PERAN PERJANJIAN INTERNASIONAL ANTARA IN
PERAN PERJANJIAN INTERNASIONAL ANTARA INDONESIA DAN NEGARA
KAWASAN ASIA TENGGARA DALAM PENANGANAN KASUS SENGKETA
BATAS WILAYAH
Disusun oleh:
ALDO DICKY SETYAWAN 8111416330
SALIMI MUHAMMAD B 8111416135
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2017
i
Kata Pengantar
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan
kesehatan
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan
paper
mata
kuliah
“Hubungan Internasional”. Kemudian shalawat beserta salam kita sampaikan
kepada Nabi besar kita Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman
hidup yakni al-qur’an dan sunnah untuk keselamatan umat di dunia.
Syukur
kehadiran
Allah
SWT
yang
telah
memberikan
anugrah,
kesempatan dan pemikiran kepada kami untuk dapat menyelesaikan makalah
ini.
Makalah
ini
merupakan
pengetahuan
tentang
“Peran
Perjanjian
Internasional antara Indonesia dan Negara Kawasan Asia Tenggara dalam
Penanganan Kasus Sengketa Batas Wilayah” yang kesemuanya dirangkum
dalam makalah ini , agar pemahaman terhadap permasalahan lebih mudah di
pahami dan lebih singkat dan akurat.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai peran perjanjian
internasional. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini
terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah
kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi
kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf
apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami
memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
ii
Daftar Isi
Halaman
Sampul.............................................................................................................................
i
Kata
Pengantar ........................................................................................................................
....... ii
Daftar
Isi ................................................................................................................................... ..
...... iii
Daftar
Kasus ...............................................................................................................................
..... iv
Bab I
Pendahuluan ................................................................................................................... .
....1
A. Latar
Belakang .................................................................................................................... ......
.1
B. Rumusan
Masalah ............................................................................................................. ..... 3
C. Metode
Penulisan .............................................................................................................. .......3
Bab II
Pembahasan .......................................................................................................... ..........
...4
A. Peran Perjanjian Internasional dalam Penanganan Kasus
Sengketa
Wilayah.............................................................................................4
B. Mengapa Ambalat menjadi
Rebutan ?................................................................................7
C. Upaya Pemerintah dalam Mempertahankan Kedaulatan NKRI ........ 9
Batas
Bab III
Penutup .............................................................................................................. ............
14
A.
Kesimpulan ............................................................................................................... .......
........14
Daftar pustaka
iii
Daftar Kasus
1. Kasus sengketa blok Ambalat antara Indonesia dengan Malaysia
2. Kasus sengketa Laut Cina Selatan Mindanao antara Indonesia dengan
Filipina
3. Kasu penentuan Zona Ekonomi Eksklusif antara Indonesia dengan
Thailand
4. Kasus penentuan batas darat berupa deliniasi dan demarkasi anatara
Indonesia dengan Timor Leste
5. Kasus sengketa Laut Cina Selatan antara Indonesia dengan Vietnam
6. Kasus penentuan Zona Ekonomi Eksklusif antara Indonesia dengan
Vietnam
7. Kasus penentuan batas wilayah laut antara Indonesia dengan
Singapura
8. Kasus penentuan batas maritim antara Indonesia dengan Filipina
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah salah satu unsur
negara yang merupakan satu kesatuan wilayah daratan, perairan pedalaman,
perairan kepulauan, dan laut teritorial beserta dasar laut dan tanah di
bawahnya, serta ruang udara di atasnya, termasuk seluruh sumber kekayaan
yang terkandung di dalamnya.
Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki kedaulatan penuh atas
wilayah negaranya beserta seluruh kekayaan alam yang ada di dalamnya
untuk dapat dieksplorasi dan dimanfaatkan secara maksimal untuk memenuhi
kebutuhan dan memakmurkan kehidupan seluruh rakyatnya. Pengaturan
mengenai wilayah daratan, perairan, batas laut teritorial dan kekayaan sumber
daya alam ditujukan untuk memberi kepastian dan kejelasan hukum bagi
warga negara untuk mengetahui wilayah negaranya. Disinilah peran perjanjian
internasional sebagai tempat untuk memberi kepastian dan kejelasan hukum
mengenai batas wilayah antar negara.
Perjanjian internasional dalam hukum intemasional di era negara modem
menempati kedudukan yang sangat penting sebagai salah satu sumber hukum.
Sumber hukum yang berlaku pada masa lalu seperti hukum kodrat dan
pendapat para penulis telah tergeser oleh perjanjian internasional. Mengingat
pentingnya perjanjian internasional sebagai sumber hukum internasional pada
abad ini maka berikut ini akan diuraikan perjanjian internasional dilihat drai
pengetian,
penggolongan,
cara
pembuatan,
dan
isi
serta
ratifikasi
di
Indonesia.1
Perjanjian internasional adalah suatu persetujuan (agreement) antara dua
negara atau lebih yang dinyatakan secara formal tentang ketentuan dan
syarat-syarat yang menetapkan hak dan kewaj ibar_ timbal balik masingmasing pihak yang turut serta dalam perjanjian itu. Perjanjian internasional
biasanva dilakukan dengan suatu dokumen tertulis.yang dilakukan antar
subyek hukum internasional. Suatu perjanjian internasional sangat berarti
dalam hukum internasional khususnya dalam hubungan antar negara baik
dalam situasi damai maupun perang..
Sejak awal abad ke-20, perjanjian internasional sebagai sumber hukum
internasional
menjadi
semakin.pentingkedudukannya
dalam
hukum
internasional. Pada saat ini sebagian besar hukum internasional lahir melalui
perjanjian yang dibuat antar negara. Perkembangan ini adalah suatu hal yang
wajar karena hubungan persahabatan ataupun kerja sama akan lebih
1
Adolf Huala, 2012, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Sinar Grafika, Jakarta. Hlm
12-16.
1
mempunyai kekuatan dan kepastian hukum apabila dijalani melalui suatu
perjanjian atau persetujuan. Pentingnya perjanjian internasional dalam hukum
internasional dapat terungkap dalam Piagam Mahkamah Internasional yang
menempatkan perjanjian internasional pada urutan pertama pasal 38 ayat (1)
dalam menyelesaikan konflik. Piagam ini menegaskan bahwa bagi Mahkamah
yang tugasnya memberi keputusan sesuai denganhukum internasional maka
setiap perselisihan yang diajukan padanya akan berlaku.Perjanjian-perjanjian
internasional, baik yang bersifat umum maupun khusus, yang mengandung
ketentuan-ketentuan hukum yang diakui secara tegas oleh negara-negara yang
bersengketa.
Namun demikian, perjanjian intemasional sebagai salah satu somber
hukum internasional barn dapat berfungsi apabila dihormati dan ditaati oleh
pihak-pihak yang mengadakan perjanjian tersebut. Tanpa adanya kemauan
atau itikad baik dari pihak-pihak yang bersangkutan maka perjanjian yang
dibuat tidaklah berarti. Disinilah pentingnya asas hukum internasional yang
dinamakan pacta sunt servanda, yang berarti bahwa setiap perjanjian atau
persetujuan antar negara harus dihormati. Menurut Anzilotti, seorang sarjana
hukum Italia yang pernah menjabat sebagai hakim Mahkamah Intemasional
Permanen, kekuatan hukum intemasional terletak pada asas yang fundamentil
ini.
Sampai
tiga
dekade
sejak
penandatanganan
UNCLOS
1982
perkembangan perjanjian perbatasan antara Indonesia dan negara-negara
tetangga
belum semua
terselesaikan. Sampai tahun 2016 perjanjian
perbatasan landas kontinen masih belum dicapai kesepakatan dengan empat
negara yaitu: Malaysia, Filipina, Palau, dan Timor Leste. Untuk perbatasan di
ZEE masih belum disepakati dengan enam negara yaitu: Malaysia, Thailand,
Vietnam, India, Palau, dan Timor Leste. Indonesia yang merupakan negara
kepulauan memiliki batas wilayah laut berdasarkan pada UNCLOS (United
Nations Convension on the Law of the Sea) 82/ HUKLA (Hukum laut) 82 yang
selanjutnya diratifikasi oleh pemerintah menjadi Undang-Undang No. 17 Tahun
1985. Indonesia memiliki sekitar 17.506 pulau dengan luas 2/3 wilayahnya
merupakan lautan.
Dari
pulau-pulau
tersebut
terdapat
beberapa
pulau
terluar
yang
berbatasan langsung dengan negara tetangga. Berdasarkan survei Base Point
yang dilakukan DISHIDROS TNI AL, dalam menetapkan batas wilayah dengan
negara tetangga, saat ini terdapat 183 titik dasaryang berada di 92 pulau
terluar, sedangkan lainnya ada di tanjung tanjung terluar dan di wilayah pantai.
2
UNCLOS 1982 menetapkan bahwa delimitasi ZEE dan landas kontinen
antara negara yang pantainya berhadapan atau berdampingan harus diadakan
dengan persetujuan atas dasar hukum internasional, sebagaimana ditetapkan
dalam Pasal 38 Statuta Mahkamah Internasional, untuk mencapai suatu
pemecahan yang adil (equitable solution). Dalam aturan ini prinsip Equitable
berkedudukan sebagai hasil dari delimitasi (result) dan tidak ada cara yang
dijelaskan secara definitif untuk mencapai delimitasi equitable solution.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Peran Perjanjian Internasional dalam Penanganan Kasus Sengketa Batas
Wilayah ?
2. Mengapa Ambalat Menjadi Rebutan?
3. Bagaimana Upaya Pemerintah dalam Mempertahankan Kedaulatan NKRI
C. Metode Penulisan
3.1 Sumber dan Jenis Data
Data-data yang dipergunakan dalam penyusunan karya tulis ini berasal
dari berbagai literatur kepustakaan yang berkaitan dengan permasalahan yang
dibahas. Beberapa jenis referensi utama yang digunakan adalah buku pelajaran
hukum internasional,jurnal imiah edisi cetak maupun edisi online, dan artikel
ilmiah yang bersumber dari internet. Jenis data yang diperoleh variatif, bersifat
kualitatif maupun kuantitatif.
3.2 Pengumpulan Data
Metode
penulisan
bersifat
studi
pustaka
dan
diskusi.
Informasi
didapatkan dari
berbagai literatur dan disusun berdasarkan hasil studi dari informasi yang
diperoleh. Penulisan diupayakan saling terkait antar satu sama lain dan
sesuaidengan topik yang dibahas.
3.3 Analisis Data
Data yang terkumpul diseleksi dan diurutkan sesuai dengan topik
kajian.Kemudian dilakukan penyusunan karya tulis berdasarkan data yang
telahdipersiapkan secara logis dan sistematis. Teknik analisis data bersifat
deskriptif argumentatif.
3.4 Penarikan Kesimpulan
Simpulan
masalah,tujuan
didapatkan
penulisan,
setelah
serta
merujuk
kembali
pembahasan.
pada
Simpulan
rumusan
yang
ditarik
mempresentasikanpokok bahasan karya tulis, serta didukung dengan saran
praktis sebagairekomendasi selanjutnya.
