Pengaruh Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat Terhadap Keterampilan Berpikir Kritis pada Konsep Archaebacteria dan Eubacteria

(1)

(Kuasi Eksperimen di SMA Negeri 8 Kota Tangerang Selatan)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

OLEH:

FARIDATUL AMANIYAH NIM 1110016100059

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULAH

JAKARTA

2015


(2)

(3)

i Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : Faridatul Amaniyah Tempat/Tgl.Lahir : Tegal, 8 Januari 1993

NIM : 1110016100059

Jurusan / Prodi : Pendidikan IPA/Pendidikan Biologi

Judul Skripsi : Pengaruh Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat terhadap Keterampilan Berpikir Kritis pada Konsep Archaebacteria dan Eubacteria Dosen Pembimbing : 1. Dr. Zulfiani, M.Pd

2. Meiry Fadilah Noor, M.Si

dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya sendiri dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis.

Pernyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat menempuh Ujian Munaqasah.

Jakarta, Juni 2015

Faridatul Amaniyah NIM.1110016100059


(4)

(5)

iii

Faridatul Amaniyah (NIM 1110016100059): Pengaruh Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat terhadap Keterampilan Berpikir Kritis pada Konsep Archaebacteria dan Eubacteria (Quasi Eksperimen di SMA Negeri 8 Kota Tangerang Selatan). Skripsi Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat terhadap Keterampilan Berpikir Kritis pada Konsep

Archaebacteria dan Eubacteria. Subjek penelitian adalah siswa SMA Negeri 8

Kota Tangerang Selatan kelas X yang berjumal 79 siswa . Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen semu dengan rancangan penelitian two group

pretest posttest design. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive

sampling. Instrument yang digunakan adalah tes essay uraian bebas. Analisis data

dari kedua kelompok menggunakan uji-t. Hasil yang diperoleh yaitu nilai t-hitung sebesar 2,13 dan nilai tabel dengan taraf signifikasi 5% sebesar 1,99, maka t-hitung lebih besar dari nilai t-tabel. Hal ini menunjukan bahwa terdapat pengaruh Pengaruh Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat terhadap Keterampilan Berpikir Kritis pada Konsep Archaebacteria dan Eubacteria

Kata Kunci : Pembelajaran, Sains Teknologi Masyarakat, Keterampilan Berpikir Kritis


(6)

iv

Faridatul Amaniyah (NIM 1110016100059): Effect of science and technology society learning model to critical thimking skills in archaebacteria and eubacteria concept (a Quasi Experiment in SMA Negeri 8 Kota Tangerang Selatan). Undergraduate Thesis Biology, Biology Education, Science Departement , Faculty Of Tarbiyah and Teaching Science, Syarif Hidayatullah, Jakarta Islamic State University.

This Reseach to know the effect of science and technology society learning model to critical thimking skills in archaebacteria and eubacteria concept. Subject of this research is 79 student grade X in SMA Negeri 8 Kota Tangerang Selatan. Quasi Experiment used with two group pretest posttest design. Sample used purposive sampling technique. Extended essay test instrument is used to know the result. The result of this research analized use t-test show t-hit 2,13 and t-table 1,99 (α=0,05), t-hit>ttable, this result show that any effect science and technology society learning model to critical thimking skills in archaebacteria and eubacteria concept


(7)

(8)

vi

juga kepada kakak-kakak tersayang mba Yua, mba Wanah, mba Ain, mba Fidoh, mba Aty, mas Aliq, mas Ahmad dan Aka yang selalu mendoakan dan memberikan semangat kepada penulis sehingga selalu termotivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Kepala SMA N 8 Kota Tangerang selatan, atas nama Bapak Imam Supingi, S.Pd, MM yang telah mengizinkan penulis melakukan penelitian. Ibu Melli Yunerti, S.Si selaku guru Biologi kelas X dan seluruh siswa kelas X MIA 3 dan X MIA 4 yang membuat penulis termotivasi agar memberikan pembelajaran yang terbaik, dan membantu peneliti dalam penelitian ini.

9. Kawan-kawan angkatan 2010 Pendidikan Biologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, terutama biobers: Zahidah, Annis, Meriza, dan kawan-kawan lain yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

10.Kawan-kawan seperjuangan HIMBIO An-Nahl, PK ITK IMM, Time Of

Almaun, Mumtaz Institute, terutama Nurva, Rizki, Nisa dan Faiz yang saling

memotivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

11.Seluruh pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

Ungkapan rasa syukur dan ikhlas rasanya tepat untuk penulis ucapkan atas terselesaikannya skripsi ini. Semoga Allah SWT dapat membalas atas segala kebaikannya yang sepadan kepada semua pihak atas jasa dan bantuan yang telah diberikan. Penulis menerima kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak yang membaca skripsi ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pembacanya dan dapat memberikan kontribusi bagi peningkatan kualitas pendidikan, khususnya bidang studi biologi.

Jakarta, April 2015 Penulis Faridatul Amaniyah


(9)

vii

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah ... 7

D. Perumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori ... 9

1. Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat ... 9

a. Karakteristik Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat ... 11

b. Tahapan Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat ... 14

c. Kelebihan dan Kekurangan Sains Teknologi Masyarakat ... 17

2. Keterampilan Berpikir Kritis ... 18


(10)

viii

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 35

C. Kerangka Berpikir ... 36

D. Hipotesis Penelitian ... 37

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 38

B. Metode dan Desain Penelitian ... 38

1. Metode Penelitian... 38

2. Desain Penelitian ... 38

C. Populasi dan Sampel ... 39

1. Populasi ... 39

2. Sampel ... 39

D. Prosedur Penelitian... 40

E. Teknik Pengumpulan Data ... 43

F. Instrumen Penelitian... 43

G. Kalibrasi Instrumen ... 43

1. Pengujian Validitas Instrumen ... 43

2. Pengujian Realibilitas Instrumen ... 45

3. Pengujian Tingkat Kesukaran ... 46

4. Pengujian Daya Pembeda ... 47

H. Teknik Analisis Data ... 48

1. Uji Prasyarat Hipotesis ... 48

a. Uji Normalitas ... 48

b. Uji Homogenitas ... 49

c. Uji Hipotesis ... 49

2. Uji N-Gain ... 50

3. Teknik Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Siswa... 50


(11)

ix

Kelompok Kontrol ... 52

2. Data Ketercapaian Aspek Keterampilan Berpikir Kritis pada Pretest dan Postest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol... 53

3. Data Lembar Kerja Siswa Berbasis Sains Teknologi Masyarakat dan Keterampilan Berpikir Kritis ... 54

4. Data Observasi Kegiatan Guru ... 55

B. Analisis Data 1. Uji Prasyarat Analisis Data ... 57

a. Uji Normalitas ... 57

b. Uji Homogenitas ... 57

c. Uji Hipotesis ... 58

1. Uji Hipotesis Pretest ... 58

2. Uji Hipotesis Postest ... 59

2. Uji N-Gain ... 61

C. Pembahasan ... 62

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 71

B. Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 73


(12)

x

2.2 Indikator Berpikir Kritis ... 21

2.3 Instrumen Penelitian Berpikir Kritis ... 26

3.1 Desain Penelitian ... 38

3.2 Besarnya Koefesien Validitas ... 44

3.3 Kisi-kisi Instrumen Keterampilan Berpikir Kritis... 45

3.4 Tingkat Kesukaran ... 46

3.5 Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Butir Soal ... 47

3.6 Klasifikasi Daya Pembeda ... 47

3.7 Hasil Analisis Daya Pembeda ... 48

3.8 Kategori Keterampilan Berpikir Kritis... 51

4.1 Statistik Hasil Penelitian ... 52

4.2 Persentase Ketercapaian Keterampilan Berpikir Kritis Kelas Kontrol ... 53

4.3 Persentase Ketercapaian Keterampilan Berpikir Kritis Kelas Eksperimen ... 54

4.4 Ketercapaian Keterampilan Berpikir Kritis pada Lembar Kerja Siswa ... 55

4.5 Hasil uji Normalitas Pretest dan Postest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 58

4.6 Hasil uji Homogenitas Pretest dan Postest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 58

4.7 Hasil Uji-t Pretest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 58

4.8 Hasil Uji-t Lima Aspek Keterampilan Berpikir Kritis Pretes Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol... 59

4.9 Hasil Uji-t Postest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 59

4.10 Hasil Uji-t Lima Aspek Keterampilan Berpikir Kritis Postest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol... 60

4.11 Hasil Uji N-Gain terhadap Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 61


(13)

xi

3.1 Tahapan dalam Prosedur Penelitian ... 42 4.1 Grafik hasil pretest dan posttest keterampilan berpikir kritis kelompok

eksperimen dan kelompok control ... 62 4.2 Grafik rata-rata hasil keterampilan berpikir kritis lembar kerja siswa ... 66


(14)

xii

2 Lembar Kegiatan Siswa ... 92

3 Lembar Observasi ... 112

4 Hasil Pretes dan Postes Keterampilan Berpikir Kritis Kelas Kontrol dan Eksperimen ... 116

5 Kisi-kisi Instrumen ... 120

6 Instrumen Uji Coba ... 134

7 Hasil Uji Validitas dengan Software Anates ... 139

8 Instrumen Penelitian... 149

9 Kunci Jawaban Soal Instrumen ... 152

10 Data Hasil KBK Kelas Eksperimen ... 154

11 Data Hasil KBK Kelas Kontrol ... 158

12 Distribusi Frekuensi Pretes Kelas Kontrol ... 162

13 Pengujian Normalitas Pretest Kelas Kontrol... 164

14 Distribusi Frekuensi Pretest Kelas Eksperimen ... 166

15 Pengujian Normalitas Pretest Kelas Eksperimen ... 168

16 Uji Homogenitas Pretest ... 170

17 Distribusi Frekuensi Postest Kelas Kontrol ... 171

18 Pengujian Normalitas Postest Kelas Kontrol ... 173

19 Distribusi Frekuensi Postest Kelas Eksperimen ... 175

20 Pengujian Normalitas Postest Kelas Eksperimen ... 177

21 Uji Homogenitas Postest ... 179

22 Uji Hipotesis Data Pretes dan Postest ... 180

23 Uji N-Gain ... 184

24 Catatan Wawancara dengan Guru dan Siswa di SMA N 8 Kota Tangerang Selatan ... 185

25 Dokumentasi Penelitian ... 186

26 Surat Permohonan Izin Penelitian ... 187

27 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian ... 188


(15)

1

A. Latar Belakang Masalah

Pada era globalisasi sekarang ini, sumber daya manusia yang berkualitas sangat diperlukan agar suatu bangsa dapat bersaing dan berkompetisi dengan bangsa lain. Indonesia yang tergolong kedalam kelompok negara berkembang memiliki sumberdaya manusia yang tergolong cukup rendah. Riset Programme

for International Student Assessment (PISA) tahun 2009 disebutkan bahwa

bedasarkan kemampuan sains pada peringkat 60 dengan nilai 383 dari 65 negara.1 Aspek literasi yang diukur dalam kemampuan sains ini antara lain; menggunakan pengetahuan dan mengidentifikasi masalah untuk memahami fakta-fakta dan membuat keputusan tentang alam serta perubahan yang terjadi pada lingkungan.

