PROFIL PERILAKU PROSOSIAL ANAK USIA DINI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI-SOSIAL : Studi Deskriptif Kualitatif di TK Bintang Mulia.

(1)

PROFIL PERILAKU PROSOSIAL ANAK USIA DINI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP

PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI-SOSIAL

(Studi Desriptif Kualitatif di TK Bintang Mulia)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh :

Marliana Utami Sugiono 1101207


(2)

PROFIL PERILAKU PROSOSIAL ANAK USIA DINI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP

PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI-SOSIAL

(Studi Desriptif Kualitatif di TK Bintang Mulia)

Oleh

Marliana Utami Sugiono

S.IP Universitas Parahyangan Bandung, 2009

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Bimbingan dan Konseling

© Marliana Utami Sugiono 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Januari 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,


(3)

PROFIL PERILAKU PROSOSIAL ANAK USIA DINI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP

PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI-SOSIAL

(Studi Desriptif Kualitatif di TK Bintang Mulia)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH:

Pembimbing I

Dr. Ilfiandra, M.Pd. NIP. 19721124 199903 1 003

Pembimbing II

Dr. H. Mubiar Agustion, M. Pd. NIP. 19770828 200312 1 002

Mengetahui

Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling

Dr. H. Nandang Rusmana, M.Pd. NIP. 196005011986031004


(4)

ABSTRAK

Marliana Utami Sugiono. (2013). Profil Perilaku Prososial Anak Usia Dini dan Implikasinya Terhadap Program Bimbingan Pribadi-Sosial (Studi Deskriptif Kualitatif di TK Bintang Mulia). Program Studi Bimbingan dan Konseling, Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Penelitian dilatarbelakangi oleh maraknya perilaku sosial negatif anak seperti agresivitas dan bullying yang terjadi di lingkungan sekolah yang menghiasi berbagai media elektronik. Bentuk perilaku sosial negatif tersebut mengindikasikan bahwa perilaku prososial yang dimiliki oleh anak-anak masih harus dikembangkan. Tujuan utama penelitian adalah mendeskripsikan profil perilaku prososial anak usia dini serta mengetahui implikasinya terhadap program bimbingan pribadi-sosial. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Partisipan penelitian adalah dua orang guru dan lima orang peserta didik kelas Lamb di TK Bintang Mulia. Pengumpulan data menggunakan teknik observasi dan wawancara. Selain itu, dilakukan pula studi dokumenter yang berfungsi untuk memotret kondisi obyektif lapangan yang direkam melalui video. Data yang diperoleh kemudian dianalisis, dievaluasi melalui triangulasi, dan disajikan secara tematik (topic base).Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) profil perilaku prososial anak usia dini umur 3-4 tahun di TK Bintang Mulia kurang memadai; (2) upaya yang dilakukan oleh guru dalam mengembangkan perilaku prososial anak usia dini di TK Bintang Mulia sudah memadai; (3) implikasi perilaku prososial anak usia dini terhadap program bimbingan pribadi-sosial adalah perlu adanya pengembangan semua dimensi perilaku propribadi-sosial anak yang dilakukan secara terencana melalui penggunaan teknik modeling, pengungkapan ekspektasi, penggunaan disiplin yang positif, serta diskusi perilaku prososial yang dilakukan melalui kegiatan bermain, bercerita, memasak dan kegiatan-kegiatan lainnya yang sesuai dengan karakteristik anak usia dini. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka dirumuskan rekomendasi bagi pihak-pihak berikut: (1) pihak-pihak sekolah; (2) guru; serta (3) peneliti selanjutnya.


(5)

ABSTRACT

Marliana Utami Sugiono. (2013). Profile of Early Childhood’s Prosocial Behavior and

Its Implication to Social and Personal Guidance Program. (Qualitative Descriptive Study at TK Bintang Mulia) Guidance and Counseling Program School of Postgraduate Indonesia University of Education

The research was conducted based on the luster of negative social behavior of children such as aggressiveness and bullying that happen in school environment which are broadcasted on the mass media. The form of lack social behavior indicated that the prosocial behavior of children still needs to be developed. The main purpose of this research is to describe profile of early childhood’s prosocial behavior and to know its implication to social and personal guidance program. The research used qualitative approach with case study method. The participants of the research are two teachers and five students from Nursery-Lamb class at TK Bintang Mulia. Data collection used observation technique, interview and documentation to picture the objective condition which is recorded by using a video camera. The data was analyzed and evaluated by means of triangulation and description by topic base. The result of the research points out that: (1) profile of prosocial behavior children ranging from 3 to 4 years old at TK Bintang Mulia haven’t appropriate yet; (2) teachers’ efforts to develop children’s prosocial behavior are already suitable with the theory of behavior development theoretically and empirically; and (3) the implication of early childhood prosocial behavior’s profile to social and personal guidance program is the need for development of all early childhood prosocial behavior’s dimensions that conducted in a planned by using modeling technique, verbal expectation, positive discipline, and discussion with play, storytelling, cooking and all activities that appropriate with early childhood’s characteristic. Based on the research finding, the following recommendations were given: (1) school; (2) teachers; and (3) further researcher.


(6)

DAFTAR ISI

halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGATAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR BAGAN ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR GRAFIK ... xiv

LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian... 1

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Pertanyaan Penelitian ... 9

E. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II PERILAKU PROSOSIAL ANAK USIA DINI DAN PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI SOSIAL UNTUK MENGEMBANGKAN PERILAKU PROSOSIAL ANAK USIA DINI A. Definisi Perilaku Prososial ... 9

B. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Prososial ... 15

C. Perkembangan Perilaku Prososial ... 19

D. Bentuk-bentuk Perilaku Prososial... 23

E. Pengembangan Perilaku Prososial Melalui Bimbingan Pribadi-Sosial Dengan Teknik Bermain ... 24

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan, Metode dan Teknik Penelitian ... 33

B. Lokasi Penelitian ... 34

C. Partisipan Penelitian ... 48


(7)

E. Pengembangan Instrumen Penelitian... 54

F. Analisis Data Penelitian ... 58

G. Validitas Data Penelitian ... 59

H. Prosedur Penelitian ... 61

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN A. Profil Perilaku Prososial Anak Usia Dini di TK Bintang Mulia ... 64

B. Upaya Guru Dalam Memgembangkan Perilaku Prososial Anak di Sekolah TK Bintang Mulia ... 96

C. Implikasi Profil Perilaku Prososial Anak Usia Dini Terhadap Program Bimbingan Pribadi-Sosial ... 123

D. Keterbatasan Penelitian ... 150

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Simpulan ... 151

B. Rekomendasi ... 152


(8)

DAFTAR TABEL

halaman

Tabel 2.1 Level Penalaran Moral Prososial ... 22

Tabel 3.1 Jumlah Peserta Didik TK Bintang Mulia Tahun Ajaran 2012/2013 ... 38

Tabel 3.2 Jadwal Kegiatan Kelompok Bermain Kelas Lamb TK Bintang Mulia... 46

Tabel 3.3 Tabel Kegiatan Theme Activity dengan Tema Lima Panca Indera ... 47

Tabel 3.4 Identitas Responden... 52

Tabel 3.5 Identitas Partisipan Penelitian ... 52

Tabel 3.6 Daftar Cek Perilaku Prososial ... 54

Tabel 3.7 Instrumen Perilaku Prososial ... 55

Tabel 3.8 Pedoman Observasi Guru ... 57

Tabel 3.9 Catatan Waktu dan Gerakan ... 57

Tabel 4.1 Materi dan Bentuk Kegiatan ... 130

Tabel 4.2 Catatan Harian Guru Sebagai Instrument ... 133

Tabel 4.3 Jadwal Kegiatan Bimbingan ... 134

Tabel 4.4 Format Evaluasi Proses Supply Bimbingan ... 135

Tabel 4.5 Format Evaluasi Proses Demand Bimbingan ... 136

Tabel 4.6 Format Evaluasi Hasil Jangka Menengah ... 136


(9)

DAFTAR BAGAN

halaman

Bagan 2.1 Model Perilaku Prososial ... 24

Bagan 3.1 Struktur Kepemimpinan Sekolah TK Bintang Mulia ... 38

Bagan 3.2 Prosedur Penelitian ... 61


(10)

DAFTAR GAMBAR

halaman

Gambar 3.1 Lokasi Penelitian TK Bintang Mulia ... 35

Gambar 3.2 Model Kurikulum TK Bintang Mulia ... 40

Gambar 3,3 Denah Sekolah TK Bintang Mulia ... 43

Gambar 3.4 Partisipan Penelitian ... 49

Gambar 4.1 MCA Menunjukkan Kepedulian Terhadap Teman yang Sedang Mengalami Kesulitan ... 65

Gambar 4.2 RFW Memperlihatkan Kemampuan dalam Menceritakan Perasaan Teman Selama Konflik ... 68

Gambar 4.3 RFW Menunjukkan Perilaku Berbagi Mainan dengan Teman-temannya ... 71

Gambar 4.4 KKY Menunjukkan Kemampuan Berbagi Mainan dengan Teman-temannya ... 71

Gambar 4.5 Gambar Memperlihakan Perilaku Berbagi Mainan dengan Teman ... 72

Gambar 4.6 Anak-anak dapat berbaris rapih dan menunggu giliran tanpa “rewel” untuk mendapatkan pisang bakar keju susu ... 75

Gambar 4.7 MCA memperlihatkan kemampuan memenuhi permintaan tanpa “rewel” ... 77

Gambar 4.8 KKY memperlihatkan perilaku memenuhi permintaan tanpa “rewel” ... 78

Gambar 4.9 KKY memperlihatkan perilaku menolong teman mengerjakan tugas ... 79

Gambar 4.10 MCA memperlihatkan perilaku menolong teman mengerjakan lembar kerja ... 79

Gambar 4.11 RFW memperlihatkan perilaku menolong teman mengerjakan tugas ... 80

Gambar 4.12 KKY dan MCA memperlihatkan perilaku menolong ms. A dan ms. L yang membutuhkan pertolongan untuk membawa dan membuka karpet ... 81


(11)

Gambar 4.14 RFW dan BDH bertikai saat sedang membereskan mainan ... 98 Gambar 4.15 Ms. A sedang menceritakan cerita alkitab di pagi hari ... 99 Gambar 4.16 Ms. L sedang membacakan buku cerita Sometimes Grumpy,

Sometimes Happy ... 99 Gambar 4.17 Ms. L dan ms. A sedang mengingatkan anak-anak akan

peraturan bermain di ruangan SSR dan istana pasir ... 101 Gambar 4.18 Pengertian berbagi yang diajarkan dalam pelajaran Character

Building ... 101 Gambar 4.19 Suasana acara tukar kado anak-anak Nursery... 102 Gambar 4.20 Upaya guru untuk mengembangkan kemamampuan bergiliran

tanpa “rewel” pada anak-anak, yaitu melalui kegiatan baris berbaris ... 103 Gambar 4.21 Ms. M sedang memberikan pelajaran character building ... 104 Gambar 4.22 Buku character building (kiri) dan cerita mengenai ketaatan

serta lembaran yang harus diisi oleh orangtua peserta didik (kanan) ... 105 Gambar 4.23 Anak-anak mendapatkan medali penghargaan karena rajin

mengisi buku character building ... 105 Gambar 4.24 Anak-anak diminta menceritakan kembali cerita yang telah

diceritakan orangtua mereka di rumah ... 106 Gambar 4.25 Suasana kegiatan layanan bimbingan Sometimes Happy,

