Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: PAPALELE Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon D 902007002 BAB II

Bab Dua

Rumah Tangga dan
Pemenuhan Kebutuhan Hidup,
Kewirausahaan, Identitas
dan Modal Sosial

Pengantar
Pembahasan bab ini terfokus untuk mengungkap beberapa perspektif teoritis sebagai titik tolak menjelaskan fenomena
dan realitas pedagang kecil (petty traders) sebagai usaha kecil.
Beberapa perspektif teoritis yang digunakan sesungguhnya lebih
diarahkan untuk memotret objek penelitian, sehingga dapat
dipahami sebagai satu kesatuan teoritis. Dalam rangka penelitian ini, ada empat konsep yang dipakai masing-masing, pemenuhan kebutuhan hidup (livelihood), kewirausahaan (enterprenuership), identitas (identity), konsep tentang modal sosial
(social capital).
Keempat konsep tersebut merupakan dasar argumentasi
untuk menjelaskan kolaborasi dalam kegiatan usaha yang dilakukan pedagang kecil (petty traders). Kolaborasi dalam pema21

Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon

haman ini lebih diarahkan pada kemampuan pedagang kecil
membangun hubungan kerjasama antar sesama mereka dan

dengan pedagang lain sebagai mitra usaha. Dengan demikian,
pedagang kecil akan bertahan dalam usaha dengan berkolaborasi. Kerjasama merupakan langkah strategis untuk
mempertahankan dan melanggengkan usaha, dan juga penting
untuk efektivitas kelompok dalam jangka panjang (Brodt dan
Korsgaard, 2003: 2). Oleh karena itu, gagasan pedagang kecil
memilih berkolaborasi berangkat dari pemahaman bahwa
berdagang tidak hanya semata-mata mengandalkan aspek
ekonomi – perdagangan dan transaksi, tetapi relasi sosial dan
nilai budaya turut mendorong terciptanya kerjasama.
Pemahaman tersebut merupakan kesatuan untuk menjelaskan
argumentasi terhadap perilaku kolaborasi pedagang kecil.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kolaborasi yang
dilakukan pedagang kecil setidaknya turut memberikan
kontribusi terhadap makna pembangunan berkelanjutan yang
masih menjadi perdebatan (debatable).

Ekonomi Rumah Tangga dan Pemenuhan Kebutuhan
Hidup (household economics and livelihood)
Pada bagian ini, titik berangkat diskusi tentang aktivitas
pedagang kecil (petty traders) tidak terpisahkan dengan rumah

tangga (household) dan pemenuhan kebutuhan hidup. Rumah
tangga merupakan suatu unit sosial yang muncul untuk memenuhi kebutuhan para anggotanya. Itulah sebabnya ketika rumah
tangga harus dihidupi maka anggota rumah tangga setidaknya
harus memiliki mata pencaharian sebagai bagian dari upaya
untuk memenuhi kebutuhan hidup berkelanjutan, sehingga
mampu memenuhi tuntutan kebutuhan hidup anggotanya.
Apalagi kehidupan mereka yang serba terbatas dan pas-pasan—

22

Rumah Tangga dan Pemenuhan Kebutuhan Hidup, Kewirausahaan, Identitas…

kalau tidak ingin dikatakan sebagai keluarga miskin 1 , untuk
memenuhi kebutuhan hidup. Ketika tekanan kebutuhan ekonomis keluarga menghimpit, maka seluruh anggota keluarga
akan menjadi aktor perubahan.
Oleh karena itu, Ehrenberg dan Smith (2009) dalam buku
ekonomi ketenaga-kerjaan modern (modern labor economics)
mengulas tentang anggota rumah tangga yang memasuki pasar
tenaga kerja karena terjadinya kondisi krisis. Keputusan untuk
masuk pasar tenaga kerja disebut additional worker. Sementara

orang-orang yang takut masuk ke pasar tenaga kerja disebut
dengan discouraged worker. Dalam keluarga, keputusan bekerja
anggota keluarga (bapak, ibu atau anak) merupakan keputusan
ekonomi dalam rangka memenuhi kebutuhan keluarga.
(Sasongko, 2007; Ehrenberg, 2009). Jasa yang dibayarkan tidak
hanya secara fisik tetapi juga pengetahuan (Fields, 2007). Atas
pertimbangan itu, usaha kecil menjadi pilihan salah satu

1 Konsep untuk mengukur kemiskinan, Badan Pusat Statistik di Indonesia
menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs
approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan
bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi Penduduk Miskin
adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan di
bawah garis kemiskinan. Sementara untuk Garis Kemiskinan (GK) merupakan
penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan
Non Makanan (GKNM). Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk
miskin. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kilokalori perkapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis
komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran,
kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll) Garis Kemiskinan
Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan,

sandang, pendidikan dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non
makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi
di pedesaan. Sumber: http://www.bps.go.id/aboutus. php?id_subyek=23&tabel
=1&fl=2). Dikunjungi, 20 November 2010.

23

Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon

pekerjaan yang dapat dijadikan sebagai tumpuan pemenuhan
kebutuhan hidup keluarga.
Pemenuhan kebutuhan hidup sebagaimana pandangan
Carswell (Bryceson, 1999) merupakan suatu bentuk kemampuan individu menghimpun aset sebagai sarana untuk hidup.
Demikian pula seturut pandangan de Haan dan Zoomers
(Marschkel and Berkes, 2006), konsep pemenuhan kebutuhan
hidup adalah usaha yang dilakukan individu, rumah tangga,
atau kelompok untuk memenuhi kebutuhan, melalui penyediaan konsumsi dan kebutuhan ekonomi lainnya, menghadapi
situasi ketidakpastian, dan menciptakan peluang baru. Kedua
pandangan tersebut setidaknya mengarahkan bahwa pemenuhan kebutuhan hidup merupakan suatu upaya mengatasi
tekanan dan keguncangan, untuk memelihara dan meningkatkan kemampuan yang dapat memberikan manfaat sebesarbesarnya, baik masa sekarang dan untuk masa depan secara

berkelanjutan.
Bekerja sebagai pedagang kecil (petty traders) adalah salah
satu bentuk mata pencaharian yang bertujuan mendapatkan
penghasilan. Kemudian keuntungan dari penghasilan tersebut
merupakan cara untuk menghidupi rumah tangga sebagai
bentuk tanggung jawab sosial sekaligus merupakan strategi
untuk bertahan hidup. Seluruh anggota keluarga harus dihidupi
dengan menyediakan aneka kebutuhan konsumsi. Pangan,
sandang, kesehatan, pendidikan, rekresasi dan kebutuhan lainnya merupakan pilar kebutuhan primer yang harus diamankan.
Hal ini sejalan dengan pandangan kaum ekonom liberal
tentang keluarga (Mas’oed, 2002).
Dalam pandangan ini, keluarga (rumah tangga) dipandang
sebagai lembaga sosial yang berperan ganda. Pertama, sebagai
rumah tangga yang berfungsi sebagai mesin yang diprogram

