Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tindakan Kepolisian di Dalam Pencegahan dan Penanggulangan Tawuran di Salatiga: Studi di Satuan Binmas Polres Salatiga T1 312015705 BAB II

(1)

1

Bab II

Kajian Teori, Hasil Penelitian dan Analisis

A. Kajian Teori.

A.1. Tugas Pokok dan Fungsi Kepolisian.

a. Pengertian dan Fungsi Polisi.

Secara filosofis lahirnya Undang-undang No. 2 tahun 2002 karena terjadinya pergeseran paradigma dalam sistem ketatanegaraan, dan adanya penegasan pemisahan kelembagaan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sehingga diperlukan suatu Undang-undang Kepolisian yang sesuai dengan pertumbuhan, perkembangan hukum dan ketatanegaraan Republik Indonesia yang bertujuan mampu menghilangkan watak militerisme yang sebelumnya masih melekat dan dominan pada perilaku Polri, sehingga Polri mampu untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, pelayanan, dan terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi Hak Asasi

Manusia(HAM).1

1


(2)

2

Pasal 5 Undang-undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menjelaskan pengertian Polisi yang berbunyi :

“ Kepolisian adalah segala hal ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan

lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dam ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.2

Dalam Buku “Polizeirecht” yang diterjemahkan Momo Kelana, bahwa

istilah polisi mempunyai 2 (dua) arti, yaitu :

a. Polisi dalam arti formal adalah mencangkup penjelasan tentang

organisasi dan kedudukan suatu instansi kepolisian;

b. Polisi dalam arti material adalah memberikan jawaban terhadap

persoalan-persoalan tugas dan wewenang dalam rangka menghadapi bahaya atau gangguan keamanan dan ketertiban baik dalam rangka kewenangan kepolisian umum melalui

ketentuan-ketentuan yang diatur dalam peraturan atau undang-undang.3

Van Vollenhoven dalam bukunya “Politie Overzee” juga

mengemukakan pengertian polisi termasuk organ-organ pemerintahan yang dalam kewenangan dan kewajibannya menggunakan paksaan terhadap subyek hukum untuk berbuat sesuai dengan kewajiban umum, antara lain :

2 Lihat Pasal 5 Undang-undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. 3


(3)

3

1. Melihat bahwa masyarakat melaksanakan

kewajiban-kewajibannya dengan baik.

2. Mencari secara aktif perbuatan-perbuatan yang tidak

melaksanakan kewajiban umum dalam masyarakat.

3. Memaksa masyarakat melaksanakan segala kewajiban umumnya

melalui pengadilan.

4. Memaksa masyarakat untuk melaksanakan segala kewajiban

umumnya tidak melalui perantara pengadilan.

5. Memberikan pertanggung jawaban terhadap segala sesuatu yang

berhubungan dengan pekerjaannya.4

Polisi yang apabila dahulu dianggap hanya menjalankan fungsi dan tugasnya sebagai pengawas dalam bidang-bidang tertentu seperti pengawas kesehatan umum dan badan penanggulangan pelanggaran politik sekarang sudah semakin meluas sampai pada pengaturan dan pemeliharaan ketertiban umum, mulai dari perlindungan terhadap orang-orang sampai kepada harta

benda dari tindakan-tindakan yang melanggar hukum.5

Fungsi Kepolisian adalah sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Sedangkan perannya untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan

4

Van Vollenhoven, Politie Overzee Dalam Momo Kelana,Hukum Kepolisian, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, h. 15.

5


(4)

4

pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri, merupakan keikutsertaannya dalam menjalankan fungsi pemerintahan, karena dibentuknya Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia

(HAM).6

b. Tugas dan Wewenang Polisi.

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, definisi dari tugas adalah kewenangan atau sesuatu yang wajib dikerjakan atau yang ditentukan, suruhan

(perintah) untuk melaksanakan sesuatu fungsi jabatan.7

Arti tugas polisi selalu berubah dari masa ke masa karena perubahan sifat dan bentuk negara serta pemerintahannya. Dikalangan para sarjanapun terdapat perbedaan pendapat tentang tugas polisi, seperti dikatakan menurut Kist :

“ Polisi adalah bagian dari kekuasaan eksekutif yang bertugas

melindungi negara, alat-alat negara demi kelancaran jalannya roda pemerintahan, rakyatnya dan hak-hak terhadap penyerangan dengan selalu

waspada dengan pertolongan dan paksaan.”8

6

Sadjijono, Hukum Kepolisian (Polri dan Good Governance), Laksbang Mediatama, Surabaya, h. 214.

7

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1988, h. 964.

8


(5)

5

Pendapat lain mengenai tugas polisi yang dikemukakan oleh Gewin yang memberikan perumusan yang lebih luas tentang tugas polisi adalah :

“Tugas polisi adalah bagian tugas negara, perundang-undangan dan pelaksanaan untuk menjamin tata tertib , ketentraman dan keamanan,

menegakkan negara, menanam pengertian ketaatan dan kepatuhan.”9

Dalam Undang-undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 13, tugas pokok kepolisian adalah :

a. Memelihara ketertiban masyarakat;

b. Menegakkan hukum dan;

c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada

masyarakat.

Dalam melaksanakan tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia memiliki tugas, sebagai berikut :

a. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patrol

terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;

b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan,

ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan;

9 Ibid.


(6)

6

c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat,

kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;

d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional;

e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;

f. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis

terhadap kepolisian khusus, penyidik Pegawai Negeri Sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa;

g. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak

pidana sesuai dengan Hukum Acara Pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya;

h. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian,

laboratorium forensic dam psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian;

i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan

lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana

termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan

menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM);

j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara

sebelum ditangani oleh instasi dan/atau pihak yang berwenang;

k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan


(7)

7

l. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.10

A.2. Diskresi Kepolisian.

Diskresi Kepolisian pada dasarnya merupakan kewenangan Kepolisian yang bersumber pada asas Kewajiban umum Kepolisian (Plichtmatigheids beginsel) yaitu suatu asas yang memberikan kewenangan kepada pejabat kepolisian untuk bertindak atau tidak bertindak menurut penilaiannya sendiri, dalam rangka kewajiban umumnya menjaga, memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum.

Diskresi Kepolisian di Indonesia secara yuridis diatur pada Undang-undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal

18 yaitu “Untuk kepentingan umum, pejabat Kepolisian Negara Republik

Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak

menurut penilaiannya sendiri“11

, hal tersebut mengandung maksud bahwa seorang anggota Polri yang melaksanakan tugasnya di tengah-tengah masyarakat seorang diri, harus mampu mengambil keputusaan berdasarkan penilaiannya sendiri apabila terjadi gangguan terhadap ketertiban dan keamanan umum atau bila timbul bahaya bagi ketertiban dan keamanan umum.

10

Lihat Pasal 13 dan Pasal 14 Undang-undang No. 2 tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

11


(8)

8

Diskresi Polisi dapat pula diartikan sebagai wewenang Pejabat Polisi untuk memilih bertindak atau tidak bertindak secara legal atau ilegal dalam

menjalankan tugasnya.12 Diskresi membolehkan seorang Polisi untuk memilih

di antara berbagai peran (memelihara ketertiban, menegakkan hukum atau melindungi masyarakat), taktik (menegakkan Undang-Undang Lalu Lintas dengan berpatroli atau berjaga pada suatu tempat) ataupun tujuan (menilang pelanggar atau menasehatinya) dalam pelaksanaan tugasnya.

Seorang pejabat Polisi dapat menerapkan diskresi dalam berbagai kejadian yang dihadapinya sehari-hari tetapi berbagai literatur tentang diskresi

lebih difokuskan kepada penindakan selektif (Selective Enforcement), yaitu

berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi apakah seorang pelanggar hukum akan ditindak atau tidak. Diskresi pada umumnya dikaitkan kepada dua

konsep yaitu penindakan selektif dan patroli terarah (Directed Patrol).

Penindakan selektif adalah suatu bentuk diskresi administrasi di mana pembuat kebijakan atau pemimpin menentukan prioritas bagi berbagai unit satuan bawahannya. Sebagai contoh adanya kebijakan untuk menindak para pengedar narkoba dan membiarkan para penggunanya, membiarkan prostitusi ditempat--tempat tertentu dan menindak para pelacur jalanan. Patroli terarah adalah contoh diskresi supervisor dimana supervisor memerintahkan anggota-anggotanya untuk mengawasi secara ketat suatu wilayah tertentu atau suatu

12 Bailey, William G.,

Ensiklopedia Ilmu Kepolisian (Edisi Bahasa Indonesia), Jakarta : YPKIK, 2005. Hal. 245.


(9)

9

kegiatan tertentu. Sebagai contoh karena adanya laporan masyarakat seorang Inspektur Polisi memerintahkan petugas patroli untuk membubarkan kerumunan pemuda yang menganggu ketertiban yang biasanya dibiarkan. Contoh lain adalah perintah untuk menilang kendaraan-kendaraan yang parkir pada tempat tertentu dengan alasan menganggu kelancaran lalu lintas.

Penggunaan wewenang diskresi oleh Polisi baru akhir-akhir ini diakui sebagai suatu yang wajar dari kewenangan Polisi. Sebelumnya pimpinan Polisi dan masyarakat beranggapan bahwa Polisi harus menindak setiap pelanggar ketentuan hukum dan membiarkan atau tidak melaksanakan ketentuan tersebut merupakan pelanggaran hukum oleh Polisi. Sebagian kecil anggota DPR, Jaksa dan Hakim masih memegang anggapan yang demikian. Para pimpinan Polisi masih ragu-ragu untuk mengakui bahwa Pejabat Polisi selalu menggunakan diskresi dalam menegakkan hukum dan bahwa mereka secara diam-diam menetapkan kebijaksanaan untuk tidak melaksanakan penindakan secara penuh terhadap kejahatan-kejahatan kecil ataupun pelanggaran terhadap peraturan daerah. Mereka khawatir masyarakat akan protes bahwa hukum tidak ditegakkan secara adil atau timbulnya tuntutan ganti rugi dalam hal terjadinya kecelakaan sebagai akibat dibiarkannya pelanggaran lalu lintas.

Williams (1984), H. Goldstein (1977) dan Davis (1969, 1975) menyatakan tentang tidak tepatnya pendapat bahwa Undang-undang bermaksud agar setiap ketentuan hukum harus ditegakkan pada semua situasi. Davis menyatakan tentang keputusan para pembuat hukum baik tingkat Negara


(10)

10

Bagian maupun Federal juga mensahkan presiden tentang keputusan penindakan selektif oleh pimpinan kepolisian. Sedangkan Williams dan Goldstein menyatakan tentang sejarah pembentukan Undang-undang, kasus-kasus hukum tertentu dan keterbatasan Pejabat Polisi merupakan bukti bahwa para pembuat tidak mewajibkan polisi untuk menegakkan setiap Undang-undang secara penuh. Keputusan anggota untuk tidak menindak pelanggar hukum pada situasi tertentu tidak dapat dikritik atas dasar bahwa perbuatan tersebut adalah pelanggaran hukum. Sebaliknya penggunaan diskresi secara

tidak benar dapat dikritik dengan alasan lain.13

Oleh karena itu dalam Ilmu Hukum Kepolisian dikenal beberapa persyaratan yang harus dipenuhi apabila seorang anggota kepolisian akan melakukan diskresi yaitu :

1. Tindakan harus benar benar diperlukan (Noodzakelijk Notwendig)

atau asas Keperluan.