Dalam analisis Tim Literasi sains Puspendik tahun 2004 terungkap bahwa; komposisi jawaban siswa mengindikasikan lemahnya pemahaman siswa terhadap konsep-konsep dasar sains yang sebetulnya telah diajarkan serta keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari, kemampuan bernalar yang masih rendah, ketelitian siswa yang masih rendah, adanya keterbatasan kemampuan siswa mengungkapkan pikiran dalam bentuk tulisan, lemahnya kemampuan siswa dalam membaca dan menafsirkan data dalam bentuk gambar, tabel dan bentuk penyajian lainnya.2 Hasil riset tersebut menunjukan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia masih memprihatinkan dan perlu untuk lebih ditingkatkan, khususnya dalam pendidikan sains.

Sains sebagai salah satu bidang studi dari pendidikan di sekolah sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari siswa dalam masyarakat. Kecenderungan pembelajaran sains pada masa kini adalah peserta didik hanya mempelajari sains sebagai produk, menghafalkan konsep, teori dan hukum. Dalam hal ini, guru

1

OECD (2012), PISA 2009 Technical Report. PISA: OECD Publishing. Tersedia pada: www.pisa.oecd.org. Diakses pada 9 April 2015

2

Mahyudin (2007). Pembelajaran Asam Basa dengan Pendekatan Konstektual Untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa SMA. Tesis. Sekolah Pascasarjana UPI.


(16)

masih cenderung mempergunakan model pembelajaran langsung, karena dinilai lebih praktis dan lebih mudah mencapai tujuan pembelajaran.3 Guru hanya menyampaikan pelajaran sains sebagai produk dan peserta didik menghafal informasi faktual yang diperolehnya. Akibatnya pembelajaran lebih berpusat pada guru, sehingga pelajaran sains sebagai proses, sikap, dan aplikasi tidak tersentuh dalam pembelajaran.

Salah satu mata pelajaran yang diajarkan disetiap jenjang pendidikan sekolah adalah sains (IPA). Menurut Sund dalam Usman, sains merupakan kumpulan pengetahuan dan juga kumpulan proses.4 Laksmi Prihantoro dkk dalam Trianto, Pada hakikatnya IPA dibangun produk, proses, dan aplikasi. Sebagai produk, IPA merupakan sekumpulan pengetahuan dan sekumpulan konsep dan bagan konsep. Sebagai proses IPA merupakan proses yang digunakan untuk mempelajari objek studi, menemukan dan mengembangkan produk-produk sains. Sebagai aplikasi, teori-teori IPA akan melahirkan teknologi yang dapat memberi kemudahan bagi kehidupan.5

Laksmi Prihantro dalam Trianto menyebutkan terdapat tiga nilai-nilai IPA yang dapat ditanamkan dalam pembelajaran IPA, antara lain: a) kecakapan bekerja dan berpikir secara teratur dan sistematis menurut langkah-langkah metode ilmiah, b) keterampilan dan kecakapan dalam mengadakan pengamatan, mempergunakan alat-alat eksperimen untuk memecahkan masalah, c) memiliki sikap ilmiah yang diperlukan dalam memecahkan masalah baik dalam kaitannya dengan pelajaran sains maupun dalam kehidupan.6

Implementasi hakikat IPA ini diwujudkan dalam pembelajaran IPA yang disusun melalui suatu kurikulum. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 64 Tahun 2013 pada Standar Isi Muatan Biologi untuk peminatan matematika dan ilmu-ilmu alam Mata Pelajaran Biologi bahwa

3

Anas, Kurniawan, “Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Proyek terhadap Keterampilan Berpikir Kritis dan Sikap Terkait Sains Siswa SMP”, Jurnal Penelitian Pascasarjana UNDIKSHA, Vol. 2, 2012, h. 4

4

Usman, Samatowa. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. (Jakarta: PT Indeks, 2011), h. 8. 5

Trianto, Model Pembelajaran Terpadu. (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010), Cet. 2, h.137. 6


(17)

penerapan proses kerja ilmiah dan keselamatan kerja di laboratorium biologi dalam pengamatan dan percobaan. Di tingkat SMA/MA/SMALB/PAKET C diharapkan untuk mengaitkan biologi dengan lingkungan, teknologi, dan masyarakat dalam memahami permasalahan biologi pada berbagai objek dan bioproses.7

Dalam Kompetensi Inti dalam ranah pengetahuan disebutkan siswa diharapkan mampu memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.8

Sains Teknologi Masyarakat merupakan usaha untuk menyajikan IPA dengan mempergunakan masalah-masalah dari dunia nyata. Seringkali pendekatan sains teknologi masyarakat memanfaatkan konteks sosial untuk menggali dan menganalisis isu, serta memecahkan masalah sebagai dampak dari sains dan teknologi. Contoh aplikasi dalam penggunaan pendekatan STM ini yaitu, bioteknologi. Bioteknologi adalah pemanfaatan prinsip-prinsip dan kerekayasaan terhadap organisme, sistem, atau proses biologis untuk menghasilkan atau meningkatkan potensi organisme maupun menghasilkan produk dan jasa bagi kepentingan hidup manusia.9 Bioteknologi umumnya menggunakan mikroorganisme seperti bakteri, yang dalam pembelajaran IPA termasuk dalam konsep Archaebacteria dan Eubacteria.

Penerapan konsep Archaebacteria dan Eubacteria dengan pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat misalnya, pembuatan makanan, permasalahan lingkungan serta upaya untuk membuat obat dalam mengobati berbagai macam

7

Salinan Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 64 tahun 2013 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah. h.67

8

Kompetensi Dasar Sekolah Menengah Atas(SMA)/ Madrasah Aliyah (MA). Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2013. h,. 115

9

Diah Aryulina dkk. Biologi 3 SMA dan MA untuk Kelas XII. (Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama, 2007), h.,273


(18)

penyakit. Dalam hal pembuatan makanan contohnya pembuatan yogurt dan nata

de coco, permasalahan lingkungan contohnya upaya mengatasi pencemaran

dengan bioremediasi, dan pembuatan antibiotik untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Contoh tersebut menunjukan kepada kita bahwa penemuan teknologi membawa dampak pada lahirnya konsep, teori, serta hukum sains. Dengan mengetahui manfaat dan bahaya Archaebacteria dan Eubacteria bagi kehidupan, siswa dapat mengetahui pemanfaatannya dan penanggulangannya.

Pembelajaran melalui model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat bersifat kontekstual, artinya langsung mengaitkan dengan kehidupan nyata siswa. Manfaat pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat diantaranya kegiatan belajar menjadi lebih menarik dan tidak membosankan, sehingga motivasi belajar siswa akan lebih tinggi, hakikat belajar akan lebih bermakna. Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat sebagai salah satu model pembelajaran inovatif yang memanfaatkan isu lingkungan dalam proses pembelajaran, secara teori mampu membentuk individu memiliki kemampuan untuk menumbuhkan pemahaman konsep dan keterampilan berpikir.10

Wowo Sunaryo membagi definisi berpikir dalam dua kelompok, yaitu definisi deskriptif dan definisi normatif. Definisi deskriptif cenderung bersifat psikologis, yang memandangnya sebagai keterampilan kognitif dan proses mental yang terlibat dalam berbagai aspek pemikiran. Sedangkan definisi berpikir normatif adalah berpikir kritis, berhubungan erat dengan pemikiran yang mengandung makna nilai-nilai.11 Dewey dalam Alec Fisher menjelaskan bahwa berpikir kritis sebagai proses aktif, dimana dapat berpikir lebih dalam atas suatu hal, mengajukan pertanyaan, menemukan informasi yang relevan.12 Berpikir kritis

10

Anna Poedjiadi, Sains Teknologi Masyarakat, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), Cet. 3, h. 127.

11

Wowo sunaryo, Taksonomi Berpikir, ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 18 12

Alec Fisher, Berpikir Kritis sebuah Pengantar, Terj. dari Critical Thingking: An Introduction oleh Benyamin Hadinata, (Jakarta: Erlangga, 2009), h. 2.


(19)

dapat mengembangkan kemampuan berpikir terhadap isu-isu/masalah dan membangun argumen yang baik.13

Kenyataan di lapangan terutama pada mata pelajaran sains/IPA, sebagian besar siswa belum bisa untuk merumuskan masalah saat diberikan suatu materi pada pembelajaran IPA, masih rendahnya keterampilan berpikir kritis siswa terutama dalam hal memberikan ide-ide/pendapat dalam proses pembelajaran, siswa kurang dalam menyimpulkan materi dengan menggunakan kata-katanya sendiri.14 Hal ini tentunya menyebabkan rendahnya keterampilan berpikir kritis IPA.

Anna Poedjadi menjelaskan bahwa berpikir kritis dapat berkembang jika siswa dihadapkan dengan permasalahan-permasalahan yang dirancang dalam konteks kehidupan sehari-hari siswa, yaitu dengan pembelajaran berbasis sains teknologi masyarakat.15 Dalam usaha meningkatkan keterampilan berpikir kritis, diperlukan penerapan teknik extended essay (uraian bebas). Menurut Arikunto, tes uraian merupakan bentuk tes yang memerlukan jawaban yang bersifat pembahasan atau uraian kata-kata.16

Tes ini sesuai dengan lima aspek keterampilan berpikir kritis yang diajukan Ennis, yaitu memberikan penjelasan sederhana, membangun keterampilan dasar, kesimpulan, membuat penjelasan lebih lanjut dan strategi taktik. Dari lima aspek tersebut dibagi menjadi indicator-indikator disetiap aspeknya yang menuntun siswa untuk melatih keterampilan berpikir kritis.

Tes uraian bebas memiliki kelebihan dibandingkan dengan tes objektif, terutama dalam hal meningkatkan menalar dikalangan siswa.17 Secara umum, tes ini adalah pertanyaan yang menuntut siswa menjawabnya dalam bentuk

13

Lesley-Jane dkk., Critical Thingking Skills for Education Student, (London: SAGE, 2013), Cet. 2, h. 1-2

14

Lampiran 24 15

Anna Poedjiadi, Sains Teknologi Masyarakat, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), Cet.3, h. 132.

16

Suharsimi Arikunto. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), h. 177.

17

Nana Sudjana, Penilaian Hasil dan Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), Cet. 15, h.36.


(20)

menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, memberi alasan, dan bentuk lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakan kata-kata dan bahasa sendiri.18

Oleh karena itu, peneliti memilih teknik uraian bebas dalam mengukur berpikir kritis karena diharapkan siswa dapat menjawab pertanyaan dengan menggunakan kata-kata dan bahasa sendiri melalui proses bernalar sehingga mampu memecahkan isu-isu atau masalah yang akan dihadapi.