24

Rumah Tangga dan Pemenuhan Kebutuhan Hidup, Kewirausahaan, Identitas…

untuk memaksimalkan kepuasan dengan mengkonsumsi barang

yang diproduksi secara massal oleh perusahaan yang berorientasi keuntungan. Kedua, rumah tangga juga berfungsi sebagai
produsen “tenaga kerja” atau sumberdaya manusia yang memerlukan keterampilan, lapangan kerja, upah yang memadai, dan
sebagainya. Pandangan ini setidaknya menjelaskan bahwa keluarga pedagang kecil tidak terlepas dari kebutuhan untuk
mengkonsumsi barang industri, sehingga untuk keperluan itu,
rumah tangga harus menciptakan tenaga kerja.
Sementara strategi kelangsungan hidup dalam beberapa
dekade terakhir, Ilmuan Sosial di Amerika Latin telah menghasilkan sejumlah besar studi yang fokus pada pola perilaku
ekonomi di tingkat rumah tangga (Schmink, 1984: 87). Salah
satu konsep strategi kelangsungan hidup keluarga muncul dan
digunakan tahun 1973 oleh Duque dan Pastrana dalam studi
tentang keluarga miskin di daerah pinggiran Santiago. Konsep
ini merupakan bagian dari strategi bertahan hidup yang diungkapkan menjadi konsep dasar yang berguna untuk mengatasi
dilema sebagai akibat munculnya pola pembangunan kapitalis di
wilayah Amerika Latin (Schmink, 1984: 88). Karena itu, pemenuhan kebutuhan hidup bagi keluarga merupakan masalah yang
kompleks dan dinamis terutama di daerah perdesaan di berbagai
negara di dunia: satu hal yang tetap berlangsung adalah ketidakpastian pemenuhan kebutuhan kehidupan sehari-hari untuk
bertahan hidup (Marschke dan Berkes, 2006). Ketergantungan
pada pemenuhan kebutuhan hidup merupakan kemutlakan
sebagai prosedur mempertahankan eksistensi rumah tangga
dengan segala kebutuhan hidup.

Untuk bertahan hidup, pedagang kecil (petty traders)
setidaknya harus menjadi kekuatan untuk membangun kolaborasi dengan pihak lain. Melibatkan pihak lain dalam memba25

Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon

ngun usaha merupakan keniscayaan, sambil tetap bergerak atas
kekuatan sendiri dan menyadari potensi yang dimiliki. Pada
saat yang sama tekanan dan guncangan secara internal turut
berdampak pada kebertahanan pemenuhan kebutuhan hidup.
Mengurangi kerentanan—dan mengembangkan ketahanan terhadap guncangan eksternal serta meningkatkan keberlanjutan
upaya pemenuhan kebutuhan hidup secara keseluruhan – adalah prioritas (Bryceson, 1999). Ketegangan (stress) sering dihubungkan dengan situasi kehidupan keluarga yang dianggap
‘miskin’. Karena itu, dalam pandangan Turner (Marschkel dan
Berkes, 2006) ketegangan atau stres adalah tekanan yang
meningkat terus menerus dan normal, sedangkan gangguan
(shock) adalah ketidakseimbangan yang mengakibatkan tidak
normalnya perilaku karena tekanan dari luar. Ketegangan cenderung berkelanjutan seperti dalam kasus penurunan sumber
daya; isu-isu musiman, seperti masa paceklik, gangguan dan
fluktuasi dalam sistem sosial-ekologis. Tekanan dan guncangan
yang terjadi pada rumah tangga akan hilang seiring waktu dan
keadaan kembali seperti sebelum kondisi tersebut terjadi. Di

situlah rumah tangga sedapatnya berupaya menyesuaikan diri.
Strategi mengatasi masalah yang dilakukan rumah tangga
merupakan suatu proses untuk menjelaskan bagaimana rumah
tangga dan individu menyesuaikan dengan krisis (Start and
Johnson, 2004: 30). Salah satu kasus yang dapat dijadikan acuan
adalah kasus pemenuhan kebutuhan hidup rumah tangga dan
mekanisme coping selama masa kekeringan di Oraon Suku
Sundargarh Kecamatan Orissa, India, merupakan pengalaman
rumah tangga mengatasi goncangan internal keluarga dan
eksternal kondisi alam (Mishra, 2007:181-182). Di Orissa, pada
saat musim kemarau dan periode kekeringan berkepanjangan,
pemenuhan kebutuhan hidup keluarga dengan sendirinya
hilang. Mengingat curah hujan yang sedikit semakin menambah

26

Rumah Tangga dan Pemenuhan Kebutuhan Hidup, Kewirausahaan, Identitas…

beban gagalnya panen. Untuk mengatasinya, dengan cara
mengurangi kebutuhan konsumsi. Selain itu, anggota keluarga

lain mencoba mencari keberuntungan ekonomi di luar desa
dengan bekerja sebagai buruh kasar sekedar menambah penghasilan. Bagi Mishran (2007:183-184) rumah tangga yang parah
terkena dampak bencana adalah rumah tangga petani yang
kecil, marjinal dan rumah tangga yang tidak memiliki lahan dan
pada sisi lain, mereka merupakan kasta yang lebih rendah.
Untuk menanggulangi masalah demikian, diversifikasi dilakukan kegiatan non-pertanian, rumah tangga secara bersamaan
memanfaatkan hubungan sosial dan jaringan kredit informal.
Kajian Mishran merupakan fenomena yang juga tidak
berbeda jauh dengan keluarga-keluarga pedagang kecil (petty
traders) sebagai suatu usaha kecil. Bagi penduduk di Sundargarh
Orissa India, tekanan pekerjaan pada bidang pertanian yang
kemudian didiversifikasi pada kegiatan non pertanian dengan
memanfaatkan jaringan sosial yang ada. Sementara untuk
keluarga pedagang kecil (petty traders), strategi bertahan hidup
keluarga ditentukan oleh berdagang sebagai pemenuhan kebutuhan hidup yang menjual hasil pertanian dengan tujuan utama
mempertahankan keberlanjutan ekonomi rumah tangga.
Namun demikian ada perbedaan mendasar terkait dengan
jaringan sosial yang dibangun rumah tangga di Sundargarh
Orissa India dan rumah tangga pedagang kecil (petty traders).
Di Sundargarh Orissa India, keluarga memanfaatkan

jaringan sosial melalui kredit informal untuk meningkatkan
kemampuan ekonomi rumah tangga. Dengan bantuan kredit
informal rumah tangga suku Sundargarh Orissa India dapat
meningkatkan keamanan ekonomi keluarga. Sementara rumah
tangga pedagang kecil (petty traders), melakukan hal sebaliknya. Sistem pemberian kredit yang ditawarkan dihindari karena
27

Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon

tidak ingin bergantung pada pihak lain dan menghindari beban
tanggungan pengembalian. Kecenderungan mengindari resiko
(evoiding risk) merupakan langkah menghindari ketergantungan pinjaman. Keamanan ekonomi rumah tangga diupayakan
secara mandiri dengan memanfaatkan panen lahan kebun atau
hasil hutan lainnya sebagai asset likuid yang sewaktu-waktu
diperlukan mudah untuk dicairkan. Strategi ini merupakan cara
untuk mengatasi permasalahan tekanan ekonomi keluarga.