Sometimes Grumpy memperlihatkan bahwa anak-anak menyimak pernyataan guru secara seksama ... 139 Gambar 4.26 Suasana ketika anak-anak mengerjakan lembar kerja

“Jika/Maka” ... 141 Gambar 4.27 Suasana kegiatan layanan I Can Help yang memperlihatkan

anak pada saat menonton film Patrick and Friends: Help Ech Other ... 142 Gambar 4.28 Anak berpartisipasi dalam diskusi yang dilaksanakan pada

kegiatan layanan bimbingan kedua ... 142 Gambar 4.29 Anak-anak memperlihatkan kegembiraan saat bermain

“Bermain untuk Teman” ... 143 Gambar 4.30 Anak-anak sedang mengerjakan lembar kerja pada kegiatan

layanan yang kedua mengenai apa yang harus dilakukan untuk membantu teman merasa lebih baik (menolong) ... 144


(12)

Gambar 4.31 Suasana kegiatan saat guru membacakan buku cerita bergambar yang memperlihatkan anak-anak menyimak dengan seksama ... 145 Gambar 4.32 Suasana diskusi yang memperlihatkan partisipasi aktif anak

pada saat pelaksanaan layanan kegiatan bimbingan ketiga

“Sharing is Fun” ... 146

Gambar 4.33 Suasana bermain “Sharing Games” yang dilakukan oleh anak-anak memperlihatkan bahwa anak-anak-anak-anak mampu berbagi dengan sesamanya ... 146 Gambar 4.34 Suasana pengerjaan lembar kerja ... 147 Gambar 4.35 Partisipasi aktif anak pada saat kegiatan diskusi dalam

pelaksanaan kegiatan layanan bimbingan yang keempat, yaitu


(13)

DAFTAR GRAFIK

halaman Grafik 3.1 Grafik Skala Penilaian ... 56 Grafik 4.1 Profil Perilaku Anak TK Bintang Mulia ... 83


(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Ketika membuka koran dan menyalakan televisi atau radio, masyarakat disuguhi dengan berbagai berita kekerasan, kejahatan, kekejaman dan ketidakadilan. Hanya sedikit sekali berita yang memberitakan kebaikan, perilaku membantu dan saling berbagi (Eisenberg dan Mussen, 1989:1). Tidak hanya itu, kini media juga didominasi oleh perilaku sosial yang negatif anak seperti agresifitas dan bullying. Di tanah air sendiri misalnya, belum lama ini masyarakat Indonesia dikejutkan dengan peristiwa bullying yang terjadi di sekolah SMA Seruni Don Bosco Jakarta yang dilakukan oleh 18 siswa kelas XII terhadap 4 orang siswa baru saat mengikuti masa orientasi siswa (Tempo.Co, 27 Juli 2012). Disusul dengan tawuran antar pelajar yang terjadi di berbagai kota. Salah satunya adalah tawuran pelajar yang terjadi di Bogor pada Februari 2013 silam yang memakan korban seorang pelajar SMK Yapia Depok bernama Yudha Kurawan (detikNews, 15 Februari 2013).

Deretan tindakan anti sosial remaja yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini tentunya menimbulkan keresahan di masyarakat. McGrath et al.. (2003:54) dalam penelitiannya yang berjudul Socializing Prosocial Behavior in Children, mengemukakan bahwa bentuk kekerasan yang terjadi dewasa ini mengindikasikan bahwa perilaku prososial yang dimiliki oleh anak-anak masih rendah. Rendahnya perilaku prososial ini menurut McGrath dikarenakan orang tua lebih mengutamakan nilai akademik daripada pengembangan perilaku prososial. Menurut Lwin et al. (2003), hal tersebut dapat dimaklumi karena orang tua sebagai bagian dari masyarakat telah dikondisikan untuk menyakini bahwa keberhasilan akademis merupakan kunci bagi keberhasilan anak-anak dalam hidup. Keyakinan umum yang berkembang dalam masyarakat adalah bahwa jika anak-anak mendapatkan nilai A, masuk ke perguruan tinggi yang baik, meraih gelar yang baik,


(15)

mendapat pekerjaan yang baik dengan gaji yang bagus maka keberhasilan dan kebahagiaan anak akan terjamin sepanjang hidupnya.

Pada perkembangannya justru ternyata banyak anak dengan nilai akademik yang tinggi ternyata tidak selalu berhasil dalam kehidupannya, baik itu di tempatnya bekerja maupun dalam lingkungan masyarakat. Daniel Goleman (2004:48) menyatakan bahwa “keberhasilan seseorang dalam hidup bukan hanya ditentukan oleh kecerdasan intelektual semata akan tetapi banyak dipengaruhi oleh kecerdasan emosional dan perilaku prososial yang dimilikinya.”

Perilaku prososial adalah perbuatan yang dimaksudkan untuk menolong atau memberikan kenyamanan psikologis kepada orang lain (Eisenberg dalam Schaffer, 1994). Berangkat dari pemahaman manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari manusia lainnya, manusia dituntut untuk dapat berinteraksi sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku. Untuk itulah individu harus mampu memahami emosi orang lain dan mampu memprediksi tindakan yang penting dalam bersosialisasi. Berbekal dengan kemampuan memahami orang lain, individu akan menjadi lebih mudah menjalin persahabatan dengan orang lain. Salah satu bentuk perilaku yang terkait dengan memahami perspektif orang lain adalah perilaku prososial (Ilfiandra, 2007:42).

Perilaku prososial memainkan peranan penting dalam kehidupan bermasyarakat, karena mampu membawa dampak positif bagi pengembangan diri serta seluruh aspek kehidupan masyarakat (Giri, 2011). Perilaku prososial menurut Syaodih (2012:1) perlu dimiliki sejak kecil sebagai suatu fondasi bagi perkembangan kemampuan anak dalam berinteraksi dengan lingkungannya secara lebih luas oleh karenanya perlu dikembangkan dan dibina selama proses pendewasaan. Perilaku prososial jika tidak dikembangkan secara optimal, maka dapat menyebabkan anak mengalami hambatan dalam perkembangan selanjutnya. Hal senada juga dikemukakan oleh Yoshikawa (1995:52) yang memandang bahwa perilaku prososial itu perlu dikembangkan terutama sejak usia dini, karena jika agresi yang terjadi


(16)

sejak masa kanak-kanak tidak segera ditangani maka pada akhirnya akan menuntun pada perilaku yang menyimpang di kemudian hari.

Menurut Beaty (1998) perilaku prososial pada anak-anak ditunjukkan dengan perilaku yang menunjukkan empati, berbagi, bergiliran dan bekerja sama. Anak dengan perilaku prososial yang baik, cenderung membangun hubungan yang memuaskan dan menerima umpan balik yang positif dari orang lain. Jika perilaku prososial yang dimiliki oleh anak tidak dikembangkan dan dibina selama proses pendewasaan, maka dapat menyebabkan anak tumbuh sebagai individu yang cenderung tidak peka, tidak peduli, egois, menyinggung perasaan orang lain serta tidak sesuai dengan norma masyarakat. Syaodih (2012:1) juga menambahkan bahwa ketidakmampuan anak untuk berperilaku prososial dapat menyebabkan anak mengalami hambatan dalam perkembangan selanjutnya. Jadi, jelas bahwa kurang berkembangnya perilaku prososial pada anak dapat menimbulkan masalah yang tidak hanya terjadi pada masa kanak-kanak, tetapi juga di kemudian hari. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk memberikan bimbingan yang tepat untuk mengembangkan perilaku prososialnya (Geldard & Geldard, 2012: 335).

Nirwani (2012) mengemukakan bahwa perilaku prososial yang dimiliki oleh anak usia dini saat ini masih rendah, hal ini dapat dilihat dari kurangnya kemampuan anak dalam bekerjasama dengan teman-temannya, perilaku maladjustment, egosentrisme, rendahnya kemampuan berkomunikasi anak dengan orang lain, serta kurangnya kemampuan anak untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru sesuai dengan aturan yang berlaku. Syaodih (1993: 31) menyatakan bahwa anak yang tidak berperilaku prososial pada umumnya akan berperilaku negatif, agresif, terlibat dalam pertengkaran, mengejek, menggertak, sok kuasa, prasangka, dan mempunyai antagonisme jenis kelamin. Hal serupa juga dikemukakan oleh Crick, Dodge, dan Lohman (Fatimah, 2010) melalui penelitian yang dilakukannya, yaitu anak yang memiliki perilaku prososial yang rendah menunjukkan prasangka permusuhan saat berhadapan dengan stimulus sosial yang ambigu yang sering mereka


(17)

artikan sebagai tanda permusuhan sehingga mereka menghadapinya dengan tindakan agresi, mereka juga kurang mampu mengontrol emosi, sulit memahami perasaan dan keinginan orang lain, serta kurang terampil dalam menyelesaikan masalah-masalah sosial.

Berdasarkan observasi, diketahui bahwa perilaku prososial yang dimiliki oleh anak usia dini di TK Bintang Mulia masih belum memadai. Hal ini dapat dilihat dari kurangnya mampunya bekerjasama dengan teman, perilaku mereka yang masih memiliki kesulitan dalam berbagi sesuatu dengan teman, sok kuasa dengan memerintah sesama temannya, mudah marah dan menangis, pemalu, suka mengejek, sulit menuruti peraturan yang berlaku, selalu berteriak kepada teman dan guru, serta adanya agresi yang sering ditandai dengan memukul, mencubit, dan menendang.

Hal senada juga dikemukakan oleh Dewi (2011) dan Handayani (2012) dalam penelitiannya yang dilakukan di sekolah TKK BPK Penabur Holis Indah Bandung dan TK Islam Nur Al Rahman. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa perilaku prososial yang dimiliki oleh anak usia dini saat ini masih belum memadai. Hal ini dapat dilihat dari perilaku maladjustment, egosentris, rendahnya kemampuan berkomunikasi dengan orang lain, serta kurangnya kemampuan anak untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru sesuai dengan aturan yang berlaku.

Apa yang dikemukakan diatas memberikan gambaran bahwa perilaku prososial anak sangat penting untuk dimiliki dan dikembangkan sejak dini, karena jika tidak dikembangkan maka akan menimbulkan masalah yang tidak hanya terjadi pada masa kanak-kanak, tetapi juga dikemudian hari.

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah

Permasalahan yang timbul akibat kurang memadainya perilaku prososial pada anak usia dini di TK Bintang Mulia adalah munculnya perilaku sok kuasa yang ditandai dengan sikap memerintah terhadap sesama teman, sulit berbagi, kurangnya mampu bekerjasama dengan teman, mudah marah dan menangis, pemalu, suka mengejek, sulit menuruti peraturan yang berlaku,


(18)

selalu berteriak kepada teman dan guru, serta adanya agresi yang sering ditandai dengan memukul, mencubit, dan menendang.

Pemberian penguatan (reinforcement) melalui pemberian penghargaan dan hukungan telah dilakukan oleh orang tua dan guru sebagai salah satu cara untuk mengembangkan perilaku prososial anak usia dini (Hyson & Taylor, 2011:74). Akan tetapi upaya ini ternyata dilihat kurang efektif, karena menurut Eisenberg, inti definisi dari perilaku prososial yang paling penting adalah “sukarela” sehingga jika anak dipaksa untuk menjadi baik dan mau berbagi justru yang terjadi adalah perilaku tersebut bukanlah merupakan perilaku sukarela serta tidak dapat dikatakan sebagai prososial.