2. Tindakan yang diambil harus benar-benar untuk kepentingan

tugas kepolisian (Zakelijk Sachlich).

3. Tindakan yang paling tepat untuk mencapai sasaran yaitu

hilangnya suatu gangguan atau tidak terjadinya sesuatu yang dikhawatirkan.

13 David, H. Bayley, Police For The Future (diterjemahkan dan disadur oleh Kunarto),


(11)

11

Dalam hal ini yang dipakai sebagai ukuran yaitu tercapainya tujuan (Zweckmassig Doelmatig), yang berupa Asas Keseimbangan (Everendig), yaitu dalam mengambil tindakan ,harus senantiasa dijaga keseimbangan antara sifat (keras lunaknnya) tindakan atau sarana yang digunakan dengan besar kecilnya

suatu gangguan atau berat ringannya suatu obyek yang harus ditindak.14

A.3. Polisi dan Masyarakat.

a. Kemitraan Polisi dan Masyarakat.

1. Pengertian Kemitraan.

Kemitraan adalah segala sesuatu membangun sinergi dengan potensi masyarakat meliputi komunikasi berbasis kepedulian, konsultasi, pemberian informasi dan berbagai kegiatan lainnya demi terciptanya tujuan masyarakat

yang aman, tertib dan tentram.15

2. Pengertian Masyarakat.

Kata masyarakat tidak dapat didefinisikan secara singkat dan sederhana,

sebab “masyarakat” memiliki arti yang berbeda-beda untuk tiap-tiap orang. Unit terkecil dari masyarakat adalah keluarga (keluarga inti dan keluarga

besar), lingkungan tetangga, family/marga, dan lembaga-lembaga

14

Krisna, Diskresi Kepolisian II, https://krisnaptik.wordpress.com/polri-4/hukum-kepolisian/diskresi-kepolisian-ii/. Diakses pada tanggal 7 September 2015 pukul 01.09.

15 Buku Pedoman Pelatihan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia,

Perpolisian Masyarakat,


(12)

12

pendukungnya.16 Setiap masyarakat memiliki karakteristik yang berbeda, antara

lain budaya, nilai dan masalah yang beraneka ragam terutama di daerah perkotaan. Masyarakat tidak hanya terdiri dari pemerintah daerah setempat, tetapi ada juga lembaga-lembaga termasuk juga penduduk di sebuah lingkungan disuatu daerah tertentu.

Bina Masyarakat menciptakan pola hubungan dan peran baru antara polisi dan masyarakat. Tentu saja dalam konteks ini kedua pihak perlu melakukan perubahan besar. Polisi tidak dapat bekerja sendiri, karenanya harus memanfaatkan sumber-sumber di dalam masyarakat. Polisi juga harus bahu membahu dan membuat keputusan bersama untuk memecahkan masalah dalam masyarakat.

Bina Masyarakat menekankan pentingnya kemitraan aktif antara polisi, badan-badan lain, dan warga negara dalam mengidentifikasi dan memecahkan masalah. Anggota masyarakat dapat berperan lebih besar dalam hal keamanan publik ketimbang yang terjadi selama ini. Sedangkan lembaga-lembaga publik dan swasta lainnya dapat menggunakan sumber daya dan otoritas mereka

menuju arah penyelesaian masalah keamanan publik.17

b. Perpolisian Masyarakat (Polmas).

1. Pengertian dan fungsi Polmas.

16 Ibid.

17 Ibid.


(13)

13

Perpolisian Masyarakat adalah kebijakan dan strategi yang bertujuan agar dapat mencegah terjadinya kejahatan secara efektif, mengurangi kecemasan terhadap kejahatan, meningkatkan kualitas hidup, meningkatkan pelayanan polisi dan kepercayaan terhadap polisi dalam jalinan kerjasama proaktif dengan sumber daya masyarakat yang ingin merubah berbagai kondisi penyebab kejahatan. Hal ini berarti diperlukan adanya kepolisian yang handal, serta peran masyarakat yang besar dalam pengambilan keputusan dan perhatian yang besar teerhadap hak asasi dan kebebasan individu.

Perpolisian Masyarakat (Polmas) sebagai konsep mengandung dua unsur yaitu perpolisian dan masyarakat :

a) Perpolisian mengandung arti segala hal ikhwal tentang

penyelenggaraan fungsi kepolisian. Dalam konteks ini perpolisian tidak hanya menyangkut hal-hal yang bersifat operasional (taktik/teknik), tetapi juga pengelola fungsi kepolisian secara menyeluruh mulai dari tataran manajemen puncak sampai dengan manajemen lapis bawah.

b) Masyarakat, kepada siapa fungsi kepolisian diberikan (Public

Service) dan dipertanggungjawabkan (Public Accountability)

mengandung pengertian yang luas (Society) yang mencangkup

setiap orang tanpa mempersoalkan status kewarganegaraan dan kependudukannya. Secara khusus masyarakat dapat diartikan berdasarkan dua sudut pandang, yaitu :


(14)

14

1) Wilayah (Community of Geography).

Warga masyarakat yang berada dalam suatu wilayah kecil yang jelas batas-batasnya. Batas yang dimaksud adalah batas geografis dan karakteristik masyarakat. Sebagai contoh : RT, RW, Kelurahan/Desa, Pasar/Mall, kawasan industry, stasiun kereta api/terminal bus dan sebagainya.

2) Kepentingan (Community of Interest).

Warga masyarakat yang bukan berada dalam suatu wilayah, tetapi beberapa wilayah yang memiliki kesamaan kepentingan. Misalnya : kelompok berdasarkan etnis/suku,

agama, profesi, hobi dan lain sebagainya.18

Polmas adalah penyelenggaraan tugas kepolisian yang mendasari kepada pemahaman bahwa untuk menciptakan kondisi aman dan tertib tidak mungkin dilakukan oleh Polri sepihak sebagai subjek dan masyarakat sebagai objek, melainkan harus dilakukan bersama oleh polisi dan masyarakat dengan cara memberdayakan masyarakat melalui kemitraan polisi dan warga masyarakat, sehingga secara bersama-sama mampu mendeteksi gejala yang dapat menimbulkan permaslahan di masyarakat, mampu mendapatkan solusi untuk mengantisipasi permasalahannya dan mampu memelihara keamanan serta

ketertiban di lingkungannya.19

18

Surat Keputusan Kapolri No. Pol. : SKEP/433/VII/2006 tanggal 1 Juli 2006, tentang Panduan Pembentukan dan Operasionalisasi Perpolisian Masyarakat (Seri Polmas 737-3). H. 10-11.

19 Lihat Pasal 1 angka (7) Perkap No. 7 tahun 2008 tentang Pedoman Dasar Strategi dan Implementasi


(15)

15

Mengacu pada uraian di atas maka Polmas pada hakikatnya mengandung dua unsur utama, yaitu :

a) Membangun kemitraan antara polisi dengan masyarakat.

b) Menyelesaikan masalah sosial yang terjadi di dalam masyarakat

local.

Dalam pelaksanaan tugas polisi untuk menjaga keamanan dan ketertiban dalam masyarakat, maka dibentuklah program Polmas. Dalam pelaksanaan program Polmas perlu adanya sasaran dari program tersebut agar terarah dan terfokus.

Fungsi kegiatan Polmas adalah :

a) Mengumpulkan bahan keterangan terhadap dinamika dan

perubahan masyarakat yang meliputi aspek statis dan aspek dinamis dalam kehidupan masyarakat untuk menemukan gejala awal yang dapat menimbulkan gangguan keamanan baik dari sumber terbuka maupun tertutup.

b) Menerima informasi dan pengaduan masyarakat tentang sesuatu

yang berkaitan dengan masalah-masalah Kamtibmas dan informasi intelejen lainnya.

c) Menyampaikan/meneruskan informasi intelejen kepada

Kapolsek/Kanit Intelejen Polsek.20

20


(16)

16

Adanya Surat Keputusan Kapolri No. Pol. : SKEP/507/X/Tanggal 30 Oktober 2009, adapun tujuan dan sasaran diterapkannya Polmas adalah sebagai berikut :

a. Tujuan diterapkannya Polmas.

1) Meningkatnya partisipasi masyarakat terhadap polisi.

2) Adanya keberanian dari masyarakat untuk berdialog

dengan polisi secara lebih akrab dan terbuka.

3) Dapat memperpendek jarak hubungan keakraban antara

polisi dengan masyarakat.

4) Masyarakat lebih menyadari akan peran dan

tanggungjawabnya dalam mencegah dan mendeteksi kejahatan.

5) Dapat meningkatkan pelayanan polisi terhadap

masyarakat.

6) Polisi akan menjadi lebih sensitive dan tanggap terhadap

kebutuhan-kebutuhan masyarakat.21

b. Sasaran penerapan Polmas meliputi :

1) Tumbuhnya kesadaran dan kepedulian

masyarakat/komunitas terhadap potensi adanya gangguan keamanan, ketertiban dan ketentraman di lingkungannya.

21


(17)

17

2) Meningkatnya kesadaran dan kemauan masyarakat untuk

bekerja sama dengan Polri dalam mengidentifikasi akar permasalahan yang terjadi di lingkungannya.

3) Meningkatnya kemampuan masyarakat untuk mengatasi

permasalahan yang ada bersama-sama dengan anggota Polri dan dengan cara yang tidak melanggar hukum.

4) Meningkatnya kesadaran dan ketaatan masyarakat

terhadap hukum dan peraturan/perundang-undangan yang berlaku.

5) Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam menciptakan

dan memelihara Kamtibmas di lingkungan masing-masing.

6) Meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap kinerja

Polri, baik sebagai individu maupun institusi.22

c. Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat (FKPM).

1. Pengertian Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat.

Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat (FKPM) merupakan gabungan dari perwakilan-perwakilan dari berbagai unsur di masyarakat yang bekerja dan menetap di lingkungan masyarakat berikut Kapolsek, Kanit-kanit dan petugas Babinkantibmas yang bertugas di Polsek setempat.

22 Ibid.


(18)

18

Dalam struktur forum, seorang ketua langsung dipilih dari anggota masyarakat dan wakil ketua otomatis dijabat oleh Kapolsek. Segala bentuk

kegiatan forum dilandasi sebuah AD/ART (Alternatif Dispute Resolution), yaitu

pola penyelesaian masalah sosial melalui jalur alternative yang lebih efektif berupa upaya menetralisir masalah selain melalui proses hukum yang ditandatangani bersama.

Forum ini akan mengadakan rapat sedikitnya satu bulan sekali atau lebih bila diperlukan. Polisi akan tetap mengemban tugas serta memiliki peran eksekutif kepolisiannya dan forum tidak akan mendapatkan tugas maupun

peran eksekutif kepolisian.23

2. Fungsi dan Wewenang Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat.

Pembentukan Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat :

a. FKPM adalah organisasi kemasyarakatan yang bersifat

independen, mandiri dan dalam kegiatannya bebas dari campur tangan pihak manapun.

b. FKPM dapat disebut dengan nama dan istilah lain atau dengan

Bahasa daerah tertentu atas kesepakatan masyarakat setempat.

