IMPLIKASI KEBIJAKSANAAN FUNGSIONALISASI JABATAN PENGAWAS SEKOLAH TERHADAP PENINGKATAN KINERJANYA : Suatu Studi Deskriptif Analitis Terhadap Peningkatan Kinerja Pengawas Sekolah Rumpun Mata Pelajaran pada SMU di lingkungan Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Ba
y
IMPLIKASI KEBIJAKSANAAN FUNGSIONALISASl
JABATAN PENGAWAS SEKOLAH TERHADAP
PENINGKATAN KINERJANYA
( Suatu Studi Deskriptif Analitis Terhadap Peningkatan Kinerja
Pengawas Sekolah Rumpun Mata Pelajaran pada SMU di
lingkungan Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat)
TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat
Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Administrasi PendicU
Disusun Oleh:
DAHMAN DARJAT
NIM.999647
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2001
DISETUJIII DAN DISAHKAN
Pembimbing
1^7
Prof. DR. H. Djam'an Satori, MA
Pembimbintj II
DR. Danny Meirawan, M.Pd.
MENGETAHUI
KETUA
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS PEMMDIKAN INDONESIA
^
PROF. DR. H. TB. ABIN SYAMSUDDIN MAKMUN, MA.
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul Implikasi kebijaksanaan Fungsionalisasi Jabatan Pengawas
Sekolah terhadap Peningkatan Kinerjanya, suatu studi deskriptif analitis terhadap
peningkatan kinerja Pengawas Sekolah rumpun mata pelajaran/mata pelajaran pada
SMU dilingkungan Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat.
Fokus penelitian diarahkan pada permasalahan pokok yaitu : Bagaimana implikasi
jabatan fungsional Pengawas Sekolah terhadap peningkatan kinerja Pengawas rumpun
mata pelajaran/mata pelajaran pada tingkat SMU di JawaBarat
Penelitian ini berlandaskan teori yang sesuai konsep keilmuan yang dijadikan dasar
pemahaman terhadap masalah meliputi (1), Tugas dan fungsi pokok pengawas sekolah,
(2).Audit jaminan mutu dan manajemen mutu terpadu dalam pelaksanaan
kepengawasan, dan (3).Upaya peningkatan kinerja pengawas sekolah.Penelitian
dilakukan dengan menggunakan pendekatan deskriptif analitis kualitatif, dengan
menggunakan teknik dan alat pengumpul data,wawancara, studi dokumentasi dan
observasi. Sumber data terdiri dari; Wakadinas, Kasubdin dikmenti, KasubdinDikdas,
Kasubag Kepegawaian, Kasi TentisDikmenti Dinaas Pendidikan Propinsi JawaBarat'
Korwas Propinsi dan Kabupaten/Kota, Kepala SMU dan Guru SMU.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa baik secara kuantitatif maupun secara
kualitatif Pengawas Sekolah rumpun mata pelajaran/mata pelajaran belum memadai, hal
ini berpengaruh terhadap pelaksanaan kinerjanya. Standar kinereja yang sudah
ditetapkan berdasarkan ketentuan jabatan fungsional pengawas sekolah merupakan
upaya pengembangan kinerja pengawas sebelumnya.Dari data lapangan kinerja
pengawas sekolah rumpun mata pelajaran/mata pelajaran di SMU masih lebih banyak
berorientasi pada subtansi administrasi pengelolaan sekolah dari pada subtansi
akademik dan proses pembelajaran.Oleh karena itu fungsi pengawas sekolah sebagai
"quality assurance auditor", belum terlaksana sepenuhnya.
Dalam rangka peningkatan kinerja pengawas sekolah rumpun mata pelajaran/mata
pelajaran di SMU terungkap adanya beberapa faktor dominan yang menjadi kekuatan
untuk dimanfaatkan sebagai peluang dalam meningkatkan kinerja pengawas sekolah,
misalnya kenaikan pangkat dengan sistem angka kredit. Selain itu didapat pula faktor
kelemahan yang menjadi tantangan dalam peningkatan kinerja Pengawas Sekolah
rumpun mata pelajaran/mata pelajaran di SMU, misalnya belum dihargainya tunjangan
jabatan sesuai jenjangjabatan fungsional pengawas.
Selanjutnya penelitian ini merekomendasikan hal-hal sebagai berikut ;(l).Perlu
adanya program yang terencana dari tataran Dinas Pendidikan Propinsi dan Diiias
Pendidikan Kabupaten/Kota dalam memenuhi kebutuhan dan kekurangan Pengawas
Sekolah rumpun mata pelajaran/mata pelajaran dengan sistem seleksi yang akurat sesuai
ketentuan jabatan fungsional pengawas sekolah,(2).Pengawas sekolah hasil rekrutmen
itu hendaknya memiliki,wawasan pendidikan dan KBM,keterampilan supervisi dan
kualitas pribadi yang baik, (3).Perlunya pembenahan sistem kerja Pengawas
Sekolah,misalnya semua pengawas sekolah di SMU menjadi pengawas sekolah mata
pelajaran, pemisahan tugas pengawas sekolah mata pelajaran dengan pengawas sekolah
subtansi pengelolaan sekolah, pelaksanaan tugas kepengawasan mengembangkan
suasana diskusi dan hubungan kolegial, (4).Perlunya program tindak lanjut dan hasil
setiap pelatihan sehingga menjadi umpanbalik bagi pelatihan selanjutnya dan perbaikan
kinerja pengawas sekolah.
DAF TAR IS!
KATA PENG ATA R
1
DAFTARISI
v
DAFT ARTA BEL
viii
DAFTARGAMBAR
ix
ABSTRAK
x
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah dan pertanyaan Penelitian
8
C. Tujuan Penelitian
10
D. Manfat dan Pentingnya Penelitian
11
E. Anggapan Dasar
12
F. Paradigma Penelitian
13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
17
A. Tugas dan Fungsi Pengawas Sekolah
17
1. Esensi Supervisi Pendidikan
17
2. Keberadaan Pengawas Pendidikan dan Pengawas Sekolah
SMU
22
3. Rincian Tugas dan Fungsi Pengawas Sekolah sesuai Jabatan
fungsional
30
B. Kinerja Pengawas Sekolah Dalam Kontek Audit Jaminan Mutu
39
1. Kinerja Pengawas Sekolah Sesuai Jabatan Fungsional
39
2. Audit Jaminan Mutu Dalam Kerangka Pengawasan Sekolah
44
C. Pengembangan Pengawas Sekolah dalam Upaya Peningkatan
Kinerjanya
54
1. Penilaian Kinerja Pengawas Sekolah
58
2. Pelatihan Kepengawasan
62
D. Telaah Studi Terdahulu yang Relevan
70
BAB III PROSEDUR PENELITIAN
A. Metode dan Pendekatan Penelitian
74
B. Sumber data penelitian
77
C. Teknik dan Alat pengumpulan data
79
D. Pelaksanaan pengumpulan data
84
E. Prosedur analisis data
87
F. Keabsahan Hasil Penelitian
90
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBASANNYA
A. Hasil Penelitian
94
1. Profil Pengawas Sekolah rumpun mata pelajaran/mata
Pelajaran SMU di Jawab Barat saat ini
94
2. Tugas dan Fungsi Pokok Pengawas Sekolah Rumpun Mata
Pelajaran SMU Sebagai Standar Kinerja
Berdasarkan Ketentuan Jabatan Fungsional Pengawas
Sekolah
114
3. Analisis Terhadap Implementasi Jabatan Fungsional
Pengawas Sekolah Dalam Upaya Peningkatan Kinerja ...
108
4. Peningkatan Kinerja Pengawas Sekolah Rumpun Mata
Pelajaran SMU
Melalui Pendidikan
Dan Pelatihan (Diklat) Dan Sistem Angka Kredit Jabatan
Fungsional Pengawas
B. Pembahasan Hasil Penelitian
1.
122
127
Kondisi Faktual Pengawas Sekolah Rumpun
Mata
Pelajaran/Mata Pelajaran SMU
132
2. Tugas dan Fungsi pokok Pengawas Sekolah Dan Perannya
Dimasa Mendatang
132
3. Upaya Peningkatan Kinerja Pengawas ,Sekolah Rumpun
Mata/Mata Pelajaran SMU
142
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
146
B. Implikasi
151
C. Rekomendasi
is"
vi
DAFTAR PUSTAKA
159
LAMPIRAN
Panduan Pengumpulan Data
163
Pedoman Wawancara
164
Ihktisar Analisis Data Kualitatif
172
Matrik Gambaran Seluruh Penelitian Yang Diperoleh
175
Pedoman Observasi
182
DAFTARTABEL
Tabel No.
Halaman
III. Rincian tugas pokok pengawas sekolah berdasarkan jenjang
jabatan pengawas
34
IV. 1 Gambaran pengawas sekolah rumpun mata pelajaran/ mata
pelajaran SMUberdasarkan jenjang pendidikan
96
IV.2. Gambaran Latar Belakang jurusan pendidikan pengawas
sekolah rumpun mata pelajaran /mata pelajaran SMU di
Jawa Barat berserta kebutuhan sesuai jumlah SMU
sebanyak 816 sekolah
98
IV.3. Gambaran pengawas sekolah rumpun mata pelajaran / mata
^el^aran berdasarkan iatar belakang pengalaman pekerjaan
/jabatan
101
IV.4. Gambaran penyebaran dan kebutuhan pengawas rumpun
mata pelajaran berdasarkan daerah kabupaten/kota di
propinsi Jawa Barat
106
VI1!
DAFTAR GAMBAR
Gambar No.
Halaman
1.1. Paradigma Penelitian
16
2.1. Supervisi Pendidikan di sekolah
25
2.2. Kepegawasndi sekolah
28
2.3. Keterkaitan antar komponen - komponen pendidikan dalam
pelaksanaan supervisi pendidikan
2.4. Penerapan QAA dalam kerangka pengawasan sekolah
29
49
2.5. Tahap-tahap mengembangkan suatu system manajemen
kinerja
61
2.6. Paradigma pengembangan pengawasan akademik untuk
penjamin mutu pendidikan
66
2.7. Kegiatan pendahuluan sebelum dilaksanakan pelatihan dan
pengembangan
68
IX
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tugas manajemen pendidikan adalah menangani mutu pendidikan secara
menyeluruh, dengan melibatkan semua pihak yang terkait dari mulai perencanaan
sampai ke pengendalian.
Dalam kontek pendidikan sekolah, secara umum dapat dinyatakan bahwa
kunci mutu pendidikan nasional terietak pada mutu sekolah. Kunci mutu sekolah
terietak pada mutu kegiatan belajar mengajar yang terjadi dikelas. Untuk
keberhasilan kegiatan belajar mengajar perlu dilakukan pembinaan dan penilaian,
baik terhadap kemampuan mengajar guru dan belajar siswa.
Untuk kepentingan hal tersebut pengawas pendidikan mempunyai
kedudukan yang strategis dan penting. Hal ini disesuaikan dengan ruang lingkup
pengawas pendidikan: "Meliputi segala kegiatan yang bertujuan untuk
mengidentifikasi, mamantau, menilai, dan melakukan diagnosa apa yang terjadi
dalam proses pendidikan mulai dari lingkup sekolah (mikro) dan dengan lingkup
nasional (makro) ". ( DediSupriadi 1997 )
Kegiatan kepengawasan terutama pada masa-masa lalu disetiap jenjang
sekolah umumnya dan pada sekolah menengah khususnya, masih lebih banyak
pada segi prosedural dan administratif dari pada subtansi pengajaran. Hal ini
diakibatkan masih melekatnya jabatan pengawasan sebagai jabatan struktural.
Kenyataan kegiatan kepengawasan tersebut diatas diperkuat oleh beberapa hasil
penelitian salah satunya telah dilaksanakan oleh Djailani (1998) pada guru-guru
SD Inti di Kotamadya Banda Aceh. Penelitian tersebut membuktian bahwa profil
pembinaan profesional guru oleh para pembina, dalam hal ini pengawas sekolah,
masih merupakan kegiatan pengawasan dan bimbingan rutin.
Maksud pengawasan dan bimbingan rutin adalah kegiatan yang dilakukan
untuk mengawasi pelaksanaan administrasi sekolah, tugas rutin oleh guru-guru
kebersihan,ketertiban dan keindahan sekolah serta menasehati agar guru-guru
selalu siap menerima dan melaksanakan setiap kebijakan dari atas sesuai dengan
kemampuan.
Hal ini ditunjang kondisi faktual pengawas sekolah TK, SD di Jawa Barat
seperti kesimpulan hasil penelitian Evi Syaefini Shaleha ( 2000 ), menunjukan "
Baik dari segi kuantitatif maupun kualitatif belum memadai" Indikatornya dilihat
dari, tingkat pendidikan akhir, latar belakang pengalaman tugas dan jabatan
sebelumnya, rasio antar jumlah pengawas sekolah dan jumlah sekolah, serta
perbandingan penyebaran berdasarkan kebutuhan daerah Kabupaten/Kota.
Kesimpulan yang diambil berdasarkan penelitian tersebut salah satu menyebutkan
bahwa faktor yang diindikasikan sebagai faktor penghambat dalam efektifitas
pemberdayaan guru, pengembangan sekolah sebagai organisasi
belajar dan
penataan manajemen sumber daya pendidikan, adalah faktor personal yakni
ketidak mampuan para pembina pendidikan dalam melaksanakan pembinaan
profesional guru secara efektif, karena keterbatasan pengetahuan, ketrampilan,
tentang kepengawasan dan bahkan kepribadiannya.
Dan hasil pengamatan dan hasil perbincangan mengenai kegiat?™
kepengawasan sekolah ternyata kesimpulan hasil penelitian seperti diuraikan
diatas, tidak hanya terjadi pada pengawas sekolah Taman kanak-kanak dan SD
tetapi termasuk juga pada pengawas sekolah rumpun mata pelajaran tingkat SMU
di Jawa Barat. Sejalan dengan kesimpulan penelitian tersebut adalah pernyataan
Kelompok Kerja Tenaga Kependidikan Pada Konferensi Pendidikan, bahwa yang
memperburuk citra dan kinerja pengawas sekolah adalah latar belakang pengawas
yang tidak menguasai bidangnya, serta tidak cukup memiliki motivasi yang tinggi
dalam menjalankan tugasnya (Bappenas, 1999)
Padahal pengawasan pada hakekatnya " upaya melaksanakan pelaksanaan
tugas yang bermakna positif dan konstruktif, tidak menghambat tetapi sebaliknya
memperlancar pelaksanaan tugas ( DirDikmenum, Depdikbud, 1993;2 )
Sejak tanggal 1 November 1996 sesuai dengan SK MENPAN
No. 118/1996, jabatan pengawas berubah dari jabatan struktural menjadi jabatan
fungsional. Konsekwensi perubahan jabatan tersebut menimbulkan perubahan
esensi tugas pengawas sekolah dan kegiatan pengawas. Sebagai pejabat
fungsional memiliki standar kinerja tertentu berdasarkan jenjang jabatan, semakin
tinggi jenjang jabatan semakin banyak kewajiban yang harus dilaksanakan.
