III SEJARAH ISLAM DAN PERADABAN ISLAM 1 (1)

1

SEJARAH ISLAM DAN PERADABAN ISLAM
I.

PRA ISLAM DAN MASA MUHAMMAD
Sejarah Bangsa Arab Sebelum Islam
Islam lahir di tengah-tengah tanah dan bangsa Arab. Bangsa Arab sering disebut
sebagai penduduk gurun pasir yang terdiri dari bangsa Badui. Masyarakat Arab
tinggal di jazirah Arab, terbagi menjadi 2 jenis masyarakat, yakni:
Pertama, suku-suku Badui di gurun Sahara Arabia memiliki gaya hidup pedesaan
dan nomadik, berpindah dari suatu daerah ke daerah lain guna mencari air dan
padang rumput untuk hewan gembalaan mereka, kambing dan unta. Organisasi
dan identitas sosial berakar pada keanggotaan dalam suatu rentang komunitas
yang luas. Kelompok beberapa keluarga membentuk kabilah (clan). Beberapa
kelompok kabilah membentuk suku (tribe) dan dipimpin oleh seorang syekh.
Mereka sangat menekankan hubungan kesukuan sehingga kesetiaan atau
solidaritas kelompok menjadi sumber kekuatan bagi suatu kabilah. Peperangan
antar suku seringkali terjadi. Sikap ini nampaknya telah menjadi watak yang
mendarah daging dalam diri mereka. Dalam peperangan dan pembagian harta
rampasan perang, masyarakat Arab ini hanya tunduk kepada syekh atau amir

(ketua kabilah). Di luar perang, syekh atau amir tidak kuasa mengatur angota
kabilahnya. Kehidupan di padang pasir memerlukan perasaan kesukuan yang
sangat kuat untuk melindungi keluarga dan warganya, karena di padang pasir
tidak ada pemerintah atau suatu badan resmi yang melindungi rakyat atau
warganya dari penganiayaan. Kabilah atau suku merupakan suatu kesatuan yang
mengikat warganya dengan ikatan darah (keturunan) atau ikatan kesukuan.
Kabilah atau suku berkewajiban melindungi warganya dan melindungi orangorang yang menggabungkan diri atau meminta perlindungan kepadanya. Dalam
kultur masyarakat ini, nilai perempuan sangat rendah, dipandang sebagai
masyarakat kelas dua, tidak memiliki hak kepemilikan terhadap harta, tidak
memiliki kebebasan terhadap dirinya sendiri, bahkan perempuan dapat
diwariskan kepada keturunan suaminya.
Kedua, masyarakat Arab di daerah pesisir yang mengelilingi jazirah, sudah hidup
menetap dengan mata pencaharian petani dan berniaga. Masyarakat pesisir ini
telah berbudaya. Mereka mampu membuat alat-alat atau perkakas yang
dibutuhkan seperti perkakas dari besi, bahkan mereka mampu mendirikan
kerajaan-kerajaan. Saat kehadiran Muhammad, kota-kota di semenanjung jazirah
Arab merupakan kota perniagaan dan perdagangan. Penduduk ini juga mahir
menggubah syair, dan syair-syair tersebut dibacakan di pasar-pasar, seperti
pagelaran/festival pembacaan syair dan syair terbaik (Alaqah) digantung di
dinding Ka’bah. Ka’bah berdiri di kota suci Mekkah. Mekkah merupakan kota

terpenting di daerah Hijaz, daerah Arab yang sama sekali tidak pernah dijajah
oleh bangsa lain, karena sulit dijangkau berhubung tandus dan miskin. Ka’bah
pada masa sebelum Islam bukan saja disucikan dan dikunjungi oleh para
penganut agama asli Mekkah, tetapi juga oleh orang-orang Yahudi yang
bermukim di sekitarnya. Untuk mengamankan para peziarah yang datang ke
kota Mekkah, didirikanlah suatu pemerintahan yang pada mulanya berada di
tangan dua suku yang berkuasa, yaitu Jurhum sebagai pemegang kekuasaan
politik dan Ismail (keturunan Ibrahim) sebagai pemegang kekuasaan atas Ka’bah.
Kekuasaan politik kemudian berpindah kepada suku Khuza’ah dan akhirnya

