saat lambung dan usus kosong.

3. Jumlah kandungan air dalam tubuh

Semakin besar tubuh manusia semakin banyak kandungan air di dalamnya karena hampir 2/3 dari berat badan manusia terdiri dari air. Alkohol dapat bercampur dengan air sehingga kepekatan alkohol dalam darah berkurang.

4. Berat badan manusia

Respon tubuh terhadap alkohol antara orang kurus dan gemuk adalah berbeda. Hal ini disebabkan orang yang lebih kurus dan kecil mempunyai volume atau jumlah darah yang lebih sedikit dan organ hatinya juga lebih kecil. Oleh karena itu, kadar alkohol dalam darah yang mengalir ke organ hati akan lebih besar dan mungkin akan lebih besar lagi saat darah mengalir meninggalkan organ tersebut.


(30)

12

5. Jenis kelamin

Metabolisme dan penyerapan alkohol pada wanita berbeda dengan pria. Wanita mempunyai konsentrasi alkohol darah lebih tinggi setelah mengonsumsi minuman beralkohol yang sama banyaknya dengan yang dikonsumsi oleh seorang pria. Kemampuan alkohol dalam tubuh wanita untuk memetabolisme ADH dalam perut lebih lemah daripada pria. Wanita juga memiliki kandungan air dalam tubuh lebih sedikit dari pria, sehingga konsentrasi alkohol dalam darah lebih besar jika minum dengan jumlah yang sama dan berat badan juga sama dengan seorang pria.

2.2 Radikal Bebas

Radikal bebas adalah molekul yang mempunyai sekelompok atom dengan elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas adalah bentuk radikal yang sangat reaktif dan mempunyai waktu paruh yang sangat pendek. Jika radikal bebas tidak segera dihentikan aktivitasnya, reaktivitasnya dapat merusak seluruh tipe makromolekul seluler, termasuk karbohidrat, protein, lipid, dan asamnukleat (Winarsi, 2007).

Mekanisme terbentuknya radikal bebas dapat dimulai oleh banyak hal, baik yang bersifat endogen maupun eksogen. Reaksi selanjutnya adalah peroksidasi lipid membran dan sitosol yang mengakibatkan terjadinya serangkaian reduksi asam lemak sehingga terjadi kerusakan membran dan organel sel (Winarsi, 2007).

Peroksidasi (autooksidasi) lipid bertanggung jawab tidak hanya pada kerusakan makanan, tapi juga menyebabkan kerusakan jaringan in vivo karena dapat


(31)

13

menyebabkan kanker, penyakit inflamasi, aterosklerosis, dan penuaan. Efek merusak

tersebut akibat produksi radikal bebas (ROO•, RO•, OH•) pada proses pembentukan

peroksida dari asam lemak. Peroksidasi lipid merupakan reaksi berantai yang memberikan pasokan radikal bebas secara terus-menerus yang menginisiasi peroksidasi lebih lanjut. Proses secara keseluruhan dapat digambarkan sebagai berikut:

1) Inisiasi

ROOH + logam(n)ROO• + Logam(n-1)+ H+

X• + RH R• + XH

2) Propagasi

R• + O2ROO•

ROO• + RH ROOH + R•

3) Terminasi

ROO• + ROO•  ROOR + O2

ROO• + R• ROOR

R• + R•  RR

2.3 Stres Oksidatif

Stres oksidatif adalah kondisi yang terjadi ketika keseimbangan antara prooksidan dengan antioksidan bergeser ke arah reaktan (prooksidan), berpotensi menghasilkan kerusakan organik. Prooksidan adalah definisi dari radikal bebas, atom atau kelompok atom dengan elektron tunggal tidak berpasangan. Konsentrasi fisiologis pro-oksidan dapat ditentukan oleh faktor internal dan eksternal. Prooksidan


(32)

14

Reactive Oxygen Species (ROS), misalnya adalah produk normal metabolisme aerobik. Namun, di bawah kondisi patologis produksi ROS dapat meningkat, melebihi kapasitas detoksifikasi tubuh dan dengan demikian berkontribusi terhadap level molekul patologi organik. Sumber eksternal radikal bebas termasuk paparan terhadap racun lingkungan seperti radiasi pengion, ozon, dan nitrogen oksida, asap rokok (termasuk inhalasi pasif) dan logam berat, serta asupan makanan beralkohol berlebihan, lemak tak jenuh, dan bahan kimia lainnya dan senyawa hadir dalam makanan dan air (Sivonovaet al., 2004). Mekanisme terjadinya stres oksidatif pada berbagai makromolekul secara ringkas disajikan dalam Gambar 2.3.

