FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KE (2)

JURNAL PENELITIAN
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
PENYAKIT DERMATITIS PADA NARAPIDANA DI RUTAN
KELAS I MAKASSAR

Oleh :
Mithia Rahimah1, Kartini2, Muzakkir3

Mahasiswa S1 Ilmu Keperawatan STIKES Nani Hasanuddin
Makassar
2
Dosen tetap Program Studi S1 Keperawatan STIKES Nani
Hasanuddin Makassar
3
Dosen tetap Program Studi S1 Keperawatan STIKES Nani
Hasanuddin Makassar
1

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
Mithia Rahimah, Kartini, Muzakkir (2013)

STIKES Nani Hasanuddin Makassar

Page 1

NANI HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
PENYAKIT DERMATITIS PADA NARAPIDANA DI RUTAN
KELAS I MAKASSAR
Mithia Rahimah1, Kartini2, Muzakkir3
ABSTRAK
Mithia Rahimha “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit
Dermatitis Pada Narapidana Di Rutan Kelas I Makassar” (Dibimbing Oleh :
Kartini dan Muzakkir)
Dermatitis kontak adalah respon dari kulit dalam bentuk peradangan yang dapat
bersifat akut maupun kronik, karena paparan dari bahan iritan eksternal yang
mengenai kulit. Kulit merupakan pembungkus yang elastik, yang melindungi tubuh
dari pengaruh lingkungan, dan bersambungan dengan selaput lendir yang melapisi
rongga-rongga dan lubang-lubang masuk kulit. Lingkungan adalah kesatuan ruangan

dengan semua benda,daya, keadaan dan mahluk hidup, termasuk manusia dan
perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perkehidupan dan kesejahteraan
manusia serta mahluk hidup lainnya. Gaya hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari
segolongan manusia di dalam masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit dermatitis
pada narapidana di Rutan Kelas I Makassar. Jenis Penelitian ini adalah Survey
Analitik menggunakan rancangan Cross Sectional Study dengan desain uji Chi
Square Test dengan nilai kemaknaan α 0.05. Jumlah sampel sebanyak 50 orang
sampel yang didapatkan dengan menggunakan teknik Total Sampling. Hasil
penelitian menunjukkan hubungan kebersihan kulit (p value = 0.004), lingkungan (p
value = 0.001), dan pengetahuan (p value = 0.215) dengan kejadian dermatitis
kontak. Kesimpulan penelitian ini adalah ada hubungan yang signifikan antara
kebersihan kulit dan lingkungan dengan kejadian penyakit dermatitis pada narapidana
di Rutan Kelas I Makassar. Tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian
penyakit dermatitis pada narapidana di Rutan Kelas I Makassar.
Kata Kunci : Dermatitis Kontak, Kebersihan Kulit, Lingkungan, Gaya Hidup

Mithia Rahimah, Kartini, Muzakkir (2013)
STIKES Nani Hasanuddin Makassar


Page 2

PENDAHULUAN
Pembangunan kesehatan berkelanjutan merupakan bagian dari
pembangunan nasional secara menyeluruh. Bangsa Indonesia tertantang untuk
menciptakan Indonesia Sehat di tahun 2014 dengan tujuan utamanya adalah
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
agar terwujud kesehatan masyarakat yang optimal, melalui terciptanya
masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang ditandai oleh penduduk hidup
dengan perilaku yang sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan
kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan
yang optimal di seluruh wilayah Republik Indonesia (Hendra, 2012).
Salah satu upaya untuk dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal
tersebut adalah dengan menyelenggarakan upaya kesehatan, pencegahan,
pengobatan, dan pemulihan kesehatan. Dengan demikian diharapkan dapat
memberdayakan individu, keluarga, dan masyarakat untuk memelihara,
meningkatkan, dan melindungi kesehatannya sendiri serta lingkungannya. Oleh
karena itu, hal tersebut dapat dimulai dari diri kita sendiri untuk memelihara dan
menjaga kesehatan dengan mencegah terjadinya resiko penyakit dan melindungi
diri dari berbagai ancaman penyakit, salah satunya adalah penyakit dermatitis.

Penyakit infeksi dermatitis atau biasa di sebut dengan eksim adalah jenis
penyakit yang diakibatkan oleh gejala alergi. Kulit akan mengalami bintik-bintik
kemerahan disertai rasa gatal.
Angka kejadian alergi di berbagai dunia dilaporkan meningkat drastis
dalam beberapa tahun terakhir. World Health Organization (WHO)
memperkirakan di dunia diperkirakan terdapat 50 juta manusia menderita asma.
Tragisnya lebih dari 180.000 orang meninggal setiap tahunnya karena astma.
BBC melaporkan penderita alergi di Eropa ada kecenderungan meningkat pesat.
Angka kejadian alergi meningkat tajam dalam 20 tahun terakhir. Setiap saat 30%
orang berkembang menjadi alergi. Anak usia sekolah lebih 40% mempunyai 1
gejala alergi, 20% mempunyai astma, 6 juta orang mempunyai dermatitis (alergi
kulit). Penderita Hay Fever lebih dari 9 juta orang. (Who, 2009, di akses tanggal
27 Maret 2013).
Data gambaran sepuluh (10) penyakit terbanyak pada penderita rawat
jalan di Rumah Sakit Umum di Indonesia yang diperoleh dari Ditjen Pelayanan
Medik Departemen Kesehatan tahun 2004, ditemukan jumlah kasus penyakit kulit
dan jaringan subkutan lainnya yakni sebesar 419.724 kasus atau dengan pevalensi
sebesar 2,9%, 501,280 kasus pada tahun 2005 dengan prevalensi 3.16%, dan pada
tahun 2006 ditemukan sebanyak 403.270 kasus dengan prevalensi 3,91%
(Hendra,2012).