2
dikuasai suku Quraisy dipimpin oleh Qushai. Suku Quraisy inilah yang kemudian
mengatur urusan-urusan politik dan urursan-urusan yang berhubungan dengan
Ka’bah.
Setelah jalur-jalur perdagangan didominasi oleh kerajaan Romawi dan Persia,
pusat perdagangan bangsa Arab beralih ke daerah Hijaz dan Mekkah menjadi
kota yang masyhur dan suku Quraisy menjadi disegani.
Perkembangan peradaban menjelang datangnya Islam merupakan pengaruh dari
budaya bangsa-bangsa di sekitarnya yang lebih awal maju daripada kebudayaan
dan peradaban Arab. Pengaruh tersebut masuk ke Jazirah Arab melalui beberapa

jalur penting, yakni melalui:
1. Hubungan perdagangan dengan bangsa lain. Bangsa Arab melakukan
hubungan perdagangan dengan bangsa-bangsa Syria, Persia, Mesir dan
Romawi yang semuanya telah mendapat pengaruh dari kebudayaan
Hellenisme.
2. Kerajaan-kerajaan protektorat1, kerajaan Hirah (184 M – 634 M) dan kerajaan
Ghassan (210 M – 641 M). Banyak berdiri koloni-koloni tawanan perang
Romawi dan Persia di Ghassan dan Hirah.
3. Masuknya Yahudi dan Kristen. Penganut agama Yahudi banyak mendirikan
koloni di jazirah arab, yang terpenting di antaranya adalah Yatsrib. Penduduk
koloni ini terdiri dari orang-orang Yahudi dan orang-orang Arab yang
menganut agama Yahudi. Mayoritas penganut agama Yahudi pandai bercocok
tanam dan membuat pandai besi, seperti perhiasaan dan persenjataan.
Kelompok Kristen Nestorian2 berdiam di wilayah Hirah dan Kristen Yakobit 3 di
Ghassan. Daerah Kristen terpenting adalah Najran, sebuah wilayah yang
subur. Penganut Nestorian merupakan kelompok yang menjadi penghubung
antara kebudayaan Yunani dan kebudayaan Arab pada masa awal kedatangan
Islam. Umat Yahudi dan Kristen Arabia terbiasa menggandengkan rumah
ibadah, sinagoge dan gereja, dengan kuttab dan lembaga agama, berfungsi
memberikan pendidikan dasar bagi anak-anak dan menjawab pertanyaan dan

menyelesaikan sengketa yang terjadi di antara umat mereka. Banyak orang
Jahiliyah yang memanfaatkan kehadiran orang Yahudi dan Kristen untuk
belajar tentang sejarah, nabi-nabi, dan lain-lain. Walaupun agama Yahudi dan
Kristen sudah masuk ke jazirah Arab, bangsa Arab kebanyakan masih
menganut agama asli mereka, yakni percaya kepada banyak dewa dalam
bentuk berhala dan patung. Setiap Kabila memiliki patung dan berhalanya
sendiri, sehingga tidak kurang dari 360 patung bertengger dan dipusatkan di
Ka’bah. Terdapat 4 patung berhala yang terkenal, yakni Lata, Uzza, Manah 4
dan Hubal milik kabilah Quraisy.5 Berhala-berhala menjadi tempat bangsa
Arab bertanya dan mengetahui nasib baik dan buruk.
1 Dalam konteks negara, menurut

hukum internasional, protektorat adalah negara atau wilayah yang dikontrol,
bukan dimiliki, oleh negara lain yang lebih kuat. Sebuah protektorat biasanya berstatus otonomi dan
berwenang mengurus masalah dalam negeri. Pemimpin pribumi biasanya diperbolehkan untuk memegang
jabatan kepala negara, walupun hanya sebatas nominal saja. Negara pengontrol mengurus hubungan luar
negeri dan pertahanan protektoratnya, seperti yang tertulis dalam perjanjian. Singkat kata, protektorat
merupakan salah satu jenis wilayah dependensi.
2 Nestorianisme mengajarkan bahwa terdapat 2 Pribadi yang berbeda dalam inkarnasi Kristus, yaitu Manusia
dan Allah (Alan Richardson and John Bowcker, editor, The Westminster Dictionar of Christian Theology,