3
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam
Hukum
Internasional
publik
dikenal
dua
maca,
sengketa
internasional, taitu sengketa hukum (legal or Judical Disputes ) dan sengketa
politik
( Political or nonjusticable Disptues ). 2sengketa internasional secara
teortis pada pokoknya selal dapat diselesaikan oleh pengadilan internasional.
Sesulit apapun sengketa, sekalipun tidak ada pengaturanya. Pengadilan
internasioanl tampak bisa memutuskannya dengan bergantung pada prinsip
kepatutan dan kelayakan (exaequo et bono). Berdasarkan Pasal 33 Konvensi
Den Haag 1899 pada intinya penyelesaian sengketa secara damai dibagi dalam
dua kelompok. Penyelesaian secara diplomatik (Negosiasi, penyidikan , mediasi
Konsiliasi).
Dan
3
penyelesaian
secara
hukum
(Arbritase,
Pengadilan
).
Penyebabnya pun juga berbeda-beda. Dari mulai timbunya rasa ingin memilikki
suatu wilayah dan menganggap dirinya lebih besar dari negara lain.
Persengketaan terjadi karena : kesalahpahamn suatu hal, salah satu pihak
melanggar hak/kepentingan negara lain, dua negara berselesih pendirian
tentang suatu hal, pelanggaran hukum/perjanjian internasional.
A. Peran Perjanjian Internasional dalam Penanganan Kasus Sengketa
Batas Wilayah
Perbatasan wilayah harus dikelola secara baik dan berkelanjutan karena
selain
berkaitan
dengan
penyelesaian
berbagai
sengketa
international
(international disputes) juga karena daerah perbatasan memiliki fungsi yang
sangat strategis seperti fungsi militer, ekonomi perdagangan, kedaulatan
negara dan fungsi-fungsi identitas nasional menuju kepentingan domestik di
bidang ipoleksosbudhankam. Oleh karena itu menurut para ahli hukum
2
3
Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Bandung: Alumni, 2003, hlm. 84
T. May Rudy, Hukum Internasional 2, Bandung: Refika Aditama, 2009, hlm. 3.
4
international dan pengamat perbatasan (Ganewati Wuryandari) "Keamanan di
Perbatasan RI - RDTL" dalam melaksanakan fungsi-fungsi perbatasan perlu
diperhatikan aspek-aspek kultur masyarakat, pengaruh politik masyarakat dua
negara, kebijakan pemerintah negara dan kekuatan pasar dalam perdagangan.
Pengelolaan
ditentukan
perbatasan
negara
secara
wilayah
internal
oleh
badan-badan
dimaksudkan
khusus
agar
yang
administrasi
pemerintahan dapat dilakukan dengan baik dan penerapan hukum nasional
secara berkeadilan. Secara eksternal penetapan dan pengelolaan perbatasan
antar
negara
dimaksudkan
agar
dapat
menjamin
penerapan
hukum
international secara holistik untuk mewujudkan keseimbangan hak dan
kewajiban suatu negara dalam konteks hubungan international yang harmonis,
damai dan seimbang. Maka dari itu diperlukannya perjanjian internasional
dalam mewujudkan keseimbangan hak dan kewajiban suatu negara baik itu
mengenai batas wilayah..
Saat ini pada masyarakat internasional, perjanjian internasional memainkan
peranan yang sangat penting dalam mengatur kehidupan dan pergaulan antar
negara. Perjanjian Internasional pada hakekatnya merupakan sumber hukum
internasional yang utama untuk mengatur kegiatan negara-negara atau subjek
hukum internasional lainnya. Sampai tahun 1969, pembuatan perjanjianperjanjian Internasional hanya diatur oleh hukum kebiasaan (legal costumer).
Perjanjian
internasional
menjadi
hukum
terpenting
bagi
hukum
internasional positif karena lebih menjamin kepastian hukum. Di dalam
perjanjian internasional, diatur juga hal-hal yang menyangkut hak dan
kewajiban antara subjek-subjek hukum internasional. Menurut Pasal 38 Ayat (1)
Statuta Mahkamah Internasional, perjanjian internasional merupakan sumber
utama dari sumber-sumber hukum Internasional lainnya
Secara
umum
perjanjian
internasional
mempunyai
peranan
dalam
masyarakat internasional. Peranan tersebut, yaitu :
1) merupakan perjanjian antarbangsa/antarnegara atau antarsubjek hukum
lainnya yang bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum tertentu,
2)
merupakan
tatanan
norma
pokok
dalam
mengatur
hubungan
antarbangsa/antarnegara dalam masyarakat internasional,
3) menjamin kepastian hukum dalam rangka mengatur persoalan bersama
yang timbul dalam masyarakat internasional,
4) mengatur kerja sama antarbangsa/antarnegara di bidang ekonomi,
perdagangan, pendidikan, tapal batas wilayah dua negara, kesehatan, ilmu
pengetahuan, teknologi, dan sebagainya,
5) dapat berbentuk perjanjian bilateral maupun multilateral, tergantung
pada permasalahannya atau jenis perjanjian.
Peran perjanjian bilateral-multilateral terhadap batas wilayah negara
Indonesia secara umum yang terlihat jelas dan terasa bagi bangsa Indonesia
adalah akan lebih memperkuat atau memperkokoh konsepsi atau prinsip
bahwa wilayah yang diperebutkan apakah wilayah tersebut masuk wilayah
Indonesia atau negara tetangga, sehingga diakuinya wilayah tersebut oleh
bangsa-bangsa lain di dunia dan dapat mencegah terjadinya konflik dengan
Negara lain yang dapat memecah kesatuan Negara Republik Indonesia, terlebih
lagi dalam hal kesatuan wilayah kekuasaan Negara Republik Indonesia. Namun,
di samping itu kita juga perlu mengetahui dan mempelajari seberapa penting
atau bermanfaat atau seberapa berperankah perjanjian bilateral-multilateral
terhadap konsepsi Indonesia sebagai Negara Kepulauan.
5
Beberapa yang dapat Penulis kemukakan diantaranya adalah :
1).
Atas dasar pengakuan melalui peran perjanjian internasional maka
perjanjian bilateral-multilateral yang dijalin Indonesia dengan Negara lain
membuat luas wilayah Indonesia berkembang menjadi 8.400.000 km.
2).
Dengan dilakukannya perjanjian bilateral-multilateral antara Indonesia
dengan Negara-negara yang berbatas langsung dengan Indonesia, Maka
masing-masing
Negara
dapat
menyepakati
dan
memperjelas
mengenai
perbatasan daerah/wilayah satu Negara dengan Negara lainnya.
3).
Semakin
banyak
perjanjian
yang
dilakukan
maka
akan
semakin
memperkokoh kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia, satu pulau
dengan pulau lainnya semakin menjadi satu kesatuan yang kuat dan kompak
tanpa adanya campur tangan dari Negara lainnya serta tidak adanya
penggunaan wilayah laut yang suatu negara yang digunakan sewenangwenangnya oleh negara lain.
4). Akan semakin mengukuhkan lagi kedudukan hukum dari pada wawasan
nusantara Indonesia yang dilandasi konsepsi negara kepulauan.
5). Memantapkan pengakuan pihak ketiga terhadap wawasan nusantara dan
kekuasaan yurisdiksi Indonesia atas wilayah-wilayahnya.
6). Dengan diadakannya perjanjian bilateral-multilateral, suatu negara yang
berdaulat dapat mengatur tata tertib di wilayah kekuasaannya, seperti wilayah
perairan pedalaman, laut teritorian, zona tambahan, zona ekonomi eksklusif
dan hal terkait lainnya.
7). Indonesia sebagai Negara Kepulauan membuat perairan yang dahulunya
merupakan bagian dari laut lepas, kini menjadi perairan kepulauan atau berada
atas wilayah kedaulatan Indonesia. Sehingga jika dalam perkembangannya
dilakukan perjanjian bilateral-multilateral maka akan semakin mmemperjelas
status hukum atas kepemilikan wilayah laut yang tadinya laut lepas menjadi
perairan kepulauan berada atas kekuasaan penuh Indonesia.
8). Dengan dilakukannya perjanjian bilateral-multilateral untuk menciptakan
kepastian hukum oleh Indonesia yang dalam hal ini dilakukan oleh pejabat
terkait, Maka akan bermanfaat bagi generasi Indonesia berikutnya, yaitu dapat
terhindar dari terjadinya konflik dengan Negara tetangga yang berbatasan
langsung dengan Indonesia, karena sebelumnya sudah ada penetapan atas
dasar hukum internasional yang dilakukan oleh pemimpin-pemimpin negara
sebelumnya.4
B.
MENGAPA AMBALAT MENJADI REBUTAN ?
Ada yang mengartikan Ambalat adalah sebagai singkatan dari Ambang
Batas Laut. Tapi ternyata dalam wikipedia bahasa Indonesia tidak disebutkan
demikian. Itu berarti Ambalat adalah kata tunggal. Lagi pula ada banyak
perbatasan laut Indonesia dengan negeri tetangga selain dengan Malaysia
seperti Singapura, Thailand, Vietnam dan Filipina. Tapi perbatasan laut itu tidak
pernah disebut dengan kata Ambalat.
Di Malaysia, rakyat, pemerintah federal dan pihak kerajaan juga memakai
kata Ambalat. Malah sering dibumbui dengan kalimat daerah kontroversi yang
kaya minyak. Seolah-olah Malaysia ingin mengklaim bahwa negeri itu sudah
diterima masuk dalam ’kawasan sengketa’.5
4
Chairul Anwar, Hukum Internasional Horizon baru Hukum Laut Internasional Konvensi Hukum
Laut 1982, Jakarta: Djambatan, 1989, hlm. 6.
6
5
Merilin L. I. Thomas, Tinjauan Yuridis Penyelesaian Sengketa tentang
Penetapan Batas Wilayah Laut Negara, Jurnal Lex et Societatis, Volume I No. 2,
April-Juni 2013, hlm. 164.
7
Yang tidak kita ketahui; apakah kata Ambalat itu sudah didaftarkan
sebagai hak paten bahasa atau nama kawasan negeri Jiran? Sehingga suatu
saat kelak - kalau sengketa batas negara ini muncul di pengadilan internasional
- kita akan ’gelagapan’ lagi seperti pada sidang Pulau Sipadan dan Ligitan.
Ada yang mengartikan bahwa Ambalat adalah sebuah pulau yang
berpehuni, padahal pengartian dari Ambalat itu sendiri adalah perairan lautan
Selat Makassar atau laut Sulawesi sebelah Utara Pulau Sebatik Kabupaten
Nunukan. Ambalat, perairan yang terjepit antara Sulawesi dan Kalimantan itu
adalah titik paling didih dalam hubungan Indonesia dengan Malaysia beberapa
tahun terakhir. Malaysia sudah mengincarnya sejak 1979. Ketika negeri jiran itu
menerbitkan peta yang memasukkan Sipadan dan Ligitan sebagai basis untuk
mengukur zona ekonomi eksklusif mereka. Di dalam peta mereka, Ambalat
masuk Malaysia.
