PENGENALAN DAN LANGKAH LANGKAH PEMBELAJA

PENGENALAN DAN LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN AL-QUR’AN
MENGGUNAKAN METODE TARTIL
1

Sayfrimen Syafril, M. Ed, Ph.D, 2Nova Elina Yaumas, S. IQ, M. Ed
Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung
Email: 1syafrimen@radenintan.ac.id, 2novaerlina@radenintan.ac.id

A.

Pengenalan Tentang Metode Tartil
Ini ditulis berdasarkan pengalaman penulis melakukan kegiatan pengabdian kepada

masyarakat dalam pembelajaran baca tulis al-Quran. Setelah memperhatikan proses
pembelajaran al-Qur’an yang digunakan oleh guru-guru, tim terlebih dahulu memperkenalkan
metode yang akan disampaikan kepada mereka. Sesuai dengan judul pengabdian yang dilakukan,
metode yang diperkenalkan adalah “Metode Tartil”. Tim melihat tahapan ini sangat penting
dilakukan sebagai jembatan antara tim dengan guru-guru al-Qur’an supaya mereka tidak merasa
digurui dalam kegiatan pelatihan ini. Dengan perkataan lain tim menghantarkan supaya kegiatan
pelatihan tersebut lebih kepada perkongsian (sharing) dalam penggunaan metode pembelajaran
al-Qur’an. Yang pada akhirnya guru-guru tersebut dapat menilai dan memilih sendiri apakah

metode yang diberikan oleh tim tersebut dapat mereka gunakan dalam proses pembelajaran alQur’an saat ini, dan pada masa yang akan datang ataupun sebaliknya.
Tim pengabdi tidak memberikan judgment yang prejudis (bias) bahwa metode Tartil yang
diberikan kepada guru-guru merupakan metode terbaik untuk menggantikan posisi metode yang
telah digunakan oleh guru selama ini. Tim hanya memaparkan secara objektif berdasarkan hasilhasil penelitian yang dialakukan oleh para sarjana terkait dengan penggunaan metode dalam
pembelajaran al-Qur’an, sehingga guru-guru dapat menilai sendiri manakah metode yang terbaik
dan sesuai untuk mereka gunakan dalam pembelajaran mereka.
Tim menyampaikan secara objektif tentang penggunaan metode pembejaran al-Qur’an
yang berkembang di Indonesia, tingkat ketercapaian penggunaan metode untuk membantu
murid-murid supaya dapat membaca al-Qur’an dengan baik, serta rata-rata lamanya waktu yang
dihabiskan oleh murid untuk dapat membaca al-Qur’an dengan baik dan benar. Seperti
dipaparkan sebelum ini tim menyampaikan berdasarkan berbagai hasil penelitian yang dilakukan
oleh para sarjana terkait dengan penggunaan masing-masing metode tersebut. Bagaimanapun
1

kajian yang banyak dilakukan adalah terkait penggunaan metode Iqra’. Ini diperkirakan karena
memang penggunaan metode Iqra’ lebih meluas dan masif digunakan oleh guru-guru dalam
pembelajaran al-Qur’an hampir di seluruh Indonesia. Bahkan penggunaan metode Iqra tersebut
meluas sehingga ke Negara jiran seperti Malaysia, Singapura dan Brunei Darusslam.
Paling tidak tim memaparkan beberapa metode yang digunakan oleh guru-guru dalam
pembelajaran al-Qur’an di Indonesia dan Negara-negara jiran tersebut. Di Indonesia contohnya,

Metode Iqra’ merupakan pilihan terbanyak di kalangan guru-guru (63%), disusul secara
berurutan dengan Metode Qira’ati (16%), Tilawati (8%), Tartila (6%), Baghdadi, Nahdliyah, dan
Yanbu’ah masing-masing 2%. Hasil penelitian di Negara-negara jiran juga lebih kurang sama,
karena secara umumnya metode yang digunakan di negera-negara tersebut banyak dipelajari dan
dibawa dari Indonesia.
Berkaitan dengan lamanya waktu yang dihabiskan untuk murid-murid dapat membaca alQur’an menggunakan masing-masing metode tersebut adalah: Metode Iqra’ memakan waktu
ideal 1 tahun bagi anak yang rajin dan cerdas, bagi murid yang agak lambat diperkirakan
memakan waktu lebih dari 1 tahun. Metode Tilawati karena cara penyampaian materinya melalui
sistem paket, maka proses pembelajaran memakan waktu lebih kurang 3 tahun. Sedangkan
Metode Baghdadi lebih lama lagi yaitu lebih kurang 5 tahun. Ini dipaparkan kepada guru-guru
berdasarkan berbagai hasil penelitian yang telah dilakukan oleh orang lain terkait dengan
penggunaan masing-masing metode tersebut.
Seperti dipaparkan sebelum ini bahwa ide pembuatan metode Tartil dilakukan oleh H.
Ghazali, S. IQ, S. Ag, MA, adalah dalam rangka untuk mencari berbagai alternatif terhadap
permasalahan pembelajaran al-Qur’an yang terjadi di Sumatera Barat, dimana penulis sendiri
(Ghazali, S. IQ, S. Ag, MA) adalah seorang yang sangat aktif mengajarkan al-Qur’an semenjak
tahun 1970-an. Penulis sangat berpengalaman dalam menggunakan berbagai metode yang
dipaparkan sebelum ini, terutama metode Bahdadiyah dan Iqra’ yang hampir rata-rata digunakan
di TPA/TPQ/MDA yang terdapat di Sumatera Barat.
H. Ghazali adalah tipe guru yang tidak mau hanya menerima begitu saja berbagai metode

yang ada. Dalam proses pembelajaran, dirinya selalu melakukan refleksi untuk melihat
efektifitas metode yang beliau gunakan. Dirinya selalu saja memunculkan pertanyaan-pertanyaan
2