Penelitian yang dilakukan senada dengan penelitian Nurchayati yang menjelaskan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan terhadap keterampilan berpikir kritis dan sikap sains antara siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat dengan siswa yang menggunakan model pembelajaran langsung. Akan tetapi pada prinsipnya penelitian ini memiliki perbedaan yang terletak dalam penilaian sikap dan sampel yang digunakan, dimana penelitian ini menilai sikap sains dan sampel yang digunakan yakni siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Bangorejo.19

Penelitian ini menggunakan model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat terhadap keterampilan berpikir kritis dengan penerapan teknik

extended essay (uraian bebas) pada konsep Archaebacteria dan Eubacteria pada

siswa Sekolah Menengah Atas (SMA). Pembelajaran yang dilakukan melalui model pembelajaran STM bersifat kontekstual, artinya langsung mengaitkan dengan kehidupan nyata siswa. Melalui pembelajaran STM ini diharapkan dapat memunculkan keterampilan berpikir kritis. Keterampilan berpikir kritis dapat dikembangkan dengan menerapkan teknik tes uraian bebas. Dengan tes uraian bebas ini, siswa dituntut untuk menjawab pertanyaan dengan menggunakan kata-katanya sendiri melalui proses bernalar. Oleh karena itu, teknik uraian bebas diharapkan dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis melalui

18

Harun Rasyid dan Mansyur. Penilaian Hasil Belajar. (Jakarta: CV Wacana Prima, 2001),. h.188.

19

Nurchayati, “Pengaruh Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat terhadap keterampilan berpikir kritis dan sikap sains siswa SMP”, Jurnal ilmiah progresif, Vol. 10, 2013, h. 29


(21)

permasalahan-permasalahan yang dirancang dalam konteks kehidupan sehari-hari siswa. Maka dari itulah, penelitian ini disusun.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis dapat mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:

1. Pembelajaran yang belum mengaitkan isu-isu masyarakat dengan keterampilan berpikir kritis.

2. Pembelajaran IPA lebih banyak hanya mengukur hasil belajar tanpa mengukur keterampilan kritisnya yang dilandasi dari pemahaman konsep, sehingga siswa kurang diberi kesempatan untuk menjelaskan dengan kata-katanya sendiri.

C. Pembatasan Masalah

Agar masalah dapat dibahas dengan jelas dan tidak meluas, maka penelitian ini dibatasi pada:

1. Penggunaan model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat karena model ini memunculkan pengetahuan baru siswa dengan penerapan isu-isu/masalah dalam kehidupan sehari-hari.

2. Keterampilan berpikir kritis siswa pada aspek kognitif siswa melalui teknik

Extended Essay ( uraian bebas) karena dapat melatih proses bernalar siswa

agar dapat menjelaskan dengan kata-katanya sendiri.

3. Aspek berpikir kritis yang digunakan dalam penelitian ini antara lain aspek memfokuskan pertanyaan, membangun keterampilan dasar, kesimpulan, membuat pernyataan lebih lanjut, dan strategi taktik.

4. Konsep yang digunakan yaitu materi Archaebacteria dan Eubacteria karena dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, contohnya; peran bakteri dalam pembuatan makanan, pembuatan obat, dan penanggulangan berbagai macam penyakit.


(22)

D. Perumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Apakah model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat berpengaruh terhadap keterampilan berpikir kritis siswa pada konsep Archaebacteria dan Eubacteria”?

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran sains teknologi masyarakat terhadap kemampuan berpikir kritis siswa pada konsep

Archaebacteria dan Eubacteria.

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat praktis: sebagai penerapan dari penelitian yang dapat dimanfaatkan dalam masyarakat.

2. Manfaat teoritis: sebagai acuan pendekatan masalah yang lebih efektif dalam pembelajaran biologi.


(23)

9

BAB II

KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Deskripsi Teori

1. Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat

Di Indonesia istilah Science Technology Society atau STS diterjemahkan menjadi Sains Teknologi Masyarakat atau STM. Beberapa istilah yang dikemukakan oleh para pendidik atau praktisi pendidikan yakni Science

Technology Society yang diterjemahkan dengan Sains Teknologi Masyarakat

(STM atau SATEMAS atau ITM), Science Environment Technology (SET) dan

Science Environment Technology Society (SETS) yang disingkat dengan

Salingtemas yang intinya sebenarnya sama saja. Dalam buku Anna Poedjiadi digunakan istilah sains teknologi masyarakat karena yang dipentingkan adalah kaitan antara sains dan teknologi serta manfaatnya bagi masyarakat.1

Dalam buku Strategi Pembelajaran Sains pengertian pendekatan STM adalah pendekatan pembelajaran yang menerapkan konsep belajar yang mengaitkan materi yang diajarkan oleh guru dengan masalah-masalah dunia nyata siswa yang mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.2 Hal ini senada dengan jurnal Nurchayati bahwa pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat merupakan model pembelajaran yang mengaitkan antara sains dan teknologi serta manfaatnya bagi lingkungan dan masyarakat.3

Menurut Bernadete, pendekatan STSE (Science, Technology, Society and

Environment), digunakan dengan pengembangan berbasis pengajaran pengetahuan

lingkungan dan pengaruhnya untuk menentukan prestasi akademik, efikasi diri

1

Anna Poedjiadi, Sains Teknologi Masyarakat, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), Cet, 3, h. 84.

2

Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini, Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), Cet, 1, h.125.

3

N. Nurchayati, Pengaruh Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) terhadap Keterampilan Berpikir Kritis dan Sikap Sains Siswa SMP, Jurnal Ilmiah Progressif, Vol. 10, 2013, h.32


(24)

dan perspektif sosial budaya siswa.4 John Lochhead dan Robert E. Yager dalam Dwi Gusfarenie, mengemukakan bahwa pembelajaran dengan model STM di dalamnya mengandung unsur pembelajaran konstruktivisme, dimana siswa dituntut untuk membangun suatu konsep atau pengertian berdasarkan perspektif mereka yang diperoleh dari pengalaman orang lain yang dihubungkan dengan pengalaman pribadi siswa itu sendiri sehingga konsep tersebut dapat lebih mudah dimengerti oleh siswa.5

Teori konstruktivisme merupakan salah satu teori belajar yang berhubungan dengan cara seseorang memperoleh pengetahuan, yang menekankan pada penemuan makna.6 Perolehan melalui informasi dalam struktur kognitif yang telah ada dari hasil perolehan sebelumnya yang tersimpan dalam memori dan siap dikonstruk untuk mendapatkan pengetahuan baru. Agar pembelajaran bermakna, maka belajar harus terjadi dalam latar realistik, diacukan kearah pemecahan masalah aktual yang dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Binadja dalam Dian Nugraheni dkk, pada hakekatnya, SETS

(Science, Environment, Technology, Society) merupakan cara pandang ke depan

untuk membawa ke arah pemahaman bahwa segala sesuatu yang kita hadapi dalam kehidupan ini mengandung aspek sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat sebagai satu kesatuan serta saling mempengaruhi secara timbal balik.7 Yeger dalam Smarabawa menjelaskan bahwa model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) sebagai salah satu model pembelajaran inovatif yang memanfaatkan isu lingkungan dalam proses pembelajaran, secara teori

4

Bernadete I. Del Rosario, Science, Technology, Society and Environtment (STSE) Approach in Environmental Science for Nonscience Student in a Local Culture, Liceo Journal of Higher Education Research, Vol. 6, 2009, h. 270.

5

Dwi Gusfarenie, “Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat”,Edu-Bio,Vol.4, 2013, h. 24.

6

Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini, Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), Cet, 1, h.119

7

Dian Nugraheni, Sri Mulyani, dan Sri Retno Dwi Ariani, “Pengaruh Pembelajaran Bervisi dan Berpendekatan SETS Terhadap Prestasi Belajar Ditinjau dari Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas X SMAN 2 Sukoharjo pada Materi Minyak Bumi Tahun Pelajaran 2011/2012”, Jurnal Pendidikan Kimia,Vol. 2,2013, h. 34


(25)

mampu membentuk individu memiliki kemampuan untuk menumbuhkan pemahaman konsep dan keterampilan berpikir kreatif.8

Dalam buku Anna Poedjiadi kesalingterkaitan antar unsur STM dapat dijelaskan sebagai berikut:

Perkembangan teknologi dan perkembangan sains sejak abad ke-17 hingga sekarang menunjukkan bahwa teknologi merupakan pemicu perkembangan sains, dan begitu pula perkembangan sains berdampak terciptanya kemajuan teknologi. Kaitan antara teknologi dengan masyarakat yakni teknologi lahir oleh adanya kebutuhan masyarakat. Sedangkan kaitan antara sains dengan masyarakat merupakan komponen yang dapat membantu meningkatkan kesiapan pengetahuan masyarakat tentang produk teknologi. Dapat disimpulkan bahwa sains yang telah dipahami peranannya dalam kehidupan masyarakat mampu meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap lingkungannya.9

Berdasarkan beberapa pengertian yang telah disebutkan, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat merupakan suatu model pembelajaran yang mengangkat masalah/isu-isu sebagai dampak terhadap lingkungan ke dalam pembelajaran dan mengaitkannya dengan konsep-konsep sains yang ada.

a. Karakteristik Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat

NSTA dalam Dwi Gusfarenie mengemukakan bahwa program STM memiliki karakteristik sebagai berikut; a) siswa mengidentifikasi masalah-masalah dengan dampak dan ketertarikan setempat, b) menggunakan sumber daya setempat untuk mengumpulkan informasi yang digunakan dalam memecahkan masalah, c) keterlibatan siswa secara aktif dalam mencari informasi yang dpaat diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari, d) merupakan kelanjutan dari pembelajaran di kelas dan di sekolah, e) fokus kepada dampak sains dan teknologi terhadap siswa, f) suatu pandangan bahwa isi sains tersebut lebih dari pada konsep-konsep yang harus dikuasai siswa dalam tes, g)

8

Smarabawa, Igbn, IB.Arnyana, Igan Setiawan, “Pengaruh Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat Terhadap Pemahaman Konsep Biologi dan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa SMA”, e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha, Vol.3, 2013, h. 3

9

Anna Poedjiadi, Sains Teknologi Masyarakat, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), Cet. 3, h 63-65


(26)

penekanan pada keterampilan proses, dimana siswa dapat menggunakannya dalam memecahkan masalah mereka, h) penekanan pada kesadaran berkarir, khususnya pada karir yang berhubungan dengan sains dan teknologi, i) kesempatan bagi siswa untuk berperan sebagai warga Negara, dimana ia mencoba untuk memecahkan yang telah diidentifikasi, j) mengidentifikasi bagaimana sains dan teknologi berdampak di masa depan, dan k) kebebasan dalam proses pembelajaran (sebagaimana masalah-masalah individu yang telah diidentifikasi).10

Dalam buku Anna Poedjiadi pendekatan Sains Teknologi Masyarakat bertujuan untuk membentuk individu yang memiliki literasi sains dan teknologi serta memiliki kepedulian terhadap masalah masyarakat dan lingkungannya.11 Terdapat tiga strategi yang dapat digunakan dalam pelaksanaan pendekatan SETS. Ketiga macam strategi itu adalah:

Strategi pertama, menyusun topiktopik tertentu yang menyangkut konsep -konsep yang ingin ditanamkan pada peserta didik. Pada strategi ini, di awal pembelajaran (topik baru) guru memperkenalkan atau menunjukkan kepada peserta didik adanya isu atau masalah di lingkungan anak atau menunjukkan aplikasi sains atau suatu produk teknologi yang ada di lingkungan mereka. Masalah atau isu yang ada di lingkungan masyarakat dapat pula diusahakan agar ditemukan oleh anak sendiri setelah guru membimbing dengan cara-cara tertentu. Melalui kegiatan eksperimen atau diskusi kelompok yang dirancang oleh guru, akhirnya dibangun atau dikonstruksi pengetahuan pada anak. Dalam hal ini, pengetahuan yang berbentuk konsep-konsep.