Mithia Rahimah, Kartini, Muzakkir (2013)
STIKES Nani Hasanuddin Makassar

Page 3

Data mengenai penderita dermatitis atopik di Indonesia belum diketahui
secara pasti. Berdasarkan data di Unit Rawat Jalan Penyakit Kulit Anak RSUD
Dr. Soetomo didapatkan jumlah pasien dermatitis atopik mengalami peningkatan
setiap tahunnya. Jumlah pasien dermatitis atopik baru yang berkunjung pada
tahun 2006 sebanyak 116 pasien (8,14%) dan pada tahun 2007 sebanyak 148
pasien (11,05%), sedangkan tahun 2008 sebanyak 230 pasien (17,65%).
(Zulkarnain, 2009, di akses tanggal 27 Maret 2013).
Berdasarkan peninjauan awal peneliti mendapatkan informasi dari pihak
RUTAN di temukan Narapidana kelas I Makassar yang menderita penyakit
dermatitis berjumlah 50 orang.
Data gambaran 10 (sepuluh) penyakit terbanyak di Rutan Kelas I
Makassar yaitu, Dermatitis menempati urutan pertama dengan presentase 30%,
kemudian C.Cold denyan persentase 28%, ISPA dengan persentase 23%,
Insomnia dengan persentase 22%, kemudian Gastritis dengan persentase 12%,
Diare dengan persentase 11%, vertigo dengan persentase 7%, OA dengan

persentase 4%, Abses/Bisul dengan persentase 3%, dan Asmatitis dengan
persentase 3%.
Kepadatan jumlah tahanan di RUTAN didukung dengan kondisi sel yang
tidak layak, seperti cahaya atau penerangan yang minim, udara yang lembab dan
dingin. Kondisi tersebut sangat mendukung berkembangnya virus atau kuman
penyakit. Penyakit yang sering timbul dalam sel ini adalah typus, ISPA dan
penyakit kulit.
Faktor- faktor yang dapat memicu terjadinya penyakit dermatitis adalah
baik itu faktor dari luar (eksogen) misalnya: bahan kimia (contoh: detergen, asam,
basah, oli, semen), fisik (contoh: air, suhu), mikroorganisme (contoh: bakteri,
jamur), maupun faktor dari dalam (endogen), misalnya dermatitis atopic.
Keparahan dari kelainan kulit akibat dermatitis tergantung dari daya
imunitas penderita. Bisa jadi keparahan dari reaksi satu orang berbaada dengan
orang lainnya meskipun penyebabnya sama. Tetapi apabila seseorang yang
menderita penyakit dermatitis yang sudah parah maka pada kulitnya yang
terserang akan terjadi kelepuhan dan sangat berbahaya bagi kulit.
Keadaan sanitasi lingkungan dan kesehatan Narapidana selain ditentukan
oleh individunya sendiri juga oleh sarana fasilitas yang tersedia. Dalam hal ini
linkungan Lembaga Permasyarakatan sebagai bagian dari lingkungan masyarakat
yang perlumendapat perhatian. Sanitasi lingkungan dalam Lembaga

Permasyarakatan tentu saja erat kaitannya dengan kebutuhan peningkatan
kesehatan bagi Narapidana karena Narapidana juga adalah bagian dari warga
Negara Indonesia maka dengan demikian mereka juga mempunyai hak dalam
jaminan kesehatan bagi kelanjutan serta perbaikan kesehatannya.
Narapidana dan tahanan sangat rentan terhadap serangan berbagai macam
penyakit karena kehidupan di LAPAS memang jauh dari kelayakan hidup.
Mereka terkadang harus tidur bertumpuk-tumpuk karena sel penuh dan sesak.
Mithia Rahimah, Kartini, Muzakkir (2013)
STIKES Nani Hasanuddin Makassar

Page 4

Kondisi LAPAS yang overkapasitas dengan sarana, prasarana, lingkungan dan
juga sanitasi yang kurang memadai diduga merupakan factor pendukung yang
menyebabkan tingginya angka kesakitan di LAPAS dan RUTAN.
Melihat dari uraian di atas maka calon peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit
Dermatitis Kontak Pada Narapidana Di Rutan Kelas 1 Makassar”.
BAHAN DAN METODE
Lokasi, Populasi dan Sampel

Penelitian ini menggunakan metode survey
Analitik dengan menggunakan
pendekatan Cross Sectional dengan maksud untuk mengetahui hubungan antara
kebersihan kulit, lingkungan dan pengetahuan dengan kejadian penyakit dermatitis.
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Tahanan Kelas I Makassar pada tanggal 28 Juni
sampai dengan tanggal 8 Juli 2013. Pengambilan data kedua untuk variabel
pengetahuan dilaksanakan pada tanggal 25 Juli 2013. Sampel dalam penelitian ini
berjumlah 50 orang yang didapatkan dengan menggunakan teknik Total Sampling.
Sampel tersebut kemudian dipilah berdasarkan karakteristik dan kriteria sampel
berdasarkan :
a. Kriteria inklusi:
1) Narapidana yang hadir sewaku melakukan wawancara/pengumpulan
informasi.
2) Narapidana yang menderita penyakit Dermatitis.
3) Narapidana yang bersedia menjadi Responden.
b. Kriteria eksklusi:
1) Narapidana yang tidak hadir saat melakukan wawancara/ mengumpulkan
informasi.
2) Narapidana yang tidak menderita penyakit Dermatitis.
3) Narapidana yang tidak bersedia menjadi Responden

Pengumpulan Data
Pengumpulan data terdiri dari :
1. Data Primer.
Data primer diperoleh dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari beberapa
pertanyaan yang telah disediakan oleh peneliti kepada Responden. Pengumpulan
data melalui kuesioner di maksudkan untuk mengetahui bagaimana hubungan
antara lingkungan, personal hygiene dan alergi makanan dengan kejadian penyakit
Dermatitis, sehingga dapat dipertanggung jawabkan.
2. Data Sekunder.
Data sekunder juga digunakan sebagai data pelengkap untuk data primer yang
berhubungan dengan masalah yang diteliti seperti jumlah keseluruhan Narapidana
di RUTAN kelas I Makassar.