Standar kinerja dalam jabatan fungsional pengawasa sekolah, diarahkan pada
peningkatan kualitas pengawasan pendidikan di sekolah dalam upaya peningkatan
kualitas pendidikan . Pengawas sekolah diberi tugas, tanggung jawab dan
wewenang secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan
pengawasan pendidikan di sekolah, dengan melakukan penilaian dan pembinaan
dari segi tekinis pendidikan dan adminitratif. Adapun tugas pokok pengawas
sekolah "menilai dan membina penyelenmzaraan pendidikan pada sejumlah
sekolah tertentu baik negeri maupun swasta yang menjadi tanggung jawabnya.
Berdasarkan tugas pokok tersebut, kegiatan pengawasan sekolah meliputi :
a. Menyusun program pengawas sekolah
b. Menilai hasil belajar / bimbingan siswa dan kemampaun guru
c. Mengumpulkan dan mengolah data sumber daya pendidikan, proses
belajar mengajar/bimbingan dan lingkungan sekolah
d. Menganalisis hasil belajar /bimbingan siswa, guru dan sumber daya
pendidikan
e. Melaksanakan pembinaan kepada guru dan tenaga lainya di sekolah
f. Menyusun laporan dan evaluasi hasil pengawasan
g. Melaksanakan pembinaan lainya di sekolah, selain proses belajar
mengajar/bimbingan siswa
h. Melaksanakan evaluasi hasil pengawasan dari seluruh sekolah yang ada di
lingkungan Kabupaten/ Kota.
Perubahan kebijaksanaan yang berhubungan dengan pengawasan sekolah
dalam pelaksanaannya, tentu akan menghadapi berbagai konsekwensi dan
hambatan. Meluasnya struktur tugas, menuntut adanya peningkatan kemampuan
pengawas sekolah sesuai standar kinerja,beidasarkan ketentuan jabatan
fungsional. Pengembangan karir pangkat dan jabatan fungsional pengawas
sekolah melalui kenaikan pangkat dan jabatan, dengan perhitungan dan penetapan
angka kredit.
Sesuai dengan hal-hal tersebut kegiatan kepengawasan lebih mengarah pada
subtansi, pembelajaran dan pembinaan lebih banyak berhubungan dengan guru.
Implikasi adanya perubahan serta hambatan tersebut tentu akan mendorong
para pembina administratif struktural tingkat regional ( Meso ) sebagai pengelola
pengawas sekolah, untuk berupaya meningkatkan kemampuan para pengawas
sekolah agar memiliki kemampuan profesional sebagai pejabat fungsional untuk
dapat memenuhi tuntutan tugas pengawas sekolah. Hal ini sesuai dengan
keputusan MENDIKNAS Nomor 205/U/T999, tentang kebijaksanaan tahunan
Depdiknas awal perencanaan tahun 2000/2001 butir ke5, tentang kepengawasan ;
"Perlu dilanjutkan kemampuan profesional aparat kepengawsan yang semakin
komplek "
Sejalan dengan perubahan serta kondisi faktual pengawas sekolah seperti
telah dikemukakan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian. Tujuan
untuk memperoleh gambaran pelaksanaan tugas pengawas sekolah, sebagai
jabatan fungsional terhadap peningkatan kinerja. Untuk tujuan tersebut penulis
melaksanakan penelitian dalam operasional tugas kepengawasan SMU di Propinsi
Jawa Barat, yang dihubungkan dengan kriteria kinerja berdasarkan perilaku
artinya:" Bagaimana pe! ;riaan dilaksanakan ?(Randall S Sehuller 1996,;] I)
Sebagai gambaran
dari studi pendahuluan berupa analisis kondisi
berkenaan dengan implementasi fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah,
khususnya pengawas sekolah pada SMU di Jawa Barat, dapat dijelaskan di bawah
ini
Pertama : Fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah menuntut peningkatan
profesional dan penyesuaian tugas bagi pengawas sekolah yang
sudah ada Ivlelalui fungsionalisasi jabatan pengawas, ada perubahan
pada sistem pelaksanaan tugas, yakni lebih banyak dengan
pembinaan proses belajar mengajar. Hal ini membawa konsekwensi
bahwa pengawas sekolah hams benar-benar menguasai ketrampilan
dalam proses belajar mengajar. Artinya pengawas harus menguasai
tentang kemampuan dasar mengajar dan kinerja guru, karena tugas
pokok pengawas sekolah sesuai pasal (3) Kep. Men PAN
No. 118/1996 adalah menilai dan membina penyelenggaraan pada
sejumlah sekolah tertentu baik negeri maupun swasta yang menjadi
tanggung j awabnya.
Melaksanakan Penilaian dan pembinaan dari segi teknis pendidikan
dan administrasi padasatuan pendidikan.
Kedua : Tuntutan profesional bagi setiap pengawas yang berhubungan dengan
teknis pendidikan dan administrasi Pendidikan, belum ditunjang oleh
latar belakang pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran atau
bimbingan konseling yang ada di sekolah. Kalaupun ada yang sesuai;
namun sudah lama bekerja pada jabatan strukturaL sehingga timbul
pandangan jabatan untuk memperpanjang masa jabatan
kerja
menjelang pensiun. Dihubun5kan dengan kondisi factual pengawas
sekolah terkesan memiliki citra yang kurang baik, pelaksanaan tugas
lebih menekankan pada segi prosedural instruksi dan administrasi
sekolah, padahal dengan tugas pokok menilai dan membina perlu
ketrampilan khusus
Pengawas harus mampu memberikan arahan,
bimbingan, contoh dan saran, dalam pelaksanaan pendidikan disekolah
misalnya dalam kegiatan belajar mengajar.
Keriga
: Karena kurang berorientasi pada pembinaan subtansi pengajaran,
membuat kesenjangan antara pengawas dengan guru. Pengawas
lebih banyak berhubungan dengan Kepala Sekolah dari pada dengan
guru . Sasaran pengawas lebih banyak pada aspek administrasi.
Keempat : Rasio jumlah pengawas dan jumlah sekolah belum memenuhi
ketentuan standar minimal. Pengawas sekolah rumpun mata
pelajaran dan bimbingan konseling di propinsi Jawa Barat sampai
dengan Desember 2000 sebanyak 47 orang, jumlah SMU Negeri dan
swasta sebanyak
816 unit. Jumlah sekolah harus diawasi oleh
seorang pengawas sekolah untuk pengawas rumpun mata pelajaran
20 sekolah, pengawas bimbingan konseling 30 orang, kenyataan
yang ada dari 47 orang, pengawas bimbingan konseling 4 orang. 43
orang rumpun mata pelajaran dan mata pelajaran. Untuk pengawas
bimbingan konseling perlu (816 : 30) = 27 orang. pengawas
rumpun mata pelajaran ( 816 :20 ) 3 rumpun mata pelajaran, perlu
120 orang,pengawas mata pelajaran (816:30)4 =108 orang.
Belum lagi letak geografis sekolah yang tersebar di seluruh Jawa
Barat, banyak yang berjauhan, tentunya merupakan kendala dalam
pelakasanaan tugas kepengawasan.
Tentunya masih banyak faktor lain yang mempengaruhi pelaksanaan tugas
pengawas baik internal maupun eksternal. Semua itu sudah tentu memiliki
kekuatan dan kelemahan
peluang dan tantangan untuk l3Jtb%^SSfla5^J
pengembangan kinerja pengawas. Kondisi seperti itulah yang menarik perh
penulis untuk melaksanakan penelitian.
B. Rumusan Masalah dan Pcrtanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka fokus
penelitian ini adalah implikasi fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah terhadap
peningkatan kinerjanya dimaksudkan, apakah rincian tugas pokok tugas sesuai
SK MENPAN No. 118/1996, dapat meningkatkan kinerja pengawas sekolah pada
jenjang SMU dalam proses p?ncapaian tujuan pendidikan dan peningkatan mutu
pendidikan.
A.tas dasar hal tersebut j>:-rmlis menetapkan rumusuan masalah penelitian
sebagai berikut ;" Bagaimana implikasi jabatan fungsional pengawas sekolah
terhadap peningkatan kinerjanya pada tingkat Sekolah Menengah Umum ( SMU )
di propinsi Jawa Barat.
Rumusan masalah tersebut dijabarkan menjadi beberapa pertanyaan penelitian
sebagai berikut:
1. Bagaiman profil pengawas sekolah rumpun mata pelajaran di Jawa Barat
berdasarkan
a. Latar belakang pendidikanjurusannya dan kualifikasinya
b. Latarbelakang Penf»alaman kerja dan jabatan
c. Penyebaran dan rasio kebutuhan pengawas
2. Apakah tugas dan fungsi pokok pengawas sekolah berdasarkan ketentuan
jabatan fungsional pengawas dapat meningkatkan kinerjanya ?
a. Apa tugas pokok dan peran pengawas sekolah ?
b. Bagaiman standar kinerja pengawas sekolah, sesuai jabatan fungsional
c. Bagaimana jaminan kualitas dan akuntabilitas kinerja pengawas
sekolah ?
3. Apakah kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan yang dihadapi dalam
pelaksanaan tugas pengawas untuk meningkatkan kinerjanya ?
a. Factor-faktor apakah yang menjadi kekuatan dan peluang dalam
pelaksanaan kebijakan fungsionalisasi jabatan tersebut yang dapat
meningkatkan kinerja pengawas ?
b.
Faktor -faktor apakah yang menjadi kelemahan dan tantangan, dalam
pelaksanaan kebijakan fungsionalisasi jabatan tersebut yang akan
mempengaruhi kinerja pengawas ?
4. Bagaimanakah pola pengembangan pengawas sekolah disusun dalam
upaya menjadikan pengawas sekolah rumpun mata pelajaran SMU di
Propinsi Jawa Barat sebagai pengawas sekolah yang profesional ?
a. Bagaiman kebijakan yang ditetapkan oleh Dinas Pendidikan tingkat
propinsi Jawa Barat dalam pengembangan pengawas sekolah ?
b. Siapakah yang bertanggung jawab dalam pelaksanaannya ?
c. Apakah materi pengembangan mengacu pada struktur tugas dan
stand-r kinerja sesuai jabatan fungsional
d. Bagaimana metode dan teknis pelaksanaannya serta evaluasinya ?
e. Apakah system penilaian angka kredit jabatan fungsional
Sekolah dapat mendorong peningkatan kinerjanya ?
x*555^Vst»^ ^
C. Tujuan Penelitian
/. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi deskriptif mengenai
keadaan pengawas dan implikasi kebijakan fungsionalisasi jabatan
pengawas
sekolah
melalui
implementasi
keputusan
MENPAN
No.118/1996 terhadap peningkatan kinerjanya dalam rangka membina
penyelenggaraan pendidikan pada tingkat SMU di Jawa Barat
2. Tujuan Khusus
Penelitian ini dimaksudkan untuk mendeskrifsikan, dan mencari makna
dari implikasi kebijakan fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah
terhadap peningkatan kinerja pengawas tingkat SMU di Jawa Barat;
Tujuan pokok yang ingin di capai melalui penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Memperoleh data mengenai profil pengawas sekolah rumpun mata
pelajaran SMU, yang melaksanakan implementasi Kep MtNPAN
No. 118/1996
b. Memperoleh gambaran mengenai tugas pokok dan fungsi pengawas
sekolah, standar kinerja yang ditetapkan, serta jaminan kualitas dan
akuntabilitas kinerja pengawas sekolah
c. Memperoleh gambaran faktor dominan yang menjadi pendukung dan
penghambat dalam peningkatan kinerja pengawas sekolah, sesuai
jabatan fungsional
d. Memperoleh gambaran mengenai pola pengembangan pengawas
sekolah rumpun mata pelajaran SMU di Jawa Barat, setelah
diberlakukannya kebijakan fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah
D. Manfaat dan Pentingnya Penelitian
Penelitian ini bersifat analisis deskriptif, dengan sasarannya
implikasi
kebijakan fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah, terhadap peningkatan kinerja
pengawas rumpun mata pelajaran pada tingkat SMU di propinsi Jawa Barat.
Lahirnya kebijakan tersebut akan menimbulkan konsekwensi terhadap kinerja
para pengawas sekolah di lapangan. Secara konseptual tugas dan fungsi pengawas
sekolah semakin berat bila dibandingkan dengan sebelumnya.
1. Aspek Teoritis
Penelitian ini diharapakan bermanfaat dalam upaya pengembangan ilmu
administrasi pendidikan, khususnya pengembangan sumber daya pendidikan.
Hasil penelitian ini pun diharapakan dapat memberi manfaat bagi penelitian lebih
lanjut, terutama yang berkenaan dengan peningkatan kinerja pengawas sekolah
dalam proses penyelenggaraan pendidikan di sekolah
2. Aspek Operasional
Penelitk:: ini dapat memberikan kontribusi terhadap operasional kerja
pengawas sekolah rumpun mata pelajaran pada tingkat SMU di Jawa barat. Hasil
12
penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam
meningkatkan kinerja pengawas sekolah dalam upaya peningkatan mutu
pendidikan di sekolah. Hal lain dari penlitian ini dapat menempatkan kedudukan
pengawas ,sesuai dengan tugas dan fungsi pengawas
sebagai " Quality
Assurance" berdasarkan standar kinerja jabatan fungsional
E. Anggapan dasar
Agar proses pendidikan berkualitas, perlu dilakukan intervensi yang sistematis
sehingga memberikan jaminan kualitas yang meyakinkan (Manaf Somantri,
1998). Salah satu upaya intervensi sistematis adalah melalui peningkatan supervisi
oleh pengawas sekolah. Dalam hal pembinaan sekolah, khususnya pengendalian
mutu kegiatan belajar mengajar, pengawas hendaknya
berperan sebagai
katalisator ( Hamid Hasan, 2000. 4 )
Melalui supervisi pengajaran, pengawas sekolah akan mampu mempengaruhi
perilaku guru dalam melaksanakan tugas dalam proses pembelajaran. Sergiovani
dan Starrat ( 1983 . 13 ) menyatakan bahwa, Supervision is a set of activities and
role specifications, specifically designed to influence intruction"
Untuk mampu mewujudkan tanggung jawab pengawas yang berkaitan dengan
proses pembelajaran dan peningkatan mutu, para pengawas sekolah dituntut
kemampuan profesioal pengawas, guna meningkatkan kinerja ( performance )
Performance diterjemahkan menjadi kinerja juga berarti prestasi kerja atau
pelaksanaan kerja atau pencapaian kerja /hasil kerja/unjuk kerja /penampilan kerja
(LAN ; 1992;3). Kinerja berhubungan dengan hasil dari suatau proses pelaksanaan
suatu kegiatan. Augus Smith ( 1981 ; 393 ), menyatakan bahwa kinerja : "output
drivefrom processes human or otherwise"
Kualitas kinerja dapat dilihat dan diukur berdasarkan spesifikasi kompetensi
yang harus dimiliki oleh setiap pengawas. Apakah itu berdasarkan landasan
teoritis atau sesuai nonnatif yang ada seperti Kep MENPAN No. 118/1996.