“kenapa proses pembelajaran al-Qur’an berjalan seperti itu? Murid-murid lama dapat membaca,
kelas selalu ribut dan tidak terkendali, penggunaan waktu yang tidak jelas, dan proses
pembelajaran tidak terukur? Sehingga beliau coba melakukan inovasi-inovasi dan terobosanterobosan yang ditulisnya sendiri, dengan tujuan coba mencari alternatif untuk dapatkan
mengajarkan al-Qur’an kepada murid-murid dengan lebih praktis, lebih mudah dan
menyenangkan. Akhirnya pada tahun 1990-an, tepatnya pada tahun 1998 beliau berhasil
melaunchingkan sebuah metode pembelajaran al-Qur’an yang beliau namakan dengan Metode
Tartil.
Uji coba metode tersebut awalnya dipraktekan kepada anak-anaknya sendiri di rumah, dan
kepada murid-murid TPA/TPQ dan MDA yang beliau bimbing sendiri. Setelah melihat adanya
perbedaan hasil dalam pembelajaran al-Qur’an yang dijalankan menggunakan metode ini,
dibandingkan dengan metode yang digunakan sebelumnya, akhirnya metode ini terus diuji
cobakan kepada murid-murid Sekolah Dasar (SD) yang belum mampu membaca al-Qur’an. Pada
mulanya hanya empat buah SD, terus berkembang kepada delapan SD, berkembang terus kepada
20 SD, dan akhirnya digunakan untuk semua SD (lebih kurang 400 buah SD) yang ada di kota
Padang, Sumatera Barat. H. Ghazali coba membangun kerjasama dengan pihak Pemerintah
Daerah (PEMDA) Kota Padang, Sumatera Barat untuk menggunakan metode Tartil tersebut

dalam rangka pemberantasan buta aksara al-Qur’an di kalangan murid-murid Sekolah Dasar.
Kerja sama tersebut adalah dalam rangka menyahuti Peraturan Wali Kota (PERWALI) yang
mewajibkan murid-murid usia SD dapat membaca al-Qur’an ketika mereka hendak masuk ke
jenjang Sekolah Menengah.
Pembelajaran al-Qur’an di sekolah-sekolah, tidak semuanya dijalankan oleh guru-guru
Agama yang mengajar pada sekolah tersebut, namun juga dibantu oleh guru-guru yang telah
dilatih menggunakan metode Tartil. Pihak PEMDA menganggarkan sejumlah dana secara khusus
untuk pembayaran gaji guru-guru yang mengajarkan al-Qur’an dan pembelian buku Metode
Tartil yang akan digunakan oleh guru dan murid untuk proses pembelajaran al-Qur’an di
sekolah. Lebih kurang satu semester dengan durasi tiga kali pertemuan dalam seminggu, setiap
pertemuan maksimum 60 menit, telah terlihat hasil yang sangat mengembirakan terhadap
perubahan kemampuan membaca al-Qur’an di kalangan murid-murid SD tersebut. Lebih kurang
90% anak-anak SD yang diajarkan menggunakan metode Tartil tersebut dapat membaca al3

Qur’an dengan baik. Akhirnya target PEMDA untuk mewujudkan anak-anak dapat membaca alQur’an sebelum masuk ke Sekolah Menengah dapat disimpulkan berhasil.
B.

Langkah-Langkah Mengajar Al-Qur’an Menggunakan Metode Tartil
Pada bagian ini tim pengabdi melaporkan langkah-langkah proses pembelajaran


menggunakan metode Tartil. Dalam pelaksanaan pengabdian masyarakat ini, langkah-langkah
inilah yang disampaikan kepada guru-guru al-Qur’an yang menjadi peserta dalam pengabdian
ini. Dengan perkataan lain, paparan tentang langkah-langkah metode Tartil di bawah ini adalah
merupakan rangkaian kegiatan dalam pelaksanaan pengabdian masyarakat ini. Di bawah ini
dipaparkan secara detil tahapan-tahapan materi pelatihan metode Tartil tersebut mulai dari
pertemuan ke-1 hingga pertemuan ke-10,seperti dipaparkan dalam Tabel 3.1 pada permulaan
penulisan bab ini.
(i)

Memperkenalkan Cara Pengajaran Huruf Al-Qur’an Yang Belum Berbaris
Memperkenalkan huruf al-Qur’an yang belum berbaris merupakan langkah pertama dalam

pembelajaran al-Qur’an menggunakan metode Tartil. Dalam metode Tartil H. Ghazali tidak
mengunakan istilah huruf Hijaiyah tetapi beliau menggunakan istilah huruf al-Qur’an. Rasional
penggunaan istilah huruf al-Qur’an itu adalah untuk menghindari perdebatan dan kerancuan
ketika memperkenalkan huruf-huruf al-Qur’an kepada murid-murid yang baru belajar al-Qur’an.
Penggunaan istilah huruf Hijaiyah hingga saat ini masih terjadi perdebatan berkaitan dengan
jumlah huruf Hijaiyah tersebut.
Paling tidak terdapat tiga pendapat terkait dengan huruh Hijaiyah ini, ada yang mengatakan
berjumlah 28 huruf, sebagian mengatakan berjumlah 29 huruf dan sebagian lagi mengatakan

berjumlah 30 huruf. Perbedaan ini terjadi karena ada yang menyamakan antara huruf Hamzah (‫)ء‬
dengan huruf Alif (‫)ا‬, dan huruf Lam Alif (‫ )ע‬tidak dilihat sebagai satu huruf, tetapi adalah
gabungan dari dua huruf yaitu huruf Lam dan huruf Alif (‫ ل‬dan ‫)ا‬.
Terlepas dari benar dan salahnya berbagai pendapat tentang jumlah huruf Hijaiyah tersebut,
menurut H. Ghazali perdebatan itu tidak terlalu penting bagi guru dalam proses pembelajaran alQur’an kepada murid-murid yang baru mau belajar. Justeru, dengan penjelasan yang rumit
4