Terang saja pemerintah Indonesia menepis klaim Malaysia. Soalnya, dari
riwayata sejarahnya saja Ambalat masuk wilayah Kesultanan Bulungan
(Kalimantan Timur) yang kini menjadibagiandariIndonesia.Membuka lembaran
hukum laut internasional atau konvensi hukum laut PBB yang telah dituangkan
dalam UU No.17 tahun 1984, ternyata Ambalat juga diakui dunia Internasional
sebagai wilayah Indonesia. Anehnya, Malaysia tetap ngotot. Mereka mengirim
kapal perangnya untuk patrol di perairan tersebut. Bahkan ada nelayan yang
berasal dari Indonesia pada saat melaut ditangkap dan dipukul, juga di usir.
Sesungguhnya yang mereka incar bukan hanya keinginan memperluas
batas wilayah negara, di sini ada kekayaan alam yang berlimpah di sini.
Bahkan menurut Departemen Energi dan Sumber Daya Manusia di Ambalat
ada tambahan kandungan minyak dengan produksi 30.000 - 40.000 barel per
hari.
Masyarakat kawasan perbatasan sendiri seperti Nunukan, Tarakan dan
Bulungan, baru mengetahui ada Ambalat di dekat rumah mereka. Selama ini
yang mereka ketahui adalah Karang Unarang, sebuah kawasan prairan yang
sering dimasuki kapal militer Malaysia.
Para nelayan di utara Kalimantan Timur sudah hafal mana kawasan
lintasan untuk perahu motor mereka, yakni kawasan yang lebih dalam. Di sana
banyak terdapat ’gusung’ alias gundukan pasir yang ketika air surut akan
membuat kandas perahu atau kapal yang terjebak di situ.
Ketika ada kapal berbendera Malaysia dan kapal perang militer negeri
Jiran itu terlihat memasuki perairan Indonesia di Karang Unarang tersebut, para
nelayan
umumnya
memaklumi
karena
kemungkinan
kapal
tersebut
menghindari ’gusung’ dan terpaksa meliuk memasuki perairan Indonesia.
Nah, pada posisi itulah kemudian muncul ketegangan di Indonesia.
Seolah-olah terjadi pelanggaran yang disengaja oleh Tentara Diraja Malaysia.
Pemberitaan media massa sering pula meningkatkan tensi kemarahan,
sehingga melontarkan kata-kata ’perang’.
Dalam setiap perundingan, Malaysia tetap berkeras bahwa Blok Ambalat
merupakan bagian dari teritorinya. Bahkan mereka mengirimkan salinan nota
diplomatik yang intinya memprotes kehadiran kekuatan TNI di Blok Ambalat.
Mengapa Ambalat jadi rebutan?
Blok Ambalat dengan luas 15.235
kilometer persegi, ditengarai mengandung kandungan minyak dan gas yang
dapat dimanfaatkan hingga 30 tahun. Bagi masyarakat perbatasan, Ambalat
adalah asset berharga karena di sana diketahui memiliki deposit minyak dan
gas yang cukup besar. Kelak, jika tiba waktunya minyak dan gas tersebut bisa
dieksploitasi, rakyat di sana juga yang mendapatkan dampaknya.
Ambalat memang menjadi wilayah yang disengketakan oleh Malaysia
dan Indonesia. Bahkan, pada 2005 sempat terjadi ketegangan di wilayah itu
karena Angkatan Laut Indonesia dan Malaysia sama-sama dalam keadaan siap
tempur.
Ahli geologi memperkirakan minyak dan gas yang terkandung di Ambalat
ini mencapai Rp 4.200 triliun. Pemerintah melihat potensi ini. Dua perusahaan
perminyakan raksasa diizinkan beroperasi di perairan Ambalat yang terbagi
dalam tiga blok, yaitu East Ambalat, Ambalat, dan Bougainvillea, itu. Yaitu Eni
Sp. A dan Chevron Pacific Indonesia.
8
Ambisi teritorial Malaysia tidak hanya dilakukan terhadap Indonesia. Kita
tentu ingat Sipadan dan Ligitan yang lepas dari Indonesia hanya karena
Malaysia membangun kedua pulau tersebut sedangkan Indonesia yang
menjunjung
kejujuran
dengan
tidak
membangun
wilayah
yang
dipersengketakan dikalahkan oleh hakim-hakim Mahkamah Internasional.
Bukan hanya Sipadan dan Ligitan yang dibangun oleh Malaysia. Kepulauan
Spratley yang menjadi sengketa banyak negara (a.l. Malaysia, China, Vietnam,
Philipina) juga dibangun oleh Malaysia. Mungkin Malaysia ingin mengulang
kisah suksesnya dalam menganeksasi Sipadan dan Ligitan.
C.
UPAYA PEMERINTAH DALAM MEMPERTAHANKAN KEDAULATAN NKRI
Di mata Pemerintah Indonesia, Ambalat bukan wilayah sengketa, dan
juga tak ada tumpang tindih wilayah. Jika Malaysia masuk, itu artinya upaya
perampasan
wilayah
kedaulatan.
Akan
tetapi
masyarakat
perbatasan
membutuhkan jawaban dan kepastian. Jangan biarkan mereka hidup dalam
kebimbangan. Lantaran itu TNI bersama dengan Pemerintah Kabupaten
Nunukan dan masyarakat sudah bertekad untuk menjaga Ambalat dan Karang
Unarang sebagai wilayah teritorial Indonesia. Mereka menancapkan bendera
Merah Putih di perairan tersebut, sekaligus juga membiarkan nelayan
mendirikan bagang lebih banyak lagi.
Betapa istimewanya Ambalat, blok laut seluas 15.235 kilometer persegi
yang terletak di laut Sulawesi atau Selat Makassar itu, hingga menjadi titik
konflik antara dua negara bertetangga ini. 6 Wilayah Ambalat merupakan
wilayah yang memiliki potensi ekonomi cukup besar karena memiliki kekayaan
alam, berupa sumber daya minyak. Oleh karena itu, wajar jika muncul berbagai
kepentingan yang mendasari munculnya masalah persengketaan ini. Bukan
saja kepentingan ekonomi, melainkan juga adanya faktor kepentingan politik di
antara dua negara. Bagi Malaysia, secara internasional akan merasa "menang"
terhadap Indonesia, jika berhasil mengklaim blok Ambalat. Penyelesaian
sengketa wilayah Ambalat melalui konfrontasi bersenjata akan merugikan
kedua belah pihak, yang tidak saja secara politik sebagai akibat langsung
konfrontasi, tetapi juga di bidang ekonomi dan sosial. Secara politik, citra
kedua negara akan tercoreng, paling tidak, di antara negara-negara anggota
ASEAN. Kedua negara termasuk pelopor berdirinya ASEAN, di mana ASEAN
didirikan sebagai sarana resolusi konflik, maka cara-cara penyelesaian konflik
yang konfrontatif dapat menjatuhkan citra mereka di ASEAN.Dalam bidang
ekonomi, kedua negara akan mengalami kerugian. Kedua belah pihak akan
meningkatkan anggarannya untuk biaya berperang, sedangkan biaya itu bisa
dialihkan kepada
6
Prescott, V, The Completion Of Marine Boundary Delimitation between
Australia and Indonesia, Geopolitics, Volume 2 No. 2, 1997, hlm. 132-149.
9
Kompleksitas permasalah di laut akan semakin memanas akibat semakin
maraknya kegiatan di laut, seperti kegiatan pengiriman barang antar negara
yang 90%nya dilakukan dari laut, ditambah lagi dengan isu-isu perbatasan,
keamanan, kegiatan ekonomi dan sebagainya. Dapat dibayangkan bahwa
penentuan batas laut menjadi sangat penting bagi Indonesia, karena sebagian
besar wilayahnya berbatasan langsung dengan negara tetangga di wilayah
laut.
Batas
laut
teritorial
diukur
berdasarkan
garis
pangkal
yang
menghubungkan titik-titik dasar yang terletak di pantai terluar dari pulau-pulau
terluar wilayah NKRI. Berdasarkan hasil survei Base Point atau titik dasar untuk
menetapkan batas wilayah dengan negara tetangga, terdapat 183 titik dasar
yang terletak di 92 pulau terluar, sisanya ada di tanjung tanjung terluar dan di
wilayah pantai.7
Dalam menyikapi gerak langkah Malaysia dalam memperluas wilayahnya
Indonesia harus tegas. Kita tidak boleh lagi kehilangan sejengkal pun wilayah
kita, apa pun ongkosnya. Terjaganya luas wilayah Indonesia merupakan wujud
dari kedaulatan kita sehingga kita harus mempertahankan dengan cara apa
pun. Pemerintah Indonesia dan Malaysia sepakat untuk menyelesaikan
sengketa perbatasan melalui perundingan. Penyelesaian melalui perundingan
tetap dapat dilakukan. Akan tetapi, kita tidak boleh percaya kepada Malaysia.
Negara tetangga kita itu pandai mengkomunikasikan pesan damai ke dunia
internasional. Padahal, di tataran teknis mereka berbeda sama sekali. Patokpatok perbatasan di Kalimantan selalu digeser. Kayu di hutan kita pun
dicurinya. Sayangnya, para pemimpin kita seakan-akan tidak peduli dengan
hal-hal tersebut.8
Upaya untuk mempertahankan wilayah Indonesia merupakan tanggung
jawab kita semua. Selama ini kita mungkin memandang bahwa penanggung
jawab upaya mempertahankan kedaulatan wilayah RI adalah TNI. Hal tersebut
tidak tepat. Kita semua bertanggung jawab untuk membantu negara dalam
mempertahankan kedaulatan wilayah RI. Kerja sama dan sinergi antar instansi
pemerintah, pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, pemerintah dengan
swasta, dan pemerintah dengan masyarakat harus diperkuat.
D. Tinjauan Pustaka
7
Boer Mauna, Hukum Internasiolnal Pengertian Peran dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global,
Bandung: Alumni, 2003, hlm. 91.
8
Heryandi, Hukum Laut Internasional, Op.Cit., hlm. 95.
10
1. Teori Kedaulatan
a. Kedaulatan dalam Pembentukan suatu Negara
Manfaat pembentukan negara adalah capacity to enter into relation with
other states. Konvensi Montevideo ini merupakan suatu kemajuan bila
dibandingkan dengan konvensi klasik pembentukan negara yang hanya
mencakup tiga unsur konstitutif yaitu penduduk, wilayah dan pemerintahan.
Bagi konvensi tersebut tiga unsur ini dianggap belum cukup untuk menjadikan
suatu entitas sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. Oleh karena itu,
diperlukan unsur tambahan yang tidak kurang pentingnya yaitu kapasitas
untuk mengadakan hubungan dengan negara-negara lain. Namun sebagai
akibat perkembangan hubungan antar negara yang sangat cepat, ketentuan
Konvensi
Montevideo
yang
berisikan
unsur
kapasitas
tersebut
sudah
ketinggalan dan diganti dengan kedaulatan sebagai unsur konstitutif yang
keempat pembentukan negara mengingat artinya yang sangat penting dan
ruang lingkup yang lebih luas.Suatu negara dapat saja lahir dan hidup tetapi itu
belum berarti bahwa negara tersebut mempunyai kedaulatan, keadaulatan
ialah kekuasaan tertinggi yang dimiliki oleh suatu negara yang secara bebas
melakukan berbagai kegiatan sesuai kepentinganya asal saja kegiatan tersebut
tidak
bertentangan
dengan
hukum
internasional,
sesuai
konsephukum
internasional, kedaulatan memiliki tiga aspek utama yaitu: ekstern, intern dan
territorial.