Kewirausahaan: Pedagang Kecil dan Pasar Tradisional
(petty traders and traditional market)
Pedagang kecil (petty traders) sebagai salah satu sektor

informal. Sebagai sektor informal biasanya para pedagang
tersebut hampir tidak memiliki aturan untuk berdagang.
Mereka cenderung menempati lokasi tertentu, tidak menetap,
dan ada pula yang berkeliling untuk menjual barang. Menurut J
Cross (dalam Kayuni dan Tambulasi, 2009:81) umumnya sektor
informal melibatkan produksi dan pertukaran barang dan jasa
secara legal, tetapi tidak memiliki ijin bisnis, melanggar aturan
lokasi, tidak melaporkan pajak, tidak sesuai dengan aturan
ketenaga-kerjaan berdasarkan kontrak dan kodisi kerja yang
tidak terjamin secara hukum serta tidak ada jaminan hubungan
antara pemasok dan konsumen. Wajar kalau sebagian besar
kegiatan sektor informal tidak memiliki jaminan terhadap risiko
usaha dan setiap bencana dapat menghancurkan kehidupan
pemiliknya (Chukuezi, 2010:133). Perilaku pedagang kecil
(petty traders) seperti ini setiap hari untuk berjulan telah
mengakar (embedded) dan menjadi budaya (culture) yang tidak
dapat dilepas-pisahkan dalam relasi-relasi sosial. Atau dengan
kata lain menurut Morales (dalam Kayuni dan Tambulasi,
2009:83-84), berdagang secara informal memberikan ‘kehidupan sosial’. Karena itu, setiap usaha seperti ini dilakukan
28

Rumah Tangga dan Pemenuhan Kebutuhan Hidup, Kewirausahaan, Identitas…

bukanlah tanpa sebab, melainkan didasari adanya suatu harapan
dan tujuan memperbaiki taraf keberlangsungan hidup individu
dan keluarga untuk menjadi lebih baik.
Pemenuhan kebutuhan hidup utama bagi kebanyakan
masyarakat pesisir, pegunungan dan di wilayah pedalaman,
umumnya adalah petani, peternak dan nelayan. Kondisi fisik
wilayah yang memiliki kelebihan sumber daya alam menjadikan penduduknya hanya berkonsentrasi pada upaya pemenuhan
kebutuhan hidup sendiri dan kemudian jika terdapat kelebihan
atas hasil produksi kemudian dimanfatkan untuk dijual ke
pasaran. Namun seiring dengan berkurangnya hasil sebagai
akibat dari musim yang berganti pada lahan pertanian yang ada,
maka yang dilakukan adalah dengan mencari untuk mendapatkan komoditas ke desa lain atau dari pedagang lain untuk
selanjutnya dijual kembali. Situasi ini merupakan bentuk dan
upaya menciptakan satu pemenuhan kebutuhan hidup. Karena
memang teori pemenuhan kebutuhan hidup pada awalnya
digunakan untuk mempelajari kemiskinan di pedesaan
(Prabawa, 2010). Sehingga wajar, jika diperlukan strategi khusus
untuk mempertahankan kehidupan mereka. Kalaupun harus
masuk ke pasar tenaga kerja di perkotaan sangat tidak dimungkinkan karena keterbatasan pendidikan dan keterampilan.
Menurut Dieter Evers, mereka adalah "reserve army" dari desa
yang berbaris tanpa terlihat sambil menunggu mendapat
kesempatan kerja di pasar tenaga kerja perkotaan yang telah
penuh sesak (Evers and Mehmet, 1994:2).
Sebagai keluarga, pedagang kecil (petty traders) sering
harus berhadapan dengan persepsi dan tanggapan masyarakat
sebagai simbolnya kelompok yang lemah, termarginal, tingkat
pendidikan yang terbatas bahkan sering dicirikan sebagai
kelompok masyarakat miskin. Namun demikian, pencitraan
29

Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon

menjadi tantangan dan bahkan dijadikan sebagai peluang untuk
memacu keberhasilan usahanya. Walaupun memang harus
diakui bahwa umumnya pedagang kecil (petty traders) tidak
selalu menunjukkan keberhasilan dalam usahanya. Usaha
umumnya tidak mengalami perkembangan seperti umumnya
para wirausahawan yang berupaya meningkatkan investasi bagi
pengembangan usaha. Apalagi jika kelompok atau individu
tersebut kurang memilik kohesi sosial yang dikombinasikan
dengan keterampilan dan modal yang cukup (Dasgupta, 1992).
Pedagang kecil (petty traders) hanya memfokuskan proses
penjualan dan sedikit dari keuntungan akan dimanfaatkan dan
diinvestasikan bagi kebutuhan lain yang dianggap sangat urgen
dan mendesak.
Bagi masyarakat perdesaan, yang tidak memiliki pekerjaan spesifik maka pekerjaan utama akan sangat terfokus pada
pengelolaan lahan pertanian, perkebunan dan sumber daya
perikanan. Seluruh proses produksi yang menghasilkan barang
kebutuhan pokok telah menjadi ciri utama untuk konsumsi
rumah tangga, namun seiring perjalanan waktu dan meningkatnya berbagai kebutuhan rumah tangga, bukan tidak mungkin
kelebihan produksi ini lalu mengakibatkan rumah tangga mengambil langkah untuk melakukan distribusi dan pemasaran ke
pusat-pusat kota. Langkah yang diambil adalah salah satu cara
dalam mengatasi kesulitan. Mencegah kerugian yang terjadi
pada hasil produksi dengan cara memasarkan ke kota adalah
suatu pilihan rasional untuk meningkatkan kesejahteraan.
Situasi ekonomi keluarga pedagang kecil dapat dikatakan ada
kemiripan dengan apa yang dikemukakan oleh James Scott
(2000:6-7) tentang suatu situasi dan dilema yang terjadi pada
para petani.
Scott (2006: 6-7) menjelaskan bahwa kebanyakan rumah
tangga petani yang kehidupannya lebih pada kondisi subsisten
30

Rumah Tangga dan Pemenuhan Kebutuhan Hidup, Kewirausahaan, Identitas…

harus berhadapan dengan keadaan alam dan tekanan-tekanan
dari pihak lain. Petani tidak memiliki kemampuan rasional
untuk mempertimbangkan untung-rugi hasil pertanian. Petani
hanya memiliki kemampuan untuk berusaha secara optimal
menghindari berbagai kemungkinan yang akan merugikan
pertanian dan hasil-hasilnya, jika dibandingkan dengan upaya
meningkatkan keuntungan dari hasil pertaniannya. Kehancuran
ini berarti juga kehancuran kehidupan ekonomi keluarga rumah
tangga petani itu sendiri. Inilah model yang disebut Scott
sebagai prinsip “safety first”, dari masyarakat yang mendahulukan selamat atas hasil-hasil pertanian menjadi yang pertama,
dengan mengerahkan segala kemampuan untuk memanfaatkan
proses pengaturan teknis pertanian, hubungan-hubungan sosial
dan pertimbangan moral.
Jika demikian maka apa yang dikemukakan Scott (1981:89), bahwa dalam arti tertentu, ketiadaan ancaman mati kelaparan bagi individu atau rumah tangga membuat masyarakat lebih
manusiawi dibandingkan dengan ekonomi pasar, dan sekaligus
juga kurang ekonomis. Jika demikian pandangan Scott, maka
keberadaan dan perjuangan hidup pedagang kecil (petty traders)
dengan kondisi yang dialami, ditandai dengan berbagai upaya
untuk mempertahankan hidup melalui proses berjualan.
Dengan hasil yang diperoleh dari berjualan, diwujudkan dalam
bentuk investasi bagi pemberian pendidikan yang cukup bagi
anak-anak, memperbaiki rumah yang lebih layak huni, meningkatkan kebutuhan sandang dan berbagai kebutuhan lainnya.
Proses transformasi yang terjadi merupakan pengalaman bagi
generasi berikutnya, sebagai bentuk dan konsekuensi akan
kerterbatasan pekerjaan yang kemungkinan diperoleh.
Samuel Popkins (1979) dengan rational peasant justru
membantah usulan Scott. Bagi Popkins, petani adalah makhluk
31

Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon

rasional yang memperhitungkan keuntungan dan menekan
kerugian. Karena itu, Popkins menilai bahwa dalam masyarakat
perdesaan (petani) sebagai aktor yang rasional dan tidak anti
terhadap mekanisme pasar. Kemampuan hasil pertanian untuk
berkembang ditopang oleh dukungan teknologi dan pro
terhadap perubahan. Dengan situasi tersebut membuat petani
akan semakin maju dan mendapat tempat dalam perekonomian
guna mempertahankan eksistensi mereka.
Scott dan Popkins melihat bahwa kelangsungan hidup
petani dan keluarga adalah yang utama dengan mengedepankan
penyelamatan atas hasil-hasil pertanian sebagai wujud kelangsungan ekonomi keluarga. Berbeda pula dengan kalangan
orang-orang Cina di Asia Tenggara pada umumnya yang juga
melakukan pelembagaan ekonomi bagi keluarganya. Simak
seperti hasil-hasil kajian dari Robert Hefner (2000:19) di
negara-negara Asia, Hamilton (2000:67) di Taiwan, Weller
(2000:119-120) di Cina, Szanton (2000: 355-365) di Philipina
dan Malarney (2000:385-388) di Vietnam telah membuktikan
bahwa institusi-institusi ekonomi dalam keluarga Cina di Asia
pada umumnya mampu menunjukkan kemampuan membangun
relasi secara vertikal (internal) dan horisontal (eksternal).
Keluarga merupakan basis utama untuk membangun
kekuatan ekonomi dan kekuatan membangun ekonomi negara
secara keseluruhan. Mereka sepakat dengan nilai-nilai budaya
yang berakar dari paham Konfusius dapat dilestarikan kepada
keturunannya dimana saja mereka melakukan ekspansi usaha
dan berasimilasi dengan penduduk lokal (pribumi). Kekuatan
jaringan ini merupakan jantung kekuatan budaya yang mementingkan kepemilikan keluarga (jia). Jaringan ini juga merupakan
kehidupan bisnis orang-orang Cina Asia yang terdiri dari dua
tipe pokok yang setiap tipenya dicirikan oleh norma-norma
sendiri-sendiri. Yang pertama, adalah hubungan keluarga yang
32

Rumah Tangga dan Pemenuhan Kebutuhan Hidup, Kewirausahaan, Identitas…

hierarkis, baik berbentuk keluarga inti maupun berupa garis
keturunan ayah (patrineal) yang melebar. Yang kedua, adalah
sistim hubungan menyamping (lateral) dan timbal-balik yang
dikenal dengan guanxi (Hefner, 1999). Secara khusus dapat
disimpulkan dari para penulis ini bahwa pada umumnya
keberhasilan bisnis orang-orang Cina Asia merupakan “bisnis
keluarga” di mana jaringan bisnis dalam keluarga merupakan
penyangga utama yang terlahir dan diwariskan (terinstitusionalisasi) dari budaya lokal (konfusianisme).
Pedagang kecil (petty traders) tidak terlepas dari kehadiran pasar tradisional. Sepanjang hari sumber penghasilan untuk
menafkahi keluarga bersumber dari proses perdagangan yang
dilakukan umumnya di pasar tradisional. Karena itu, pasar
tradisional merupakan sentra utama aktivitas yang dilakukan
oleh pedagang kecil (petty traders) setiap hari. Pasar menjadi
titik perjumpaan dan relasi yang dibangun dengan pihak lain
terutama untuk bertransaksi. Tentu, sebagai basis aktivitas
perdagangan, pasar tradisional sangat memberikan kemudahan
kepada pembeli dan penjual untuk berinteraksi dan membangun hubungan-hubungan sosial.
Seperti halnya Geertz (1993:161), tentang temuannya
yang mengemukakan bahwa pasar tradisional di Mojokuto
merupakan suatu lembaga ekonomi dan suatu cara hidup, suatu
bentuk umum kegiatan perdagangan yang mencakup semua segi
kehidupan masyarakat di samping merupakan suatu alam kebudayaan yang hampir-hampir saja merupakan suatu kebulatan
yang lengkap. Bagi Geertz, pasar tradisional harus dipahami
melalui tiga sudut pandang; sebagai suatu pola aliran barang dan
jasa; sebagai suatu kumpulan mekanisme ekonomi yang mempertahankan dan mengatur aliran-aliran tersebut; dan sebagai

33

Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon

suatu sistem sosial dan kultural di dalam mana mekanisme
tersebut berada.
Keberadaan pasar tradisional terkadang juga menjadi
simbol dalam membangun status sosial pelaku ekonomi.
Peningkatan status sosial sangat ditentukan oleh sejauhmana
peran yang dilakukan oleh aktor ekonomi mampu memberikan
inspirasi dan menjadi tolok ukur bagi masyarakat lainnya.
Kondisi ini ditunjukkan pula oleh Jeniffer Alexander (1987 dan
2000), yang menguraikan tentang budaya Jawa di kalangan para
pedagang kecil di pasar Kebumen. Juragan dan Bakul sebagai
aktor ekonomi lokal mampu melakukan pemetaan terhadap
pasar tradisional. Juragan adalah kalangan orang Jawa dan orang
Cina yang telah berasimilisasi dengan budaya lokal, yang memiliki kelebihan pada akumulasi dan kepemilikan modal untuk
mengumpulkan barang kebutuhan pokok seperti sayur-sayuran,
buah, hewan dan pakaian/tekstil untuk diperdagangkan.
Melalui para bakul barang tersebut dibeli untuk didistribusikan kepada masyarakat, sehingga bakul mendapatkan
akses ekonomi untuk kelangsungan hidup dan juga memiliki
posisi tawar di masyarakat. Seperti halnya Juragan yang merupakan lapisan kelas menengah di pasar-pasar Jawa, maka bakul
juga mendapatkan posisinya sebagai kelas sosial terkecil yang
mampu membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan
pokok. Dengan demikian institusi lokal dalam pandangan
Alexander mampu menciptakan nilai lebih di antara Juragan
dan Bakul dalam memetakan pasar tradisional.
Lain halnya dengan Florence E Babb (1984) misalnya,
melihat bagaimana budaya ekonomi di kalangan pedagang kecil
(petty traders) di pasar tradisional Peru mampu memainkan
peran dan kegiatan mereka untuk tetap eksis walaupun sebagian
masyarakatnya telah mengalami perubahan pola pikir ekonomi