23


(19)

19

c. FKPM di bangun atas kesepakatan bersama antara Kapolsek,

Camat/Kepala Desa/ Lurah dan tokoh masyarakat/warga

masyarakat setempat.24

Adapun tugas pokok dari Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat adalah :

Melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan operasionalisasi Polmas dan mendorong fungsinya pranata Polmas dalam rangka menyelesaikan setiap permasalahan gangguan keamanan dan ketertiban yang terjadi dana tau bersumber dari kehidupan masyarakat setempat.

1) Uraian Tugas.

1) Mengumpulkan data, mengidentifikasi permasalahan, dan

mempelajari instrument, yaitu dengan cara

mengidentifikasi dan mendokumentasi data sosial

kemasyarakatan yang berkaitan dengan kondisi Kantibmas setempat.

2) Ikut serta mengambil langkah-langkah proporsional dalam

rangka pelaksanaan fungsi kepolisian umum dan fungsi bimbingan/penyuluhan.

3) Membahas (bila perlu memberdayakan warga yang

berkompeten atau konsultan) permasalahan sosial aspek Kamtibmas dalam wilayah atau yang bersumber dari

24


(20)

20

wilayahnya dan menemukan akar permasalahan serta menentukan jalan keluar pemecahannya.

4) Membahas dan menetapkan program kerja

tahunan/triwulan dengan memperhatikan skala prioritas termasuk melakukan evaluasi dan revisi bila diperlukan.

5) Menindaklanjuti program kerja sebagaimana dimaksud

pada butir 4) di atas dan bila perlu menjalin koordinasi dan kerjasama dengan apparat pemerintah terkait dalam perwujudannya.

6) Secara terus-menerus memantau pelaksanaan kegiatan

warga dari aspek ketertiban termasuk gangguan

Kamtibmas pada wilayah-wilayah tetangga atau wilayah yang lebih luas pada umumnya.

7) Menampung keluhan/pengaduan masyarakat yang

berkaitan dengan masalah kejahatan/pelanggaran dan

permasalahan kepolisian pada umumnya serta

membahasnya bersama petugas Polmas untuk mencari jalan keluarnya.

8) Menampung dan membahas keluhan/pengaduan warga


(21)

21

berusaha menyalurkan dengan mengkoordinasikan kepada

apparat yang berkepentingan.25

2) Wewenang.

1) Membuat kesepakatan tentang hal-hal yang perlu

dilakukan oleh warga, sehingga merupakan suatu peraturan local dalam lingkungannya.

2) Secara kelompok atau perorangan mengambil tindakan

kepolisian (upaya paksa) dalam hal terjadi

kejahatan/tindak pidana dengan tertangkap tangan.

3) Memberikan pendapat dan saran kepada Kapolsek baik

tertulis maupun lisan mengenai pengelolaan/peningkatan kualitas keamanan/ketertiban lingkungan.

4) Menegakkan peraturan local sebagaimana dimaksud pada

butir 1) di atas dan ikut serta menyelesaikan perkara ringan/pertikaian antar warga yang dilakukan petugas

Polmas.26

25 Ibid. 26


(22)

22 A.4. Teori Penegakan Hukum.

a. Upaya Preventif.

Upaya preventif adalah sebuah tindakan yang dilakukan oleh pihak

kepolisian untuk menghilangkan potensi tindak kejahatan yang terdapat di lingkungan masyarakat. Sehingga di lingkungan tersebut tidak jadi terdapat tindak kejahatan, karena seblum terjadi telah terlebih dahulu dicegah oleh pihak kepolisian.

Dalam upaya preventif, polisi dan apparat pemerintah lain serta dukungan

swakarsa masyarakat berusaha untuk memperkecil ruang gerak dan kesempatan

terjadinya tindak kejahatan/pelanggaran. Implementasi dalam upaya preventif

pada umumnya diwujudkan dalam bentuk-bentuk kegiatan seperti, penjagaan, pengawalan, patrol dan tindakan pertama di TKP (Tempat Kejadian Perkara)

serta tindakan-tindakan lainnya.27

Dalam hal ini cara bertindak/urutan tindakan pihak kepolisian di dalam

upaya preventif sebagai contoh di dalam kasus kenakalan remaja adalah sebagai

berikut :

1) Melaksanakan kegiatan bimbingan atau penyuluhan dan

penerangan baik secara langsung ataupun melalui media massa atau elektronik tentang :

27

Lihat Surat Keputusan Kapolri No. Pol. : SKEP/434/XI/1985 Tanggal 28 November 1985 tentang Penetapan Penggunaan Buku Petunjuk/Pedoman Polsek Sebagai Pengganti Buku Petunjuk Bagi Komando Sektor Kepolisian/Sektor Kepolisian Kota. H. 99.


(23)

23

a. Penyebab kenakalan remaja.

I. Faktor yang berasal dari dalam kondisi remaja

itu sendiri.

i. Perubahan aspek biologis atau fisik.

ii. Perubahan aspek psikologis atau

emosional.

II. Faktor yang berasal dari lingkungan dan

masyarakat.

i. Pengaruh lingkungan keluarga (orang

tua).

ii. Pengaruh lingkungan teman sebaya atau

pergaulan.

iii. Pengaruh lingkungan pendidikan

sekolah.

iv. Pengaruh lingkungan sosial budaya

masyarakat.

b. Akibat yang ditimbulkan dari kenakalan remaja dapat

menimbulkan korban berupa :

I. Korban luka atau cacat dan korban jiwa.

II. Korban harta benda berupa milik pribadi umum

atau instansi pemerintah.


(24)

24

I. Pembinaan remaja sebagai upaya pencegahan

tidak langsung.

i. Mengenali sifat baik dan buruk dari

remaja yang bersangkutan.

ii. Pahami tingkah laku remaja sebagai

individu atau pribadi yang memiliki perilaku yang khas.

II. Pencegahan terjadinya kenakalan remaja secara

langsung.

i. Memberikan penerangan yang

diperlukan remaja.

ii. Memberikan bimbingan dan penyuluhan

pada remaja guna mendukung dan

menjaga kestabilan kesehatan

mentalnya.

iii. Mengadakan tatap muka, sambaing dan

ceramah-ceramah.

iv. Mengisi waktu luang dengan kegiatan

yang bermanfaat.

v. Menyalurkan minat, bakat dan hobi


(25)

25

2.) Mengadakan koordinasi dengan fungsi lain, khususnya Serse atau penyidik dan lintas sectoral atau instansi terkait seperti Dikbud, Dinas Soial, Kesehatan, Penerangan, Kehakiman, Menpora, dan Pemda

setempat.28

b. Upaya Represif.

Upaya represif adalah merupakan salah satu upaya dalam rangka

pelaksanaan tugas pokok Polri. Bertujuan memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat dalam proses penegakkan hukum dengan menyelenggarakan penyidikan tindak pidana serta mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan penyidikan yang dilakukan Penyidik Pegawai Negeri Sipil.

Oleh karena penyidikan tindak pidana merupakan salah satu tahap dari

penegakkan Hukum Pidana, maka pelaksanaan upaya represif harus didasarkan

kepada Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).29

Dalam hal ini cara bertindak/urutan tindakan pihak kepolisian di dalam

upaya represif sebagai contoh di dalam kasus kenakalan remaja adalah sebagai

berikut :

28

Himpunan Petunjuk Lapangan Polri Bagi Satuan Bimmaspol. Jakarta, 1 Februari 1993. H. 61-63.

29

Lihat Surat Keputusan Kapolri No. Pol. : SKEP/434/XI/1985 Tanggal 28 November 1985 tentang Penetapan Penggunaan Buku Petunjuk/Pedoman Polsek Sebagai Pengganti Buku Petunjuk Bagi Komando Sektor Kepolisian/Sektor Kepolisian Kota. H. 143.


(26)

26

1) Mengadakan koordinasi dengan fungsi lain, khususnya Serse atau

penyidik dan lintas sectoral atau instansi terkait seperti Dikbud, Dinas Soial, Kesehatan, Penerangan, Kehakiman, Menpora, dan Pemda setempat.

2) Membantu dan mengamankan harta benda ketempat yang aman.

3) Menyelamatkan atau membawa korban ke rumah sakit terdekat.30

A.5. Kenakalan Remaja.

a. Pengertian Kenakalan Remaja.

Kenakalan remaja adalah perbuatan atau tingkah laku yang dilakukan oleh seseorang remaja baik secara sendirian maupun secara kelompok yang bersifat melanggar ketentuan- ketentuan hukum, moral, dan sosial yang berlaku

di lingkungan masyarakatnya.31 Intinya kenakalan remaja adalah perilaku

menyimpang dari atau melanggar hukum,32 dan perilaku melanggar hukum

yang dilakukan oleh orang muda yang biasanya dibawah umur 16-18 tahun.33

30

Himpunan Petunjuk Lapangan Polri Bagi Satuan Bimmaspol. Jakarta, 1 Februari 1993. H.63.

31

Gunarsa Singgih D at al, 1988, Psikologi Remaja, BPK Gunung Mulya, Jakarta.Hal. 154.

32

Sarwono sarlito wirawan.Psikologi Remaja. Jakarta :PT Raja Grafindo Persada, 2008.

33 Mussen, P.H.., Conger, J.J., Kagan, J & Huston, C.A., (1994). Perkembangan dan Kepribadian Anak .


(27)

27

Menurut Jansen (dalam Sarwono, 2002:207)34 kenakalan remaja dibagi

menjadi 4 jenis, yaitu:

a. Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain, misalnya: perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan dan lain-lain.

b. Kenakalan yang menimbulkan korban materi, misal : perusakan, pencurian, pencopetan, pemerasan, perampokan dan lain-lain.

c. Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban di pihak lain, misal : pelacuran, penyalahgunaan obat.

d. Kenakalan yang melawan status, misal : membolos, minggat dari rumah.

Menurut bentuknya, Sunarwiyati S. (1985)35 membagi kenakalan remaja

ke dalam tiga tingkatan :

1. kenakalan biasa, seperti suka berkelahi, suka keluyuran, membolos sekolah, pergi dari rumah tanpa pamit

2. kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan seperti mengendarai mobil tanpa SIM, mengambil barang orang tua tanpa izin

34 Ibid. 35


(28)

28

3. kenakalan khusus seperti penyalahgunaan narkotika, hubungan seks

diluar nikah, pemerkosaan dll.36

b. Ciri-ciri Pokok Kenakalan Remaja.

a) Dalam pengertian kenakalan, harus terlibat adanya perbuatan atau tingkah laku moral.

b) Kenakalan tersebut mempunyai tujuan yang asosial yakni dengan perbuatan atau tingakah laku tersebut ia bertentangan dengan nilai atau norma sosial yang ada dilingkungan hidupnya.

c) Kenakalan remaja merupakan kenakalan yang dilakukan oleh mereka yang berumur diantara 13-17 tahun. Mengingat di Indonesia pengertian dewasa selain ditentukan oleh status pernikahan, maka dapat ditambahkan bahwa kenakalan remaja adalah perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh mereka yang berumur anatara 13-17 tahun dan belum menikah.

d) Kenakalan remaja dapat dilakukan oleh seoarang remaja saja, atau dapat juga dilakukan bersama-sama suatu kelompok remaja.