F. Paradigma Penelitian
Paradigma merupakan dasar pemikiran yang digunakan atau ditempuh dalam
menyoroti dan mengkaji permasalahan penelitian. Moh Surya ( 1997; 18 ).
Menyatakan bahwa paradigma " Sebagai suatu kesatuan persepsi, gagasan, konsep
dan nilai-nilai yang menentukan pola berfikir dan berperilaku manusia dalam
waktu dan tempat tertentu". Sedangkan apabila dikaitkan dengan kegiatan
penelitian, maka paradigma dapat diartikan sebagai kerangka konseptual dalam
melihat persoalan secara tersetruktur. Hal ini sesuai dengan pendapat Bogdan dan
Biklen ( 1982 P; 32 ), dalam Moleong ( 2000 ; 30 ) " paradigma adalah kumpulan
longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang
mengartikan cara berfikir dan penelitian".
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa paradigma penelitian.adalah suatu
model yang dijadikan acuan oleh peneliti dalam melaksanakan penelitiannya.
Paradigma penelitian sebagai kerangka berfikir yang diambil oleh peneliti dalam
meneliti atau memahami realitas objek yang diteliti dan disampaikan oleh peneliti
dalam bentuk narasi at^u gambar.
Penelitian ini mempersoalkan mengenai
implikasi adanya kebijakan
fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah, terhadap kinerjanya. Kebijakan
fungsionalisai
jabatan pengawas
sekolah,
maksudnya adalah
pemerintah untuk menjadikan pengawas sekolah SMU menjadi
kebijakan
pejabat
fungsional. Sebab pada mulanya pengawas sekolah untuk tingkat SMU
merupakan pejabat struktural dengan
eselon III/B.
Kebijakan dimaksud
dituangkan dalam keputusan Mentri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
118/1996, tentangjabatan fungsional pengawas sekolah dan angka kreditnya.
Analisis kualitatif pertama diarahkan pada kajian pelaksanaan kebijakan
fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah. Kajian pertama
invetarisasi dan identifikasi
meliputi kegiatan
perubahan dengan diberlakukannya kebijakan
fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah. Tiga hal yang menjadi sorotan dalam
kajian pertama yaitu kondisi factual atau profil pengawas sekolah, tugas dan
pokok pengawas dan standar kinerja pengawas sekolah.
Kajian terhadap kondisi factual dan profil pengawas sekolah SMU dilihat dari
data jumlah, latar belakang pendidikan, lata belakang pengalaman kerja dan
jabatan, penyebaran dan ratio kebutuhan jumlah pengawas berdasarkan rumpun
mata pelajaran ,mata pelajaran dan jumlah sekolah
Kajian mengenai tugas dan fungsi pengawas sekolah diarahkan pada analisis
standar kinerja pengawas sesuai dengan
pengawas
pelaksanaan
ketentuan fungsionalisasi jabatan
sekolah, kajian ini akan meliputi kajian terhadap petunjuk teknis
jabatan fungsional pengawas sekolah. Dari kajian tersebut
diharapkan memperoleh gambaran standar kinerja serta jaminan kualitas dan
15
akuntabilitas pengawas sekolah. Sebagai bahan perbandingan akan dikaitkan
peraturan lama sebelum SK MENPAN No. 118/1996, yaitu SK Mendikbud No.
0304/UT984. Hal ini dimaksudkan untuk menganalisis ada tidaknya upaya
peningkatan kinerja secara normatif dengan diberlakukannya fungsionalisasi
jabatan pengawas sekolah padajenjang SMU.
Analisis kedua diarahkan pada kegiatan untuk mengetahui factor-faktor
dominan dalam peningkatan kinerja pengawas, apakah itu faktor pendukung atau
pengahambat terhadap upaya peningkatan kinerja pengawas sekolah, sehubungan
dengan fungsionalisasi jabatan pengawas di SMU, untuk analisis tahap kedua ini
melalui analisis SWOT.
Analisis tahap ketiga dilakukan melalui kajian terhadap pola pengembangan
profesionalisme pengawas sekolah dalam upaya peningkatan kinerja. Materi apa
saja yang diperlukan, siapa yang bertanggung jawab untuk melaksanakan
pengembangan, bagaimana metode dan teknik pelaksanaannya, bagaimana
penilaian terhadap hasil kinerjanya. Diharapkan
dari pola pengembangan
pengawas sekolah SMU yang tepat, akan terwujud pengawas yang professional
sebagai pengaudit jaminan mutu atau quality assurance auditor.
Secara skematis, paradigma penelitian dapat digambarkan dalam gambar 1.1
sebagai berikut:
KEADAAN SEKARANG
- Kuantitas Pengawas
sekolah
- Kualitas Pengawas
sekolah
- Kualifikasi
WUIf!ll
T
FUNGSIONALISASI JABATAN
PENGAWAS SEKOLAH
Tugas pokok dan fungsi
( Kep. Men Pan No.118/1996 )
Standar kinerja
pengawas sekolah
pengawas sekolah
T
ANALISIS SWOT
- Kekuatan Peluang dan,
- Kelemahan, tantangan
peningkatan kinerja
Gambar
PARADIGMA PENELi'I IAN
PROSPEKTIF
PENGAWAS SEKOLAH
- Pengawas Sekolah
Pejabat Fungsional
yang profesional
- Pengembangan
Profesional Pengawas
Peningkatan
Kinerja
Pengawas
Sekolah
BAB !!I
PROSEDUR PENELITIAN
A. Metode dan Pendekatan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah dan fokus penelitian yang telah dijelaskan
pada BAB I, penelitian yang akan dilakukan peneliti bersifat deskriptif analisis
dengan menggunakan pendeketan kualitatif. Penggunaan pendekatan kualitatif
dengan pertimbangan sebagaimana diungkapkan oleh Nasution ( 1988 ), bahwa
pendekatan ini, 1) memiliki kelenturan untuk menyesuaikan dengan hal-hal yang
ganda; 2) menyajikan langsung hakekat dari hubungan antara peneliti dengan
responden; dan 3) lebih peka terhadap adanya penajaman nilai yang ditemui
Penelitian kualitattif mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi
dengan mereka dan bemsaha memahami dan menafsirkan pikiran meraka tentang
dunia mereka.
Disamping itu penggunaan penelitian deskriptif lebih tepat digunakan,
untuk menjawab permasalahan dalam penelitian, dengan pertimbangan sesuai
dengan situasi dan kondisi sekarang, Nana sudjana dan Ibrahim ( 1989 )
mengemukakan bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian yang bemsaha
mendeskripsikan suatu gejala atau peristiwa dan kejadian yang telah terjadi saat
sekarang, dimana peneliti bemsaha memotret peristiwa dan kejadian yang menjadi
pusat perhatiannya untuk kemudian dituangkan dan digambarican sebagaimana
adanya, Sedangkan sifat analisis dari penelitian ini mempakan kegiatan lanjutan
dan deskripsi
gejala dan peristiwa. Analisis secara mendalam dilakukan
74
berdasarkan kajian teori,setelah didapat gambaran yang jelas dan lengkap tentang
aspek-aspek yang diteliti.
Bogdan dan Taylor ( 1975 ; 5 ) yang dikutip Moleong(2000:3)
mendefinisikan mengenai " Metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan perilaku yang dapat diamati. "
Sedangkan Bogdan dan Biklen ( 1982 ) menjelaskan bahwa " Qualitative
research " mempakan istilah yang luas ( " as an umbrella term " ) yang
menerangkan dan yang mencakup segala bentuk penelitian yang memiliki ciri-
cin yang bersamaan. Data yang didapat biasanya yang bempa uraian yang kaya
akan deskripsi mengenai kegiatan subjek yang diteliti, pendapatnya dan aspekaspek yang berkaitan yang diperoleh melalui wawancara observasi dan studi
dokumentasi.Dengan penelitian kualaitatif peneliti bemsaha memahami dan
menafsirkan makna suatu peristiwa dan interaksi perilaku manusia dalam suatu
situasi tertentu menumt persepsi sendiri.
Penggunaan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode kualitatif
dengan beberapa pertimbangan
seperti yang dikemukakan oleh Moleong
(2000 ;5), pertama menyesuaiakan metode kualitatif lebih mudah apabila
berhadapan dengan kegiatan ganda; kedua , metode ini menyajikan secara
• langsung hakekat hubungan antara peneliti dan responden; dan ketiga, metode ini
lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh
bersama terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.
Pertimbangan-pertimbangan
tersebut
sesuai
dengan
pendekatan atau metode kualitatif sebagaimana dikemukakan oleh sWa^tt^**^^
Biklen ( 1982 ) sebagai berikut:
/. Qualitative research has the natural setting as the direct source of
data and the researcher is the key instrument.
2. Qualitative research is descriptive
3. Qualitative research are concerned with process rather than simply
with outcomes orproducts
-I. Qualitative research tend to analyze their data inductively
5. "Meaning "is ofessential concern to the qualitative approach
Karatenstik pertama bahwa penelitian kualitatif meiliki
latar alamiah
sebagai sumber data langsung, serta peneliti menjadi instrumen kunci atau
instrmuen utama. Karakter kedua
mengimplikasikan bahwa data yang
dikumpulkan dalam penelitian kualitatif lebih cenderung dalam bentuk kata-kata
dari pada angka-angka
sebagaimana dalam penelitian kuantitatif. Hasil
analisisnya akan bempa uaraian yang kaya akan deskripsi dan penjelasan tentang
aspek-aspek masalah yang menjadi fokus penelitian.
Karakteristik
ketiga menyatakan bahwa penelitian kualitatif lebih
menekankan pada segi proses dari pada hasil. Hal ini disebabkan oleh hubungan
bagian-bagian yang sedang diteliti akan jauh lebih jelas apabila diamati dalam
proses. Dalam per.Mitian ini data dan informasi yang dikumpulkan lebih terpokus
pada kegiatan-kegiatan yang dilakukan, bukan dari hasil semata-mata.
Karakteristik keempat dan kelima menegaskan mengenai analisis yang digunakan
oleh peneliti kualitatif serta pemaknaannya. Melalui analisis induktif peneliti akan
berupaya mengungkapkan makna dari keadaan yang diamatinya.
Analisis induktif digunakan karena seperti dikemukan Moleong ( 2000 ; 5 ).
pertama proses induktif lebih dapat menemukan kenyataan-kenyataan ganda
sebagaimana terdapat dalam data; kedua analisis induktif lebih dapat membuat
hubungan peneliti - responden menjadi ekspilisit, dapat dikenal dan akuntabel;
ketiga, analisis demikian lebih dapat menguraikan latar secara penuh dan dapat
membuat keputusan - keputusan tentang dapat tidaknya pengalihan kepada suatu
latar lainnya, keempat, analisis induktif lebih dapat menemukan pengaruh
bersamaan yang mempertajam hubungan-hubungan.
Melalui analisis induktif peneliti akan bempaya mengungkapkan makna
dari keadaan yang diamatinya, peneliti akan menjadi pengumpul data utama
dalam penelitian ini, dan memiliki adaptability yang tinggi.
B. Sumber data Penelitan
Menumt Loflan ( 1984 ; 47 ) dalam Moleong ( 2000 ; 112 ) menyatakan
bahwa " Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan
tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen
dan lain-
lain".Berkaitan dengan hal tersebut diatas jenis datanya terdiri dari kata-kata dan
tindakan, serta serta sumber data tertulis.
Sumber data dalam penelitian ini adalah kata-kata dan tindakan orangorang yang diamati dan diwawancarai, serta sumber tertulis dari dokumen yang
dapat memberikan informasi dan data mengenai
Implikasi kebijaksanaan
fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah rumpun mata pelajaran
terhadap
peningkatan kinerjanya. Khususnya pengawas rumpun mata pelajaran SMU di
Propinsi Jawa Barat .
Selanjutnya mengenai sumber data
atau populasi dalam penelitian
kualitatif Goetz dan Le Comte(1984) yang dikutif Djam'an Satori ( 1989 )
menyatakan bahwa : " Whatever the population or populations are determined to
be, their categories must be discovered and refined into specific units ofanalysis
thatfacilitate data reduction andprocessing ".
Berdasarkan paradigma penelitian dan fokus masalah yang diteliti dalam
penelitian ini, yang menjadi sumber data penelitian, adalah para pejabat struktural
dinas pendidikan tingkat propinsi, antara lain Wakil Kepala Dinas, Kepala Subdin
Dikmenti, Subdin Dikdas, Kasubag Kepegawaian,Kasi Tentis Subdin Dikmenti,
Koordinator pengawas Propinsi, Koordinator pengawas Kabupaten/Kota,
Pengawas mmpun mata pelajaran SMU , Kepala SMU dan Gum-gum mata
pelajaran SMU.
Penentuan sumber data dilakukan secara purposif ( Purposive sampling )
disesuaikan dengan tujuan penelitian, Sampel tidak dapat ditentukan atau tidak
dapat dibatasi sedemikian rupa sebelumnya, tetapi tergantung pada pertimbangan
kelengkapan data dan informasi yang dikumpulkan.
Nasution (1988) menyatakan bahwa penetuan unit sampel atau responden
dianggap telah memadai apabila telah, sampai pada " redudancy " atau kejenuhan.
Berhubungan dengan sampel ini Lincoln dan Guba ( 1985 ) menyatakan ciri-ciri
sampel purposif; " (I) Emergent sampling design; (2) Serial selection ofsample
units, (3) Continuous adjusment or" focusing "ofthe sample; (4) Selection to the
point ofredundancy.