seperti itu dalam menjelaskan huruf-huruf al-Qur’an tersebut akan menimbulkan kerancuan dan
menyukarkan murid-murid dalam mehamami huruf-huruf al-Qur’an diajarkan kepada mereka.
Dengan itu, untuk memudahkan proses pembelajaran al-Qur’an dalam metode Tartil H. Ghazali
memudahkan dengan istilah-istilah yang tidak membingungkan murid. Dalam memperkenalkan
huruf beliau menggunakan istilah “huruf al-Qur’an”. Menurut beliau kalau huruf al-Qur’an
jumlahnya sudah pasti 30 huruf, karena al-Qur’an tidak mungkin dapat dibaca dengan baik dan
benar kalau dikurangi satu atau dua huruf seperti yang diperdebatkan dalam memperkenalkan
huruf Hijaiyah sebelum ini.
Dalam pembelajaran al-Qur’an menggunakan metode Tartil, H. Ghazali merasionalkan
kepada guru-guru dalam bentuk contoh, seperti: Apakah mungkin ayat al-Qur’an yang terdapat
dalam surat al-Baqarah ayat 2 dapat dibaca dengan baik kalau huruf al-Qur’an Lam alif (‫)ע‬
dihilangkan? Contoh:


  …….      
Yang benarnya adalah:

         
Apakah mungkin ayat a-Qur’an surat al-Baqarah ayat 5 dapat dibaca dengan baik dan
benar kalau huruf hamzah (‫ )ء‬dihilangkan? Coba dibaca ayat di bawah ini dengan
menghilangkan huruf hamzah.

         
Demikian seterusnya dengan seluruh ayat-ayat yang terdapat dalam al-Qur’an. Makanya menurut
H. Ghazali, untuk memudahkan murid-murid dalam belajar al-Qur’an, huruf Lam alif (‫ )ע‬dan
huruf hamzah (‫ )ء‬tersebut diperkenalkan sebagai huruf al-Qur’an, karena al-Qur’an tidak
mungkin dapat dibaca dengan baik dan benar kalau kedua huruf tersebut tidak ada. Ini salah satu
cara memperkenalkan huruf kepada murid-murid dalam proses pembelajaran al-Qur’an
menggunakan metode Tartil yang agak sedikit berbeda dengan berbagai metode yang lain.
Memperkenalkan huruf al-Qur’an yang belum berbaris di dalam metode Tartil, tidak
diperkenalkan secara runtut seperti yang terdapat dalam berbagai metode lain, yang kebiasaanya
diruntut mulai dari huruf ‫ ا‬sampai huruf ‫ي‬. Metode Tartil disusun menggunakan contoh-contoh
yang diambil dari surat al-Baqarah. Melalui contoh-contoh ayat yang terdapat dalam surat ini
5


murid-murid dibimbing untuk mengenal 30 huruf al-Qur’an tersebut yang terdapat dalam
berbagai bentuk.
Dalam memperkenalkan huruf-huruf al-Qur’an murid-murid dibimbing secara bertahap.
Setiap pertemuan murid hanya diperkenalkan dua hingga tiga huruf. Bagaimanapun, sebenarnya
tidak ada ketentuan baku dalam metode Tartil terkait dengan jumlah huruf yang mesti
diperkenalkan setiap kali pertemuan. Proses pembelajaran dapat saja berjalan sesuai dengan
kemampuan murid. Namun bagi murid-murid yang baru mula belajar al-Qur’an, berdasarkan
pengalaman rata-rata mereka hanya cukup diperkenalkan dua sampai tiga huruf dalam satu kali
pertemuan, yang berdurasi 45 hingga 60 menit untuk setiap kali pertemuanya.
Seperti disentuh sebelum ini, pertama sekali guru memperkenalkan huruf kepada murid
dalam berbagai bentuk yang terdapat dalam al-Qur’an, ketika murid-murid selesai mepelajari
huruf al-Qur’an yang belum berbaris, mereka langsung memahami huruf-huruf al-Qur’an
tersebut dalam berbagai bentuk yang terdapat dalam al-Qur’an. Sebagai contoh, ketika guru
menjelaskan huruf alif, guru akan menyampaikan bahwa “terdapat dua bentuk huruf alif di
dalam al-Qur’an” yaitu huruf alif seperti dalam kolom pertama dan huruf alif seperti dalam
kolom keempat. Contoh di bawah ini adalah contoh yang digunakan dalam metode Tartil.

Setelah guru memperkenalkan bentuk-bentuk huruf alif itu, selanjutnya guru menjelaskan
contoh bentuk-bentuk huruf alif tersebut dalam al-Qur’an. Guru menunjukkan contoh itu satu per

satu kepada murid, sehingga murid benar-benar faham, tidak keliru, dan tidak asal baca. Yang
paling penting dalam proses pembelajaran pada bagian ini adalah, guru harus memastikan murid
dapat memahami bentuk masing-masing huruf tersebut yang terdapat dalam al-Qur’an.
Kekeliruan yang sering dilakukan oleh guru dalam memperkenalkan huruf ini adalah guru
menggunakan bahasa “contoh yang berwarna merah di bawah ini adalah huruf Alif”. Jadi
akhirnya murid hanya fokus kepada warna, dalam pemahaman mereka setiap yang berwarna
merah adalah huruf Alif, akhirnya mereka asal baca dan tidak memperhatikan bentuknya,
6

padahal yang paling penting adalah mereka memahami bentuk-bentuk huruf yang terdapat dalam
al-Qur’an. Untuk itu, dalam menjelaskan huruf-huruf al-Qur’an guru jangan hanya fokus kepada
warna, tetapi yang lebih penting adalah fokuskan pada bentuk-bentuk huruf yang sedang
dipelajari tersebut di dalam al-Qur’an. Warna di sini hanyalah untuk membantu memudahkan
murid membedakan huruf yang sedang mereka pelajari dengan huruf yang belum mereka
pelajari, seperti dicontohkan di bawah ini.

