PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN: SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT TERHADAP KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS: Studi Eksperimen di Kelas XI SMAN 1 Dukupuntang Kabupaten Cirebon.
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN
SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT TERHADAP
KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS
(Studi Eksperimen di Kelas XI SMAN 1 Dukupuntang Kabupaten Cirebon)
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari
Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Geografi
Oleh :
YUDI AGUS FAUZIANSYAH 1101167
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2013
(2)
==========================================================
Pengaruh Model Pembelajaran
Sains Teknologi Masyarakat Terhadap Keterampilan
Berpikir Kritis
(
Studi Eksperimen Di Kelas XI SMAN 1 Dukupuntang)
Oleh
Yudi Agus Fauziansyah
S.Pd UPI Bandung, 2008
Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Geografi SPS
© Yudi Agus Fauziansyah 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Agustus 2013
(3)
HALAMAN PENGESAHAN TESIS
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT TERHADAP
KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS
(Studi Eksperimen di Kelas XI SMAN 1 Dukupuntang Kabupaten Cirebon)
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH :
Penguji I Penguji II
Prof.Dr.Darsiharjo, M.S. Prof.Dr. Wanjat Kastolani, M.Pd. NIP. 19620921 198603 1 05 NIP 19620512 198703 1 002
Pembimbing I Pembimbing II
Prof.Dr.Hj. Enok Maryani, M.S. Dr.Epon Ningrum,M.Pd
NIP 19600121 198503 2 001 NIP. 19620304 198704 2 001
Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Geografi SPs UPI Bandung
Prof . Dr. Dede Rohmat, Ir. M.T. NIP 19640603 198903 1 001
(4)
(5)
i Abstrak
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN
SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT TERHADAP KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS
(Studi Eksperimen di Kelas XI SMAN 1 Dukupuntang Kabupaten Cirebon)
Oleh :
Yudi Agus Fauziansyah
Pembimbing I : Prof. Dr. Enok Maryani, MS Pembimbing II : Dr. Epon Ningrum, M.Pd
Penelitian ini dilatarbelakangi pentingnya keterampilan berpikir kritis untuk peserta didik. Salah satu model yang dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis adalah model pembelajaran STM. Untuk itu peneliti mencoba menerapkan model pembelajaran STM dengan karakteristik penekanan pada keterampilan proses dalam memecahkan masalah sehingga dapat melatih keterampilan berpikir kritis. Dengan demikian penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran STM terhadap keterampilan berpikir kritis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan desain non
equivalent pre test post test design. Subyek pada penelitian ini terdiri dari
kelompok eksperimen yang menggunakan model pembelajaran STM dan kelompok kontrol yang menggunakan metode diskusi. Instrumen penelitian menggunakan tes, observasi, dan lembar tugas. Analisis data menggunakan statistik, yaitu uji normalitas, uji homogenitas dan uji hipotesis menggunakan bantuan program SPSS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan keterampilan berpikir kritis siswa antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai gain, nilai sub indikator, dan uji hipotesis yang menunjukkan kelompok eksperimen lebih baik dibandingkan kelompok kontrol. Kendala dilapangan diantaranya keterbatasan waktu penelitian, penguasaan langkah-langkah model pembelajaran, dan sarana prasarana sebagai penunjang pembelajaran. Dengan demikian, maka terdapat pengaruh model pembelajaran STM terhadap keterampilan berpikir kritis siswa. Rekomendasi dalam penelitian ini adalah agar guru dapat mencoba menggunakan model pembelajaran STM pada materi pelajaran yang lain dengan lebih memotivasi siswa dan penggunaan waktu yang efisien.
Kata Kunci : Model pembelajaran STM, metode diskusi, metode eksperimen, keterampilan berpikir kritis
(6)
Abstract
THE INFLUENCE OF LEARNING MODEL SCIENCE TECHNOLOGY SOCIETY FOR
CRITICAL THINKING SKILLS
(Experimental Study in Class XI of SMAN 1 Dukupuntang Cirebon)
by:
Yudi Agus Fauziansyah
Supervisor I: Prof. Dr. Enok Maryani, MS Supervisor II: Dr. Epon Ningrum, M.Pd
This research was based on the importance of critical thinking skills for learner. One of models which can develop critical thinking skills are learning model STS. For that, the researcher tried to apply the learning models STS with characteristic emphasis on process skills in problem solving so can training the critical thinking skills. So that, the research aimed to determine the effect of the learning model STS critical thinking skills. The research method in this research are experimental method and use non equivalent pre test post test design. The subject in this research is consist of experimental group who using learning model STS and control group is using discussion method. Instrumental research are using test, observation, and assignment sheet. Statistical used in this reasearch and use normality test, homogeneity test, and hyphothesis test using SPSS programme. The results showed that there are any differences in students' critical thinking skills between the experimental group with the control group. This is shown by the value of the gain, the value of sub indicators, and the test of hypothesis that the experimental group showed better than the control group. Constraints such as limited time in the field of research are mastery learning model measures, and infrastructure to support learning. So that, there is any effect for the influence of learning model STS for critical thinking skills. Recommendations in this research are for the teacher can try use learning model STS for another subject matter with better motivate for their students and more efficiently when using this method.
Keywords : learning model STS, discussion method, the experimental design, critical thinking skills
(7)
(8)
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN ... i
SURAT PERNYATAAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
ABSTRAK ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 9
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Manfaat Penelitian ... 9
E. Definisi Operasional ... 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran ... 12
B. Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat ... 15
1. Pengertian Model STM ... ... 15
2. Karakteristik Model STM ... 18
3. Langkah- langkah Model STM ... .... 19
4. Keunggulan dan Kelemahan Model STM ... 23
C. Metode Diskusi ... 24
D. Berpikir Kritis ... 28
(9)
ii
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian ... 36
B. Metode Penelitian ... 36
C. Subyek Penelitian ... 37
D. Definisi Operasional ... 38
E. Pengembangan Instrumen Penelitian ... 41
1. Validasi Instrumen ... 41
2. Teknik Analisis Data ... 46
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian ... 48
1. Lokasi Penelitian ... 48
2. Data Hasil Penelitian ... 51
a. Data Hasil Test ... 52
1) Data Pre test-Post test Kelompok Eksperimen ... 52
2) Data Pre test-Post test Kelompok Kontrol ... 56
3) Data Post test Kedua Kelompok ... 60
b. Keterampilan Berpikir Kritis ... 62
1) Keterampilan Berpikir Kritis Kelompok Eksperimen ... 62
2) Keterampilan Berpikir Kritis Kelompok Kontrol ... 68
B. Analisis Data ... 75
1. Uji Normalitas ... 75
a. Uji Normalitas Kelompok Eksperimen ... 75
b. Uji Normalitas Kelompok Kontrol ... 76
2. Uji Homogenitas ... 77
3. Uji Hipotesis ... 78
a. Uji Hipotesis 1 ... 78
b. Uji Hipotesis 2 ... 79
(10)
d. Uji Hipotesis 4 ... 81
C. Pembahasan ... 82
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 93
B. Saran ... 94
DAFTAR PUSTAKA ... 95
LAMPIRAN ... 99
(11)
iv
DAFTAR TABEL
No Halaman
Tabel 3.1 Perbedaan Nilai KKM Kelas XI SMAN 1 Dukupuntang ... 37
Tabel 3.2 Indikator dan Sub Indikator Berpikir Kritis ... 40
Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas ... 42
Table 3.4 Hasil Uji Reliabilitas ... 44
Table 3.5 Daya Pembeda Instrumen ... 45
Table 3.6 Tingkat Kesukaran ... 46
Table 4.1 Jumlah Tenaga Pendidik ... 49
Table 4.2 Jumlah Kelas dan Peserta Didik ... 50
Table 4.3 Data Hasil Tes Kelompok Eksperimen ... 52
Table 4.4 Data Hasil Tes Kelompok Kontrol ... 56