Mithia Rahimah, Kartini, Muzakkir (2013)
STIKES Nani Hasanuddin Makassar

Page 5

Analisa Data
Pengolahan data dilakukan secara manual (dengan mengisi kuesioner yang di

sediakan). Adapun langkah langkah pengolahan data yaitu sebagai berikut.
1. Selecting.
Selecting merupakan pemilihan untuk mengklasifikasikan data
menurut kategori.
2. Editing.
Editing di lakukan untuk meneliti setiap daftar pertanyaan yang sudah di
isi, meliputi kelengkapan pengisian, kesalahan pengisian dan konsistensi dari
setiap jawaban.
3. Koding.
Koding merupakan tahap selanjutnya yaitu dengan memberi kode pada
jawaban responden.
4. Tabulasi Data.
Setelah dilakukan editing dan koding dilanjutkan dengan pengolahan data
kedalam suatu table menurut sifat sifat yang di miliki sesuai dengan tujuan
penelitian.
Setelah data ditabulasi, selanjutnya dilakukan analisa data yaitu sebagai
berikut :
a. Analisa Univariat
Dilakukan untuk mendapatkan gambaran umum dengan cara
mendiskripsikan tiap variabel yang digunakan dalam penelitian dengan

melihat distribusi frekuensi, mean, median dan modus.
b. Analisa Bivariat.
Dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel bebas secara
sendiri sendiri dengan variabel terikat dengan menggunakan uji statistik ChiSquare, SPSS.
HASIL PENELITIAN
1. Analisa Univariat
Tabel 5.1
Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur di Rumah Tahanan
Kelas I Makassar Tahun 2013
No
Umur Responden
Frekuensi (n)
Persentase (%)
.
1
20 s/d 29 Tahun
8
16
2
30 s/d 39 Tahun
25
50
≥ 40 Tahun
3
17
34
Total
50
100
Sumber : Data Primer Juli 2013
Berdasarkan tabel 5.1, maka diketahui bahwa kelompok umur paling banyak
adalah umur 30 s/d 39 Tahun dengan jumlah responden sebanyak 25 orang (50%),
Mithia Rahimah, Kartini, Muzakkir (2013)
STIKES Nani Hasanuddin Makassar

Page 6

sedangkan kelompok umur paling sedikit adalah umur 20 s/d 29 Tahun dengan
jumlah responden sebanyak 8 orang responden (16%).
Tabel 5.2
Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir di Rumah Tahanan
Kelas I Makassar Tahun 2013
No
Pendidikan Terakhir
Frekuensi (n)
Persentase (%)
.
1
SD
15
30
2
SMP
18
36
3
SMA
12
24
4
Tidak Sekolah
5
10
Total
50
100
Sumber : Data Primer Juli 2013
Berdasarkan tabel 5.2, maka diketahui bahwa pendidikan responden yang paling
banyak adalah SMP dengan jumlah responden sebanyak 18 orang (36%),
sedangkan pendidikan responden yang paling sedikit adalah yang tidak sekolah
dengan jumlah responden sebanyak 5 orang responden (10%).
Tabel 5.4
Distribusi Responden Berdasarkan Kebersihan Kulit di Rumah Tahanan
Kelas I Makassar Tahun 2013
No
Kebersihan Kulit
Frekuensi (n)
Persentase (%)
.
1
Bersih
22
44
2
Kurang Bersih
28
56
Total
50
100
Sumber : Data Primer Juli 2013
Berdasarkan tabel 5.4, maka diketahui bahwa kebersihan kulit responden yang
dalam kategoti bersih sebanyak 22 orang responden (44%) sedangkan yang dalam
kategori kurang bersih sebanyak 28 orang responden (56%).
Tabel 5.5
Distribusi Responden Berdasarkan Lingkungan di Rumah Tahanan Kelas I
Makassar Tahun 2013
No
Lingkungan
Frekuensi (n)
Persentase (%)
.
1
Berisiko
41
82
2
Tidak Berisiko
9
18
Total
50
100
Mithia Rahimah, Kartini, Muzakkir (2013)
STIKES Nani Hasanuddin Makassar

Page 7

Sumber : Data Primer Juli 2013
Berdasarkan tabel 5.5, makadiketahui bahwa responden yang pada lingkungan
ketegori berisiko sebanyak 41 orang responden (82%) sedangkan responden yang
pada lingkungan kategori tidak berisiko sebanyak 9 orang responden (18%).

Tabel 5.6
Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan di Rumah Tahanan Kelas I
Makassar Tahun 2013
No.
Pengetahuan
Frekuensi (n)
Persentase (%)
1
Cukup
28
36
2
Kurang
22
64
Total
50
100
Sumber : Data Primer Juli 2013
Berdasarkan tabel 5.6, maka diketahui bahwa responden yang dalam pada
pengetahuan yang cukup sebanyak 28 orang responden (36%), sedangkan
responden yang pada pengetahuan yang kurang sebanyak 22 orang responden
(64%).
Tabel 5.7
Distribusi Responden Berdasarkan Kejadian Dermatitis Kontak di Rumah
Tahanan Kelas I Makassar Tahun 2013
No.
Kejadian Dermatitis Kontak
Frekuensi (n) Persentase (%)
1
Menderita
36
72
2
Tidak Menderita
14
28
Total
50
100
Sumber : Data Primer Juli 2013
Berdasarkan tabel 5.7, maka diketahui bahwa responden yang pada kejadian
dermatitis kontak kategori menderita didapatkan sebanyak 36 orang responden
(72%), sedangkan yang dalam kategori tidak menderita didapatkan sebanyak 14
orang responden (28%).
2. Analisa Bivariati
a. Hubungan antara kebersihan kulit dengan kejadian dermatitis kontak
Tabel 5.8
Hubungan Antara Kebersihan Kulit dengan Kejadian Dermatitis Kontak
di Rumah Tahanan Kelas I Makassar Tahun 2013
Kebersihan Kulit
Total
p
Kejadian Dermatitis
Menderita
Tdk.
Menderita
Mithia Rahimah, Kartini, Muzakkir (2013)
STIKES Nani Hasanuddin Makassar