1). Aspek ekstern kedaulatan adalah hak bagi setiap negara untuk secara
bebas menentukan hubunganya dengan berbagai negara atau kelompokkelompok lain tanpa kekangan, tekanan atau pengawasan dari negara lain.
2). Aspek intern kedaulatan adalah hak atau kewenangan esklusif suatu
negara untuk menentukan bentuk lembaga-lembaganya, cara kerja lembagalembaga tersebut dan hak untuk membuat undang-undang yang diinginkan
serta tindakan-tindakan untuk mematuhi.
3). Aspek territorial kedaulatan berarti kekuasaan dan esklusif yang dimiliki
oleh negara atas individu-individu dan benda-benda yang terdapat di wilayah
tersebut.
Selanjutnya, kedaulatan juga mempunyai arti yang sama dengan
kemerdekaan. Bila suatu negara dikatakan berdaulat, berarti negara tersebut
merdeka, begitu juga sebaliknya. Bagi suatu negara yang baru lahir, kemudian
mengadakan kegiatan hubungan luar negeri, disebut negara merdeka ataupun
negara berdaulat saja. Kata merdeka sering diartikan bahwa suatu negara
tidak lagi berada dibawah kekuasaan asing dan bebas untuk menentukan
kebijaksanaan dalam dan luar negerinya. Kedaulatan lebih mengutamakan
kekuasaan esklusif yang dimiliki negara tersebut dalam melaksanakan
kebijaksanaanya. Namun, sebagai atribut negara, kedua kata tersebut
mempunyai arti yang hampir sama, yang dapat saling menguatkan antara
yang satu dengan yang lain.
11
Selanjutnya, negara-negara mendasarkan pergaulannya satu sama lain
atas prinsip sovereign equality sebagai dasar kerja sama antar bangsa.
Negara-negara juga dilarang menggunakan kekerasan dan ancaman kekerasan
dalam hubunganya satu sama lain dan menyelesaikan sengketa secara damai.
Ketentuan-ketentuan
hukum
positif
sudah
banyak
untuk
menciptakan
hubungan yang harmonis antar negara yang dapat mengurangi ketegangan
dan memperkokoh keamanan dan perdamaian dunia.
2. Teori Hukum Laut Internasional
a. Konvensi Hukum Laut Internasional Tahun 1982
Melalui United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) pada tahun
1982, yang hingga kini telah diratifikasi oleh 140 negara. Negara-negara
kepulauan (Archipelagic States) memperoleh hak mengelola Zona Ekonomi
Eksklusif (ZEE) seluas 200 mil laut di luar wilayahnya. Sebagai negara
kepulauan, Indonesia mempunyai hak mengelola (yurisdiksi) terhadap Zona
Ekonomi Eksklusif. Hal ini kemudian telah dituangkan kedalam Undang-undang
Nomor 17 tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the
Law of the Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut).
Penetapan Zona Ekonomi Eksklusif.
Konvensi
PBB
tentang
Hukum
Laut
Internasional
1982
(UNCLOS1982)
melahirkan delapan zonasi pegaturan (regime) hukum laut yaitu :
I.
Perairan Pedalaman (Internal Waters).
II. Perairan Kepulauan (Archiplegic Waters), termasuk di dalamnya
selat yang digunakan untuk pelayaran internasional.
III. Laut Teritorial (Teritorial Waters).
IV. Zona Tambahan ( Contingous Waters).
V.
Zona Ekonomi Eksklusif (Exclusif Economic Zone).
VI. Landas Kontinen (Continental Shelf).
VII. Laut Lepas (High Seas).
3. Teori Hukum Perjanjian Internasional
Dalam kehidupan masyarakat internasional dewasa ini, perjanjian internasional
memainkan peranan yang sangat penting dalam mengatur kehidupan dan
pergaulan
antar
menggariskan
negara.
dasar
Melalui
kerjasama
perjanjian
mereka,
internasional
mengatur
tiap
berbagai
negara
kegiatan,
menyelesaikan berbagai masalah demi kelangsungan hidup masyarakat itu
sendiri.
12
Dalam dunia yang ditandai saling ketergantungan dewasa ini, tidak ada
satu negara yang tidak mempunyai perjanjian dengan negara lain dan tidak
ada
satu
negara
yang
tidak
diatur
oleh
perjanjian
dalam
kehidupan
internasionalnya. Pembuatan perjanjian-perjanjian mengikuti suatu prosedur
yang kompleks dan kadang-kadang memakan waktu yang cukup lama.
Dikatakan kompleks karena terutama harus ditentukan siapa yang mempunyai
wewenang disuatu negara dibidang pembuatan perjanjiaan
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Sengketa blok Ambalat antara Indonesia-Malaysia tercatat telah sering terjadi.
Terhitung sejak Januari hingga April 2009 saja, TNI AL mencatat kapal Malaysia
telah sembilan kali masuk ke wilayah Indonesia. Blok Ambalat dengan luas
15.235 kilometer persegi, ditengarai mengandung kandungan minyak dan gas
yang dapat dimanfaatkan hingga 30 tahun. Bagi masyarakat perbatasan,
Ambalat adalah asset berharga karena di sana diketahui memiliki deposit
minyak dan gas yang cukup besar. Kelak, jika tiba waktunya minyak dan gas
tersebut bisa dieksploitasi, rakyat di sana juga yang mendapatkan dampaknya.
Jika dilihat dari sudut pandang hukum dapat diuraikan sperti ini:
Dasar hukum Malaysia dalam mengklaim kepemilikan Blok Ambalat yaitu
peta yang dibuat Tahun 1979 oleh Malaysia dan meletakkan batas terluar
maritim secara eksesif di daerah Laut Sulawesi karena Malaysia menggunakan
pulau
Sipadan-Ligitan
untuk
menarik
garis
pangkal
terluar
negaranya
sedangkan Malaysia bukan merupakan negara kepulauan. Selanjutnya Malaysia
menggunakan pasal 121 UNCLOS’82 yang menyatakan bahwa “ tiap pulau
berhak
mempunyai
laut teritorial,
zona
ekonomi
eksklusif
dan
landas
kontinennya”. Dengan Peta baru Malaysia ini Malaysia mengumumkan lebar
laut teritorialnya 12 mil laut yang diukur dengan garis dasar dengan menarik
garis pangkal lurus menurut hukum laut 1958.
Klaim yang diajukan malaysia terhadap blok ambalat sudah sesuai
dengan ketentuan Hukum Laut Internasional, dan menggunakan mementum
kepemilikan atas pulau Sipadan dan Ligitan yang sebelumnya memang
disengketakan. Hal ini berbeda dengan blok Ambalat yang sebelumnya tidak
ada sengketa dengan Malaysia karena Malaysia belum memiliki landasan
hukum yang kuat. Bila menggunakan Peta Tahun 1979 maka klaim tersebut
lemah karena peta tersebut dibuat secara sepihak dan mendapat penolakan
dari Indonesia.
13
Penyelesaian klaim Malaysia dalam sengketa Blok Ambalat antara
Indonesia dan Malaysia menurut Hukum Laut Internasional yaitu dengan
memberikan kebebasan bagi kedua negara untuk memilih prosedur yang
diinginkan sepanjang itu disepakati bersama. Dalam piagam PPB Pasal 33 (1).
menyebutkan jika terjadi persengketaan hendaknya diselesaikan dengan cara
negotiation, enquiry, mediation, conciliation, arbitration, judicial settlement
resort to regional agencies or arranggements or other peaceful means on their
own choice. Malaysia dan Indonesia sepakat untuk metode negotiation atau
perundingan
diplomatis
sebagai
langkah
awal
untuk
menyelesaikan
persengketaan mereka. Hal ini terlihat dari pertemuan-pertemuan yang sudah
dilakukan oleh perwakilan kedua negara. Penyelesaian kasus batas maritim
dapat dilakukan dengan negosiasi atau dengan bantuan pihak ketiga. Sejauh
ini Indonesia dan Malaysia memilih negosiasi sebagai jalan penyelesaian
sengketa.
Saran
Sebagai negara kepulauan yang berwawasan nusantara, maka Indonesia harus
menjaga keutuhan wilayahnya. Pulau-pulau terluar biasanya adalah daerah
terpencil,
miskin
bahkan
tidak
berpenduduk
dan
jauh
dari
perhatian
Pemerintah.
Keberadaan pulau-pulau ini secara geografis sangatlah strategis, karena
berdasarkan pulau inilah batas negara kita ditentukan. Pulau-pulau ini
seharusnya mendapatkan perhatian dan pengawasan serius agar tidak
menimbulkan
permasalahan
yang
dapat
menggangu
keutuhan
wilayah
Indonesia, khususnya pulau yang terletak di wilayah perbatasan dengan
negara negara yang tidak/ belum memiliki perjanjian (agreement) dengan
Indonesia. Dari 92 pulau terluar yang dimiliki Indonesia terdapat 12 pulau yang
harus mendapat perhatian khusus, Pulau-pulau tersebut adalah Pulau Rondo,
Berhala, Nipa, Sekatung, Marore, Miangas, Fani, Fanildo, Dana, Batek, Marampit
dan Pulau Bras.
14
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Ali, 2003, Hukum Pertanahan, Prestasi Pustaka, Jakarta.
Adolf Huala, 2012, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Sinar Grafika,
Jakarta.
Buzan, Barry, 1991, People, State, and Fear, Harvester Wheatsheaf, New York.
Boer Mauna, 2008, Hukum Internasional (Pengertian, Peranan dan Fungsi
dalam Era Dinamika Global), Alumni, Bandung.
Istanto, F. Sugeng, 1994, Hukum Internasional, Universitas
Yogyakarta.
Atma Jaya
Kantaatmadja, Komar, dkk., 1991, Konvensi Perserikatan Bangsa- Bangsa
tentang Hukum Laut, Gadjah Mada Press, Yogyakarta.
Kelsen, Hans, 2006, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, Cetakan Pertama,
Nuansa dan Nusamedia, Bandung,.
V. Prescott, 1997, The completion of marine boundary delimitation between
Australia and Indonesia, Geopolitics, Volume 2 No. 2.
Ardiansyah, Agis. Pembakuan Nama Pulau di Indonesia sebagai Upaya untuk
menjaga Kedaulatan Republik Indonesia. Fakultas Hukum Unnes, Semarang.
Volume 6, No.1 2011.
Merilin L. I. Thomas, Tinjauan Yuridis Penyelesaian Sengketa tentang Penetapan
Batas Wilayah Laut Negara (Studi Kasus Sengketa Wilayah Ambalat Antara
Indonesia dengan Malaysia), Lex et Societatis Journal, Vol.I/No.2/Apr-Jun/2013,
Sulawesi Utara: Fakultas Hukum universitas Sam Ratulangi, 2013.
Booth, Ken, Security in Anarchy: Utopian Realism in Theory and Practice,
International Affairs (Royal Institute of International Affairs 1944), Volume 67
No. 3, July 1991.