Bateman dan Church (2008:18) menyatakan bahwa upaya yang dilakukan untuk mengembangkan perilaku prososial anak sebelumnya terlalu berfokus pada tindakan negatif yang dilakukan dan memberikan penilaian yang buruk terhadap anak-anak yang pada akhirnya justru membuat anak menjadi semakin berperilaku anti sosial. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bateman dan Chuch diketahui bahwa untuk menanggulangi permasalahan tersebut, para praktisi, guru dan orang tua sebaiknya membawa hal-hal positif yang dapat membangun dan menciptakan suasana yang positif terhadap perkembangan anak. Hal senada juga dikemukakan oleh Crick et al.. (2006) dan Ostrov et al.. (2009). Berdasarkan hasil penelitian mengenai agresifitas anak di sekolah yang mereka lakukan dikeahui bahwa untuk mengurangi munculnya perilaku agresif serta berbagai efek yang disebabkannya, sekolah sebaiknya tidak terlalu fokus kepada pemberian sanksi terhadap agresifitas melainkan mendesain suatu intervensi preventif untuk mencegah berkembangnya perilaku agresifitas tersebut melalui pengembangan perilaku prososial anak.

Kartono (Syaodih, 2003:9) menyatakan bahwa anak usia dini mempunyai ciri khas yang berbeda dengan remaja dan orang dewasa. Salah satunya adalah dimilikinya sifat egosentris naïf. Seorang anak yang egosentris akan memandang dunia luar sesuai dengan pengetahuan dan pemahamannya sendiri karena dibatasi oleh perasaan serta pemikirannya yang masih sempit.


(19)

Anak sangat dipengaruhi oleh akalnya yang sederhana sehingga mereka belum mampu menyelami perasan dan pikiran orang lain. Anak juga belum memahami akan arti sebenarnya dari suatu peristiwa dan belum mampu menempatkan diri ke dalam kehidupan atau pikiran orang lain sehingga mereka sangat terikat pada dirinya sendiri dan belum mampu memisahkan diri dari lingkungannya. Sikap egosentris yang naïf ini bersifat temporer dan senantiasa dialami oleh setiap anak dalam proses perkembangannya, sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat perilaku prososial yang dimiliki oleh anak usia dini masih belum memadai.

Saripah (2006:8) menyatakan bahwa untuk mengembangkan perilaku prososial anak, guru sebaiknya melakukan kegiatan bimbingan yang dilaksanakan secara sistematis, terencana, dan terintegrasi dengan kegiatan pembelajaran sehari-hari di sekolah. Adapun keberadaan bimbingan di PAUD menurut Program Kegiatan Belajar Taman Kanak-kanak (PKBTK) 1994 adalah sebagai suatu proses bantuan khusus yang diberikan oleh guru atau petugas lainnya kepada anak didik dalam rangka memperhatikan kemungkinan adanya hambatan atau kesulitan yang dihadapi anak dalam rangka mencapai perkembangan yang optimal. Hal senada juga diungkapkan oleh Syaodih (2012:26) bahwa keberadaan bimbingan di PAUD merupakan bagian dan penunjang yang tidak terpisahkan dari keseluruhan kegiatan pendidikan di PAUD. Secara umum layanan bimbingan di PAUD bertujuan untuk membantu anak didik agar dapat mengenal dirinya dan lingkungan terdekatnya sehingga dapat menyesuaikan diri melalui tahap peralihan dari kehidupan rumah ke kehidupan yang lebih luas yaitu sekolah dan masyarakat sekitar.

Program yang dipandang tepat digunakan untuk mengembangkan perilaku prososial dalam tatanan PAUD adalah program bimbingan pribadi sosial, yaitu bimbingan yang dimaksudkan untuk membantu peserta didik untuk mencapai tujuan dan tugas perkembangan pribadi sosialnya dalam mewujudkan pribadi yang mampu menyesuaikan diri dan bersosialisasi dengan lingkungannya secara baik. Definisi bimbingan pribadi sosial yang


(20)

dikemukakan oleh Depdikbud (1994:4) diatas menggambarkan bahwa bimbingan pribadi sosial dapat digunakan untuk mengembangkan perilaku prososial anak. Pernyataan mengenai kesesuaian penggunaan program bimbingan pribadi sosial untuk mengembangkan perilaku prososial juga dibenarkan oleh Purba (2013) melalui penelitiannya yang berjudul “Program Bimbingan Pribadi Sosial Untuk Meningkatkan Perilaku Prososial Siswa”. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa program bimbingan pribadi sosial yang diterapkan ternyata terbukti efektif dapat meningkatkan perilaku prososial siswa. Aspek perilaku prososial juga dapat dilihat dari tujuan bimbingan pribadi sosial yang dikemukakan oleh Yusuf dan Nurihsan (2005:14), yaitu (1) memiliki sikap positif atau respek terhadap diri sendiri dan orang lain; (2) bersikap respek dan menghargai orang lain; (3) memiliki kemampuan berinteraksi sosial yang diwujudkan dalam bentuk hubungan persahabatan, persaudaraan, atau silahturahmi dengan sesama.

Bimbingan di PAUD menurut Syaodih (2003) memiliki karakteristik tersendiri. Hal ini dikarenakan masih terbatasnya pola pikir dan pemahaman anak sehingga pola bimbingan yang diberikan pun harus disesuaikan dengan pola pikir dan pemahaman anak yang masih sederhana. Teknik yang dapat digunakan dalam pelaksanaan bimbingan di PAUD pun beraneka ragam, seperti mengajar, bertukar informasi, pelatihan, tutorial, bermain dan konseling.

Dunia anak menurut Hurlock (1978:228) adalah dunia bermain khususnya pada anak prasekolah, bermain merupakan kebutuhan dasar mereka. Bermain menjadi kegiatan yang sangat penting dan merupakan pusat dari segala kegiatan karena aktivitas bermain merupakan keutuhan bagi anak dan seseuai dengan perkembangan yang dimiliki oleh anak (Euis, 2012:1). Syaodih (2003:86) menyatakan bahwa pembelajaran di taman kanak-kanak pada dasarnya harus dilaksanakan dalam nuasa bermain sehingga layanan bimbingan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari proses pembelajaran pun perlu menggunakan nuansa bermain. Berdasarkan apa yang dikemukakan diatas maka dapat disimpulkan bahwa bimbingan pribadi sosial yang


(21)

dirasakan sesuai untuk mengembangkan perilaku prososial anak usia dini adalah melalui teknik bermain. Hal senada juga dikemukakan oleh Association for the Educaiton of Young Children yang menyatakan bahwa kebanyakan perilaku prososial dicapai oleh anak-anak melalui bermain dan difasilitasi oleh guru sekolah (Schmoll, 2012). Anak usia dini menurut Hyson dan Tylor (2011:78) selalu ingin bermain dengan teman-temannya, dan bermain ternyata mampu memberikan motivasi terhadap mereka untuk berperilaku prososial.

Uraian yang diungkapkan diatas menguatkan bahwa bermain merupakan salah satu strategi atau teknik dalam bimbingan pribadi-sosial yang diperlukan untuk mengembangkan perilaku prososial anak usia dini. Program untuk mengembangkan perilaku prososial anak usia dini dipilih, dipilah, dan diseleksi jenis permainannya sesuai dengan kompetensi pribadi-sosial dalam laynan bimbingan pribadi-pribadi-sosial yang harus dicapai oleh anak usia dini sehingga perilaku prososialnya dapat dikembangkan secara maksimal.

Berangkat dari identifikasi masalah diatas maka rumusan masalah penelitian ini adalah “Bagaimana profil perilaku prososial anak usia dini di TK Bintang Mulia dan apa implikasinya terhadap program bimbingan pribadi-sosial?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan utama penelitian adalah mendeskripsikan perilaku prososial dan mengetahui implikasinya terhadap program bimbingan pribadi-sosial pada pendidikan anak usia dini.

2. Tujuan khusus penelitian ini diarahkan untuk memperoleh informasi atau data tentang:

a. Profil perilaku prososial anak usia dini di sekolah TK Bintang Mulia. b. Upaya guru dalam mengembangkan perilaku prososial anak usia dini


(22)

c. Implikasi profil perilaku prososial anak usia dini di TK Bintang Mulia terhadap program bimbingan pribadi-sosial.

D. Pertanyaan Penelitian

Untuk menjawab rumusan masalah di atas, maka secara lebih spesifik diajukan pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah profil perilaku prososial anak usia dini di sekolah TK Bintang Mulia.

2. Bagaimanakah upaya yang dilakukan oleh para guru dalam mengembangkan perilaku prososial anak usia dini di sekolah TK Bintang Mulia.

3. Bagaimana implikasi profil perilaku prososial anak usia dini di TK Bintang Mulia terhadap program bimbingan pribadi-sosial.

E. Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan konseptual dalam ilmu bimbingan dan konseling akan pentingnya keberadaan bimbingan pribadi sosial di jenjang pendidikan anak usia dini.

2. Hasil penelitian ini dapat dipergunakan untuk memberikan kontribusi terhadap para guru dalam memberikan layanan bimbingan pribadi-sosial untuk mengembangkan perilaku prososial pada anak usia dini.


(23)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Pendekatan, Metode dan Teknik Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penggunaan pendekatan kualitatif ini dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan. Pertama, data yang dikumpulkan merupakan data deskriptif yang berupa kata-kata dan tindakan-tindakan partisipan yang diwawancarai atau diamati. Kedua, penelitian ini memberikan gambaran apa adanya mengenai bimbingan pribadi sosial untuk mengembangan perilaku prososial anak usia dini di TK Bintang Mulia yang menjadi partisipan penelitian. Ketiga, penelitian ini bermaksud mengungkapkan peristiwa-peristiwa yang alami tanpa adanya rekayasa atau manipulasi. Keempat, aspek-aspek yang dikaji dapat dipelajari secara mendalam, menyeluruh, terperinci, dan bersifat pribadi.

Berdasarkan pada situasi permasalahan yang dikaji maka metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus, yaitu metode penelitian yang secara khusus meneliti kejadian atau fenomena yang terdapat pada realita. Creswell (2009:20) menyatakan bahwa studi kasus merupakan strategi penelitian dimana di dalamnya peneliti menyelidiki secara cermat suatu peristiwa, aktivitas, proses atau sekelompok individu.

Pertimbangan penggunaan studi kasus sebagai metode penelitian sendiri adalah karena adanya kesesuaian dengan segi tujuan peneliti yang menekankan pada upaya untuk mendapatkan gambaran nyata, yang natural dari subjek yang diteliti. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Yin (2002:1) bahwa studi kasus merupakan suatu pilihan yang tepat jika ingin meneliti sesuatu yang berkenaan dengan “how” dan “why” dan apabila fokus penelitiannya terletak pada fenomena masa kini dan dalam konteks kehidupan nyata.

Dalam penelitian ini sendiri peneliti berupaya untuk mengamati perilaku prososial yang dimiliki oleh anak usia dini, mengetahui apa saja yang telah dilakukan oleh para guru untuk mengembangkan perilaku prososial para siswa, serta mengetahui implikasi perilaku prososial anak usia dini terhadap program


(24)

bimbingan pribadi-sosial. Dasar dan alasan digunakannya metode studi kasus dalam penelitian ini adalah karena adanya kesesuaian dengan segi tujuan penelitian, yaitu mendeskripsikan perilaku prososial anak usia dini serta mengetahui implikasinya terhadap program bimbingan pribadi-sosial. Untuk itulah digunakan penelitian kualitatif dengan metode studi kasus karena diperlukan kajian terhadap situasi yang bersifat alami dan terdapat pada realita.

