Jurnal Brigita C0612007
commit to user
1
OBSESI BIOLA SEBAGAI IDE DALAM
PENCIPTAAN KARYA SENI GRAFIS
Oleh:
1Brigita Kristria Puspa Basta
2Nooryan Bahari
3Yayan Suherlan
123Seni Rupa Murni, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Universitas Sebelas Maret,
Jln. Ir. Soetami 36A, Kentingan, Surakarta, Jawa Tengah, 57126. e-mail: gitabasta93@gmail.com
Abstract
The violin is a musical instrument and its first emergence is in Northern Italy. Today, it has been widespread all over the world. Emerging since the beginning of the 16th century, the violin was created from three musical instrument pioneers, they are Rebec, Vielle and Lira da Braccio. This paper describes the concept of the idea of childhood experience about the violin which is processed into a graphic art. Based on the desire to play the violin in childhood that is not delivered up to now, the beginning of the concept of the idea for the Final Project comes from that experience. In addition to childhood experience, the selection of the concept is also based on the visual form of the violin which is interesting and its sound is thin and high-pitched so that it can make anyone who hears the sound touched or moved. The purpose of this paper are to describe parts of violin, seen through the point of view a visual, to explain about violin as a source of ideas the graphic art and visualize of violin in the form of graphic art with silkscreen technique. The method which was use in the creation by observation of violin, see the violin directly more over find reference from book. In terms of graphic art manifestation, the writer used separation screen printing technique. The technique is considered as the most suitable technique to illustrate the writer's ideas, because this technique can produce pointillism dots and various colors by employing only four times printing. The processing of the idea into a graphic art is also combined with the knowledge of fine art elements and art organization principles in order to create a mature concept work.
Keywords : childhood experience, violin, screen printing
1. PENDAHULUAN
Musik sudah ada dari sejak dahulu kala, pada awal kemunculannya, nada yang dihasilkan merupakan hasil dari nada-nada yang berasal dari tubuh manusia itu sendiri, namun dengan adanya perkembangan zaman dan kemajuan pola pikir, manusia
mulai membuat alat bantu untuk
menghasilkan suara dan nada, nada-nada
yang dihasilkan mulai mengalami
perkembangan yaitu melalui alat yang kita kenal dengan alat musik. Banyak macam alat musik dari mulai kemunculan awalnya yaitu alat musik tradisional, alat musik klasik
kemudian alat musik modern. “Mahillon
Sachs Von Hornbostel mengatur klasifikasi alat musik berdasarkan pada bahan yang menyebabkan suara, terbatas pada akustik saja. Penggolongan tersebut dibagi menjadi
lima golongan yaitu idiophone, aerophone,
membranophone, chordophone, electrophone” (Pono, 1984:13).
Biola merupakan salah satu dari alat musik klasik, yang merupakan golongan dari chordophone, yaitu alat musik yang bahannya terbuat dari senar (dawai) yang ditegangkan sebagai penyebab bunyi. Alat musik berdawai ini yang dimainkan dengan cara digesek. Pada mulanya alat musik biola digunakan untuk musik-musik klasik, penikmat musik klasik awalnya hanya terbatas pada kaum bangsawan, namun seiring perkembangan zaman musik ini mulai mewabah disetiap lapisan masyarakat dan biola tidak hanya dimainkan dimusik berjenis klasik saja, namun digunakan hampir disetiap jenis musik yang ada. Ketertarikan terhadap biola dan ingin menjadikan biola sebagai sumber ide dalam penciptaan karya seni. Dimulai dari
(2)
commit to user
pengalaman pribadi tentang biola, dimanaketika masih kecil, penulis ingin dapat
menjadi seorang violinist akan tetapi
kesepatan untuk dapat memainkan alat musik ini tidak pernah dirasakan, sehingga kekaguman terhadapap alat musik ini memupuk hingga sekarang. Selain dari sisi
penglaman pribadi ada beberapa
ketertarikan lain yang membuat penulis
memilih biola sebagai sumber ide
diantaranya, biola memiliki suara yang indah dan menyentuh perasaan yang membuat penulis tertarik dengan alat musik ini. Nada yang dihasilkan lembut, mendayu dan memiliki nada yang tinggi dan panjang sehingga membuat para pendengarnya terhanyut dan ikut terlarut oleh lantunan nada yang dihasilkan. Didukung dengan adanya pengalaman sewaktu kecil tentang biola, serta keindahan biola baik secara
visual maupun suara penulis juga
memaknai alat musik biola seperti sebuah keluarga, yang tiap elemen-elemen penting yang terdapat pada alat musik tersebut mewakili tiap peran yang ada di dalam sebuah keluarga.
Penulis juga mengartikan biola sebagai seorang indiviu atau manusia, dimana pemikiran manusia itu begitu rumit seperti banyaknya senar yang dimiliki sebuah biola, setiap orang tidak dapat membaca pikiran
tersebut namun pikiran ini memiliki
tujuannya masing-masing. Melalui
beberapa alasan tersebut maka terciptalah sebuah konsep tentang biola yang bersumber dari pengalaman masa kecil.
2. PEMBAHASAN A. Biola
Biola merupakan alat musik yang
berasal dari Eropa. “Biola dalam bentuk
modern bermula dari Italia Utara pada awal abad ke-16. Alat musik gesek konon berasal dari para penunggang kuda yaitu suku bangsa nomaden di kawasan Mongolia dan Turki. Alat musik ini mempunyai dawai yang terbuat dari surai kuda. Pada zaman itu setiap kepala kuda selalu dihiasi ukiran kepala kuda” (Herry, 2013:9).