Table 4.5 Peningkatan Keterampilan Berpikir Kritis Kelompok Eksperimen .... 64
Tabel 4.6 Skor Keterampilan Berpikir Kritis Kelompok Eksperimen ... 66
Tabel 4.7 Peningkatan Keterampilan Berpikir Kritis Kelompok Kontrol ... 70
Tabel 4.8 Skor Keterampilan Berpikir Kritis Kelompok Kontrol ... 73
Table 4.9 Hasil Uji Normalitas Kelompok Eksperimen ... 75
Table 4.10 Hasil Uji Normalitas Kelompok Kontrol ... 76
Table 4.11 Hasil Uji Homogenitas Pre Test Dan Post Test ... 77
Table 4.12 Hasil Uji Homogenitas Keterampilan Berpikir Kritis ... 78
Table 4.13 Hasil Uji Perbedaan Pre test dan Post test Kelompok Eksperimen .. 79
Table 4.14 Hasil Uji Perbedaan Pre test dan Post test Kelompok Kontrol ... 80
Tabel 4.15 Hasil Uji Perbedaan Post Test Kedua Kelompok ... 81
(12)
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
Gambar 2.1 Bagan Tahapan Model Pembelajaran STM ... 20 Gambar 2.2 Bagan Kerangka Pemikiran ... 34 Gambar 4.1 Grafik Perbedaan Prosentase Kenaikan Tes Kelompok
Eksperimen ... 55 Gambar 4.2 Grafik Perbedaan Prosentase Kenaikan Tes Kelompok Kontrol ... 59 Gambar 4.3 Grafik Perbedaan Post Test Kedua Kelompok ... 60 Gambar 4.4 Grafik Perbedaan Nilai Gain Kedua Kelompok ... 61 Gambar 4.5 Grafik Peningkatan Keterampilan Berpikir Kritis Kelompok Eksperimen ... 65 Gambar 4.6 Grafik Peningkatan Keterampilan Berpikir Kritis Kelompok
Kontrol ... 72 Gambar 4. Grafik Perbedaan Nilai Gain Keterampilan Berpikir Kritis ... 74
(13)
vi
DAFTAR LAMPIRAN
No Lampiran Halaman
1 Silabus Pembelajaran ... 99
2 Kisi – kisi Instrumen Penelitian ... 101
3 Kisi – kisi Pre test dan Post test ... 104
4 Kisi – kisi Instrumen Keterampilan Berpikir Kritis ... 114
5 Soal Pre dan Post Test ... 119
6 Perangkat Pembelajaran Pertemuan Pertama ... 125
7 Perangkat Pembelajaran Pertemuan Kedua ... 141
8 Perangkat Pembelajaran Pertemua Ketiga ... 157
9 Format Observasi ... 173
10 Skor Uji Coba Instrumen ... 176
11 Uji Coba Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran ... 177
12 Analisis Validitas dan Reliabilitas ... 179
13 Hasil Pre dan Post Kelompok Eksperimen ... 182
14 Hasil Pre dan Post Kelompok Kontrol ... 183
15 Skor Keterampilan Berpikir Kritis ... 184
16 Daftar Nama Pembagian Tugas Kelompok ... 185
17 Perhitungan Uji Normalitas ... 187
18 Perhitungan Uji Homogenitas ... 193
19 Perhitungan Uji Hipotesis ... 195
20 Foto – Foto Penelitian ... 199
(14)
1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini kemajuan dalam bidang teknologi berlangsung amat pesat dan tidak terlepas oleh perkembangan dalam bidang sains. Proses perkembangan sains yang telah dilakukan oleh para ilmuwan, membawa dampak positif bagi perkembangan teknologi dengan diciptakannya alat peralatan. Produk teknologi ini pada gilirannya juga membawa kemajuan dalam bidang sains.
Perkembangan teknologi bertujuan untuk mempermudah segala kegiatan yang dilakukan oleh manusia. Dengan adanya peralatan komunikasi yang makin canggih atau modern, manusia berhubungan dengan mudah melalui telepon. Di dalam rumah tangga, produk teknologi juga merupakan bagian dari kehidupan. Televisi, radio, Air Conditioner, meja makan, kursi, lampu listrik dan lain lain adalah hasil kegiatan orang yang dimaksudkan untuk mempermudah manusia dalam melaksanakan tugas atau kewajiban sehari-hari. Poedjiadi (2005:61) bahwa “pengertian teknologi melibatkan proses dan produknya yang bertujuan meningkatkan efisiensi pelaksanaan kegiatan manusia”
Penggunaan produk teknologi memerlukan kesiapan masyarakat penggunanya. Apabila kurang siap, kegunaan atau manfaat produk teknologi tersebut menjadi kurang optimal. Kesiapan yang harus dimiliki oleh pengguna adalah pengetahuan tentang produk tersebut dan mental untuk tidak menyalahgunakan produk teknologi sehingga berdampak merugikan orang atau masyarakat. Jika dikaitkan dengan kesiapan masyarakat, maka sains merupakan komponen yang dapat membantu meningkatkan kesiapan pengetahuan masyarakat tentang produk teknologi. Salah satu jalur yang tepat yaitu melalui pendidikan, disamping meningkatkan pengetahuan juga dapat
(15)
2
meningkatkan pemahaman tentang gejala alam dalam kehidupan sehari – hari mereka.
Pendidikan diharapkan mendidik sumberdaya manusia berkualitas yang mampu menggunakan teknologi tepat guna untuk mengelola alam secara bijak dan berbudi pekerti luhur. Hal ini sesuai dengan Tujuan Pendidikan Nasional yang diamanatkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 yang berbunyi:
Tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Salah satu langkah strategis yang perlu diambil oleh guru untuk dapat menciptakan sumberdaya manusia yang berkualitas adalah dengan menggunakan beberapa metode dan pendekatan. Pendekatan yang perlu digunakan guru adalah pendekatan yang memungkinkan peserta didik berperan secara aktif dalam pembelajaran. Dalam proses pembelajaran di sekolah, guru diharapkan tidak hanya menekankan kepada akumulasi pengetahuan materi pelajaran, tetapi yang diutamakan adalah kemampuan peserta didik untuk memperoleh pengetahuannya sendiri (Sanjaya, 2010:107). Menurut Piaget (Sidharta, 2007:28), “siswa tidak menerima pengetahuan secara pasif, tetapi mengkonstruk pengetahuan itu melalui aktivitas tertentu.” Teori belajar yang memandang pengetahuan merupakan hasil dari konstruksi diri kita sendiri dikenal dengan konstruktivisme. Teori ini memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses dimana anak secara aktif membangun system makna dan pemahaman realitas melalui pengalaman-pengalaman dan interaksi mereka (Trianto, 2011:29).
Menurut Glasersfeld (Komalasari, 2010:15) bahwa dalam proses konstruksi itu diperlukan kemampuan sebagai berikut: 1). Kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman, 2). Kemampuan membandingkan dan mengambil keputusan, 3). Kemampuan untuk lebih
(16)
3
menyukai pengalaman yang satu daripada yang lain. Menurut Suparno
(1997:21) bahwa “pengetahuan dibentuk oleh struktur konsepsi seseorang
yang membentuk pengetahuan apabila konsepsi itu berhadapan dengan
pengalaman seseorang”. Berdasarkan pendapat tersebut, maka konstruktivisme memandang pengetahuan didapat melalui proses pengamatan dan pengalaman, siswa didorong mampu untuk mengkonstruksi pengetahuan sendiri melalui pengalaman nyata sebab belajar lebih dari sekedar proses menghafal dan menumpuk ilmu pengetahuan, tetapi bagaimana pengetahuan yang diperolehnya bermakna untuk dirinya.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka guru perlu memotivasi siswa menggunakan teknik-teknik yang kritis untuk mengaplikasikan konsep-konsep yang bermakna bagi dirinya. Poedijadi (2005:72), “pandangan ini dinamakan konstruktivisme kritis dan dalam proses pembelajaran perlu dikembangkan sejak usia dini dalam rangka meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, disamping pemahaman ilmu dalam bidang bidang tertentu, perlu dilatihkan penalaran-penalaran, berpikir kritis, mengidentifikasi masalah dan menyelesaikan masalah”.
Pada dasarnya konstruktivisme kritis dilandasi oleh keterampilan berpikir kritis. Adapun mengenai pengertian berpikir kritis, Ennis (1985) mendefinisikan “berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan”. Swartz dan Perkins (Hassoubah, 2007:86) mengatakan bahwa “berpikir kritis berarti bertujuan untuk mencapai penilaian yang kitis terhadap apa yang akan kita terima atau apa yang akan kita lakukan dengan alasan yang logis”. Ciri peserta didik yang berpikir kritis diantaranya berusaha mengetahui informasi dengan baik dan mencari penjelasan sebanyak mungkin apabila
memungkinkan. Sebab menurut Sanjaya (2010:196) bahwa “proses berpikir
itu sendiri biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara guru dan siswa”. Keterampilan berpikir kritis diperlukan oleh peserta didik sebab sejak
(17)
4
harus mampu melewati rintangan dan tantangan. Proses pembelajaran harus diarahkan agar peserta didik mampu mengatasi setiap masalah. Makna belajar bukan hanya mendorong anak agar mampu menguasai pelajaran, tetapi bagaimana agar mampu menghadapi rintangan yang muncul sesuai dengan pola kehidupan masyarakat, contohnya perkembangan teknologi. Peserta didik diharapkan tidak hanya mampu menggunakan teknologi, tetapi peserta didik juga harus berpikir agar jangan sampai teknologi menguasai hidupnya.