1) Peroksidasi lemak

Membran selkaya akan sumberpoly unsaturated fatty acid (PUFA), yang mudah dirusak oleh bahan-bahan pengoksidasi, proses tersebut dinamakan peroksidasi lemak. Hal ini sangat merusak karena merupakan suatu proses berkelanjutan. Pemecahan hidroperoksida lemak sering melibatkan katalisis ion logam transisi. LH + R  L + RH

L + O2 LOO

LOO + L’H LOOH + L’

LOOH LO , LOO , aldehid (Arief, 2012) 2) Kerusakan protein

Protein lebih tahan terhadap radikal bebas daripada PUFA sehingga kecil kemungkinan dalam terjadinya reaksi berantai yang cepat. Serangan radikal bebas terhadap protein sangat jarang kecuali bila sangat ekstensif. Hal ini terjadi hanya jika


(33)

15

radikal tersebut mampu berakumulasi (jarang pada sel normal) atau bila kerusakannya pada daerah tertentu dalam protein. Salah satu penyebab kerusakan terfokus adalah jika protein berikatan dengan ion logam transisi (Arief, 2012).

3) Kerusakan DNA

Kerusakan pada DNA terjadi bila ada lesi (kerusakan pada jaringan) pada susunan molekul, apabila tidakdapat diatasi, dan terjadi sebelum replikasi maka akan terjadi mutasi. Radikal oksigen dapat menyerang DNA jika terbentuk disekitar DNA seperti pada radiasi biologis (Arief, 2012).

DNA sangat sensitif terhadap reaktivitas radikal bebas karena teroksidasinya DNA akan mengawali sejumlah besar derivat teroksidasi. Biomarker DNA teroksidasi dapat diukur dari 8-hidroksideoksiguanosin (8-OHdG) dalam urin.Pertama-tama radikal hidroksil berinteraksi dengan basa guanin membentuk radikal 8-hidroksiguanin yang merupakan oksidasi lesi mutagenik. Kemudian cincin guanin akan terbuka sehingga terjadi penghentian replikasi DNA, yang menimbulkan kesalahan enzim DNA repair (Winarsi, 2007).

Radikal bebas juga dapat menimbulkan berbagai perubahan pada DNA, seperti hidroksilasi basa timin dan sitosin, pembukaan inti purin dan pirimidin, serta terputusnya rantai fosfodiester pada DNA. Kerusakan yang tidak begitu parah dapat diperbaiki oleh sistem DNA repair, namun bila cukup parah misalnya rantai DNA terputus di berbagai tempat, kerusakan tidak dapat diperbaiki akibatnya proses replikasi sel terganggu (Winarsi, 2007).


(34)

16

Kerusakan DNA yang disebabkan oleh ROS terutama diperankan oleh radikal hidroksil, akan meningkatkan radiolisis air melalui radiasi ion atau bahan kimia. Dalam hal ini terbentuk radikal oksil yang berikatan dengan logam, dan merupakan intermediate aktif dalam reaksi DNA-cleaved. Mekanisme ini mengawali terbentuknya produk degradasi. Efek biologis dari kerusakan DNA ini dapat menyebabkan mutagenesis sehingga menyebabkan kanker (Winarsi, 2007).

Paparan ROS pada DNA mitokondria ditemukan pada penderita berbagai penyakit degeneratif yang berkaitan dengan aging. Akibatnya adalah penurunan fungsi mitokondria bahkan kerusakan pada DNA mitokondria. Kerusakan DNA juga dapat digunakan sebagai biomarker penyakit-penyakit degeneratif yang diakibatkan oleh ROS seperti kanker, infeksi, penyakit jantung koroner, rheumatoid, penyakit respiratorik, katarak, dan liver (Winarsi, 2007). Mekanisme masuknya radikal ke DNA dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3


(35)

17

Sumber endogen Sumber lingkungan

Kebocoran mitokondria Asap rokok

Ledakan respirasi Polutan

Reaksi enzimatik Sinar UV

Reaksi autooksidasi Radiasi ionisasi

Xenobiotik

Produksi Radikal Bebas

Enzim antioksidan

O2, H2O2

.OH

Peroksidasi lipid Modifikasi basa DNA Gangguan protein

Kerusakan sel/jaringan Perbaikan

Gambar 2.4

Mekanisme terjadinya stres oksidatif (Harliansyah, 2009)

2.4 Antioksidan

Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (electron donor) atau reduktan. Senyawa ini memiliki berat molekul kecil, tetapi mampu menginaktivasi


(36)

18

berkembangnya reaksi oksidasi, dengan cara mencegah terbentuknya radikal. Antioksidan juga merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi, dengan cara mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif. Akibatnya, kerusakan sel dihambat (Winarsi, 2007).