Berawal dari tiga cikal bakal alat musik yaitu :
1) Rebec, yang merupakan perkembangan dari harpa dan rebab.
2) Vielle yaitu biola yang ada pada Abad Renaisans.
3) Lira da braccio yang merupakan hasil perkembangan dari harpa tangan Bizantium.
B. Bagian-bagian biola : 1) Biola
Gambar 1. Biola dan Penggesek Biola Sumber: Buku Pengantar Pengetahuan Alat Musik
Hal. 148. (Pono Bance)
a. Kepala Biola b. Pemutar dawai c. Ruang putan dawai d. Leher biola
e. Bidang pengaturan nada
f. Dawai
g. Tepi badan h. Bidang depan
i. Badan depan
j. Badan atas
k. Pinggang biola/lengkung c
l. Badan bawah
m. Lubang suara/lubang f n. Jembatan
o. Penahan dawai
p. Sangkutan penahan dawai q. Sisi biola
r. Bidang belakang s. Balok tumpuan
t. Tongkat penunjang (tongkat
(3)
commit to user
2) Penggesek BiolaGambar 2. Biola dan Penggesek Biola Sumber: Buku Pengantar Pengetahuan Alat
Musik Hal. 148. (Pono Bance)
a. Kepala penggesek biola b. Dawai penggesek biola
c. Bagian bawah penggesek bola C. Kekaguman Terhadap Biola
Banyak kejadian yang dilalui manusia tiap harinya, diantara berbagai kejadian ini mungkin ada beberapa kejadian yang membekas hingga masih diingat ketika dewasa. Pengalaman mengenai biola ini menjadi salah satu pengalaman yang masih sangat diingat oleh penulis. Jika dihubungkan dengan sebuah teori, kenangan yang membekas ini memiliki kesamaan dengan teori yang pernah dipaparkan oleh ahli psikoanalisis
Sigmund Freud. Sigmund Freud
mengibaratkan bahwa kesadaran
manusia itu seperti sebuah gunung es yang terapung dimana bagian yang muncul di permukaan air merupakan
alam sadar jauh lebih kecil
dibandingkan bagian yang tenggelam alam tak sadar. Kenangan masa kecil tentang biola ini terjadi ketika masih kecil sehingga secara tak sadar terbawa hingga di alam tak sadar penulis yang membuat kenangan tersebut masih membekas hingga sekarang.
Menurut teori Sigmund Freud
dipaparkan bahwa kepribadian manusia dibagi menjadi tiga tahapan yaitu id, ego dan superego, diawali dengan id yang memiliki arti yaitu bagian pikian yang didiami oleh insting-insting primitif dan impuls-impuls liar. Ia didominasi oleh
prnsip kesenangan, “kawah dari napsu yang menggelegak”. Kedua ego yang merupakan sang “Aku” atau bagian
pemikiran yang memerintah, bagian pemikiran yang dikembangkan oleh manusia purba dalam proses menjadi beradab. Ego secara terus menerus
mengupayakan perdamaian antara
keinginan tubuh dan tuntutan dunia luar
“Ego melambangkan apa yang kita
sebut dengan nalar dan akal,
berlawanan dengan id yang berisikan
napsu”. Ketiga adalah superego yaitu
bagian yang bertindak sebagai penilai kinerja ego. Bagian dari ego tempat kita menerima aturan-aturan dan otoritas dari dunia luar.
Berdasarkan teori tersebut
dihubungkan dengan pengalaman
tentang biola yaitu pada fase id, penulis merasakan kecintaan terhadap biola, dimana kecintaan ini diawali ketika
duduk dibangku Sekolah Dasar.
Pertemuan awal dengan biola diawali
dengan adanya ekstrakurikuler
orchestra dimana tiap tahunnya
orchestra ini selalu mengadakan
sebuah konser. Keinginan untuk dapat memainkan alat music ini sangat meluap-luap sehingga ketika kelas 1 SD, penulis seringkali meminta kepada orang tua untuk dapat mengikuti les tersebut. Tidak terpenuhinya keiinginan ini dikarenakan faktor biaya membuat penulis mulai menerima situasi yang ada dan pada saat itu penulis memasuki fase ego. Penulis mulai memahami
bahwa kesempatan untuk dapat
mengikuti ekstrakurikuler biola ini agak sulit, sehingga untuk memuaskan hasrat kekaguman terhadap biola ini
diwujudkan dengan cara melihat
beberapa konser orchestra di sekolah, selain itu terkadang meminjam biola tersebut kepada teman dan mencoba untuk menggunakannya. Pada fase
terakhir penulis memasuki tahap
superego yang merupakan bagian penilai dari ego, untuk memenuhi hasrat kekaguman terhadap biola dirasa kurang tersalurkan sehingga dalam penuhan hasrat tersebut penulis ingin menyalurkan kekaguman tersebut ke dalam sebuah karya seni grafis, dimana ini merupakan salah satu cara positif untuk memenuhi kecintaan penulis terhadap biola.
Teori Sigmund Freud juga menjelaskan apa yang dimaksud dengan obsesi. Obsesi adalah ambisi pada ide atau aktivitas tertentu, menunjukkan adanya keinginan terepresi (Backer, 2007:178). Represi sendiri adalah ketika keinginan,
pemikiran atau perasaan yang
menyebabkan konflik diingkari dari
kesadaran manusia, sehingga
keinginan tersebut tertekan terus dan
mendesak pengungkapannya.