Selanjutnya setelah guru mengajarkan dua sampai tiga huruf setiap kali pertemuan
(bergantung pada kemampuan murid), guru langsung melakukan evaluasi pada akhir proses
pembelajaran. Di bawah ini adalah contoh evaluasi setelah guru memperkenalkan tiga huruf al-


7

Qur’an kepada murid-muridnya dalam berbagai bentuk yang terdapat di dalam al-Qur’an, yaitu
huruf ‫ا‬- ‫ل‬- ‫م‬.

Sebelum pembelajaran ditutup pada sesi pertemuan tersebut guru memastikan muridmuridnya tidak salah dalam memahami bentuk huruf-huruf al-Qur’an yang telah mereka pelajari.
Guru meminta murid satu per satu secara bergantian dan juga secara bersama-sama untuk
membaca ulang huruf-huruf yang telah mereka pelajari, seperti ditunjukkan pada contoh di atas.
Kegiatan evaluasi seperti ini terus dilakukan oleh guru setiap mau mengakhiri proses
pembelajaran, dan huruf yang dievaluasi semakin lama semakin bertambah sesuai dengan jumlah
huruf yang dipelajari.
Demikian seterusnya, guru menjelaskan ke 30 huruf al-Qur’an dalam berbagai bentuk yang
terdapat dalam al-Qur’an, dengan menunjukkan contoh-contoh yang diambilkan dari surat al8

Baqarah. Contoh secara terperinci untuk masing-masing huruf dapat lihat dalam buku metode
Tartil Jilid 1 pada bagian cara memperkenalkan huruf al-Qur’an yang belum berbaris pada
halaman 6-61. Ketika memperkenalkan huruf-huruf al-Qur’an tersebut, guru tidak sekedar
memperkenalkan bentuk-bentuk huruf, tetapi guru langsung mempraktekkan dan menunjukkan
kepada murid cara melafazkan huruf-huruf al-Qur’an tersebut dengan baik dan benar. Sehingga
setelah murid mempelajari huruf-huruf al-Qur’an yang belum berbaris, mereka bukan saja dapat

mengetahui dan memahami huruf dalam berbagai bentuk yang terdapat di dalam al-Qur’an,
tetapi mereka juga dapat melafazkan huruf-huruf tersebut dengan baik dan benar sesuai dengan
cara melafazkan masing-masing huruf tersebut.
Di samping proses evaluasi secara bertahap sesuai dengan huruf-huruf yang dipelajari
seperti dipaparkan sebelum ini, setelah guru berhasil memperkenalkan semua huruf al-Qur’an
yang belum berbaris dalam berbagai bentuk yang terdapat di dalam al-Qur’an, untuk melihat
keberhasilan proses pembelajaran tersebut, di dalam metode Tartil juga telah siapkan cara
mengevaluasi secara keseluruahan terhadap huruf-huruf yang telah dipelajari, dengan cara
membaca ayat yang telah disiapkan dalam metode tersebut. Dengan perkataan lain proses
pembelajaran belum dapat diteruskan pada tahapan berikutnya sekiranya murid-murid masih
banyak keliru dalam membaca huruf-huruf yang dipaparkan dalam ayat tersebut. Huruf-huruf
yang dipaparkan dalam teks itu adalah huruf-huruf yang telah mereka pelajari sebelumnya.
Sekiranya murid-murid telah faham dengan huruf dalam berbagai bentuk seperti yang mereka
pelajari sebelumnya, semestinya mereka tidak keliru ketika diuji menggunakan teks tersebut.
Bagaimanapun, sekiranya masih terdapat murid-murid yang keliru dengan huruf yang telah
mereka pelajari itu, maka huruf-huruf yang keliru itu diperbaiki kembali dengan cara
mempelajari ulang pada bagian itu. Jadi murid dipandu kembali untuk membuka dan
mempelajari huruf yang keliru tersebut seperti proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru
sebelumnya.
Di bawah ini adalah contoh ayat yang digunakan untuk mengevaluasi proses pembelajaran
tentang pengenalan dan cara membaca huruf al-Qur’an yang belum berbaris yang telah
dilakukan sebelumnya. Bagaimanapun dalam laporan ini tidak menunjukkan semua contoh yang
terdapat dalam buku metode Tartil. Untuk contoh lebih rinci dapat dilihat dalam buku metode
Tartil jilid 1 pada halaman 63-65. Proses evaluasi pada bagian ini intinya adalah untuk melihat
9

kembali kemampuan murid dalam memahami seluruh huruf yang telah mereka pelajari pada
pembelajaran memperkenalkan huruf al-Qur’an yang belum berbaris. Ini adalah untuk
memastikan murid-murid tidak ada lagi yang salah dan keliru dalam memahami huruf-huruf
yang terdapat dalam berbagai bentuk di dalam al-Qur’an.
Untuk membuktikan kebenaran itu, mereka diminta membaca secara bergantian satu per
satu contoh teks evaluasi yang telah siapkan dalam metode Tartil tersebut. Seperti dipaparkan
sebelum ini, sekiranya mereka masih keliru dalam membaca huruf-huruf al-Qur’an yang belum
berbaris, maka mereka harus ditunjukkan kembali oleh guru untuk melihat huruf tersebut dan
bentuk-bentuknya yang terdapat pada pembelajaran sebelumnya. Dengan perkataan lain murid
mengulangi kembali mempelajari huruf-huruf yang belum mereka fahami itu seperti proses
pembelajaran yang telah mereka lakukan sebelumnya. Cara seperti ini terus dilakukan sehingga
dipastikan murid-murid tidak ada lagi yang keliru dalam memahami huruf-huruf al-Qur’an yang
belum berbaris tersebut.