Untuk mengungkap dan menjawab pertanyaan penelitian, maka digunakan teknik pengumpulan data penelitian sebagai berikut: (1) observasi terhadap anak dan guru Nursery kelas Lamb di TK Bintang Mulia, (2) wawancara dengan guru Nursery kelas Lamb, (3) wawancara dengan orangtua murid, dan (4) studi dokumentasi.

B.Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di TK Bintang Mulia yang beralamat di Jl. Kopo Permai I Blok A No. 0, Bandung. Pemilihan lokasi dilakukan dengan beberapa pertimbangan. Pertama, TK Bintang Mulia adalah sekolah nasional plus yang mengaplikasikan kurikulum nasional dan global melalui pendekatan integratif yang bertujuan untuk mendidik anak menjadi anak yang sehat, cerdas, tangguh, mandiri, berkarakter, dan beriman dengan membangkitkan rasa senang untuk belajar secara aktif dan kreatif.

Kedua, TK Bintang Mulia mempunyai keunikan dalam konteks kontribusinya mengembangkan karakter melalui pendekatan integratif agar terjadi suatu proses pembentukan anak didik secara komprehensif, yaitu keutuhan diri anak didik yang mencangkup setiap aspek hidupnya (aspek kognitif, aspek psikomotorik, aspek afektif, aspek kepribadian, dan aspek rohani) di mana aspek rohani merupakan inti kepribadian seseorang yang akan mewarnai dan mempengaruhi setiap aspek lainnya.

Ketiga, masih ditemukannya fenomena anak yang menunjukkan rendahnya perilaku prososial di TK Bintang Mulia. Dan yang terakhir adalah karena belum pernah ada penelitian mengenai proram bimbingan untuk mengembangkan perilaku prososial anak yang dilakukan di TK Bintang Mulia.


(25)

Gambar 3.1

Lokasi Penelitian TK Bintang Mulia 1. Sejarah dan Profil Umum TK Bintang Mulia

TK Bintang Mulia didirikan pada tahun 1997 dan mendapat izin operasional dari Dinas Pendidikan Nasional (DIKNAS) pada tanggal 14 Januari 1999, dengan Nomor: 885/I.02.10/DS/1999.

Mulanya TK yang beralamat di Komplek Kopo Permai I blok A no. 0, dengan luas lahan sekitar 2.431m2, bernama TK Bintang Kecil. Pada tahun 2008 atas seijin Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 421.2/2539-DISDIKBUD/2008, TK ini berubah nama menjadi TK Bintang Mulia yang digunakan sampai sekarang. Adapun latar belakang pendiriannya adalah karena berkembangnya dunia pendidikan yang begitu cepat serta perkembangan kota Bandung bagian Selatan yang banyak dihuni oleh pasangan muda keluarga Kristen sehingga gereja terbeban untuk mendirikan suatu sekolah dengan konsep baru di daerah Selatan.

Sekolah TK Bintang Mulia didirikan oleh Yayasan Bina Insan Mulia dengan anggota yayasan yang ditunjuk oleh gereja, yaitu: Agus Tjandra, Joseph Koshan, Edi Sukamto, Josep Sunaryo, dan Huesein Hilman. Selain itu dibentuk pula tim inti pendirian sekolah yang terdiri dari Joseph Kosan, Tjioe Jung Jung, Benny Soenarjo, Arief Subagio, dan Iratius Radiman.

Pada bulan Juli 1997 sekolah Bintang Mulia memulai program bermain untuk anak usia 2 tahun yang disebut Pondok Batita, dan Kelompok Bermain untuk usia 3 tahun. Metode yang digunakan adalah creative and active learning,


(26)

serta didukung dengan kegiatan lainnya seperti program cerdas tangkas, field trip, ritmika, musik, computer, serta kegiatan outdoor dan indoor.

Berikut adalah profil umum TK Bintang Mulia Nama : TK Bintang Mulia

Status : Swasta Jumlah tenaga : 57 orang Jumlah anak : 240 anak

TK Bintang Mulia tidak menekankan pada kepentingan sekunder seperti pemenuhan standar terbaik atau prestasi akademik (membaca, menulis, dan berhitung) dalam bentuk nilai atau angka semata, melainkan lebih diarahkan pada suatu jurusan yang tepat yang berorientasi pada kepentingan primer, yaitu memenuhi panggilan Tuhan yang unik terhadap masing-masing pribadi.

Keberadaan TK Bintang Mulia mengembang Visi dan Misi sebagia berikut.

Visi : “Menjadi lembaga pendidikan Kristen unggulan yang mengutamakan Iman, Integritas dan Ilmu”

Misi : “Menyediakan pendidikan berlandaskan pandangan Kristiani yang bersifat holistik, integratif dan transformatif"

Tujuan didirikannya TK Bintang Mulia adalah mendedikasikan diri dan sebagai pendidikan Kristen dan berkomitmen untuk menghasilkan kualitas anak didik yang terbaik (excellent) demi terpenuhinya panggilan Allah di dunia ini. Adapun kualitas ini dijabarkan dalam empat atribut yang menunjukkan karakteristik setiap individu. Keempat atribut tersebut adalah integrity, integration, information, dan impact.

Pertama, TK Bintang Mulia berkomitmen untuk menghasilkan anak didik yang memiliki atribut integrity yang mencerminkan keutuhan kepribadian yang mana perbuatannya selaras dengan perkataan dan pengakuan imannya. Seorang anak yang bukan merupakan seorang kompromistis atau oportunis, melainkan seorang anak yang konsisten dan konsekuen berdasarkan prinsip hidup yang dipegangnya. Sebagai seorang yang terdidik, anak tersebut akan terlatih untuk


(27)

memilah dan memilih antara yang benar atau yang salah, antara yang baik atau yang jahat, serta antara yang prinsipil dan non-prinsipil.

Kedua, TK Bintang Mulia berkomitmen untuk menghasilkan anak didik yang memiliki atribut integration, dimana anak didik mampu menunjukkan pola pandang Kristiani yang terbuka (open-minded), yaitu mengintegrasikan antara pengetahuan umum dengan prinsip iman kepercayaan Kristiani yang dipegangnya. Dengan demikian, aplikasi pengetahuannya yang integrative ini akan selalu dikaji ulang dengan tolak ukur yang mutlak berdasarkan kebenaran Tuhan.

Ketiga, TK Bintang Mulia berkomitmen untuk menghasilkan anak didik yang memeiliki atribut information, dimana anak didik dapat memperoleh informasi yang ia butuhkan dan mengetahui bagaimana mengakses dan menerapkan informasi tersebut secara tepat guna. Dengan demikian, ia akan menjadi manusia pembelajar seumur hidup yang terus diperkaya dan memperkarya.

Keempat, TK Bintang Mulia berkomitmen untuk menghasilkan anak didik yang memiliki atribut impact, dimana anak didik mampu menunjukkan dampak positif yang membangun bukan hanya diri sendiri melainkan juga orang lain baik di lingkungan sekitar maupun di lingkungan masyarakat luas. Dampak positif ini merupakan refleksi dari pola hidup yang berintegritas, prinsip kebenaran yang terintegrasi, dan pengetahuan informatif yang tepat guna. Dampak positif ini juga merupakan kesaksian hidup Kristiani dalam rangka menuaikan misi Tuhan di dunia ini.

2. Susunan Kepemimpianan TK Bintang Mulia

Secara struktural kepengurusan TK Bintang Mulia berada dibawah Yayasan Bina Insan Mulia. Susunan kepemimpinan TK Bintang Mulia terdiri dari Kepala Sekolah, PKS Kurikulum, PKS Kesiswaan, Koordinator Inggris, Administrasi, Koordinator Child Care dan para guru.

Lebih lengkap untuk mengetahui susunan kepemimpinan TK Bintang Mulia, dapat dilihat pada bagan dibawah ini.


(28)

Bagan 3.1

Struktur Kepemimpinan Sekolah TK Bintang Mulia

3. Jumlah Anak di TK Bintang Mulia

Pada saat dilakukan penelitian, jumlah peserta didik di TK Bintang Mulia ada sebanyak 240 anak yang terdiri dari 122 orang anak laki-laki dan 118 orang anak perempuan yang tersebar ke dalam 4 tingkatan, yaitu Pre-Nursery, Nursery, K1 dan K2. Gambaran lebih rinci mengenai jumlah peserta didik di TK Bintang Mulia dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Kelas Usia Laki-laki Perempuan Total

Pre-Nursery 2,5 – 3 tahun 16 orang 15 orang 31 orang Nursery 3,5 – 4 tahun 35 orang 31 orang 66 orang K1 4,5 – 5 tahun 30 orang 41 orang 71 orang K2 5,5 – 6 tahun 41 orang 31 orang 72 orang

Jumlah 122 orang 118 orang 240 orang

Tabel 3.1

Jumlah Peserta Didik TK Bintang Mulia Tahun Ajaran 2012/2013 4. Kurikulum TK Bintang Mulia

TK Bintang Mulia adalah sekolah nasional plus yang pada dasarnya menerapkan kurikulum nasional menurut ketetapan Diknas, namun dalam


(29)

operasionalnya sekolah ini memodifikasinya dengan pendekatan yang integratif dengan maksud agar terjadi suatu proses pembentukan peserta didik secara komprehensif, yaitu terciptanya keutuhan diri peserta didik yang mencangkup setiap aspek hidupnya baik itu aspek kognitif, psikomotorik, afektif, kepribadian dan aspek rohani.

Tindakan modifikasi kurikulum nasional yang dilakukan merupakan nilai plus bagi para peserta didik, karena TK Bintang Mulia merindukan peserta didik yang tidka hanya berkembang dalam aspek kognitif semata yang sangat ditekankan dalam sekolah-sekolah konvensional atau tradisional pada umumnya. TK Bintang Mulia mempunyai komitmen untuk meluluskan peserta didik yang berpengetahuan, terampil, stabil, berkarakter, dan beriman.

Model kurikulum yang ingin dikembangkan di sekolah Bintang Mulia adalah model segi lima yang berpusatkan lingkaran sebagai inti yang berlapis tiga. Kurikulum yang dimaksud disini adalah kurikulum formal yang terdiri dari semua mata pelajaran yang akan diajarkan di sekolah, namun dalam model ini tidak tercangkup kurikulum nonformal yang terdiri dari semua program ekstrakulikuler. Penjabaran model kurikulum ini dimulai dari penjabaran tentang lingkaran yang paling dalam yaitu formasi spritualitas yang pada dasarnya merupakan pertumbuhan rohani seorang murid Kristus. Formasi spiritualitas patut dialami oleh semua jajaran pendidik, non-pendidikan dan para siswa, supaya pertumbuhan rohani ini nantinya dapat meresap dan mempengaruhi semua kegiatan atau dinamika proses belajar-mengajar. Formasi spiritualitas khususnya dilakukan melalui kegiatan-kegiatan disiplin rohani yang mencangkup pelajaran agama Kristen, ibadah tengah minggu, saat teduh, retreat dan program shepherding (pembinaan rohani siswa melalui kelompok kecil).

Lingkaran kedua adalah pembentukan karakter (character building) yang pada dasarnya merupakan perkembangan karakter Kristiani. Pelajaran tentang pembentukan karakter ditangani oleh para guru Bimbingan dan Konseling. Sekolah Bintang Mulia melihat pembentukan karakter sangat perlu diimplementasikan di sekolah sejak dini karena di tengah-tengah dunia yang semakin rusak dan gelap ini, sudah sepatutnya jika sekolah Kristen mempunyai


(30)

komitmen untuk membentuk karakter yang baik dalam pribadi setiap siswa agar dapat berfungsi sebagai garam dan terang dunia.