Selain itu, untuk menilai kenakalan remaja hendaknya perlu diperhatikan faktor kesengajaan atau kesadaran dari individu yang bersangkutan. Selama anak atau remaja itu tidak tahu, tidak sadar, dan tidak sengaja melanggar hukum

36 Ibid.,


(29)

29

dan tidak tahu pula akan konsekuensinya maka ia tidak dapat digolongkan sebagai nakal.

Kenakalan remaja dapat kita golongkan dalam dua kelompok besar, sesuai dengan kaitannya dengan norma hukum, yakni:

a) Kenakalan remaja bersifat amoral dan asosial dan tidak diatur dalam undang-undang sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan ke dalam perbuatan melanggar hukum.

b) Kenakalan yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai dengan undang-undang dan hukum yang berlaku sama dengan perbuatan melanggar hukum. Setiap kali sulit untuk menentukan apakah tingkah laku seorang remaja semata-mata merupakan kenakalan remaja atau hanya merupakan kelalaian tingkah laku sesuai dengan taraf

perkembangan yang sedang dialami.37

37 Ibid.


(30)

30 B. Hasil Penelitian.

B.1. Gambaran Tentang Satuan Binmas Polres Salatiga.

a. Tugas Pokok dan Fungsi Satuan Binmas.

Adapun tugas pokok dan fungsi Satuan Binmas adalah :

1) Satuan Binmas bertugas melaksanakan pembinaan masyarakat

yang meliputi kegiatan penyuluhan masyarakat, pemberdayaan Perpolisian Masyarakat (Polmas), melaksanakan koordinasi, pengawasan dan pembinaan terhadap bentuk-bentuk pengamanan swakarsa (Pam Swakarsa). Kepolisian khusus (Polsus), serta kegiatan kerja sama dengan organisasi, lembaga, instansi, dan/atau tokoh masyarakat guna meningkatkan kesadaran dan ketaatan masyarakat terhadap hukum dan ketentuan peraturan

perundang-undangan serta terpeliharanya keamanan dan ketertiban

masyarakat.

2) Dalam melaksanakan tugas Satuan Binmas menyelenggarakan

fungsi :

a) Pembinaan dan pengembangan bentuk-bentuk

pengamanan swakarsa dalam rangka peningkatan

kesadaran dan ketaatan masyarakat terhadap hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan;


(31)

31

b) Pengembangan peran serta masyarakat dalam pembinaan

keamanan, ketertiban dan perwujudan kerjasama Polres dengan masyarakat;

c) Pembinaan dibidang ketertiban masyarakat terhadap

komponen masyarakat, antara lain remaja, pemuda, wanita, dan anak;

d) Pembinaan teknis pengkoordinasian dan pengawasan

Polsus serta Satuan Pengamanan (Satpam);

e) Pemberdayaan kegiatan Polres yang meliputi

pengembangan kemitraan dan kerjasama antara Polres dan masyarakat, organisasi, lembaga, instansi, dan/atau tokoh masyarakat.

3) Satuan Binmas dipimpin oleh Kasat Binmas yang bertanggung

jawab kepada Kapolres dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari di bawah kendali Wakapolres.

4) Kasat Binmas dalam melaksanakan tugas dibantu oleh :

a) Kaur Bin Ops.

Urusan pembinaan operasional (Urbinopsral) yang bertugas melakukan pembinaan administrasi dibidang operasional, ketertiban masyarakat, Pam Swakarsa dan Polmas serta melaksanakan anev atas pelaksanaan tugas pembinaan masyarakat di lingkungan Polres; dan


(32)

32

Urusan administrasi dan ketatausahaan (Urmirtu) yang bertugas menyelenggarakan kegiatan administrasi dan ketatausahaan;

c) Kanit Bin Polmas.

Unit Perpolisian Masyarakat (Unitbinpolmas) yang bertugas pembinaan dan mengembangkan kemampuan peran serta masyarakat melalui Polmas dalam rangka menyelesaikan masalah-masalah sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat;

d) Kanit Bin Kamsa.

Unit Pembinaan Ketertiban Masyarakat (Unitbintibmas) yang bertugas melakukan pembinaan dibidang ketertiban masyarakat terhadap komponen masyarakat antara lain remaja, pemuda, wanita, dan anak;

e) Kanit Bin Tibmas.

Unit Pembinaan Keamanan Masyarakat (Unitbinkamsa) yang bertugas melakukan pembinaan dan mengembangkan bentuk-bentuk Pam Swakarsa dalam rangka peningkatan kesadaran dan ketaatan masyarakat terhadap hukum dan


(33)

33

pembinaan teknis, pengkoordinasian dan pengawasan

Polsus dan Satpam.38

38


(34)

34

b. Gambaran Tentang Struktur Organisasi Satuan Binmas Polres Salatiga.

STRUKTUR ORGANISASI SATUAN BINMAS POLRES SALATIGA

Sumber : Data Primer Satuan Binmas Polres Salatiga(11-9-2015).

KAPOLRES AKBP YUDO HERMANTO

WAKAPOLRES KOMPOL IWAN IRMAWAN

KASAT BINMAS AKP DIDIK BUDIONO

KAUR MINTU AIPTU SRI KATI

KAUR BIN OPS

BAMIN BRIPDA MEDINA CHANDRA BANUM PENGDA HARJANTA BANUM

KANIT BIN POLMAS AIPTU TRYWIBOWO

KANIT BIN TIBMAS AIPTU SUBNANDAR

KANIT BIN KAMSA AIPTU SUGIYONO BAMIN BRIPKA SUMINI BANIT BANIT BANIT

BAMIN BANIT

AIPTU DWI SASMINARY OTO BANIT BANIT BAMIN BRIGADIR MASRUH BANIT BANIT BANIT


(35)

35

B.2. Gambaran Tentang Kasus Tawuran Di Kota Salatiga.

a. Gambaran Tindak Pidana Tawuran Antar Pelajar Di Kota Salatiga.39

Kota Salatiga merupakan sebuah kota yang bisa disebut sebagai kota pelajar. Hal ini dikarenakan di Kota Salatiga terdapat fasilitas pendidikan yang

lengkap, dari tingkat Play Group, TK, SD, SMP, SMA/SMK, dan Universitas.

Sehingga terdapat banyak pelajar di kota tersebut. Dengan banyaknya pelajar, maka dapat mengakibatkan seringnya terjadi gesekan antar pelajar tersebut dengan berbagai alasan. Hal tersebut yang menyebabkan terjadinya aksi tawuran di antara pelajar tersebut.

Menurut Kasat Binmas Polres Salatiga, pada tahun ini sudah terjadi total tiga kali aksi tawuran, baik yang sudah terjadi maupun yang belum terjadi. Dari total tiga kasus tersebut dua diantaranya merupakan kasus dimana aksi tawuran tersebut belum sempat terjadi, karena para pelajar yang akan melakukan aksinya sudah terlebih dulu tertangkap lewat tindakan razia yang dilakukan jajaran Satuan Binmas Polres Salatiga. Sedangkan satu kasus aksi tawuran dimana sudah terjadi tawuran atau baku hantam antara para pelaku. Aksi tawuran tersebut polisi tidak berhasil menangkap para pelaku, karena para pelaku berhasil kabur ketika aparat kepolisian Polres Salatiga dating ke lokasi tawuran.

39 Hasil Wawancara Dengan AKP Didik Budiono, Kasat BinMas Polres Salatiga Tanggal 11 September


(36)

36

Pada kasus pertama yang ditangani oleh pihak Satuan Binmas Polres Salatiga, aksi tawuran tersebut terjadi pada Selasa 20 januari 2015. Para pelajar yang berhasil diamankan oleh pihak kepolisian berjumlah kurang lebih 79 orang pelajar. Beberapa diantaranya merupakan pelajar perempuan. Dari para pelajar yang diamankan, terdapat pula beberapa pelajar yang membawa senjata tajam. Para pelajar tersebut tidak hanya berasal dari beberapa sekolah yang ada di Salatiga, tetapi juga dari beberapa sekolah di luar Salatiga. Alasan mereka akan melakukan aksi tawuran tersebut, karena mendapat berita bahwa SMK Kristen sedang melaksanakan hari jadinya.

Dari hasil penangkapan terhadap para pelajar yang diamankan oleh Polres Salatiga, para pelajar yang tidak kedapatan membawa senjata tajam terpaksa menginap semalam di Polres Salatiga. Selama proses menginap dan menunggu pihak sekolah ataupun orang tua yang bersangkutan datang mengambil para pelajar tersebut, para pelajar diberikan hukuman berupa latihan fisik di lapangan Polres Salatiga. Latihan fisik tersebut berupa baris-berbaris, lari keliling lapangan, push up, skot jump, dll.

Bagi para pelajar yang tertangkap dan tidak terbukti membawa senjata tajam setelah semalam menginap dan mendapat latihan fisik, harus membuat surat pernyataan lalu dikembalikan kepada pihak sekolah masing-masing. Sedangkan para pelajar yang kedapatan membawa senjata tajam berjumlah 11 orang, yang kemudian diproses oleh pihak Satuan Reskrim Polres Salatiga. Para pelajar tersebut terpaksa bermalam lebih lama di Polres Salatiga dan harus tidur


(37)

37

di sel tahanan Polres Salatiga selama kurang lebih empat sampai lima hari untuk pengembangan kasus membawa senjata tajam oleh penyidik.

Berdasarkan proses yang dilakukan oleh penyidik Sat Reskrim Polres Salatiga, para pelajar yang kedapatan membawa senjata tajam dapat dikenakan Undang-undang Darurat No. 12/1951 Tentang Senjata Tajam dan penghasutan

sesuai Pasal 160 KUHP yang berbunyi “Barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan berdasar ketentuan undang-undang, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”40 Akan tetapi, para pelajar tersebut kemudian diberikan penangguhan penahanan oleh penyidik. Hal ini karena, pihak sekolah maupun orang tua dari para pelaku mau memberikan jaminan pembebasan. Selain itu, pihak penyidikpun juga memiliki pikiran bahwa para pelaku masih di bawah umur sehingga tidak perlu diproses sampai ke tingkat pengadilan. Para pelaku dibebaskan dengan syarat wajib

lapor selama 3 bulan ke Polres Salatiga dan membuat surat pernyataan.41

Akibat dari kasus tawuran tersebut, ditempat para pelajar tersebut berkumpul atau bergerombol warga sekitar merasa terganggu dan merasa

40

Buku II-Kejahatan Bab V Kejahatan Terhadap Ketertiban Umum Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

41


(38)

38

kurang aman. Akan tetapi, aksi tawuran tersebut tidak mengakibatkan korban maupun kerusakan.