Untuk mencapai hal tersebut maka guru perlu menggunakan pembelajaran berpikir, sebab pembelajaran berpikir memandang bahwa mengajar adalah bukan memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa, melainkan suatu aktivitas yang memungkinkan siswa dapat membangun sendiri pengetahuannya. Battencourt (Abdulkarim, 2008:12) bahwa
“mengajar dalam berpikir adalah berpartisipasi dengan siswa dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, bersikap kritis dan mengadakan justifikasi”. Berpikir dalam pengajaran menurut Winocour (Sidharta, 2007:28) dikembangkan dengan asumsi bahwa “umumnya anak dapat mencapai tingkat berpikir tinggi, berpikir dapat diajarkan, dapat dipelajari, sebagai dasar dalam proses belajar dan merupakan suatu hal yang penting dalam menghadapi masalah sosial”. Pandangan umum yang masih banyak dianut oleh guru sekarang adalah bahwa dalam proses belajar mengajar, pengetahuan diberikan oleh guru dan diterima siswa. Dalam setiap proses pembelajaran, siswa lebih banyak didorong untuk menguasai sejumlah materi pelajaran. Sebagian pembelajaran masih terkesan berpusat pada guru (teacher oriented) yang menganggap guru adalah satu-satunya sumber informasi, dan siswa hanya akan menerima apa yang akan diberikan oleh guru. Salah satu metode yang paling banyak digunakan oleh guru adalah metode ceramah sebab menurut Sumaatmadja (1997:73), “metode ceramah adalah metode dasar yang sukar untuk ditinggalkan”.
Nggandi (1999:1) bahwa “dalam metode ceramah, guru cenderung memegang kendali proses pembelajaran secara aktif, sementara siswa hanya
(18)
5
menerima dan mengikuti apa yang disajikan”. Keberhasilan dalam belajar diukur dari sejumlah pengetahuan siswa yang dapat ditunjukkan dari kemampuan mengungkapkan pengetahuan yang diinginkan oleh guru. Jika tidak sesuai, maka siswa dianggap tidak belajar. Hal ini berakibat guru berusaha sangat aktif dalam menyampaikan informasi dan siswa hanya mendengar dan mencatat.
Djamarah (2006:97) mengungkapkan bahwa “metode ceramah adalah metode yang boleh dikatakan tradisional karena sejak dulu metode ini telah digunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam
proses pembelajaran”. Tetapi metode ceramah memiliki kelemahan yaitu tidak dapat memberikan kesempatan untuk berdiskusi memecahkan masalah sehingga proses menyerap pengetahuan kurang tajam (Hardini, 2012:15). Kegiatan memecahkan suatu masalah tidak dapat dilepaskan dari kegiatan berpikir, sehingga dapat dikatakan bahwa metode ceramah kurang melatih siswa dalam keterampilan berpikir.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti di SMAN 1 Dukupuntang, siswa jarang bertanya kepada guru dan hanya sesekali menjawab pertanyaan dari guru ketika dilakukan kegiatan belajar mengajar. Hal ini menunjukan kurang aktifnya siswa untuk mencari dan menanggapi informasi, sehingga dapat dikatakan siswa kurang memiliki keterampilan berpikir kritis. Ketika guru selesai memberikan materi pelajaran, siswa seringkali sulit untuk membuat kesimpulan tentang apa yang mereka dapatkan pada hari itu, selain itu juga cenderung menerima semua yang diberikan oleh guru tanpa berpikir untuk merefleksikan kembali apa yang mereka terima.
Sarana dan prasarana yang ada di SMAN 1 Dukupuntang juga mengalami keterbatasan, contohnya komputer dengan jaringan internet sebagai sumber belajar. Ketidak adaan fasilitas tersebut menyebabkan siswa hanya mengandalkan buku sumber yang ada untuk memperkaya materi yang
(19)
6
lebih sering menggunakan metode ceramah. Metode ceramah merupakan metode dasar yang sukar untuk ditinggalkan dan cenderung dipilih guru karena dianggap lebih mudah dan efisien. Seharusnya seorang guru harus mampu menerapkan metode ceramah bervariasi atau multimetode, penerapan metode ceramah harus diperkaya oleh penerapan metode lain yang lebih mendorong keaktifan siswa. Diperkayanya metode ceramah dengan metode lain dapat menghindarkan kejemuan dan kebosanan anak didik mengikuti ceramah (Sumaatmadja, 1997:73). Berdasarkan pendapat tersebut, maka guru harus mampu menggunakan berbagai pendekatan dalam kegiatan pembelajaran. Guru perlu mengembangkan kegiatan pembelajaran yang mampu meningkatkan keterampilan berpikir kritis.
Menurut Sanjaya (2010:227) bahwa “pengalaman sosial merupakan dasar pengembangan kemampuan berpikir”. Hal tersebut berarti pengembangan gagasan dan ide-ide didasarkan kepada pengalaman sosial anak dalam kehidupan sehari hari, diantaranya dalam kehidupan bermasyarakat. Sehingga guru perlu menerapkan kegiatan belajar mengajar yang dihadapkan pada kondisi relevan permasalahan sosial dan kehidupan masyarakat untuk menumbuhkan keterampilan berpikir kritis.
Poedjiadi (2005:99) menyatakan bahwa “salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk melaksanakan pembelajaran dalam konteks masyarakat adalah pendekatan sains teknologi masyarakat (STM)”. Istilah STM diterjemahkan dari bahasa Inggris "Science Technology and Society" yang pada awalnya dikemukakan oleh John Ziman pada tahun 1980.
Pembelajaran STM berarti menggunakan sains dan teknologi dalam kegiatan pembelajaran dalam konteks masyarakat melalui teknologi sebagai penghubung yang tampak nyata bagi peserta didik. Pendekatan STM merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat memberikan harapan untuk menciptakan manusia yang berkualitas dan peka terhadap masalah-masalah yang timbul di masyarakat.
(20)
7
Pendekatan STM ini pada mulanya hanya merupakan pendekatan dalam pembelajaran Sains (IPA), tetapi dipandang penting pula digunakan sebagai pendekatan dalam ilmu social. Pendekatan STM dalam ilmu sosial berbeda tujuan dengan pendekatan STM dalam pembelajaran Sains. Menurut Poedjiadi (2005:106), tujuan Pendekatan STM dalam ilmu social adalah :
Siswa dilatih untuk dapat menilai dampak positif maupun negatif produk teknologi, bagaimana pengaruhnya terhadap masyarakat dan lingkungan alam, sehingga ia dapat mengambil keputusan secara bijak apabila menghadapi masalah di lingkungannya.
Untuk itu dalam pembelajaran ilmu sosial, guru dapat membuat peserta didik menjadi warga negara yang baik, tanggap terhadap perkembangan teknologi dan dapat menilai secara kritis dampak positif dan negative kemajuan teknologi, sehingga dapat mengembangkan kemampuan peserta didik menanggapi, menilai, menyadari dan mengambil kesimpulan serta langkah-langkah yang bertanggung jawab sebagai warga negara dan masyarakat yang baik.
Poedjiadi (2005:126) menyatakan “saat ini pendekatan STM telah dapat disebut sebagai model pembelajaran sains teknologi masyarakat”. Hal ini berdasarkan analisis terhadap penelitian-penelitian yang telah dilakukan, yaitu tampak adanya pola tertentu dari langkah-langkah yang dilakukan dalam proses pembelajaran. Menurut Komalasari (2010:57), “dalam model pembelajaran tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru”.
Model Pembelajaran STM mempunyai tujuan menghasilkan peserta didik yang mempunyai bekal cukup pengetahuan sehingga mampu mengambil keputusan penting dalam masyarakat. Hal ini diungkapkan Nurjanah (2010:9) bahwa “tujuan utama STM ini adalah untuk menghasilkan lulusan yang cukup mempunyai bekal ilmu pengetahuan sehingga mampu mengambil keputusan penting tentang masalah dalam masyarakat dan sekaligus dapat mengambil tindakan sehubungan dengan keputusan yang diambilnya”.