Strategi kedua, menyajikan suatu topik yang relevan dengan konsep-konsep tertentu yang termasuk dalam standar kompetensi atau kompetensi dasar. Pada saat membahas konsep-konsep tertentu, suatu topik relevan yang telah dirancang sesuai strategi pertama dapat diterapkan dalam pembelajaran. Dengan demikian program SETS merupakan suplemen dari kurikulum.

10

Dwi Gusfarenie. “Model Pembelajran Sains Teknologi Masyarakat (STM).”Edu-Bio, Vol.4, 2013, h. 27

11

Anna Poedjiadi, Sains Teknologi Masyarakat, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), Cet. 3, h. 123.


(27)

Strategi ketiga, mengajak anak untuk berpikir dan menemukan aplikasi konsep sains dalam industri atau produk teknologi yang ada di masyarakat di sela-sela kegiatan belajar berlangsung. Contoh-contoh adanya aplikasi konsep sains, isu atau masalah, sebaiknya diperkenalkan pada awal pokok bahasan tertentu untuk meningkatkan motivasi peserta didik mempelajari konsep konsep selanjutnya, atau mengarahkan perhatian peserta didik kepada materi yang akan dibahas sebagai apersepsi.

Ditinjau dari setiap ranah pembelajaran sains maka pembelajaran sains dengan pendekatan STM diharapkan akan menghasilkan hal-hal sebagai berikut12: 1. Ranah pengetahuan

Ranah pengetahuan meliputi; a) siswa melihat pengetahuan sebagai hal yang berguna bagi dirinya sendiri, b) siswa yang belajar melalui pengalaman yang diendapkan untuk waktu yang cukup lama dan sering dapat menghubungkannya kepada situasi baru.

2. Ranah sikap

Ranah sikap meliputi; a) minat siswa meningkat dalam pelajaran, b) siswa menjadi lebih ingin mengetahui tentang segala yang ada didunia, c) siswa memandang guru sebagai fasilitator, d) siswa memandang sains sebagai suatu cara untuk menangani masalah

3. Ranah Proses Sains

Ranah proses sains meliputi; a) siswa melihat proses sains sebagai ketrampilan yang dapat mereka gunakan, b) siswa melihat proses ketrampilan yang mereka butuhkan untuk menyempurnakan dan mengembangkannya menjadi lebih mantap untuk kepentingan mereka sendiri, c) siswa siap melihat hubungan dari proses-proses sains kepada aksi mereka sendiri, d) siswa melihat proses sains sebagai bagian yang vital dari apa yang mereka lakukan dalam pelajaran sains.

12

Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini, Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), Cet, 1, h.127-128


(28)

4. Ranah Kreatifitas

Ranah kreatifitas meliputi: a) siswa lebih banyak bertanya, b) siswa sering mengajukan pertanyaan-pertanyaan unik yang memacu minat mereka dan guru, c) siswa terampil dalam mengajukan sebab dan akibat dari hasil pengamatannya, d) siswa penuh dengan ide-ide murni.

5. Ranah Hubungan dan Aplikasi

Ranah hubungan dan aplikasi meliputi: a) siswa dapat menghubungkan studi sains mereka dengan kehidupan sehari-hari, b) siswa terlibat dalam pemecahan isu-isu sosial, c) siswa mencari informasi dan menggunakannya, d) siswa turut terlibat dalam perkembangan teknologi serta menggunakannya untuk kepentingan dan relevansi dari konsep-konsep sains.

b. Tahapan Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat

Penggunaan pendekatan STM dalam pembelajaran menekankan peranan sains dan teknologi dalam berbagai lapisan kehidupan masyarakat, untuk menumbuhkan kepedulian dan tanggung jawab sosial siswa terhadap fenomena disekitarnya sebagai dampak dari teknologi yang digunakan. Secara umum, tahapan pendekatan Sains Teknologi Masyarakat dalam pembelajaran dapat dilihat pada Gambar 2.1 sebagai berikut:13

Gambar 2.1 tahapan model Sains Teknologi Masyarakat

13

Anna Poedjiadi, Sains Teknologi Masyarakat, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), Cet. 3, h. 126

Pendahuluan: Inisiasi/ Invitasi/ Persepsi/ Eksplorasi terhadap siswa

Pembentukan/ pengembangan konsep Pemantapan konsep Isu atau masalah

Aplikasi konsep dalam kehidupan: penyelesaian masalah atau analisis isu

Pemantapan konsep Penilaian


(29)

Penjelasan dalam tahapan model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat adalah sebagai berikut:14

1. Pendahuluan

Tahap ini membedakan STM dengan pembelajaran lainnya. Tahap ini dapat disebut dengan inisiasi atau mengawali, memulai, dan dapat pula disebut dengan

invitasi yaitu undangan agar siswa memusatkan perhatian pada pembelajaran.

Apersepsi dalam kehidupan juga dapat dilakukan, yaitu mengaitkan peristiwa

yang telah diketahui siswa dengan materi yang akan dibahas, sehingga tampak adanya kesinambungan pengetahuan, karena diawali dengan hal-hal yang telah diketahui siswa sebelumnya yang ditekankan pada keadaan yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Pada dasarnya apersepsi merupakan proses asosasi ide baru dengan yang sudah dimiliki sebelumnya oleh seseorang.

Pada pendahuluan ini guru juga dapat melakukan kegiatan di lapangan atau di luar kelas secara berkelompok. Kegiatan mengunjungi dan mengobservasi keadaan di luar kelas itu bertujuan untuk mengaitkan antara konsep-konsep atau teori yang dibahas di kelas dengan keadaan nyata yang ada di lapangan. Pengungkapan masalah pada awal pembelajaran memungkinkan siswa mengkonstruksi pengetahuannya sejak awal. Selanjutnya konstruksi pengetahuan ini akan terus dibangun dan dikokohkan pada tahap pembentukan dan pemantapan konsep.

2. Pembentukan konsep

Proses pembentukan konsep dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan dan metode. Misalnya pendekatan keterampilan proses, pendekatan sejarah, pendekatan kecakapan hidup, metode demonstrasi, eksperimen dilaboratorium, diskusi kelompok, bermain peran dan lain-lain. Selama melakukan berbagai aktivitas pada tahap pembentukan konsep siswa diharapkan mengalami perubahan konsep menuju arah yang benar sampai pada akhirnya konsep yang dimiliki sesuai dengan para ilmuan. Pada akhir tahap pembentukan konsep, siswa telah dapat

14


(30)

memahami apakah analisis terhadap masalah yang disampaikan pada awal pembelajaran telah sesuai dengan konsep para ilmuan.

3. Aplikasi konsep

Berbekal pemahaman konsep yang benar siswa diharapkan dapat menganalisis isu dan menemukan penyelesaian masalah yang benar. Konsep-konsep yang telah dipahami siswa dapat menggunakan produk teknologi listrik dengan benar karena menyadari bahwa produk-produk listrik tersebut berpotensi menimbulkan kebakaran atau bahaya yang lain, misalnya bahaya akibat terjadinya hubungan arus pendek. Contoh yang lain siswa menjadi hemat dalam menggunakan beraneka sumber energi. Dalam kehidupan sehari-hari setelah mengetahui terbatasnya energi saat ini.

4. Pemantapan konsep

Pada tahap ini, guru melakukan pelurusan terhadap konsepsi siswa yang keliru. Pemantapan konsep ini penting untuk dilakukan mengingat sangat besar kemungkinan guru tidak menyadari adanya kesalahan konsepsi pada tahap pembelajaran sebelumnya. Pematapan konsep penting sebab mempengaruhi retensi materi siswa.

5. Penilaian

Kegiatan penilaian dilakukan untuk mengetahui ketercapaian tujuan belajar dan hasil belajar yang telah diperoleh siswa. Berbagai kegiatan penilaian dapat dilakukan mengingat beragamnya hasil belajar yang diperoleh siswa melalui pembelajaran dengan pendekatan STM.

Dalam buku Strategi Pembelajaran Sains, tahapan ini diperjelas pada Tabel 2.115

15

Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini, Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), Cet, 1, h.129


(31)

Tabel 2.1 Tahapan Model Sains Teknologi Masyarakat

Tahap Keterangan

Invitasi Guru mengajak siswa untuk mengungkapkan hal yang ingin diketahui dari fenomena alam yang terkait dengan isu sosial Siswa dibangkitkan untuk mengajukan pertanyaan, mencatat kejadian sehari-hari yang tidak jalan dengan sains

Guru memformulasikan persepsi siswa dengan tujuan pembelajaran

Eksplorasi dan pembentukan konsep awal

Guru memfasilitasi siswa untuk melakukan aktivitas untuk memecahkan masalah

Siswa diajak berpendapat, mencari informasi, bereksperimen, mengobservasi, mengumpulkan dan menganalisis data hingga merumuskan kesimpulan

Pemantapan konsep dan aplikasi

Peran guru dominan, guru mengelaborasi hasil kegiatan siswa Mengkomunikasikan informasi, ide, konsep, dan penjelasan baru untuk mengintegrasikan pemecahan berdasarkan pengetahuan yang berlaku.

c. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat

Letak keunggulan pendekatan pendekatan Sains Teknologi Masyarakat adalah pembelajaran sains yang dikemas untuk mudah dimengerti serta bermanfaat bagi setiap orang. Proses pembelajarannya mengaktifkan atau mengikutsertakan siswa terhadap isu-isu yang merupakan jalur untuk melihat nilai-nilai sains dan maknanya. Pembelajaran ini dapat melatih siswa mampu berpikir kritis. Pembelajaran sains yang dilakukan saat ini dengan pendekatan STM menunjukan beberapa perbedaan, hal ini dapat dilihat berikut:16

1. Pembelajaran sains saat ini (konvensional)

Pembelajaran konvensional diartikan sebagai pembelajaran dalam konteks klasikal yang sudah terbiasa dilakukan yang sifatnya berpusat pada guru, sehingga pelaksanaannya kurang memerhatikan keseluruhan situasi belajar.17 Beberapa pembelajaran konvensional yang biasanya diterapkan antara lain; a) konsep berasal dari buku teks sesuai kurikulum, b) monodisipliner dan diajarkan secara terpisah, c) topik/arah/fokus ditentukan oleh guru, d)dalam pembelajarannya dimulai dari konsep, prinsip, baru kemudian contohnya, e) guru sebagai pemberi

16

Ibid., h. 126-127. 17

Abdul Majid, Strategi Pembelajaran. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), Cet. 1, h.165.