10

(ii)

Memperkenalkan Cara Pengajaran Membaca Huruf dan Ayat Al-Qur’an yang
Berbaris Satu
Seperti dipaparkan sebelum ini, untuk membimbing murid-murid belajar membaca huruf

dan ayat al-Qur’an yang berbaris satu ini, mereka harus dipastikan terlebih dahulu tidak ada lagi
yang keliru dalam memahami huruf-huruf al-Qur’an yang belum berbaris dalam berbagai
bentuk yang terdapat dalam al-Qur’an. Setelah dipastikan oleh guru tidak ada lagi yang keliru,
maka langkah selanjutnya dalam metode Tartil adalah “menunjukkan cara membaca huruf dan
ayat al-Qur’an yang berbaris satu”.
Pada bagian ini H. Ghazali menyebut istilah “membaca huruf dan ayat al-Qur’an”, ini
karena dalam proses pembelajaran pada bagian ini, murid-murid tidak hanya ditunjukkan
bagaimana cara membaca huruf al-Qur’an yang berbaris satu dalam bentuk huruf-huruf tunggal,
tetapi mereka juga langsung dibimbing membaca ayat al-Qur’an (surat al-Baqarah), namun
mereka baru membaca ayat-ayat tersebut dengan baris satu. Dengan perkataan lain mereka tidak
hanya membaca huruf yang berbaris satu itu dalam bentuk huruf yang berdiri sendiri, tetapi
mereka sudah dibimbing oleh guru untuk membaca ayat al-Qur’an, namun ayat yang mereka
baca baru sebatas berbaris satu, sementara tanda baca yang lain belum dibaca karena memang
belum dipelajari. Dalam metode Tartil sudah disiapkan materinya seperti sedemikian (lihat buku
metode Tartil jilid 1, hal: 67-77).
Untuk memudahkan murid memahami cara membaca ayat al-Qur’an yang berbaris satu,
proses awal yang dilakukan oleh guru adalah menjelaskan huruf-huruf al-Qur’an itu kepada
murid dengan cara menunjukkan kepada mereka “apa huruf awalnya dalam bahasa Indonesia
dari huruf al-Qur’an itu”. Guru mejelaskan huruf awal bagi masing-masing huruf al-Qur’an itu
satu per satu, kecuali huruf-huruf yang memang tidak bisa ditunjukkan huruf awalnya (- ‫ ۃ‬- ‫ ע‬- ‫ء‬
‫)ا‬, sehingga murid dapat memahami dengan baik huruf awal bagi masing-masing huruf tersebut
dalam bahasa Indonesia. Dalam metode Tratil, menjelaskan ini sangat penting dilakukan oleh
guru, karena sangat membantu proses pembelajaran berikutnya. Cara guru menjelaskan bagian
ini seperti ditunjukkan di bawah ini.

11

Contoh cara menjelaskan huruf yang ditunjukkan dalam tabel tersebut, adalah: Guru akan
bertanya kepada murid, dengan cara menunjuk huruf al-Qur’an itu satu per satu. Misalnya guru
menunjuk huruf ‫ٻ‬, guru secara aktif melibatkan murid dengan cara bertanya “Anak-anak
Ibuk/Bapak, ini huruf apa Naak? Karena sudah dipelajari sebelumnya tentu murid akan
menjawab bahwa itu adalah huruf ‫”ٻ‬. Kemudian guru menjelaskan bahwa huruf ‫ ٻ‬dalam
bahasa Indonesia ditulis dengan tulisan “BA”, huruf awalnya adalah “B”. Begitu seterusnya guru
menjelaskan untuk semua huruf al-Qur’an tersebut sehingga murid benar-benar memahami
huruf-huruf awal dalam bahasa Indonesia dari huruf al-Qur’an tersebut. Seperti disampaikan
sebelum ini sekiranya murid sudah memahami huruf-huruf awal dalam bahasa Indonesia bagi
setiap huruf al-Qur’an itu, maka sangat memudahkan untuk proses pembelajaran berikutnya.
Langkah selajutnya dalam proses pembelajaran cara membaca huruf dan ayat al-Qur’an
yang berbaris satu ini adalah, guru memperkenalkan kepada murid bentuk baris satu. Target
pembelajaran pada bagian ini adalah murid mengetahui dan memahami dengan baik bentukbentuk baris satu yang terdapat di dalam al-Qur’an. Bentuk baris satu dimaksudkan adalah;
bentuk baris satu di atas, baris satu di bawah, dan baris satu di depan. Dalam metode Tartil H.
Ghazali menggunakan istilah “baris di atas, di bawah, dan di depan”, dan tidak menggunakan
istilah “fathah, kasrah, dan dummah”. Menurut beliau, untuk orang-orang yang baru belajar alQur’an tidak perlu menggunakan banyak istilah, apa lagi kalau yang belajar itu masih usia anakanak. H. Ghazali mengatakan bahwa penggunaan banyak istilah hanya akan menambah beban
pemikirian dan memusingkan murid, yang akhirnya akan memperlama murid dapat memahami
materi yang diajarkan, tidak jarang juga kadang membosankan karena mereka harus mengingat
12

berbagai macam istilah yang sebenarnya belum penting untuk mereka ketahui. Untuk itu dalam
metode Tartil ini beliau mengurangkan penggunaan berbagai istilah yang lazim digunakan oleh
guru-guru dalam pembelajaran al-Qur’an.
Melalui penelusuran ayat-ayat al-Qur’an mulai dari surat al-Fatihah hingga surat an-Nas,
H. Ghazali mendapati bahwa bentuk baris satu itu adalah seperti ditunjukkan pada tabel 3.2 di
bawah ini.
Tabel 3.2
No.
1.

Bentuk baris satu di atas, di bawah dan di depan yang terdapat dalam al-Qur’an

Nama Baris
Baris di Atas

2.

Baris di Bawah

3.