(21)
8
kritis, adapun keterampilan berpikir kritis menurut Ennis dan Norris (1985) adalah mengklarifikasi isu dengan mengajukan pertanyaan kritis, mengumpulkan informasi tentang isu, mulai bernalar melalui sudut pandang, mengumpulkan informasi dan melakukan analisis lebih lanjut, dan membuat serta mengkomunikasikan keputusan.
Dengan demikian pembelajaran menggunakan model sains teknologi masyarakat dapat mengembangkan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor yang secara utuh dibentuk didalam diri individu sebagai peserta didik, dengan harapan agar dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Yager (Fajar, 2004:25) mengemukakan bahwa salah satu karakteristik model STM adalah penekanan pada keterampilan proses dimana peserta didik dapat menggunakan dalam memecahkan masalah. Hal ini sejalan dengan Penn State (2006) yang menyebutkan salah satu tujuan STM adalah“STS
critically examines issues such as genetic engineering, the environment, emergent diseas, computers and the internet, applied ethics, nuclear waste,
and international agricultural”.
Adapun langkah-langkah dalam model STM ini adalah tahap pendahuluan, pembentukan konsep, aplikasi atau penyelesaian masalah, pemantapan konsep, dan penilaian (Poedjiadi, 2005:126). Kekhasan dari model ini adalah bahwa pada tahap pendahuluan dikemukakan isu atau masalah dalam masyarakat yang dapat digali dari pengetahuan awal siswa berupa keadaan yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat merangsang peserta didik untuk ingin mengetahui lebih lanjut mengenai masalah tersebut. Hal ini mengharuskan siswa berpikir menganalisis isu tersebut, selanjutnya dapat mengeksplorasi temuan mereka untuk memecahkan masalah tersebut.
Model pembelajaran STM memiliki lima tahapan dimulai dari eksplorasi, pembentukan konsep, penyelesaian masalah, pemantapan konsep serta evaluasi. Sedangkan untuk mengukur keterampilan berpikir kritis menggunakan indikator berpikir kritis yaitu mendefinisikan istilah,
(22)
9
mengumpulkan dan menilai informasi, memahami isu dengan cermat, memikirkan alternatif, memutuskan suatu tindakan, memecahkan masalah, dan menarik kesimpulan.
Untuk mengetahui keefektifan dari model STM dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis, maka dilakukan penelitian dalam bentuk studi eksperimen.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka penulis merumuskan masalah yang akan dibahas dan diteliti, yaitu sebagai berikut :
1. Apakah terdapat perbedaan hasil pre test dengan post test pada kelompok eksperimen yang menggunakan model pembelajaran STM?
2. Apakah terdapat perbedaan hasil pre test dengan post test pada kelompok kontrol yang menggunakan metode diskusi?
3. Apakah terdapat perbedaan hasil post test antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol?
4. Apakah terdapat perbedaan keterampilan berpikir kritis siswa setelah pembelajaran antara yang menggunakan model pembelajaran STM dengan metode diskusi?
5. Kendala apa sajakah yang dihadapi dalam proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran STM?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk menganalisis perbedaan hasil pre test dengan pos test pada
kelompok eksperimen yang menggunakan model pembelajaran STM. 2. Untuk menganalisis perbedaan hasil pre test dengan post test pada
(23)
10
3. Untuk menganalisis perbedaan hasil post test antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol.
4. Untuk menganalisis perbedaan keterampilan berpikir kritis siswa antara yang menggunakan model pembelajaran STM dengan metode diskusi. 5. Untuk menganalisis kendala yang dihadapi dalam proses pembelajaran
menggunakan model pembelajaran STM
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan yang telah dikemukakan, maka hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak, antara lain:
1. Dapat memberi masukan bagi guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran geografi melalui model STM.
2. Dapat mengidentifikasi kelebihan dan kelemahan setiap metode pembelajaran yang digunakan oleh guru.
3. Dapat memberikan masukan bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk melanjutkan penelitian dengan topik yang sama.
4. Dapat memberikan pengalaman baru bagi guru dan siswa dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar
E. Definisi Operasional
1. Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat
Sains teknologi masyarakat pada awalnya adalah sebuah pendekatan, tetapi Poedjiadi (2005:126) menyatakan “saat ini pendekatan STM telah dapat disebut sebagai model pembelajaran sains teknologi
masyarakat”. Hal ini berdasarkan analisis terhadap penelitian-penelitian yang telah dilakukan, yaitu tampak adanya pola tertentu dari langkah-langkah yang dilakukan dalam proses pembelajaran sehingga dalam penelitian ini digunakan model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat. Model ini termasuk dalam rumpun model pengolahan informasi menurut Joyce dan Calhoun dimana siswa dapat
(24)
11
mengembangkan konsep atau mempelajari konsep – konsep yang dikembangkan oleh orang lain. Model pembelajaran sains, teknologi, dan masyarakat terdiri atas lima tahap, yaitu pendahuluan, pembentukan/pengembangan konsep, aplikasi konsep, pemantapan konsep dan penilaian. Model ini berusaha untuk menjembatani materi di dalam kelas dengan situasi dunia nyata di luar kelas yang menyangkut perkembangan teknologi dan situasi sosial kemasyarakatan. Dalam pelaksanaannya, guru dapat menggunakan metode inkuiri, dalam tahap pendahuluan peserta didik berusaha menemukan dan menganalisis masalah, pada tahap pembentukan dan pengembangan konsep guru meluruskan miskonsepsi yang telah ditemukan peserta didik, pada tahap aplikasi konsep maka peserta didik merumuskan jawaban dalam pemecahan masalah, pada tahap pemantapan konsep dan penilaian maka peserta didik mengambil keputusan dan kesimpulan dalam pemecahan masalah.
2. Metode Diskusi
Metode Diskusi adalah metode belajar yang dalam kegiatan pembelajarannya terjadi proses interaksi antara dua atau lebih individu yang terlibat, saling tukar menukar pengalaman, informasi, memecahkan masalah, dapat terjadi juga semuanya aktif tidak ada yang pasif sebagai pendengar saja (Roestiyah, 2001:5). Penggunaan metode diskusi ini sesuai dengan RPP yang sebelumnya telah disusun oleh guru.
3. Berpikir Kritis
Menurut Ennis (1985), berpikir kritis adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan (Hassoubah, 2007: 87). Berpikir kritis merupakan sebuah ketrampilan proses sehingga penilaian yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi dan tugas
(25)
12
mengukur ketrampilan berpikir kritis menggunakan indikator berpikir kritis yaitu mendefinisikan istilah, mengumpulkan dan menilai informasi, memahami isu dengan cermat, memikirkan alternatif, memutuskan suatu tindakan, memecahkan masalah, dan menarik kesimpulan.
(26)
36
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini berada di SMA Negeri 1 Dukupuntang. Alamat dari SMAN 1 Dukupuntang di Jalan Nyi Mas Ageng Serang Desa Sindang Mekar Kecamatan Dukupuntang Kabupaten Cirebon. Jumlah siswa keseluruhan pada kelas XI IPS adalah 156 orang yang terdiri dari 3 kelas paralel yaitu kelas XI IPS 1 sampai dengan XI IPS 3.
B. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen. Metode ini dapat diartikan bukan merupakan eksperimen murni tetapi seperti murni sehingga disebut juga eksperimen semu. Metode ini digunakan jika ada beberapa hal yang sulit dilakukan, terutama dalam pengontrolan variable. Menurut Sukmadinata (2012:207) bahwa “eksperimen quasi bisa digunakan minimal kalau dapat mengontrol satu variable meskipun dalam bentuk memasangkan beberapa karakteristik, kalau bisa random lebih baik”. Bentuk penelitian ini berupa adanya pre test dan post test terhadap kelompok eksperimen dan kelompok kontrol untuk mengetahui keterampilan berpikir kritis siswa.
Penelitian eksperimen ini melibatkan 2 kelompok siswa yaitu siswa kelompok eksperimen yang menggunakan model STM dan siswa kelompok kontrol yang menggunakan metode diskusi. Bentuk desain eksperimen yang digunakan yaitu Nonequivalent Groups Pretest-Posttest Design dengan pola sebagai berikut :
Class Pretest Method Posttest
A O1 X1 O2
B O1 X2 O2
(27)
37
Keterangan :
A = Kelompok Eksperimen B = Kelompok Kontrol
O1 = Pre test yaitu tes sebelum perlakuan O2 = Post test yaitu tes setelah perlakuan X1 = Perlakuan menggunakan model STM X2 = Perlakuan menggunakan metode Diskusi
C. Subyek Penelitian
Subyek penelitian terdiri dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen yaitu kelas XI IPS 1 dan kelompok kontrol adalah kelas XI IPS 2. Alasan pemilihan kelas ini berdasarkan pertimbangan sebagai berikut :
1. Kedua kelas tersebut mempunyai jumlah siswa yang sama, yaitu 40 orang. 2. Kedua kelas tersebut sama-sama belum memperoleh Kompetensi Dasar
Pelestarian Lingkungan.