Keinginan bermain biola menjadikan sebuah obsesi terhadap biola itu
(4)
commit to user
sendiri, sehingga perasaan yang takdapat tersalurkan ini, ingin penulis salurkan melalui sebuah karya seni rupa yaitu seni grafis, yang awalnya bermula dari obsesi penulis tentang biola itu sendiri.
D. Konsepsi
Melalui pengalaman pribadi dan
pengamatan baik secara langsung
maupun tidak langsung tersebut,
dihasilkan sebuah konsep Tugas Akhir tentang keindahan bentuk visual biola, tiap bagian-bagian biola yang saling mendukung satu sama lain merupakan sebuah kesatuan dan kelembutan nada yang dihasilkan biola sehingga dapat menyentuh hati seseorang. Dalam penciptaan karya ini mengacu pada eksplorasi bentuk visual biola baik badan biola maupun kepala biola. Konsep keindahan bentuk visual biola ditampilkan dalam penciptaan karya ini akan menampilkan pengulangan bentuk biola, bentuk biola yang mengalami perubahan atau mengambil sebagian bentuk atau bagian biola yang akan ditampilkan. Bentuk-bentuk ini akan digabungkan dengan bentuk tangga nada kosong, yang diibaratkan sebagai tangga nada yang tidak terdapat nadanya, yang memiliki makna penulis yang mengagumi biola namun tidak dapat memainkannya. Bentuk-bentuk ini melambangkan sebuah keindahan biola, tetapi juga melambangkan bahwa setiap bagian biola yang mewakili suatu karya, memiliki peran yang penting, seperti sebuah keluarga yang tiap-tiap anggotanya memiliki peran penting dalam menalankan tugasnya.
Sedangkan konsep tentang kelembutan nada yang ditimbulkan dari alat musik biola ini akan penulis visualisasikan
melalui warna-warni yang akan
digunakan dalam karya ini warna-warna yang ditampilkan berupa warna-warna yang cerah dan lembut dengan gradasi-gradasi warna.
E. Unsur-unsur benuk 1) Garis
Garis merupakan komponen
terpenting dalam terciptanya suatau karya. Penulis menggunakan
garis-garis halus yang dihasilkan dari goresab-goresan pensil warna selain itu terdapat garis-garis outline pada beberapa bagian gambar. Garis juga tercipta karena adanya dua objek yang berbeda warna sehingga memberikan kesan garis pada karya ini.
2) Bentuk
Terdapat beberapa jenis bentuk dalam unsur seni rupa, khususnya dalam karya Tugas akhir ini, penulis mengambil unsur bentuk organis. Bentuk organis merupakan salah satu jenis bentuk jadian. Bentuk organis ini merupakan bentuk yang
mengolah bentuk-bentuk alam.
Dalam kaitannya dengan Tugas Akhir bentuk ini akan ditampilkan pada bentuk biola, bagian-bagian biola maupun bentuk tangga nada kosong.
3) Warna
Unsur warna yang akan ditampilkan
merupakan warna-warna cerah,
lembut namun juga menampilkan warna gelap yang akan memberikan kesan gelap dan terang pada gambar dan memberikan kesan kecerian dan ketenangan karena warna kuning, jingga, merah, merah muda, biru muda, dan hijau juga mendominasi karya ini. Warna-warna yang digunakan juga meliputi warna yang tidak terbatas pada
beberapa warna saja, namun
menggunakan unsur-unsur warna
primer, sekunder dan atau
percampuran keduanya. Gradasi warna juga ditampilkan dalam karya untuk memberikan kesan volume dan gelap terang pada gambar. 4) Tekstur
Terdapat dua jenis tekstur yaitu tekstur nyata dan tekstur semu. Pada penciptaan ini akan digunakan tekstur semu, dimana bila meraba pada bagian depan karya tidak akan terlalu terasa bidang kasar yang menimbulkan tekstur nyata. Tektur semu ditimbulkan oleh kesan pada gambar yang seolah-olah jika diraba akan terasa kasar.
5) Komposisi
Berkaitan dengan komposisi,
(5)
commit to user
merupakanKomposisi merupakan
salah satu unsur penting untuk mendapatkan suatu karya seni yang
’pas’ atau nyaman dilihat seseorang.
Penulis menggunakan komposisi terbuka yang merupakan objek yang menyebar dipilihnya komposisi ini untuk menimbulkan perasaan tak terbatas, menyebar dari objek utama sehingga memberi kesan menerus tidak terkekang.
F. Tahap Proses Pembuatan
Proses penciptaa meliputi beberapa
tahapan yang dirangkum dalam
penjelasan di bawah berikut : 1) Pembuatan sketsa
Pada proses awal ini dilakukan pembuatan sketsa ada kertas gambar, diperlukan ide-ide pada pembuatan sketsa awal ini
2) Pewarnaan sketsa
Proses pewarnaan sketsa
dilakukan dengan menggunakan pensil warna. Pensil warna dipilih agar mendapatkan tekstur dari
pensil warna serta untuk
mendapatkan warna-warna gradasi yang dapat disesuaikan dengan mudah melalui teknik mewarnai manual. Penggunaan pensil warna juga memiliki keuntungan dalam pewarnaan bidang-bidang kecil.