(32)

informasi, f) menggunakan sumber daya yang ada di sekolah, g) tugas utama siswa adalah memahami isi buku teks.

2. Pembelajaran sains dengan pendekatan STM

Pembelajaran sains dengan pendekatan STM yang biasanya diterapkan antara lain; a) sesuai dengan kurikulum dan menjawab permasalahan masyarakat, b) mutidisipliner dan diajarkan secara menyeluruh, c) topik/arah/fokus ditentukan oleh siswa atau isu yang ada disekitarnya, d) dimulai dengan aplikasi sains (IPA dan teknologi) yang ada di masyarakat, e) guru sebagai fasilitator, f) menggunakan sumber daya yang ada dilingkungannya, g) tugas utama siswa adalah mencari informasi, mengolah dan menyimpulkan.

Penelitian ini menggunakan dua kelas yang dibagi menjadi kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok ekperimen menggunakan pendekatan STM dan kelompok kontrol menggunakan pendekatan saintifik. Alasan menggunakan pendekatan saintifik karena tuntutan dari kurikulum 2013. Pembelajaran dengan pendekatan saintifik terdiri atas kegiatan mengamati, merumuskan pertanyaan, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, mengasosiasi/ mengolah data (informasi) dan menarik kesimpulan serta mengkomunikasikan hasil yang terdiri dari kesimpulan untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap.

Pendekatan saintifik dan pendekatan STM keduanya sama-sma menekankan bahwa pengetahuan itu dibentuk oleh individu itu sendiri dalam struktur kognitif melalui beragam aktivitas-aktivitas ilmiah dalam pembelajaran. pendekatan saintifik menekankan lima pengalaman belajar untuk membantu siswa memahami dan mengaplikasikan konsep materi ajar. Penerapan pendekatan STM dalam pembelajaran menekankan dimensi proses bagaimana konsep materi dipahami dan diaplikasikan kemudian dikaitkan dengan teknologi masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.

2. Keterampilan Berpikir Kritis a. Pengertian Berpikir Kritis

Menurut Ngalim Purwanto, berpikir adalah satu keaktifan pribadi manusia yang mengakibatkan penemuan terarah yang bertujuan untuk menemukan


(33)

pemahaman/pengertian yang kita kehendaki.18 Menurut Garret dalam Wowo Sunaryo menjelaskan bahwa berpikir merupakan perilaku yang seringkali tersembunyi atau setengah tersembunyi di dalam lambang atau gambaran, ide, konsep yang dilakukan seseorang.19

Wasty Soemanto mengungkapkan berpikir berarti meletakan hubungan antarbagian pengetahuan yang diperoleh manusia.20 Gilmer dalam Wowo Sunaryo mengemukakan bahwa berpikir merupakan suatu pemecahan masalah dan proses penggunaan gagasan atau lambang-lambang pengganti suatu aktivitas yang tampak secara fisik.21 Sumadi Suryabrata menjelaskan berpikir adalah proses yang dinamis yang dapat dilukiskan menurut proses atau jalannya.22

Menurut Wowo Sunaryo, secara umum, definisi berpikir dapat dikelompokan ke dalam versi deskriptif dan normatif, yaitu sebagai berikut:

Definisi berpikir deskriptif cenderung bersifat psikologis, yang memandangnya sebagai keterampilan kognitif an proses mental atau prosedur yang terlibat dalam berbagai aspek pemikiran. Sedangkan definisi berpikir normatif adalah berpikir kritis, berhubungan erat dengan pemikiran yang mengandung makna nilai-nilai.23

Berpikir merupakan sebuah proses yang alamiah, terencana dan sistematis yang menghasilkan suatu perubahan terhadap objek yang mempengaruhinya. Hasil berpikir dapat berupa ide, gagasan, penemuan, pemecahan masalah, keputusan, yang selanjutnya dapat diwujudkan baik berupa tindakan untuk tujuan praksis atau keilmuan tertentu.

Dalam kaitannya dengan perspektif deskriptif pada buku Wowo Sunaryo, berpikir kritis merupakan analisis situasi masalah melalui evaluasi potensi, pemecahan masalah, dan sintesis informasi untuk menentukan keputusan. Keputusan dilakukan secara parsial dengan cara membuat daftar isian informasi

18

Ngalim Purwanti, Psikologi Pendidikan. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002), Cet.5, h.43

19

Wowo Sunaryo, Taksonomi Berpikir. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), Cet. 1, h.2

20

Wasty Sunaryo, Psikologi Pendidikan. (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), Cet.5, h.31 21

Wowo Sunaryo. loc. cit.

22

Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan. (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2010), h.55 23

Wowo sunaryo,Taksonomi Berpikir. ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), Cet.1, h. 18-19.


(34)

yang selanjutnya dievaluasi, disintesis, dan pemecahan masalah, yang akhirnya menjadi sebuah keputusan.24

Ennis mendefinisikan bahwa berpikir kritis adalah pemikiran yang masuk akal dan reflektif yang berfokus untuk memutuskan apa yang mesti dipercaya atau dilakukan.25 Menurut Richard Paul dalam Alec Fisher, berpikir kritis adalah mode berpikir, mengenai hal, substansi atau masalah apa saja yang dimana si pemikir meningkatkan kualitas pemikirannya dengan menangani secara terampil struktur-struktur yang melekat alam pemikiran dan menerapkan standar-standar intelektual padanya.26

Menurut Edward Glaser dalam Alec Fisher mengungkapkan bahwa berpikir kritis sebagai; 1) suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah-masalah dan hal-hal yang berada dalam jangkauan pengalaman seseorang, 2) pengetahuan tentang metode-metode pemeriksaan dan penalaran yang logis, dan 3) semacam suatu keterampilan untuk memeriksa setiap keyakinan atau pengetahuan asumtif berdasarkan bukti pendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan lanjutan yang diakibatkannya.27

Reber dalam Muhibbin Syah pada buku Psikologi Pendidikan mengungkapkan berpikir rasional dan kritis adalah perwujudan perilaku belajar terutama yang bertalian dengan pemecahan masalah. Dalam berpikir kritis, siswa dituntut menggunakkan stategi kognitif tertentu yang tepat untuk menguji keandalan gagasan pemecahan masalah dan mengatasi kesalahan atau kekurangan.28 Berpikir kritis adalah kemampuan untuk melakukan analisis, menciptakan dan menggunakan kriteria secara obyektif, dan melakukan evaluasi data.29

24

Ibid. 25

Robert H Ennis, Critical Thingking. (New York: Prentice Hall, 1996), h.xvii 26

Alec Fisher, Berpikir Kritis sebuah Pengantar, Terj. dari Critical Thingking: An Introduction oleh Benyamin Hadinata dan Gugi Sagara, (Jakarta: Erlangga, 2009), h.4

27

Ibid.h 3 28

Muhibinsyah. Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), Cet. 17, h. 118

29

Adi W. Gunawan. Genius Learning Strategy.(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2003). h.177


(35)

Siswa yang berpikir kritis adalah siswa yang terampil penalarannya, memiliki kecenderungan untuk mempercayai dan bertindak sesuai dengan penalarannya. Siswa tersebut mempunyai kemampuan untuk menggunakan penalarannya dalam suatu konteks dimana penalarannya digunakan sebagai dasar pemikirannya. Dalam hal berpikir kritis, siswa dituntut menggunakan strategi kognitif tertentu yang tepat untuk menguji keandalan gagasan pemecahan masalah dan mengatasi kesalahan atau kekurangan. Orang-orang yang berpikir kritis tidak puas dengan hanya satu pendapat atau jawaban tunggal, tetapi akan selalu mencari hal-hal apa yang dihadapinya, sehingga menimbulkan motivasi yang kuat untuk belajar.30

Jadi berpikir kritis adalah sebuah proses sistematis yang memungkinkan siswa untuk menganalisis dan mengevaluasi suatu pernyataan atau informasi yang diperoleh melalui keyakinan pendapat mereka sendiri serta mampu untuk mengatakan atau mengungkapkan sesuatu dengan penuh percaya diri.

b. Aspek Keterampilan Berpikir Kritis

Lesley-Jane dkk menjelaskan lima aspek penting berpikir kritis, meliputi; 1) mengidentifikasi pengetahuan yang telah dimiliki dan pengalaman yang berhubungan dengan keterangan-keterangan isu, 2) pertimbangan pernyataan atas isu yang dipaparkan (proses reflektif yang melibatkan emosi dan nilai), 3) mengumpulkan fakta-fakta sumber yang kredibel, yang mana dapat menyangkal atau mendukung pernyataan, 4) analisis kritikal (pembelajaran bermakna, terstruktur, dan valid) dan evaluasi (membuat keputusan) berdasarkan fakta-fakta, 5) menggunakan pengembangan pengetahuan diri dan pemahaman.31

Ennis mengelompokan indikator berpikir kritis kedalam lima pokok dan dua belas sub pokok, selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.2.32

30

Sunatun Umroh, “Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas X pada Pembelajaran Larutan Elektrolit dan Nonelektrolit Menggunakan Metode Pembelajaran Discovery-Inquiry”, Jurnal Skripsi Pendidikan Kimia-FMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia : 2010. Tidak Diterbitkan., h. 28.