(Philadelphia: SCM Press, 1983), 397).
3 Gereja Yakobit merupakan gereja monofisitis. Monofisitisme mengajarkan bahwa Pribadi dari Kristus yang
berinkarnasi hanya satu natur (Sincalir B. Ferguson dan David F. Wright, New Dicionary of Tehology, (Inggris:
IVP, 1994), 442).
4 Tertulis dalam al Qur’an: 53, al Najm: 20-21.
5 Siti Maryam, dkk., editor, Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern, (Yogyakarta: LESFI,
2004), 20.

3

II.

Munculnya Islam di Tanah Arab
Munculnya Islam di tanah Arab tidak dapat dilepaskan dari kehadiran seorang
yang bernama Muhammad. Muhammad dilahirkan di Mekkah pada tahun gajah 6
(570 M). Muhammad adalah anggota bani Hasyim, suatu kabilah yang kurang
berkuasa dalam suku Quraisy, hanya memegang jabatan siqayah7. Muhammad
lahir dari keluarga terhormat yang relatif miskin. Ayahnya bernama Abdullah
anak Abdul Muthalib, seorang kepala suku Quraisy yang besar pengaruhnya.
Ibunya adalah Aminah binti Wahab dari bani Zuhrah.

Muhammad lahir dalam keadaan yatim. Setelah lahir, Muhammad diasuh oleh
Halimah Sa’diyyah sampai usia 4 tahun. Kemudian sekitar 2 tahun berada dalam
asuhan ibu kandungnya di daerah terpencil yang jauh dari hiruk pikuk budaya
jahiliyah, steril dari pengaruh-pengaruh negatif yang seringkali berdampak pada
kepribadian anak dalam perkembangan hidupnya. Pada usia 6 tahun,
Muhammad menjadi yatim piatu. Abdul Muthalib, kakeknya, mengambil alih
tanggung jawab merawat Muhammad selama 2 tahun. Kemudian Abu Thalib,
pamannya, merawat Muhammad setelah kakeknya meninggal dunia karena
renta. Abu Thalib, sama seperti Abdul Muthalib, sangat disegani dan dihormati
orang Quraisy dan penduduk Mekkah secara keseluruhan, walau mereka miskin.
Dalam usia muda, Muhammad hidup sebagai gembala kambing keluarganya dan
kambing penduduk Mekkah. Dalam tugas penggembalaannya itu, Muhammad
menemukan tempat berpikir dan merenung, sehingga ia jauh dari segala
pemikiran nafsu duniawi dan terhindar dari berbagai macam noda yang dapat
merusak namanya, karena itu sejak muda ia sudah dijuluki al-amin 8, orang yang
terpercaya.
Dalam usia 12 tahun, Muhammad ikut untuk pertama kali dalam kafilah dagang
ke Syria (Syam), yang dipimpin oleh pamannya, Abu Thalib. Dalam perjalanan
ini, di Bushra (selatan Syria), Muhammad bertemu dengan pendeta Kristen,
Buhairah, yang melihat tanda-tanda kenabian pada Muhammad.