34

Rumah Tangga dan Pemenuhan Kebutuhan Hidup, Kewirausahaan, Identitas…

akibat intervensi nilai-nilai pasar yang masuk. Dengan tetap
mempertahankan eksistensi ekonomi secara kecil-kecilan, para
pelaku ekonomi ini tetap survive melayani masyarakat dan
bahkan menunjukkan stratifikasi sosial yang mapan. Porter,
Lyon dan Potts (2007) juga melihat di pasar-pasar Afrika peranperan yang dimainkan para aktor sebagai produsen tetapi juga
sebagai penghubung dari kota yang melakukan distribusi barang
ke pasar-pasar tradisional kepada para perantara dengan
konsumen, dimana proses pembayaran dalam perdagangan
mendapat perhatian sehingga berfungsi sebagai suatu lembaga;
institusi pasar informal dan formal.

Identitas (identity)
Selama ini belum ditemukan kajian secara spesifik tentang
relasi antara identitas dengan pedagang kecil (petty traders).
Perhatian lebih banyak diarahkan pada bidang lainnya seperti
sosiologi, antropologi sosial, psikologi dan politik. Sebaliknya
diskursus tentang identitas dalam ranah pedagang kecil (petty
traders) sepertinya masih tergolong terbatas dan agak sulit
ditemukan. Meskipun demikian, bukan berarti pembahasan
tentang identitas dalam kerangka pedagang kecil (petty traders)
diabaikan, tetapi sedapat mungkin ruang tersebut turut dibicarakan. Pada sisi lain identitas terkadang dianggap sebagai sesuatu yang terjadi begitu saja secara alamiah, tetapi sulit dalam
praktiknya (Pilokoanu, 2010:39).
Identitas bukanlah suatu konsep yang didifinisikan secara
ketat, sehingga setiap disiplin ilmu yang berbeda melahirkan
arti yang berbeda pula (Abdelal et.al, 2001; Casey and
Dustmann, 2009:11.). Untuk mendapatkan pengertian tentang
identitas itu sendiri, sangat bergantung pada alat ukur secara
35

Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon

empiris. Demikian pula identitas yang dipakai untuk memaknai
fenomena pada pedagang kecil (petty traders) melalui busana
dan peralatan sebagai simbol serta perilaku individu dalam
kelompok dan perilaku ketika membangun relasi dengan pihak
lain. Walaupun, memang konsep identitas tidak selalu akrab
diguna-kan dalam bidang ekonomi (Davis, 2006: 2).
Identitas adalah sebuah konsep sentral dalam ilmu-ilmu
sosial (Abdelal et.al, 2001:1; Chen dan Li, 2005). Dengan
melihat identitas dalam pedagang kecil (petty traders) maka
mudah untuk mengidentifikasi identitas para aktor melalui
perilaku. Namun demikian, tidak berarti bahwa beberapa pandangan teoritis terkait identitas tidak dibicarakan. Sepatutnya
dengan rujukan pada teori identitas dapat disandingkan untuk
menangkap makna identitas, tetapi tidak untuk menjustifikasi
identitas tersebut bagi pedagang kecil. Intinya, identitas yang
terkait dengan busana dan peralatan dari pedagang kecil (petty
traders) adalah simbol dan sekaligus merupakan upaya untuk
membangun citra (image building) bagi mitra usaha dan
masyarakat pada umumnya.
Pemahaman tentang identitas adalah sebagai fenomena
umum, ditunjukkan melalui kinerja atau konstruksi yang ditafsirkan oleh orang lain (Benwell dan Stokoe, 2006:4). Keanggotaan identitas sosial terjadi karena memiliki sesuatu hubungan
kausal dari tindakan dan perilaku (Benwell dan Stokoe, 2006:
26). Identitas mencirikan individu berdasarkan banyak posisi di
masyarakat, dan penting untuk diperhatikan bahwa baik individu dan masyarakat juga erat terkait dalam konsep identitas
(Burke dan Stets, 2009:3). Ashton berpendapat (Jenkins, 2008:5:
Pilokoanu, 2010:39) bahwa hal ini untuk mengetahui siapa diri
kita, dan bagaimana kita mengetahui siapa orang lain, dan orang
lain mengetahui siapa diri kita, kita tahu apa yang mereka pikirkan tentang kita, dan seterusnya—suatu multidimensi klasifi36

Rumah Tangga dan Pemenuhan Kebutuhan Hidup, Kewirausahaan, Identitas…

kasi atau pemetaan dunia manusia tempat di dalamnya, kita
sebagai individu sekaligus sebagai anggota kelompok. Artinya
identitas itu dapat diamati dalam kehidupan sehari-hari dan
dapat diverifikasi (Berger dan Lukcman, 1990:248-249).
Umumnya identitas yang sering dibicarakan dalam
bidang psikologi, berangkat dari pandangan Herbert Blumer.
Blumer menciptakan dan memunculkan istilah interaksi
simbolik 2 istilah di tahun 1962 dan kemudian dikembangkan
lagi tahun 1969. Blumer sendiri mendalami penafsiran tentang
pemikiran George Herbert Mead, untuk menunjukkan
perspektif yang berfokus pada karakter unik interaksi manusia
yang berpusat pada penggunaan simbol. Sistem simbol, seperti
yang kemudian akan dibahas menjelaskan secara lebih rinci
dalam kaitan dengan pedagang kecil (petty traders). Simbol
dapat digunakan untuk mewakili benda dan peristiwa dalam
situasi tertentu bahkan ketika objek dan peristiwa yang tidak
secara fisik hadir, termasuk kata-kata yang digunakan untuk
berkomunikasi (Ritzer, 2004:407-408; Jenkins, 2008).
Karena itu, dalam setiap sistem konstruksi identitas, ada
hirarki norma, sebagai suatu hubungan timbal balik untuk
2 Secara umum pinsip-prinsip dasar teori interaksi simbolik adalah: pertama,
tidak seperti binatang yang lebih rendah, manusia ditopang oleh kemampuan
berpikir, dua, kemampuan berpikir dibentuk oleh interaksi social, tiga, dalam
interaksi social orang mempelajari makna dan symbol yang memungkinkan
mereka menggunakan kemampuan berpikir tersebut, keempat, makna dan
symbol memungkinkan orang melakukan tindakan dan interaksi khas
manusia, kelima, orang mampu memodifikasi atau mengubah makna dan
symbol yang mereka gunakan dalam tindakan dan interaksi berdasakan tafsir
mereka terhadap situasi tersebut, keenam, orang mampu melakukan modifikasi dan perubahan ini, sebagian karena kemampuan mereka untuk berinteraksi dengan diri mereka sendiri, yang memungkinkan mereka memikirkan tindakan yang mungkin dilakukan, menjajaki keunggulan dan kelemahan
relatif mereka, dan selanjutnya memilih, ketujuh, jalinan pola tindakan
dengan interaksi ini kemudian menciptakan kelompok dan masyarakat
(Ritzer, 2008:392-393).