Lingkaran ketiga adalah pendidikan fisik atau pelajaran olahraga yang bertujuan untuk mengembangkan kebugaran tubuh yang sehat dan kuat. Setiap langkah gerak hidup seorang Kristen merupakan ungkapan ibadah yang sejati. Hal ini tidak mungkin terjadi tanpa tubuh yang sehat.

Lima sisi di luar lingkaran menunjukkan lima rumpun pelajaran, yaitu science, matematika dan computer, arts, bahasa, serta sosial (humanities). Gambaran lebih rinci mengenai kurikulum sekolah Bintang Mulia dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 3.2

Model Kurikulum TK Bintang Mulia

Sebagai sekolah Kristen nasional plus, sekolah Bintang Mulia harus memodifikasi kurikulum nasional dari Diknas dengan berpedoman pada prinsip-prinsip Kristiani. Terdapat empat prinsip-prinsip fundamental yang hendak digaris bawahi untuk diterapkan dalam proses modifikasi kurikulum nasional tersebut.

Pertama, prinsip bible based (truth-principled) yaitu dengan mengintegrasikan setiap mata pelajaran dengan prinsip-prinsip kebenaran Firman Tuhan, sehingga setiap mata pelajaran akan disaring kembali berdasarkan tolak ukur prinsip-prinsip kebenaran Firman Tuhan yang dipelajari, dihayati dan dihidupi oleh para guru. Artinya setiap pelajaran akan disoroti dalam perspektif alkitabiah. Guru yang mengintegrasikan kebenaran Tuhan dalam pelajaran apapun akan membuat para murid melihat karya agung dari Tuhan sang Pencipta alam semesta dan segala isinya serta pada akhirnya akan membawa para murid untuk


(31)

mengagumi Tuhan sendiri dalam ungkapan pujian dan rasa syukur yang alami dan spontan. Sekolah Bintang Mulia tidak menganut prinsip dikotomi yang sempit

dimana terjadi pemisahan antara golongan mata pelajaran yang dinilai “sekuler”

(hampir semua mata pelajaran di sekolah) dan yang dinilai “rohani” (pelajaran agama Kristen). Sekolah Bintang Mulia menganut prinsip bahwa seluruh kebenaran – dimana pun memperolehnya baik itu di dalam Alkitab atau di dalam alam semesta ini – adalah kebenaran Allah, karena Dialah Kebenaran dan sumber Kebenaran.

Kurikulum yang bible-based adalah kurikulum yang menempatkan Alkitab sebagai fondasi atau dasar dimana kebenaran Tuhan dijunjung sebagai kebenaran yang mutlak dan tertinggi yang mengatasi kebenaran manusia yang relative dan terbatas. Apabila di dalam kurikulum nasional ditemukan adanya pernyataan atau prinsip hidup yang bertentangan dengan Kebenaran Firman Tuhan (postulat), misalnya teori evolusi, rekayasa genetika, pornografi, dll, maka setiap guru patut bersikap tegas untuk berani menolak semua itu. Jadi setiap guru akan tetap mengajarkan pelajaran-pelajaran yang mengandung konsep-konsep yang sekalipun bertentangan dengan kebenaran firman Tuhan namun guru mengkritisinya di bawah terang kebenaran Firman Tuhan. Setiap guru seharusnya memiliki kepekaan serta keterampilan untuk selalu sigap mendeteksi konsep-konsep yang menyimpang atau yang bertentangan dengan firman Tuhan.

Kedua, prinsip student developmental oriented yaitu dengan merancang kurikulum sesuai dengan karakteristik perkembangan masa anak menurut perkembangan setiap aspek – kognitif, sosial-emosional, fisik, moral dan rohaninya. Sekolah Bintang Mulia percaya bahwa hanya Adam dan Hawa yang diciptakan secara langsung oleh Tuhan sebagai orang dewasa. Sesudahnya setiap orang diciptakan dengan potensi untuk terus berkembang secara bertahap mulai dari masara pranatal, bayi, anak dan remaja sampai menjadi seorang yang dewasa. Jadi, jelaslah bahwa anak tidak identik dengan orang dewasa mini dan masa remaja merupakan masa transisi antara anak dan dewasa. Berdasarkan karakteristik perkembangan peserta didik pada setiap tahap, sekolah Bintang Mulia merancang kurikulum yang sesuai, dengan tujuan agar kurikulum dapat


(32)

dicerna anak didik sesuai dengan kapasitas ke arah kompetensi yang maksimal serta menetap dalam long term memory dan bukan yang hanya dapat diingat dalam waktu singkat dan tidak bermanfaat.

Ketiga, prinsip interdisciplinary (life-focused). Sekolah Bintang Mulia percaya bahwa kehidupan manusia bersifat holistik dan tidak segmental, sekolah sebagai lembaga pendidikan mempunyai fungsi untuk memperlengkapi peserta didik untuk belajar mempersiapkan diri untuk memasuki masa dewasa dengan bekal yang utuh, agar mampu hidup bertanggung jawab dalam semua aspek kehidupannya dan menjadi berkat bagi orang lain serta berkenan di hati Tuhan. Untuk memberikan pembekalan hidup yang utuh maka sekolah Bintang Mulia mengajarkan kurikulum yang memperlihatkan kesatuan antara satu pelajaran dengan pelajaran lainnya serta memperlihatkan kesatuan antara disiplin ilmu yang diajarkan. Hal ini dimungkinkan bila setiap pelajaran mempunyai fokus terhadap kehidupan manusia yang riil dan relevan dengan kehidupan peserta didik, sehingga setiap mata pelajaran akan dilihat manfaatnya dan dapat secara langsung diterpakan dalam kehidupan sehari-hari. Sekolah Bintang Mulia percaya bahwa kurikulum yang berfokus pada kehidupan riil dapat menimpulkan semangat belajar yang tinggi dan menyenangkan.

Keempat, pendekatan kecerdasan majemuk (multiple intelligence approach). Sekolah Bintang Mulia sebagai sekolah pendidikan Kristen patut menghargai keunikan setiap insan dengan bakat, minat, kecenderungan, kepribadian, potensi dan kapasitas serta karunia yang berbeda-beda. Oleh sebab itu, hukum pukul rata dan sama rata tidak diberlakukan di sekolah Bintang Mulia. Untuk itulah, Sekolah Bintang Mulia mengajak para guru untuk lebih mengenal setiap keunikan muridnya karena dengan pengenalan inilah maka guru dapat berperan sebagai mentor yang dapat membantu peserta didik untuk berkembang secara optimal.

Untuk memfasilitasi keunikan ini, sekolah Bintang Mulia menerapkan pendekatan multiple intelligence (MI). Dengan menerapkan pendekatan MI, variasi metodologi yang kreatif dalam proses belajar-mengajar yang aktif dan dinamis dilihat mampu mengakomodir semua jenis kecerdasan yang tertanam


(33)

dalam diri para murid. Sekolah Bintang Mulia berkomitmen untuk membantu setiap murid mengeksplorasi jenis kecerdasan yang dimilikinya, mengkhususkannya dan bahkan membangunnya dalam rangka pengembangan potensi diri semaksimal mungkin. Setiap murid akan diarahkan untuk mengenal dan berbangga akan kekuatan dan kecenderungan dirinya, sehingga dengan kepercayaan diri dan keyakinan penuh. Dengan ini diharapkan para peserta didik mampu menjadi lulusan unggulan di bidangnya dan menyandang profesi yang sesuai dengan panggilan Tuhan atas dirinya untuk terlibat dalam upaya transformasi dunia ini.

5. Kondisi Fisik Lingkungan TK Bintang Mulia

TK Bintang Mulia menempati lahan seluas 2.431m2 dan dibagi menjadi tiga bangunan permanen serta arena bermain yang luas yang dikelilingi oleh rindangnya pepohonan. Area bermain ini selain dimanfaatkan untuk kegiatan pembelajaran outdoor juga digunakan sebagai tempat bermain anak-anak sebelum bel masuk berbunyi atau sepulang sekolah dengan pengawasan dari orangtua mereka.

Gambar 3.3

Denah Sekolah TK Bintang Mulia

Beberapa ruangan yang ada di gedung TK Bintang Mulia secara umum ditata dan dihias dengan warna warni yang menarik. Ukuran meja dan kursi yang berada di dalam kelas pun disesuaikan dengan kondisi anak serta diberi dengan warna-warna yang ceria. Berikut adalah penjelasan singkat mengenai kondisi fisik


(34)

lingkungan TK Bintang Mulia yang terbagi menjadi tiga bangunan permanen, yaitu:

1) Kantor TK Bintang Mulia berada depan sebelah kanan yang ditempati oleh para guru dan staff mempunyai 2 lantai. Lantai satu terdiri dari ruang pertemuan, ruang komputer, ruang Kepala Sekolah, ruang administrasi, ruang guru, dan kamar mandi. Masing-masing ruangan tersebut, kecuali ruang kepala sekolah, ruang pertemuan, ruang komputer dan SaPras, serta kamar mandi , tidak dipisahkan oleh sebuah dinding melainkan bersatu sehingga memberikan kesan luas dan memungkinkan ruang gerak yang cukup bagi para guru untuk bebas melakukan berbagai aktivitas dan memudahkan akses komunikasi antar guru. Di dinding tengah ruangan ditempel papan tulis yang lengkap dengan berbagai daftar kegiatan para guru. Lantai dua terdapat ruang UKS, ruang inventaris, satu kamar mandi, serta perpustakaan kecil untuk guru-guru.

2) Gedung PB dan KB yang berada di sebelah kiri terdiri dari 3 lantai.

a. Lantai satu terdiri dari ruang setengah lingkaran yang berfungsi sebagai tempat berkumpulnya guru-guru pada pagi hari untuk melakukan saat teduh bersama serta digunakan juga sebagai tempat penjemputan untuk anak kelas Pre Nursery dan Nursery. Di pinggir ruangan ini terdiri tiga ruang belajar untuk kelas tingkat Pre Nursery, dapur, kamar mandi, ruang serba guna yang digunakan untuk kegiatan ekstrakulikuler anak, sensory and stimulation room (SSR), gudang serta dua kamar mandi. Lantai satu gedung ini juga mempunyai dua tangga di sebelah kanan dan kiri gedung yang dilengkapi dengan angka yang terus bertambah besar di sebelah kiri serta angka yang menjadi kecil di sebelah kiri. Keberadaan tangga dan angka ini dimaksudkan untuk membantu anak untuk belajar menghitung sekaligus mendisplinkan anak mengenai arah naik dan turun. Di depannya terdapat area bermain yang terdiri dari area bermain besar yang biasa disebut dengan sand castle, area bermain kecil yang diperuntukkan bagi anak-anak kelas Pre-Nursery, lapangan upacara, serta tempat bermain pasir yang biasa disebut dengan sand box. Selain area bermain juga terdapat satu kolam berenang anak.


(35)

b. Lantai dua terdiri dari ruangan audio visual, perpustakaan, kelas bahasa Inggris untuk kelas tingkat Pre Nursery dan Nursery, ruang perlengkapan, dua kelas bahasa Mandarin, tiga kelas ruang belajar untuk kelas Nursery serta 4 kamar mandi yang berada di sisi sebelah kanan dan kiri gedung. c. Lantai tiga terdiri dari satu aula besar yang biasanya digunakan untuk

pertemuan orangtua murid dan kegiatan chapel. Di sebelahnya terdapat ruang chapel kecil yang dilengkapi dengan kursi dan papan tulis untuk kegiatan ekstrakulikuler anak.