Pada usia ke-25, Muhammad ke Syria untuk membawa barang dagangan
saudagar wanita kaya raya yang telah lama menjanda, Khadijah. Karena
kejujurannya, Muhammad memperoleh laba besar. Ketertarikan Khadijah akan
perangai Muhammad, membuat ia melamarnya dan perkawinan Muhammad
6 Dinamakan tahun gajah karena pada tahun itu pasukan Abrahah, gubernur kerajaan Habsy (Ethiopia), dengan
menunggang gajah menyerbu Mekkah untuk menghancurkan Ka’bah (Amany Lubis, dkk, Sejarah Peradaban
Islam, (Jakarta: Pusat Studi wanita UIN, 2005), 21).
7 Siqayah merupakan unit atau fungsi yang bertugas menyediakan kebutuhan air segar (air minum) karena
sangat langkanya di Makkah, untuk penduduk Makkah sendiri dan persedian bagi para jama’ah haji
(http://umemsindonesia.blogspot.com/2012/06/history-of-hasyim.html).
8 Julukan al-amin ini diterima Muhammad pada saat usianya 35 tahun melalui peristiwa peletakkan hajar aswad
dalam Ka’bah. Saat itu bangunan Ka’bah, yang merupakan pusat ibadah menunaikan haji dari bangsa Arab dan
sekitar yang masih menyembah berhala, mengalami rusak berat. Di penghujung pekerjaan gotong royong para
penduduk Mekkah timbul perselisihan karena memperebutkan peletakkan hajar aswad dalam Ka’bah. Setiap
suku merasa berhak melakukan tugas terakhir dan terhormat tersebut. Perselisihan semakin memuncak,
sehingga para pemimpin Quraisy sepakat bahwa orang pertama yang memasuki Ka’bah melalui pintu Shafa
akan dijadikan hakim untuk memutuskan perkara di atas. Ternyata Muhammad merupakan orang pertama
tersebut. Iapun dipercaya menjadi hakim. Ia harus membentangkan kain dan meletakkan hajar aswad di
tengah-tengah, lalu meminta seluruh kepala suku memegang tepi kain dan mengangkatnya bersama-sama.
Setelah sampai ketinggian tertentu, Muhammad meletakkan batu itu pada tempatnya semula. Dan

perselisihanpun dapat diselesaikan dengan bijak dan semua kepala suku merasa puas dengan cara
penyelesaian tersebut (Dr. Badri Yatim, M. A., Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2008), 18).

4
dalam usia 25 tahun dengan Khadijah (40 tahun) segera dilaksanakan.
Muhammad dikaruniai 6 orang anak, 2 putera dan 4 puteri, yakni Qasim,
Abdullah, Zainab, Ruqayah, Ummu Kulsum dan Fatimah. Kedua puteranya
meninggal waktu mereka kecil. Muhammad tidak kawin lagi sampai Khadijah
meninggal ketika Muhammad berusia 50 tahun.
Jelang usia 40 tahun, Muhammad berkontemplasi ke gua Hira, beberapa
kilometer di utara Mekkah. Sepanjang bulan Ramadhan setiap tahun,
Muhammad bertafakur (berpikir) di sana, jauh dari kesibukan dunia, mencari
hakekat kebenaran. Pada 17 Ramadhan tahun 611 M, malaikat Jibril datang
dihadapannya, menyampaikan wahyu Allah yang pertama: “Bacalah dengan
nama Tuhanmu yang telah mencipta. Dia telah menciptakan manusia dari
segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu itu maha mulia. Dia telah mengajar
dengan Qalam. Dia telah mengajar manusia apa yang tidak mereka ketahui” (96:
1-5). Pengalaman yang luar biasa itu membuat Muhammad kaget, kembali ke
rumah menjumpai Khadijah dan minta diselimuti karena tubuhnya menggigil

seperti demam. Dengan turunnya wahyu pertama ini, Muhammad telah dipilih
Tuhan sebagai nabi. Wahyu yang kedua, beberapa lama kemudian di gua Hira,
sebagai berikut, “Hai orang
yang berselimut bangun, dan beri ingatla.
Hendaklah engkau besarkan Tuhanmu, dan bersihkanlah pakaianmu,
tinggalkanlah perbuatan dosa, dan janganlah engkau memberi (dengan maksud)
memperoleh (balasan) yang lebih banyak, dan untuk (memenuhi perintah)
Tuhanmu bersabarlah” (74: 1-7). Dengan turunnya wahyu kedua ini, mulailah
Muhammad berdakwah dan menjadi seorang rasul, 3 tahun setelah turunnya
wahyu pertama. Sanak keluarga (Khadijah isterinya diikuti oleh putrid-putri dan
seorang cucu perempuan, bibi-bibinya, Ali bin Ali bin Thalib dan sepupusepupunya dari garis ayah dan isteri-isteri lain, seluruhnya berjumlah 53 orang)
dan kaum kerabatnya (Abu Bakar sahabat karibnya sejak kecil dan Ummu Aiman,
pengasuh Muhammad). Tahun 613, Muhammad menyampaikan dakwah secara
terbuka, memasukkan gagasan agama ke dalam aktifitas sosial dan kehidupan
politik, baik kepada golongan bangsawan maupun hamba sahaya, mula-mula
kepada penduduk Mekkah, kemudian penduduk negeri lain.
Dakwah secara terbuka menuai tantangan dari pemimpin Quraisy. Terdapat 5
faktor yang mendorong orang Quraisy menentang seruan Islam:
1. Mereka tidak dapat membedakan antara kenabian dan kekuasaan. Mereka
mengira bahwa tunduk kepada seruan Muhammad berarti tunduk kepada