31

Lesley-Jane dkk., Critical Thingking Skills for Education Student, (London: SAGE, 2013), Cet. 2, h 3-4

32

Robert H Ennis, “Goal for a Critical Thinking Curriculum”, dalam Al Costa (ed), Developing Minds: A Resource Book for Teaching Thingking, (Alexandra:ASCD,1985), h. 46


(36)

Tabel 2.2 Indikator Berpikir Kritis Aspek berpikir

kritis

Sub aspek berpikir

kritis Indikator

1. Memberikan penjelasan sederhana (Elementary clarification)

1. Memfokuskan pertanyaan

a. Mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan

b. Mengidentifikasi atau merumuskan kriteria untuk mempertimbangkan jawaban yang mungkin

c. Menjaga kondisi pikiran 2. Menganalisis

argument

a. Mengidentifikasi kesimpulan b. Mengidetifikasi alasan yang

ditanyakan

c. Mengidetifikasi alasan yang tidak dinyatakan

d. Mencari persamaan dan perbedaan e. Mengidetifikasi relevan atau tidak f. Mencari struktur argument g. Merangkum

3. Bertanya dan menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan dan tantangan

a. Mengapa? b. Apa intinya? c. Apa artinya? d. Apa contohnya?

e. Apa yang bukan contohnya__ f. Bagaimana menerapkan pada

konsep tersebut? g. Perbedaan apa yang

menyebabkan? h. Apa faktanya?

i. Benarkah apa yang anda katakan? j. Mengatakan lebih pada apa yang

dibicarakan 2. Membangun

ketrampilan dasar (basic support)

4. Mempertimbangk an kredibilitas suatu sumber

a. Keahlian

b. Tidak ada konflik interest c. Kesepakatan antara sumber d. Reputasi

e. Mempertimbangkan prosedur yang tersedia

f. Mempertimbangkan resiko g. Kemampuan memberikan alasan h. Kehati-hatian

5. Mengobservasi dan

mempertimbangk an hasil observasi

a. Ikut terlibat dalam menyimpulkan b. Jeda waktu antara mengamati dan

melaporkan

c. Dilaporkan oleh pengamat d. Mencatat hal-hal yang diinginkan e. Penguatan

f. Kemungkinan penguatan g. Kondisi akses yang baik h. Penggunaan tes yang kompeten i. Kepuasan observer yang kredibilitas


(37)

Keterampilan berpikir kritis menurut Alec Fisher mencakup Sembilan buah indikator yaitu; a) Mengidentifikasi elemen-elemen dalam kasus yang dipikirkan, khususnya alasan-alasan dan kesimpulan-kesimpulan, b) Mengidentifikasi dan mengevaluasi asumsi-asumsi, c) Mengklarifikasi dan menginterpretasi pertanyaan-pertanyaan dan gagasan-gagasan, d) Menilai akseptabilitas, khususnya kredibilitas, klaim-klaim, e) Mengevaluasi argument-argumen yang beragam jenisnya, f) Menganalisis, mengevaluasi, dan menghasilkan

penjelasan-Aspek Berpikir Kritis

Sub Aspek

Berpikir Kritis Indikator 3. Kesimpulan 6. Membuat deduksi

dan

mempertimbangk an hasil deduksi

a. Kelompok yang logis b. Kondisi yang logis c. Interpretasi pertanyaan 7. Membuat induksi

dan

mempertimbangk an induksi

a. Membuat generalisasi

b. Membuat kesimpulan & hipotesis c. Investigasi

d. Kriteria berdasarkan asumsi 8. Membuat dan

mempertimbangk an nilai keputusan

a. Latar belakang fakta b. Konsekuensi

c. Penerapan prinsip-prinsip d. Mempertimbangkan alternatif e. Penimbangan, pertimbangan, dan

memutuskan 4. Membuat

penjelasan lebih lanjut

9. Mendefinisikan istilah

a. Mengklasifikasi dan memberi contoh b. Strategi teknisi

c. Isi 10. Mengidentif

ikasi asumsi

a. Alasan yang tidak dinyatakan b. Alasan yang dinyatakan 5. Strategi dan

taktik

11. Memutuska n suatu tindakan

a. Mengidentifikasi masalah

b. Menyeleksi kriteria untuk membuat solusi

c. Merumuskan alternatif d. Memutuskan hal yang akan

dilakukan e. Menelaah f. Memonitor 12. Berinteraksi

dengan orang lain

a. Menyenangkan b. Strategi logis c. Strategi retorika d. Presentasi


(38)

penjelasan, g) Menganalisis, mengevaluasi, dan membuat keputusan-keputusan, h) Menarik inferensi-inferensi, i) Menghasilkan argumen-argumen33

Adi W Gunawan menyebutkan bahwa berpikir kritis meliputi34; a) keahlian berpikir induktif (sebab akibat, problem yang banyak kemungkinan pemecahan, analogi, membuat kesimpulan, relasi, dan pemecahan masalah), b) keahlian berpikir deduktif (menggunakan logika, mengerti kontradiksi, silogisme, dan permasalahan yang bersifat spasial), c) keahlian berpikir evaluatif (fakta opini, sumber yang kredibel, mengidentifikasi persoalan dan permasalahan pokok, mengenali asumsi-asumsi, mendeteksi bias, mengevaluasi hipotesis, menggolongkan data, memprediksi konsekuensi, pengurutan, keahlian membuat keputusan, mengenali propaganda, kesamaan dan perbedaan, dan mengevaluasi argumentasi).

Berdasarkan indikator-indikator dari beberapa ahli yang telah dipaparkan, dalam penelitian ini akan digunakan indikator yang dikemukakan oleh Ennis karena indikatornya sudah jelas dan spesifik. Dengan menggunakan pendekatan Sains Teknologi Masyarakat, peneliti menggunakan sebelas sub indikator yang digunakan dalam penelitiannya kecuali subindikator berinteraksi dengan orang lain. Hal ini dikarenakan dalam indicator berinteraksi dengan orang lain dapat di lakukan dalam presentasi kelompok dalam tahap pemantapan konsep Sains Teknologi Masyarakat yang dijelaskan dalam RPP.35 Berikut akan dijelaskan sub indikator melalui penjelasan lima aspek berpikir kritis.

Aspek pertama berpikir kritis adalah memberikan penjelasan sederhana. yang meliputi tiga subaspek; memfokuskan pertanyaan, menganalisis argument, dan bertanya dan menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan dan tantangan. Secara umumnya, aspek ini digunakan untuk mengidentifikasi kesimpulan sementara. Dalam sebuah argument, memulai dengan memberikan kesimpulan

33

Alec Fisher, Berpikir Kritis sebuah Pengantar, Terj. dari Critical Thingking: An Introduction oleh Benyamin Hadinata dan Gugi Sagara, (Jakarta: Erlangga, 2009), h.8

34

Adi W. Gunawan. Genius Learning Strategy.(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2003), h. 178

35


(39)

adalah ide bagus untuk memulai suatu presentasi.36 Dalam buku Alec Fisher kata

karena (since dan because) merupakan indikator alasan, dan kata oleh karena itu

dan sehingga merupakan indikator kesimpulan.37 Indikator yang digunakan pada

indikator-indikator alasan dan kesimpulan merupakan indikator yang digunakan dalam menganalisis argument.38

Aspek kedua yaitu membangun keterampilan dasar, yang meliputi dua subaspek, yaitu: mempertimbangkan kredibilitas suatu sumber dan mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi. Mempertimbangkan kredibilitas suatu sumber digunakan ketika mengetahui kebenaran sebuah klaim.39 Namun, kredibilitas juga tidak menjamin kebenaran sumbernya, maka kita harus menjaga kondisi pikiran tentang klaim tersebut. Menurut Alec Fisher, dalam suatu kasus terdapat lima jenis klaim yang berbeda, yaitu klaim faktual, pertimbangan nilai, definisi, penjelasan sebab-akibat, dan rekomendasi yang kelimanya harus dievaluasi dengan cara-cara yang berbeda agar dapat memutuskan apakah klaim tersebut dapat diterima.40 Ada beberapa bahasa yang digunakan untuk melihat seberapa kuat klaim tersebut, antara lain: “intuisi/keyakinan/opini/pandangan/tesis

saya adalah…”, “saya yakin/saya tidak bisa membuktikannya tetapi saya percaya…”, “faktanya ialah/menunjukan….”,”saya mengamati/melihat…”, dan

lain-lain.41

Pernyataan pada observasi biasanya mendukung suatu alasan pada argument. Pada umumnya observasi lebih dapat dipercaya daripada kesimpulan yang berdasar.42 Jika pada observasi yang telah dilakukan ada dua bukti, keduanya harus saling menguatkan. Supaya bukti itu saling menguatkan, bukti tersebut harus independen, dapat dipercaya dan mendukung klaim yang dibicarakan.43

36

Robert Ennis, Critical Thingking, (New York, Printice Hall, 1996), h. 5 37

Alec Fisher, Berpikir Kritis sebuah Pengantar, Terj. dari Critical Thingking: An Introduction oleh Benyamin Hadinata, (Jakarta: Erlangga, 2009), h. 24.

38

Ibid., h. 22 39

Robert Ennis, Critical Thingking, (New York, Printice Hall, 1996), h. 57 40

Alec Fisher, Berpikir Kritis sebuah Pengantar, Terj. dari Critical Thingking: An Introduction oleh Benyamin Hadinata, (Jakarta: Erlangga, 2009), h. 80

41

Ibid., h 82 42

Robert Ennis, Critical Thingking, (New York, Printice Hall, 1996), h74 43


(40)

Aspek ketiga yaitu kesimpulan (inferentia). Inferensia adalah bagian dari proses berpikir kritis dimana kita akan memulai mengumpulkan pengetahuan yang sudah ada dengan apa yang akan kita dapatkan, dengan kata lain membuat pengetahuan yang baru.44 Argument selalu terdiri atas alasan dan inferensi, dimana inferensi merupakan perpindahan yang dibuat dari alasan hingga

kesimpulan. Bahasa yang sering digunakan yaitu “berdasarkan alasan-alasan ini

saya menyimpulkan bahwa…,oleh karena itu…” dengan tingkat kepercayaan yang bervariasi.45

Aspek keempat yaitu membuat penjelasan lebih lanjut, yang meliputi sub-aspek mendefinisikan istilah dan mengidentifikasi asumsi. Kata kunci dari seluruh proses agar menjadi pemikir kritis yang baik adalah dapat menjelaskan alasan dengan benar dan jelas, harus berpikir dengan jernih dan dapat dipahami oleh para pendengar.46 Alec Fisher menjelaskan bahwa supaya penalaran yang bersifat menjelaskan sampai pada sasarannya, maka penalaran itu harus: a) mempertimbangkan alternatif-alternatif yang masuk akal, b) menemukan bukti-bukti yang menyingkirkan penjelasan-penjelasan lain yang mungkin dan mendukung penjelasan yang diinginkan, c) cocok benar dengan hal lain yang kita tahu.47

Aspek yang terakhir yaitu strategi dan taktik, yang meliputi memutuskan suatu tindakan dan berinteraksi dengan orang lain. Pemikiran yang dilakukan dalam memutuskan apa yang harus dilakukan, atau merekomendasikan rangkaian tindakan, atau mempertimbangkan rekomendasi orang lain, memerlukan perhatian khusus karena sangat umum, dan harus dievaluasi menurut cara tertentu. Oleh karena itu harus memahami dengan jelas apa permasalahannya, sehingga dapat

44

Lesley-Jane dkk., Critical Thingking Skills for Education Student, (London: SAGE, 2013), Cet. 2, h. 8.