Baris di Depan

Bentuk Baris

Sumber: Buku metode Tartil 1, hal: 70
Guru harus menjelaskan sebaik-baiknya kepada murid bentuk-bentuk baris satu ini
sehingga tuntas. Tuntas dimaksudkan adalah murid benar-benar memahami sepenuhnya bentukbentuk baris satu tersebut seperti ditunjukkan pada tabel 3.1 di atas. Sekiranya penjelasan tentang
ini belum tuntas, maka akan mempengaruhi proses pembelajaran berikutnya. Untuk itu guru
belum boleh melanjutkan proses pembelajaran seterusnya sekiranya masih ada murid yang
belum tuntas memahami bentuk-bentuk baris satu ini.
Setelah menjelaskan bentuk-bentuk baris satu yang terdapat dalam al-Qur’an seperti
ditunjukkan pada tabel 3.2 sebelum ini, selanjutnya guru menjelaskan kata kunci cara membaca
huruf dan ayat al-Qur’an yang berbaris satu tersebut. Dalam metode Tartil kata kunci itu sudah
disiapkan, guru hanya perlu menjelaskan dengan baik kepada murid bagaimana cara
membacanya sekiranya huruf dan ayat al-Qur’an itu berbaris di atas, berbaris di bawah, dan
berbaris di depan. Seperti dipaparkan sebelum ini “memperkenalkan bentuk baris satu, kata
kunci dan cara membacanya” sangat penting dilakukan oleh guru sebelum mereka menunjukkan
murid cara membaca huruf dan ayat al-Qur’an yang berbaris satu. Contoh kata kunci yang
diberikan dalam metode Tartil adalah seperti dipaparkan pada Tabel 3.3 di bawah ini.
Tabel 3.3 Kata kunci dan cara membaca huruf dan ayat al-Qur’an yang berbaris satu “di atas, di
bawah dan di depan”
13

No.
1.

2.

3.

Baris
Bila huruf alQur’an itu
berbaris di Atas
Bila huruf alQur’an itu
berbaris di
Bawah
Bila huruf alQur’an itu
berbaris di
Depan

Kata Kunci

Contoh

Huruf awal dari
huruf tersebut
disambung dengan
bunyi “A”
Huruf awal dari
huruf tersebut
disambung dengan
bunyi “I”
Huruf awal dari
huruf tersebut
disambung dengan
bunyi “U”

Huruf Awalnya

Cara
Membacanya

N

NA

N

NI

N

NU

Sumber: Dimodifikasi dari buku metode Tartil 1, hal: 71
Satu lagi cara yang dapat digunakan oleh guru untuk menjelaskan cara membaca huruf dan
ayat-ayat al-Qur’an yang berbaris satu itu adalah dengan cara “membimbing murid membaca
huruf-huruf al-Qur’an yang berbaris satu tersebut dalam bentuk huruf dasarnya”. Langkah ini
agak mirip dengan cara pembelajaran al-Qur’an menggunakan metode Baghdadi, metode Iqra’,
metode Qira’ati, dan mungkin juga metode-metode lain yang penulis belum ada pengalaman
tentang itu. Bagaimanapun, dalam metode Tartil murid tidak perlu berlama-lama pada bagian ini.
Target yang paling penting pada bagian ini adalah murid dapat memahami “bagaimana cara
membaca huruf al-Quran” itu sekiranya berbaris di atas, berbaris di bawah dan berbaris di
depan. Berdasarkan pengalaman penulis dan sebagian besar guru yang mengajarkan al-Qur’an
menggunakan metode Tartil ini, cara memperkenalkan huruf al-Qur’an yang berbaris satu
dengan cara seperti ini, sepertinya lebih sesuai untuk murid-murid yang belum bisa membaca
rumi. Bagi murid-murid yang sudah bisa membaca rumi, kedua-dua cara tersebut efektif bagi
mereka.
Untuk menunjukkan cara membaca huruf al-Qur’an yang berbaris satu dengan menggunakan
huruf dasar ini, guru membimbing murid membaca satu per satu huruf-huruf al-Qur’an yang
telah berbaris satu. Misalnya dimulai dari huruf ‫ا‬, kalau berbaris di atas
dibaca “A” berbaris
di bawah
dibaca “I” , dan berbaris di depan
dibaca “U”. Begitu seterusnya guru
menjelaskan sampai huruf ‫ي‬. Yang harus diperhatikan oleh guru ketika membimbing murid
dengan cara seperti ini adalah memastikan murid-murid faham dengan perubahan baris, kenapa
huruf al-Qur’an itu dibaca “A”, dibaca “I” dan dibaca “U”. Dengan perkataan lain yang harus
diantisipasi oleh guru adalah jangan sampai murid-murid membaca hanya sekedar ikut-ikutan
atau hafal dimulut tanpa memahami kenapa dibaca seperti itu. Jadi yang paling penting di sini
adalah pemahaman murid terhadap huruf al-Qur’an yang berbaris di atas, di bawah dan di
depan, kemudian cara membacanya.
14

Di bawah ini adalah contoh cara membaca huruf-huruf al-Qur’an yang berbaris satu dalam
bentuk huruf dasarnya (lihat buku metode Tartil 1, hal: 72-74).

15

16

17

Setelah guru menjelaskan bentuk baris satu dan cara membacanya seperti dipaparkan
sebelum ini, selanjutnya guru membimbing murid untuk praktek membaca ayat al-Qur’an,
namun membaca ayat itu baru sebatas dengan baris satu (baris satu di atas, di bawah dan di
depan). Pada bagian ini guru sudah membimbing murid membaca al-Qur’an dengan baik dan
benar, walaupun hanya membaca dengan baris satu, yang seharusnya dibaca dengan “mad”
sudah dilamakan. Contoh ayat yang dibaca seperti ditunjukkan di bawah ini.