3. Guru Geografi yang mengajar adalah sama.
4. Kedua kelas tersebut mempunyai nilai akademik yang hampir sama. Perbandingan nilai akademik tersebut dapat dilihat pada table 3.1 berikut ini.
Tabel 3.1
Perbedaan Nilai KKM Kelas XI SMA Negeri 1 Dukupuntang
Kelas Nilai Rata – rata UH 1
Nilai Rata – rata UH 2
Nilai Rata – rata UH 3
Persentase mencapai
KKM
XI IPS 1 76, 5 73, 8 76, 8 63 %
XI IPS 2 75, 8 73, 5 76, 5 65 %
XI IPS 3 75, 6 74, 6 75, 8 68 %
(28)
38
Adapun materi yang digunakan adalah pada Kompetensi Dasar Pelestarian Lingkungan pada kelas XI IPS Semester 2.
D.Definisi Operasional
1. Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat
Model pembelajaran sains, teknologi, dan masyarakat terdiri atas lima tahap, yaitu pendahuluan, pembentukan pengembangan konsep, aplikasi konsep, pemantapan konsep dan penilaian. Model ini berusaha untuk menjembatani materi di dalam kelas dengan situasi dunia nyata di luar kelas yang menyangkut perkembangan teknologi dan situasi sosial kemasyarakatan. Dalam pelaksanaan, adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
1) Guru mengabsen siswa Inisiasi :
2) Guru bertanya mengenai materi pembelajaran pada pertemuan sebelumnya
Invitasi :
3) Guru meminta jawaban siswa Apersepsi :
4) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran 5) Guru memberikan pre test kepada siswa
Tahap Pembentukan Konsep :
6) Guru meminta siswa membaca materi mengenai konsep – konsep dan kerusakan lingkungan hidup diantaranya penyebab kerusakan lingkungan hidup.
7) Guru menampilkan gambar dan meminta siswa mengaitkan dengan konsep yang ditemukan ketika membaca buku
Tahap Aplikasi Konsep :
(29)
39
Tahap Pemantapan Konsep :
9) Guru meminta salah satu kelompok untuk mempresentasikan tugas yang telah dikerjakan dan ditanggapi kelompok lain.
10)Guru merefleksi dan menguatkan konsep yang telah digunakan. 11)Guru bersama siswa menyimpulkan materi
Tahap Penilaian :
12)Guru membagikan post test kepada siswa
2. Metode Diskusi
Metode Diskusi adalah metode belajar yang dalam kegiatan pembelajarannya terjadi proses interaksi antara dua atau lebih individu yang terlibat, saling tukar menukar pengalaman, informasi, memecahkan masalah, dapat terjadi juga semuanya aktif tidak ada yang pasif sebagai pendengar saja (Roestiyah, 2001:5). Penggunaan metode diskusi ini sesuai dengan RPP yang sebelumnya telah disusun oleh guru. Adapun langkah – langkahnya adalah sebagai berikut :
1) Guru mengabsen siswa
2) Guru bertanya mengenai materi pada pertemuan sebelumnya 3) Guru meminta jawaban siswa
4) Guru menjelaskan bahwa pembelajaran pada hari ini secara berkelompok
5) Guru memberikan pre test
6) Guru menjelaskan konsep – konsep dan kerusakan lingkungan hidup 7) Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok dan masing-masing
kelompok mendapat tugas yang sama
8) Setiap kelompok mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. 9) Guru memantau jalannya diskusi kelompok.
10)Guru memilih perwakilan kelompok untuk mempresentasikan tugas dan ditanggapi kelompok lainnya.
11)Guru bersama siswa menyimpulkan pembelajaran pada hari itu. 12)Guru memberikan post test.
(30)
40
3. Berpikir Kritis
Menurut R.H Ennis (1985), berpikir kritis adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan (Hassoubah, 2007: 87). Berpikir kritis merupakan sebuah ketrampilan proses sehingga penilaian yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi dan tugas yang diberikan pada saat proses belajar mengajar. Adapun indikator dari keterampilan berpikir kritis adalah sebagai berikut :
Tabel 3.2
Indikator dan Sub Indikator Berpikir Kritis
Indikator Berpikir Kritis Sub Indikator Berpikir Kritis
Melakukan klarifikasi dasar terhadap masalah
Memahami isu dengan cermat Bertanya dan menjawab pertanyaan yang mengklarifikasi dan menantang
Mengumpulkan informasi dasar Mengumpulkan dan menilai informasi
Membuat inferensi Memikirkan alternatif
Menarik kesimpulan Memecahkan masalah
Melakukan klarifikasi lanjut Mendefinisikan istilah dan menentukan definisi jika diperlukan
Membuat dan mengkomunikasikan kesimpulan yang terbaik
Memutuskan suatu tindakan
Mengkomunikasikan keputusan kepada orang lain
(31)
41
E. Pengembangan Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian sangat penting dalam suatu penelitian yang digunakan untuk memperoleh data. Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes, format observasi dan tugas.
1. Tes
Tes yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk pilihan ganda yang digunakan untuk mengukur pengetahuan awal siswa dan ketercapaian hasil belajar siswa setelah dilakukan perlakuan. Tes ini disusun berdasarkan atas indikator, standar kompetensi, dan kompetensi dasar pada mata pelajaran Geografi yang dibuat juga berdasarkan indikator berpikir kritis.
2. Observasi
Format observasi digunakan untuk memantau keterlaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran STM dan metode diskusi. 3. Tugas
Tugas ini digunakan untuk mengukur sejauh mana keterampilan berpikir kritis, tugas ini berupa tes berbentuk soal uraian.
Dalam penelitian diperlukan instrument yang telah memenuhi persyaratan tertentu. Instrument yang baik harus memenuhi dua persyaratan penting yaitu
valid dan reliable. Menurut Sukmadinata (2012:228) bahwa “validitas
menunjukkan hasil dari suatu pengukuran menggambarkan segi atau aspek yang diukur”. Sedangkan instrument tes dikatakan reliable jika memberikan hasil yang tetap apabila diteskan berkali-kali (Widoyoko, 2009:144).
1. Validasi Instrumen
a. Uji Validitas
Sebuah instrument tes dikatakan valid jika dapat mengukur apa yang ingin diukur. Penentuan suatu tes dikatakan valid atau tidak dapat menggunakan ketentuan sebagai apabila r hitung > dari r table (0,361) dapat diinterpretasikan valid dan sebaliknya bila r hitung < r table (0,361) maka dapat dikatakan tidak valid (Widoyoko, 2009:143). Valid tidaknya
(32)
42
tersebut diperoleh dengan pengolahan data menggunakan formula Product
Momen Pearson program SPSS versi 17.
Berdasarkan hasil perhitungan uji validitas melalui bantuan program SPSS, diperoleh hasil dari 25 soal yang diujicobakan terdapat 24 butir soal valid dan 1 butir soal yang dinyatakan tidak valid, seperti yang terlihat pada tabel 3.3 berikut.
Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected
Item-Total Correlation Keterangan
VAR00001 14.5758 180.627 .822 Valid
VAR00002 14.3333 171.792 .584 Valid
VAR00003 14.3333 164.604 .618 Valid
VAR00004 14.4242 181.814 .425 Valid
VAR00005 14.3333 171.479 .610 Valid
VAR00006 14.3939 171.746 .580 Valid
VAR00007 14.2727 186.017 .182 Dibuang
VAR00008 14.2121 163.860 .563 Valid
VAR00009 14.2727 158.330 .820 Valid
VAR00010 14.4242 176.064 .684 Valid
VAR00011 14.2424 173.127 .435 Valid
VAR00012 14.4848 179.820 .461 Valid
VAR00013 14.4242 175.377 .524 Valid
VAR00014 14.3030 167.280 .452 Valid
VAR00015 14.4545 162.381 .799 Valid
VAR00016 14.3939 180.684 .402 Valid
VAR00017 14.5455 174.756 .771 Valid
(33)
43
VAR00021 14.5455 175.506 .727 Valid
VAR00022 14.4848 176.008 .489 Valid
VAR00023 14.0606 173.934 .573 valid
VAR00024 14.1212 182.547 .467 Valid
VAR00025 14.0909 183.710 .394 Valid
Sumber : Hasil Penelitian, 2013
Berdasarkan hasil uji validitas pada table diatas, terdapat satu butir item yaitu butir nomor 7 yang nilai Corrected Item Total Correlation dibawah 0,3 (batas nilai valid yang diterima adalah > 0, 3) yang berarti tidak valid.
b. Uji Reliabilitas
Mendapatkan skala pengukuran instrument yang baik harus melalui pengujian reliabilitas. Sebuah instrument dikatakan reliable, jika instrument tersebut digunakan beberapa kali maka akan menghasilkan data yang sama. Dengan kata lain bahwa instrument tersebut menunjukkan keajegan.