pimpinan bani Abdul Muthalib.
2. Muhammad menyerukan persamaan hak antara bangsawan dan hamba
sahaya. Hal ini tidak disetujui oleh kelas bangsawan Quraisy.
3. Para pemimpin Quraisy tidak dapat menerima ajaran tentang kebangkitan
kembali dan pembalasan di akhirat.
4. Taklid9 kepada nenek moyang adalah kebiasaan yang berurat berakar pada
bangsa Arab.
5. Pemahat dan penjual patung memandang Islam sebagai penghalang rezeki.
Berbagai cara yang dilakukan para tokokh Quraisy untuk menghalangi dakwah
Muhammad, mulai dengan cara diplomasi dengan paman Muhammad, Abu
Thalib, melalui bujukan, menawarkan harta, tahta dan wanita sampai kepada
ancaman, tidak melemahkan semangat Muhammad.
9

Taklid secara bahasa bermakna mengikatkan sesuatu di leher. Jadi orang yang taklid kepada seorang tokoh,
ibarat diberi tali yang mengikat lehernya untuk ditarik seakan-akan hewan ternak.

5
Kekejaman penduduk Mekkah terhadap kaum muslimin itu mendorong
Muhammad dan para pengikutnya mengungsi ke Habasyah (Etiopia). Di tengah

meningkatnya kekejaman suku Quraisy, dua orang kuat Quraisy masuk Islam,
yakni Hamzah dan Umar ibn Khattab, yang makin memperkeras reaksi suku
Quraisy.
Pada tahun ke-10 kenabiannya, Abu Thalib, paman Muhammad yang merupakan
pelindungnya meninggal dunia dan 3 hari setelah itu Khadijah, isterinya,
meninggal pula. Pada tahun ini juga Muhammad mengalami isra’ dan mi’raj 10
untuk menerima perintah shalat. Setelah peristiwa isra’ dan mi’raj, pada tahun
622 M, Muhammad dan para pengikutnya hijrah ke Yastrib berdasarkan
permintaan 73 orang jama’ah haji yang datang dari Yastrib. Dengan kedatangan
Muhammad ke Yastrib, maka nama Yastrib berubah menjadi Madinatun Nabi
(kota Nabi) atau lebih dikenal Madinatul Munawarah (kota yang bercahaya). Di
Madinah inilah, Muhammad mendirikan negara Islam dengan dirinya sebagai
kepala Negara.
Dalam rangka memperkokoh masyarakat dan Negara baru itu, Muhammad
segera meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat, yang disebut
Konstitusi Madinah:
1. Pembangunan masjid, selain untuk tempat shalat, juga sebagai sarana
penting untuk mempersatukan kaum muslimin dan mempertalikan jiwa
mereka, disamping sebagai tempat bermusyawarah merundingkan masalahmasalah yang dihadapi. Masjid pada masa Muhammad bahkan juga berfungsi
sebagai pusat pemerintahan.
2. Ukhuwah
islamiyah,
persaudaraan
sesama
muslim.
Muhammad
mempersaudarakan antara golongan Muhajirin (muslim yang hijrah dari
Mekkah ke Madinah), dan Anshar (penduduk Madinah yang sudah masuk
Islam dan ikut membantu kaum Muhajirin). Dengan demikian, diharapkan
setiap muslim terikat dalam suatu persaudaraan dan kekeluargaan, kebijakan
Muhammad
ini menciptakan bentuk persaudaraan yang baru, yaitu
persaudaraan seagama, menggantikan persaudaraan berdasarkan hubungan
darah.
3. Hubungan persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak beragama Islam.
Di Madinah terdapat juga golongan masyarakat Yahudi dan orang-orang Arab
yang masih menganut agama nenek moyang mereka. Agar stabilitas
masyarakat dapat diwujudkan, Muhammad mengadakan ikatan perjanjian
dengan mereka. Sebuah piagam yang menjamin kebebasan beragama orangorang Yahudi sebagai suatu komunitas dikeluarkan. Setiap golongan
masyarakat mempunyai hak tertentu dalam bidang politik dan keagamaan.
10

Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al
Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya (maksudnya: Al Masjidil Aqsha dan daerah-daerah
sekitarnya dapat berkat dari Allah dengan diturunkan nabi-nabi di negeri itu dan kesuburan tanahnya ) agar
Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui (17: 1). “Perhatikanlah bintang ketika dia menghilang, tidaklah kawanmu
(Muhammad) orang yang sesat dan bodoh, tidak juga perkataannya itu berasal dari hawa nafsunya pribadi, apa
yang diucapkannya adalah wahyu yang disampaikan dan yang diajarkan kepadanya oleh yang sangat kuat
(Jibril) yang mempunyai akal yang cerdas. Dan dia telah menampakkan rupanya yang asli saat dia berada
diufuk yang tinggi lalu dia mendekat dan menjadi rapat (terhadap diri Muhammad) tidak ubahnya berjarak
antara dua busur panah atau lebih dekat lagi; kemudian dia (Jibril) meneruskan kepadanya (Muhammad) apa
saja yang telah diwahyukan; hatinya tidak mendustakan apa yang sudah dilihatnya (ayat 4-11 menggambarkan
peristiwa turunnya wahyu yang pertama di gua Hira), maka apakah kamu hendak membantah apa yang sudah
dia lihat? Dan sungguh dia telah melihatnya pada kesempatan yang lain, di Sidratul Muntaha (Sidratul Muntaha
adalah tempat yang paling tinggi, di atas langit ke-7, yang telah dikunjungi Nabi ketika Mi'raj) yang didekatnya
ada Jannah tempat tinggal; ketika Sidratul Muntaha itu diliputi sesuatu yang melapisinya maka tidaklah dirinya
berpaling dari apa yang terlihat dan tidak juga dia bisa melebihinya, sungguh dia telah melihat tanda-tanda
Tuhannya yang paling hebat” (53: 1-18).