18

Cara guru menjelaskan kepada murid: Pertama, guru menunjuk huruf-huruf al-Qur’an tersebut
satu per satu sambil meminta murid membaca huruf-huruf yang ditunjuk oleh guru tersebut
dalam keadaan belum berbaris terlebih dahulu. Setelah itu guru membimbing murid membaca
huruf–huruf al-Qur’an tersebut dalam keadaan berbaris satu. Setelah murid dapat membaca ayat
tersebut sesuai dengan barisnya, guru menunjukkan kepada murid cara membaca yang bagusnya.
Cara membaca yang bagus dimaksudkan di sini adalah guru menunjukkan cara membaca dengan
baik dan benar. Di mana yang seharusnya dibaca lama sudah dilamakan. Cara ini diulang-ulang
beberapa kali oleh guru sehingga murid-murid mengerti dan memahami cara membacanya.
Bagaimanapun di sini guru tidak perlu menjelaskan kenapa pada huruf-huruf tertentu dalam ayat
tersebut guru membacanya “melamakan”.
Seterusnya guru menunjuk murid untuk membaca satu per satu secara bergantian, dan
memastikan setiap murid membaca, cara membaca mereka adalah benar. Setelah beberapa orang
membaca, guru meminta murid untuk membaca secara bersama-sama. Demikian seterusnya
dilakukan secara berulang-ulang sehingga proses pembelajaran pada hari itu berakhir.
Catatan: guru harus memastikan murid membaca ayat tersebut berdasarkan kefahaman mereka
terhadap pelajaran pada hari itu, bukan membaca karena ikut-ikutan, atau membaca ayat tersebut
karena sudah hafal. Untuk menghidari itu, guru harus membimbing murid untuk membaca ayat
berbeda yang terdapat yang sudah disiapkan dalam buku metode Tartil jilid 1 halaman 75-77.
(iii)

Memperkenalkan Cara Pengajaran Membaca Ayat Al-Qur’an yang Bertanda Mati
Untuk memulakan proses pembelajaran “membaca ayat al-Qur’an yang bertada mati” ini,

sebelumnya guru memandu murid kembali untuk mengulang membaca beberapa kali ayat-ayat
al-Qur’an yang berbaris satu yang telah mereka pelajari sebelumnya. Cara ini sekaligus sebagai
19

kegiatan “apersepsi” terhadap materi yang telah disampaikan kepada murid-murid tersebut
sebelumnya. Ini sangat penting dilakukan oleh guru setiap mengawali proses pembelajaran yang
baru, supaya murid mudah membuat koneksi pemahaman antara materi yang telah mereka
pelajari dengan materi yang akan disampaikan oleh guru pada pembelajaran saat ini.
Untuk mengenalkan cara membaca ayat al-Qur’an yang bertanda mati kepada murid,
langkah pertama yang mesti dilakukan oleh guru adalah memperkenalkan bentuk tanda mati “‫”ه‬
tersebut terlebih dahulu. Ketika menjelaskan bentuk tanda mati ini, guru harus memastikan
semua murid memahami dengan baik bentuk tanda mati tersebut. Setelah itu guru menunjukkan
kata kunci cara membaca ayat al-Qur’an apabila bertanda mati. Kata kunci yang digunakan
dalam metode Tartil sebagai panduan bagi guru adalah “apabila huruf al-Qur’an itu bertada mati
(‫ )ه‬maka yang tinggal adalah huruf awal dalam bahasa Indonesia dari huruf al-Qur’an itu”
(lihat buku metode Tartil 1, hal: 80).
Cara guru menjelaskan: guru menunjuk satu per satu huruf-huruf al-Qur’an tersebut dengan cara
melibatkan murid secara aktif dengan cara bertanya kepada murid. Misalnya guru mau
menjelaskan huruf , sambil menunjuk huruf
guru bertanya kepada murid “Naak ini huruf
apa ini naak?” tentu murid akan menjawab bahwa itu adalah huruf . Kemudian guru bersamasama dengan murid kembali mengingat pelajaran sebelumnya bahwa huruf
di dalam bahasa
Indonesia ditulis “BA” huruf awalnya adalah “B”. Selanjutnya guru menunjukkan huruf “ ”
sambil kembali bertanya kepada murid “Naak ini apa naak?” tentu murid akan menjawab huruf
“BA bertanda mati”. Kemudian guru menunjukkan kata kunci kepada murid “Naak kalau huruf
maka yang tinggal adalah huruf awalnya dalam bahasa Indonesia yaitu “B”. Begitu
seterusnya guru menjelaskan kepada murid semua huruf-huruf al-Qur’an yang memiliki huruf
awal dalam bahasa Indonesia sampai huruf ‫ي‬, kecuali huruf (‫ ا‬- ‫ ۃ‬- ‫ ע‬- ‫ )ء‬yang tidak ada huruf
awalnya dalam bahasa Indonesia.
Catatan dari guru: Naak apabila huruf al-Qur’an itu bertanda mati maka yang tinggal adalah
huruf awal dalam bahasa Indonesia dari huruf al-Qur’an itu”. Murid-murid harus dapat
memahami kata kunci ini dengan baik, sekiranya belum guru harus kreatif menjelaskanya
kembali sehingga murid dapat memahami dengan baik.

Contoh huruf-huruf al-Qur’an yang bertanda mati “‫”ه‬, kata kunci dan huruf awal yang
tinggal dari huruf al-Qur’an tersebut dalam bahasa Indonesia, secara terperinci ditunjukkan pada
Tabel 3.4 di bawah ini.

20

Tabel 3.4 Contoh huruf-huruf al-Qur’an yang bertanda mati, kata kunci dan huruf awal yang
tinggal dari huruf al-Qur’an dalam bahasa Indonesia apabila huruf al-Qur’an itu
bertanda mati

Setelah murid-murid memahami dengan baik bentuk tanda mati “‫ ”ه‬dan kata kuncinya bila
huruf al-Qur’an itu bertanda mati, maka selnjutnya guru membimbing murid untuk membaca
ayat al-Qur’an “yang berbaris satu dan bertanda mati”. Jadi semua materi yang telah dipelajari
harus tercover dengan baik ketika mempelajari materi yang baru. Artinya penambahan materi
baru harus terkoneksi dengan materi sebelumnya, jadi pemahaman murid tidak boleh terputus
antara materi yang telah dipelajari dengan materi yang sedang dipelajari. Semakin banyak materi
yang sudah dipelajari, maka semakin kompleks yang harus diingat dan diperhatikan oleh murid.
Makanya setiap step proses pembelajaran itu harus tuntas difahami oleh murid, sehingga
21

semakin ke belakang mereka semakin merasakan bahwa belajar membaca al-Qur’an itu mudah
dan sangat menyenangkan, dan bukannya membebani. Di bawah ini adalah contoh ayat-ayat alQur’an yang digunakan dalam metode untuk mempelajari membaca ayat al-Qur’an yang
bertanda mati (lihat buku metode Tartil 1, hal: 82-84).