Penentuan tes dikatakan reliable atau tidak menggunakan ketentuan apabila r hitung > r table (0,926) dapat diinterpretasikan reliable dan sebaliknya jika r hitung < r table (0,926) maka dikatakan tidak reliable. Reliabilitas ini menggunakan bantuan program SPSS versi 17.
Berdasarkan uji reliabilitas melalui bantuan program spss diketahui bahwa nilai r adalah 0,961 seperti ditunjukan oleh table berikut ini :
(34)
44
Tabel 3.4 Hasil Uji Reliabilitas
Cronbach's
Alpha N of Items
.961 25
Sumber : Hasil Penelitian, 2013
Berdasarkan table diatas, maka instrument dinyatakan reliable karena 0,961 > 0,926.
c. Uji Daya Pembeda
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu butir soal dapat membedakan antara warga belajar atau peserta didik yang telah menguasai materi yang ditanyakan dan warga belajar yang kurang atau belum menguasai materi yang ditanyakan.
Untuk mengetahui daya pembeda soal rumus yang diguankan sebagai berikut :
Klasifikasi daya pembeda adalah sebagai berikut : 0,70 ≤ DP ≤ 1,00 = baik sekali
0,40 ≤ DP ≤ 0,70 = baik 0,20 ≤ DP ≤ 0,40 = cukup 0,00 ≤ DP ≤ 0,20 = jelek Sumber : Suherman (1990:202)
Berdasarkan hasil perhitungan, dari 25 butir soal terdapat 3 butir soal yang mempunyai daya pembeda yang baik sekali, 16 butir soal yang
(35)
45
Tabel 3.5
Daya Pembeda Instrumen
Daya Pembeda No Soal
Baik Sekali 1, 9, 15
Baik 1, 2, 3, 5, 6, 8, 10, 13, 14, 17, 18, 19, 21, 22
Cukup 4, 7, 11, 12, 16, 20, 23, 24, 25
Sumber : Hasil Penelitian, 2013
d. Uji Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran soal adalah peluang untuk menjawab benar suatu soal pada tingkat kemampuan tertentu yang biasanya dinyatakan dalam bentuk indeks. Rumus tingkat kesukaran soal menurut Arikunto (2001:210) adalah :
∑
Keterangan :
∑
Kriteria tingkat kesukaran biasanya dibedakan menjadi 3 kategori yaitu :
0,00 ≤ TK ≤ 0,30 = sukar 0,30 ≤ TK ≤ 0,70 = sedang 0,70 ≤ TK ≤ 1,00 = Mudah Sumber : Suherman (1990:213)
Berdasarkan hasil perhitungan, dari 25 butir soal terdapat 6 butir soal mudah, 15 butir soal yang tergolong sedang dan 4 butir soal yang
(36)
46
Tabel 3.6
Tingkat Kesukaran Instrumen
Tingkat Kesukaran No Soal
Sukar 1, 15, 17, 21
Sedang 2, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 10, 12, 13, 14, 16, 18, 20, 22
Mudah 7, 11, 19, 23, 24, 25
Sumber : Hasil Penelitian, 2013
2. Teknik Analisis Data
a. Uji Normalitas
Pelaksanaan uji normalitas bertujuan untuk mengetahui alpha sebuah data berdistribusi mendekati normal dengan symbol bell shaped menceng kekiri atau ke kanan. Diantara syarat untuk menggunakan uji komparatif (uji t) adalah data harus berdistribusi normal , dan apabila tidak berdistribusi normal maka pengujian dengan uji t tidak bisa dilakukan.
Perhitungan uji normalitas dapat juga dilakukan dengan bantuan program SPSS, yakni dengan menggunakan uji Kolmogrov-smirnov, yaitu dengan membandingkan Probabilitas (sig) dengan nilai Alpha (α). Dengan criteria pengujian, jika probabilitas (sig) > Alpha (α), maka hasil tes berdistribusi normal. Kaidah hipotesis uji Kolmogrov-smirnov berbunyi :
Hο : angka signifikan (sig) < 0,05 , maka data tidak berdistribusi normal
H1: angka siginifikan (sig) > 0,05 , maka data berdistribusi normal.
b. Uji Homogenitas
(37)
47
dilakukan dengan analisis parametric untuk data normal dan non parametric jika data tidak normal yaitu dengan menggunakan Two Related Sample Tes yaitu dengan membandingkan angka siginifikan (sig) dengan nilai Alpha (α). Dengan criteria :
Jika probabilitas (sig) > Alpha (α), maka hasil tes berdistribusi homogen
Jika probabilitas (sig) < Alpha (α), maka hasil tes berdistribusi tidak homogen.
c. Uji Hipotesis
Adapun teknik statistik yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah uji t. Rumus uji t-test sampel related sebagai berikut :
dimana:
(Sugiyono, 2007:273)
Untuk pengujian hipotesis ini menggunakan bantuan program SPSS 17 yaitu Paired t test jika data berasal dari subyek yang sama dan Independen t test jika data berasal dari subyek yang berbeda.
2 1 1 1 2 1
n n
sgab x x
t
(38)
93
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data, permasalahan penelitian, temuan dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut :
1. Terdapat perbedaan hasil pre test dan post test pada kelompok eksperimen yang menggunakan model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat.
2. Terdapat perbedaan hasil pre test dan post test pada kelompok kontrol yang menggunakan metode Diskusi.
3. Terdapat perbedaan hasil post test antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Pemebelajaran pada kelompok eksperimen yang menggunakan model STM memberikan pengaruh lebih baik pada peningkatan hasil tes siswa yang ditunjukkan dengan nilai gain kelompok eksperimen yang rata-rata berada pada kategori sedang, sedangkan kelompok kontrol berada pada kategori rendah.
4. Terdapat perbedaan keterampilan berpikir kritis siswa antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai gain, nilai sub indikator, dan uji hipotesis yang menunjukkan kelompok eksperimen lebih baik dibandingkan kelompok kontrol. Adapun keterampilan berpikir siswa menunjukkan nilai yang stabil setelah beberapa kali pertemuan pembelajaran dilaksanakan. Hal tersebut dapat tercapai jika memenuhi beberapa hal diantaranya yaitu masalah yang diberikan merupakan masalah yang telah diketahui atau berada dilingkungan sekitar siswa sehingga memudahkan siswa untuk menggali pengetahuan awal, guru memahami dan menguasai tahapan-tahapan dalam model pembelajaran STM, adanya bimbingan dan motivasi guru
(39)
94
kesesuaian materi atau kompetensi dasar dengan model pembelajaran STM.
5. Kendala yang dihadapi pada saat proses pembelajaran diantaranya keterbatasan waktu penelitian, langkah – langkah model pembelajaran yang membutuhkan waktu lebih lama, serta keterbatasan sarana dan prasarana seperti internet yang seharusnya dapat mempermudah siswa untuk mengeksplor lebih banyak materi yang belum dipahami.
B. Saran
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, peneliti memberikan saran-saran sebagai berikut :
1. Guru dapat menerapkan model pembelajaran STM dengan menyesuaikan materi atau kompetensi dasar, yaitu materi yang berhubungan dekat dengan permasalahan yang ada dilingkungan masyarakat.
2. Sebelum dilakukan penerapan model pembelajaran STM, pada pertemuan sebelumnya sebaiknya siswa dimotivasi agar membaca terlebih dahulu materi yang akan disampaikan oleh guru agar lebih menguasai dan mengefektifkan waktu yang ada.
3. Guru dalam melaksanakan model pembelajaran STM harus memahami dan menguasai setiap tahapan dalam model pembelajaran STM. Selain itu harus mempersiapkan dengan baik perangkat pembelajaran yang akan digunakan diantaranya instrument observasi dan tes.
4. Guru dalam menggunakan model pembelajaran STM dapat digunakan pada materi yang lain dan dalam penggunaannya dapat menggunakan beberapa metode diantaranya metode eksperimen, demonstrasi, diskusi, maupun secara multimedia interaktif.