3) Pengolahan sketsa melalui
komputer
Proses pengolahan sketsa pada
komputer diawali dengan
pemindahan sketsa yang sudah diwarnai ke dalam bentuk digital
melalui proses scanning. Setelah
didapatka gambar digital kemudian
diolah lebih lanjut dengan
menggunakan program Adobe
Photoshop. Hal-hal yang diolah
pada program ini meliputi
pengolahan dan pengeditan
kecerahan kontras gambar.
Kemudian dilakukan pembagian
sketsa berdasarkan warna
dasarnya yaitu sketsa cyan,
magenta, yellow dan black.
Dilakukan pengolahan frekuensi dan angle ditiap-tiap sketsanya. Terakhir dilakuakan proses printing
pada keempat kerta tersebut
(sketsa C, M, Y, K).
4) Proses afdruk
Pada proses ini dibagi ke dalam beberapa tahapan :
a. Pertama-tama mempersiapkan
beberapa alat dan bahan yang dipelukan dan mempersiapkan screen yang sudah dalam kondisi bersih.
b. Diawali dengan proses
pengolesan obat afdruk ke seluruh bagian screen secara merata (obat
yang digunakan adalah photoxol)
dengan menggunakan rakel atau memanfaatkan penggaris mika. Proses ini harus dilakukan di dalam kondisi ruangan yang gelap, dikarenakan obat afdruk sangat sensitif terhadap cahaya.
c. Setelah rata dilakukan proses
pengeringan dengan
menggunakan alat bantu yaitu hairdryer agar proses pengeringan obat lebih cepat.
d. Mempesiapkan sketsa yang telat diprint, kemudian letakan kertas tersebut pada bidang depan screen dan beri minyak goreng secara merata di atas kertas tersebut agar dapat menempet dengan mudah dan sempurna di atas screen.
e. Selanjutnya tahap pencahayaan yang dapat dilakukan dengan dua alternatif yaitu menggunakan sinar
matahari dan yang kedua
menggunakan lampu neon. Sinar matahari :
Letakkan screen di bawah sinar matahari terik selama beberapa detik antara 10 hingga 15 detik sampai sketsa tercetak pada kain screen. Setelah itu seprotkan air
secara perlahan kearah screen
hingga bagian sketsa terlihat. Lampu neon :
Letakkan screen, kemudian
arahkan lampu neon pada screen
dan sinari screen secara merata mulai dari bagian atas hingga bagian bawah. Proses ini lebih lama dibandingkan dengan sinar
matahari karena harus
mengarahkan lampu ke seluruh area screen secara merata, namun keuntungan teknik ini dimana tidak perlu menunggu adanya sinar matahari. Proses ini juga dapat
(6)
commit to user
dikerjakan pada saat malam hari.Setelah sketsa tertransfer
seprotkan air secara perlahan
kearah screen hingga bagian
sketsa terlihat.
f. Tahap terakhir bersihkan air pada
screen dengan lap atau
menggunakan hairdryer kembali.
5) Proses pencetakan karya
Proses pencetakan karya dilakukan dengan meletakkan kertas atau media di atas bidang datar seperti meja,
kemudian letakan screen di atas kertas
dan berikan cat pada salah satu sisi screen. Cat ini merupakan campuran
antara medium pasta dan pigment.
Kemudian gesut dengan
menggunakan rakel dengan cara menggesut satu arah yaitu dari atas ke bawah. Lakukan proses ini secara berulang dengan diawali menggesut screen dengan sketsa cyan, kemudian magenta, yellow dan terakhir black. 6) Penyajian
Penyajian merupakan tahap terakhir
pada proses pembuatan karya.
Penyajian ini disajikan dengan
mengunakan pas parto kurang lebih berjarak 5 cm sampai 10 cm dari keempat sisi karya yaitu kanan, kiri,
atas dan bawah. Bingkai yang
digunakan adalah bingkai minimalis dan menggunakan kaca doff agar tidak
memantulkan cahaya sehingga
mengurangi kejelasan pandangan saat melihat karya.
G. Deskripsi Karya
Suatu karya yang telah dibuat ini diperlukan sebuah deskripsi atau analisis karya pada setiap karya begitu dalam mendeskripsikan karya seni, pendapat dari orang-orang yang melihat karya tersebut
boleh saja sama, tetapi dalam
menafsirkannya dan mengevaluasinya bisa saja berbeda tergantung pada setiap sudut pandang seseorang.
Berikut beberapa karya yang telah dibuat dengan menggunakan konsep biola ini:
1) Karya 1
Gambar 3 Karya “Semua Serupa Semua juga Berbeda #1, 40 cm x 60 cm, Edisi 3/5,
Cetak Saring”
(Sumber : Dokumentasi Brigita, 2016)
Pada karya yang berjudul “Semua Serupa Semua juga Berbeda #1”
merupakan rangkaian dari lima karya lainnya yang berjudul sama. Karya ini bebentuk portrait dua dimensi. Pada karya pertama ini menampilkan bentuk tiga buah biola yang dijajarkan, hanya saja ukuran biola tersebut berbeda. Biola paling besar berada di kanan, biola paling kecil berada di tengah dan biola yang tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil berada pada sisi paling kiri.