Pada Kasus tawuran kedua terjadi pada 7 September 2015, dalam aksi tawuran tersebut sudah terjadi aksi saling lempar batu oleh para pelajar yang terlibat. Aksi tawuran tersebut melibatkan para pelajar dari SMK Saraswati, SMK Kristen, dan SMK Muhammadiyah. Akibat kalah jumlah para pelajar dari SMK Kristen dan SMK Muhammadiyah kabur ke perkampungan warga sekitar Kauman. Aksi tawuran tersebut terjadi dikarenakan para pelajar dari SMK Saraswati tidak terima atas pengeroyokan salah satu teman mereka yang diduga dilakukan oleh para pelajar SMK Kristen dan SMK Muhammadiyah. Sehingga para pelajar SMK Saraswati pergi untuk menyerang para pelajar SMK Kristen dan SMK Muhammadiyah. Kedua SMK tersebut yang mendapat kabar penyerangan SMK Saraswati, akhirnya mencegat dan melempar batu kea rah bis yang ditumpangi oleh para pelajar SMK Sarasati, yang kemudian dibalas lemparan Batu oleh para pelajar SMK Saraswati.

Dari aksi tawuran tersebut jajaran Polres Salatiga berhasil mengamankan 39 orang pelajar dari ketiga SMK tersebut. Masing-masing 31 orang dari SMK Saraswati, 2 orang dari SMK Kristen, dan 6 orang dari SMK Muhammadiyah. Para pelajar yang tertangkap tersebut akan didata untuk diberikan pembinaan, kemudian menandatangani surat pernyataan dan disaksikan Kepala Sekolah masing-masing.


(39)

39

Akibat aksi tawuran tersebut terdapat beberapa pelajar yang mengalami luka ringan, serta pecahnya kaca bis yang ditumpangi para pelajar SMK Saraswati.

Untuk kasus tawuran ketiga Satuan Binmas Polres Salatiga belum bisa memberikan keterangan, dikarenakan pada kasus tawuran ini, pada saat sebelum jajaran polisi Polres Salatiga sampai di lokasi kejadian para pelaku aksi tawuran sudah terlanjur melarikan diri. Tetapi petugas berhasil mengamankan kendaraan bermotor yang diduga milik salah satu pelaku tawuran. Aksi tawuran ini terjadi beberapa hari setelah aksi tawuran antara para

pelajar SMK di wilayah Kauman.42

b. Gambaran Tindak Pidana Tawuran Antara Mahasiswa Dengan Warga di Salatiga.

Di Salatiga terdapat salah satu universitas swasta yang cukup terkenal, yaitu Universitas Kristen Satya Wacana. Di UKSW terdapat banyak mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Sehingga UKSW mendapat julukan sebagai Indonesia mini karena memiliki mahasiswa dari Sabang sampai Merauke yang kuliah di dalamnya.

42 Didapat Dari Wawancara Dengan AKP Didik Budiono, Kasat BinMas Polres Salatiga pada 11


(40)

40

Karena banyaknya mahasiswa yang berasal dari luar pulau jawa yang memiliki perbedaan budaya dengan warga lokal, sehingga tidak jarang terjadi perselisihan antara mahasiswa pendatang dengan warga sekitar UKSW.

Berdasarkan Kasat Binmas Polres Salatiga, pada tahun ini terdapat dua buah kasus tawuran yang melibatkan beberapa mahasiswa dengan warga sekitar UKSW. Kedua kasus tawuran tersebut semuanya terjadi di wilayah Kemiri yang berada di belakang kampus UKSW.

Pada kasus yang pertama, terjadi pada bulan Maret yang bertepatan dengan hari wisuda para mahasiswa UKSW yang telah luluh perkuliahan. Kasus tawuran tersebut melibatkan beberapa orang mahasiswa dari Ambon dengan warga Kemiri 1 Salatiga. Kejadiannya bermula ketika para mahasiswa Ambon tersebut merayakan kelulusan salah satu teman mereka dengan mengadakan pesta minum-minum miras. Ketika para mahasiswa tersebut telah mabuk akibat pengaruh miras yang mereka minum, mereka mulai berbuat onar dengan berteriak- teriak di depan kos mereka. Warga yang merasa terganggu berusaha menegur mereka agar tidak membuat keributan. Akan tetapi, para mahasiswa yang telah terkena pengaruh alcohol merasa tidak terima dengan teguran warga tersebut. Sehingga terjadi adu mulut yang berakhir dengan pemukulan terhadap salah satu warga yang menegur tadi.

Warga yang terkena pukulan tersebut langsung pergi dari lokasi dan berusaha mengumpulkan warga sekitar untuk memberikan pelajaran terhadap


(41)

41

para mahasiswa tersebut. Akhirnya terjadilah aksi tawuran, para mahasiswa yang kalah jumlah menjadi bulan-bulanan warga sebelum akhirnya jajaran Polres Salatiga datang ke lokasi dan mengamankan para mahasiswa yang dihajar oleh warga tersebut. Pada kejadian tersebut polisi mengamankan para mahasiswa Ambon yang mabuk dan dibawa ke Polres Salatiga.

Para mahasiswa yang diamankan tersebut kemudian diproses oleh pihak penyidik Sat Reskrim Polres Salatiga dan dapat dikenakan kejahatan terhadap

ketertiban umum Pasal 170 ayat (1) KUHP yang berbunyi “Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.”43 Akan tetapi, kasus inipun tidak sampai ke pengadilan. Hal ini karena tokoh adat Ambon yang ada di Salatiga menemui Kapolres Salatiga dan meminta untuk membebaskan para mahasiswa yang diamankan tersebut. Kemudian meminta Kapolres Salatiga memediasi para mahasiswa

Ambon tersebut dengan warga Kemiri 1 Salatiga untuk berdamai.44

Akibat dari kasus tawuran tersebut, beberapa orang dari dua pihak mengalami luka ringan tanpa terjadi kerusakan pada lingkungan sekitar tempat kejadian.

Pada kasus kedua memiliki kesamaan kejadian dengan kasus pertama diatas. Menurut Kasat Binmas kejadian tawuran tersebut terjadi antara beberapa

43

Lihat Pasal 170 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

44 Hasil Wawancara Dengan AKP Didik budiono, Kasat Binmas Polres Salatiga pada 11 September


(42)

42

mahasiswa Papua dengan warga Kemiri 2 Salatiga. Alasan kejadian tersebut akibat minum-minuman keras yang diminum oleh mahasiswa Papua yang kemudian membuat keributan dan menantang berkelahi beberapa warga yang sedang lewat di depan tempat para mahasiswa Papua tersebut berkumpul.

Pada saat polisi tiba ditempat kejadian, kemudian langsung mengamankan para mahasiswa Papua yang sedang dalam pengaruh alcohol tersebut ke Polres salatiga. Menurut penyidik Sat Reskrim Polres Salatiga para Mahasiswa tersebut dapat dikenakan penghasutan sesuai Pasal 160 KUHP yang

berbunyi “Barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan berdasar ketentuan undang-undang, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”45

Serta kejahatan terhadap ketertiban umum Pasal 170 ayat (1) KUHP

yang berbunyi “Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.”46 Akan tetapi, kasus tersebut juga tidak sampai ke pengadilan, karena tokoh adat Papua di

45

Buku II-Kejahatan Bab V Kejahatan Terhadap Ketertiban Umum Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

46


(43)

43

Salatiga meminta Kapolres Salatiga untuk memediasi Para mahasiswa tersebut dengan warga Kemiri 2 Salatiga.

Akibat kejadian tersebut ada beberapa mahasiswa Papua yang terlibat tawuran tersebut mengalami luka ringan.

c. Gambaran Tindak Pidana Tawuran Antara Warga Dengan Warga Di Salatiga.

Salatiga memiliki empat kecamatan dengan puluhan desa. Sampai saat ini Kota Salatiga memiliki kondisi keamanan yang kondusif. Terutama jarang terjadinya kasus tawuran antar warga di Salatiga.

Menurut Kasat Binmas Polres Salatiga, selama ini di Salatiga tidak pernah terjadi kasus tawuran yang melibatkan antara warga Salatiga. Hal ini menggambarkan bahwa penduduk Salatiga memiliki rasa toleransi dan kecintaan serta kebanggaan terhadap Kota Salatiga, sehingga mereka tidak ingin merusak citra Kota Salatiga.


(44)

44

Dari gambaran-gambaran kasus tawuran di Kota Salatiga diatas dapat dibuat tabel sebagai berikut :

Tabel I : Jumlah Kasus Tawuran Di Wilayah Hukum Polres Salatiga

Tahun 2015

No.

Jenis Kasus Tawuran Jumlah Kasus Tawauran Presentase

Jumlah Kasus Tawuran(%)

1. Antar pelajar 3 kasus 60%

2. Antara mahasiswa dengan warga 2 kasus 40%

3. Antar warga - -

Total 5 kasus 100%


(45)

45

B.3. Gambaran Tindakan Kepolisian Di Dalam Menanggulangi Tawuran Di Wilayah Hukum Polres Salatiga.

a. Tindakan Kepolisian Polres Salatiga Di Dalam Menanggulangi Tawuran Secara

Preventif.47

Di dalam menanggulangi masalah tawuran di Salatiga Satuan Binmas Polres Salatiga mempunyai beberapa cara yang telah disesuaikan dengan prosedur yang ada pada kepolisian. Satuan Binmas Polres Salatiga

menanggulangi tawuran secara preventif maupun secara represif.

Cara preventif sendiri memiliki arti sebuah cara atau upaya atau tindakan

yang dilakukan untuk mencegah agar suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan terjadi.

Di dalam menanggulangi tawuran antar pelajar Di salatiga secara preventif, Satuan Binmas Polres Salatiga memiliki beberapa cara atau tindakan atau kegiatan sebagai berikut :

1. Satuan Binmas Polres Salatiga melakukan kegiatan pembinaan

terhadap para pelajar sekolah, kegiatan ini dilakukan oleh Sat Binmas Polres Salatiga di sekolah-sekolah yang para pelajarnya memiliki potensi sebagai penyebab aksi tawuran dengan

47 Hasil Wawancara Dengan AKP Didik Budiono, Kasat BinMas Polres Salatiga Pada 11 September


(46)

46

berkoordinasi dengan dinas terkait serta kepala sekolah yang bersangkutan.

2. Satuan Binmas Polres Salatiga juga melakukan kegiatan

penyuluhan terhadap para pelajar mengenai sosialisasi kenakalan remaja di sekolah-sekolah yang berada di Salatiga dari tingkat SMP sampai SMA/Mts/SMK. Kegiatan ini terselenggara berkat koordinasi pihak kepolisian dengan Dikbud Kota Salatiga serta kepala sekolah yang bersangkuta.

3. Anggota Satuan Binmas Polres Salatiga menjadi Pembina upacara

di sekolah-sekolah di Salatiga dan memberikan himbauan ketika berpidato sebagai Pembina upacara, agar para pelajar untuk menjauhi tindakan-tindakan yang termasuk kenakanlan remaja.

4. Satuan Binmas Polres Salatiga dengan bekerja sama dengan

jajaran kepolisian yang ada di Salatiga melakukan kegiatan patroli rutin ke tempat-tempat yang dianggap rawan tindak kejahatan maupun ke tempat-tempat yang sering dijadikan tempat berkumpul.

5. Satuan Binmas Polres Salatiga juga menggelar kegiatan Saka

Bayangkara dengan tujuan untuk mengisi waktu luang para pelajar dengan kegiatan yang berguna, agar pikiran para pelajar tidak menuju ke arah kegiatan yang negatif seperti tawuran.

6. Satuan Binmas Polres Salatiga berkoordinasi dengan Dikpora


(47)

47

sekolah-sekolah dengan tujuan agar para pelajar dapat lebih berprestasi di berbagai jenis olahraga.