6
Kemerdekaan beragama dijamin, dan seluruh anggota masyarakat
berkewajiban mempertahankan keamanan negeri itu dari serangan luar.
Muhammad sebagai kepala pemerintahan negara baru di Madinah mengijinkan
umat Islam berperang dengan 2 alasan:
1. Untuk mempertahankan diri dan melindungi hak miliknya.
2. Untuk
menjaga
keselamatan
dalam
penyebaran
agama
dan
mempertahankannya dari orang-orang yang menghalang-halanginya.
Kehadiran Muhammad di Madinah di tahun 622 M ini memulai tahun Hijriah.
Dalam periode Madinah Muhammad mayoritas mengerjakan pembinaan bagi
masyarakat Islam yang baru terbentuk, dalam rangka menghasilkan masyarakat
Islam yang kokoh dan kuat. Muhammad meletakkan dasar-dasar kebudayaan
Islam dengan sejumlah nilai dan norma yang mengatur manusia dan masyarakat
dalam hal yang berkaitan dengan peribadatan, sosial, ekonomi dan politik yang
bersumber dari al Qur’an dan al Sunnah.
Lembaga utama yang dibangun dalam rangka pembinaan masyarakat Islam
adalah masjid. Setelah Muhammad mendirikan masjid Quba, selang beberapa
hari kemudian ia membangun masjid Nabawi setelah tiba di Yatsrib. Fungsi
masjid saat itu sebagai tempat beribadah, tempat pertemuan Muhammad
dengan para sahabat, tempat kaum muslimin melakukan kegiatan belajar,
mengadili suatu perkara, berjual beli, bermusyawarah dalam rangka
menyelesaikan persoalan-persoalan umat dan berbagai kegiatan lainnya.
Di Madinah inilah berangsur-angsur turun perintah berzakat, berpuasa, hukum
yang terkait dengan pelanggaranm jinayat atau pidana, sehingga dari hari ke
hari pengaruh Islam semakin kuat di kota ini.
Beberapa asas masyarakat yang ditanamkan Muhammad di Madinah ini antara
lain:
1. Al-ikha (persaudaraan).
Persaudaraan merupakan salah satu asas penting masyarakat Islam yang
ditanamkan Muhammad. Sejumlah ayat al Qur’an dan hadits mengajarkan
bahwa persaudaraan yang hakiki adalah persaudaraan seiman dan seagama.
Identitas kesukuan yang merupakan asas kehidupan sosial masyarakat Arab,
ketika mereka menjadi muslim mengganti dengan identitas baru yakni islam,
loyalitas kabilah ditukar dengan loyalitas islam. Demikianlah keluargakeluarga Muhajirin (dari Mekkah) dan kaum Anshar (dari Yatsrib) dipertalikan
dengan ikatan persaudaraan berdasarkan agama.
2. Al-musawah (persamaan)
Muhammad mengajarkan dengan tegas bahwa seluruh manusia adalah
keturunan Adam yang diciptakan Tuhan dari tanah. Seorang Arab tidak lebih
mulia dari seorang ajam (bukan Arab), demikian sebaliknya, kecuali karena
ketakwaannya (al Hujurat (49): 13). Setiap orang memiliki hak kemerdekaan
dan kebebasan atau al hurriyah. Dengan asas ini Muhammad mendorong
para sahabatnya untuk memerdekakan hamba sahaya yang dimiliki para
bangsawan Quraisy.
3. Al-tasamuh (toleransi).
Dibuktikan melalui piagam Madinah yang mendorong umat islam untuk hidup
berdampingan baik dengan Yahudi, Nasrani dan lain-lain. Mereka mendapat

7
perlindungan dari negara dan kebebasan melaksanakan ajaran agamanya (al
Kafirun (109): 6).
4. Al-tasyawur (musyawarah) (Ali Imran (3): 159) telah dilaksanakan Muhammad
dan para sahabatnya (al Syura (42): 38). Walau memiliki status yang tinggi
dan terhormat dalam masyarakat, tetapi terbiasa meminta pendapat para
sahabat dalam menghadapi menyelesaikan persoalan-persoalan masyarakat.
Bila pandangan para sahabat baik dan benar, Muhammad akan mengikuti
pendapat mereka.
5. Al-ta’awun (tolong menolong) dalam berbuat kebajikan merupakan kewajiban
setiap muslim (al Maidah (5): 2).
6. Al-adalah (keadilan) berkaitan erat dengan hak dan kewajiban setiap individu
dalam kehidupan masyarakat sesuai dengan posisi masing-masing sesuai
dengan pedoman dalam surat al Maidah (5): 8 dan surat al Nisa (4): 58.
Setelah tercipta ketenangan di seluruh jazirah Arab dan pengakuan keislaman
dari para kabilah Arab mencapai puncaknya, pada 25 Dzu al Qa’dah 10 H,
Muhammad bersama sekitar 100.000 sahabatnya menunaikan haji ke Baitullah.
Di sana Muhammad melakukan pidato terakhirnya, khutbah al-wadai (kotbah
perpisahan). Tiga bulan setelah menunaikan ibadah haji tersebut Muhammad
menderita demam beberapa hari dan menunjuk Abu Bakar untuk
menggantikannya mengimani shalat jamaah. Dan pada hari Senin 12 Rabiul
Awwal 11 H, bertepatan dengan 8 Juni 632 M, Muhammad wafat pada usia 63
tahun. Muhammad wafat di rumah isterinya, Aisyah. Muhammad meninggalkan
para istertinya yang dinikahi setelah Khadijah meninggal, yakni Saudah, Aisyah,
Hafshah, Ummu Salamah, Zainab binti Jahsy, Ummu Habibah, Juwairiyah,
Shafiyah da Maimunah.