Berkaitan dengan reaksi oksidasi di dalam tubuh, status antioksidan merupakan parameter penting untuk memantau kesehatan seseorang. Tubuh manusia memiliki antioksidan untuk menangkal reaktivitas radikal bebas, yang secara kontinyu dibentuk oleh tubuh. Bila jumlah antioksidan dalam tubuh kurang dari jumlah radikal bebas, kelebihannya akan menyerang komponen lipid, protein, maupun DNA hingga mengakibatkan kerusakan-kerusakan yang disebut stres oksidatif. Namun demikian, reaktivitas radikal bebas dapat dihambat melalui 3 cara berikut (Winarsi, 2007):

a. Mencegah atau menghambat pembentukan radikal bebas baru

b. Menginaktivasi atau menangkap radikal dan memotong propagasi (pemutusan rantai)

c. Memperbaiki (repair) kerusakan oleh radikal

Antioksidan dapat berupa enzim (misalnya superoksida dismutase atau SOD, katalase, dan glutation peroksidase), vitamin (misalnya vitamin E,C,A, dan beta karoten), dan senyawa lain (misalnya flavonoid, albumin, bilirubin, seruloplasmin, dan lain-lain). Antioksidan enzimatis merupakan sistem pertahanan utama (primer) terhadap kondisi stres oksidatif. Enzim-enzim tersebut merupakan metaloenzim yang aktivitasnya sangat tergantung pada adanya ion logam. Aktivitas SOD bergantung


(37)

19

pada logam Fe, Cu, Zn, dan Mn, enzim katalase bergantung pada Fe, dan enzim glutation peroksidase bergantung pada logam Se. Antioksidan enzimatis bekerja dengan cara mencegah terbentuknya senyawa radikal bebas baru (Winarsi, 2007).

Disamping antioksidan yang bersifat enzimatis, ada juga antioksidan non-enzimais yang dapat berupa senyawa nutrisi maupun non-nutrisi.Kedua kelompok antioksidan non-enzimatis ini disebut juga antioksidan sekunder karena dapat diperoleh dari asupan bahan makanan, seperti vitamin C, E, A dan beta karoten.Glutation, asam urat, bilirubin, albumin, dan flavonoid juga termasuk dalam kelompok ini.Senyawa-senyawa tersebut berfungsi menangkap senyawa oksidan serta mencegah terjadinya reaksi berantai.Komponen-komponen tersebut tak kalah penting perannya dalam menginduksi status antioksidan (Winarsi, 2007).

Mekanisme antioksidan memiliki 2 fungsi, fungsi pertama merupakan fungsi utama yaitu sebagai pemberi atom hidrogen.Antioksidan (AH) yang mempunyai fungsi utama tersebut sering disebut sebagai antioksidan primer. Senyawa ini dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke radikal (R•, ROO•) atau mengubahnya ke bentuk lebih stabil, sementara turunan radikal antioksidan (A•) tersebut memiliki keadaan lebih stabil dibanding radikal lipid (Winarsi, 2007), dengan reaksi sebagai berikut:

AH + OH•  H2O + A•

Fungsi kedua merupakan fungsi sekunder antioksidan, yaitu memperlambat laju autooksidasi dengan berbagai mekanisme di luar mekanisme pemutusan rantai autooksidasi dengan pengubahan radikal lipid ke bentuk lebih stabil. Radikal-radikal


(38)

20

antioksidan (A•) yang terbentuk pada reaksi tersebut relatif stabil dan tidak

mempunyai cukup energi untuk dapat bereaksi dengan molekul lipid lain membentuk radikal lipid baru (Winarsi, 2007).

- Inisiasi :

R• + AH  RH + A•

(Radikal lipid) (antioksidan primer) (radikal antioksidan) - Propagasi :

ROO• + AH ROOH + A•

- Terminasi

A• + A• AA

Antioksidan dapat menangkap radikal hidroksil dengan mendonorkan atom hidrogen sehingga dapat menurunkan kadar 8-OHdG akibat serangan radikal, sesuai Gambar 2.5.