Page 8

n
%
n
%
n
%
Bersih
11
22
11
22
22
44
Kurang Bersih
25
50
3
6
28
56
0.004
Total
36
72
14
28
50
100
Sumber : Data Primer Juli 2013
Berdasarkan tebel 5.8, maka diketahui bahwa dari total 22 orang responden
(44%) yang pada kebersihan kulit kategori yang bersih, didapatkan 11 orang
responden (22%) menderita dermatitis dan juga 11 orang responden (22%)
yang tidak menderita dermatitis. Sedangkan dari total 28 orang responden
(56%) yang pada kebersihan kulit kategori kurang bersih, didapatkan 25 orang
rsponden (50%) menderita dermatitis dan 3 orang lainnya (6%) tidak
menderita dermatitis.
Setelah dilakukan analisis uji statistic menggunakan uji Chi Square, maka
berdasarkan nilai Fisher’s Exatc Test didapatkan nilai p = 0.004 dimana p < α
0.05, maka dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara kebersihan kulit dengan kejadian dermatitis kontak di
Rumah Tahanan Kelas I Makassar
b. Hubungan antara lingkungan dengan kejadian dermatitis kontak
Tabel 5.9
Hubungan Antara Lingkungan dengan Kejadian Dermatitis Kontak di
Rumah Tahanan Kelas I Makassar Tahun 2013
Kejadian Dermatitis
Total
Tdk.
Lingkungan
Menderita
p
Menderita
n
%
n
%
n
%
Berisiko
34
68
7
14
41
82
Tidak Berisiko
2
4
7
14
9
18
0.001
Total
36
72
14
28
50
100
Sumber : Data Primer Juli 2013
Berdasarkan tabel 5.9, maka diketahui bahwa dari total 41 orang responden
(82%) yang pada lingkungan kategori berisiko, didapatkan 34 orang
responden (68%) yang menderita dermatitis dan 7 orang lainnya (14%) tidak
mederita dermatitis. Sedangkan dari total 9 orang responden (18%) yang pada
lingkungan kategori tidak berisiko, didapatkan 2 orang responden (4%) yang
menderita dermatitis dan 7 orang lainnya (14%) tidak menderita dermatitis.
Setelah dilakukan analisis uji statistic menggunakan uji Chi Square, maka
berdasarkan nilai Fisher’s Exatc Test didapatkan nilai p = 0.001 dimana p < α
0.05, maka dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara lingkungan dengan kejadian dermatitis kontak di Rumah
Tahanan Kelas I Makassar.

Mithia Rahimah, Kartini, Muzakkir (2013)
STIKES Nani Hasanuddin Makassar

Page 9

c. Hubungan antara pengetahuan dengan kejadian dermatitis kontak
Tabel 5.10
Hubungan Antara Pengetahuan dengan Kejadian Dermatitis Kontak di
Rumah Tahanan Kelas I Makassar tahun 2013
Kejadian Dermatitis
Total
Tdk.
Pengetahuan
Menderita
p
Menderita
n
%
n
%
n
%
Cukup
18
36
10
20
28
56
Kurang
18
36
4
8
22
44
0.215
Total
36
72
14
28
50
100
Sumber : Data Primer Juli 2013
Berdasarkan tabel 5.10, maka diketahui bahwa dari total 28 orang responden
(36%) yang dalam kategori pengetahuan yang cukup, didapatkan 18 orang
responden (36%) menderita dermatitis kontak dan 10 orang lainnya (20%)
tidak menderita dermatitis kontak. Sedangkan dari total 22 orang responden
(44%) yang dalam kategori pengetahuan yang kurang baik, didapatkan 18
orang (36%) responden menderita dermatitis kontak dan 4 orang lainnya (8%)
tidak menderita dermatitis kontak.
Setelah dilakukan analisis uji statistic menggunakan uji Chi Square, maka
berdasarkan nilai Fisher’s Exatc Test didapatkan nilai p = 0.215 dimana p < α
0.05, maka dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan
yang signifikan antara pengetahuan dengan kejadian dermatitis kontak di
Rumah Tahanan Kelas I Makassar.
PEMBAHASAN
1. Hubungan antara kebersihan kulit dengan kejadian dermatitis kontak di
Rumah Tahanan Kelas I Makassar.
Berdasarkan hasil analisa data, maka di ketahui bahwa sebagian besar
responden yaitu berjumlah 28 orang (56%) kebersihan kulitnya dalam kategori
kurang bersih. Dan sebagian kecil responden yaitu 22 orang (44%) kebersihan
kulitnya dalam kategori yang bersih. Setelah dilakukan analisis uji statistic
menggunakan uji Chi Square, maka berdasarkan nilai Fisher’s Exatc Test
didapatkan nilai p = 0.004. Maka Hipotesa alternative yang disajikan oleh peneliti
yang menyatakan bahwa ada hubungan antara kebersihan kulit dengan kejadian