45

Alec Fisher, op.cit., h. 106. 46

Ibid., h. 9 47

Alec Fisher, Berpikir Kritis sebuah Pengantar, Terj. dari Critical Thingking: An Introduction oleh Benyamin Hadinata, (Jakarta: Erlangga, 2009), h. 142


(41)

mempertimbangkan kumpulan opsi yang masuk akal dan akibat-akibat yang mungkin sebelum kita mengambil suatu kesimpulan.48

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan sebelas sub-aspek keterampilan berpikir kritis. Berikut sub-aspek beserta indikatornya yang digunakan dalam Instrumen penelitian pada Tabel 2.3:

Tabel 2.3 Instrumen Penelitian Keterampilan Berpikir Kritis Aspek Berpikir

Kritis Sub Aspek Berpikir Kritis Indikator 1. Memberikan

penjelasan sederhana

1. Memfokuskan pertanyaan a. a. Mengidentifikasi atau merumuskan kriteria untuk mempertimbangkan jawaban yang mungkin

2. Menganalisis argument a. Mengidentifikasi kesimpulan

b. Mengidentifikasi alasan yang dinyatakan

c. Mengidentifikasi alasan yang tidak dinyatakan

d. Mencari persamaan dan perbedaan 3. Bertanya dan menjawab

pertanyaan tentang suatu penjelasan dan tantangan

a. Mengapa?

b. Perbedaan apa yang menyebabkan? 2. Membangun

keterampilan dasar

4. Mempertimbangkan kredibilitas suatu sumber

a. Kemampuan memberikan alasan 5. Mengobservasi dan

mempertimbangkan hasil observasi

a. Mencatat hal-hal yang diinginkan b. Penguatan

3. Kesimpulan 6. Membuat deduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi

c. Interpretasi pertanyaan

7. Membuat induksi dan mempertimbangkan hasil induksi

a. Membuat generalisasi

8. Membuat dan

mempertimbangkan nilai keputusan

a. Mempertimbangkan alternatif

4. Membuat penjelasan lebih lanjut

9. Mendefinisikan istilah a. Mengklasifikasi dan memberi contoh 10. Mengidentifikasi

asumsi

a. Alasan yang tidak dinyatakan b. Alasan yang dinyatakan 5. Strategi dan

taktik

11. Memutuskan suatu tindakan

a. Menyeleksi kriteria untuk membuat solusi

b. Memutuskan hal yang akan dilakukan

48


(42)

3. Pengertian Extended Essay (Uraian Bebas)

Dalam Zulfiani dkk, istilah Extended Essay disebutkan sebagai tes uraian bebas.49 Suharsimi Arikunto menjelaskan tes bentuk essay adalah sejenis tes yang memerlukan jawaban yang bersifat pembahasan atau uraian kata-kata.50 Menurut Nana Sudjana, secara umum tes uraian ini adalah pertanyaan yang menuntut siswa menjawabnya dalam bentuk menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, memberi alasan, dan bentuk lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakkan kata-kata dan bahasa sendiri.51 Kusaeri menjelaskan soal uraian bebas merupakan suatu soal yang jawabannya menuntut siswa mengingat dan mengorganisasi gagasan-gagasan dengan cara mengemukakan gagasan tersebut dalam bentuk uraian tertulis.52 Dalam hal inilah kekuatan atau kelebihan tes essay dari alat penilaian lainnya.53 Dengan demikian, dalam tes ini dituntut kemampuan siswa dalam hal mengekspresikan gagasannya melalui bahasa tulisan.

Nana Sudjana menjelaskan dengan melihat karakteristiknya, pertanyaan bentuk uraian bebas ini tepat digunakan apabila bertujuan untuk54: a) mengungkapkan pandangan para siswa terhadap suatu masalah sehingga dapat diketahui luas dan intensitasnya, b) mengupas suatu persoalan yang kemungkinan jawabannya beraneka ragam sehingga tidak ada satu pun jawaban yang pasti, c) mengembangkan daya analisis siswa dalam melihat suatu persoalan dari berbagai segi atau dimensinya.

Tes uraian dalam banyak hal mempunyai kelebihan daripada tes objektif, terutama dalam hal meningkatkan kemampuan penalaran dikalangan peserta didik

49

Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini, Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), Cet. 1, h. 78

50

Suharsimi arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012), Cet. 1, h.177

51

Nana Sudjana, Penilaian Hasil dan Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), Cet.14, h.35

52

Kusaeri Suprananto, Pengukuran dan Penilaian Pendidikan, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), Cet. 1, h.136

53

Harun, Rasyid dan Mansyur, Penilaian Hasil Belajar, (Bandung: CV Wacana Prima, 2009), h. 188.

54

Nana Sudjana. Penilaian Hasil Proses belajar Mengajar,(Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2010), Cet. 15, h. 37


(43)

(mahasiswa dan siswa).55 Menurut Nana Sudjana, melalui tes uraian ini para peserta didik dapat mengungkapkan aspek kognitif tingkat tinggi seperti analisis-evaluasi-mencipta, baik secara lisan maupun secara tulisan. Siswa juga dibiasakan dengan kemampuan memecahkan masalah (Problem solving), mencoba merumuskan hipotesis, menyusun dan mengekspresikan gagasannya, dan menarik kesimpulan dari pemecahan masalah.56

Pokok uji uraian bebas tidak menyangkut satu masalah yang spesifik, melainkan masalah yang menuntut jawaban yang sangat terbuka, sehingga memberi kesempatan bagi siswa untuk secara bebas memperlihatkan keluasan pengetahuan dan kedalaman pemahaman pada pengetahuan itu, serta kemampuan mengorganisasikan pikiran dan mengungkapkannya didalam bentuk karangan.57 Tes hasil belajar bentuk uraian sebagai salah satu alat pengukur hasil belajar, tepat dipergunakan apabila pembuat soal (guru, dosen, panitia ujian dan lain-lain) disamping ingin mengungkap daya ingat dan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran yang ditanyakan dalam tes, juga dikehendaki untuk mengungkap kemampuan siswa dalam memahami berbagai macam konsep berikut aplikasinya.58

Pada prinsipnya, perbedaan antara soal bentuk uraian objektif dan non-objektif terletak pada kapasitas penyekorannya. Pada soal bentuk non-objektif, kunci jawaban dan pedoman penyekorannya lebih pasti, dengan komponen-komponen yang akan diskor diuraikan secara jelas dan ditentukan besarnya skor untuk setiap komponen. Pada soal bentuk non-objektif, skornya dinyatakan dalam bentuk

“rentangan” karena komponen yang diskor hanya diuraikan secara garis besar dan

berupa kriteria tertentu. Karena kriteria penyekoran belum jelas seperti halnya

55

Harun, Rasyid dan Mansyur, Penilaian Hasil Belajar, (Bandung: CV Wacana Prima, 2009), h. 189

56

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), Cet. 15,h 36

57

Ahmad Sofyan, Tonih Feronika, dan Burhanudin Milama, Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta dengan UIN Jakarta Press, 2006), Cet. 1, h. 64

58

Anas Sudjiono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), Cet. 13, h 101


(44)

pada soal bentuk objektif, kemungkinan masuknya unsur subjektifitas dari penskor tidak dapat dihindari.59

Tes uraian memiliki kriteria sebagai berikut;60 a) soal harus mengacu pada indikator, b) menggunakkan bahasa yang sederhana, benar, singkat dan jelas sehingga mudah dipahami, c) apabila terdapat gambar, grafik, tabel harus disajikan secara benar, jelas, dan komunikatif, d) hanya mengandung variabel-variabel, informasi-informasi, dan besaran-besaran fisis yang relevan saja, e) pertanyaan soal harus dirumuskan secara jelas sehingga tidak menimbulkan kesalahan/perbedaan penafsiran diantara siswa, f) sebaiknya untuk setiap soal hanya mengandung satu pertanyaan saja, g) siapkan jawaban secara lengkap, h) tetapkan pedoman penskorannya.

Menurut Nana Sudjana, ada dua cara pemeriksaan jawaban soal uraian.

Pertama diperiksa seorang demi seorang untuk semua soal, kemudian diberi skor.

Kedua diperiksa nomor demi nomor untuk semua siswa, cara ini memakan waktu

lama tetapi akan lebih objektif sebab jawaban setiap nomor untuk setiap siswa dapat diketahui dan dibandingkan. Dalam menilai jawaban, hendaknya dipertimbangkan beberapa aspek, antara lain; a) kebenaran isi sesuai dengan kaidah materi, b) sistematika atau urutan logis dari kerangka berpikirnya dilihat dari penyajian gagasan, dan c) bahasa yang digunakan dalam mengekspresikan pikirannya.61

Menurut Martinis, tes essay mengembangkan kemampuan berfikir siswa tingkat tinggi, khusus pada aspek analisis, sintesis dan evaluasi. Pada awal perkembangan taksonomi bloom tahun 1956 memiliki enam level tingkat berpikir menggunakan kata benda, yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Namun, Bloom Anderson dan Krathwohl merevisi menjadi mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Menurut Anderson dan Krathwohl, menganalisis dan mengevaluasi digolongkan

59

Kusaeri Suprananto, Pengukuran dan Penilaian Pendidikan, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), Cet. 1, h137

60

Martinis Yamin, Stategi pembelajaran berbasis kompetensi,( Jakarta: Gaung Persada Press Jakarta, 2009), Cet. 6, h. 155-156

61

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), Cet. 15,h.43


(45)

ke dalam berpikir kritis, sementara menciptakan digolongkan ke dalam berpikir kreatif.62 Dalam hal ini peneliti menggunakan taksonomi bloom yang belum direvisi, yaitu pada tingkat analisis, sintesis dan evaluasi dalam pembuatan soal keterampilan berpikir kritis.63

Dibandingkan dengan soal pilihan ganda, soal tes bentuk uraian memiliki kelebihan antara lain dapat mengukur kemampuan siswa dalam hal menyajikan jawaban terurai secara bebas, mengorganisasikan pikirannya, mengemukakkan pendapatnya, dan mengekspresikan gagasan-gagasan dengan menggunakkan kata-kata atau kalimat siswa sendiri.64 Butir soal ini dibuat dengan tujuan agar siswa mengungkapkan fikirannya ke dalam suatu kerangka yang terstruktur, menguraikan hubungan, dan mempertahankan pendapat secara tertulis.65 Oleh karena itu, tes uraian ini sejalan untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis, dalam hal proses penalaran berpikir.

Ada beberapa alasan para guru menggunakan tes uraian bebas ini, antara lain; (a) adanya gejala menurunnya hasil belajar atau kualitas pendidikan disemua level pendidikan, mulai dari SD sampai perguruan tinggi yang salah satu diantaranya berkenaan dengan penggunaan tes objektif, (b) lemahnya para peserta didik dalam menggunakan bahasa tulisan akibat penggunaan tes objektif yang berlebihan, (c) kurangnya daya analisa para peserta didik karena terbiasa dengan tes objektif yang memungkinkan mereka main tebak jawaban manakala menghadapi kesulitan dalam menjawabnya.66

Namun demikian, soal bentuk ini juga memiliki beberapa kelemahan yaitu jumlah materi atau pokok bahasan yang ditayangkan relatif terbatas, waktu untuk memeriksa jawaban siswa cukup lama, penyekorannya relatif subjektif terutama

62 Muslimin Ibrahim, “Berpikir Tingkat Tinggi (Higher Order Thinking)”,

Makalah disampaikan pada Seminar Pendidikan, FMIPA Universitas Negeri Jakarta, Jakarta Timur, 11 April 2015.