Ket: A-H = antioksidan

Gambar 2.5


(39)

21

Gambar 2.6 merupakan skema yang menunjukkan mekanisme perbaikan kerusakan DNA melalui daur redoks sel oleh antioksidan vitamin C. (AA = ascorbic acid, DHA= dehydro ascorbic acid, LOO· = lipid peroxyl radical, NER = nucleotide excision repair, TCR = transcription coupled repair)

Gambar 2.6

Mekanisme perbaikan DNA oleh antioksidan (Harliansyah, 2011)

Antioksidan mampu menurunkan ekspresi enzim nitrit oksida sintase (iNOS),

α-TNF dan NFκB yang merupakan faktor transkripsi. Di sisi lain, dapat pula

menekan proliferasi sel kanker melalui pengaktifan sitokrom C dan kaspase sehingga terjadi peningkatan ekspresi protease pengaktif faktor-1 (Apaf-1) untuk menginduksi kematian sel. Peranan antioksidan ditunjukkan melalui kemampuannya menghambat oksidasi biologi dan tahap inisiasi guna mencegah aktivasi karsinogen (blocking


(40)

22

agent) serta menghambat tahap promosi dan progresi dengan cara menekan proliferasi (Harliansyah, 2011).

2.5 Senyawa 8-hidroksi-2’-deoksiguanosin (8-OHdG)

ROS sendiri sangat reaktif dan memiliki waktu paruh yang sangat pendek, penentuan langsung dari ROS dalam jaringan atau cairan tubuh umumnya tidak praktis. Oleh karena itu, pengukuran oksidatif DNA, protein, lipid, dan gula dalam sampel biologis telah diharapkan sebagai senyawa penanda untuk mendeteksi penyakit yang diakibatkan oleh ROS (Ogino and Wang, 2007).

Senyawa 8-hidroksi-2’-deoksiguanosin (8-OHdG) adalah hasil oksidasi guanin oleh ROS. Dengan teroksidasinya guanin pada untai DNA, maka untai DNA akan kehilangan nukleotida guanin. Jumlah hilangnya guanin tergantung kadar ROS (Ozawa, 1995 dalam Sudjarwo, 2004). Struktur 8-OHdG dan 2’deoksiguanosin disajikan dalam Gambar 2.7 dan 2.8, untuk mekanisme terbentuknya 8-OHdG dari

2’deoksiguanosin disajikan dalam Gambar 2.9.

Gambar 2.7 Gambar 2.8

Struktur 8-OHdG (Ogino and Wang, 2007) Struktur kimia 2’-deoksiguanosin (Ogino and Wang, 2007)


(41)

23

HN

N N O

H2N

N O H OH H H H H OH

H + OH

HN

N N

N O

H2N

OH dR H C4-OH-adduct radical HN N N N O

H2N

dR H OH C5-OH-adduct radical HN N N N O

H2N

dR H OH

C8-OH-adduct radical dR = 2'-deoxyribose

HN

N N

N O

H2N

dR H OH

C8-OH-adduct radical

e , H HN

N N

H N O

H2N

dR H OH

7-Hydro-8-hydroxy-2'-deoxyguanosine

e ,-H

HN

N N

H N O

H2N

dR O HN N N N O

H2N

dR OH

8-oxodG 8-OHdG

Gambar 2.9

Mekanisme oksidasi 2’-deoksiguanosin menjadi 8-OHdG oleh ROS (Valavanidis et


(42)

24

Produk yang paling representatif yang dapat dihasilkan dari kerusakan oksidatif pada sel DNA adalah 8-hidroksi-2’-deoksiguanosin (8-OHdG), sebuah produk oksidatif basa guanin pada DNA. ROS menyerang atom C nomor 8 pada basa nukleotida. Meskipun basa nukleotida yang lain juga dapat bereaksi dengan ROS dengan cara yang sama, namun hasil dari oksidasi guanosin menjadi 8-OHdG hasilnya paling melimpah karena relatif mudah terbentuk promutagenik (Valavanidis

et al., 2009).

Peningkatan kadar 8-OHdG telah ditemukan dalam serum dan miokardium pasien dengan gagal jantung dan dalam urin pasien dengan penyakit Parkinson. Banyak metode seperti HPLC-ECD, GC-MS, LC-MS, dan immunoassay telah dilakukan untuk mengukur 8-OHdG dalam spesimen biologi dan ditelaah secara rinci dalam beberapa artikel (Ogino and Wang, 2007).