(40)
95
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku
Arikunto. (2001). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara
Aunurrahman. (2009). Belajar dan Pembelajaran. Bandung : CV. Alfabeta
Beyer, B.K. (1985). Critical Thinking: What Is It?. Boston : Allyn and Bacon
Creswell, J. (2012). Research Design. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Dahar, R. (1996). Teori-teori Belajar. Jakarta : Erlangga
Djamarah, S. (2006). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta
Depdiknas. (2003). Undang-undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003. Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta
Fajar, A. (2004). Portofolio : Dalam Pembelajaran IPS. Bandung : Rosdakarya
Hardini, I. (2012). Strategi Pembelajaran Terpadu. Yogyakarta : Familia
Hassoubah, Z. I. (2007). Mengasah Pikiran Kreatif dan Kritis: Disertai Ilustrasi
dan Latihan. Terjemahan Bambang Suryadi. Developing Creative & Critical Thinking Skills: A Handbook for Students. 2002. Bandung:
Nuansa
Johnson, B. (2000). Contextual Teaching and Learning : Menjadikan Kegiatan
Belajar Mengajar Mengasyikan dan Bermakna. Bandung : Mizan
Learning Center
Joyce & Calhoun. (2009). Model – model Pengajaran : Edisi ke Delapan.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Komalasari, K. (2010). Pembelajaran Kontekstual : Konsep dan Aplikasi. Bandung : Refika Aditama
Marsudi. (2011). Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah Lingkungan
Terhadap Berpikir Kritis Siswa Pada Mata Pelajaran Geografi Kelas XI SMA Negeri 1 Lembang. Bandung : Tesis PIPS Sekolah
Pascasarjana UPI
(41)
96
Rusman. (2010). Model – model Pembelajaran : Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta : Rajawali Press
Sagala, S. (2010). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta
Sanjaya, W. (2010). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Pendidikan. Jakarta : Kencana
Sidharta, A. (2007). Keterampilan Berpikir Kompleks dan Implementasinya
Dalam Pembelajaran IPA. Bandung : P4TK IPA
Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-faktor yang Memperngaruhinya. Jakarta : Rineka Cipta
Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : CV. Alfabeta
Suherman, E (1990). Petunjuk Praktis Untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan. Bandung : Wijayakusuma
Sukmadinata. N (2004). Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi. Bandung : Kesuma Karya
--- (2012). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya
Sumaatmadja, N. (1997). Metodologi Pengajaran Geografi. Jakarta : Bumi Aksara
Sumiati. (2009). Metode Pembelajaran. Bandung : CV Wacana Prima
Suparno, P. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta : Kanisius
Trianto. (2011). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta : Kencana
Widoyoko, E. (2009). Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Wijaya, C. H. (2010). Pendidikan Remedial. Bandung : Rosdakarya
(42)
97
2. Artikel, Jurnal dan Makalah
Abdulkarim, A. (2008). Model Keterampilan Berpikir dalam Pembelajaran IPS. Bandung : Jurnal Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FPIPS UPI
Ennis, R. H. (1985). Goals for A Critical Thinking. University of Illinois : Illinois Critical Thinking Project
--- (1996). Critical Thinking : Their Nature and Assessability. Journal Informal Logic Vol.18 Nos 2 & 3 :165-182. California : University of Illinois
Ennis and Norris. (1985). Evaluating Critical Thinking. Pacific Grove, CA : Midwest Publications
Indrawati. (2007). Model Pembelajaran Rumpun Pemrosesan Informasi. Bandung : P4TK IPA
--- (2010). Sains Teknologi Masyarakat Untuk Guru SD. Bandung : P4TK IPA
KTSP Dokumen 1 SMA Negeri 1 Dukupuntang Tahun Pelajaran 2012/2013
Liliasari . (2002). Pengembangan Keterampilan Berpikir Kritis dan Kreatif Untuk
Meningkatkan Mutu Pendidikan Guru Kimia. Jurnal Penelitian
Pendidikan, Vol.2 No.2 Oktober 2002
Nggandi, K. (1999). Belajar Sebagai Kegiatan Aktif Setiap Individu Dalam
Mengkonstruk Pengetahuan. Makalah disajikan dalam Seminar P3G
IPA Bandung
Nurjanah, S. (2010). Pengembangan Model Pembelajaran dan Pendekatan STS. Jakarta : Pustekkom Depdiknas
Rusmansyah. (2006). Implementasi Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat
dalam Pembelajaran Kimia. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Vol. 7 No. 29. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasonal
Yager. R.E. (1992). STS Approach Parallels Constructivist Practices. Science Education International Vol 3 No.2
--- (1996). Science/Technology/Society Providing Useful and Appropiate
Science for All. Makalah disajikan pada seminar Himpunan
(43)
98
3. Internet
Achmad, A. (2007). Memahami Berpikir Kritis. Tersedia di http://re-searchengines.com/1007arief3.html diakses pada tanggal 23 Juni 2012
Akhmad, S. (2012). Modul KKG/MGMP Depdiknas 2009. Tersedia di
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2011/01/27/model-pembelajaran-langsung/ diakses pada tanggal 3 April 2012
Angelo, T. (1995). Classroom Assessment For Critical Thinking. Tersedia online di
http://www.eastbaycharterconnect.org/uploads/7/1/7/6/7176220/critic al_thinking-angelo.pdf diakses pada tanggal 15 juli 2013
Anwar, M. (2009). Penerapan Pendekatan SETS Pada Pembelajaran Fisika. Tersedia online di
http://bdksurabaya.kemenag.go.id/file/dokumen/pendekatan diakses pada tanggal 15 juli 2013
BSNP. (2006). Permendiknas No. 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi. Tersedia di http://bsnp-indonesia.org/id/?page_id=103/ diakses pada tanggal 15 juli 2013
Penn State. (2006). About STS. Tersedia http://www.engr.psu.edu/sts/about.htm
Rubba, A.P. (1991). Integrating STS into School Sciences and Teacher Education
: Beyond Awareness. Science, Technology, Society Journal. Tersedia
http://www.jstor.org./stable/1476829 diakses pada 3 April 2013
Santyasa, W. (2007). Model – model Pembelajaran Inovatif. Tersedia di
http://www.google.co.id diakses pada tanggal 25 Juni 2012
Scriven and Paul. (1992). Critical Thinking : An Overview. Tersedia http://www.edpsyinteractive.org/topics/cognition/crittink.html diakses pada tanggal 11 Maret 2013
(1)
Yudi Agus Fauziansyah, 2013
Pengaruh Model Sains Teknologi Masyarakat Terhadap Keterampilan Berpikir Kritis Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data, permasalahan penelitian, temuan dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut :
1. Terdapat perbedaan hasil pre test dan post test pada kelompok eksperimen yang menggunakan model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat.
2. Terdapat perbedaan hasil pre test dan post test pada kelompok kontrol yang menggunakan metode Diskusi.
3. Terdapat perbedaan hasil post test antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Pemebelajaran pada kelompok eksperimen yang menggunakan model STM memberikan pengaruh lebih baik pada peningkatan hasil tes siswa yang ditunjukkan dengan nilai gain kelompok eksperimen yang rata-rata berada pada kategori sedang, sedangkan kelompok kontrol berada pada kategori rendah.
4. Terdapat perbedaan keterampilan berpikir kritis siswa antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai gain, nilai sub indikator, dan uji hipotesis yang menunjukkan kelompok eksperimen lebih baik dibandingkan kelompok kontrol. Adapun keterampilan berpikir siswa menunjukkan nilai yang stabil setelah beberapa kali pertemuan pembelajaran dilaksanakan. Hal tersebut dapat tercapai jika memenuhi beberapa hal diantaranya yaitu masalah yang diberikan merupakan masalah yang telah diketahui atau berada dilingkungan sekitar siswa sehingga memudahkan siswa untuk menggali pengetahuan awal, guru memahami dan menguasai tahapan-tahapan dalam model pembelajaran STM, adanya bimbingan dan motivasi guru dalam setiap pelaksanaan tahapan model pembelajaran STM, serta
(2)
Yudi Agus Fauziansyah, 2013
Pengaruh Model Sains Teknologi Masyarakat Terhadap Keterampilan Berpikir Kritis Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
kesesuaian materi atau kompetensi dasar dengan model pembelajaran STM.