Sesuai dengan hal-hal tersebut diatas maka penentuan sumber data dalam
penelitian ini dilakukan sementara penelitian berlangsung. Adapun caranya adalah
sebagai berikut:
- Peneliti memilih unit sample tertentu
yang dipertimbangkan akan
memberikan data dan infomiasi yang diperlukan
- Selanjutnya berdasarkan data dan informasi yang diperoleh, peneliti
menetapkan unit sample atau sumber data berikutnya yang memungkinkan
- untuk dapat memberikan data dan informasi yang lebih lengkap
Hal ini sesuai dengan pendapat Nasution(1988) ;bahwa penentuan unit
sampel atau responden dianggap telah memadai apabila telah sampai pada taraf
"redundancy" atau kejenuhan. Artinya bahwa dengan menggunakan sumber data
atau responden selanjucnya,boleh dikatakan tidak akan ada lagi tambahan
informasi dan data yang berarti.
Peneliti (sebagai "human instrument") akan mempertimbangkan
kebutuhan data dan informasi yang diperlukan dalam memilih sumber data
penelitian .Tentunya sumber data yang dianggap akan memberikan informasi
maksimum mengenai peningkatan kinerja pengawas sekolah mmpun mata
pelajaran di SMU.
C. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang akurat diperlukan teknik
pengumpulan
data sesuai dengan karakteristik pendekatan kualitatif. Untuk membantu
melaksanakan fungsinya sebagai instrumen utama penelitian, peneliti akan
menggunakan teknik pengumpulan data meliputi: Wawancara, observasi dan
studi dokumentasi. Teknik tersebut diharapkan dapat menghasilkan data dan
informasi
yang saling menunjang dan melengkapi mengenai implikasi
kebijaknsaaan fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah rumpun mata pelajaran
/mata pelajaran pada jenjang SMU terhadap peningkatan kinerjanya di propinsi
Jawa Barat.
Bogdan Dan Biklen ( 1982 ) menyatakan bahwa keberhasilan suata
penelitian naturalistik sangat tergantung pada ketelitian dan kelengkapan catatan
lapangan ("filed notes" ) yang disusun oleh peneliti. Data dan iformasi yang
telah dikumpulkan akan disusun dalam catatan lapangan, agar tujuan penelitian
yang telah ditetapkan dapat tercapai sesuai harapan. Agar data dan informasi yang
diperlukan dapat direkam dan disimpan selengkap mungkin, maka peneliti
menggunakan pedoman wawancara, dan kajian dokumentasi, buku catatan dan
tape recorder.
Berikut ini akan diuraikan tentang penggunaan teknik pengumpulan data
yang dilakukan dalam penelitian ini.
1. Wawancara
Menumt Bogdan dan Biklen ( 1982) wawancara selain merupakan teknik
mengumpulkan data yang berdiri sendiri, juga dapat menjadi teknik
penyerta pada saat observasi dan analisis dokumentasi. Wawancara adalah
teknik pengumpulan data yang paling tinggi. Wawancara merupakan
proses komunikasi antara peneliti dengan sumber data dalam rangka
menggali data yang bersifat "overview" untuk mengungkapkan makna
yang terkandung dari masalah-masalah yang diteliti.
Dalam pengumpulan data pada peneltian ini, penejtiI Wi3mM$ f //
wawancara bersifat " unstructured " yaitu wawancara yang M^^Juatu
masalah tertentu ( "focused interview" ) dan wawancara bebas (" free
interview" ) yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang beralih dari satu
pokok ke pokok yang lain, sepanjang berkaitan dengan masalah yang
diteliti serta menjelaskan aspek-aspeknya ( Koentjaraningrat, 1986 )
Pertimbangan digunakannya wawancara karena memiliki beberapa
kelebihan seperti dikemukakan oleh Sudjana dan Ibrahim ( 1989 ; 102 ),
sebagai berikut:
a. Peneliti dapat melakukan kontak secara langsung dengan responden
sehingga memungkinkan didapatkannya jawaban secara bebas dan
mendalam
b. Hubungan dapat dibina lebih baik sehingga memungkinkan responden
bisa mengemukakan pendapat secara bebas
c. Data dapat diperoleh secara lebih, komprehensip
d. Sifat data primer
e. Untuk pertanyaan - pertanyaan yang kurang jelas dari kedua belah
pihak dapat diulang kembali.
Data yang dikumpulkan melalui teknik wawancara dalampenelitian ini
dengan menggunakan pedoman wawancara dalam bentuk wawancara
bebas. Cara ini dipilih mengingat peneliti memiliki hubungan sosial yang
cukup baik dengan responden. Sejalan dengan hal tersebut Kerlinger (
1982 ;771 ), mengemukakan bahwa wawancara tak berstruktur bersifat
luwes dan terbuka, dimana memungkinkan pertanyaan yang diajukan,
muatannya dan rumusan kata-katanya disusun sendiri oleh peneliti sesuai
dengan maksud dan tujuan penelitian. Oleh karena itu pedoman
wawancara yang telah dibuat, dalam pelaksanaannya dapat disesuaikan
dengan keadaan dan tidak terialu mengikat. Data yang dikumpulkan
melalui teknik wawancara, meliputi data sebagai berikut:
a. Data yang meyangkut kondisi faktual pengawas sekolah rumpun mata
pelajaran/mata pelajaran SMU, standar kinerja pengawas sekolah
sebelum berubah menjadi jabatan fungsional dari aspek :
1.
Dasar hukum
2. Rincian tugas
b. Data yang menyangkut standar kinerja Pengawas sekolah rumpun
mata pelajaran sesuai SK MENPAN No.118 /1996, tentang jabatan
fungsional Pengawas sekolah yang berkaitan dengan :
1. Tugas pokok dan fungsi pengawas sekolah
2. Peningkatan hasil belajar siswa dan kemampuan gum daiam
proses belajar mengajar.
c. Data yang berhubungan dengan faktor pendukung dan penghambat
dalam upaya peningkatan kinerja pengawas sekolah rumpun mata
pelajaran /mata pelajaran SMUdi Jawa Barat.
d. Data yang berhubungan dengan upaya pengembangan profesionalisme
pengawas sekolah rumpun mata pelajaran/mata pelajaran di SMU
1. Kompetensi pengawas sekolah mmpun mata pelajaran dan
pengembangan kemampuan profesional
2. Program pelatihan pengawas sekolah rumpun mata pelajaran
3. Penilaian standar kinerja pengawas sekolah melalui sistem
angka kredit jabataan fungsional pengawas sekolah
4. Pola kerja pengawas sekolah mmpun mata pelajaran, dalam
pendekatan, komunikasi dan pengolahan hasil kerja.
2.
Observasi
Teknik obeservasi dilakukan peneliti untuk memperoleh sejumlah
informasi dalam kaitannya dengan kontek masalah yang berhubungan
dengan peningkatan kinerja pengawas sekolah. Dikaitkan dengan
paradigma penelitian, maka data dan informasi yang dikumpulkan melalui
observasi, adalah
a. Data yang menyangkut pelaksanaan pengawasan, pembinaan di
sekolah, oleh pengawas sekolah mmpun mata pelajaran di SMU
b. Teknik/ metode pengawasan ,materi pengawasan.
c. Hubungan antara pengawas sekolah mmpun mata pelajaran dengan
guru, kepala sekolah dan tata usaha,pelaksanaan pembinaan pada
kegiatan MGMP.
3. Studi Dokumentasi
Studi dokumntasi
mempakan kajian terhadap peristiwa, objek dan
tindakan yang direkam dalam bentuk tulisan, slide atau media lainya,
Sumber data yang bukan manusia dalam penelitian kuaiilitatif adalah
dokumen, sebagai sumber data dokumen juga dapat dijadikan bahan
triangulasi untuk mencek kesesuaian data. Pemilihan dokumen untuk
dijadikan sumber data didasarkan pada beberapa kriteria seperti diajukan
Sartono Kartodirjo ( 1986 ) sebagai berikut : Keotentikan dokumen, isi
dokumen dapat ditenma sebagai suatu kenyataan, kecocokan dan
kesesuaian data untuk menambah pengertian tentang gejala dan masalah
yang diteliti.
Dalam penelitian ini dokumen yang diteliti dan data yang diharapkan
diperoleh dari dokumen tersebut antara lain
a. Ketentuan, peraturan - peraturan yang berkaitan dengan jabatan
fungsional pengawas sekolah
b. Bukti fisik hasil kinerja pengawas sekolah yang akan dijadikan dasar
dalam penilaian angka kredit sebagai bahan dalam menentukan
kenaikan pangkat danjabatannya.
D. Pelaksanaan Pengumpulan Data
Dalam prosedur pengumpulan data pada penelitian kualitatif , tidak ada
satu pola yang pasti, maka efektivitasnya akan ditentukan oleh peranan peneliti
sebagai " Human Instrumen " Berkaitan dengan hal tersebut, Nasution ( 1988 )
menyatakan sebagai berikut:
" Masing-masing peneliti dapat memberi sejumlah petunjuk dan saran
berdasarkan pengalaman masing-masing, namun rasanya penelitian kualitatif
hanya dapat dikuasai dengan melakukan sendiri sambil mempelajari cara-cara
yang diikuti oleh para peneliti yang mendahuluinya. Dan akhimya ia menemukan
caranya sendiri dalam masalah -masalah khususnya yang dihadapinya".
Sesuai dengan pernyataan tersebut di atas, maka pengumpulan data dalam
penelitian ini mengikuti prosedur seperti yang dikemukakan oleh Lincoln dan
Guba ( 1985 )yang terdiri dari tiga tahap yaitu ; tahap orientasi dan "overview",
tahap eksplorasi ("focused exploration" ); dan tahap" member check".
1. Tahap I: Tahap orientasi dan " Overview"
Pada tahap ini, peneliti telah memiliki gambaran umum tentang masalah yang
akan diteliti sambil memikirkan fokus penelitian. Pada tahap ini peneliti
melakukan kegiatan yang dimaksudkan untuk memperoleh informasi yang
dilakukan untuk menetapkan fokus penelitian. Kegiatan tersebut dilakukan
dengan cara mempelajari dokumen-dokumen termasuk teoritis, melakukan
wawancara dan observasi yang masih bersifat umum serta melakukan
pengkajian informasi yang diperoleh untuk menemukan hal-hal yang menarik
dan berguna untuk diteliti selanjutnya secara mendalam melalui penetapan
fokus penelitian. Kegiatan tahap I dilakukan peneliti dalam kumn waktu
empat bulan, sejak Desember 2000 sampai dengan Maret 2001.
Selanjutnya, dalam rangka mengumpulkan informasi yang relevan serta dalam
upaya memahami fokus penelitian, peneliti mengembangkan paradigma
penelitian yang akan menjadi pedoman dalam kegiatan tahap II, yaitu
eksplorasi fokus penelitian.
2. Tahap II: "Focused exploration"
Pada tahap ini penelitian dimulai dengan mengumpulkan data sesuai dengan
fokus penelitian yang telah ditetapkan. "Fokus penelitian yang
dikembangkan dalam paradigma peneliti menuntun peneliti untuk
melakukan pengumpulan data yang lebih terarah dan spesifik" ( Djam'an
Satori : 1989 ). Wawancara dilakukan secara lebih terstruktur
untuk
memperoleh infomiasi mendalam mengenai aspek-aspek dalam fokus
penelitian. Sedangkan observasi ditujukan kepada hal-hal yang dianggap ada
hubungan dengan fokus penelitian. Sementara itu dokumen yang dipelajari
adalah memiliki makna terhadap fokus penelitian.
Peneliti juga memerlukan informasi yang berkemampuan dan memiliki
pengetahuan yang cukup banyak mengani aspek-aspek tertentu dari fokus
penelitian, untuk memperoleh data dan informasi yang lebih mendalam.
Oleh karena itu, dasar tesebut menjadi salah satu alasan mengenai
penggunaan sampel purposif dalam penelitian ini.
Kegiatan tahap II ini dilakukan peneliti dalam kurun waktu bulan April 2001
sampai dengan Mei 2001.
3. Tahap III: tahap "Member check"
Tahap "member check" dimaksudkan untuk mengecek kebenaran dari data
atau informasi yang dikumpulkna dan diperoleh oleh peneliti. Dengan kata
lain, tahap ini mempakan tahap untuk memperoleh kredebelitas hasil
penelitian. Seperti yang disampaikan oleh S. Nasution ( 1988 ) bahwa "Data
itu hams diakui dan diterima kebenarannya oleh sumber informasi, dan
selain data juga hams dibenarkan oleh sumber atau informan lainya. Maka
ukuran kebenaran dalam penelitian naturalistik adalah kredibelitas"
Untuk tahap ini, peneliti melakukan beberapa hal berikut ini:
a.
Konfirmasi hasil wawancara
Kegiatan ini dilakukan setiap kali setelah wawancara selesai
dilakukan. Hasil wawancara dikonfirmasikan kepada sumber data
mengetahui kesesuaian dan ketidak sesuaian antara infomiasi yang
diberikan dengan yang dicatat oleh peneliti.
b. Koreksi hasil yang dicatat dari observasi kepada sumber data
c. Meminta pendapat kepada responden atau sumber data lainya yang
kompeten, serta kajian ulang terhadap dokumen tertulis yang relevan.
Kegiatan tahap III ini dilakukan pada bulan Juni 2001
E. Prosedur Analisis Data
Nasution ( 1988 ) menyatakan bahwa persoalan yang dihadapi oleh
peneliti kualitatif dalam menganalisis data adalah tidak adanya prosedur yang
baku yang dapat dijadikan pedoman atau pola analisis data. Ia menyatakan
bahwa. " Analisis data memerlukan daya kreatif serta kemampuan intelektual
yang tinggi. Lagi pula tidak ada cara tertentu yang dapat diikuti untuk
mengadakan analisis, sehingga tiap peneliti harus mencari sendiri metode
yang dirasakan cocok dengan sifat penelitiannya.
Sedangkan Moleong ( 2000; 190 ) menyatakan bahwa " Proses analisa data
dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagi sumber,
yaitu dari wawancara dan pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan
lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto dan sebagainya.
Setelah dibaca,dipelajari dan ditelaah makalangkah
berikutnya ialah
mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan membuat abstraksi.