7. Satuan BinMas Polres Salatiga melakukan pertemuan-pertemuan

rutin dengan tokoh masyarakat, ketua tokoh etnis, dan pihak-pihak terkait lainnya untuk membahas dan meminta peran serta aktif agar dapat membantu kepolisian di dalam mencegah aksi tawuran di Salatiga.

8. Melakukan koordinasi dengan pihak kepolisian di kota sekitar dan

kota lainnya untuk memantau dan bekerja sama di dalam

mencegah aksi tawuran terutama tawuran antar pelajar.48

Dari berbagai jenis agenda kegiatan yang diselenggarakan oleh Sat Binmas Polres Salatiga, diharapkan tingkat terjadinya aksi kenakalan remaja terutama aksi tawuran dapat berkurang drastis.

Dari hasil pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut, Sat Binmas Polres Salatiga dianggap berhasil di dalam mengurangi tingkat aksi tawuran di Salatiga. Diharapkan kegiatan-kegiatan tersebut dapat terus dilaksanakan oleh Sat Binmas agar aksi tawuran tidak ada lagi.

Kemudian di dalam menanggulangi aksi tawuran antara mahasiswa

dengan warga sekitar, upaya preventif yang dilakukan oleh Sat Binmas Polres

Salatiga berupa :

48


(48)

48

1. Melakukan kerjasama dengan para tokoh adat dari masing-masing

etnis yang ada di UKSW untuk menciptakan suasana yang kondusif di Kota Salatiga.

2. Mengadakan seminar dengan bekerjasama dengan pihak

universitas yang memiliki tujuan agar para mahasiswa dapat menjauhi aksi tawuran dan tindak kejahatan yang lain.

3. Mengundang para tokoh adat dan etnis untuk bersama-sama

membuat kesepakatan agar menjaga suasana yang kondusif di

Salatiga.49

Untuk upaya preventif Sat Binmas Polres Salatiga di dalam mencegah

aksi tawuran antar warga dilakukan dengan membentuk kemitraan antara polisi dengan masyarakat berupa pembentukan Polmas dan FKPM.

b. Tindakan Kepolisian Polres Salatiga Di Dalam Menanggulangi Tawuran Secara Represif.

Selain secara preventif yang bertujuan untuk mencegah terjadinya aksi

tawuran. Sat Binmas Polres Salatiga juga memiliki upaya represif yang sesuai

dengan buku pedoman kepolisian. Upaya represif dilakukan bila sudah terjadi

sebuah aksi tawuran.

49 Ibid.,


(49)

49

Dalam menanggulangi tawuran antar pelajar secara represif, Sat Binmas

Polres Salatiga urutan proses yang dilakukannya di dalam mengatasi tindak pidana tawuran, proses atau tindakannya sebagai berikut :

1. Ketika terjadi aksi tawuran Sat Binmas beserta jajaran kepolisian

Polres Salatiga melakukan tindakan penangkapan terhadap para pelaku aksi tawuran, yang kemudian para pelaku yang tertangkap dibawa ke Polres Salatiga.

2. Setelah dibawa ke Polres Salatiga para pelaku tawuran akan didata

oleh anggota Sat Binmas Polres Salatiga.

3. Setelah para pelaku tawuran didata, kemudian pihak Polres

Salatiga memanggil pihak sekolah para pelaku serta orang tua mereka.

4. Sebelum dikembalikan kepada pihak sekolah atau orang tua yang

bersangkutan, para pelaku diberi pengarahan atau pembinaan oleh Sat Binmas Polres Salatiga.

5. Setelah pihak sekolah dan orang tua para pelaku datang ke Polres

Salatiga, para pelaku disuruh membuat surat pernyataan untuk tidak mengulangi perbuatannya dan dibaca secara keras dengan

disaksikan oleh pihak sekolah dan orang tua yang telah hadir.50

Tindakan-tindakan di atas merupakan langkah-langkah yang diambil pihak kepolisian di dalam menanggulangi terjadinya aksi tawuran di wilayah

50


(50)

50

mereka masing-masing, tetapi tindakan-tindakan di atas merupakan langkah-langkah yang diambil oleh Sat Binmas Polres Salatiga ketika membubarkan sebuah aksi tawuran di wilayah hukum Polres Salatiga.

Kemudian di dalam mengambil langkah-langkah represif terhadap aksi

tawuran antara mahasiswa dengan warga sekitar, pihak Sat Binmas Polres Salatiga memiliki langkah-langkah sebagai berikut :

1. Menangkap para pelaku aksi tawuran dan di bawa ke Polres

Salatiga.

2. Di Polres Salatiga kemudian didata berdasarkan identitas asli para

pelaku aksi tawuran yang ditangkap.

3. Bagi para pelaku yang dianggap sebagai faktor utama terjadinya

tawuran maka pihak kepolisian akan memproses pelaku tersebut, sedangkan yang tidak terbukti sebagai pembuat aksi tawuran akan

dilepaskan tetapi dengan syarat wajib lapor.51

Bagi upaya represif bagi aksi tawuran antar warga, Polres Salatiga

memberikan langkah-langkah yang sama dengan aksi tawuran antara mahasiswa dengan warga sekitar.

51


(51)

51 C. Analisis.

Tindakan yang diambil oleh Satuan Binmas Polres Salatiga untuk mencegah dan menanggulangi terjadinya aksi tawuran di wilayah hukum Polres Salatiga.

Kepolisian merupakan sebuah lembaga eksekutif di dalam tatanan pemerintahan yang mempunyai tujuan mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, pelayanan, dan terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia(HAM) sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

Hal mengenai fungsi kepolisian tertuang di dalam Pasal 4 dan 5 Undang-undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Berdasarkan fungsi kepolisian yang terdapat di dalam Pasal 4 dan 5 Undang-undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara republik Indonesia, tugas pokok kepolisian secara umum adalah sebagai berikut :

a. Memelihara ketertiban masyarakat;

b. Menegakkan hukum dan;

c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan

pelayanan kepada masyarakat.

Hal tersebut tertulis di dalam Pasal 13 Undang-undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara republik Indonesia.


(52)

52

Di dalam tubuh kepolisian sendiri terdapat berbagai macam satuan kerja yang telah dibagi berdasarkan spesifikasi jenis-jenis kasus yang ditanganinya. Dalam hal ini, satuan kerja di kepolisian yang menangani kasus mengenai aksi tawuran yang terjadi di lingkungan masyarakat adalah satuan BinMas(Bina Masyarakat).

Satuan BinMas memiliki tugas pokok serta fungsi yang telah diatur di dalam perundang-undangan. Tugas pokok Satuan BinMas adalah melaksanakan pembinaan masyarakat yang meliputi kegiatan penyuluhan masyarakat, pemberdayaan Perpolisian Masyarakat (Polmas), melaksanakan koordinasi, pengawasan dan pembinaan terhadap bentuk-bentuk pengamanan swakarsa (Pam Swakarsa), Kepolisian Khusus (Polsus), serta kegiatan kerja sama dengan organisasi, lembaga, instansi, dan/atau tokoh masyarakat guna meningkatkan kesadaran dan ketaatan masyarakat terhadap hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan, serta terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat.

Di dalam melaksanakan tugas pokok kepolisian, Polres Salatiga mengadakan berbagai macam program yang bertujuan untuk menekan angka tindakan kriminalitas di wilayah hukum Polres Salatiga.

Program-program tersebut antara lain, melakukan patroli rutin di wilayah-wilayah hukum Polres Salatiga yang dianggap rawan terjadi tindakan kriminal. Membubarkan kegiatan-kegiatan yang dianggap berpotensi menimbulkan tindakan kriminal. Mengajak serta masyarakat Kota Salatiga untuk ikut


(53)

53

berperan dalam menjaga keamanan dan ketertiban di lingkungannya, seperti mengadakan kegiatan siskampling setiap malam secara bergiliran antar warga masyarakat dilingkungannya masing-masing.

Dalam peran serta masyarakat untuk menjaga keamanan dan ketertiban lingkungannya. Polres Salatiga melakukan hubungan kemitraan secara langsung dengan masyarakat melalui Satuan BinMas. Satuan Binmas memiliki beberapa program yang memiliki tujuan agar kepolisian dapat berdekatan dan berkomunikasi langsung dengan masyarakat.

Salah satu progam Satuan BinMas Polres Salatiga adalah pembentukan Polmas. Terbentuknya Polmas diharapkan terjalinnya keakraban antara polisi dengan masyarakat, timbulnya kesadaran masyarakat akan tanggungjawabnya di dalam mencegah dan mendeteksi kejahatan, dan lebih meningkatkan pelayanan polisi kepada masyarakat.

Program Satuan BinMas Polres Salatiga yang lainnya adalah pembentukan Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat (FKPM). Di dalam program FKPM tersebut terjadi sinergi kemitraan kepolisian dengan masyarakat, hal ini dikarenakan ketua FKPM dijabat oleh warga masyarakat di kelurahan tertentu di Salatiga, sedangkan wakil ketua dijabat oleh seorang Kapolsek yang berwenang terhadap wilayah hukum kelurahan tersebut.

FKPM sendiri merupakan sebuah organisasi independen yang diharapkan dapat membantu kinerja kepolisian di dalam menjaga keamanan dan ketertiban


(54)

54

masyarakat. Hal ini karena, FKPM mempunyai fungsi seperti badan intelejen yang membantu mengawasi keamanan dan ketertiban di suatu wilayah tertentu.

Saat ini tindak kejahatan yang sedang menjadi sorotan dikalangan masyarakat adalah aksi tawuran. Aksi tawuran merupakan sebuah tindakan yang dianggap mengganggu keamanan dan ketertiban umum, karena tawuran tersebut dapat menimbulkan korban dan kerugian materil/imateril bagi lingkungan sekitarnya.

Dalam hal ini, Satuan BinMas Polres Salatiga memiliki beberapa tindakan yang dianggap efektif di dalam menekan angka tawuran di wilayah hukum Polres Salatiga. Tindakan-tindakan tersebut dapat dikategorikan dalam dua

buah upaya. Dua buah upaya tersebut adalah upaya preventif dan upaya

represif.

Upaya preventif adalah sebuah tindakan yang dilakukan oleh pihak

kepolisian untuk menghilangkan potensi tindak kejahatan yang terdapat di lingkungan masyarakat. Sehingga di lingkungan tersebut tidak jadi terdapat tindak kejahatan, karena seblum terjadi telah terlebih dahulu dicegah oleh pihak kepolisian.

Dalam upaya preventif, polisi dan apparat pemerintah lain serta dukungan

swakarsa masyarakat berusaha untuk memperkecil ruang gerak dan kesempatan

terjadinya tindak kejahatan/pelanggaran. Implementasi dalam upaya preventif


(55)

55

pengawalan, patrol dan tindakan pertama di TKP (Tempat Kejadian Perkara)

serta tindakan-tindakan lainnya.52

Sebagai contoh upaya preventif pihak kepolisian adalah melakukan

patroli di wilayah-wilayah yang sering terjadi aksi tawuran serta mealkukan penyuluhan mengenai dampak negatif dari aksi tawuran ke sekolah-sekolah dan desa-desa.