5. Kendala yang dihadapi pada saat proses pembelajaran diantaranya keterbatasan waktu penelitian, langkah – langkah model pembelajaran yang membutuhkan waktu lebih lama, serta keterbatasan sarana dan prasarana seperti internet yang seharusnya dapat mempermudah siswa untuk mengeksplor lebih banyak materi yang belum dipahami.
B. Saran
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, peneliti memberikan saran-saran sebagai berikut :
1. Guru dapat menerapkan model pembelajaran STM dengan menyesuaikan materi atau kompetensi dasar, yaitu materi yang berhubungan dekat dengan permasalahan yang ada dilingkungan masyarakat.
2. Sebelum dilakukan penerapan model pembelajaran STM, pada pertemuan
sebelumnya sebaiknya siswa dimotivasi agar membaca terlebih dahulu materi yang akan disampaikan oleh guru agar lebih menguasai dan mengefektifkan waktu yang ada.
3. Guru dalam melaksanakan model pembelajaran STM harus memahami
dan menguasai setiap tahapan dalam model pembelajaran STM. Selain itu harus mempersiapkan dengan baik perangkat pembelajaran yang akan digunakan diantaranya instrument observasi dan tes.
4. Guru dalam menggunakan model pembelajaran STM dapat digunakan
pada materi yang lain dan dalam penggunaannya dapat menggunakan beberapa metode diantaranya metode eksperimen, demonstrasi, diskusi, maupun secara multimedia interaktif.
(3)
Yudi Agus Fauziansyah, 2013
Pengaruh Model Sains Teknologi Masyarakat Terhadap Keterampilan Berpikir Kritis Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku
Arikunto. (2001). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara Aunurrahman. (2009). Belajar dan Pembelajaran. Bandung : CV. Alfabeta Beyer, B.K. (1985). Critical Thinking: What Is It?. Boston : Allyn and Bacon Creswell, J. (2012). Research Design. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Dahar, R. (1996). Teori-teori Belajar. Jakarta : Erlangga
Djamarah, S. (2006). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta
Depdiknas. (2003). Undang-undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003. Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta
Fajar, A. (2004). Portofolio : Dalam Pembelajaran IPS. Bandung : Rosdakarya Hardini, I. (2012). Strategi Pembelajaran Terpadu. Yogyakarta : Familia
Hassoubah, Z. I. (2007). Mengasah Pikiran Kreatif dan Kritis: Disertai Ilustrasi dan Latihan. Terjemahan Bambang Suryadi. Developing Creative & Critical Thinking Skills: A Handbook for Students. 2002. Bandung: Nuansa
Johnson, B. (2000). Contextual Teaching and Learning : Menjadikan Kegiatan Belajar Mengajar Mengasyikan dan Bermakna. Bandung : Mizan Learning Center
Joyce & Calhoun. (2009). Model – model Pengajaran : Edisi ke Delapan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Komalasari, K. (2010). Pembelajaran Kontekstual : Konsep dan Aplikasi. Bandung : Refika Aditama
Marsudi. (2011). Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah Lingkungan Terhadap Berpikir Kritis Siswa Pada Mata Pelajaran Geografi Kelas XI SMA Negeri 1 Lembang. Bandung : Tesis PIPS Sekolah Pascasarjana UPI
Poedjiadi, A. (2005). Sains Teknologi Masyarakat. Bandung : Rosdakarya Roestiyah, N.K. (2001). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta
(4)
Yudi Agus Fauziansyah, 2013
Pengaruh Model Sains Teknologi Masyarakat Terhadap Keterampilan Berpikir Kritis Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Rusman. (2010). Model – model Pembelajaran : Mengembangkan
Profesionalisme Guru. Jakarta : Rajawali Press
Sagala, S. (2010). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta
Sanjaya, W. (2010). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Pendidikan. Jakarta : Kencana
Sidharta, A. (2007). Keterampilan Berpikir Kompleks dan Implementasinya Dalam Pembelajaran IPA. Bandung : P4TK IPA
Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-faktor yang Memperngaruhinya. Jakarta : Rineka Cipta
Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : CV. Alfabeta
Suherman, E (1990). Petunjuk Praktis Untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan. Bandung : Wijayakusuma
Sukmadinata. N (2004). Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi. Bandung : Kesuma Karya
--- (2012). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya
Sumaatmadja, N. (1997). Metodologi Pengajaran Geografi. Jakarta : Bumi Aksara
Sumiati. (2009). Metode Pembelajaran. Bandung : CV Wacana Prima
Suparno, P. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta : Kanisius
Trianto. (2011). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta : Kencana
Widoyoko, E. (2009). Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Wijaya, C. H. (2010). Pendidikan Remedial. Bandung : Rosdakarya Zaini, H. (2007). Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta : CTSD
(5)
Yudi Agus Fauziansyah, 2013
Pengaruh Model Sains Teknologi Masyarakat Terhadap Keterampilan Berpikir Kritis Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2. Artikel, Jurnal dan Makalah
Abdulkarim, A. (2008). Model Keterampilan Berpikir dalam Pembelajaran IPS. Bandung : Jurnal Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FPIPS UPI Ennis, R. H. (1985). Goals for A Critical Thinking. University of Illinois : Illinois
Critical Thinking Project
--- (1996). Critical Thinking : Their Nature and Assessability. Journal Informal Logic Vol.18 Nos 2 & 3 :165-182. California : University of Illinois
Ennis and Norris. (1985). Evaluating Critical Thinking. Pacific Grove, CA : Midwest Publications
Indrawati. (2007). Model Pembelajaran Rumpun Pemrosesan Informasi. Bandung : P4TK IPA
--- (2010). Sains Teknologi Masyarakat Untuk Guru SD. Bandung : P4TK IPA
KTSP Dokumen 1 SMA Negeri 1 Dukupuntang Tahun Pelajaran 2012/2013 Liliasari . (2002). Pengembangan Keterampilan Berpikir Kritis dan Kreatif Untuk
Meningkatkan Mutu Pendidikan Guru Kimia. Jurnal Penelitian Pendidikan, Vol.2 No.2 Oktober 2002
Nggandi, K. (1999). Belajar Sebagai Kegiatan Aktif Setiap Individu Dalam Mengkonstruk Pengetahuan. Makalah disajikan dalam Seminar P3G IPA Bandung
Nurjanah, S. (2010). Pengembangan Model Pembelajaran dan Pendekatan STS. Jakarta : Pustekkom Depdiknas
Rusmansyah. (2006). Implementasi Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat dalam Pembelajaran Kimia. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Vol. 7 No. 29. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasonal
Yager. R.E. (1992). STS Approach Parallels Constructivist Practices. Science Education International Vol 3 No.2
--- (1996). Science/Technology/Society Providing Useful and Appropiate Science for All. Makalah disajikan pada seminar Himpunan Pendidikan Science di IKIP Bandung
(6)
Yudi Agus Fauziansyah, 2013
Pengaruh Model Sains Teknologi Masyarakat Terhadap Keterampilan Berpikir Kritis Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3. Internet
Achmad, A. (2007). Memahami Berpikir Kritis. Tersedia di http://re-searchengines.com/1007arief3.html diakses pada tanggal 23 Juni 2012
Akhmad, S. (2012). Modul KKG/MGMP Depdiknas 2009. Tersedia di
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2011/01/27/model-pembelajaran-langsung/ diakses pada tanggal 3 April 2012
Angelo, T. (1995). Classroom Assessment For Critical Thinking. Tersedia online di
http://www.eastbaycharterconnect.org/uploads/7/1/7/6/7176220/critic al_thinking-angelo.pdf diakses pada tanggal 15 juli 2013
Anwar, M. (2009). Penerapan Pendekatan SETS Pada Pembelajaran Fisika. Tersedia online di
http://bdksurabaya.kemenag.go.id/file/dokumen/pendekatan diakses pada tanggal 15 juli 2013
BSNP. (2006). Permendiknas No. 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi. Tersedia di http://bsnp-indonesia.org/id/?page_id=103/ diakses pada tanggal 15 juli 2013
Penn State. (2006). About STS. Tersedia http://www.engr.psu.edu/sts/about.htm Rubba, A.P. (1991). Integrating STS into School Sciences and Teacher Education
: Beyond Awareness. Science, Technology, Society Journal. Tersedia http://www.jstor.org./stable/1476829 diakses pada 3 April 2013 Santyasa, W. (2007). Model – model Pembelajaran Inovatif. Tersedia di
http://www.google.co.id diakses pada tanggal 25 Juni 2012
Scriven and Paul. (1992). Critical Thinking : An Overview. Tersedia http://www.edpsyinteractive.org/topics/cognition/crittink.html diakses pada tanggal 11 Maret 2013