Pada latar background menampilkan
warna-warna gradasi mulai dari warna jingga tua, hingga berubah menjadi kuning, sedangkan bentuk biola diberi warna yang berbeda-beda, pada biola paling kanan berwarna ungu bergradasi merah muda, pada biola yang berada di tengah berwana hijau tua bergradasi kuning dan biola yang berada di sisi
sebelah kiri berwarna biru tua
bergradasi biru muda. Setiap individu
memiliki usia yang berbeda-beda
ditunjukkan dari perbedaan ukuran dan
memiliki passion terhadap hidupnya,
yang diibaratkan dengan warna biola tersebut, namun mereka memiliki bentuk yang sama. Setiap individu terlahir secara berbeda, namun mereka
(7)
commit to user
sama yaitu manusia, dengan adanyaperbedaan itu bisa saling mengisi satu sama lain sehingga tercipta atmosfir yang saling mendukung.
2) Karya 2
Gambar 4 Karya “Emosi”, 60 cm x 40 cm, Edisi 3/5, Cetak Saring
(Sumber : Dokumentasi Brigita, 2016)
“Emosi” merupakan karya kesepuluh
yang penulis buat, karya kesepuluh ini menampilkan sebuah kepala biola yang mengeluarkan juntaian-juntaian merah seperti api. Kepala biola tersebut
penulis gambarkan dengan
menggunkan warna coklat. Juntaian-juntaian emosi yang keluar dari kepala biola tersebut dilambangkan dengan warna merah gradasi jingga dan kuning, dan beberapa digambarkan dengan
warna hitam. Pada background
digambarkan dengan warna ungu. Karya ini diartikan sebagai sebuah pikiran manusia, dimana kepala biola merupakan sumber dari terbentuknya nada, ibarat kepala manusia yang merupakan sumber pemikiran manusia.
Terkadang seseorang dihadapkan
kepada situasi, dimana emosi itu tak dapat dibendung lagi sehingga emosi
tersebut meluap-luap seperti api
sehingga orang lain dapat merasakan emosi tersebut.
3) Karya 3
Gambar 5 Karya “Bayangan”, 40 cm x 60 cm, Edisi 4/5, Cetak Saring
(Sumber : Dokumentasi Brigita, 2016)
Terdapat dua buat biola dalam karya
yang berjudul “Bayangan”. Biola yang
kecil berwarna merah dan kuning, sedangkan biola yang berada di belakangnya berukuran lebih besar dengan warna ungu dan merah muda, terdapat banyak kepala biola di belakang biola kecil tersebut, serta pada latar diberi warna biru tua, hijau dan kuning. Karya ini diibaratkan
sebagai seseorang yang berada
dibawah bayangan orang lain,
terkadang kondisi ini sangat
mengganggu setiap manusia. Biola
kecil ini dilambangkan sebagai
seseorang yang merasa kecil di bawah bayangan orang lain dan kepala biola tersebut merupakan pemikiran orang-orang yang terkadang membandingkan sosok biola kecil dengan biola yang lebih besar dan membuat biola kecil ini merasa sangat kecil dibandingkan biola merah muda.
(8)
commit to user
4) Karya 4Gambar 6 Karya “Bagai di Awan”, 40 cm x 60 cm, Edisi 2/5, Cetak Saring
(Sumber : Dokumentasi Brigita, 2016)
Penulis menggambarkan dua biola yang satu terletak di atas sebelah kiri dan yang satunya lagi berada di sudut
kanan bawah. Biola ini tidak
digambarkan utuh melainkan setengah. Di belakang biola tersebit terdapat
lengkung-lengkung berirama, ang
digambarkan sebagai awan dan
terdapat tangga nada kosong yang melintasi kedua biola tersebut dari atas hingga ke bawah. Pada bagian biola penulis mengguakan warna biru, tangga nada kosong diberi warna jingga dan pada latar diberi warna jingga dan ungu bergradasi putih.
Karya ini memiliki makna jika
ssepasang manusia sedang merasakan jatuh cinta, seperti mereka sedang terbang diawan. Manusia dilambangkan
dengan biola, awan-awan yang
mewakili suasana hati mereka, dimana awan tersebut dibuat dengan warna yang cerah dan hangan, sedangkan tangga nada kosong dilambangkan sebagai komunikasi mereka yang tidak dapat dibaca oleh orang lain tetapi terlihat hangat.
5) Karya 5
Gambar 5 Karya “Semua Serupa Semua juga Berbeda #3, 60 cm x 40 cm, Edisi 4/5,
Cetak Saring”
(Sumber : Dokumentasi Brigita, 2016)
Karya ini merupakan karya kedua dari
tiga rangkaian karya “Semua Serupa Tapi Berbeda”. Menampilkan bentuk
tiga biola yang fokus hanya pada bentuk badan biola saja. Karya ini berbentuk landscape dua dimensi. Pada background berwarna gradasi merah ke kuning. Ketiga biola ini memiliki ukuran yang serupa namun memiliki warna yang berbeda-beda. Biola yang berada pada sisi kanan berwarna merah
bergradasi kuning, biola kedua
berwarna biru tua bergradasi biru muda
dan biola ketiga berwana ungu
bergradasi putih.
Hampir sama dengan “Semua Serupa Semua juga Berbeda #1”, penulis
memaknai karya ini dimana biola diibaratkan sebagai suatu individu, dimana mereka sama tetapi setiap
pribadi memiliki passion yang
berbeda-beda atas hidup mereka sendiri meskipun mereka memiliki umur yang sama dan itu merupakan jalan hidup yang bebas dipilih setiap orang, hal ini diwakili dengan penggunaan warna yang berbeda-beda pada badan biola
yang mewakili passion dan usia yang
(9)
commit to user
3. SIMPULANBiola merupakan alat musik yang berasal dari Italia Utara pada abad ke 16. Kenangan masa kecil akan alat musik ini membuat penulis tertarik mengangkan pengalaman ini sebagai sumber ide dalam pembuatan karya Tugas Akhir.