37

Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon

mengukur perilaku atau penilaian. Tanpa hirarki nilai, yang
juga mungkin tersembunyi dalam pikiran, kita tidak dapat
menemukan kolektivitas untuk menghadapi tantangan baru
(Schöpflin, 2001). Sistem konstruksi ini dapat kita temukan
dalam salah satu kajian di Jerman. Casey dan Dustmann (2009:
25-27) menyajikan tentang identitas terkait dengan proses para
imigran beralih ke negara lain dengan menyertakan identitas
mereka dari negara asal. Identitas tersebut erat kaitannya
dengan pembentukan ekonomi individu—pasar tenaga kerja.
Dari perspektif identitas yang telah diuraikan di atas, kita
bisa mendapat gambaran bahwa sesungguhnya identitas merupakan kenyataan subjekif. Suatu keadaan objektif yang kemudian mendapat pemaknaan. Seperti yang dikemukakan Berger
dan Luckman (1990:248):
Identitas, dengan sendirinya, merupakan suatu unsur
kunci dari kenyataan subjektif, dan sebagaimana semua
kenyataan subjektif, berhubungan secara dialektis dengan
masyarakat. Identitas dibentuk oleh proses-proses sosial.
Begitu memperoleh wujudnya, ia dipelihara, dimodifikasi, atau malahan dibentuk ulang oleh hubunganhubungan sosial. Proses-proses sosial yang terlibat dalam
membentuk dan mempertahankan identitas ditentukan
oleh struktur sosial. Sebaliknya, identitas yang dihasilkan
oleh interaksi antar organisme, kesadaran individu, dan
struktur sosial yang sudah diberikan, memeliharanya,
memodifikasinya, atau malahan membentuknya kembali.

Dari pandangan ini, kita bisa memahami bahwa sesungguhnya individu tidak akan terlepas dari masyarakat sebagai
lingkungan sosialnya. Keduanya saling terikat, saling beriteraksi. Atau bisa dikatakan bahwa individu mempengaruhi masyarakat melalui tindakan, dan sebaliknya masyarakat mengikat
individu melalui aturan nilai dan norma-norma tertentu.
38

Rumah Tangga dan Pemenuhan Kebutuhan Hidup, Kewirausahaan, Identitas…

Termasuk pedagang (petty traders) dengan lingkungan sosial—
tempat tinggal dan pasar. Simbol pada pedagang kecil, merupakan media “komunikasi” antara mereka dengan masyarakat.
Artinya, melalui penggunaan busana sebagai simbol, masyarakat
sadar dan mengetahui bahwa ada sekelompok individu yang
memenuhi kebutuhan hidup sebagai pedagang kecil.
Pada tahap ini, perdebatan tentang identitas sesungguhnya sangat tergantung dari sisi mana kita memaknai identitas
itu sendiri. Pemaknaan terhadap identitas merupakan langkah
untuk menjustifikasi fenomena penelitian ini. Atau setidaktidaknya dapat mengidentifikasinya. Dengan perdebatan identitas itu pula, saya berpandangan bahwa identitas sesungguhnya
merupakan suatu tindakan individu yang berlandaskan pada
preferensi dan latar belakang yang dimiliki dalam lingkungan
sosial. Tindakan itu didukung oleh seperangkat media atau alat
sebagai simbol untuk membedakan individu dan kelompok dari
individu dan kelompok lain. Demikian pula dengan pedagang
kecil (petty traders) sebagai individu sekaligus sebagai satu
kelompok memiliki identitas sosial yang melekat pada diri
mereka dengan media tertentu seperti pakaian dan peralatan.
Selain memiliki media tertentu, mereka memiliki kesamaan
pandangan dalam berusaha dan memiliki kesadaran kolektif
sebagai bentuk identitasnya. Pada saat yang sama, orang lain
juga telah menjustifikasi mereka sebagai satu kelompok atau
satu komunitas usaha tertentu.
Pada posisi ini, pedagang kecil (petty traders) memiliki
identitas 3 yang teridentifikasi melalui mekanisme memperta-

3 Manuel Castlle (Putranto, 2008:86-87) memberikan gambaran tentang identitas terbentuk melalui; (a), sumber makna dan pengalaman orang, (b), proses
konstruksi makna yang berdasar pasa (sebuah) sebuah atribut cultural atau
seperangkat atribut cultural yang diprioritaskan atas sumber-sumber pemak-

39

Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon

hankan diri dan usaha mereka untuk jangka panjang. Mekanisme mempertahankan diri tersebut, dapat disebut sebagai
resistancy identity, sebagaimana pandangan Manuel Castlles
(1997) “Resistance identity is generated by those actors who are

in positions/conditions devalued and/or stigmatized by the logic
of domination, thus building trenches of resistance and survival
on the basis of principles different from, or opposed to, those
permeating the institution of society”. Merujuk pada Castlle ini,
dapat dipahami bahwa identitas resistensi merupakan upaya
yang dimunculkan oleh sang aktor untuk membuat batas pertahanan ketika berada dalam satu tekanan (Smith, 2005: 293;
Pilokoanu, 2010:231-232).

Modal Sosial (Social Capital)
Teori-teori tentang modal sosial, hingga kini telah menjadi konsumsi masyarakat akademis, birokrat dan berbagai
kalangan untuk digunakan sebagai alat menganalisis dan membedah proses pembangunan yang lebih berhubungan dengan
relasi sosial, ekonomi dalam kaitannya dengan pengembangan
masyarakat. Bahkan konsep modal sosial telah menjadi pelengkap sebagaimana konsep-konsep lainnya seperti modal manusia
(human capital), modal fisik (physical capital), modal finansial
(financial capital), manufaktur capital dan modal alam (natural

naan yang lain, (c), identitas itu sifatnya jamak (plural) dan bukan tunggal
(singular);, (d), identitas tidak sama dengan peran atau seperangkat peran
(roles). Identitas berfungsi untuk menata dan mengelola makna (meanings),
sementara peran menata fungsi-fungsi (functions), (e), gugus identitas adalah
sumber-sumber makna bagi si pelaku/actor itu sendiri yang dikonstruksi oleh
proses bernama individualisasi; (f) identitas terkait dengan proses internalisasi
nilai-nilai, norma-norma, tujuan-tujuan, ideal-ideal; (g), pada hakekatnya
identitas dibedakan atas dua yaitu identitas individu dan identitas kolektif.
Individualism juga bisa menjadi indentitas kolektif; (h), ada tiga bentuk dan
asal-usul identitas, identitas yang sah (legimitation identity), identitas perlawanan (resistancy identity) dan identitas proyek (project identity).