3) Gedung TK A dan TK B yang berada disebelah kiri terdiri dari empat lantai. a. Lantai satu terdiri dari ruangan komputer, ruang makan, kamar mandi, serta

tempat penjemputan bagi anak kelas K1 dan K2.

b. Lantai dua terdiri dari tiga ruang kelas tingkat K1, kamar mandi dan ruang ritmika.

c. Lantai tiga terdiri dari tiga ruang kelas tingkat K2, kamar mandi dan aula kecil.

d. Lantai empat terdiri dari kelas bahasa Inggris untuk anak tingkat K1 dan K2 serta tiga ruang kelas untuk program Child Care.

6. Potret Kegiatan Kelompok Bermain Kelas Lamb di TK Bintang Mulia Kegiatan utama kelompok bermain di TK Bintang Mulia pada dasarnya terbagi menjadi dua, yaitu kegiatan pembelajaran indoor dan outdoor. Kegiatan pembelajaran indoor dilakukan secara mobile atau berpindah-pindah dari satu ruangan ke ruangan lain. Kegiatan yang secara rutin dilakukan sehari-hari meliputi aktivitas berdoa, saat teduh, bernyanyi. Sedangkan kegiatan pembelajaran dilakukan sesuai dengan tema yang tertuang dalam satuan kegiatan harian.

Kegiatan kelompok bermain di TK Bintang Mulia berlangsung dari hari Senin hingga Jumat mulai pukul 08.00 pagi hingga pukul 11.20 siang. Jadwal kegiatan kelompok bermain sehari-hari dapat dilihat dari tabel dibawah ini.


(36)

Tabel 3.2

Jadwal Kegiatan Kelompok Bermain Kelas Lamb TK Bintang Mulia Secara ringkas, potret kegiatan pembelajaran kelompok bermain kelas Lamb di TK Bintang Mulia adalah sebagai berikut.

Pada pukul 07.30 pagi, kedua guru telah siap di kelas untuk menyambut anak. Satu persatu anak-anak hadir dengan diantar oleh orang tua atau kerabatnya yang lain. Setelah disambut, anak diminta untuk menggantungkan tas di depan kelas lalu melepas sepatu mereka untuk digantikan dengan sandal jepit. Anak-anak juga diminta untuk membawa botol minum yang mereka bawa dan menaruhnya di dalam kelas. Setelah itu anak-anak diperbolehkan bermain, baik itu di dalam kelas maupun di luar kelas dengan syarat ketika bel berbunyi maka mereka harus dengan segera masuk ke kelas masing-masing.

Guru akan memulai kegiatan pagi dengan aktivitas circle time dimana anak-anak diminta untuk duduk di karpet dan mulai berdoa, bernyanyi dan mendengarkan saat teduh yang dibawakan oleh guru kelas masing-masing. Setelah itu anak-anak akan memulai kegiatan pembelajaran yang terdiri dari pelajaran bahasa mandarin, theme activity, character building, pre-writing,games phonics, dan numbers. Pelajaran bahasa mandarin sendiri terbagi menjadi dua, yaitu pelajaran bahasa mandarin yang diajarkan oleh guru warga negara Indonesia dan bahasa mandarin yang diajarkan oleh guru native yang berasal dari China.

Selanjutnya anak akan melakukan theme activity, yaitu kegiatan pembelajaran yang telah disesuaikan dengan tema bulanan. Misalnya tema pada bulan Mei 2013 adalah lima panca indera (five senses), maka pada kegiatan theme activity anak-anak akan diajak untuk belajar mengenai panca indera. Berikut


(37)

adalah contoh tabel kegiatan theme activity yang diambil dari SKH ke 20 bulan Mei tahun 2013.

Tabel 3.3

Tabel kegiatan theme activity dengan tema lima panca indera

Kegiatan theme activity terbagi menjadi tiga bagian, yaitu motivasi, input dan penutup. Pada bagian motivasi biasanya guru akan mengisinya dengan lagu, pembacaan puisi (rhyme) atau cerita yang sesuai dengan tema yang ingin disampaikan. Lalu dimulai dengan input dimana guru bertugas untuk mengajarkan anak-anak mengenai apa yang ingin diajarkan. Berbagai media dapat digunakan dalam input, seperti flashcards atau kartu bergambar, cerita dan lain sebagianya. Pada bagian penutup, guru akan mengajak anak untuk melakukan kegiatan yang merupakan implementasi daripada apa yang telah diajarkan. Implementasi tersebut biasanya berbentuk lembar kerja atau games. Seperti yang dapat dilihat dari tabel diatas. Pada bagian penutup, untuk memahami mengenai apa yang telah diajarkan oleh guru mengenai dua panca indera, yaitu indera penciuman dan indera perasa, maka anak diajak untuk melalukan observasi langsung terhadap beberapa barang dan makanan. Agar anak mengenal indera penciuman mereka, anak diajak untuk mencium beberapa barang yang memiliki bau cukup menyengat


(38)

seperti kopi, pewangi dan bahkan terasi. Sedangkan untuk indera perasa, anak diminta untuk mencoba beberapa makanan yang memiliki rasa pahit seperti kopi, manis seperti gula, asam seperti jeruk lemon dan lain sebagainya. Melalui kegiatan ini, anak diharapkan dapat menyerap dengan baik akan apa yang telah diajarkan.

Kegiatan pembelajaran selanjutnya adalah character building. Pada pelajaran character building, anak diajak untuk belajar mengenai beberapa karakter baik seperti tupai yang suka dengan kerapihan (orderliness), gajah yang taat (obedience), lumba-lumba yang suka menolong (friendliness), burung elang yang bertanggung jawab (responsibility), hamster yang menyukai kebersihan (cleanliness) dan angsa yang mempunyai inisiatif. Melalui pelajaran ini, guru ingin menanamkan nilai-nilai serta membentuk karakter anak didik sejak dini agar anak didik dapat menjadi pribadi yang berkarakter baik agar dapat berfungsi sebagai garam dan terang dunia.

Kegiatan pembelajaran selanjutnya adalah kegiatan pre-writing. Melalui kegiatan ini, guru membantu anak untuk mengembangkan kemampuan motorik halus mereka. Sedangkan dalam pelajaran numbers, anak-anak mulai diperkenalkan dengan pelajaran matematika sederhana seperti konsep angka 1-10, pengenalan ukuran besar - kecil, dan lain sebagainya.

C.Partisipan Penelitian

Sesuai dengan fokus penelitian, partisipan penelitian dalam penelitian ini adalah anak-anak yang secara resmi tercatat sebagai siswa sekolah TK Bintang Mulia yang lebih difokuskan kepada kelas Lamb tingkat Nursery yang berjumlah 5 orang. Pemilihan kelima orang partisipan penelitian tersebut diambil secara purposive (bertujuan) karena mereka dianggap representatif untuk menggambarkan perilaku prososial anak di TK Bintang Mulia dan sekaligus juga memiliki informasi yang diinginkan.

Berdasarkan segi usia, partisipan penelitian yang dipilih mempunyai usia yang sebaya (antara 4 sampai 5 tahun) yang diasumsikan mempunyai perilaku prososial yang cukup baik dibandingkan dengan anak-anak di bawah usia 4 tahun


(39)

yang masih bergantung kepada orang dewasa. Alasan pemilihan tersebut juga didukung oleh hasil observasi yang telah dilakukan oleh peneliti selama melakukan studi pendahuluan serta wawancara dengan kepala sekolah dan guru TK Bintang Mulia yang menguatkan kelima anak tersebut sebagai “nominasi” untuk dijadikan partisipan penelitian.

Gambar 3.4 Partisipan Penelitian

Identitas responden yang dijadikan partisipanpenelitian sebanyak lima orang, terdiri dari tiga orang laki-laki dan dua orang perempuan. Berikut adalah paparan identitas dari kelima orang responden:

1. RFW adalah kode responden, berusia 4 tahun dengan jenis kelamin laki-laki. RFW adalah anak tunggal dari ibu yang seorang warga negara Amerika dan bekerja sebagai guru bahasa Inggris (native) di salah satu sekolah menengah atas swasta serta ayah yang berwarga negara Indonesia. Karena Ibu RFW bekerja, maka yang mengantarkan RFW ke sekolah setiap hari adalah ayahnya yang berprofesi sebagai fotografer. RFW adalah anak yang suka bercerita dan sangat aktif bergerak. Ayah RFW sendiri tidak membatasi gerak anaknya, menurutnya seorang anak seharusnya diberikan kebebasan untuk melakukan apapun dan sebaiknya orangtua tidak melarang anak-anaknya untuk melakukan sesuatu karena hanya dengan kebebasan itulah maka seorang anak dapat belajar. Sehingga tidaklah mengherankan jika guru RFW memberitahukan ayahnya bahwa RFW terluka, sang ayah hanya tersenyum dan berkata tidak


(40)

apa-apa selama anaknya hanya luka kecil dan tidak berdarah-darah maka itu bukanlah perkara besar baginya. RFW mampu bergaul dengan teman-temannya, hanya saja ia mempunyai kecenderungan untuk bermain dengan anak perempuan dibandingkan dengan anak laki-laki. RFW masih terlihat kesulitan bermain bersama dan meminjamkan mainannya kepada teman-temannya yang lain. Ia bahkan belum dapat mengenal nama-nama teman sekelasnya meskipun mereka sudah bermain bersama hampir selama setengah tahun lamanya. RFW baru bergabung di TK Bintang Mulia pada semester kedua dan menurut guru kelasnya RFW masih belum mampu memahami peraturan, hal ini dapat dilihat pada saat belajar, RFW tidak dapat duduk lama sehingga ia terus menerus mencari alasan untuk pergi keluar kelas.

2. MCA kode responden, berusia empat tahun, jenis kelamin perempuan. MCA adalah anak pertama dari dua bersaudara. Kedua orangtuanya adalah warga negara Indonesia. Ayahnya bekerja sebagai karyawan dan ibunya bekerja sebagai ibu rumah tangga. Orang yang selalu mengantarkan MCA ke sekolah adalah ayahnya, hal ini dikarenakan ibunya masih harus menjaga anak keduanya yang masih kecil. Perilaku MCA dalam kehidupan sehari-hari adalah pendiam dan agak keras kepala. Hal ini dapat dilihat pada saat ia tidak mau melakukan sesuatu, jika anak lain masih bisa dibujuk lain halnya dengan MCA karena ia tidak akan melakukannya meskipun guru sudah membujuknya. MCA sangat sulit untuk makan, terutama untuk makan buah-buahan. Setiap kali diberikan buah-buahan, MCA mengunyahnya namun ia akan memuntahkannya kembali di dalam mangkuk dengan maksud agar ia tidak harus memakan buah lagi. Namun perilaku ini sudah mulai berkurang, karena adanya antisipasi dari guru kelas. Menurut ayahnya, MCA adalah cucu pertama dalam keluarganya sehingga MCA sangat disayangi oleh kakek dan neneknya. Jika MCA melakukan suatu kesalahan dan dimarahi oleh ibunya, di kemudian hari MCA akan melaporkan hal tersebut kepada kakek dan neneknya sehingga pada akhirnya ibunyalah yang dimarahi oleh kakek dan neneknya.