2.6 Buah Kakao (Theobroma cacaoL.)

Kakao (TheobromacacaoL.) merupakan tumbuhan berwujud pohon yang

berasal dari Amerika Selatan. Biji tumbuhan ini dihasilkan produk olahan yang dikenal sebagai kakao (Plant Database, 2012).

Pohon kakao memiliki tinggi 12-25 kaki, serta cabang di bagian puncaknya. Batangnya tegak, lurus dan panjang 1,5-2 meter. Kayunya terang dan putih, kulit kayunya tipis, halus, dan kecoklatan. Benihnya banyak berukuran 2,5 cm, bagian luarnya berwarna merah kecoklatan, bagian dalam kakao gelap dan dibungkus dengan


(43)

25

lapisan putih, manis serta berminyak (Ide, 2008). Bentuk buah kakao disajikan dalam Gambar 2.10.

Gambar 2.10

Buah KakaoTheobroma cacao L. (Plant Database, 2012) Klasifikasi buah kakao (Plant database, 2012):

- Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

- Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) - Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

- Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

- Kelas : Magnoliopsida (Berkeping dua/dikotil)

- Subkelas : Dilleniidae

- Ordo : Malvales

- Famili : Sterculiaceae

- Genus : Theobroma


(44)

26

Antioksidan utama dalam kakao merupakan anggota dari sub-grup flavonoid yang disebut katekin. Selain sebagai antioksidan, katekin yang memberikan warna pada biji kako. Biji kakao langsung difermentasi setelah di panen dari buah kakao supaya aroma bijinya keluar (Ide, 2008).

2.7 Tikus Wistar

Hewan coba merupakan hewan yang dikembangbiakkan untuk digunakan sebagai hewan uji coba. Tikus sering digunakan pada berbagai macam penelitian medis selama bertahun-tahun. Hal ini dikarenakan tikus memiliki karakteristik genetik yang unik, mudah berkembang biak, murah serta mudah untuk mendapatkannya. Tikus merupakan hewan yang melakukan aktivitasnya pada malam hari (nocturnal) (Ardhiansyah, 2012). Gambar tikus wistar disajikan dalam Gambar 2.11.

Gambar 2.11

Tikus Wistar(Ardhiansyah, 2012)

Sebuah galur atau strain yang mengacu pada tikus adalah sebuah kelompok yang semua anggotanya secara genetik mempunyai ciri yang identik. Pada tikus, ciri ini dicapai melalui perkawinan sedarah dengan memiliki populasi jenis ini mungkin


(45)

27

untuk dilakukan percobaan pada peran gen, atau melakukan percobaan yang mengecualikan variasi dalam genetika sebagai faktor. Sebaliknya, outbred strain

digunakan ketika identik genotip tidak diperlukan atau populasi acak diperlukan, dan lebih didefinisikan sebagai leluhur pembanding strain (Estina, 2011).

Tikus wistar merupakan tikus albino spesies Rattus norvegicus. Jenis galur ini dikembangkan di Institut Wistar pada tahun 1906 untuk digunakan dalam biologi dan penelitian medis. Jenis Tikus ini merupakan galur tikus pertama yang dikembangkan sebagai model organisme (Estina, 2011).

Tikus Wistar saat ini menjadi salah satu tikus paling populer yang digunakan untuk penelitian laboratorium.Ciri tikus ini adalah mempunyai kepala lebar, telinga panjang, dan memiliki ekor panjang (tidak melebihi panjang tubuhnya). Galur tikus

Sprague Dawley dan Long-Evans dikembangkan dari tikus galur Wistar. Tikus Wistar lebih aktif daripada jenis lain seperti tikus Sprague dawley (Estina, 2011).

2.7.1 Konversi manusia ke tikus

Konversi dosis pada manusia dengan berat badan 70 kg ke tikus Wistar dengan berat badan 200 gram adalah 0,018 (Indrapraja, 2009). Konversi usia manusia ke tikus adalah usia 10 tahun pada manusia sama dengan 1 bulan (4 minggu) pada tikus wistar (Umami, 2012).

2.8 Ekstraksi

Ekstraksi dapat diartikan sebagai proses penarikan keluar senyawa-senyawa yang terdapat pada tumbuhan atau hewan dengan menggunakan suatu pelarut. Pelarut


(46)

28

yang digunakan sebaiknya memiliki sifat kepolaran yang mirip dengan senyawa yang akan diekstrak, tidak toksik, tidak mudah menguap, dan harganya murah (Iskandar, 2000).