Gallo Giorgio dan Marzono, Arturo, The Dynamic of Assymetric Conflict: The
Israeli-Palestinian Case, Volume 29
15
KAWASAN ASIA TENGGARA DALAM PENANGANAN KASUS SENGKETA
BATAS WILAYAH
Disusun oleh:
ALDO DICKY SETYAWAN 8111416330
SALIMI MUHAMMAD B 8111416135
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2017
i
Kata Pengantar
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan
kesehatan
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan
paper
mata
kuliah
“Hubungan Internasional”. Kemudian shalawat beserta salam kita sampaikan
kepada Nabi besar kita Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman
hidup yakni al-qur’an dan sunnah untuk keselamatan umat di dunia.
Syukur
kehadiran
Allah
SWT
yang
telah
memberikan
anugrah,
kesempatan dan pemikiran kepada kami untuk dapat menyelesaikan makalah
ini.
Makalah
ini
merupakan
pengetahuan
tentang
“Peran
Perjanjian
Internasional antara Indonesia dan Negara Kawasan Asia Tenggara dalam
Penanganan Kasus Sengketa Batas Wilayah” yang kesemuanya dirangkum
dalam makalah ini , agar pemahaman terhadap permasalahan lebih mudah di
pahami dan lebih singkat dan akurat.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai peran perjanjian
internasional. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini
terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah
kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi
kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf
apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami
memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
ii
Daftar Isi
Halaman
Sampul.............................................................................................................................
i
Kata
Pengantar ........................................................................................................................
....... ii
Daftar
Isi ................................................................................................................................... ..
...... iii
Daftar
Kasus ...............................................................................................................................
..... iv
Bab I
Pendahuluan ................................................................................................................... .
....1
A. Latar
Belakang .................................................................................................................... ......
.1
B. Rumusan
Masalah ............................................................................................................. ..... 3
C. Metode
Penulisan .............................................................................................................. .......3
Bab II
Pembahasan .......................................................................................................... ..........
...4
A. Peran Perjanjian Internasional dalam Penanganan Kasus
Sengketa
Wilayah.............................................................................................4
B. Mengapa Ambalat menjadi
Rebutan ?................................................................................7
C. Upaya Pemerintah dalam Mempertahankan Kedaulatan NKRI ........ 9
Batas
Bab III
Penutup .............................................................................................................. ............
14
A.
Kesimpulan ............................................................................................................... .......
........14
Daftar pustaka
iii
Daftar Kasus
1. Kasus sengketa blok Ambalat antara Indonesia dengan Malaysia
2. Kasus sengketa Laut Cina Selatan Mindanao antara Indonesia dengan
Filipina
3. Kasu penentuan Zona Ekonomi Eksklusif antara Indonesia dengan
Thailand
4. Kasus penentuan batas darat berupa deliniasi dan demarkasi anatara
Indonesia dengan Timor Leste
5. Kasus sengketa Laut Cina Selatan antara Indonesia dengan Vietnam
6. Kasus penentuan Zona Ekonomi Eksklusif antara Indonesia dengan
Vietnam
7. Kasus penentuan batas wilayah laut antara Indonesia dengan
Singapura
8. Kasus penentuan batas maritim antara Indonesia dengan Filipina
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah salah satu unsur
negara yang merupakan satu kesatuan wilayah daratan, perairan pedalaman,
perairan kepulauan, dan laut teritorial beserta dasar laut dan tanah di
bawahnya, serta ruang udara di atasnya, termasuk seluruh sumber kekayaan
yang terkandung di dalamnya.
Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki kedaulatan penuh atas
wilayah negaranya beserta seluruh kekayaan alam yang ada di dalamnya
untuk dapat dieksplorasi dan dimanfaatkan secara maksimal untuk memenuhi
kebutuhan dan memakmurkan kehidupan seluruh rakyatnya. Pengaturan
mengenai wilayah daratan, perairan, batas laut teritorial dan kekayaan sumber
daya alam ditujukan untuk memberi kepastian dan kejelasan hukum bagi
warga negara untuk mengetahui wilayah negaranya. Disinilah peran perjanjian
internasional sebagai tempat untuk memberi kepastian dan kejelasan hukum
mengenai batas wilayah antar negara.
Perjanjian internasional dalam hukum intemasional di era negara modem
menempati kedudukan yang sangat penting sebagai salah satu sumber hukum.
Sumber hukum yang berlaku pada masa lalu seperti hukum kodrat dan
pendapat para penulis telah tergeser oleh perjanjian internasional. Mengingat
pentingnya perjanjian internasional sebagai sumber hukum internasional pada
abad ini maka berikut ini akan diuraikan perjanjian internasional dilihat drai
pengetian,
penggolongan,
cara
pembuatan,
dan
isi
serta
ratifikasi
di
Indonesia.1
Perjanjian internasional adalah suatu persetujuan (agreement) antara dua
negara atau lebih yang dinyatakan secara formal tentang ketentuan dan
syarat-syarat yang menetapkan hak dan kewaj ibar_ timbal balik masingmasing pihak yang turut serta dalam perjanjian itu. Perjanjian internasional
biasanva dilakukan dengan suatu dokumen tertulis.yang dilakukan antar
subyek hukum internasional. Suatu perjanjian internasional sangat berarti
dalam hukum internasional khususnya dalam hubungan antar negara baik
dalam situasi damai maupun perang..
Sejak awal abad ke-20, perjanjian internasional sebagai sumber hukum
internasional
menjadi
semakin.pentingkedudukannya
dalam
hukum
internasional. Pada saat ini sebagian besar hukum internasional lahir melalui
perjanjian yang dibuat antar negara. Perkembangan ini adalah suatu hal yang
wajar karena hubungan persahabatan ataupun kerja sama akan lebih
1
Adolf Huala, 2012, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Sinar Grafika, Jakarta. Hlm
12-16.
1
mempunyai kekuatan dan kepastian hukum apabila dijalani melalui suatu
perjanjian atau persetujuan. Pentingnya perjanjian internasional dalam hukum
internasional dapat terungkap dalam Piagam Mahkamah Internasional yang
menempatkan perjanjian internasional pada urutan pertama pasal 38 ayat (1)
dalam menyelesaikan konflik. Piagam ini menegaskan bahwa bagi Mahkamah
yang tugasnya memberi keputusan sesuai denganhukum internasional maka
setiap perselisihan yang diajukan padanya akan berlaku.Perjanjian-perjanjian
internasional, baik yang bersifat umum maupun khusus, yang mengandung
ketentuan-ketentuan hukum yang diakui secara tegas oleh negara-negara yang
bersengketa.
Namun demikian, perjanjian intemasional sebagai salah satu somber
hukum internasional barn dapat berfungsi apabila dihormati dan ditaati oleh
pihak-pihak yang mengadakan perjanjian tersebut. Tanpa adanya kemauan
atau itikad baik dari pihak-pihak yang bersangkutan maka perjanjian yang
dibuat tidaklah berarti. Disinilah pentingnya asas hukum internasional yang
dinamakan pacta sunt servanda, yang berarti bahwa setiap perjanjian atau
persetujuan antar negara harus dihormati. Menurut Anzilotti, seorang sarjana
hukum Italia yang pernah menjabat sebagai hakim Mahkamah Intemasional
Permanen, kekuatan hukum intemasional terletak pada asas yang fundamentil
ini.
Sampai
tiga
dekade
sejak
penandatanganan
UNCLOS
1982
perkembangan perjanjian perbatasan antara Indonesia dan negara-negara
tetangga
belum semua
terselesaikan. Sampai tahun 2016 perjanjian
perbatasan landas kontinen masih belum dicapai kesepakatan dengan empat
negara yaitu: Malaysia, Filipina, Palau, dan Timor Leste. Untuk perbatasan di
ZEE masih belum disepakati dengan enam negara yaitu: Malaysia, Thailand,
Vietnam, India, Palau, dan Timor Leste. Indonesia yang merupakan negara
kepulauan memiliki batas wilayah laut berdasarkan pada UNCLOS (United
Nations Convension on the Law of the Sea) 82/ HUKLA (Hukum laut) 82 yang
selanjutnya diratifikasi oleh pemerintah menjadi Undang-Undang No. 17 Tahun
1985. Indonesia memiliki sekitar 17.506 pulau dengan luas 2/3 wilayahnya
merupakan lautan.
Dari
pulau-pulau
tersebut
terdapat
beberapa
pulau
terluar
yang
berbatasan langsung dengan negara tetangga. Berdasarkan survei Base Point
yang dilakukan DISHIDROS TNI AL, dalam menetapkan batas wilayah dengan
negara tetangga, saat ini terdapat 183 titik dasaryang berada di 92 pulau
terluar, sedangkan lainnya ada di tanjung tanjung terluar dan di wilayah pantai.
2
UNCLOS 1982 menetapkan bahwa delimitasi ZEE dan landas kontinen
antara negara yang pantainya berhadapan atau berdampingan harus diadakan
dengan persetujuan atas dasar hukum internasional, sebagaimana ditetapkan
dalam Pasal 38 Statuta Mahkamah Internasional, untuk mencapai suatu
pemecahan yang adil (equitable solution). Dalam aturan ini prinsip Equitable
berkedudukan sebagai hasil dari delimitasi (result) dan tidak ada cara yang
dijelaskan secara definitif untuk mencapai delimitasi equitable solution.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Peran Perjanjian Internasional dalam Penanganan Kasus Sengketa Batas
Wilayah ?
2. Mengapa Ambalat Menjadi Rebutan?
3. Bagaimana Upaya Pemerintah dalam Mempertahankan Kedaulatan NKRI
C. Metode Penulisan
3.1 Sumber dan Jenis Data
Data-data yang dipergunakan dalam penyusunan karya tulis ini berasal
dari berbagai literatur kepustakaan yang berkaitan dengan permasalahan yang
dibahas. Beberapa jenis referensi utama yang digunakan adalah buku pelajaran
hukum internasional,jurnal imiah edisi cetak maupun edisi online, dan artikel
ilmiah yang bersumber dari internet. Jenis data yang diperoleh variatif, bersifat
kualitatif maupun kuantitatif.
3.2 Pengumpulan Data
Metode
penulisan
bersifat
studi
pustaka
dan
diskusi.
Informasi
didapatkan dari
berbagai literatur dan disusun berdasarkan hasil studi dari informasi yang
diperoleh. Penulisan diupayakan saling terkait antar satu sama lain dan
sesuaidengan topik yang dibahas.
3.3 Analisis Data
Data yang terkumpul diseleksi dan diurutkan sesuai dengan topik
kajian.Kemudian dilakukan penyusunan karya tulis berdasarkan data yang
telahdipersiapkan secara logis dan sistematis. Teknik analisis data bersifat
deskriptif argumentatif.
3.4 Penarikan Kesimpulan
Simpulan
masalah,tujuan
didapatkan
penulisan,
setelah
serta
merujuk
kembali
pembahasan.
pada
Simpulan
rumusan
yang
ditarik
mempresentasikanpokok bahasan karya tulis, serta didukung dengan saran
praktis sebagairekomendasi selanjutnya.