Langkah selanjutnya adalah menyusun dalamsatuan-satuan kemudian
dikatagonsasikan dengan membuat pengkodean(coding).Tahap akhir dan
analisis data ini ialah mengadakan pemenksaan keabsahan data"., akhir dari
analisis data ialah mengadakan pemeriksaan keabsahan data "S
tahap ini,mulailah tahap penafsiran data dalam
IMPLIKASI KEBIJAKSANAAN FUNGSIONALISASl
JABATAN PENGAWAS SEKOLAH TERHADAP
PENINGKATAN KINERJANYA
( Suatu Studi Deskriptif Analitis Terhadap Peningkatan Kinerja
Pengawas Sekolah Rumpun Mata Pelajaran pada SMU di
lingkungan Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat)
TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat
Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Administrasi PendicU
Disusun Oleh:
DAHMAN DARJAT
NIM.999647
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2001
DISETUJIII DAN DISAHKAN
Pembimbing
1^7
Prof. DR. H. Djam'an Satori, MA
Pembimbintj II
DR. Danny Meirawan, M.Pd.
MENGETAHUI
KETUA
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS PEMMDIKAN INDONESIA
^
PROF. DR. H. TB. ABIN SYAMSUDDIN MAKMUN, MA.
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul Implikasi kebijaksanaan Fungsionalisasi Jabatan Pengawas
Sekolah terhadap Peningkatan Kinerjanya, suatu studi deskriptif analitis terhadap
peningkatan kinerja Pengawas Sekolah rumpun mata pelajaran/mata pelajaran pada
SMU dilingkungan Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat.
Fokus penelitian diarahkan pada permasalahan pokok yaitu : Bagaimana implikasi
jabatan fungsional Pengawas Sekolah terhadap peningkatan kinerja Pengawas rumpun
mata pelajaran/mata pelajaran pada tingkat SMU di JawaBarat
Penelitian ini berlandaskan teori yang sesuai konsep keilmuan yang dijadikan dasar
pemahaman terhadap masalah meliputi (1), Tugas dan fungsi pokok pengawas sekolah,
(2).Audit jaminan mutu dan manajemen mutu terpadu dalam pelaksanaan
kepengawasan, dan (3).Upaya peningkatan kinerja pengawas sekolah.Penelitian
dilakukan dengan menggunakan pendekatan deskriptif analitis kualitatif, dengan
menggunakan teknik dan alat pengumpul data,wawancara, studi dokumentasi dan
observasi. Sumber data terdiri dari; Wakadinas, Kasubdin dikmenti, KasubdinDikdas,
Kasubag Kepegawaian, Kasi TentisDikmenti Dinaas Pendidikan Propinsi JawaBarat'
Korwas Propinsi dan Kabupaten/Kota, Kepala SMU dan Guru SMU.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa baik secara kuantitatif maupun secara
kualitatif Pengawas Sekolah rumpun mata pelajaran/mata pelajaran belum memadai, hal
ini berpengaruh terhadap pelaksanaan kinerjanya. Standar kinereja yang sudah
ditetapkan berdasarkan ketentuan jabatan fungsional pengawas sekolah merupakan
upaya pengembangan kinerja pengawas sebelumnya.Dari data lapangan kinerja
pengawas sekolah rumpun mata pelajaran/mata pelajaran di SMU masih lebih banyak
berorientasi pada subtansi administrasi pengelolaan sekolah dari pada subtansi
akademik dan proses pembelajaran.Oleh karena itu fungsi pengawas sekolah sebagai
"quality assurance auditor", belum terlaksana sepenuhnya.
Dalam rangka peningkatan kinerja pengawas sekolah rumpun mata pelajaran/mata
pelajaran di SMU terungkap adanya beberapa faktor dominan yang menjadi kekuatan
untuk dimanfaatkan sebagai peluang dalam meningkatkan kinerja pengawas sekolah,
misalnya kenaikan pangkat dengan sistem angka kredit. Selain itu didapat pula faktor
kelemahan yang menjadi tantangan dalam peningkatan kinerja Pengawas Sekolah
rumpun mata pelajaran/mata pelajaran di SMU, misalnya belum dihargainya tunjangan
jabatan sesuai jenjangjabatan fungsional pengawas.
Selanjutnya penelitian ini merekomendasikan hal-hal sebagai berikut ;(l).Perlu
adanya program yang terencana dari tataran Dinas Pendidikan Propinsi dan Diiias
Pendidikan Kabupaten/Kota dalam memenuhi kebutuhan dan kekurangan Pengawas
Sekolah rumpun mata pelajaran/mata pelajaran dengan sistem seleksi yang akurat sesuai
ketentuan jabatan fungsional pengawas sekolah,(2).Pengawas sekolah hasil rekrutmen
itu hendaknya memiliki,wawasan pendidikan dan KBM,keterampilan supervisi dan
kualitas pribadi yang baik, (3).Perlunya pembenahan sistem kerja Pengawas
Sekolah,misalnya semua pengawas sekolah di SMU menjadi pengawas sekolah mata
pelajaran, pemisahan tugas pengawas sekolah mata pelajaran dengan pengawas sekolah
subtansi pengelolaan sekolah, pelaksanaan tugas kepengawasan mengembangkan
suasana diskusi dan hubungan kolegial, (4).Perlunya program tindak lanjut dan hasil
setiap pelatihan sehingga menjadi umpanbalik bagi pelatihan selanjutnya dan perbaikan
kinerja pengawas sekolah.
DAF TAR IS!
KATA PENG ATA R
1
DAFTARISI
v
DAFT ARTA BEL
viii
DAFTARGAMBAR
ix
ABSTRAK
x
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah dan pertanyaan Penelitian
8
C. Tujuan Penelitian
10
D. Manfat dan Pentingnya Penelitian
11
E. Anggapan Dasar
12
F. Paradigma Penelitian
13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
17
A. Tugas dan Fungsi Pengawas Sekolah
17
1. Esensi Supervisi Pendidikan
17
2. Keberadaan Pengawas Pendidikan dan Pengawas Sekolah
SMU
22
3. Rincian Tugas dan Fungsi Pengawas Sekolah sesuai Jabatan
fungsional
30
B. Kinerja Pengawas Sekolah Dalam Kontek Audit Jaminan Mutu
39
1. Kinerja Pengawas Sekolah Sesuai Jabatan Fungsional
39
2. Audit Jaminan Mutu Dalam Kerangka Pengawasan Sekolah
44
C. Pengembangan Pengawas Sekolah dalam Upaya Peningkatan
Kinerjanya
54
1. Penilaian Kinerja Pengawas Sekolah
58
2. Pelatihan Kepengawasan
62
D. Telaah Studi Terdahulu yang Relevan
70
BAB III PROSEDUR PENELITIAN
A. Metode dan Pendekatan Penelitian
74
B. Sumber data penelitian
77
C. Teknik dan Alat pengumpulan data
79
D. Pelaksanaan pengumpulan data
84
E. Prosedur analisis data
87
F. Keabsahan Hasil Penelitian
90
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBASANNYA
A. Hasil Penelitian
94
1. Profil Pengawas Sekolah rumpun mata pelajaran/mata
Pelajaran SMU di Jawab Barat saat ini
94
2. Tugas dan Fungsi Pokok Pengawas Sekolah Rumpun Mata
Pelajaran SMU Sebagai Standar Kinerja
Berdasarkan Ketentuan Jabatan Fungsional Pengawas
Sekolah
114
3. Analisis Terhadap Implementasi Jabatan Fungsional
Pengawas Sekolah Dalam Upaya Peningkatan Kinerja ...
108
4. Peningkatan Kinerja Pengawas Sekolah Rumpun Mata
Pelajaran SMU
Melalui Pendidikan
Dan Pelatihan (Diklat) Dan Sistem Angka Kredit Jabatan
Fungsional Pengawas
B. Pembahasan Hasil Penelitian
1.
122
127
Kondisi Faktual Pengawas Sekolah Rumpun
Mata
Pelajaran/Mata Pelajaran SMU
132
2. Tugas dan Fungsi pokok Pengawas Sekolah Dan Perannya
Dimasa Mendatang
132
3. Upaya Peningkatan Kinerja Pengawas ,Sekolah Rumpun
Mata/Mata Pelajaran SMU
142
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
146
B. Implikasi
151
C. Rekomendasi
is"
vi
DAFTAR PUSTAKA
159
LAMPIRAN
Panduan Pengumpulan Data
163
Pedoman Wawancara
164
Ihktisar Analisis Data Kualitatif
172
Matrik Gambaran Seluruh Penelitian Yang Diperoleh
175
Pedoman Observasi
182
DAFTARTABEL
Tabel No.
Halaman
III. Rincian tugas pokok pengawas sekolah berdasarkan jenjang
jabatan pengawas
34
IV. 1 Gambaran pengawas sekolah rumpun mata pelajaran/ mata
pelajaran SMUberdasarkan jenjang pendidikan
96
IV.2. Gambaran Latar Belakang jurusan pendidikan pengawas
sekolah rumpun mata pelajaran /mata pelajaran SMU di
Jawa Barat berserta kebutuhan sesuai jumlah SMU
sebanyak 816 sekolah
98
IV.3. Gambaran pengawas sekolah rumpun mata pelajaran / mata
^el^aran berdasarkan iatar belakang pengalaman pekerjaan
/jabatan
101
IV.4. Gambaran penyebaran dan kebutuhan pengawas rumpun
mata pelajaran berdasarkan daerah kabupaten/kota di
propinsi Jawa Barat
106
VI1!
DAFTAR GAMBAR
Gambar No.
Halaman
1.1. Paradigma Penelitian
16
2.1. Supervisi Pendidikan di sekolah
25
2.2. Kepegawasndi sekolah
28
2.3. Keterkaitan antar komponen - komponen pendidikan dalam
pelaksanaan supervisi pendidikan
2.4. Penerapan QAA dalam kerangka pengawasan sekolah
29
49
2.5. Tahap-tahap mengembangkan suatu system manajemen
kinerja
61
2.6. Paradigma pengembangan pengawasan akademik untuk
penjamin mutu pendidikan
66
2.7. Kegiatan pendahuluan sebelum dilaksanakan pelatihan dan
pengembangan
68
IX
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tugas manajemen pendidikan adalah menangani mutu pendidikan secara
menyeluruh, dengan melibatkan semua pihak yang terkait dari mulai perencanaan
sampai ke pengendalian.
Dalam kontek pendidikan sekolah, secara umum dapat dinyatakan bahwa
kunci mutu pendidikan nasional terietak pada mutu sekolah. Kunci mutu sekolah
terietak pada mutu kegiatan belajar mengajar yang terjadi dikelas. Untuk
keberhasilan kegiatan belajar mengajar perlu dilakukan pembinaan dan penilaian,
baik terhadap kemampuan mengajar guru dan belajar siswa.
Untuk kepentingan hal tersebut pengawas pendidikan mempunyai
kedudukan yang strategis dan penting. Hal ini disesuaikan dengan ruang lingkup
pengawas pendidikan: "Meliputi segala kegiatan yang bertujuan untuk
mengidentifikasi, mamantau, menilai, dan melakukan diagnosa apa yang terjadi
dalam proses pendidikan mulai dari lingkup sekolah (mikro) dan dengan lingkup
nasional (makro) ". ( DediSupriadi 1997 )
Kegiatan kepengawasan terutama pada masa-masa lalu disetiap jenjang
sekolah umumnya dan pada sekolah menengah khususnya, masih lebih banyak
pada segi prosedural dan administratif dari pada subtansi pengajaran. Hal ini
diakibatkan masih melekatnya jabatan pengawasan sebagai jabatan struktural.
Kenyataan kegiatan kepengawasan tersebut diatas diperkuat oleh beberapa hasil
penelitian salah satunya telah dilaksanakan oleh Djailani (1998) pada guru-guru
SD Inti di Kotamadya Banda Aceh. Penelitian tersebut membuktian bahwa profil
pembinaan profesional guru oleh para pembina, dalam hal ini pengawas sekolah,
masih merupakan kegiatan pengawasan dan bimbingan rutin.
Maksud pengawasan dan bimbingan rutin adalah kegiatan yang dilakukan
untuk mengawasi pelaksanaan administrasi sekolah, tugas rutin oleh guru-guru
kebersihan,ketertiban dan keindahan sekolah serta menasehati agar guru-guru
selalu siap menerima dan melaksanakan setiap kebijakan dari atas sesuai dengan
kemampuan.
Hal ini ditunjang kondisi faktual pengawas sekolah TK, SD di Jawa Barat
seperti kesimpulan hasil penelitian Evi Syaefini Shaleha ( 2000 ), menunjukan "
Baik dari segi kuantitatif maupun kualitatif belum memadai" Indikatornya dilihat
dari, tingkat pendidikan akhir, latar belakang pengalaman tugas dan jabatan
sebelumnya, rasio antar jumlah pengawas sekolah dan jumlah sekolah, serta
perbandingan penyebaran berdasarkan kebutuhan daerah Kabupaten/Kota.
Kesimpulan yang diambil berdasarkan penelitian tersebut salah satu menyebutkan
bahwa faktor yang diindikasikan sebagai faktor penghambat dalam efektifitas
pemberdayaan guru, pengembangan sekolah sebagai organisasi
belajar dan
penataan manajemen sumber daya pendidikan, adalah faktor personal yakni
ketidak mampuan para pembina pendidikan dalam melaksanakan pembinaan
profesional guru secara efektif, karena keterbatasan pengetahuan, ketrampilan,
tentang kepengawasan dan bahkan kepribadiannya.
Dan hasil pengamatan dan hasil perbincangan mengenai kegiat?™
kepengawasan sekolah ternyata kesimpulan hasil penelitian seperti diuraikan
diatas, tidak hanya terjadi pada pengawas sekolah Taman kanak-kanak dan SD
tetapi termasuk juga pada pengawas sekolah rumpun mata pelajaran tingkat SMU
di Jawa Barat. Sejalan dengan kesimpulan penelitian tersebut adalah pernyataan
Kelompok Kerja Tenaga Kependidikan Pada Konferensi Pendidikan, bahwa yang
memperburuk citra dan kinerja pengawas sekolah adalah latar belakang pengawas
yang tidak menguasai bidangnya, serta tidak cukup memiliki motivasi yang tinggi
dalam menjalankan tugasnya (Bappenas, 1999)
Padahal pengawasan pada hakekatnya " upaya melaksanakan pelaksanaan
tugas yang bermakna positif dan konstruktif, tidak menghambat tetapi sebaliknya
memperlancar pelaksanaan tugas ( DirDikmenum, Depdikbud, 1993;2 )
Sejak tanggal 1 November 1996 sesuai dengan SK MENPAN
No. 118/1996, jabatan pengawas berubah dari jabatan struktural menjadi jabatan
fungsional. Konsekwensi perubahan jabatan tersebut menimbulkan perubahan
esensi tugas pengawas sekolah dan kegiatan pengawas. Sebagai pejabat
fungsional memiliki standar kinerja tertentu berdasarkan jenjang jabatan, semakin
tinggi jenjang jabatan semakin banyak kewajiban yang harus dilaksanakan.