Mithia Rahimah, Kartini, Muzakkir (2013)
STIKES Nani Hasanuddin Makassar

Page 10

dermatitis kontak di Rumah Tahanan Kelas I Makassar dinyatakan diterima
karena p < α 0.05.
Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti berasumsi bahwa semakin baik
kebersihan kulit seseorang maka kecenderungan untuk menderita penyakit kulit
seperti dermatitis akan semakin kecil. Begitupun dengan sebaliknya.
Hygiene perorangan adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam
memenuhi kebutuhannnya guna mempertahankan kehidupannya, kesehatan dan
kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu
hygiene personalnya jika tidak dapat melakukan perawatan diri. Dampak yang
muncul pada masalah hygiene perorangan adalah dampak fisik dan dampak
psikologis. Salah satu bagian tubuh manusia yang cukup sensitif terhadap
berbagai macam penyakit adalah kulit. Karena itu, klien yang dapat menjaga
kesehatan kulitnya berarti klien itu juga akan dapat menjaga kesehatannya secara
menyeluruh (Indra, C. 2012).
Hasil penelitian ini didukung oleh pendapat yang dikemukakan oleh Evita
Halim (2012) yang menyatakan bahwa kulit merupakan bagian tubuh kita yang
bersentuhan langsung dengan segala hal di luar tubuh, seperti misalnya cuaca,
sinar matahari atau yang lainnya. Merawat kulit merupakan hal yang sangat
penting. Untuk mencegah terjangkitnya penyakit kulit maka perawatan dan
perlindungan kulit sangat penting. Salah satu cara paling efektif adalah dengan
senantiasa menjaga kebersihan kulit.
Tera Alvika (2013) mengemukakan bahwa kulit adalah bagian tubuh
manusia yang cukup sensisitif terhadap berbagai macam penyakit. Penyakit kulit
bisa disebabkan oleh banyak faktor. Di antaranya, faktor lingkungan dan
kebiasaan sehari-hari. Kulit yang dalam keadaan sehat dan bersih akan membawa
efek yang baik bagi kulit itu sendiri. Pencegahan dermatitis kontak berarti
menghindari berkontak dengan bahan yang dapat memicu terjadinya dermatitis
kontak. Program perawatan kulit sebaiknya diikutsertakan dalam program
pendidikan, memuat informasi tentang kulit sehat dan penyakit kulit yang terkait.
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Fatma
Lestari, dkk (2008) yang dalam penelitiannya berjudul “Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Dermatitis Kontak Pada Pekerja Di PT Inti Pantja Press
Industri” yang menyatakan bahwa Dematitis kontak alergik didasari oleh reaksi
imunologis berupa reaksi hipersensitivitas tipe lambat (tipe IV) dengan perantara
sel limfosit T. Terdapat dua tahap dalam terjadinya dermatitis kontak alergik,
yaitu tahap induksi (sensitivitasi) dan tahap elisitasi. Sebanyak empat dari tujuh
faktor yang diteliti dengan uji chi-square pada tingkat kepercayaan 95% memiliki
hubungan yang bermakna dengan dermatitis kontak. Empat faktor yang memiliki
hubungan bermakna dengan dermatitis kontak yaitu jenis pekerjaan dengan p
value 0,02 dan odds ratio 3,4 (1,305-8.641), kebersihan kulit dengan p value
0,042 dan odds ratio 2,8 (1,136-7,019), lama bekerja dengan p value 0,014 dan
odds ratio 3,5 (1,383-9,008), riwayat dermatitis akibat pekerjaan sebelumnya
Mithia Rahimah, Kartini, Muzakkir (2013)
STIKES Nani Hasanuddin Makassar

Page 11

dengan p value 0,042 dan odds ratio 5,9 (1,176-29,103). Sedangkan tiga faktor
lainnya yaitu riwayat alergi, usia dan penggunaan APD tidak menunjukan adanya
hubungan yang bermakna.
Hasil penelitian ini juga relevan dengan penelitian yang telah dilakukan
oleh Indra Cahaya (2012) yang dalam penelitiannya berjudul “Hubungan Hygiene
Perorangan Dan Pemakaian Alat Pelindung Diri Dengan Keluhan Gangguan
Kulit” yang menyatakan bahwa kebersihan kulit sehari-hari yang baik proporsi
yang mengatakan ada keluhan ganguan kulit sebanyak 43 responden (57,3%) dan
yang tidak ada keluhan 19 reponden (25,4%) sedangkan pada kebersihan kulit
sehari-hari yang tidak baik proporsi yang mengatakan ada keluhan gangguan kulit
9 responden (12%) dan tidak ada keluhan 12 responden (5,3%). Hasil analisis
statistik dengan menggunakan uji chi square pada variabel kebersihan kulit
sehari-hari dengan variabel keluhan gangguan kulit didapat nilai p < 0,05, artinya
ada hubungan yang bermakna antara kebersihan kulit sehari-hari dengan keluhan
gangguan kulit. Kesimpulan penelitian adalah kebersihan kulit sehari-hari yang
tinggi ataupun rendah sangat mempengaruhi keluhan gangguan kulit yang terjadi.
Juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Susilawati (2008) yang
dalam penelitiannya berjudul “Hubungan Kebersihan Perorangan Dan
Penggunaan Alat Pelindung Diri Dengan Kejadian Dermatitis Pada Pemulung Di
Tpa Jatibarang Semarang Tahun 2008” yang menyatakan bahwa Kulit merupakan
organ terbesar pada tubuh manusia yang membungkus otot-otot dan organ-organ
dalam serta merupakan jalinan jaringan pembuluh darah, saraf dan kelenjar tak
berujung. Semuanya memiliki potensi untuk terserang penyakit yang salah
satunya adalah penyakit kulit. Hasil analisi bivariat menunjukkan bahwa
kebersihan perorangan (p value = 0.002) yang berarti ada hubungan yang
bermakna kebersihan perorang dengan dermatitis.
2. Hubungan antara Lingkungan dengan kejadian dermatitis kontak di Rumah
Tahan Kelas I Makassar
Berdasarkan hasil analisa data, maka di ketahui bahwa sebagian besar
responden yaitu berjumlah 41 orang (82%) berada pada lingkungan yang berisiko
terhadap terjadinya dermatitis, sedangkan sebagian kecil yaitu berjumlah 9 orang
responden (18%) berada pada lingkungan yang tidak berisiko terhadap terjadinya
dermatitis kontak. Setelah dilakukan analisis uji statistic menggunakan uji Chi
Square, maka berdasarkan nilai Fisher’s Exatc Test didapatkan nilai p = 0.001.
Maka hipotesa alternative yang disajikan oleh peneliti yang menyatakan bahwa
ada hubungan lingkungan dengan kejadian dermatitis kontak di Rumah Tahanan
Kelas I Makassar dinyatakan diterima karena p < α 0.05.
Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti berasumsi bahwa lingkungan yang
kurang baik akan memicu terjadinya berbagai macam penyakit yang di antaranya
adalah dermatitis. Lingkungan yang baik dan bersih akan membawa seseorang
kepada status kesehatan yang baik pula.