40

Rumah Tangga dan Pemenuhan Kebutuhan Hidup, Kewirausahaan, Identitas…

capital) (Porritt, 2002:4) 4 . Sebelum lebih jauh memahamai
bagaimana perspektif teoritis modal sosial bekerja dalam model
kolaborasi ekonomi, alangkah baiknya kita memahami secara
umum konsep modal sosial yang telah dikembangkan oleh para
pemikir. Baik modal sosial yang didekati dari perspektif komunitas atau kelompok maupun dalam perspektif individu.
Dalam perkembangan penggunaan konsep modal sosial,
ternyata bukan saja sebagai pendekatan ekonomi, namun telah
berkembang pada berbagai disiplin ilmu seperti ilmu hukum,
ilmu politik, sosiologi dan antropologi (CRP, 2003:7). Perkembangan ini mengakibatkan munculnya berbagai pendapat dan
gagasan yang sering menimbulkan perdebatan serius tentang
penggunaan konsep modal sosial 5 . Terlepas dari perdebatan
terhadap penggunaan konsep modal sosial, ada baiknya pemanfaatan modal sosial oleh beberapa ahli dapat dikemukakan
sebagai kerangka tinjauan dalam memetakan, memahami dan
memaknai kolaborasi pedagang kecil (petty traders) sebagaimana maksud dari tulisan ini. Walaupun memang para penulis
tersebut tidak membicarakan langsung masalah modal sosial
dengan pedagang kecil (petty traders), tetapi dengan memahami
modal sosial menurut mereka, maka setidaknya membantu
4 Sebagaimana juga dikemukakan juga oleh Grootaert (2002) bahwa terdapat
tiga tipe modal yaitu: natural capital, physical (produced) capital, dan human
capital4 yang sering dipakai dan digunakan bagi analisis pembangunan ekonomi dan proses pertumbuhan ekonomi.
5 Konsep modal sosial digunakan dan diterbitkan oleh Bank Dunia sebagaimana ditulis oleh Dasgupta Partha dan Serageldin Ismail (2000) “Social
Capital” A Multifaceted Perspective untuk memetakan berbagai persoalan
pembangunan di banyak negara berkembang. Selain itu rumusan Bank Dunia,
yang merupakan hasil dari pemikiran para ahli yang tergabung dalam kelompok Advisory Council to the Vice Presidency for Environmentally Sustainable
Development. Ada dua definisi social capital yaitu: (a) Social capital menunjuk

pada norma, institusi dan hubungan sosial yang membentuk kualitas interaksi
sosial dalam masyarakat dan (b) social capital menunjuk pada norma, institusi
dan hubungan sosial yang memungkinkan orang dapat bekerja sama.

41

Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon

memahami modal sosial dalam dunia pedagang kecil. Seperti
pendapat James Coleman (2000:16; Serageldin dan Grootaert,
2000: 46):
A variety of different entities, with two elements in
common: they all consist of some aspect of social
structure, and they facilitate certain actions of actors –
whether personal or corporate actor – within the
structure.

Coleman menjelaskan bahwa ternyata tidak hanya satu
entitas dalam struktur sosial yang memfasilitasi suatu tindakan
individu atau kelompok, tetapi justru lebih dari satu kategori
dari entitas-entitas yang berbeda dengan dua unsur yang sama:
mereka semua terdiri dari beberapa aspek struktur sosial, dan
mereka memfasilitasi tindakan-tindakan tertentu dari para
aktor baik individu maupun lembaga – di dalam suatu struktur.
Sementara Robert Putnam (Serageldin dan Grootaert, 2000: 45):

“A set of horizontal associations among people who have an
effect on the productivity of the community “.
Lain halnya dengan Putnam yang melihat modal sosial
sebagai suatu kumpulan asosiasi-asosiasi yang bersifat horisontal
di antara orang-orang yang mempunyai pengaruh terhadap
produktivitas dari masyarakat setempat. Hubungan-hubungan
yang bersifat horisontal dimaknai oleh Putnam sebagai suatu
kekuatan yang mampu melakukan perubahan-perubahan mendasar, terutama ketika individu dan kelompok memiliki tujuan
tertentu yang hendak dicapai. Hubungan tersebut tidak hanya
atas kepentingan terbatas, tetapi pada kepentingan yang dirasakan bersama, sehingga dengannya kepentingan tersebut dapat
dicapai. Kajian Putnam berangkat dari institusi sosial yang di
dalamnya terdapat jaringan, norma dan kepercayaan. Hubungan-hubungan ini menurutnya merupakan kunci keberhasilan

42

Rumah Tangga dan Pemenuhan Kebutuhan Hidup, Kewirausahaan, Identitas…

ekonomi dan demokrasi. Dalam kaitan tersebut, pedagang kecil
memiliki kekuatan melalui hubungan koloborasi usaha.
Hubungan kolaborasi terimplementasi secara horisontal dengan
sesama pedagang kecil dan mitra usaha. Tujuan utama pedagang
kecil berkolaborasi adalah untuk jangka panjang, usaha tetap
dapat terus berlangsung. Perubahan yang diharapkan dari kolaborasi usaha, diwujudkan dalam bentuk pembentukan modal
manusia (human capital).
Sejalan dengan pendapat Putnam, gagasan lain juga dikemukakan oleh Turner (2000:95) bahwa dalam masyarakat
terdapat suatu kekuatan yang darinya dapat mengikatkan
potensi untuk dimanfaatkan bagi proses perkembangan
ekonomi masyarakat, sehingga kekuatan tersebut dapat
menciptakan dan mempertahankan hubungan sosial dan pola
organisasi sosial. Hubungan sosial yang diciptakan individu
merupakan kekuatan yang memiliki potensi bagi perkembangan
ekonomi. Pada sisi lain, Woolcock and Narayan (Callois and
Angeon, 2004: 3-5) lebih mengarah pada norma-norma dan
jaringan-jaringan yang memungkinkan masyarakat bertindak
secara bersama-sama. Lebih lanjut, Woolcock dan Narayan
mengembangkan konsep yang sering dipakai dalam berbagai
analisis secara empiris pada bidang sosiologi, ekonomi dan
lainnya.
Konsep Woolcock and Narayan (Callois and Angeon,
2004: 3-5), dikenal dengan tiga tipe social capital: tipe pertama,
bonding social capital, yang berhubungan dengan relasi-relasi di
antara kelompok-kelompok yang sama seperti suku, agama,
antar golongan dimana kelompok ini akan memperkuat ikatanikatan sosial pada kelompoknya. Tipe kedua, bridging social
capital, menunjuk pada hubungan-hubungan antar kelompok
yang berbeda, dan kelompok yang berbeda ini akan memper43

Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon

kuat ikatan-ikatan di antara kelompok-kelompok tersebut. Tipe
ketiga adalah, linking social capital, yang menunjuk pada
hubungan-hubungan antar individu-individu dan kelompokkelompok dalam strata sosial yang berbeda dalam suatu
struktur. Pandangan Woolcock dan Narayan dapat dikatakan
memiliki korelasi dengan aktivitas pedagang kecil (petty
traders). Bonding social capital terjadi ketika pedagang kecil
membangun relasi dengan kelompoknya, sementara kerjasama
dengan mitra usaha yang dalam hal ini pedagang perantara dan
atau pedagang pemasok mempertegas bridging social capital.
Beberapa gagasan di atas, jika dicermati maka sebetulnya
terdapat pokok dan kata-kata kunci yang mendasari kesimpulan
pandangan mereka. Walaupun pandangan-pandangan tersebut
berangkat dari perspektif dan kajian empiris yang berbeda dan
memiliki tujuan yang berbeda pula. Namun sesungguhnya
pandangan mereka mengarah pada satu tujuan pokok yaitu adanya upaya untuk membangun dan memperkuat suatu komunitas/masyarakat yang dapat mengembangkan diri dan kelompoknya bagi upaya pengembangan kualitas hidup. Kata-kata kunci
tersebut yakni, komunitas, norma-norma, nilai-nilai, aksi bersama, tujuan bersama, dan kepentingan yang sama. Dengan demikian sebetulnya modal sosial tidak secara individual, tetapi
melalui suatu interaksi sosial bersama. Pantoja (2002:119-120)
misalnya, mengatakan bahwa social capital is nested in
structure and not within individuals.
Pantoja (2002) menyatakan hal tersebut berang-kat dari
hasil penelitian yang dilakukan pada masyarakat perdesaan di
daerah pertambangan batu-bara desa Samaleswari dan Kalinga;
Orissa India. Hasil identifikasi terhadap interaksi, tindakan dan
tujuan bersama masyarakat sebagai bagian dari community
based development yang dimunculkan melalui temuan enam
elemen-elemen kunci yaitu: keluarga dan kerabat terkait
44

Rumah Tangga dan Pemenuhan Kebutuhan Hidup, Kewirausahaan, Identitas…

(family and kinship connection), luasnya jaringan sosial atau
suatu kehidupan assosional (wider social networks or
“associational life), keterkaitan lintas jaringan dari jaringanjaringan itu sendiri (cross-sectional linkages, or “networks of
networks”), modal politik (political capital), institusi dan
kebijakan kerangka kerja (institutional and policy framework),
dan norma-norma dan nilai-nilai sosial (social norms and value)
(Pantoja, 2002:119-120; Hasbullah, 2006: 33). Penelitian Pantoja
ini membuktikan bahwa sebetulnya dalam suatu komunitas,
modal sosial telah ada dan dimiliki sebelumnya, namun terkadang kesadaran dan pemahaman akan tujuan bersama tidak
dapat dimaknai dalam tindakan. Sehingga menggugah masyarakat akan pentingnya modal sosial. Pandangan modal sosial
yang diungkapkan di atas pada umumnya mengarah pada
pentingnya peran modal sosial dalam masyarakat (Pantoja,
2002: 119-120; Hasbullah, 2006:33), yang penekanannya pada
modal sosial dalam komunitas dan kelompok Woolcock and
Narayan (Callois and Angeon, 2004: 3), termasuk dalam
hubungannya dengan pedagang kecil. Sesungguhnya dalam
komunitas pedagang kecil, modal sosial merupakan kekuatan
untuk mempertahankan eksistensi usaha mereka.
Jaringan menjadi kunci utama pedagang kecil (petty
traders) mempertahankan jalannya usaha. Artinya, dengan
membangun jaringan, pedagang kecil akan mendapat berbagai
kemudahan untuk mengelola usaha. Melalui jaringan mereka
saling tahu, saling menginformasikan, saling mengingatkan,
saling bantu dalam melaksanakan atau mengatasi suatu masalah
(Coleman, 1999; Lawang, 2005:62). Adapun Jacqueline Vel
(2010, 217-218) menegaskan bahwa jaringan adalah bentuk
orientasi dari para pelaku. Sehingga menurut Vel, jaringan
hubungan penting bukan hanya karena dapat memberikan

45

Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon

akses ke berbagai sumber daya esensial, seperti modal atau
tenaga kerja, tetapi juga dapat memberikan akses arus informasi
dan dukungan bagi peserta jaringan. Dengan demikian, jaringan
menjadi penting bagi pedagang kecil. Baik Lawang maupun Vel
sependapat dengan Wellman (Vel, 2010: 219), bahwa jaringan
(network) diartikan sebagai pembentukan jaringan secara
sengaja untuk mendukung tercapainya tujuan.
Karena itulah dapat dikatakan bahwa modal sosial merupakan bagian yang tidak dilepas-pisahkan dari individu.
Tindakan individu akan memberikan implikasi pada hubungan
sosial yang berlangsung. Bourdieu (2001; Prabawa, 2010:34-35)
menekankan perbedaan modal sosial dalam masyarakat atau
komunitas dengan individu. Secara tegas Bourdieu mendifinisikan konsep modal sosial dalam hal jaringan hubungan yang
dapat bertahan lama pada aras individu (Prabawa, 2010). Karena
itu modal sosial tidak terlepas dan erat berkaitan dengan konsep
jaringan sosial. Individu akan memperoleh manfaat dari modal
sosial jika mereka menyatu (embedded) dalam jaringan sosial
yang memberikan suatu keadaan dalam hubungan sosial yang
berkelanjutan (Prabawa, 2010: 35).
Kekuatan modal sosial pada individu yang terimplementasi dalam masyarakat juga ditunjukkan oleh pandangan Francis
Fukuyama (2001:7; 2007:22-25) yang menyebut bahwa “social

capital is an instantiated informal norm that promotes cooperation between two or more individuals” (modal sosial secara sederhana merupakan serangkaian nilai-nilai atau normanorma informal yang dimiliki bersama di antara anggota suatu
kelompok yang memungkinkan terjalinnya suatu kerjasama di
antara mereka). Jika para anggota kelompok itu mengharapkan
bahwa anggota-anggota yang lain akan berperilaku jujur dan
terpercaya, maka mereka akan saling mempercayai. Fukuyama
menegaskan bahwa kepercayaan ibarat pelumas yang membuat
46

Rumah Tangga dan Pemenuhan Kebutuhan Hidup, Kewirausahaan, Identitas…

jalannya kelompok atau organisasi menjadi efisien. Selanjutnya
Fukuyama juga mengatakan bahwa norma-norma informal
sangat besar mengurangi apa yang disebut oleh para ekonom
sebagai biaya transaksi (transaction costs), yang dalam kondisi
tertentu social capital mungkin bisa memperlancar tingkat inovasi dan adaptasi kelompok. Karnanya Fukuyama mengatakan
pula bahwa social capital memiliki keuntungan yang jauh
melampaui wilayah ekonomi. Social capital memungkinkan
kelompok-kelompok yang berbeda dalam sebuah masyarakat
yang kompleks untuk mengikat bersama demi membela kepentingan mereka yang mungkin diabaikan oleh negara yang kuat.
Seperti telah diuraikan bahwa di dalam modal sosial,
terdapat ukuran untuk menilai proses modal sosial dapat
berlangsung seperti norma (norm), kepercayaan (trust) dan
jaringan (network). Jika merujuk pada aktivitas pedagang kecil
(petty traders), tentunya kepercayaan dan jaringan berkolaborasi menjadi aspek penentu keberlanjutan dan bertahannya
usaha. Keduanya juga menjadi pemicu kolaborasi dengan pihak
lain, sehingga dapat saja dikatakan bahwa kepercayaan (trust)
dan jejaring (network) menjadi motor penggerak jalannya
usaha. Bagi pedagang kecil (petty traders) seperti ini kepercayaan dan jaringan harus terus dipelihara dan bahkan mungkin
perlu diperluas jejaringny