Maserasi merupakan metode ekstraksi yang paling sederhana dalam proses penarikan bahan dalam suatu komponen sampel. Sejumlah sampel yang telah dihaluskan direndam selama 2 hingga 14 hari dengan pelarut organik dalam suatu wadah atau toples tertutup dan dilakukan pengocokan beberapa kali (Lenny, 2006). Banyaknya pelarut yang digunakan umunya ditentukan sesuai kebutuhan untuk merendam sampel 2 hingga 3 cm di atas permukaan sampel yang direndam.

2.9 Partisi

Partisi bertujuan untuk memisahkan senyawa-senyawa kimia dalam ekstrak kasar berdasarkan kepolarannya. Senyawa-senyawa nonpolar akan larut ke dalam pelarut nonpolar dan senyawa-senyawa polar akan larut kedalam pelarut polar. Pada umunya partisi dimulai dengan pelarut nonpolar seperti n-heksana atau petroleum eter untuk menarik senyawa-senyawa nonpolar. Partisi dilanjutkan dengan menggunakan pelarut semipolar seperti kloroform, etil asetat, atau aseton untuk menarik senyawa semipolar. Terakhir, partisi dilakukan dengan menggunakan pelarut polar seperti metanol atau n-butanol untuk menarik senyawa-senyawa polar (Underwood, 2002).

Teknik yang paling umum digunakan untuk metode ini adalah menggunakan corong pisah dengan menggunakan 2 pelarut yang saling tidak bercampur. Untuk senyawa-senyawa yang berwarna partisi dihentikan bila ekstrak terakhir tidak


(47)

29

berwarna. Sedangkan untuk senyawa tidak berwarna dihentikan setelah 3 hingga 4 kali penggantian pelarut (Underwood, 2002).

2.10 Uji Aktivitas Antioksidan secara in vitro dengan Metode DPPH

Metode DPPH digunakan untuk mengevaluasi kemampuan antioksidan untuk mengikat radikal bebas yang merupakan faktor utama dalam kerusakan biologis yang disebabkan oleh reaksi oksidasi. Uji ini memberikan informasi mengenai kemampuan antioksidan dari senyawa yang diujikan. DPPH merupakan radikal bebas yang stabil pada suhu kamar dan sering digunakan untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan beberapa senyawa atau ekstra bahan alam (Suhanya, 2009). Struktur molekul radikal DPPH dapat dilihat pada Gambar 2.12.

Gambar 2.12

Struktur 2,2-diphenil-1-picrylhidrazyl (DPPH) (Suhanya, 2009) Mekanisme reaksi yang terjadi adalah proses reduksi senyawa DPPH oleh antioksidan yang menghasilkan pengurangan intensitas warna dari larutan DPPH. Pemudaran warna akan mengakibatkan penurunan nilai absorbansi sinar tampak. Reaksi yang terjadi adalah pembentukan α,α-diphenyl-β-picrylhidrazine, melalui


(48)

30

kemampuan antioksidan menyumbang hidrogen. Semakin pudarnya warna DPPH setelah direaksikan dengan antioksidan menunjukkan kapasitas antioksidan yang semakin besar pula (Suhanya, 2009).Gambar 2.13 berikut adalah salah satu contoh reaksi radikal DPPH dengan senyawa antioksidan.

DPPH-ungu antioksidan DPPH tereduksi-kuning

Gambar 2.13

Reaksi antioksidan dengan DPPH (Suhanya, 2009)

2.11 Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA)

Teknik ELISA pertama kali diperkenalkan pada tahun 1972 oleh Engval dan Perlman. Teknik ini dapat digunakan untuk mendeteksi zat antibodi atau antigen. Prinsip dari uji ELISA adalah reaksi kompleks antigen-antibodi dengan melibatkan peran enzim konjugasi anti spesien imunoglobulin dan substrat sebagai indikator dalam reaksi.

ELISA kit untuk penanda kerusakan DNA teroksidasi adalah pengembangan

immunoassay berdasarkan enzim kompetitif untuk mendeteksi dan kuantisasi 8-OHdG dalam urin, serum, dan sel atau jaringan sampel DNA secara cepat. Sejumlah sampel 8-OHdG ditentukan dengan membandingkan absorbansi sampel dengan kurva


(49)

31

standar.ELISA kit 8-OHdG memiliki batas deteksi antara 100 pg/mL hingga 20 ng/mL. Setiap kit terdapat reagent untuk analisis hingga 96 well termasuk kurva standar dan sampel (Cell Biolabs, Inc).