3. GJX kode respon, berusia empat tahun dan berjenis kelamin laki-laki. GJX adalah putra pertama dari dua bersaudara, kedua orangtuanya adalah warga


(41)

negara Indonesia yang bekerja sebagai wiraswasta. Orang yang senantiasa mengantarkan GJX ke sekolah adalah ayahnya. Dalam kehidupan sehari-hari, GJX adalah anak yang periang akan tetapi masih kesulitan dalam mengontrol emosinya sehingga tidaklah jarang GJX akan menjadi marah jika hal yang ia inginkan tidak terpenuhi. GJX juga sering membuat alasan untuk tidak mengikuti suatu kegiatan dengan alasan bahwa ia tidak menyukai pelajarannya. 4. KKY kode responden, berusia empat tahun dan berjenis kelamin perempuan. KKY adalah anak kedua dari dua bersaudara. Kedua orangtuanya merupakan warga negara Indonesia dan berprofesi sebagai wiraswasta. Dalam kehidupan sehari-hari, KKY adalah anak yang pemalu dan tidak suka menjadi pusat perhatian. Hal ini dapat dilihat ketika guru memintanya untuk berpartisipasi dalam permainan, KKY akan menunduk dan menolak untuk berpartisipasi. KKY hanya akan bermain dengan teman sekelas yang telah ia kenal sejak dulu. Ibunya adalah orang yang selalu mengantar KKY ke sekolah setiap harinya. Ketika pelajaran akan dimulai, segala kegiatan yang seharusnya dilakukan oleh KKY sendiri seperti membuka sepatu dan menggantinya dengan sandal, selalu dibantu oleh ibunya, begitu juga dalam halnya dalam membawakan botol minum. KKY suka membantu guru dan temannya, namun masih belum mampu berbagi dengan teman sekelas yang belum ia kenal dengan baik.

5. CJS kode responden, berusia empat tahun dan berjenis kelamin laki-laki. Merupakan anak tunggal dari orangtua yang keduanya adalah warga negara Indonesia dan bekerja sebaga karyawan sebuah perusahaan. Ibunya adalah orang yang selalu mengantarkannya ke sekolah. Dalam kegiatan sehari-hari, CJS adalah anak yang baik dan suka menolong hanya saja dalam hal sosial emosional, CJS masih belum mampu mengontrol emosinya dengan optimal terutama jika teman dekatnya tidak mau bermain dengannya maka CJS akan menangis dan mengira bahwa temannya tersebut marah kepadanya.

Untuk lebih mengetahui dengan lebih jelas identitas responden, berikut adalah tabel identitas responden.


(42)

Tabel 3.4 Identitas Responden

Selain kelima orang anak kelas Lamb, penelitian ini juga mengikutsertakan guru kelas Lamb yang berjumlah dua orang untuk dijadikan subjek penelitian. Kedua guru tersebut dilibatkan karena guru merupakan orang yang mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran serta bimbingan di sekolah setiapa harinya. Dalam hal ini guru berperan sebagai pembimbing dalam membantu pengembangan karakter anak usia dini serta mengkondisikan lingkungan dengan berbagai kegiatan yang dilakukan di TK Bintang Mulia untuk mengembangkan perilaku prososial anak merupakan fokus penelitian yang tidak terpisahkan dengan gambaran perilaku prososial anak. Adapun identitas kelima orang anak serta kedua orang guru yang menjadi partisipan penelitian tertera pada tabel berikut ini.

Tabel 3.5

Identitas Partisipan Penelitian

STATUS NAMA

(INISIAL)

TANGGAL LAHIR/USIA

JENIS KELAMIN

Anak CJS 06 – 11 – 2008 Laki-laki

Anak MCA 16 – 02 - 2009 Perempuan

Anak GJX 30 – 04 - 2009 Laki-laki

Anak KKY 10 – 04 - 2009 Perempuan

Anak RW 06 – 10 - 2009 Laki-laki

Guru Ms. A 44 tahun Perempuan


(43)

D.Definisi Istilah 1. Perilaku Prososial

Perilaku prososial dalam penelitian ini menggunakan definisi yang dikemukakan oleh Beaty (1998), yaitu aspek positif anak yang ditunjukkan dengan empati, murah hati, kerja sama dan kasih sayang. Definisi perilaku prososial yang dikemukakan oleh Beaty digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini karena dilihat cukup komprehensif dan mampu mewakili pandangan dari para ahli lain serta memberikan indikator-indikator yang lebih spesifik mengenai perilaku prososial yang biasa dilakukan oleh anak.

Perilaku tersebut dibagi menjadi beberapa perilaku spesifik. Perilaku empati terbagi menjadi kemampuan untuk menunjukkan kepedulian terhadap yang sedang mengalami kesusahan dan dapat menceritakan perasaan yang dirasakan oleh teman selama konflik. Perilaku murah hati terbagi menjadi kemampuan anak untuk berbagi dan memberikan sesuatu kepada orang lain. Perilaku kerja sama terbagi menjadi kemampuan anak untuk bergiliran dengan sukarela dan dapat memenuhi perintah yang diberikan dengan sukarela. Sedangkan perilaku kasih sayang terdiri dari kemampuan untuk membantu orang lain dalam mengerjakan tugas dan peduli terhadap teman yang sedang membutuhkan bantuan.

2. Bimbingan Pribadi-Sosial

Bimbingan pribadi-sosial adalah proses bantuan yang diberikan kepada individu yang bertujuan untuk membantu individu tersebut memahami dirinya sendiri, mengetahui bagaimana caranya berinteraksi dengan orang lain dan bersikap dengan mempertimbangkan keberadaan orang lain, memahami etika dan sopan santun, membina sebuah keluarga serta memahami peran dan tanggung jawab sosial. Definisi bimbingan pribadi-sosial yang digunakan dalam penelitian ini adalah definisi yang digunakan oleh Gordon (2000:13).

Mengingat objek penelitian adalah anak usia dini, maka bimbingan pribadi-sosial yang digunakan pun harus mengacu pada karakteristik anak usia dini yang masih terbatas pola pikir dan pemahamannya. Kebutuhan dasar anak


(44)

usia dini adalah bermain, oleh karena itulah teknik bimbingan yang dianggap sesuai untuk digunakan adalah teknik bermain.

E.Pengembangan Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang dikembangkan meliputi instrumen untuk mengetahui profil perilaku prososial anak, instrumen untuk mengetahui upaya yang dilakukan oleh guru untuk mengembangkan perilaku prososial, serta instrumen untuk mengetahui konsistensi perilaku prososial anak di rumah dan di sekolah.

1. Instrumen Perilaku Prososial Anak

a. Instrumen perilaku prososial yang pertama berupa pedoman observasi yang diadaptasi dari Prosocial Behavior Checklist yang dikembangkan oleh Beaty (1998).

Tabel 3.6

Daftar Cek Perilaku Prososial

b. Instrumen perilaku prososial yang kedua berupa pedoman observasi yang diadapatasi dari skala perilaku dalam bentuk diferensial semantikyang dikembangkan oleh Fraenkel et al.(1993). Instrumen ini berfungsi untuk


(45)

mengetahui indikasi perasaan anak yang terpancar pada dari perilaku prososial yang diperlihatkan oleh anak usia dini. Pengisian daripada instrumen perilaku prososial ini didasarkan pada data yang telah diperoleh dari hasil daftar cek perilaku prososial.

Tabel 3.7

Instrumen Perilaku Prososial

c. Instrumen perilaku prososial yang ketiga berupa grafik skala penilaian yang diadaptasi dari skala penilaian perilaku yang dikembangkan oleh Fraenkel et al.. (1993). Instrumen ini selain berfungsi untuk mengetahui kualitas perilaku prososial yang diperlihatkan oleh anak usia dini juga dapat digunakan untuk mengetahui konsistensi perilaku prososial yang ditunjukkan oleh anak. Pengisiannya didasarkan pada hasil observasi yang telah diperoleh dari daftar cek perilaku sebagai instrumen pertama untuk mengetahui perilaku prososial yang dimiliki oleh anak. Data dari instrumen ini nantinya akan digambarkan ke dalam bentuk grafik.


(46)

Grafik 3.1

Instrumen Perilaku Prososial

2. Instrumen Upaya Pengembangan Perilaku Prososial Oleh Guru

a. Instrumen upaya pengembangan perilaku prososial yang dilakukan oleh guru yang pertama adalah pedoman wawancara yang diadaptasi dari desain interview yang dikembangkan oleh Fraenkel et al.. (1993). Instrumen ini berfungsi untuk mengetahui pandangan guru seputar perilaku prososial.


(47)

Tabel 3.8

Pedoman Observasi Guru

b. Instrumen kedua upaya pengembangan perilaku prososial yang dilakukan oleh guru adalah catatan waktu dan gerakan yang diadaptasi dari Fraenkel et al.. (1998). Instrumen ini selain berfungsi untuk mengetahui upaya-upaya apa saja yang telah dilakukan oleh guru dalam mengembangkan peirlaku prososial anak, juga dapat digunakan sebagai alat bantu untuk melakukan cross check data.

Tabel 3.9


(48)

F. Analisis Data Penelitian

Dalam sebuah penelitian kualitatif, keberadaan analisis data penelitian merupakan hal yang penting dilakukan setelah peneliti melakukan pengumpulan data yang beraneka ragam di lapangan. Dengan adanya analisis data penelitian, maka peneliti dapat memberikan makna terhadap data yang telah dikumpulkannya.

Analisis data menurut Meleong (1989:112) adalah pengorganisasian dan pengurutan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar yang memungkinkan peneliti menemukan tema dan merumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Di dalam penelitian kualitatif, analisis data menurut Nasution (1988:129) harus dimulai sejak awal dimana data yang diperoleh di lapangan harus segera dituangkan dalam tulisan dan dianalisis karena analisis data tersebut dapat dijadikan pegangan bagi peneliti dalam melakukan proses penelitian selanjutnya.

Dalam penelitian ini, analisis data yang dilakukan didasarkan pada jenis data yang diperoleh di lapangan. Untuk jenis data yang diperoleh berdasarkan hasil observasi dan wawancara, analisis data penelitian dilakukan berdasarkan pada pedoman observasi dan wawancara yang telah dikembangkan. Proses analisis data ini selanjutnya dilakukan secara rasional, logis dan berkesinambungan dari awal sampai akhir berdasarkan pada konsep teoritis yang telah dikaji sebelumnya. Hal ini dilakukan agar data yang diperoleh nantinya tidak menjadi sebuah data yang bias yang disebabkan karena kelupaan peneliti atau keberadaan data yang tercecer. Melalui proses analisis data ini peneliti berharap mendapatkan hasil yang akurat.

Diskusi dengan para guru pun tetap dilakukan secara terus menerus terutama ketika peneliti belum mendapatkan data yang lengkap atau masih ragu dengan hasil yang diperoleh. Di samping itu peneliti juga melakukan pengecekan analisis data penelitian bersama dengan guru-guru setiap selesai melakukan pengamatan. Hal ini dimaksudkan agar peneliti dapat mengetahui keakuratan data yang diperoleh.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Agustin, Mubiar dan Muslihuddin. (2008). Mengenali dan Mengembangkan Potensi Kecerdasan Jamak Anak Usia Dini. Bandung: Rizqi Press. Asih, Gusti Yuli dan Margaretha Maria Shinta Pratiwi. (2010). Perilaku Prososial

Ditinjau Dari Empati dan Kematangan Emosi. Jurnal Psikologi Universitas Muria Kudus Volume I, No. 1, Desember 2010.

Atmodiwiryo, Ediastri Toto. (2008). Optimalisasi Perkembangan Anak. Depok: Tp.

Bateman, Amanda dan Church, Amelia. (2008). Prosocial Behavior in Preschool: The State of Play. Educational and Child Psychology Vol 25 No 2. United Kingdom: The British Psychological Society.

Beaty, Janice J. (1998). Observing Development of the Young Child 4th Edition. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.

Bennet, et al.. (1997). Teaching Through Play: Teacher’s Thinking and Classroom Practice. UK: Open University Press

Brown, Stuart. (2009). Child of Wonder: Nurturing Creative and Naturally Curious Children. Oregon : Common Ground Press.