Standar kinerja dalam jabatan fungsional pengawasa sekolah, diarahkan pada
peningkatan kualitas pengawasan pendidikan di sekolah dalam upaya peningkatan
kualitas pendidikan . Pengawas sekolah diberi tugas, tanggung jawab dan
wewenang secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan
pengawasan pendidikan di sekolah, dengan melakukan penilaian dan pembinaan
dari segi tekinis pendidikan dan adminitratif. Adapun tugas pokok pengawas
sekolah "menilai dan membina penyelenmzaraan pendidikan pada sejumlah
sekolah tertentu baik negeri maupun swasta yang menjadi tanggung jawabnya.
Berdasarkan tugas pokok tersebut, kegiatan pengawasan sekolah meliputi :
a. Menyusun program pengawas sekolah
b. Menilai hasil belajar / bimbingan siswa dan kemampaun guru
c. Mengumpulkan dan mengolah data sumber daya pendidikan, proses
belajar mengajar/bimbingan dan lingkungan sekolah
d. Menganalisis hasil belajar /bimbingan siswa, guru dan sumber daya
pendidikan
e. Melaksanakan pembinaan kepada guru dan tenaga lainya di sekolah
f. Menyusun laporan dan evaluasi hasil pengawasan
g. Melaksanakan pembinaan lainya di sekolah, selain proses belajar
mengajar/bimbingan siswa
h. Melaksanakan evaluasi hasil pengawasan dari seluruh sekolah yang ada di
lingkungan Kabupaten/ Kota.
Perubahan kebijaksanaan yang berhubungan dengan pengawasan sekolah
dalam pelaksanaannya, tentu akan menghadapi berbagai konsekwensi dan
hambatan. Meluasnya struktur tugas, menuntut adanya peningkatan kemampuan
pengawas sekolah sesuai standar kinerja,beidasarkan ketentuan jabatan
fungsional. Pengembangan karir pangkat dan jabatan fungsional pengawas
sekolah melalui kenaikan pangkat dan jabatan, dengan perhitungan dan penetapan
angka kredit.
Sesuai dengan hal-hal tersebut kegiatan kepengawasan lebih mengarah pada
subtansi, pembelajaran dan pembinaan lebih banyak berhubungan dengan guru.
Implikasi adanya perubahan serta hambatan tersebut tentu akan mendorong
para pembina administratif struktural tingkat regional ( Meso ) sebagai pengelola
pengawas sekolah, untuk berupaya meningkatkan kemampuan para pengawas
sekolah agar memiliki kemampuan profesional sebagai pejabat fungsional untuk
dapat memenuhi tuntutan tugas pengawas sekolah. Hal ini sesuai dengan
keputusan MENDIKNAS Nomor 205/U/T999, tentang kebijaksanaan tahunan
Depdiknas awal perencanaan tahun 2000/2001 butir ke5, tentang kepengawasan ;
"Perlu dilanjutkan kemampuan profesional aparat kepengawsan yang semakin
komplek "
Sejalan dengan perubahan serta kondisi faktual pengawas sekolah seperti
telah dikemukakan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian. Tujuan
untuk memperoleh gambaran pelaksanaan tugas pengawas sekolah, sebagai
jabatan fungsional terhadap peningkatan kinerja. Untuk tujuan tersebut penulis
melaksanakan penelitian dalam operasional tugas kepengawasan SMU di Propinsi
Jawa Barat, yang dihubungkan dengan kriteria kinerja berdasarkan perilaku
artinya:" Bagaimana pe! ;riaan dilaksanakan ?(Randall S Sehuller 1996,;] I)
Sebagai gambaran
dari studi pendahuluan berupa analisis kondisi
berkenaan dengan implementasi fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah,
khususnya pengawas sekolah pada SMU di Jawa Barat, dapat dijelaskan di bawah
ini
Pertama : Fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah menuntut peningkatan
profesional dan penyesuaian tugas bagi pengawas sekolah yang
sudah ada Ivlelalui fungsionalisasi jabatan pengawas, ada perubahan
pada sistem pelaksanaan tugas, yakni lebih banyak dengan
pembinaan proses belajar mengajar. Hal ini membawa konsekwensi
bahwa pengawas sekolah hams benar-benar menguasai ketrampilan
dalam proses belajar mengajar. Artinya pengawas harus menguasai
tentang kemampuan dasar mengajar dan kinerja guru, karena tugas
pokok pengawas sekolah sesuai pasal (3) Kep. Men PAN
No. 118/1996 adalah menilai dan membina penyelenggaraan pada
sejumlah sekolah tertentu baik negeri maupun swasta yang menjadi
tanggung j awabnya.
Melaksanakan Penilaian dan pembinaan dari segi teknis pendidikan
dan administrasi padasatuan pendidikan.
Kedua : Tuntutan profesional bagi setiap pengawas yang berhubungan dengan
teknis pendidikan dan administrasi Pendidikan, belum ditunjang oleh
latar belakang pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran atau
bimbingan konseling yang ada di sekolah. Kalaupun ada yang sesuai;
namun sudah lama bekerja pada jabatan strukturaL sehingga timbul
pandangan jabatan untuk memperpanjang masa jabatan
kerja
menjelang pensiun. Dihubun5kan dengan kondisi factual pengawas
sekolah terkesan memiliki citra yang kurang baik, pelaksanaan tugas
lebih menekankan pada segi prosedural instruksi dan administrasi
sekolah, padahal dengan tugas pokok menilai dan membina perlu
ketrampilan khusus
Pengawas harus mampu memberikan arahan,
bimbingan, contoh dan saran, dalam pelaksanaan pendidikan disekolah
misalnya dalam kegiatan belajar mengajar.
Keriga
: Karena kurang berorientasi pada pembinaan subtansi pengajaran,
membuat kesenjangan antara pengawas dengan guru. Pengawas
lebih banyak berhubungan dengan Kepala Sekolah dari pada dengan
guru . Sasaran pengawas lebih banyak pada aspek administrasi.
Keempat : Rasio jumlah pengawas dan jumlah sekolah belum memenuhi
ketentuan standar minimal. Pengawas sekolah rumpun mata
pelajaran dan bimbingan konseling di propinsi Jawa Barat sampai
dengan Desember 2000 sebanyak 47 orang, jumlah SMU Negeri dan
swasta sebanyak
816 unit. Jumlah sekolah harus diawasi oleh
seorang pengawas sekolah untuk pengawas rumpun mata pelajaran
20 sekolah, pengawas bimbingan konseling 30 orang, kenyataan
yang ada dari 47 orang, pengawas bimbingan konseling 4 orang. 43
orang rumpun mata pelajaran dan mata pelajaran. Untuk pengawas
bimbingan konseling perlu (816 : 30) = 27 orang. pengawas
rumpun mata pelajaran ( 816 :20 ) 3 rumpun mata pelajaran, perlu
120 orang,pengawas mata pelajaran (816:30)4 =108 orang.
Belum lagi letak geografis sekolah yang tersebar di seluruh Jawa
Barat, banyak yang berjauhan, tentunya merupakan kendala dalam
pelakasanaan tugas kepengawasan.
Tentunya masih banyak faktor lain yang mempengaruhi pelaksanaan tugas
pengawas baik internal maupun eksternal. Semua itu sudah tentu memiliki
kekuatan dan kelemahan
peluang dan tantangan untuk l3Jtb%^SSfla5^J
pengembangan kinerja pengawas. Kondisi seperti itulah yang menarik perh
penulis untuk melaksanakan penelitian.
B. Rumusan Masalah dan Pcrtanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka fokus
penelitian ini adalah implikasi fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah terhadap
peningkatan kinerjanya dimaksudkan, apakah rincian tugas pokok tugas sesuai
SK MENPAN No. 118/1996, dapat meningkatkan kinerja pengawas sekolah pada
jenjang SMU dalam proses p?ncapaian tujuan pendidikan dan peningkatan mutu
pendidikan.
A.tas dasar hal tersebut j>:-rmlis menetapkan rumusuan masalah penelitian
sebagai berikut ;" Bagaimana implikasi jabatan fungsional pengawas sekolah
terhadap peningkatan kinerjanya pada tingkat Sekolah Menengah Umum ( SMU )
di propinsi Jawa Barat.
Rumusan masalah tersebut dijabarkan menjadi beberapa pertanyaan penelitian
sebagai berikut:
1. Bagaiman profil pengawas sekolah rumpun mata pelajaran di Jawa Barat
berdasarkan
a. Latar belakang pendidikanjurusannya dan kualifikasinya
b. Latarbelakang Penf»alaman kerja dan jabatan
c. Penyebaran dan rasio kebutuhan pengawas
2. Apakah tugas dan fungsi pokok pengawas sekolah berdasarkan ketentuan
jabatan fungsional pengawas dapat meningkatkan kinerjanya ?
a. Apa tugas pokok dan peran pengawas sekolah ?
b. Bagaiman standar kinerja pengawas sekolah, sesuai jabatan fungsional
c. Bagaimana jaminan kualitas dan akuntabilitas kinerja pengawas
sekolah ?
3. Apakah kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan yang dihadapi dalam
pelaksanaan tugas pengawas untuk meningkatkan kinerjanya ?
a. Factor-faktor apakah yang menjadi kekuatan dan peluang dalam
pelaksanaan kebijakan fungsionalisasi jabatan tersebut yang dapat
meningkatkan kinerja pengawas ?
b.
Faktor -faktor apakah yang menjadi kelemahan dan tantangan, dalam
pelaksanaan kebijakan fungsionalisasi jabatan tersebut yang akan
mempengaruhi kinerja pengawas ?
4. Bagaimanakah pola pengembangan pengawas sekolah disusun dalam
upaya menjadikan pengawas sekolah rumpun mata pelajaran SMU di
Propinsi Jawa Barat sebagai pengawas sekolah yang profesional ?
a. Bagaiman kebijakan yang ditetapkan oleh Dinas Pendidikan tingkat
propinsi Jawa Barat dalam pengembangan pengawas sekolah ?
b. Siapakah yang bertanggung jawab dalam pelaksanaannya ?
c. Apakah materi pengembangan mengacu pada struktur tugas dan
stand-r kinerja sesuai jabatan fungsional
d. Bagaimana metode dan teknis pelaksanaannya serta evaluasinya ?
e. Apakah system penilaian angka kredit jabatan fungsional
Sekolah dapat mendorong peningkatan kinerjanya ?
x*555^Vst»^ ^
C. Tujuan Penelitian
/. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi deskriptif mengenai
keadaan pengawas dan implikasi kebijakan fungsionalisasi jabatan
pengawas
sekolah
melalui
implementasi
keputusan
MENPAN
No.118/1996 terhadap peningkatan kinerjanya dalam rangka membina
penyelenggaraan pendidikan pada tingkat SMU di Jawa Barat
2. Tujuan Khusus
Penelitian ini dimaksudkan untuk mendeskrifsikan, dan mencari makna
dari implikasi kebijakan fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah
terhadap peningkatan kinerja pengawas tingkat SMU di Jawa Barat;
Tujuan pokok yang ingin di capai melalui penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Memperoleh data mengenai profil pengawas sekolah rumpun mata
pelajaran SMU, yang melaksanakan implementasi Kep MtNPAN
No. 118/1996
b. Memperoleh gambaran mengenai tugas pokok dan fungsi pengawas
sekolah, standar kinerja yang ditetapkan, serta jaminan kualitas dan
akuntabilitas kinerja pengawas sekolah
c. Memperoleh gambaran faktor dominan yang menjadi pendukung dan
penghambat dalam peningkatan kinerja pengawas sekolah, sesuai
jabatan fungsional
d. Memperoleh gambaran mengenai pola pengembangan pengawas
sekolah rumpun mata pelajaran SMU di Jawa Barat, setelah
diberlakukannya kebijakan fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah
D. Manfaat dan Pentingnya Penelitian
Penelitian ini bersifat analisis deskriptif, dengan sasarannya
implikasi
kebijakan fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah, terhadap peningkatan kinerja
pengawas rumpun mata pelajaran pada tingkat SMU di propinsi Jawa Barat.
Lahirnya kebijakan tersebut akan menimbulkan konsekwensi terhadap kinerja
para pengawas sekolah di lapangan. Secara konseptual tugas dan fungsi pengawas
sekolah semakin berat bila dibandingkan dengan sebelumnya.
1. Aspek Teoritis
Penelitian ini diharapakan bermanfaat dalam upaya pengembangan ilmu
administrasi pendidikan, khususnya pengembangan sumber daya pendidikan.
Hasil penelitian ini pun diharapakan dapat memberi manfaat bagi penelitian lebih
lanjut, terutama yang berkenaan dengan peningkatan kinerja pengawas sekolah
dalam proses penyelenggaraan pendidikan di sekolah
2. Aspek Operasional
Penelitk:: ini dapat memberikan kontribusi terhadap operasional kerja
pengawas sekolah rumpun mata pelajaran pada tingkat SMU di Jawa barat. Hasil
12
penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam
meningkatkan kinerja pengawas sekolah dalam upaya peningkatan mutu
pendidikan di sekolah. Hal lain dari penlitian ini dapat menempatkan kedudukan
pengawas ,sesuai dengan tugas dan fungsi pengawas
sebagai " Quality
Assurance" berdasarkan standar kinerja jabatan fungsional
E. Anggapan dasar
Agar proses pendidikan berkualitas, perlu dilakukan intervensi yang sistematis
sehingga memberikan jaminan kualitas yang meyakinkan (Manaf Somantri,
1998). Salah satu upaya intervensi sistematis adalah melalui peningkatan supervisi
oleh pengawas sekolah. Dalam hal pembinaan sekolah, khususnya pengendalian
mutu kegiatan belajar mengajar, pengawas hendaknya
berperan sebagai
katalisator ( Hamid Hasan, 2000. 4 )
Melalui supervisi pengajaran, pengawas sekolah akan mampu mempengaruhi
perilaku guru dalam melaksanakan tugas dalam proses pembelajaran. Sergiovani
dan Starrat ( 1983 . 13 ) menyatakan bahwa, Supervision is a set of activities and
role specifications, specifically designed to influence intruction"
Untuk mampu mewujudkan tanggung jawab pengawas yang berkaitan dengan
proses pembelajaran dan peningkatan mutu, para pengawas sekolah dituntut
kemampuan profesioal pengawas, guna meningkatkan kinerja ( performance )
Performance diterjemahkan menjadi kinerja juga berarti prestasi kerja atau
pelaksanaan kerja atau pencapaian kerja /hasil kerja/unjuk kerja /penampilan kerja
(LAN ; 1992;3). Kinerja berhubungan dengan hasil dari suatau proses pelaksanaan
suatu kegiatan. Augus Smith ( 1981 ; 393 ), menyatakan bahwa kinerja : "output
drivefrom processes human or otherwise"
Kualitas kinerja dapat dilihat dan diukur berdasarkan spesifikasi kompetensi
yang harus dimiliki oleh setiap pengawas. Apakah itu berdasarkan landasan
teoritis atau sesuai nonnatif yang ada seperti Kep MENPAN No. 118/1996.