3
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam
Hukum
Internasional
publik
dikenal
dua
maca,
sengketa
internasional, taitu sengketa hukum (legal or Judical Disputes ) dan sengketa
politik
( Political or nonjusticable Disptues ). 2sengketa internasional secara
teortis pada pokoknya selal dapat diselesaikan oleh pengadilan internasional.
Sesulit apapun sengketa, sekalipun tidak ada pengaturanya. Pengadilan
internasioanl tampak bisa memutuskannya dengan bergantung pada prinsip
kepatutan dan kelayakan (exaequo et bono). Berdasarkan Pasal 33 Konvensi
Den Haag 1899 pada intinya penyelesaian sengketa secara damai dibagi dalam
dua kelompok. Penyelesaian secara diplomatik (Negosiasi, penyidikan , mediasi
Konsiliasi).
Dan
3
penyelesaian
secara
hukum
(Arbritase,
Pengadilan
).
Penyebabnya pun juga berbeda-beda. Dari mulai timbunya rasa ingin memilikki
suatu wilayah dan menganggap dirinya lebih besar dari negara lain.
Persengketaan terjadi karena : kesalahpahamn suatu hal, salah satu pihak
melanggar hak/kepentingan negara lain, dua negara berselesih pendirian
tentang suatu hal, pelanggaran hukum/perjanjian internasional.
A. Peran Perjanjian Internasional dalam Penanganan Kasus Sengketa
Batas Wilayah
Perbatasan wilayah harus dikelola secara baik dan berkelanjutan karena
selain
berkaitan
dengan
penyelesaian
berbagai
sengketa
international
(international disputes) juga karena daerah perbatasan memiliki fungsi yang
sangat strategis seperti fungsi militer, ekonomi perdagangan, kedaulatan
negara dan fungsi-fungsi identitas nasional menuju kepentingan domestik di
bidang ipoleksosbudhankam. Oleh karena itu menurut para ahli hukum
2
3
Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Bandung: Alumni, 2003, hlm. 84
T. May Rudy, Hukum Internasional 2, Bandung: Refika Aditama, 2009, hlm. 3.
4
international dan pengamat perbatasan (Ganewati Wuryandari) "Keamanan di
Perbatasan RI - RDTL" dalam melaksanakan fungsi-fungsi perbatasan perlu
diperhatikan aspek-aspek kultur masyarakat, pengaruh politik masyarakat dua
negara, kebijakan pemerintah negara dan kekuatan pasar dalam perdagangan.
Pengelolaan
ditentukan
perbatasan
negara
secara
wilayah
internal
oleh
badan-badan
dimaksudkan
khusus
agar
yang
administrasi
pemerintahan dapat dilakukan dengan baik dan penerapan hukum nasional
secara berkeadilan. Secara eksternal penetapan dan pengelolaan perbatasan
antar
negara
dimaksudkan
agar
dapat
menjamin
penerapan
hukum
international secara holistik untuk mewujudkan keseimbangan hak dan
kewajiban suatu negara dalam konteks hubungan international yang harmonis,
damai dan seimbang. Maka dari itu diperlukannya perjanjian internasional
dalam mewujudkan keseimbangan hak dan kewajiban suatu negara baik itu
mengenai batas wilayah..
Saat ini pada masyarakat internasional, perjanjian internasional memainkan
peranan yang sangat penting dalam mengatur kehidupan dan pergaulan antar
negara. Perjanjian Internasional pada hakekatnya merupakan sumber hukum
internasional yang utama untuk mengatur kegiatan negara-negara atau subjek
hukum internasional lainnya. Sampai tahun 1969, pembuatan perjanjianperjanjian Internasional hanya diatur oleh hukum kebiasaan (legal costumer).
Perjanjian
internasional
menjadi
hukum
terpenting
bagi
hukum
internasional positif karena lebih menjamin kepastian hukum. Di dalam
perjanjian internasional, diatur juga hal-hal yang menyangkut hak dan
kewajiban antara subjek-subjek hukum internasional. Menurut Pasal 38 Ayat (1)
Statuta Mahkamah Internasional, perjanjian internasional merupakan sumber
utama dari sumber-sumber hukum Internasional lainnya
Secara
umum
perjanjian
internasional
mempunyai
peranan
dalam
masyarakat internasional. Peranan tersebut, yaitu :
1) merupakan perjanjian antarbangsa/antarnegara atau antarsubjek hukum
lainnya yang bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum tertentu,
2)
merupakan
tatanan
norma
pokok
dalam
mengatur
hubungan
antarbangsa/antarnegara dalam masyarakat internasional,
3) menjamin kepastian hukum dalam rangka mengatur persoalan bersama
yang timbul dalam masyarakat internasional,
4) mengatur kerja sama antarbangsa/antarnegara di bidang ekonomi,
perdagangan, pendidikan, tapal batas wilayah dua negara, kesehatan, ilmu
pengetahuan, teknologi, dan sebagainya,
5) dapat berbentuk perjanjian bilateral maupun multilateral, tergantung
pada permasalahannya atau jenis perjanjian.
Peran perjanjian bilateral-multilateral terhadap batas wilayah negara
Indonesia secara umum yang terlihat jelas dan terasa bagi bangsa Indonesia
adalah akan lebih memperkuat atau memperkokoh konsepsi atau prinsip
bahwa wilayah yang diperebutkan apakah wilayah tersebut masuk wilayah
Indonesia atau negara tetangga, sehingga diakuinya wilayah tersebut oleh
bangsa-bangsa lain di dunia dan dapat mencegah terjadinya konflik dengan
Negara lain yang dapat memecah kesatuan Negara Republik Indonesia, terlebih
lagi dalam hal kesatuan wilayah kekuasaan Negara Republik Indonesia. Namun,
di samping itu kita juga perlu mengetahui dan mempelajari seberapa penting
atau bermanfaat atau seberapa berperankah perjanjian bilateral-multilateral
terhadap konsepsi Indonesia sebagai Negara Kepulauan.
5
Beberapa yang dapat Penulis kemukakan diantaranya adalah :
1).
Atas dasar pengakuan melalui peran perjanjian internasional maka
perjanjian bilateral-multilateral yang dijalin Indonesia dengan Negara lain
membuat luas wilayah Indonesia berkembang menjadi 8.400.000 km.
2).
Dengan dilakukannya perjanjian bilateral-multilateral antara Indonesia
dengan Negara-negara yang berbatas langsung dengan Indonesia, Maka
masing-masing
Negara
dapat
menyepakati
dan
memperjelas
mengenai
perbatasan daerah/wilayah satu Negara dengan Negara lainnya.
3).
Semakin
banyak
perjanjian
yang
dilakukan
maka
akan
semakin
memperkokoh kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia, satu pulau
dengan pulau lainnya semakin menjadi satu kesatuan yang kuat dan kompak
tanpa adanya campur tangan dari Negara lainnya serta tidak adanya
penggunaan wilayah laut yang suatu negara yang digunakan sewenangwenangnya oleh negara lain.
4). Akan semakin mengukuhkan lagi kedudukan hukum dari pada wawasan
nusantara Indonesia yang dilandasi konsepsi negara kepulauan.
5). Memantapkan pengakuan pihak ketiga terhadap wawasan nusantara dan
kekuasaan yurisdiksi Indonesia atas wilayah-wilayahnya.
6). Dengan diadakannya perjanjian bilateral-multilateral, suatu negara yang
berdaulat dapat mengatur tata tertib di wilayah kekuasaannya, seperti wilayah
perairan pedalaman, laut teritorian, zona tambahan, zona ekonomi eksklusif
dan hal terkait lainnya.
7). Indonesia sebagai Negara Kepulauan membuat perairan yang dahulunya
merupakan bagian dari laut lepas, kini menjadi perairan kepulauan atau berada
atas wilayah kedaulatan Indonesia. Sehingga jika dalam perkembangannya
dilakukan perjanjian bilateral-multilateral maka akan semakin mmemperjelas
status hukum atas kepemilikan wilayah laut yang tadinya laut lepas menjadi
perairan kepulauan berada atas kekuasaan penuh Indonesia.
8). Dengan dilakukannya perjanjian bilateral-multilateral untuk menciptakan
kepastian hukum oleh Indonesia yang dalam hal ini dilakukan oleh pejabat
terkait, Maka akan bermanfaat bagi generasi Indonesia berikutnya, yaitu dapat
terhindar dari terjadinya konflik dengan Negara tetangga yang berbatasan
langsung dengan Indonesia, karena sebelumnya sudah ada penetapan atas
dasar hukum internasional yang dilakukan oleh pemimpin-pemimpin negara
sebelumnya.4
B.
MENGAPA AMBALAT MENJADI REBUTAN ?
Ada yang mengartikan Ambalat adalah sebagai singkatan dari Ambang
Batas Laut. Tapi ternyata dalam wikipedia bahasa Indonesia tidak disebutkan
demikian. Itu berarti Ambalat adalah kata tunggal. Lagi pula ada banyak
perbatasan laut Indonesia dengan negeri tetangga selain dengan Malaysia
seperti Singapura, Thailand, Vietnam dan Filipina. Tapi perbatasan laut itu tidak
pernah disebut dengan kata Ambalat.
Di Malaysia, rakyat, pemerintah federal dan pihak kerajaan juga memakai
kata Ambalat. Malah sering dibumbui dengan kalimat daerah kontroversi yang
kaya minyak. Seolah-olah Malaysia ingin mengklaim bahwa negeri itu sudah
diterima masuk dalam ’kawasan sengketa’.5
4
Chairul Anwar, Hukum Internasional Horizon baru Hukum Laut Internasional Konvensi Hukum
Laut 1982, Jakarta: Djambatan, 1989, hlm. 6.
6
5
Merilin L. I. Thomas, Tinjauan Yuridis Penyelesaian Sengketa tentang
Penetapan Batas Wilayah Laut Negara, Jurnal Lex et Societatis, Volume I No. 2,
April-Juni 2013, hlm. 164.
7
Yang tidak kita ketahui; apakah kata Ambalat itu sudah didaftarkan
sebagai hak paten bahasa atau nama kawasan negeri Jiran? Sehingga suatu
saat kelak - kalau sengketa batas negara ini muncul di pengadilan internasional
- kita akan ’gelagapan’ lagi seperti pada sidang Pulau Sipadan dan Ligitan.
Ada yang mengartikan bahwa Ambalat adalah sebuah pulau yang
berpehuni, padahal pengartian dari Ambalat itu sendiri adalah perairan lautan
Selat Makassar atau laut Sulawesi sebelah Utara Pulau Sebatik Kabupaten
Nunukan. Ambalat, perairan yang terjepit antara Sulawesi dan Kalimantan itu
adalah titik paling didih dalam hubungan Indonesia dengan Malaysia beberapa
tahun terakhir. Malaysia sudah mengincarnya sejak 1979. Ketika negeri jiran itu
menerbitkan peta yang memasukkan Sipadan dan Ligitan sebagai basis untuk
mengukur zona ekonomi eksklusif mereka. Di dalam peta mereka, Ambalat
masuk Malaysia.