Di dalam mencegah aksi tawuran di Salatiga, Satuan BinMas Polres

Salatiga menggunakan upaya preventif sebagai berikut :

1. Satuan Binmas Polres Salatiga melakukan kegiatan pembinaan

terhadap para pelajar sekolah, kegiatan ini dilakukan oleh Sat Binmas Polres Salatiga di sekolah-sekolah yang para pelajarnya memiliki potensi sebagai penyebab aksi tawuran dengan berkoordinasi dengan dinas terkait serta kepala sekolah yang bersangkutan.

2. Satuan Binmas Polres Salatiga juga melakukan kegiatan

penyuluhan terhadap para pelajar mengenai sosialisasi kenakalan remaja di sekolah-sekolah yang berada di Salatiga dari tingkat SMP sampai SMA/Mts/SMK. Kegiatan ini terselenggara berkat

52

Lihat Surat Keputusan Kapolri No. Pol. : SKEP/434/XI/1985 Tanggal 28 November 1985 tentang Penetapan Penggunaan Buku Petunjuk/Pedoman Polsek Sebagai Pengganti Buku Petunjuk Bagi Komando Sektor Kepolisian/Sektor Kepolisian Kota. H. 99.


(56)

56

koordinasi pihak kepolisian dengan Dikbud Kota Salatiga serta kepala sekolah yang bersangkutan.

3. Anggota Satuan Binmas Polres Salatiga menjadi Pembina upacara

di sekolah-sekolah di Salatiga dan memberikan himbauan ketika berpidato sebagai Pembina upacara, agar para pelajar untuk menjauhi tindakan-tindakan yang termasuk kenakalan remaja.

4. Satuan Binmas Polres Salatiga dengan bekerja sama dengan

jajaran kepolisian yang ada di Salatiga melakukan kegiatan patroli rutin ke tempat-tempat yang dianggap rawan tindak kejahatan maupun ke tempat-tempat yang sering dijadikan tempat berkumpul.

5. Satuan Binmas Polres Salatiga juga menggelar kegiatan Saka

Bayangkara dengan tujuan untuk mengisi waktu luang para pelajar dengan kegiatan yang berguna, agar pikiran para pelajar tidak menuju ke arah kegiatan yang negatif seperti tawuran.

6. Satuan Binmas Polres Salatiga berkoordinasi dengan Dikpora

menyelenggarakan berbagai jenis kegiatan ekstrakurikuler di sekolah-sekolah dengan tujuan agar para pelajar dapat lebih berprestasi di berbagai jenis olahraga.


(57)

57

7. Melakukan kerjasama dengan para tokoh adat dari masing-masing

etnis yang ada di UKSW untuk menciptakan suasana yang kondusif di Kota Salatiga.

8. Mengadakan seminar dengan bekerjasama dengan pihak

universitas yang memiliki tujuan agar para mahasiswa dapat menjauhi aksi tawuran dan tindak kejahatan yang lain.

9. Pembentukan organisasi Polmas dan FKPM, yang berguna

sebagai rekan kerja polisi yang terdiri dari partisipasi masyarakat yang ingin terciptannya lingkungan yang aman, tertib, dan tentram.

10.Melakukan koordinasi dengan Polres lain di dalam mencegah dan

menanggulangi aksi tawuran, agar tindakan yang dilakukan di dalam mengatasi aksi tawuran lebih efektif.

Upaya-upaya di atas merupakan upaya yang dilakukan oleh Satuan BinMas Polres Salatiga yang telah berjalan beberapa bulan dan rutin dilakukan di wilayah hukum Polres Salatiga. Hasil dari rutin dilakukannya upaya-upaya tersebut jumlah kasus tawuran yang terjadi di Salatiga dapat dihitung dengan satu tangan. Hal ini dapat dianggap sebagai hasil sukses pelaksanaan


(58)

58

Selain upaya preventif, Satuan BinMas Polres Salatiga juga memiliki

upaya represif di dalam menangani aksi tawuran di wilayah hukum Polres

Salatiga.

Upaya represif adalah merupakan salah satu upaya dalam rangka

pelaksanaan tugas pokok Polri. Bertujuan memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat dalam proses penegakkan hukum dengan menyelenggarakan penyidikan tindak pidana serta mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan penyidikan yang dilakukan Penyidik Pegawai Negeri Sipil.

Oleh karena penyidikan tindak pidana merupakan salah satu tahap dari

penegakkan Hukum Pidana, maka pelaksanaan upaya represif harus didasarkan

kepada Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).53

Salah satu contoh penerapan upaya represif secara umum oleh pihak

kepolisian adalah melakukan pembubaran aksi tawuran serta penangkapan para pelaku aksi tawuran yang membawa senjata tajam dan dianggap sebagai provokator penyebab terjadinya tawuran.

Di dalam menanggulangi aksi tawuran di wilayah Hukum Polres Salatiga,

Satuan BinMas Polres Salatiga melakukan upaya represif sebagai berikut :

53

Lihat Surat Keputusan Kapolri No. Pol. : SKEP/434/XI/1985 Tanggal 28 November 1985 tentang Penetapan Penggunaan Buku Petunjuk/Pedoman Polsek Sebagai Pengganti Buku Petunjuk Bagi Komando Sektor Kepolisian/Sektor Kepolisian Kota. H. 143.


(59)

59

1. Ketika terjadi aksi tawuran Sat Binmas beserta jajaran kepolisian

Polres Salatiga melakukan tindakan penangkapan terhadap para pelaku aksi tawuran, yang kemudian para pelaku yang tertangkap dibawa ke Polres Salatiga.

2. Setelah dibawa ke Polres Salatiga para pelaku tawuran akan didata

oleh anggota Sat Binmas Polres Salatiga.

3. Setelah para pelaku tawuran didata, kemudian pihak Polres

Salatiga memanggil pihak sekolah para pelaku serta orang tua mereka.

4. Sebelum dikembalikan kepada pihak sekolah atau orang tua yang

bersangkutan, para pelaku diberi pengarahan atau pembinaan oleh Sat Binmas Polres Salatiga.

5. Setelah pihak sekolah dan orang tua para pelaku datang ke Polres

Salatiga, para pelaku disuruh membuat surat pernyataan untuk tidak mengulangi perbuatannya dan dibaca secara keras dengan disaksikan oleh pihak sekolah dan orang tua yang telah hadir.

6. Menangkap para pelaku aksi tawuran dan di bawa ke Polres

Salatiga.

7. Di Polres Salatiga kemudian didata berdasarkan identitas asli para


(60)

60

8. Bagi para pelaku yang dianggap sebagai faktor utama terjadinya

tawuran maka pihak kepolisian akan memproses pelaku tersebut, sedangkan yang tidak terbukti sebagai pembuat aksi tawuran akan dilepaskan tetapi dengan syarat wajib lapor.

Upaya-upaya di atas merupakan upaya yang dilakukan oleh Satuan BinMas Polres Salatiga untuk membubarkan aksi tawuran di wilayah hukum Polres Salatiga serta menimbulkan efek jera terhadap para pelaku aksi tawuran

tersebut. Dalam upaya represif pihak kepolisian mengenal istilah diskresi.

Diskresi Kepolisian pada dasarnya merupakan kewenangan Kepolisian yang bersumber pada asas Kewajiban umum Kepolisian (Plichtmatigheids beginsel) yaitu suatu asas yang memberikan kewenangan kepada pejabat kepolisian untuk bertindak atau tidak bertindak menurut penilaiannya sendiri, dalam rangka kewajiban umumnya menjaga, memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum.

Diskresi Kepolisian di Indonesia secara yuridis diatur pada Undang-undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal

18 yaitu “Untuk kepentingan umum, pejabat Kepolisian Negara Republik

Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak

menurut penilaiannya sendiri“54

, hal tersebut mengandung maksud bahwa seorang anggota Polri yang melaksanakan tugasnya di tengah-tengah masyarakat seorang diri, harus mampu mengambil keputusaan berdasarkan

54


(61)

61

penilaiannya sendiri apabila terjadi gangguan terhadap ketertiban dan keamanan umum atau bila timbul bahaya bagi ketertiban dan keamanan umum.

Diskresi yang dilakukan oleh pihak kepolisian Polres Salatiga terhadap para pelaku aksi tawuran di wilayah hukum Polres Salatiga adalah pemberian hukuman fisik berupa lari keliling lapangan, push up, sit up, dll. Serta pembuatan surat pernyataan yang dibaca dihadapan orang tua, perwakilan pihak sekolah, dan pihak kepolisian. Yang kemudian diikuti hukuman wajib lapor selama yang ditentukan oleh pihak Polres Salatiga sebagai jaminan pembebasan para pelaku tawuran yang tertangkap.

Tindakan tersebut termasuk diskresi karena para pelaku aksi tawuran yang tertangkap ada yang ditemukan membawa senjata tajam dan dapat dimasukan dalam perbuatan tindak pidana. Akan tetapi pihak Polres Salatiga memiliki pendapat lain mengenai hal tersebut, sehingga para pelaku tidak dijerat tindak pidana.

Alasan utama pihak Satuan BinMas Polres Salatiga mengembalikan para pelaku aksi tawuran tersebut adalah hal yang dilakukan oleh mereka dianggap sebuah tindakan kenakalan remaja.

Kenakalan remaja adalah perbuatan atau tingkah laku yang dilakukan oleh seseorang remaja baik secara sendirian maupun secara kelompok yang bersifat melanggar ketentuan- ketentuan hukum, moral, dan sosial yang berlaku


(62)

62

di lingkungan masyarakatnya.55 Intinya kenakalan remaja adalah perilaku

menyimpang dari atau melanggar hukum,56 dan perilaku melanggar hukum

yang dilakukan oleh orang muda yang biasanya dibawah umur 16-18 tahun.57

Saat ini kenakalan remaja masih sering terjadi, walaupun telah banyak dilakukan penyuluhan-penyuluhan oleh Satuan BinMas Polres Salatiga mengenai dampak negatif kenakalan remaja serta bagaimana cara mengurangi dampak kenakalan remaja.

Alasan mengapa kenakalan remaja masih sering terjadi dapat dipengaruhi oleh faktor internal maupun ekternal. Faktor-faktor internal penyebab terjadinya kenakalan remaja berupa faktor kepribadian, faktor kondisi fisik, dan faktor status serta peranannya di dalam masyarakat. Sedangkan faktor-faktor ekternal penyebab terjadinya kenakalan remaja berupa kondisi lingkungan keluarga, kontak sosial dari lembaga masyarakat kurang baik atau kurang efektif, kondisi geografik atau kondisi fisik alam, faktor kesenjangan ekonomi dan disintegrasi

politik, serta faktor perubahan budaya yang begitu cepat(revolusi).58

Dalam mencegah dan mengurangi dampak kenakalan remaja Satuan BinMas Polres Salatiga banyak melakukan penyuluhan ke sekolah-sekolah di

55

Gunarsa Singgih D at al, 1988, Psikologi Remaja, BPK Gunung Mulya, Jakarta. Hal. 154.

56

Sarwono sarlito wirawan.Psikologi Remaja. Jakarta :PT Raja Grafindo Persada, 2008.Hal. 207.

57

Mussen, P.H.., Conger, J.J., Kagan, J & Huston, C.A., (1994). Perkembangan dan Kepribadian Anak . (terjemahan). Edisi Enam. Jakarta: Arcan. Hal. 577.