Prinsipnya, sejumlah sampel yang mengandung 8-OHdG atau standar pertama kali ditambahkan pada 8-OHdG/BSA konjugat yang sebelumnya telah ada dalam

microplate.Kemudian setelah dilakukan inkubasi awal, antibodi 8-OHdG monoklonal ditambahkan, selanjutnya ditambahkan HRP sebagai antibodi kedua.Senyawa 8-OHdG yang terdapat dalam sampel ditentukan dengan membandingkannya dengan kurva standar 8-OHdG (Cell Biolabs, Inc).


(1)

Antioksidan utama dalam kakao merupakan anggota dari sub-grup flavonoid yang disebut katekin. Selain sebagai antioksidan, katekin yang memberikan warna pada biji kako. Biji kakao langsung difermentasi setelah di panen dari buah kakao supaya aroma bijinya keluar (Ide, 2008).

2.7 Tikus Wistar

Hewan coba merupakan hewan yang dikembangbiakkan untuk digunakan sebagai hewan uji coba. Tikus sering digunakan pada berbagai macam penelitian medis selama bertahun-tahun. Hal ini dikarenakan tikus memiliki karakteristik genetik yang unik, mudah berkembang biak, murah serta mudah untuk mendapatkannya. Tikus merupakan hewan yang melakukan aktivitasnya pada malam hari (nocturnal) (Ardhiansyah, 2012). Gambar tikus wistar disajikan dalam Gambar 2.11.

Gambar 2.11

Tikus Wistar(Ardhiansyah, 2012)

Sebuah galur atau strain yang mengacu pada tikus adalah sebuah kelompok yang semua anggotanya secara genetik mempunyai ciri yang identik. Pada tikus, ciri ini dicapai melalui perkawinan sedarah dengan memiliki populasi jenis ini mungkin


(2)

untuk dilakukan percobaan pada peran gen, atau melakukan percobaan yang mengecualikan variasi dalam genetika sebagai faktor. Sebaliknya, outbred strain digunakan ketika identik genotip tidak diperlukan atau populasi acak diperlukan, dan lebih didefinisikan sebagai leluhur pembanding strain (Estina, 2011).

Tikus wistar merupakan tikus albino spesies Rattus norvegicus. Jenis galur ini dikembangkan di Institut Wistar pada tahun 1906 untuk digunakan dalam biologi dan penelitian medis. Jenis Tikus ini merupakan galur tikus pertama yang dikembangkan sebagai model organisme (Estina, 2011).

Tikus Wistar saat ini menjadi salah satu tikus paling populer yang digunakan untuk penelitian laboratorium.Ciri tikus ini adalah mempunyai kepala lebar, telinga panjang, dan memiliki ekor panjang (tidak melebihi panjang tubuhnya). Galur tikus Sprague Dawley dan Long-Evans dikembangkan dari tikus galur Wistar. Tikus Wistar lebih aktif daripada jenis lain seperti tikus Sprague dawley (Estina, 2011).

2.7.1 Konversi manusia ke tikus

Konversi dosis pada manusia dengan berat badan 70 kg ke tikus Wistar dengan berat badan 200 gram adalah 0,018 (Indrapraja, 2009). Konversi usia manusia ke tikus adalah usia 10 tahun pada manusia sama dengan 1 bulan (4 minggu) pada tikus wistar (Umami, 2012).

2.8 Ekstraksi

Ekstraksi dapat diartikan sebagai proses penarikan keluar senyawa-senyawa yang terdapat pada tumbuhan atau hewan dengan menggunakan suatu pelarut. Pelarut


(3)

yang digunakan sebaiknya memiliki sifat kepolaran yang mirip dengan senyawa yang akan diekstrak, tidak toksik, tidak mudah menguap, dan harganya murah (Iskandar, 2000).

Maserasi merupakan metode ekstraksi yang paling sederhana dalam proses penarikan bahan dalam suatu komponen sampel. Sejumlah sampel yang telah dihaluskan direndam selama 2 hingga 14 hari dengan pelarut organik dalam suatu wadah atau toples tertutup dan dilakukan pengocokan beberapa kali (Lenny, 2006). Banyaknya pelarut yang digunakan umunya ditentukan sesuai kebutuhan untuk merendam sampel 2 hingga 3 cm di atas permukaan sampel yang direndam.