Sumber ide yang dijadikan sebagai konsep
Tugas Akhir penulis berasal dari
pengalaman pribadi semasa kecil tentang kekaguman penulis terhadap alat musik biola. Keinginan untuk memainkan alat musik ini sejak kecil belum terwujud hingga
sekarang, sehingga penulis ingin
menuangkan kekaguman terhadap biola
melalui karya-karya penulis. Penulis
terinspirasi dengan bentuk visual dari alat musik ini, baik badan biola, senar biola,
leher biola maupun kepala biola
.
Didukung dengan pengalaman masa kecil ini, bentuk visual biola dirasa menarik untuk diolah lebih lanjut ke dalam karya seni grafis. Suaranya yang tipis dan tinggi juga membuat ketertarikan sendiri sehingga tema ini diambil.
Pemilihan biola sebagai sumber ide kemudian direalisasikan ke dalam karya seni grafis dengan teknik cetak saring di atas kertas. Pemilihan teknik ini didasarkan pada hasil dari cetakan teknik ini. Teknik cetak saring yang dipilih adalh teknik cetak saring jenis separasi. Teknik ini dapat memberikan titik-titik pointilis dan dapat menghasilkan warna warna yang beragam terutama untuk warna-warna gradasi.
4. DAFTAR PUSTAKA
Alie, Rere. 2012. Mudahnya Main Biola.
Yogyakarta: Buku Biru.
Baker, Rachel. 2007. Sigmund Freud, Di
Seberang Masa Lalu. Diterjemahkan
oleh: JimmI Firdaus. Yogyakarta:
Sketsa.
Banoe, Pono. 1984. Pengantar
Pengetahuan Alat Musik. Jakarta: C.V. BARU.
Lisbijanto, Herry. 2013. Musik Keroncong.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Marianto, Dwi. 2002. Seni Kritik Seni.
Yogyakarta. Lembaga Penelitian Institut Seni Indonesia Yogyakarta.
Mulyadi. 1999. Pengetahuan Seni.
Surakarta: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan Republik
(10)
(1)
commit to user
merupakanKomposisi merupakan salah satu unsur penting untuk mendapatkan suatu karya seni yang
’pas’ atau nyaman dilihat seseorang.
Penulis menggunakan komposisi terbuka yang merupakan objek yang menyebar dipilihnya komposisi ini untuk menimbulkan perasaan tak terbatas, menyebar dari objek utama sehingga memberi kesan menerus tidak terkekang.
F. Tahap Proses Pembuatan
Proses penciptaa meliputi beberapa tahapan yang dirangkum dalam penjelasan di bawah berikut :
1) Pembuatan sketsa
Pada proses awal ini dilakukan pembuatan sketsa ada kertas gambar, diperlukan ide-ide pada pembuatan sketsa awal ini
2) Pewarnaan sketsa
Proses pewarnaan sketsa dilakukan dengan menggunakan pensil warna. Pensil warna dipilih agar mendapatkan tekstur dari pensil warna serta untuk mendapatkan warna-warna gradasi yang dapat disesuaikan dengan mudah melalui teknik mewarnai manual. Penggunaan pensil warna juga memiliki keuntungan dalam pewarnaan bidang-bidang kecil. 3) Pengolahan sketsa melalui
komputer
Proses pengolahan sketsa pada komputer diawali dengan pemindahan sketsa yang sudah diwarnai ke dalam bentuk digital melalui proses scanning. Setelah didapatka gambar digital kemudian diolah lebih lanjut dengan menggunakan program Adobe Photoshop. Hal-hal yang diolah pada program ini meliputi pengolahan dan pengeditan kecerahan kontras gambar. Kemudian dilakukan pembagian sketsa berdasarkan warna dasarnya yaitu sketsa cyan, magenta, yellow dan black. Dilakukan pengolahan frekuensi dan angle ditiap-tiap sketsanya. Terakhir dilakuakan proses printing pada keempat kerta tersebut (sketsa C, M, Y, K).
4) Proses afdruk
Pada proses ini dibagi ke dalam beberapa tahapan :
a. Pertama-tama mempersiapkan beberapa alat dan bahan yang dipelukan dan mempersiapkan screen yang sudah dalam kondisi bersih.
b. Diawali dengan proses pengolesan obat afdruk ke seluruh bagian screen secara merata (obat yang digunakan adalah photoxol) dengan menggunakan rakel atau memanfaatkan penggaris mika. Proses ini harus dilakukan di dalam kondisi ruangan yang gelap, dikarenakan obat afdruk sangat sensitif terhadap cahaya.
c. Setelah rata dilakukan proses pengeringan dengan menggunakan alat bantu yaitu hairdryer agar proses pengeringan obat lebih cepat.
d. Mempesiapkan sketsa yang telat diprint, kemudian letakan kertas tersebut pada bidang depan screen dan beri minyak goreng secara merata di atas kertas tersebut agar dapat menempet dengan mudah dan sempurna di atas screen.