F. Paradigma Penelitian
Paradigma merupakan dasar pemikiran yang digunakan atau ditempuh dalam
menyoroti dan mengkaji permasalahan penelitian. Moh Surya ( 1997; 18 ).
Menyatakan bahwa paradigma " Sebagai suatu kesatuan persepsi, gagasan, konsep
dan nilai-nilai yang menentukan pola berfikir dan berperilaku manusia dalam
waktu dan tempat tertentu". Sedangkan apabila dikaitkan dengan kegiatan
penelitian, maka paradigma dapat diartikan sebagai kerangka konseptual dalam
melihat persoalan secara tersetruktur. Hal ini sesuai dengan pendapat Bogdan dan
Biklen ( 1982 P; 32 ), dalam Moleong ( 2000 ; 30 ) " paradigma adalah kumpulan
longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang
mengartikan cara berfikir dan penelitian".
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa paradigma penelitian.adalah suatu
model yang dijadikan acuan oleh peneliti dalam melaksanakan penelitiannya.
Paradigma penelitian sebagai kerangka berfikir yang diambil oleh peneliti dalam
meneliti atau memahami realitas objek yang diteliti dan disampaikan oleh peneliti
dalam bentuk narasi at^u gambar.
Penelitian ini mempersoalkan mengenai
implikasi adanya kebijakan
fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah, terhadap kinerjanya. Kebijakan
fungsionalisai
jabatan pengawas
sekolah,
maksudnya adalah
pemerintah untuk menjadikan pengawas sekolah SMU menjadi
kebijakan
pejabat
fungsional. Sebab pada mulanya pengawas sekolah untuk tingkat SMU
merupakan pejabat struktural dengan
eselon III/B.
Kebijakan dimaksud
dituangkan dalam keputusan Mentri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
118/1996, tentangjabatan fungsional pengawas sekolah dan angka kreditnya.
Analisis kualitatif pertama diarahkan pada kajian pelaksanaan kebijakan
fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah. Kajian pertama
invetarisasi dan identifikasi
meliputi kegiatan
perubahan dengan diberlakukannya kebijakan
fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah. Tiga hal yang menjadi sorotan dalam
kajian pertama yaitu kondisi factual atau profil pengawas sekolah, tugas dan
pokok pengawas dan standar kinerja pengawas sekolah.
Kajian terhadap kondisi factual dan profil pengawas sekolah SMU dilihat dari
data jumlah, latar belakang pendidikan, lata belakang pengalaman kerja dan
jabatan, penyebaran dan ratio kebutuhan jumlah pengawas berdasarkan rumpun
mata pelajaran ,mata pelajaran dan jumlah sekolah
Kajian mengenai tugas dan fungsi pengawas sekolah diarahkan pada analisis
standar kinerja pengawas sesuai dengan
pengawas
pelaksanaan
ketentuan fungsionalisasi jabatan
sekolah, kajian ini akan meliputi kajian terhadap petunjuk teknis
jabatan fungsional pengawas sekolah. Dari kajian tersebut
diharapkan memperoleh gambaran standar kinerja serta jaminan kualitas dan
15
akuntabilitas pengawas sekolah. Sebagai bahan perbandingan akan dikaitkan
peraturan lama sebelum SK MENPAN No. 118/1996, yaitu SK Mendikbud No.
0304/UT984. Hal ini dimaksudkan untuk menganalisis ada tidaknya upaya
peningkatan kinerja secara normatif dengan diberlakukannya fungsionalisasi
jabatan pengawas sekolah padajenjang SMU.
Analisis kedua diarahkan pada kegiatan untuk mengetahui factor-faktor
dominan dalam peningkatan kinerja pengawas, apakah itu faktor pendukung atau
pengahambat terhadap upaya peningkatan kinerja pengawas sekolah, sehubungan
dengan fungsionalisasi jabatan pengawas di SMU, untuk analisis tahap kedua ini
melalui analisis SWOT.
Analisis tahap ketiga dilakukan melalui kajian terhadap pola pengembangan
profesionalisme pengawas sekolah dalam upaya peningkatan kinerja. Materi apa
saja yang diperlukan, siapa yang bertanggung jawab untuk melaksanakan
pengembangan, bagaimana metode dan teknik pelaksanaannya, bagaimana
penilaian terhadap hasil kinerjanya. Diharapkan
dari pola pengembangan
pengawas sekolah SMU yang tepat, akan terwujud pengawas yang professional
sebagai pengaudit jaminan mutu atau quality assurance auditor.
Secara skematis, paradigma penelitian dapat digambarkan dalam gambar 1.1
sebagai berikut:
KEADAAN SEKARANG
- Kuantitas Pengawas
sekolah
- Kualitas Pengawas
sekolah
- Kualifikasi
WUIf!ll
T
FUNGSIONALISASI JABATAN
PENGAWAS SEKOLAH
Tugas pokok dan fungsi
( Kep. Men Pan No.118/1996 )
Standar kinerja
pengawas sekolah
pengawas sekolah
T
ANALISIS SWOT
- Kekuatan Peluang dan,
- Kelemahan, tantangan
peningkatan kinerja
Gambar
PARADIGMA PENELi'I IAN
PROSPEKTIF
PENGAWAS SEKOLAH
- Pengawas Sekolah
Pejabat Fungsional
yang profesional
- Pengembangan
Profesional Pengawas
Peningkatan
Kinerja
Pengawas
Sekolah
BAB !!I
PROSEDUR PENELITIAN
A. Metode dan Pendekatan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah dan fokus penelitian yang telah dijelaskan
pada BAB I, penelitian yang akan dilakukan peneliti bersifat deskriptif analisis
dengan menggunakan pendeketan kualitatif. Penggunaan pendekatan kualitatif
dengan pertimbangan sebagaimana diungkapkan oleh Nasution ( 1988 ), bahwa
pendekatan ini, 1) memiliki kelenturan untuk menyesuaikan dengan hal-hal yang
ganda; 2) menyajikan langsung hakekat dari hubungan antara peneliti dengan
responden; dan 3) lebih peka terhadap adanya penajaman nilai yang ditemui
Penelitian kualitattif mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi
dengan mereka dan bemsaha memahami dan menafsirkan pikiran meraka tentang
dunia mereka.
Disamping itu penggunaan penelitian deskriptif lebih tepat digunakan,
untuk menjawab permasalahan dalam penelitian, dengan pertimbangan sesuai
dengan situasi dan kondisi sekarang, Nana sudjana dan Ibrahim ( 1989 )
mengemukakan bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian yang bemsaha
mendeskripsikan suatu gejala atau peristiwa dan kejadian yang telah terjadi saat
sekarang, dimana peneliti bemsaha memotret peristiwa dan kejadian yang menjadi
pusat perhatiannya untuk kemudian dituangkan dan digambarican sebagaimana
adanya, Sedangkan sifat analisis dari penelitian ini mempakan kegiatan lanjutan
dan deskripsi
gejala dan peristiwa. Analisis secara mendalam dilakukan
74
berdasarkan kajian teori,setelah didapat gambaran yang jelas dan lengkap tentang
aspek-aspek yang diteliti.
Bogdan dan Taylor ( 1975 ; 5 ) yang dikutip Moleong(2000:3)
mendefinisikan mengenai " Metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan perilaku yang dapat diamati. "
Sedangkan Bogdan dan Biklen ( 1982 ) menjelaskan bahwa " Qualitative
research " mempakan istilah yang luas ( " as an umbrella term " ) yang
menerangkan dan yang mencakup segala bentuk penelitian yang memiliki ciri-
cin yang bersamaan. Data yang didapat biasanya yang bempa uraian yang kaya
akan deskripsi mengenai kegiatan subjek yang diteliti, pendapatnya dan aspekaspek yang berkaitan yang diperoleh melalui wawancara observasi dan studi
dokumentasi.Dengan penelitian kualaitatif peneliti bemsaha memahami dan
menafsirkan makna suatu peristiwa dan interaksi perilaku manusia dalam suatu
situasi tertentu menumt persepsi sendiri.
Penggunaan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode kualitatif
dengan beberapa pertimbangan
seperti yang dikemukakan oleh Moleong
(2000 ;5), pertama menyesuaiakan metode kualitatif lebih mudah apabila
berhadapan dengan kegiatan ganda; kedua , metode ini menyajikan secara
• langsung hakekat hubungan antara peneliti dan responden; dan ketiga, metode ini
lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh
bersama terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.
Pertimbangan-pertimbangan
tersebut
sesuai
dengan
pendekatan atau metode kualitatif sebagaimana dikemukakan oleh sWa^tt^**^^
Biklen ( 1982 ) sebagai berikut:
/. Qualitative research has the natural setting as the direct source of
data and the researcher is the key instrument.
2. Qualitative research is descriptive
3. Qualitative research are concerned with process rather than simply
with outcomes orproducts
-I. Qualitative research tend to analyze their data inductively
5. "Meaning "is ofessential concern to the qualitative approach
Karatenstik pertama bahwa penelitian kualitatif meiliki
latar alamiah
sebagai sumber data langsung, serta peneliti menjadi instrumen kunci atau
instrmuen utama. Karakter kedua
mengimplikasikan bahwa data yang
dikumpulkan dalam penelitian kualitatif lebih cenderung dalam bentuk kata-kata
dari pada angka-angka
sebagaimana dalam penelitian kuantitatif. Hasil
analisisnya akan bempa uaraian yang kaya akan deskripsi dan penjelasan tentang
aspek-aspek masalah yang menjadi fokus penelitian.
Karakteristik
ketiga menyatakan bahwa penelitian kualitatif lebih
menekankan pada segi proses dari pada hasil. Hal ini disebabkan oleh hubungan
bagian-bagian yang sedang diteliti akan jauh lebih jelas apabila diamati dalam
proses. Dalam per.Mitian ini data dan informasi yang dikumpulkan lebih terpokus
pada kegiatan-kegiatan yang dilakukan, bukan dari hasil semata-mata.
Karakteristik keempat dan kelima menegaskan mengenai analisis yang digunakan
oleh peneliti kualitatif serta pemaknaannya. Melalui analisis induktif peneliti akan
berupaya mengungkapkan makna dari keadaan yang diamatinya.
Analisis induktif digunakan karena seperti dikemukan Moleong ( 2000 ; 5 ).
pertama proses induktif lebih dapat menemukan kenyataan-kenyataan ganda
sebagaimana terdapat dalam data; kedua analisis induktif lebih dapat membuat
hubungan peneliti - responden menjadi ekspilisit, dapat dikenal dan akuntabel;
ketiga, analisis demikian lebih dapat menguraikan latar secara penuh dan dapat
membuat keputusan - keputusan tentang dapat tidaknya pengalihan kepada suatu
latar lainnya, keempat, analisis induktif lebih dapat menemukan pengaruh
bersamaan yang mempertajam hubungan-hubungan.
Melalui analisis induktif peneliti akan bempaya mengungkapkan makna
dari keadaan yang diamatinya, peneliti akan menjadi pengumpul data utama
dalam penelitian ini, dan memiliki adaptability yang tinggi.
B. Sumber data Penelitan
Menumt Loflan ( 1984 ; 47 ) dalam Moleong ( 2000 ; 112 ) menyatakan
bahwa " Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan
tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen
dan lain-
lain".Berkaitan dengan hal tersebut diatas jenis datanya terdiri dari kata-kata dan
tindakan, serta serta sumber data tertulis.
Sumber data dalam penelitian ini adalah kata-kata dan tindakan orangorang yang diamati dan diwawancarai, serta sumber tertulis dari dokumen yang
dapat memberikan informasi dan data mengenai
Implikasi kebijaksanaan
fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah rumpun mata pelajaran
terhadap
peningkatan kinerjanya. Khususnya pengawas rumpun mata pelajaran SMU di
Propinsi Jawa Barat .
Selanjutnya mengenai sumber data
atau populasi dalam penelitian
kualitatif Goetz dan Le Comte(1984) yang dikutif Djam'an Satori ( 1989 )
menyatakan bahwa : " Whatever the population or populations are determined to
be, their categories must be discovered and refined into specific units ofanalysis
thatfacilitate data reduction andprocessing ".
Berdasarkan paradigma penelitian dan fokus masalah yang diteliti dalam
penelitian ini, yang menjadi sumber data penelitian, adalah para pejabat struktural
dinas pendidikan tingkat propinsi, antara lain Wakil Kepala Dinas, Kepala Subdin
Dikmenti, Subdin Dikdas, Kasubag Kepegawaian,Kasi Tentis Subdin Dikmenti,
Koordinator pengawas Propinsi, Koordinator pengawas Kabupaten/Kota,
Pengawas mmpun mata pelajaran SMU , Kepala SMU dan Gum-gum mata
pelajaran SMU.
Penentuan sumber data dilakukan secara purposif ( Purposive sampling )
disesuaikan dengan tujuan penelitian, Sampel tidak dapat ditentukan atau tidak
dapat dibatasi sedemikian rupa sebelumnya, tetapi tergantung pada pertimbangan
kelengkapan data dan informasi yang dikumpulkan.
Nasution (1988) menyatakan bahwa penetuan unit sampel atau responden
dianggap telah memadai apabila telah, sampai pada " redudancy " atau kejenuhan.
Berhubungan dengan sampel ini Lincoln dan Guba ( 1985 ) menyatakan ciri-ciri
sampel purposif; " (I) Emergent sampling design; (2) Serial selection ofsample
units, (3) Continuous adjusment or" focusing "ofthe sample; (4) Selection to the
point ofredundancy.