Mithia Rahimah, Kartini, Muzakkir (2013)
STIKES Nani Hasanuddin Makassar

Page 12

Ridha Fariady (2009) menyatakan bahwa Lingkungan yang sehat akan
memberikan dampak positif bagi kesehatan manusia, dan sebaliknya lingkungan
yang tidak sehat akan memberikan dampak negatif terhadap kesehatan manusia.
Dampak negatif tersebut di antaranya ialah Sebagai pendukung, yaitu menunjang
berjangkitnya suatu penyakit. Faktor lingkungan mempunyai pengaruh yang
paling besar terhadap status dan derajat kesehatan, kemudian berturut-turut
faktor prilaku, pendidikan dan faktor pelayanan kesehatan dan yang paling
kecil adalah faktor keturunan.
Ririn Yudhastuty (2012) menyatakan bahwa Status kesehatan seseorang
merupakan refleksi dari hasil akhir interaksi kompleks dengan lingkungan secara
keseluruhan. Hal ini tidak terlepas dari asumsi umum yang menyatakan bahwa
status kesehatan seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar tempat
mereka tinggal. Lingkungan yang sehat akan merujuk kepada karakteristik dan
kondisi lingkungan yang dapat mengganggu kesehatan, terutama aspek gaya
hidup, bahan toksik, bahan fisik dan bahan lainnya. Yang perlu diperhatikan
dalam menjaga kesehatan lingkungan sekitar adalah Bare Survival terutama pada
pengendalian wabah dan pengendalian sanitasi makanan dan minuman, Control
of disease and injury meliputi pengendalian penyakit, gizi dan luka, efficient
performance meliputi pemeliharaan lingkungan, kenyamanan hipud dan
kenyamanan hidup.
Hasil penelitian ini juga didukung oleh pendapat yang dikemukakan oleh
Nurul, B (2012) yang menyatakan bahwa ingkungan bersih akan memberikan
kenyamanan buat penghuninya tinggal, selain itu lingkungan bersih juga bisa
menghindarkan seseorang dari penyaki seperti infeksi kulit, muntahber dan lain
sebagainya. Lingkungan bersih ini juga bisa memberikan semangat untuk
melakukan aktivitas yang dikerjakan. Lingkungan yang kotor akan membawa
dampak kurang baik bagi kesehatan seseorang. Kesehatan tubuh sangat penting
bagi kelangsungan rutinitas sehari-hari misalnya bekerja, bermain dan aktivitasaktivitas lainnya. Jika sampai sakit maka rutinitas sehari-hari akan terganggu.
Dalam hal ini akan membahas tentang pengaruh lingkungan terhadap kesehatan.
Lingkungan yang kumuh akan memberikan rasa ketidak nyamanan dalam
beristirahat, karena beristirahat itu sangat penting bagi tubuh setelah bekerja
ataupun melakukan banyak aktifitas.
Penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Supriyanto
(2010) yang dalam penelitiannya berjudul “faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian dermatitis di wilayah kerja puskesmas Tawanga Kecamatan
Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara” yang menyatakan bahwa dari 38
responden yang menderita dermatitis dan beresiko terhadap faktor kebersihan
lingkungan sebesar 6 (15,78%) dan responden yang tidak menderita dermatitis
dan beresiko terhadap faktor kebersihan lingkungan sebesar 13 (34,22%).
Sedangkan responden yang menderita dermatitis dan tidak beresiko terhadap
faktor kebersihan lingkungan sebesar 13 (34,22%) dan yang tidak menderita
Mithia Rahimah, Kartini, Muzakkir (2013)
STIKES Nani Hasanuddin Makassar