e. Selanjutnya tahap pencahayaan yang dapat dilakukan dengan dua alternatif yaitu menggunakan sinar matahari dan yang kedua menggunakan lampu neon. Sinar matahari :
Letakkan screen di bawah sinar matahari terik selama beberapa detik antara 10 hingga 15 detik sampai sketsa tercetak pada kain screen. Setelah itu seprotkan air secara perlahan kearah screen hingga bagian sketsa terlihat. Lampu neon :
Letakkan screen, kemudian arahkan lampu neon pada screen dan sinari screen secara merata mulai dari bagian atas hingga bagian bawah. Proses ini lebih lama dibandingkan dengan sinar matahari karena harus mengarahkan lampu ke seluruh area screen secara merata, namun keuntungan teknik ini dimana tidak perlu menunggu adanya sinar matahari. Proses ini juga dapat
(2)
commit to user
dikerjakan pada saat malam hari. Setelah sketsa tertransfer seprotkan air secara perlahan kearah screen hingga bagian sketsa terlihat.
f. Tahap terakhir bersihkan air pada
screen dengan lap atau
menggunakan hairdryer kembali. 5) Proses pencetakan karya
Proses pencetakan karya dilakukan dengan meletakkan kertas atau media di atas bidang datar seperti meja, kemudian letakan screen di atas kertas dan berikan cat pada salah satu sisi screen. Cat ini merupakan campuran antara medium pasta dan pigment. Kemudian gesut dengan menggunakan rakel dengan cara menggesut satu arah yaitu dari atas ke bawah. Lakukan proses ini secara berulang dengan diawali menggesut screen dengan sketsa cyan, kemudian magenta, yellow dan terakhir black. 6) Penyajian
Penyajian merupakan tahap terakhir pada proses pembuatan karya. Penyajian ini disajikan dengan mengunakan pas parto kurang lebih berjarak 5 cm sampai 10 cm dari keempat sisi karya yaitu kanan, kiri, atas dan bawah. Bingkai yang digunakan adalah bingkai minimalis dan menggunakan kaca doff agar tidak memantulkan cahaya sehingga mengurangi kejelasan pandangan saat melihat karya.
G. Deskripsi Karya
Suatu karya yang telah dibuat ini diperlukan sebuah deskripsi atau analisis karya pada setiap karya begitu dalam mendeskripsikan karya seni, pendapat dari orang-orang yang melihat karya tersebut boleh saja sama, tetapi dalam menafsirkannya dan mengevaluasinya bisa saja berbeda tergantung pada setiap sudut pandang seseorang.
Berikut beberapa karya yang telah dibuat dengan menggunakan konsep biola ini:
1) Karya 1
Gambar 3 Karya “Semua Serupa Semua juga Berbeda #1, 40 cm x 60 cm, Edisi 3/5,
Cetak Saring”
(Sumber : Dokumentasi Brigita, 2016)
Pada karya yang berjudul “Semua Serupa Semua juga Berbeda #1”
merupakan rangkaian dari lima karya lainnya yang berjudul sama. Karya ini bebentuk portrait dua dimensi. Pada karya pertama ini menampilkan bentuk tiga buah biola yang dijajarkan, hanya saja ukuran biola tersebut berbeda. Biola paling besar berada di kanan, biola paling kecil berada di tengah dan biola yang tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil berada pada sisi paling kiri. Pada latar background menampilkan warna-warna gradasi mulai dari warna jingga tua, hingga berubah menjadi kuning, sedangkan bentuk biola diberi warna yang berbeda-beda, pada biola paling kanan berwarna ungu bergradasi merah muda, pada biola yang berada di tengah berwana hijau tua bergradasi kuning dan biola yang berada di sisi sebelah kiri berwarna biru tua bergradasi biru muda. Setiap individu memiliki usia yang berbeda-beda ditunjukkan dari perbedaan ukuran dan memiliki passion terhadap hidupnya, yang diibaratkan dengan warna biola tersebut, namun mereka memiliki bentuk yang sama. Setiap individu terlahir secara berbeda, namun mereka
(3)
commit to user
sama yaitu manusia, dengan adanya perbedaan itu bisa saling mengisi satu sama lain sehingga tercipta atmosfir yang saling mendukung.
2) Karya 2
Gambar 4 Karya “Emosi”, 60 cm x 40 cm, Edisi 3/5, Cetak Saring
(Sumber : Dokumentasi Brigita, 2016)
“Emosi” merupakan karya kesepuluh
yang penulis buat, karya kesepuluh ini menampilkan sebuah kepala biola yang mengeluarkan juntaian-juntaian merah seperti api. Kepala biola tersebut penulis gambarkan dengan menggunkan warna coklat. Juntaian-juntaian emosi yang keluar dari kepala biola tersebut dilambangkan dengan warna merah gradasi jingga dan kuning, dan beberapa digambarkan dengan warna hitam. Pada background digambarkan dengan warna ungu. Karya ini diartikan sebagai sebuah pikiran manusia, dimana kepala biola merupakan sumber dari terbentuknya nada, ibarat kepala manusia yang merupakan sumber pemikiran manusia. Terkadang seseorang dihadapkan kepada situasi, dimana emosi itu tak dapat dibendung lagi sehingga emosi tersebut meluap-luap seperti api sehingga orang lain dapat merasakan emosi tersebut.