2.9 Partisi

Partisi bertujuan untuk memisahkan senyawa-senyawa kimia dalam ekstrak kasar berdasarkan kepolarannya. Senyawa-senyawa nonpolar akan larut ke dalam pelarut nonpolar dan senyawa-senyawa polar akan larut kedalam pelarut polar. Pada umunya partisi dimulai dengan pelarut nonpolar seperti n-heksana atau petroleum eter untuk menarik senyawa-senyawa nonpolar. Partisi dilanjutkan dengan menggunakan pelarut semipolar seperti kloroform, etil asetat, atau aseton untuk menarik senyawa semipolar. Terakhir, partisi dilakukan dengan menggunakan pelarut polar seperti metanol atau n-butanol untuk menarik senyawa-senyawa polar (Underwood, 2002).

Teknik yang paling umum digunakan untuk metode ini adalah menggunakan corong pisah dengan menggunakan 2 pelarut yang saling tidak bercampur. Untuk senyawa-senyawa yang berwarna partisi dihentikan bila ekstrak terakhir tidak


(4)

berwarna. Sedangkan untuk senyawa tidak berwarna dihentikan setelah 3 hingga 4 kali penggantian pelarut (Underwood, 2002).

2.10 Uji Aktivitas Antioksidan secara in vitro dengan Metode DPPH

Metode DPPH digunakan untuk mengevaluasi kemampuan antioksidan untuk mengikat radikal bebas yang merupakan faktor utama dalam kerusakan biologis yang disebabkan oleh reaksi oksidasi. Uji ini memberikan informasi mengenai kemampuan antioksidan dari senyawa yang diujikan. DPPH merupakan radikal bebas yang stabil pada suhu kamar dan sering digunakan untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan beberapa senyawa atau ekstra bahan alam (Suhanya, 2009). Struktur molekul radikal DPPH dapat dilihat pada Gambar 2.12.

Gambar 2.12

Struktur 2,2-diphenil-1-picrylhidrazyl (DPPH) (Suhanya, 2009) Mekanisme reaksi yang terjadi adalah proses reduksi senyawa DPPH oleh antioksidan yang menghasilkan pengurangan intensitas warna dari larutan DPPH. Pemudaran warna akan mengakibatkan penurunan nilai absorbansi sinar tampak. Reaksi yang terjadi adalah pembentukan α,α-diphenyl-β-picrylhidrazine, melalui


(5)

kemampuan antioksidan menyumbang hidrogen. Semakin pudarnya warna DPPH setelah direaksikan dengan antioksidan menunjukkan kapasitas antioksidan yang semakin besar pula (Suhanya, 2009).Gambar 2.13 berikut adalah salah satu contoh reaksi radikal DPPH dengan senyawa antioksidan.

DPPH-ungu antioksidan DPPH tereduksi-kuning Gambar 2.13

Reaksi antioksidan dengan DPPH (Suhanya, 2009) 2.11 Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA)

Teknik ELISA pertama kali diperkenalkan pada tahun 1972 oleh Engval dan Perlman. Teknik ini dapat digunakan untuk mendeteksi zat antibodi atau antigen. Prinsip dari uji ELISA adalah reaksi kompleks antigen-antibodi dengan melibatkan peran enzim konjugasi anti spesien imunoglobulin dan substrat sebagai indikator dalam reaksi.

ELISA kit untuk penanda kerusakan DNA teroksidasi adalah pengembangan immunoassay berdasarkan enzim kompetitif untuk mendeteksi dan kuantisasi 8-OHdG dalam urin, serum, dan sel atau jaringan sampel DNA secara cepat. Sejumlah sampel 8-OHdG ditentukan dengan membandingkan absorbansi sampel dengan kurva


(6)

standar.ELISA kit 8-OHdG memiliki batas deteksi antara 100 pg/mL hingga 20 ng/mL. Setiap kit terdapat reagent untuk analisis hingga 96 well termasuk kurva standar dan sampel (Cell Biolabs, Inc).

Prinsipnya, sejumlah sampel yang mengandung 8-OHdG atau standar pertama kali ditambahkan pada 8-OHdG/BSA konjugat yang sebelumnya telah ada dalam microplate.Kemudian setelah dilakukan inkubasi awal, antibodi 8-OHdG monoklonal ditambahkan, selanjutnya ditambahkan HRP sebagai antibodi kedua.Senyawa 8-OHdG yang terdapat dalam sampel ditentukan dengan membandingkannya dengan kurva standar 8-OHdG (Cell Biolabs, Inc).