Changnon, Tom. (2010). Prosocial Behavior Development Guide. Resources and Referral Handout. California: Stanislaus County Office of Education. Chapman, M., (1983). Children’s prosocial dispositions and behavior. Handbook

of child psychology: Vol. 4. Socialization, personality, and social development 4th ed., pp.469-545. New York: Wiley.

Chiti, Parisa et al.. (2011). Effect of Play Therapy on Behavior Problems of Maladjusted Preschool Children. Iran J Psychiatry 2011 Winter.

Cho, Mei-Fang. (1998). Teaching To Promote Prosocial Behavior in Taiwanese and American Kindergarten Children. Thesis. Oklahoma State University. Unpublished.

Crick, N.R. et al.. (2006). A Longitudinal Studi of Relational and Physical Agression in Preschool. Journal of Applied Developmental Psychology Vol 27 No 3.

Crowl, Thomas K., Sally Kamingsky & David M. Podell. (1997). Educational Psychology: Windows on Teaching. London: Brown & Benchmark. Depdikbud. (1994). Kurikulum Taman Kanak-kanak. Jakarta.


(2)

Dewi, Ida Verawaty Puspita. (2011). Perbedaan Kecerdasan Emosional Anak Ditinjau Dari Pola Asuh Orang Tua (Studi Deskriptif Analitik di TKK BPK Penabur Taman Holis Indah Bandung). Skripsi Pendidikan Anak Usia Dini UPI. Tidak diterbitkan.

Eisenberg, Nancy dan Mussen, Paul H. (1989). The Roots of Prosocial Behavior in Children. United Kingdom: Cambridge Univerity Press.

Eisenberg, N., R.A. Fabes dan T.L. Spinrad. (2006). Handbook of Child Psychology: Social, Emotional and Personality Development. New York: Wiley, John and Sons, Inc.

Euis, Kurniati. (2012). Efektivitas Permainan Tradisional Jawa Barat dalam Mengembangkan Keterampilan Sosial Anak Usia Dini. Makalah UPI. Tidak diterbitkan.

Fatimah, Fenti. (2010). Meningkatkan Keterampilan Sosial Anak Taman Kanak-kanak Melalui Permainan Tradisional. Skripsi Pendidikan Anak Usia Dini UPI. Tidak diterbitkan.

Farhan. (2013). Seorang Pelajar Tewas Dicelurit Saat Tawuran di Fly Over Cibinong. [Online] Tersedia: http://news.detik.com/read/2013/02/15/

104058/2170871/10/seorang-pelajar-tewas-dicelurit-saat-tawuran-di-fly-over-cibinong (08 Desember 2011)

Fehr, Ernst dan Urs Fischbacher. (2003). The Nature of Human Altruism. Nature Vol. 425. October 2003. pp. 785—791.

Fraenkel, Jack R. & Norman E. Wallen. (1993). How to Design and Evaluate Research in Education. Singapore: McGraw-Hill Book Co.

Giri, Putra. (2011). Efektivitas Bimbingan Kelompok melalui Teknik Permainan untuk Meningkatkan Perilaku Proosial Siswa. Tesis Bimbingan dan Konseling UPI. Tidak diterbitkan.

Girolameto, L, et al.. (2000). Patterns of Adult-Child Lingusitc Interaction in Integrated Day Care Groups. Lang Speech Hear Service School.

Geldard, Kathryn dan Geldard, David. (2008). Counseling Children: A Practical Introduction 3rd Edition. London: SAGE Publication Ltd.

Goleman, Daniel. (2006). Emotional Intelligence and Working With Emotional Intelligence. New York: Bloomsbury Publishing.

Handayani, Sri. (2012). Meningkatkan Keterampilan Sosial Anak Usia Dini Melalui Metode Bermain Peran (Penelitian Tindakan Kelas Terhadap Anak Usia Dini Kelompok A TK Islam Nur Al Rahman Tahun Ajaran 2011/2012). Skripsi Pendidikan Anak Usia Dini UPI. Tidak diterbitkan.


(3)

Hastings, Paul D. et al,. (2007). The Socialization of Prosocial Development. Handbook of Socialization: Theory and Research. Guilford Publication. Hirsh-Pasek, Kathy & Roberta Michnick Golinkoff. (2004). Einstein Never Used

Flash Cards. USA: Rodale.

Hurlock, Elizabeth B. (1978). Child Development 6th Edition. New York: McGraw Hill, Inc.

Hyson, Marilou dan Taylor, Jackie L. (2011). Caring About Caring: What Adults

Can Do to Promote Young Children’s Prosocial Skills. Young Children Journal, July 2011. Washington: NAEYC.

Kongkoh. (2010). Perkembangan Sosial dan Emosional Anak Usia Dini. [Online] Tersedia:

http://kongkoh.blogspot.com/2010/01/perkembangan-sosial-dan-emosional-anak.html (08 Desember 2011)

Klass, Perri. (2012). Understanding How Children Develop Empaty. [Online] Tersedia:

http://well.blogs.nytimes.com/2012/12/10/understanding-how-children-develop-empathy/?_php=true&_type=blogs&_r=0 (20

Desember 2012).

Knafo, Ariel dan Robert Plomin. (2006). Parental Discipline and Affection and

Children’s Prosocial Behavior: Genetic and Environmental Links.

Journal of Personality and Social Psychology, 90, 147-164.

Knafo, Ariel dan Robert Plomin. (2006). Prosocial Behavior From Early to Middle Childhood: Genetic and Environmental Influences on Stability and Change. Journal of Developmental Psychology, Vol. 42. No. 5, 771-786.

Hay, D. F. (1994). Prosocial Development. Journal of Child Psychology and Psychiatry, 35, 29-71.

Ilfiandra. (2007). Bimbingan Untuk Mengembangkan Perilaku Prososial Pada Anak. Jurnal Pendidikan Luar Sekolah Vol. 4 No. 1 April 2007. UPI: Jurusan Pendidikan Luar Sekolah.

Lwin, May. et a,l. (2003). How to Multiply Your Child’s Intelligence. New Jersey: Prentice Hall.

Marion, Marian. (1991). Guidance of Young Children 1st Edition. New York: Macmillan Publishing Company.

McGrath, Marianne P. et al,. (2003). Socialising Prosocial Behavior in Chilren. Advances in Psychology Research Vol. 20. New York: Nova Science Publisher.


(4)

Nayak, A. (1997). Guidance and Counseling. New Delhi: Aph Publishing Corporation.

Nirwani, Nura Puspa. (2012). Perbedaan Keterampilan Anak Ditinjau Dari Jenis Kelamin dan Satuan Pendidikan Anak Usia Dini. Skripsi Pendidikan Anak Usia Dini UPI. Tidak diterbitkan.

Nurihsan, Juntika dan Sudianto, Akur. (2005). Manajemen Layanan Bimbingan dan Konseling di Jakarta. Jakarta: Grasindo.

_______, Achmad Juntika. (2006). Bimbingan dan Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan. Bandung: Reflika Aditama.

Ostrov, J.M. et al.. (2009). An Intervenstion for Relational and Physical Aggresion in Early Childhood: A Preliminary Study. Early Childhood Research Quaterly Vol 24 No 1. Virginia: Elsevier.

Purba, Maya Rosanti. (2013). Program Bimbingan Pribadi Sosial untuk Meningkatkan Perilaku Prososial Siswa. Skripsi Bimbingan dan Konseling UPI. Tidak diterbitkan.

Putra, Nusa dan Ninin Dwilestari. (2012). Penelitian Kualitatif: Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Ramaswamy, Vidya dan Christi Bergin. (2009). Do Reinforcement and Induction Increase Prosocial Behavior? Results of a teacher-based intervention in preschools. Journal of Research in Childhood Education Vol. 23 (4), 257. United States: Association for Childhood Education International. Rasimin. (2011). Kontekstualisasi Metode Reward dan Punishment Dalam

Pembelajaran. Skripsi. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Tidak diterbitkan.

Saripah, Ipah. (2006). Program Bimbingan Untuk Mengembangkan Perilaku Prososial Anak. Tesis Bimbingan dan Konseling UPI. Tidak diterbitkan. Sears, David O. et al,. (1985). Social Psychology Fifth Edition. New Jersey:

Prentice Hall, Inc.

Schaefer, Charles E. (2002). Fifteen Effective Play Therapy Techniques. Professional Psychology: Research and Practice Volume 33, No. 6. Amerika: American Psychological Association, Inc.

_______, Charles E. (1993). The Therapeutic Powers of Play. Nortvale: Jason Aronson.

_______, David R. (1994). Social and Personality Development. California: Brooks/Cole Publishing Company.


(5)

Schmoll, Nicole. (2012). How to Promote Prosocial Behavior in the Classroom. [Online] Tersedia http://www.ehow.com/how_7850319_promote-prosocial-behavior-classroom.html(08 Desember 2011)

Suryanis, Afrilia. (2012). Begini Kronologi Bullying di SMA Don Bosco. [Online] Tersedia: http://www.tempo.co/read/news/2012/07/27/064419786/

Begini- Kronologi-Bullying-di-SMA-Don-Bosco (08 Desember 2011) Syaodih, Ernawulan. (2012). Pengembangan Perilaku Sosial-Emosional Anak

Taman Kanak-kanak Melalui Layanan Bimbingan Konseling Perkembangan. Makalah Psikologi Pendidikan dan Bimbingan UPI: Tidak diterbitkan.

______, Ernawulan. (2003). Bimbingan di Taman Kanak-kanak. Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Bagian Proyek Peningkatan Pendidikan Tenaga Kependidikan.

______, Ernawulan (2012). Perkembangan Anak Taman Kanak-kanak. Makalah. Piskologi Pendidikan dan Bimbingan UPI: Tidak diterbitkan.

______, Ernawulan. (1999). Peranan Bimbingan Guru, Pengasuhan Orang Tua dan Interaksi Teman Sebaya Terhadap Perkembangan Perilaku Sosial Anak Taman Kanak-kanak Aisiyah XI, Bumi Siliwangi, dan Angkasa I Bandung. Tesis Psikologi Pendidikan dan Bimbingan UPI. Tidak diterbitkan.

_______, Ernawulan. (2012). Perkembangan Anak Usia Dini. Draft Buku Ajar Pendidikan Anak Usia Dini UPI. Tidak diterbitkan.

Taylor, J.L. (2010). Prosocial Development Survey and Interview with ECE Teachers and Directors. Unpublished research.

Turnbull, C. M. (1972). The Mountain People. New York: Simon & Schuster. Ulutus, Ilkay dan Ayse Aksoy. (2009). Learning with Play: How Play Activities

Program Improve Prosocial Behavior of Six Year Old Children. Journal Humanity and Social Sciences, 4, (1), 39-44.

Vaish, Amrisha, Malinda Carpenter dan Michael Tomasello. (2009). Sympathy Through Affective Perspective Taking and Its Relation to Prosocial Behavior in Toddlers. Developmental Psychology 2009 Vol. 29 (2), 534-543. American Pyschological Association.

Wingkle,W.S. (1991). Bimbingan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta: Gramedia.

Yoshikawa, H. (1995). Long-term Effect of Early Childhood Programs on Social Outcomes and Delinquency. Future of Children Vol 5 (3).


(6)

Yusuf, Syamsu dan Nurihsan, Juntika. (2005). Landaan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Remaja Rosdakarya.

_____, Syamsu. (2006). Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.

_____, Syamsu dan Nani M. Sugandhi. (2011). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.