3) Karya 3
Gambar 5 Karya “Bayangan”, 40 cm x 60 cm, Edisi 4/5, Cetak Saring
(Sumber : Dokumentasi Brigita, 2016)
Terdapat dua buat biola dalam karya
yang berjudul “Bayangan”. Biola yang
kecil berwarna merah dan kuning, sedangkan biola yang berada di belakangnya berukuran lebih besar dengan warna ungu dan merah muda, terdapat banyak kepala biola di belakang biola kecil tersebut, serta pada latar diberi warna biru tua, hijau dan kuning. Karya ini diibaratkan sebagai seseorang yang berada dibawah bayangan orang lain, terkadang kondisi ini sangat mengganggu setiap manusia. Biola kecil ini dilambangkan sebagai seseorang yang merasa kecil di bawah bayangan orang lain dan kepala biola tersebut merupakan pemikiran orang-orang yang terkadang membandingkan sosok biola kecil dengan biola yang lebih besar dan membuat biola kecil ini merasa sangat kecil dibandingkan biola merah muda.
(4)
commit to user
4) Karya 4
Gambar 6 Karya “Bagai di Awan”, 40 cm x 60 cm, Edisi 2/5, Cetak Saring
(Sumber : Dokumentasi Brigita, 2016) Penulis menggambarkan dua biola yang satu terletak di atas sebelah kiri dan yang satunya lagi berada di sudut kanan bawah. Biola ini tidak digambarkan utuh melainkan setengah. Di belakang biola tersebit terdapat lengkung-lengkung berirama, ang digambarkan sebagai awan dan terdapat tangga nada kosong yang melintasi kedua biola tersebut dari atas hingga ke bawah. Pada bagian biola penulis mengguakan warna biru, tangga nada kosong diberi warna jingga dan pada latar diberi warna jingga dan ungu bergradasi putih.
Karya ini memiliki makna jika ssepasang manusia sedang merasakan jatuh cinta, seperti mereka sedang terbang diawan. Manusia dilambangkan dengan biola, awan-awan yang mewakili suasana hati mereka, dimana awan tersebut dibuat dengan warna yang cerah dan hangan, sedangkan tangga nada kosong dilambangkan sebagai komunikasi mereka yang tidak dapat dibaca oleh orang lain tetapi terlihat hangat.
5) Karya 5
Gambar 5 Karya “Semua Serupa Semua juga Berbeda #3, 60 cm x 40 cm, Edisi 4/5,
Cetak Saring”
(Sumber : Dokumentasi Brigita, 2016) Karya ini merupakan karya kedua dari
tiga rangkaian karya “Semua Serupa Tapi Berbeda”. Menampilkan bentuk
tiga biola yang fokus hanya pada bentuk badan biola saja. Karya ini berbentuk
landscape dua dimensi. Pada
background berwarna gradasi merah ke kuning. Ketiga biola ini memiliki ukuran yang serupa namun memiliki warna yang berbeda-beda. Biola yang berada pada sisi kanan berwarna merah bergradasi kuning, biola kedua berwarna biru tua bergradasi biru muda dan biola ketiga berwana ungu bergradasi putih.
Hampir sama dengan “Semua Serupa Semua juga Berbeda #1”, penulis
memaknai karya ini dimana biola diibaratkan sebagai suatu individu, dimana mereka sama tetapi setiap pribadi memiliki passion yang berbeda-beda atas hidup mereka sendiri meskipun mereka memiliki umur yang sama dan itu merupakan jalan hidup yang bebas dipilih setiap orang, hal ini diwakili dengan penggunaan warna yang berbeda-beda pada badan biola yang mewakili passion dan usia yang diwakili dengan besar biola.
(5)
commit to user
3. SIMPULANBiola merupakan alat musik yang berasal dari Italia Utara pada abad ke 16. Kenangan masa kecil akan alat musik ini membuat penulis tertarik mengangkan pengalaman ini sebagai sumber ide dalam pembuatan karya Tugas Akhir.
Sumber ide yang dijadikan sebagai konsep Tugas Akhir penulis berasal dari pengalaman pribadi semasa kecil tentang kekaguman penulis terhadap alat musik biola. Keinginan untuk memainkan alat musik ini sejak kecil belum terwujud hingga sekarang, sehingga penulis ingin menuangkan kekaguman terhadap biola melalui karya-karya penulis. Penulis terinspirasi dengan bentuk visual dari alat musik ini, baik badan biola, senar biola, leher biola maupun kepala biola
.
Didukung dengan pengalaman masa kecil ini, bentuk visual biola dirasa menarik untuk diolah lebih lanjut ke dalam karya seni grafis. Suaranya yang tipis dan tinggi juga membuat ketertarikan sendiri sehingga tema ini diambil.
Pemilihan biola sebagai sumber ide kemudian direalisasikan ke dalam karya seni grafis dengan teknik cetak saring di atas kertas. Pemilihan teknik ini didasarkan pada hasil dari cetakan teknik ini. Teknik cetak saring yang dipilih adalh teknik cetak saring jenis separasi. Teknik ini dapat memberikan titik-titik pointilis dan dapat menghasilkan warna warna yang beragam terutama untuk warna-warna gradasi.
4. DAFTAR PUSTAKA
Alie, Rere. 2012. Mudahnya Main Biola. Yogyakarta: Buku Biru.
Baker, Rachel. 2007. Sigmund Freud, Di Seberang Masa Lalu. Diterjemahkan oleh: JimmI Firdaus. Yogyakarta: Sketsa.
Banoe, Pono. 1984. Pengantar Pengetahuan Alat Musik. Jakarta: C.V. BARU.
Lisbijanto, Herry. 2013. Musik Keroncong. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Marianto, Dwi. 2002. Seni Kritik Seni. Yogyakarta. Lembaga Penelitian Institut Seni Indonesia Yogyakarta.
Mulyadi. 1999. Pengetahuan Seni. Surakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
(6)