Terang saja pemerintah Indonesia menepis klaim Malaysia. Soalnya, dari
riwayata sejarahnya saja Ambalat masuk wilayah Kesultanan Bulungan
(Kalimantan Timur) yang kini menjadibagiandariIndonesia.Membuka lembaran
hukum laut internasional atau konvensi hukum laut PBB yang telah dituangkan
dalam UU No.17 tahun 1984, ternyata Ambalat juga diakui dunia Internasional
sebagai wilayah Indonesia. Anehnya, Malaysia tetap ngotot. Mereka mengirim
kapal perangnya untuk patrol di perairan tersebut. Bahkan ada nelayan yang
berasal dari Indonesia pada saat melaut ditangkap dan dipukul, juga di usir.
Sesungguhnya yang mereka incar bukan hanya keinginan memperluas
batas wilayah negara, di sini ada kekayaan alam yang berlimpah di sini.
Bahkan menurut Departemen Energi dan Sumber Daya Manusia di Ambalat
ada tambahan kandungan minyak dengan produksi 30.000 - 40.000 barel per
hari.
Masyarakat kawasan perbatasan sendiri seperti Nunukan, Tarakan dan
Bulungan, baru mengetahui ada Ambalat di dekat rumah mereka. Selama ini
yang mereka ketahui adalah Karang Unarang, sebuah kawasan prairan yang
sering dimasuki kapal militer Malaysia.
Para nelayan di utara Kalimantan Timur sudah hafal mana kawasan
lintasan untuk perahu motor mereka, yakni kawasan yang lebih dalam. Di sana
banyak terdapat ’gusung’ alias gundukan pasir yang ketika air surut akan
membuat kandas perahu atau kapal yang terjebak di situ.
Ketika ada kapal berbendera Malaysia dan kapal perang militer negeri
Jiran itu terlihat memasuki perairan Indonesia di Karang Unarang tersebut, para
nelayan
umumnya
memaklumi
karena
kemungkinan
kapal
tersebut
menghindari ’gusung’ dan terpaksa meliuk memasuki perairan Indonesia.
Nah, pada posisi itulah kemudian muncul ketegangan di Indonesia.
Seolah-olah terjadi pelanggaran yang disengaja oleh Tentara Diraja Malaysia.
Pemberitaan media massa sering pula meningkatkan tensi kemarahan,
sehingga melontarkan kata-kata ’perang’.
Dalam setiap perundingan, Malaysia tetap berkeras bahwa Blok Ambalat
merupakan bagian dari teritorinya. Bahkan mereka mengirimkan salinan nota
diplomatik yang intinya memprotes kehadiran kekuatan TNI di Blok Ambalat.
Mengapa Ambalat jadi rebutan?
Blok Ambalat dengan luas 15.235
kilometer persegi, ditengarai mengandung kandungan minyak dan gas yang
dapat dimanfaatkan hingga 30 tahun. Bagi masyarakat perbatasan, Ambalat
adalah asset berharga karena di sana diketahui memiliki deposit minyak dan
gas yang cukup besar. Kelak, jika tiba waktunya minyak dan gas tersebut bisa
dieksploitasi, rakyat di sana juga yang mendapatkan dampaknya.
Ambalat memang menjadi wilayah yang disengketakan oleh Malaysia
dan Indonesia. Bahkan, pada 2005 sempat terjadi ketegangan di wilayah itu
karena Angkatan Laut Indonesia dan Malaysia sama-sama dalam keadaan siap
tempur.
Ahli geologi memperkirakan minyak dan gas yang terkandung di Ambalat
ini mencapai Rp 4.200 triliun. Pemerintah melihat potensi ini. Dua perusahaan
perminyakan raksasa diizinkan beroperasi di perairan Ambalat yang terbagi
dalam tiga blok, yaitu East Ambalat, Ambalat, dan Bougainvillea, itu. Yaitu Eni
Sp. A dan Chevron Pacific Indonesia.
8
Ambisi teritorial Malaysia tidak hanya dilakukan terhadap Indonesia. Kita
tentu ingat Sipadan dan Ligitan yang lepas dari Indonesia hanya karena
Malaysia membangun kedua pulau tersebut sedangkan Indonesia yang
menjunjung
kejujuran
dengan
tidak
membangun
wilayah
yang
dipersengketakan dikalahkan oleh hakim-hakim Mahkamah Internasional.
Bukan hanya Sipadan dan Ligitan yang dibangun oleh Malaysia. Kepulauan
Spratley yang menjadi sengketa banyak negara (a.l. Malaysia, China, Vietnam,
Philipina) juga dibangun oleh Malaysia. Mungkin Malaysia ingin mengulang
kisah suksesnya dalam menganeksasi Sipadan dan Ligitan.
C.
UPAYA PEMERINTAH DALAM MEMPERTAHANKAN KEDAULATAN NKRI
Di mata Pemerintah Indonesia, Ambalat bukan wilayah sengketa, dan
juga tak ada tumpang tindih wilayah. Jika Malaysia masuk, itu artinya upaya
perampasan
wilayah
kedaulatan.
Akan
tetapi
masyarakat
perbatasan
membutuhkan jawaban dan kepastian. Jangan biarkan mereka hidup dalam
kebimbangan. Lantaran itu TNI bersama dengan Pemerintah Kabupaten
Nunukan dan masyarakat sudah bertekad untuk menjaga Ambalat dan Karang
Unarang sebagai wilayah teritorial Indonesia. Mereka menancapkan bendera
Merah Putih di perairan tersebut, sekaligus juga membiarkan nelayan
mendirikan bagang lebih banyak lagi.
Betapa istimewanya Ambalat, blok laut seluas 15.235 kilometer persegi
yang terletak di laut Sulawesi atau Selat Makassar itu, hingga menjadi titik
konflik antara dua negara bertetangga ini. 6 Wilayah Ambalat merupakan
wilayah yang memiliki potensi ekonomi cukup besar karena memiliki kekayaan
alam, berupa sumber daya minyak. Oleh karena itu, wajar jika muncul berbagai
kepentingan yang mendasari munculnya masalah persengketaan ini. Bukan
saja kepentingan ekonomi, melainkan juga adanya faktor kepentingan politik di
antara dua negara. Bagi Malaysia, secara internasional akan merasa "menang"
terhadap Indonesia, jika berhasil mengklaim blok Ambalat. Penyelesaian
sengketa wilayah Ambalat melalui konfrontasi bersenjata akan merugikan
kedua belah pihak, yang tidak saja secara politik sebagai akibat langsung
konfrontasi, tetapi juga di bidang ekonomi dan sosial. Secara politik, citra
kedua negara akan tercoreng, paling tidak, di antara negara-negara anggota
ASEAN. Kedua negara termasuk pelopor berdirinya ASEAN, di mana ASEAN
didirikan sebagai sarana resolusi konflik, maka cara-cara penyelesaian konflik
yang konfrontatif dapat menjatuhkan citra mereka di ASEAN.Dalam bidang
ekonomi, kedua negara akan mengalami kerugian. Kedua belah pihak akan
meningkatkan anggarannya untuk biaya berperang, sedangkan biaya itu bisa
dialihkan kepada
6
Prescott, V, The Completion Of Marine Boundary Delimitation between
Australia and Indonesia, Geopolitics, Volume 2 No. 2, 1997, hlm. 132-149.
9
Kompleksitas permasalah di laut akan semakin memanas akibat semakin
maraknya kegiatan di laut, seperti kegiatan pengiriman barang antar negara
yang 90%nya dilakukan dari laut, ditambah lagi dengan isu-isu perbatasan,
keamanan, kegiatan ekonomi dan sebagainya. Dapat dibayangkan bahwa
penentuan batas laut menjadi sangat penting bagi Indonesia, karena sebagian
besar wilayahnya berbatasan langsung dengan negara tetangga di wilayah
laut.
Batas
laut
teritorial
diukur
berdasarkan
garis
pangkal
yang
menghubungkan titik-titik dasar yang terletak di pantai terluar dari pulau-pulau
terluar wilayah NKRI. Berdasarkan hasil survei Base Point atau titik dasar untuk
menetapkan batas wilayah dengan negara tetangga, terdapat 183 titik dasar
yang terletak di 92 pulau terluar, sisanya ada di tanjung tanjung terluar dan di
wilayah pantai.7
Dalam menyikapi gerak langkah Malaysia dalam memperluas wilayahnya
Indonesia harus tegas. Kita tidak boleh lagi kehilangan sejengkal pun wilayah
kita, apa pun ongkosnya. Terjaganya luas wilayah Indonesia merupakan wujud
dari kedaulatan kita sehingga kita harus mempertahankan dengan cara apa
pun. Pemerintah Indonesia dan Malaysia sepakat untuk menyelesaikan
sengketa perbatasan melalui perundingan. Penyelesaian melalui perundingan
tetap dapat dilakukan. Akan tetapi, kita tidak boleh percaya kepada Malaysia.
Negara tetangga kita itu pandai mengkomunikasikan pesan damai ke dunia
internasional. Padahal, di tataran teknis mereka berbeda sama sekali. Patokpatok perbatasan di Kalimantan selalu digeser. Kayu di hutan kita pun
dicurinya. Sayangnya, para pemimpin kita seakan-akan tidak peduli dengan
hal-hal tersebut.8
Upaya untuk mempertahankan wilayah Indonesia merupakan tanggung
jawab kita semua. Selama ini kita mungkin memandang bahwa penanggung
jawab upaya mempertahankan kedaulatan wilayah RI adalah TNI. Hal tersebut
tidak tepat. Kita semua bertanggung jawab untuk membantu negara dalam
mempertahankan kedaulatan wilayah RI. Kerja sama dan sinergi antar instansi
pemerintah, pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, pemerintah dengan
swasta, dan pemerintah dengan masyarakat harus diperkuat.
D. Tinjauan Pustaka
7
Boer Mauna, Hukum Internasiolnal Pengertian Peran dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global,
Bandung: Alumni, 2003, hlm. 91.
8
Heryandi, Hukum Laut Internasional, Op.Cit., hlm. 95.
10
1. Teori Kedaulatan
a. Kedaulatan dalam Pembentukan suatu Negara
Manfaat pembentukan negara adalah capacity to enter into relation with
other states. Konvensi Montevideo ini merupakan suatu kemajuan bila
dibandingkan dengan konvensi klasik pembentukan negara yang hanya
mencakup tiga unsur konstitutif yaitu penduduk, wilayah dan pemerintahan.
Bagi konvensi tersebut tiga unsur ini dianggap belum cukup untuk menjadikan
suatu entitas sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. Oleh karena itu,
diperlukan unsur tambahan yang tidak kurang pentingnya yaitu kapasitas
untuk mengadakan hubungan dengan negara-negara lain. Namun sebagai
akibat perkembangan hubungan antar negara yang sangat cepat, ketentuan
Konvensi
Montevideo
yang
berisikan
unsur
kapasitas
tersebut
sudah
ketinggalan dan diganti dengan kedaulatan sebagai unsur konstitutif yang
keempat pembentukan negara mengingat artinya yang sangat penting dan
ruang lingkup yang lebih luas.Suatu negara dapat saja lahir dan hidup tetapi itu
belum berarti bahwa negara tersebut mempunyai kedaulatan, keadaulatan
ialah kekuasaan tertinggi yang dimiliki oleh suatu negara yang secara bebas
melakukan berbagai kegiatan sesuai kepentinganya asal saja kegiatan tersebut
tidak
bertentangan
dengan
hukum
internasional,
sesuai
konsephukum
internasional, kedaulatan memiliki tiga aspek utama yaitu: ekstern, intern dan
territorial.