Page 13

dermatitis dan tidak beresiko terhadap faktor kebersihan lingkungan sebesar 6
(15,78%). Hasil uji statistic menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakana
antara faktor kebersihan lingkungan dengan kejadian dermatitis.
Juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Brahmanti, H (2010)
yang dalam peneltiiannya berjudul “Hubungan Antara Sensitisasi Alergen
Lingkungan Dengan Derajat Keparahan Dermatitis Atopik Anak Dan Dewasa
Muda Di Rsup dr. Sardjito Yogyakarta” yang menyatakan bahwa sensitisasi
terhadap alergen lingkungan berhubungan dengan derajat keparahan DA anak dan
dewasa muda di RSUP dr. Sardjito Yogyakarta. Hal ini berdasarkan hasil tes
tempel atopi dan tes tusuk, tidak terdapat hubungan antara sensitisasi alergen
dengan derajat keparahan DA. Bila ketiga metode digunakan secara kombinasi
untuk meningkatkan sensitivitas tes sensitisasi, maka hubungan antara sensitisasi
dengan derajat keparahan DA menjadi bermakna pada semua allergen.
3. Hubungan antara pengetahuan dengan kejadian dermatitis kontak di
Rumah Tahanan Kelas I Makassar
Berdasarkan hasil analisa data, maka di ketahui bahwa sebagian besar
responden yaitu berjumlah 28 orang (56%) pengetahuannya dalam kategori
cukup, sedangkan sebagian kecil responden yaitu berjumlah 22 orang (44%) pada
pengetahuan kategori yang kurang. Setelah dilakukan analisis uji statistic
menggunakan uji Chi Square, maka berdasarkan nilai Fisher’s Exatc Test
didapatkan nilai p = 0.215. Maka hipotesa nol yang disajikan oleh peneliti yang
menyatakan bahwa tidak ada hubungan pengetahuan dengan kejadian dermatitis
kontak di Rumah Tahanan Kelas I Makassar dinyatakan diterima karena p < α
0.05.
Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti berasumsi bahwa tingkat
pengetahuan yang cukup baik tidak akan menjamin seseorang terhindar dari
penyakit karena pengetahuan hanya sebatas domain pembentuk perilaku.
Perilakulah yang kemudian menjadi pencetus seseorang berperilaku sehat ataupun
tidak.
Pengetahuan adalah informasi yang telah dikombinasikan dengan
pemahaman dan potensi untuk menindaki; yang lantas melekat di benak
seseorang. Pada umumnya, pengetahuan memiliki kemampuan prediktif terhadap
sesuatu sebagai hasil pengenalan atas suatu pola. Manakala informasi dan data
sekedar berkemampuan untuk menginformasikan atau bahkan menimbulkan
kebingungan, maka pengetahuan berkemampuan untuk mengarahkan tindakan.
Ini lah yang disebut potensi untuk menindaki (Anonim, 2013).
Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh
Notoatmodjo (2008) yang menyatakan bahwa pengetahuan merupakan faktor
penting terbentuknya tindakan seseorang. Perilaku yang didasari dengan
pengetahuan akan bertahan lebih lama dari perilaku yang tidak didasari ilmu
pengetahuan dan kesadaran. Dengan pengetahuan yang cukup diharapkan

Mithia Rahimah, Kartini, Muzakkir (2013)
STIKES Nani Hasanuddin Makassar

Page 14

seseorang dapat mengubah perilaku yang kurang benar sehingga dapat mencapai
kesehatan secara maksimal dan terhidar dari berbagai macam penyakit.
Hal senada juga diungkapkan oleh Yuli Kusumawati (2008) yang
menyatakan bahwa tingkat pendidikan ikut menentukan atau mempengaruhi mudah
tidaknya seseorang menerima suatu pengetahuan, semakin tinggi pendidikan maka
seseorang akan lebih mudah menerima informasi tentang kesehatan. Dengan pendidikan
yang baik diharapkan seseorang dapat menciptakan perilaku yang lebih sehat.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Erliana
(2008) yang dalam penelitiannya berjudul “Hubungan Karakteristik Individu dengan
Kejadian Dermatitis pada Pekerja Paving Block CV. F. Lhoksumawe” menyatakan bahwa
variabel pengetahuan tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian
dermatitis. Tidak dapat memberikan jaminan bahwa seseorang yang berpengetahuan baik
akan terhindar dari penyakit seperti penyakit kulit akibat kerja.
Juga penelitian yang dilakukan oleh Budiani, R (2009) yang dalam penelitiannya
berjudul “Hubungan antara Pengetahuan tentang Dermatitis Pendidikan dan

Pekerjaan dengan Kejadian Dermatitis Kontak Alergik di Puskesmas Turi Sleman
Daerah Istimewa Yogyakarta” yang menyatakan bahwa pengetahuan tidak
mempunyai hubungan yang bermakna dan secara statistik juga tidak bermakna.
Implementasi dari sebuah pengetahuan adalah perilaku. Pengetahuan yang baik
tidak selalu sejalan dengan perilaku yang baik. Hal ini terlihat dari nilai RR =
0.98 dimana p value 0.917.
KESIMPULAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan tujuan penelitian tentang faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian dermatitis kontak pada narapidana di Rumah Tahanan
Kelas I Makassar, maka dapat ditarik kesimpulan antara lain :
1. Ada hubungan yang signifikan antara kebersihan kulit dengan kejadian dermatitis
kontak pada narapidana di Rumah Tahanan Kelas I Makassar.
2. Ada hubungan yang signifikan antara lingkungan dengan kejadian dermatitis
kontak pada narapidana di Rumah Tahanan Kelas I Makassar
3. Tidak Aada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan kejadian
dermatitis kontak pada narapidana di Rumah Tahanan Kelas I Makassar
Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan penelitian yang ada, maka
peneliti memberikan beberapa saran antara lain :
1. Kepada para panghuni Lapas agar selalu menjaga kebersihan diri, lingkungan dan
gaya hidup serta selalu menggali informasi tentang penyakit dermatitis agar
kejadian dermatitis dalam Lapas dapat dihindari sedini mungkin.
2. Kepada petugas lapas agar menyediakan fasilitas kesehatan yang lebih lengkap
agar ketika penghuni Lapas ada yang menderita penyakit dermatitis dapat

Mithia Rahimah, Kartini, Muzakkir (2013)
STIKES Nani Hasanuddin Makassar

Page 15

langsung mendapatkan pengobatan sehingga kejadian dermatitis dapat
diminimalisir.
3. Kapada peneliti selanjutnya agar meneliti faktor lain yang diduga dapat
mempengaruhi terjadinya penyakit dermatitis guna perkembangan ilmu
pengetahuan yang jauh lebih baik lagi di masa mendatang.