63

Lampiran 5 64

Kusaeri Suprananto, Pengukuran dan Penilaian Pendidikan, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), Cet. 1, h 137

65

Martinis Yamin.,Stategi pembelajaran berbasis kompetensi,(cet-6, Jakarta: Gaung Persada Press Jakarta, 2009), h. 155

66

Harun Rasyid dan Mansyur. Penilaian Hasil Belajar. (Jakarta: CV Wacana Prima, 2001),. hal. 188-189


(1)

PT

Remaja Rosdakarya,

2010),

Cet.

15,h.43

"/

L.,'

62. Kusaeri Suprananto, Pengukurati dan

Penilaian

Pendidikan,

(Yogyakarta:

Graha

Ilmu,

2012), Cet.

l,h

137

d

L,

63.

Martinis

Yamin.,Stategi

pembelajaran

berbasis

kompetensi,(cet-6,

Jakarta:

Gaung

Persada Press Jakarta, 2009),

h.

155

)

64.

Kusaeri

Supranoto, Pengukuran dan

'Penilaian

Pehdidikan,(cet-1,

Yogyakarta:

Graha

Ilmu,

2012),

hal

t37

,!

65. Imaningtyas,

Biologi

untuk SMA/MA

Kelas

X.

(Jakarta:Erlangga, 2013),

h.122

q

,|,

66.

Sri

Pujiyanto, Menjelajah

Dunia

Biologi

Kelas

X

(Solo:

PT

Tiga

Serangkai Pustaka

Mandiri,2O13),

h.96

t

!

67. Istamar Syamsuri,

Biologi

lA

untuk

SMA Kelas

X.

(.Iakarta:

Erlangga,

2007).h.9'.7

i&

n

).

68.

Ibid.

x

ll.

69.

Sri

Pujiyanto, Menjelajah

Dunia

Biologi

Kelas

X.

(Solo:

PT

Tiga Serangkai Pustaka

Mandiri,2013),

h.

96.

&

,/

70-

Imaningtyas

Imaningtyas,

Biologi

untuk

SMA/MA

Kelas

X. (iakarta:Erlansea, 2013), h.122

.I8

!

71. Ibid.

a

l,

72. Ibid.

R

t,

73. Istamar,

Biologi

lA

untuk SMA Kelas

X. (Iakarta: Erlangga, 2001), h.7'7

\e

,fi'

74.

Sri

Pujiyanto, Menjelajah

Dunia

Biologi

Kelas

X.

(Sclo:

PT

Tiga Serangkai Pustaka

Mandiri,20l3),

h.

98

\

"4.

75. Imaningtyas,

Biologi

untuk SMA/MA

Kelas

X.

(Jakarta:Erlangga, 2013),

h.123

\,

A


(2)

r91

76.

Ibid.,h.

139.

v/

77. Imaningtyas,

Biologi

untuk SMA/MA

Kelas

X.

(Jakarta:Erlangga, 2013),

h.l4t

q

il,

78. Sri Pujiyanto, Me njelajalr Dunia

Biologi

Kelas

X.

(Solo:

PT

Tiga

Serangkai Pustaka

Mandiri,20l3),

h.111

I

/4.

79.

Istamar

Syamsui, Biologi

lA

untuk

SMA Kelas

.Y.

(Jakarta:

Erlangga,

2007), h. 88

4

1.

80. Ibid.

V

81.

Sri

Pujiyanto, lvlenjelajah

Dunia'

Biologi

Kelas

X.

(Solo:

PT

Tiga

Serangkai Pustaka

Mandiri,20l3),

h.112

\&

I

82. Imaningtyas,

Biologi

untuk S],IA/MA

Kelas

X.

(Jakarta:Erlangga, 2013),

h.143

r&

,[.

83. Larnpiran 2

\-f-

l.

84.

I

Wayan

Redhana

dan

Liliasari, Progra::r Pembelajaran Keterampilan

Berpikjr

Kritis

pada

Topik

Laju

Reaksi

untuk

Siswa

SMA,

Iorzrz

Kependidiken,

Vol.27 No.2

Maret 2008. h.111

p

X

l

85. IGtsN Smarabawa dkk, Pengaruh Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat Terhadap Pernahaman Konsep

Biologi

dan Keterampilan

Berpikir Kreatif

Sisvra SMA.

E-Journal Pro gram Oas cas arj ana

Univers itas P endidikan

Ganesha,2jl3,h

1

u

(

)

86.

Nurchayati.Pengaruh

Model

Pembelajaran

Sains

Teknologi

Masyarakat

(STM)

terhadaP

Keterampilan

Berpikir

Kiitis

dan

Sikap

Sains Siswa SMP.

./arral

ilmiah

P rosressif, 2013 h.29

K

.[

87.

Dian

Nugraheni.

Pengaruh

Pembelajaran

Bervisi

dan


(3)

Prestasi

Belajar ditinjau

dari

Kemampuan

Berpikir

Kritis

Siswa

Kelas

X

SMAN

2

Sukohall'o Pada Materi

Minyak

Bumi Tahun Pelajaran

2011 12012.

Jurnal

Pendidikan

Kintia,

2013.h 34.

q

No.

BAB III

PENELITIAN

METODOLOGI

Par -af

Pembimbins

I

Pembimbins

2

t.

Nana

Syaodi[

Metode

Peneiitian

Pendidikan. (Bandung:

PT

Remaja

Rosdakarya, 2006), h.201

q

[.

2.

Sugiono.',ltatistika

Untuk Penelitiizn. (Bandung:Penerbit Alfabeta, 2010), h.

61

&

!

3. Ibid., h. 62

\Y-

L

4. Nana Syaodih Sukm aditata. Metode

Penelitian Pendidikar, (Bandung: PT Remaja

Rosdakarva. 2006\, Cet. 2, h.254

\&

/,

5. Lampiran 1

t?

Y.

!

6.

Nana

Sudjana,

Penilaian

Hasil

Belajar.

(Bandung:

PT

Remaja

Rosdakarya. 201

0), h.i2

q

[.

7.

Suharsimi

Arikunto.

Dasar-Dasar

Evaluasi

Pendidikan. (Jakarta:

Bumi

Aksara,2012), h.93

tf

U

8.

Ibid.,h.89

q

l

9.

Ibid.,h.t0l

\.?

L

10.

Anas

Sudijono. Pengantar

evaluasi

Pendidikan.(Jakarta:

PT

Raja

Grafindo Persa<ia, 2013), h.171

u

I

11.

Ibid.,h.t01

a

l-,

12.

Suharsimi

Arikunto.

Dasar-Dasar

Evaluasi

Pendidikan. (Jakarta:

Bumi

Aksara, 2012'1, h. 232

\p

\-

I.

13.

Ibid.,

tt

t.

14. Sugiono,

Statistik

untuk

Penelitian,

(Bandung: Alfabeta, 2010), h.13 8

u'

h


(4)

199

between mathematics preparation and conceptual

leaming

gains

in

physics:

A

possible

"hidden

variable"

in

diagrostic

pretest

scores. American Association of Physics Teacher. 2002,

h.

1260-1261

v,'

lr"

16.

Ngalim

Purwanlo,

Prinsip-PrinsiP

Can

Teknik Evaluast

Pengajaratt.

(Bandung:PT Remaja

Rosdakarya, 2010) Cet.16, h.102-103

I

17

ibid.

No.

BAB IV

HASIL

DAN

PEMBAHASAN

Parra'f

Pembimbins

1

Pembimbine

2

1 Lampiran 12, 14, 17 dan 19

r&

l.

2 Lampiran 1 1

*

[.

3. Lampiran 1C

q

I

4. Lampiran 2

*

)

0-"

5. Lampiran 3

u"

A,

6. Lampiran 22

\d

t.

7. Lampiran 23

q

L

8.

IGBN,

Smarabarva,

IB.

AmYana,

IGAN,

Setiarvan, Pengaruh

Model

Pembelajaran

Sains

Teknologi

Masyarakat

Terha<iap

Peinahaman

Konsep

Biologi dan

Keterampilan

Berpikir

Kreatif

Siswa

SMA,

e-Journal

Program

Pascasarjana

Universite.s

Penriidikan

Ganesha,

Vol.

3. 2013, h.9

!

9.

Paul

Eggen

dan Don

Kauchak,

Strategi

dan

Mociel

Pembelajaran.

(Jakarta: PT Indeks,

201)),h.

ll2

t?

r

10. Susan

M

Brookhat.

Assess

Hingher-Order

Thingking

Skills

in

Your

Classroom.

(USA:ASDC, 2010),

h. 47

-f

!

11.

Alec

Fisher,

Berpikir

Kritis

sebuo.h

Penganiar,

Terj.

dari

Critical


(5)

Benyamin Hadinata,

(Jakarta:

Erlanssa, 2009),

h.

120

q"

12. Lampiran 8

w

)

t.

13. Loc.cit ,h. 139

&

I.

II

14.

Fety Herira, "Upaya

Meningkatkan

Kemampuan

Berpikir

Kritis

dan

Kreatif

Siswa

Kelas

X

Administrasi Perkarrtoran

(AP)

SMK

Negeri

1

Depok pada

Pernbelajaran Matematika. Skripsi pada Universitas

Negeri

Yogyakarta:

2011.

Tidak dipublikasikan

\!

'k

i5.

Atilla

Cimer,

Melih

Timucin,

dan

Mehmet Kokoc, Critical

Thingking

Level of Biology

Classroom SurveY :

Ctlobics,

The

Online

Jurnal of

New Horizon in

Education,3,h.

20

w

\

0

16.

Lampian2

q

[,

1'7 .

Ida

Bagr-rs Putu

Amyana,

"Pengaruh

Penerapan

Model

PBL

DiPandu

Strategi Kooperatif

terhadaP

Kecakapan

Berpikir

Kr',tis

Siswa

SMA

pada

Mata

Pelajaran

Biologi."

(Jurnal

Pendidikan

dan

Pengajaran

IKIP

Negeri Singaraja,

No

4

Th.

XXXVIII

ISSN

0215-8250. Oktober 2005) h. 648

q

f

18. Lampiran 3

\?

T 19.

Yager, Robert

E.

1994. Assessment

Results

with the

Science/

Technology/

Society

APProach.

Artikel.

Tersedia pada:

http :/iuserpages.umbc. edu/-blunck

/ p dfl 4.%2lpu.blications/backup%20

publication%20fi les/assessment%20

resul is%2 Owith% 2DtheYo2lsts

I

assessment%2oresults%20with%20 the%20sts.pdf,

Diakses tanggal 13 april 20'15

,u,

20.

N.

Nurchayati, Pengaruh

Model

Pembelajaran

Sains

Teknologi

Masyarakat

(STM)

terha4qP

q


(6)

20L

Jakarta, 26 Mei

2015

Yang Mengesahkan;

Dosen

Pembimbing

I

Ketei'ampilan

Berpikir

Kritis

dan

Sikap

Sains

Siswa SMP,

.Izrzal

Ilmiah Progressf

Vol.

10, 2013, h.

39-40

t/

t/