1). Aspek ekstern kedaulatan adalah hak bagi setiap negara untuk secara
bebas menentukan hubunganya dengan berbagai negara atau kelompokkelompok lain tanpa kekangan, tekanan atau pengawasan dari negara lain.
2). Aspek intern kedaulatan adalah hak atau kewenangan esklusif suatu
negara untuk menentukan bentuk lembaga-lembaganya, cara kerja lembagalembaga tersebut dan hak untuk membuat undang-undang yang diinginkan
serta tindakan-tindakan untuk mematuhi.
3). Aspek territorial kedaulatan berarti kekuasaan dan esklusif yang dimiliki
oleh negara atas individu-individu dan benda-benda yang terdapat di wilayah
tersebut.
Selanjutnya, kedaulatan juga mempunyai arti yang sama dengan
kemerdekaan. Bila suatu negara dikatakan berdaulat, berarti negara tersebut
merdeka, begitu juga sebaliknya. Bagi suatu negara yang baru lahir, kemudian
mengadakan kegiatan hubungan luar negeri, disebut negara merdeka ataupun
negara berdaulat saja. Kata merdeka sering diartikan bahwa suatu negara
tidak lagi berada dibawah kekuasaan asing dan bebas untuk menentukan
kebijaksanaan dalam dan luar negerinya. Kedaulatan lebih mengutamakan
kekuasaan esklusif yang dimiliki negara tersebut dalam melaksanakan
kebijaksanaanya. Namun, sebagai atribut negara, kedua kata tersebut
mempunyai arti yang hampir sama, yang dapat saling menguatkan antara
yang satu dengan yang lain.
11
Selanjutnya, negara-negara mendasarkan pergaulannya satu sama lain
atas prinsip sovereign equality sebagai dasar kerja sama antar bangsa.
Negara-negara juga dilarang menggunakan kekerasan dan ancaman kekerasan
dalam hubunganya satu sama lain dan menyelesaikan sengketa secara damai.
Ketentuan-ketentuan
hukum
positif
sudah
banyak
untuk
menciptakan
hubungan yang harmonis antar negara yang dapat mengurangi ketegangan
dan memperkokoh keamanan dan perdamaian dunia.
2. Teori Hukum Laut Internasional
a. Konvensi Hukum Laut Internasional Tahun 1982
Melalui United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) pada tahun
1982, yang hingga kini telah diratifikasi oleh 140 negara. Negara-negara
kepulauan (Archipelagic States) memperoleh hak mengelola Zona Ekonomi
Eksklusif (ZEE) seluas 200 mil laut di luar wilayahnya. Sebagai negara
kepulauan, Indonesia mempunyai hak mengelola (yurisdiksi) terhadap Zona
Ekonomi Eksklusif. Hal ini kemudian telah dituangkan kedalam Undang-undang
Nomor 17 tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the
Law of the Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut).
Penetapan Zona Ekonomi Eksklusif.
Konvensi
PBB
tentang
Hukum
Laut
Internasional
1982
(UNCLOS1982)
melahirkan delapan zonasi pegaturan (regime) hukum laut yaitu :
I.
Perairan Pedalaman (Internal Waters).
II. Perairan Kepulauan (Archiplegic Waters), termasuk di dalamnya
selat yang digunakan untuk pelayaran internasional.
III. Laut Teritorial (Teritorial Waters).
IV. Zona Tambahan ( Contingous Waters).
V.
Zona Ekonomi Eksklusif (Exclusif Economic Zone).
VI. Landas Kontinen (Continental Shelf).
VII. Laut Lepas (High Seas).
3. Teori Hukum Perjanjian Internasional
Dalam kehidupan masyarakat internasional dewasa ini, perjanjian internasional
memainkan peranan yang sangat penting dalam mengatur kehidupan dan
pergaulan
antar
menggariskan
negara.
dasar
Melalui
kerjasama
perjanjian
mereka,
internasional
mengatur
tiap
berbagai
negara
kegiatan,
menyelesaikan berbagai masalah demi kelangsungan hidup masyarakat itu
sendiri.
12
Dalam dunia yang ditandai saling ketergantungan dewasa ini, tidak ada
satu negara yang tidak mempunyai perjanjian dengan negara lain dan tidak
ada
satu
negara
yang
tidak
diatur
oleh
perjanjian
dalam
kehidupan
internasionalnya. Pembuatan perjanjian-perjanjian mengikuti suatu prosedur
yang kompleks dan kadang-kadang memakan waktu yang cukup lama.
Dikatakan kompleks karena terutama harus ditentukan siapa yang mempunyai
wewenang disuatu negara dibidang pembuatan perjanjiaan
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Sengketa blok Ambalat antara Indonesia-Malaysia tercatat telah sering terjadi.
Terhitung sejak Januari hingga April 2009 saja, TNI AL mencatat kapal Malaysia
telah sembilan kali masuk ke wilayah Indonesia. Blok Ambalat dengan luas
15.235 kilometer persegi, ditengarai mengandung kandungan minyak dan gas
yang dapat dimanfaatkan hingga 30 tahun. Bagi masyarakat perbatasan,
Ambalat adalah asset berharga karena di sana diketahui memiliki deposit
minyak dan gas yang cukup besar. Kelak, jika tiba waktunya minyak dan gas
tersebut bisa dieksploitasi, rakyat di sana juga yang mendapatkan dampaknya.
Jika dilihat dari sudut pandang hukum dapat diuraikan sperti ini:
Dasar hukum Malaysia dalam mengklaim kepemilikan Blok Ambalat yaitu
peta yang dibuat Tahun 1979 oleh Malaysia dan meletakkan batas terluar
maritim secara eksesif di daerah Laut Sulawesi karena Malaysia menggunakan
pulau
Sipadan-Ligitan
untuk
menarik
garis
pangkal
terluar
negaranya
sedangkan Malaysia bukan merupakan negara kepulauan. Selanjutnya Malaysia
menggunakan pasal 121 UNCLOS’82 yang menyatakan bahwa “ tiap pulau
berhak
mempunyai
laut teritorial,
zona
ekonomi
eksklusif
dan
landas
kontinennya”. Dengan Peta baru Malaysia ini Malaysia mengumumkan lebar
laut teritorialnya 12 mil laut yang diukur dengan garis dasar dengan menarik
garis pangkal lurus menurut hukum laut 1958.
Klaim yang diajukan malaysia terhadap blok ambalat sudah sesuai
dengan ketentuan Hukum Laut Internasional, dan menggunakan mementum
kepemilikan atas pulau Sipadan dan Ligitan yang sebelumnya memang
disengketakan. Hal ini berbeda dengan blok Ambalat yang sebelumnya tidak
ada sengketa dengan Malaysia karena Malaysia belum memiliki landasan
hukum yang kuat. Bila menggunakan Peta Tahun 1979 maka klaim tersebut
lemah karena peta tersebut dibuat secara sepihak dan mendapat penolakan
dari Indonesia.
13
Penyelesaian klaim Malaysia dalam sengketa Blok Ambalat antara
Indonesia dan Malaysia menurut Hukum Laut Internasional yaitu dengan
memberikan kebebasan bagi kedua negara untuk memilih prosedur yang
diinginkan sepanjang itu disepakati bersama. Dalam piagam PPB Pasal 33 (1).
menyebutkan jika terjadi persengketaan hendaknya diselesaikan dengan cara
negotiation, enquiry, mediation, conciliation, arbitration, judicial settlement
resort to regional agencies or arranggements or other peaceful means on their
own choice. Malaysia dan Indonesia sepakat untuk metode negotiation atau
perundingan
diplomatis
sebagai
langkah
awal
untuk
menyelesaikan
persengketaan mereka. Hal ini terlihat dari pertemuan-pertemuan yang sudah
dilakukan oleh perwakilan kedua negara. Penyelesaian kasus batas maritim
dapat dilakukan dengan negosiasi atau dengan bantuan pihak ketiga. Sejauh
ini Indonesia dan Malaysia memilih negosiasi sebagai jalan penyelesaian
sengketa.
Saran
Sebagai negara kepulauan yang berwawasan nusantara, maka Indonesia harus
menjaga keutuhan wilayahnya. Pulau-pulau terluar biasanya adalah daerah
terpencil,
miskin
bahkan
tidak
berpenduduk
dan
jauh
dari
perhatian
Pemerintah.
Keberadaan pulau-pulau ini secara geografis sangatlah strategis, karena
berdasarkan pulau inilah batas negara kita ditentukan. Pulau-pulau ini
seharusnya mendapatkan perhatian dan pengawasan serius agar tidak
menimbulkan
permasalahan
yang
dapat
menggangu
keutuhan
wilayah
Indonesia, khususnya pulau yang terletak di wilayah perbatasan dengan
negara negara yang tidak/ belum memiliki perjanjian (agreement) dengan
Indonesia. Dari 92 pulau terluar yang dimiliki Indonesia terdapat 12 pulau yang
harus mendapat perhatian khusus, Pulau-pulau tersebut adalah Pulau Rondo,
Berhala, Nipa, Sekatung, Marore, Miangas, Fani, Fanildo, Dana, Batek, Marampit
dan Pulau Bras.
14
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Ali, 2003, Hukum Pertanahan, Prestasi Pustaka, Jakarta.
Adolf Huala, 2012, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Sinar Grafika,
Jakarta.
Buzan, Barry, 1991, People, State, and Fear, Harvester Wheatsheaf, New York.
Boer Mauna, 2008, Hukum Internasional (Pengertian, Peranan dan Fungsi
dalam Era Dinamika Global), Alumni, Bandung.
Istanto, F. Sugeng, 1994, Hukum Internasional, Universitas
Yogyakarta.
Atma Jaya
Kantaatmadja, Komar, dkk., 1991, Konvensi Perserikatan Bangsa- Bangsa
tentang Hukum Laut, Gadjah Mada Press, Yogyakarta.
Kelsen, Hans, 2006, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, Cetakan Pertama,
Nuansa dan Nusamedia, Bandung,.
V. Prescott, 1997, The completion of marine boundary delimitation between
Australia and Indonesia, Geopolitics, Volume 2 No. 2.
Ardiansyah, Agis. Pembakuan Nama Pulau di Indonesia sebagai Upaya untuk
menjaga Kedaulatan Republik Indonesia. Fakultas Hukum Unnes, Semarang.
Volume 6, No.1 2011.
Merilin L. I. Thomas, Tinjauan Yuridis Penyelesaian Sengketa tentang Penetapan
Batas Wilayah Laut Negara (Studi Kasus Sengketa Wilayah Ambalat Antara
Indonesia dengan Malaysia), Lex et Societatis Journal, Vol.I/No.2/Apr-Jun/2013,
Sulawesi Utara: Fakultas Hukum universitas Sam Ratulangi, 2013.
Booth, Ken, Security in Anarchy: Utopian Realism in Theory and Practice,
International Affairs (Royal Institute of International Affairs 1944), Volume 67
No. 3, July 1991.
Gallo Giorgio dan Marzono, Arturo, The Dynamic of Assymetric Conflict: The
Israeli-Palestinian Case, Volume 29
15