Sesuai dengan hal-hal tersebut diatas maka penentuan sumber data dalam
penelitian ini dilakukan sementara penelitian berlangsung. Adapun caranya adalah
sebagai berikut:
- Peneliti memilih unit sample tertentu
yang dipertimbangkan akan
memberikan data dan infomiasi yang diperlukan
- Selanjutnya berdasarkan data dan informasi yang diperoleh, peneliti
menetapkan unit sample atau sumber data berikutnya yang memungkinkan
- untuk dapat memberikan data dan informasi yang lebih lengkap
Hal ini sesuai dengan pendapat Nasution(1988) ;bahwa penentuan unit
sampel atau responden dianggap telah memadai apabila telah sampai pada taraf
"redundancy" atau kejenuhan. Artinya bahwa dengan menggunakan sumber data
atau responden selanjucnya,boleh dikatakan tidak akan ada lagi tambahan
informasi dan data yang berarti.
Peneliti (sebagai "human instrument") akan mempertimbangkan
kebutuhan data dan informasi yang diperlukan dalam memilih sumber data
penelitian .Tentunya sumber data yang dianggap akan memberikan informasi
maksimum mengenai peningkatan kinerja pengawas sekolah mmpun mata
pelajaran di SMU.
C. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang akurat diperlukan teknik
pengumpulan
data sesuai dengan karakteristik pendekatan kualitatif. Untuk membantu
melaksanakan fungsinya sebagai instrumen utama penelitian, peneliti akan
menggunakan teknik pengumpulan data meliputi: Wawancara, observasi dan
studi dokumentasi. Teknik tersebut diharapkan dapat menghasilkan data dan
informasi
yang saling menunjang dan melengkapi mengenai implikasi
kebijaknsaaan fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah rumpun mata pelajaran
/mata pelajaran pada jenjang SMU terhadap peningkatan kinerjanya di propinsi
Jawa Barat.
Bogdan Dan Biklen ( 1982 ) menyatakan bahwa keberhasilan suata
penelitian naturalistik sangat tergantung pada ketelitian dan kelengkapan catatan
lapangan ("filed notes" ) yang disusun oleh peneliti. Data dan iformasi yang
telah dikumpulkan akan disusun dalam catatan lapangan, agar tujuan penelitian
yang telah ditetapkan dapat tercapai sesuai harapan. Agar data dan informasi yang
diperlukan dapat direkam dan disimpan selengkap mungkin, maka peneliti
menggunakan pedoman wawancara, dan kajian dokumentasi, buku catatan dan
tape recorder.
Berikut ini akan diuraikan tentang penggunaan teknik pengumpulan data
yang dilakukan dalam penelitian ini.
1. Wawancara
Menumt Bogdan dan Biklen ( 1982) wawancara selain merupakan teknik
mengumpulkan data yang berdiri sendiri, juga dapat menjadi teknik
penyerta pada saat observasi dan analisis dokumentasi. Wawancara adalah
teknik pengumpulan data yang paling tinggi. Wawancara merupakan
proses komunikasi antara peneliti dengan sumber data dalam rangka
menggali data yang bersifat "overview" untuk mengungkapkan makna
yang terkandung dari masalah-masalah yang diteliti.
Dalam pengumpulan data pada peneltian ini, penejtiI Wi3mM$ f //
wawancara bersifat " unstructured " yaitu wawancara yang M^^Juatu
masalah tertentu ( "focused interview" ) dan wawancara bebas (" free
interview" ) yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang beralih dari satu
pokok ke pokok yang lain, sepanjang berkaitan dengan masalah yang
diteliti serta menjelaskan aspek-aspeknya ( Koentjaraningrat, 1986 )
Pertimbangan digunakannya wawancara karena memiliki beberapa
kelebihan seperti dikemukakan oleh Sudjana dan Ibrahim ( 1989 ; 102 ),
sebagai berikut:
a. Peneliti dapat melakukan kontak secara langsung dengan responden
sehingga memungkinkan didapatkannya jawaban secara bebas dan
mendalam
b. Hubungan dapat dibina lebih baik sehingga memungkinkan responden
bisa mengemukakan pendapat secara bebas
c. Data dapat diperoleh secara lebih, komprehensip
d. Sifat data primer
e. Untuk pertanyaan - pertanyaan yang kurang jelas dari kedua belah
pihak dapat diulang kembali.
Data yang dikumpulkan melalui teknik wawancara dalampenelitian ini
dengan menggunakan pedoman wawancara dalam bentuk wawancara
bebas. Cara ini dipilih mengingat peneliti memiliki hubungan sosial yang
cukup baik dengan responden. Sejalan dengan hal tersebut Kerlinger (
1982 ;771 ), mengemukakan bahwa wawancara tak berstruktur bersifat
luwes dan terbuka, dimana memungkinkan pertanyaan yang diajukan,
muatannya dan rumusan kata-katanya disusun sendiri oleh peneliti sesuai
dengan maksud dan tujuan penelitian. Oleh karena itu pedoman
wawancara yang telah dibuat, dalam pelaksanaannya dapat disesuaikan
dengan keadaan dan tidak terialu mengikat. Data yang dikumpulkan
melalui teknik wawancara, meliputi data sebagai berikut:
a. Data yang meyangkut kondisi faktual pengawas sekolah rumpun mata
pelajaran/mata pelajaran SMU, standar kinerja pengawas sekolah
sebelum berubah menjadi jabatan fungsional dari aspek :
1.
Dasar hukum
2. Rincian tugas
b. Data yang menyangkut standar kinerja Pengawas sekolah rumpun
mata pelajaran sesuai SK MENPAN No.118 /1996, tentang jabatan
fungsional Pengawas sekolah yang berkaitan dengan :
1. Tugas pokok dan fungsi pengawas sekolah
2. Peningkatan hasil belajar siswa dan kemampuan gum daiam
proses belajar mengajar.
c. Data yang berhubungan dengan faktor pendukung dan penghambat
dalam upaya peningkatan kinerja pengawas sekolah rumpun mata
pelajaran /mata pelajaran SMUdi Jawa Barat.
d. Data yang berhubungan dengan upaya pengembangan profesionalisme
pengawas sekolah rumpun mata pelajaran/mata pelajaran di SMU
1. Kompetensi pengawas sekolah mmpun mata pelajaran dan
pengembangan kemampuan profesional
2. Program pelatihan pengawas sekolah rumpun mata pelajaran
3. Penilaian standar kinerja pengawas sekolah melalui sistem
angka kredit jabataan fungsional pengawas sekolah
4. Pola kerja pengawas sekolah mmpun mata pelajaran, dalam
pendekatan, komunikasi dan pengolahan hasil kerja.
2.
Observasi
Teknik obeservasi dilakukan peneliti untuk memperoleh sejumlah
informasi dalam kaitannya dengan kontek masalah yang berhubungan
dengan peningkatan kinerja pengawas sekolah. Dikaitkan dengan
paradigma penelitian, maka data dan informasi yang dikumpulkan melalui
observasi, adalah
a. Data yang menyangkut pelaksanaan pengawasan, pembinaan di
sekolah, oleh pengawas sekolah mmpun mata pelajaran di SMU
b. Teknik/ metode pengawasan ,materi pengawasan.
c. Hubungan antara pengawas sekolah mmpun mata pelajaran dengan
guru, kepala sekolah dan tata usaha,pelaksanaan pembinaan pada
kegiatan MGMP.
3. Studi Dokumentasi
Studi dokumntasi
mempakan kajian terhadap peristiwa, objek dan
tindakan yang direkam dalam bentuk tulisan, slide atau media lainya,
Sumber data yang bukan manusia dalam penelitian kuaiilitatif adalah
dokumen, sebagai sumber data dokumen juga dapat dijadikan bahan
triangulasi untuk mencek kesesuaian data. Pemilihan dokumen untuk
dijadikan sumber data didasarkan pada beberapa kriteria seperti diajukan
Sartono Kartodirjo ( 1986 ) sebagai berikut : Keotentikan dokumen, isi
dokumen dapat ditenma sebagai suatu kenyataan, kecocokan dan
kesesuaian data untuk menambah pengertian tentang gejala dan masalah
yang diteliti.
Dalam penelitian ini dokumen yang diteliti dan data yang diharapkan
diperoleh dari dokumen tersebut antara lain
a. Ketentuan, peraturan - peraturan yang berkaitan dengan jabatan
fungsional pengawas sekolah
b. Bukti fisik hasil kinerja pengawas sekolah yang akan dijadikan dasar
dalam penilaian angka kredit sebagai bahan dalam menentukan
kenaikan pangkat danjabatannya.
D. Pelaksanaan Pengumpulan Data
Dalam prosedur pengumpulan data pada penelitian kualitatif , tidak ada
satu pola yang pasti, maka efektivitasnya akan ditentukan oleh peranan peneliti
sebagai " Human Instrumen " Berkaitan dengan hal tersebut, Nasution ( 1988 )
menyatakan sebagai berikut:
" Masing-masing peneliti dapat memberi sejumlah petunjuk dan saran
berdasarkan pengalaman masing-masing, namun rasanya penelitian kualitatif
hanya dapat dikuasai dengan melakukan sendiri sambil mempelajari cara-cara
yang diikuti oleh para peneliti yang mendahuluinya. Dan akhimya ia menemukan
caranya sendiri dalam masalah -masalah khususnya yang dihadapinya".
Sesuai dengan pernyataan tersebut di atas, maka pengumpulan data dalam
penelitian ini mengikuti prosedur seperti yang dikemukakan oleh Lincoln dan
Guba ( 1985 )yang terdiri dari tiga tahap yaitu ; tahap orientasi dan "overview",
tahap eksplorasi ("focused exploration" ); dan tahap" member check".
1. Tahap I: Tahap orientasi dan " Overview"
Pada tahap ini, peneliti telah memiliki gambaran umum tentang masalah yang
akan diteliti sambil memikirkan fokus penelitian. Pada tahap ini peneliti
melakukan kegiatan yang dimaksudkan untuk memperoleh informasi yang
dilakukan untuk menetapkan fokus penelitian. Kegiatan tersebut dilakukan
dengan cara mempelajari dokumen-dokumen termasuk teoritis, melakukan
wawancara dan observasi yang masih bersifat umum serta melakukan
pengkajian informasi yang diperoleh untuk menemukan hal-hal yang menarik
dan berguna untuk diteliti selanjutnya secara mendalam melalui penetapan
fokus penelitian. Kegiatan tahap I dilakukan peneliti dalam kumn waktu
empat bulan, sejak Desember 2000 sampai dengan Maret 2001.
Selanjutnya, dalam rangka mengumpulkan informasi yang relevan serta dalam
upaya memahami fokus penelitian, peneliti mengembangkan paradigma
penelitian yang akan menjadi pedoman dalam kegiatan tahap II, yaitu
eksplorasi fokus penelitian.
2. Tahap II: "Focused exploration"
Pada tahap ini penelitian dimulai dengan mengumpulkan data sesuai dengan
fokus penelitian yang telah ditetapkan. "Fokus penelitian yang
dikembangkan dalam paradigma peneliti menuntun peneliti untuk
melakukan pengumpulan data yang lebih terarah dan spesifik" ( Djam'an
Satori : 1989 ). Wawancara dilakukan secara lebih terstruktur
untuk
memperoleh infomiasi mendalam mengenai aspek-aspek dalam fokus
penelitian. Sedangkan observasi ditujukan kepada hal-hal yang dianggap ada
hubungan dengan fokus penelitian. Sementara itu dokumen yang dipelajari
adalah memiliki makna terhadap fokus penelitian.
Peneliti juga memerlukan informasi yang berkemampuan dan memiliki
pengetahuan yang cukup banyak mengani aspek-aspek tertentu dari fokus
penelitian, untuk memperoleh data dan informasi yang lebih mendalam.
Oleh karena itu, dasar tesebut menjadi salah satu alasan mengenai
penggunaan sampel purposif dalam penelitian ini.
Kegiatan tahap II ini dilakukan peneliti dalam kurun waktu bulan April 2001
sampai dengan Mei 2001.
3. Tahap III: tahap "Member check"
Tahap "member check" dimaksudkan untuk mengecek kebenaran dari data
atau informasi yang dikumpulkna dan diperoleh oleh peneliti. Dengan kata
lain, tahap ini mempakan tahap untuk memperoleh kredebelitas hasil
penelitian. Seperti yang disampaikan oleh S. Nasution ( 1988 ) bahwa "Data
itu hams diakui dan diterima kebenarannya oleh sumber informasi, dan
selain data juga hams dibenarkan oleh sumber atau informan lainya. Maka
ukuran kebenaran dalam penelitian naturalistik adalah kredibelitas"
Untuk tahap ini, peneliti melakukan beberapa hal berikut ini:
a.
Konfirmasi hasil wawancara
Kegiatan ini dilakukan setiap kali setelah wawancara selesai
dilakukan. Hasil wawancara dikonfirmasikan kepada sumber data
mengetahui kesesuaian dan ketidak sesuaian antara infomiasi yang
diberikan dengan yang dicatat oleh peneliti.
b. Koreksi hasil yang dicatat dari observasi kepada sumber data
c. Meminta pendapat kepada responden atau sumber data lainya yang
kompeten, serta kajian ulang terhadap dokumen tertulis yang relevan.
Kegiatan tahap III ini dilakukan pada bulan Juni 2001
E. Prosedur Analisis Data
Nasution ( 1988 ) menyatakan bahwa persoalan yang dihadapi oleh
peneliti kualitatif dalam menganalisis data adalah tidak adanya prosedur yang
baku yang dapat dijadikan pedoman atau pola analisis data. Ia menyatakan
bahwa. " Analisis data memerlukan daya kreatif serta kemampuan intelektual
yang tinggi. Lagi pula tidak ada cara tertentu yang dapat diikuti untuk
mengadakan analisis, sehingga tiap peneliti harus mencari sendiri metode
yang dirasakan cocok dengan sifat penelitiannya.
Sedangkan Moleong ( 2000; 190 ) menyatakan bahwa " Proses analisa data
dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagi sumber,
yaitu dari wawancara dan pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan
lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto dan sebagainya.
Setelah dibaca,dipelajari dan ditelaah makalangkah
berikutnya ialah
mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan membuat abstraksi.
Langkah selanjutnya adalah menyusun dalamsatuan-satuan kemudian
dikatagonsasikan dengan membuat pengkodean(coding).Tahap akhir dan
analisis data ini ialah mengadakan pemenksaan keabsahan data"., akhir dari
analisis data ialah mengadakan pemeriksaan keabsahan data "S
tahap ini,mulailah tahap penafsiran data dalam