58

Sulaiman Rosyid, Faktor-faktor Terjadinya Kenakalan Remaja, 8 Mei 2014,

http://grupsyariah.blogspot.co.id/2012/06/faktor-faktor-penyebab-terjadinya.html. Diakses pada 27 Maret 2016 pukul 21.37.


(1)

58

Selain upaya preventif, Satuan BinMas Polres Salatiga juga memiliki upaya represif di dalam menangani aksi tawuran di wilayah hukum Polres Salatiga.

Upaya represif adalah merupakan salah satu upaya dalam rangka pelaksanaan tugas pokok Polri. Bertujuan memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat dalam proses penegakkan hukum dengan menyelenggarakan penyidikan tindak pidana serta mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan penyidikan yang dilakukan Penyidik Pegawai Negeri Sipil.

Oleh karena penyidikan tindak pidana merupakan salah satu tahap dari penegakkan Hukum Pidana, maka pelaksanaan upaya represif harus didasarkan kepada Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).53

Salah satu contoh penerapan upaya represif secara umum oleh pihak kepolisian adalah melakukan pembubaran aksi tawuran serta penangkapan para pelaku aksi tawuran yang membawa senjata tajam dan dianggap sebagai provokator penyebab terjadinya tawuran.

Di dalam menanggulangi aksi tawuran di wilayah Hukum Polres Salatiga, Satuan BinMas Polres Salatiga melakukan upaya represif sebagai berikut :

53

Lihat Surat Keputusan Kapolri No. Pol. : SKEP/434/XI/1985 Tanggal 28 November 1985 tentang Penetapan Penggunaan Buku Petunjuk/Pedoman Polsek Sebagai Pengganti Buku Petunjuk Bagi Komando Sektor Kepolisian/Sektor Kepolisian Kota. H. 143.


(2)

59

1. Ketika terjadi aksi tawuran Sat Binmas beserta jajaran kepolisian Polres Salatiga melakukan tindakan penangkapan terhadap para pelaku aksi tawuran, yang kemudian para pelaku yang tertangkap dibawa ke Polres Salatiga.

2. Setelah dibawa ke Polres Salatiga para pelaku tawuran akan didata oleh anggota Sat Binmas Polres Salatiga.

3. Setelah para pelaku tawuran didata, kemudian pihak Polres Salatiga memanggil pihak sekolah para pelaku serta orang tua mereka.

4. Sebelum dikembalikan kepada pihak sekolah atau orang tua yang bersangkutan, para pelaku diberi pengarahan atau pembinaan oleh Sat Binmas Polres Salatiga.

5. Setelah pihak sekolah dan orang tua para pelaku datang ke Polres Salatiga, para pelaku disuruh membuat surat pernyataan untuk tidak mengulangi perbuatannya dan dibaca secara keras dengan disaksikan oleh pihak sekolah dan orang tua yang telah hadir.

6. Menangkap para pelaku aksi tawuran dan di bawa ke Polres Salatiga.

7. Di Polres Salatiga kemudian didata berdasarkan identitas asli para pelaku aksi tawuran yang ditangkap.


(3)

60

8. Bagi para pelaku yang dianggap sebagai faktor utama terjadinya tawuran maka pihak kepolisian akan memproses pelaku tersebut, sedangkan yang tidak terbukti sebagai pembuat aksi tawuran akan dilepaskan tetapi dengan syarat wajib lapor.

Upaya-upaya di atas merupakan upaya yang dilakukan oleh Satuan BinMas Polres Salatiga untuk membubarkan aksi tawuran di wilayah hukum Polres Salatiga serta menimbulkan efek jera terhadap para pelaku aksi tawuran tersebut. Dalam upaya represif pihak kepolisian mengenal istilah diskresi.

Diskresi Kepolisian pada dasarnya merupakan kewenangan Kepolisian yang bersumber pada asas Kewajiban umum Kepolisian (Plichtmatigheids beginsel) yaitu suatu asas yang memberikan kewenangan kepada pejabat kepolisian untuk bertindak atau tidak bertindak menurut penilaiannya sendiri, dalam rangka kewajiban umumnya menjaga, memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum.

Diskresi Kepolisian di Indonesia secara yuridis diatur pada Undang-undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 18 yaitu “Untuk kepentingan umum, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak

menurut penilaiannya sendiri“54

, hal tersebut mengandung maksud bahwa seorang anggota Polri yang melaksanakan tugasnya di tengah-tengah masyarakat seorang diri, harus mampu mengambil keputusaan berdasarkan

54


(4)

61

penilaiannya sendiri apabila terjadi gangguan terhadap ketertiban dan keamanan umum atau bila timbul bahaya bagi ketertiban dan keamanan umum.

Diskresi yang dilakukan oleh pihak kepolisian Polres Salatiga terhadap para pelaku aksi tawuran di wilayah hukum Polres Salatiga adalah pemberian hukuman fisik berupa lari keliling lapangan, push up, sit up, dll. Serta pembuatan surat pernyataan yang dibaca dihadapan orang tua, perwakilan pihak sekolah, dan pihak kepolisian. Yang kemudian diikuti hukuman wajib lapor selama yang ditentukan oleh pihak Polres Salatiga sebagai jaminan pembebasan para pelaku tawuran yang tertangkap.

Tindakan tersebut termasuk diskresi karena para pelaku aksi tawuran yang tertangkap ada yang ditemukan membawa senjata tajam dan dapat dimasukan dalam perbuatan tindak pidana. Akan tetapi pihak Polres Salatiga memiliki pendapat lain mengenai hal tersebut, sehingga para pelaku tidak dijerat tindak pidana.

Alasan utama pihak Satuan BinMas Polres Salatiga mengembalikan para pelaku aksi tawuran tersebut adalah hal yang dilakukan oleh mereka dianggap sebuah tindakan kenakalan remaja.

Kenakalan remaja adalah perbuatan atau tingkah laku yang dilakukan oleh seseorang remaja baik secara sendirian maupun secara kelompok yang bersifat melanggar ketentuan- ketentuan hukum, moral, dan sosial yang berlaku


(5)

62

di lingkungan masyarakatnya.55 Intinya kenakalan remaja adalah perilaku menyimpang dari atau melanggar hukum,56 dan perilaku melanggar hukum yang dilakukan oleh orang muda yang biasanya dibawah umur 16-18 tahun.57

Saat ini kenakalan remaja masih sering terjadi, walaupun telah banyak dilakukan penyuluhan-penyuluhan oleh Satuan BinMas Polres Salatiga mengenai dampak negatif kenakalan remaja serta bagaimana cara mengurangi dampak kenakalan remaja.

Alasan mengapa kenakalan remaja masih sering terjadi dapat dipengaruhi oleh faktor internal maupun ekternal. Faktor-faktor internal penyebab terjadinya kenakalan remaja berupa faktor kepribadian, faktor kondisi fisik, dan faktor status serta peranannya di dalam masyarakat. Sedangkan faktor-faktor ekternal penyebab terjadinya kenakalan remaja berupa kondisi lingkungan keluarga, kontak sosial dari lembaga masyarakat kurang baik atau kurang efektif, kondisi geografik atau kondisi fisik alam, faktor kesenjangan ekonomi dan disintegrasi politik, serta faktor perubahan budaya yang begitu cepat(revolusi).58

Dalam mencegah dan mengurangi dampak kenakalan remaja Satuan BinMas Polres Salatiga banyak melakukan penyuluhan ke sekolah-sekolah di

55

Gunarsa Singgih D at al, 1988, Psikologi Remaja, BPK Gunung Mulya, Jakarta. Hal. 154.

56

Sarwono sarlito wirawan.Psikologi Remaja. Jakarta :PT Raja Grafindo Persada, 2008.Hal. 207.

57

Mussen, P.H.., Conger, J.J., Kagan, J & Huston, C.A., (1994). Perkembangan dan Kepribadian Anak . (terjemahan). Edisi Enam. Jakarta: Arcan. Hal. 577.

58

Sulaiman Rosyid, Faktor-faktor Terjadinya Kenakalan Remaja, 8 Mei 2014,

http://grupsyariah.blogspot.co.id/2012/06/faktor-faktor-penyebab-terjadinya.html. Diakses pada 27 Maret 2016 pukul 21.37.


(6)

63

wilayah Kota Salatiga mengenai masalah-masalah yang dihadapi oleh generasi muda dan dampak negatif kenakalan remaja.

Satuan BinMas Polres Salatiga juga mengajak masyarakat untuk berperan aktif guna menjauhkan para generasi muda dari kenakalan remaja. Salah satu peran aktif masyarakat adalah dengan mengaktifkan organisasi kemasyarakatan seperti, Pamong Praja dan Pemuda Masjid, dll.

Dalam penyelenggaraan program-program untuk mencegah dan menanggulangi tawuran di wilayah hukum Polres Salatiga. Satuan BinMas Polres Salatiga sangat aktif di dalam melaksanakan program-program tersebut, baik program pencegahan tawuran maupun program penanggulangan tawuran. Di dalam melaksanakan pogram-program tersebut, Satuan BinMas Polres Salatiga mendapat dukungan dari kalangan masyarakat maupun kalangan kepolisian yang berada di Kota Salatiga.

Dukungan dari masyarakat tersebut tercipta melalui program Polmas dan FKPM yang ada di Salatiga. Dari kedua program tersebut tergambar peran aktif masyarakat di dalam menjaga keamanan dan ketertiban lingkungannya dan hubungan yang harmonis antara masyarakat dan polisi di Salatiga.

Sehingga sampai saat ini jumlah aksi tawuran yang terjadi di Kota Salatiga sangatlah sedikit dan memiliki skala yang kecil. Dengan begitu upaya pencegahan dan penanggulangan aksi tawuran yang dilakukan oleh Satuan BinMas Polres Salatiga tergolong sukses sampai saat ini.


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tindakan Kepolisian di Dalam Pencegahan dan Penanggulangan Tawuran di Salatiga: Studi di Satuan Binmas Polres Salatiga T1 312015705 BAB I

0 0 11

T1 312015705 BAB III

0 0 3

T1 312015705 Daftar Pustaka

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tindakan Kepolisian di Dalam Pencegahan dan Penanggulangan Tawuran di Salatiga: Studi di Satuan Binmas Polres Salatiga

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penanganan dan Penanggulangan Perilaku Bullying di Beberapa Sekolah Dasar di Kota Salatiga T1 312012025 BAB II

0 2 44

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tindakan Kepolisian terhadap Pengendara Kendaraan Bermotor di Bawah Umur: studi kasus di Satuan Lalu Lintas Polres Salatiga T1 312013712 BAB I

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tindakan Kepolisian terhadap Pengendara Kendaraan Bermotor di Bawah Umur: studi kasus di Satuan Lalu Lintas Polres Salatiga T1 312013712 BAB II

0 0 50

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tindakan Kepolisian terhadap Pengendara Kendaraan Bermotor di Bawah Umur: studi kasus di Satuan Lalu Lintas Polres Salatiga

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Program Perpolisian Masyarakat dalam Mewujudkan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat di Polres Salatiga T1 312008067 BAB II

0 5 74

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sistem Pengelolaan Parkir di Salatiga T1 BAB II

0 0 12