DAFTAR PUSTAKA
Agny,

A.
15
Maret
2013.
Pengetahuan
Kesehatan.
(Online)
(http://aghnyauliya.blogspot.com/2013/03/pengetahuan-kesehatan.html,
di
akses pada 15 Juni 2013).
Anonim,
2012,
Pengertian
Narapidana,
(online),
(http://psychologymania.com/2012/10/pengertian-narapidan.html diakses
tanggal 21 Maret 2013)
Anonim, 2012, Rumah Tahanan, (online), (http://metro.polri.go.id/rumah-tahan.
diakses tanggal 21 Maret 2013)
Anonim,
2010,
Pengertian
Suhu,
(online),
(http://scribd.com/doc/561112765/pengertiansuhu. diakses tanggal 21
Maret 2013)
Anonim,
20
Mei
2013.
Pengetahuan.
(Online)
(http://id.wikipedia.org/wiki/Pengetahuan, di akses pada 15 Juni 2013).
Anonim,
2009,
Penyakit
Kulit
Di
Lembaga,
(online),
(http://keperawatankomunitas.blogspot.com/2009/02/penyakit-kulit-dilembaga.html. di akses tanggal 31 Maret 2013).
Anonim,
2010,
Patofisiologi
Dermatiis
Atopik,
(online),
(http://scribd.com/doc/114583520/Patofisiologi-Dermatitis-Atopik.
diakses tanggal 04 April 2013).
Anonym, 2012. Kembali Ke Dasar Untuk Pengobatan Dermatitis Seboroik. (Online)
(http://id.prmob.net/dermatitis-seboroik/infeksi-kulit/eksim-519917.html,
di akses pada 16 Juli 2013).
Bambang
P,
dkk.
2013.
Dasar-Dasar
Pengetahuan.
(Online)
(http://www.slideshare.net/bambangpurnama/sumber-pengetahuan,
di
akses pada 15 Juni 2013).
Bustan MN, 2009. Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular. Rineka
Cipta : Jakarta
Djuanda, Adhi. 2010.Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Mithia Rahimah, Kartini, Muzakkir (2013)
STIKES Nani Hasanuddin Makassar

Page 16

Evita,

H.
2012.
Penyakit
Kulit
Akibat
Kerja.
(Online)
(http://www.psychologymania.com/2012/10/penyakit-kulit-akibatkerja.html, di akses pada 13 Juli 2013).
Fatma Lestari, dkk. 2008. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Dermatitis
Kontak Pada Pekerja Di PT Inti Pantja Press Industri. Makalah
Kesehatan Vol. II. No. 2. Desember 2008. Departemen Keselamatan dan
Kesehatan kerja FKM UI.
Firdaus, 2009. Dermatitis. (Online) (http://eprints.ums.ac.id./1031/1/2008vln2pdf, di
akses pada 14 April 2013).
Indra Cahaya, 2012. Hubungan Hygiene Perorangan Dan Pemakaian Alat Pelindung
Diri Dengan Keluhan Gangguan Kulit. Skripsi tidak diterbitkan. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatra Utara Departemen Kesehatan
Lingkungan.
Isro’in, Lailay. 2012.Personal Hygiene. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Mundiri, 2008. Logika. PT. Raja Grafindo Persada : Jakarta
M.Mulia, Ricki. 2005.Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Graha Ilmu..
Marga Wahana, Ardian. 2012. Serba Lengkap Tentang Alergi. Jakarta: Mizan pustaka.
Meliono, Irmayanti, dkk. 2008. MPKT Modul 1. Jakarta: Lembaga Penerbitan FEUI.
Michael, 2008. Penyakit Dermatitis Kontak. (Online) (http://www.zonakritis.com, di
akses pada 04 April 2013).
Murthada Mutahhari, 2009. Mengenal Epistemologi : Sebuah Pembuktian Terhadap
Rapuhnya Pemikiran Asing dan kokohnya Pemikiran Islam. Penerbit
Lentera : Jakarta.
Nurul, B. 2012. Pengaruh Lingkungan Terhadap Kesehatan. (Online)
(http://wajahlukrejo.blogspot.com/2012/12/pengaruh-lingkunganterhadap-kesehatan.html, di akses pada 13 Juli 2013).
Rida Fariady, 2009. Pengaruh Lingkungan Terhadap Kesehatan. (Online)
(http://pakjalpidie.blogspot.com/2013/03/pengaruh-lingkungan-terhadapkesehatan.html, di akses pada 13 Juli 2013).
Ririn, Yudhastuty, DR. drh, MSc. Pengaruh Lingkungan Terhadap Kesehatan. Bahan
Ajar Departemen Kesehatan Lingkungan FKM Universitas Airlangga..
Shahibul, A. 24 Februari 2012. Pengertian Pengetahuan. (Online)
(http://shahibul1628.wordpress.com/2012/02/24/pengertian-pengetahuan/,
di akses pada 15 Juni 2013).
Susilawati, 2008. Hubungan Kebersihan Perorangan Dan Penggunaan Alat
Pelindung Diri Dengan Kejadian Dermatitis Pada Pemulung Di Tpa
Jatibarang
Semarang
Tahun
2008.
(Online)
(http://www.fkm.undip.ac.id/data/index.php?action=4&idx=2319, di akses
pada 16 Juli 2013).
Yuniastuti, Ari. 2010.Gizi Dan Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Mithia Rahimah, Kartini, Muzakkir (2013)
STIKES Nani Hasanuddin Makassar

Page 17

Yuli Kusumawati, 2008. Pendidikan dan Pengetahuan. Informasi Kesehatan Vol. 8
No. 1 September 2008

Mithia Rahimah, Kartini, Muzakkir (2013)
STIKES Nani Hasanuddin Makassar

Page 18