Cara guru menjelaskan: pertama sekali guru meminta murid membaca secara bersama-sama
(klasikal) ayat al-Qur’an yang berbaris satu terlebih dahulu, sekaligus memastikan murid tidak
keliru dengan materi yang telah dipelajari sebelumnya. Selanjutnya guru coba mengkonekan
pembelajaran sebelumnya (membaca huruf & ayat al-Qur’an yang berbaris satu) dengan
pelajaran saat ini (membaca ayat al-Qur’an yang bertanda mati). Caranya guru menunjuk huruf
yang terdekat dengan dengan huruf al-Qur’an yang bertanda mati tersebut.
Contoh: guru menunjuk huruf
yang berbaris di atas, dengan cara bertanya kepada
murid “Naak ini huruf apa Naak?” tentu murid akan menjawab huruf “Kaf berbaris di atas”.
Kemudian guru bertanya lagi “huruf Kaf berbaris di atas, bagaimana cara membacanya Naak?”
tentu murid akan menjawan “KA”.
Kemudian guru melanjutkan menunjuk huruf Lam yang bertanda mati
, dengan cara
bertanya lagi kepada murid “Naak ini huruf apa naak?’ tentu murid akan menjawab “Lam
bertanda mati”. Guru meneruskan “kalau huruf Lam bertanda mati, yang tinggal apa naak?”
sambil berfikir mungkin murid akan menjawab “yang tinggal adalah huruf awalnya L”.
Kemudian guru meminta murid untuk menyambungkan
“coba sambungkan Naak,
KA+L, bagaimana cara membaca Naak?” tentu murid akan menjawab “Kal”. Coba dibaca Naak
tentu murid akan membaca “Zaalikal”. Begitu caranya guru memahamkan kepada
murid sehingga murid benar-benar faham bagaimana cara menyambungkan dan membaca hurufhuruf al-Qur’an yang berbaris di atas, di bawah dan di depan ketika disambungkan dengan huruf
al-Qur’an yang bertanda mati.

22

Setelah murid memahami proses tersebut dengan baik, selanjutnya guru membimbing murid
untuk praktek membaca al-Qur’an yang berbaris satu dan bertanda mati. Ketika praktek
membaca ini guru harus memastikan murid-murid tidak keliru dalam mempraktekan membaca
ayat al-Qur’an yang berbaris satu dan bertanda mati ini. Praktek dilakukan secara bergantian oleh
murid dan juga secara klasikal. Ketika satu murid membaca, murid-murid yang lain harus
memperhatikan bacaan temanya, sehingga giliran dia membaca tidak lagi mengulangi kesalahan
sama. Begitu seterusnya sehingga jam pelajaran habis.
Catatan: Guru harus memastikan muridnya membaca ayat al-Qur’an yang berbaris satu dan
bertanda mati tersebut berdasarkan pemahamn mereka, bukan ikut-ikutan, atau hafal, karena
sudah sering ayatnya diulang-ulang. Untuk itu guru harus membimbing murid membaca ayat
yang berlainan seperti yang dicontohkan dalam buku metode Tartil 1, hal: 82-84).
(iv)

Memperkenalkan Cara Pengajaran Membaca Ayat Al-Qur’an yang Bertanda
Tasydid
Sama seperti materi sebelumnya, untuk memulakan proses pembelajaran “membaca ayat

al-Qur’an yang bertada tasydid”, guru memandu murid terlebih dahulu untuk mengulang
membaca ayat al-Qur’an yang berbaris satu dan bertanda mati yang telah dipelajari sebelumnya.
Seperti dipaparkan sebelumnya, ini adalah sebagai “apersepsi” atau mengingat kembali materi
yang telah dipelajari sebelumnya.
Memperkenalkan cara membaca ayat al-Qur’an yang bertanda tasydid juga diawali terlebih
dahulu dengan mempekenalkan bentuk tanda tasydid “ ” tersebut kepada murid. Kemudian
dilanjutkan dengan menunjukan kata kunci cara membaca ayat al-Qur’an apabila bertanda
tasydid. Untuk penjelasan hal ini dalam metode Tartil sudah disiapkan, guru tinggal menjelaskan
dengan baik kepada murid kata kunci tersebut (lihat metode Tartil 1, hal: 86-87). Kata kunci
yang digunakan adalah “bila huruf al-Qur’an itu bertanda tasydid, maka huruf awal dalam
bahasa Indonesia dari huruf al-Qur’an itu menjadi dua”, seperti ditunjukkan pada Tabel 3.5 di
bawah ini.

23

Tabel 3.5 Contoh huruf-huruf al-Qur’an yang bertanda tasydid, kata kunci dan huruf awal yang
tinggal dari huruf al-Qur’an dalam bahasa Indonesia apabila huruf al-Qur’an itu
bertanda tasydid

Cara guru menjelaskan: pertama sekali guru meminta murid membaca secara bersama-sama
(klasikal) ayat al-Qur’an yang berbaris satu dan bertanda mati terlebih dahulu, sekaligus
memastikan murid tidak keliru dalam membacanya. Sekiranya guru melihat ada murid yang agak
keliru, boleh saja diminta mengulang kembali sebelum memulakan materi yang baru, untuk
memastikan materi sebelumnya semua murid memahami. Setelah itu guru menjelaskan “cara
membaca ayat al-Qur’an yang bertanda tasydid”, dengan cara menunjuk huruf yang terdekat
dengan dengan huruf al-Qur’an yang bertanda tasydit tersebut.
Contoh: guru menunjuk huruf Dal yang berbaris di atas
, dengan cara bertanya
kepada murid “Naak ini huruf apa Naak?” tentu murid akan menjawab huruf “Dal berbaris di
atas”. Kemudian guru bertanya lagi “huruf Dal berbaris di atas, bagaimana cara membacanya
Naak?” tentu murid akan menjawan “DA”.

24

Kemudian guru melanjutkan menunjuk huruf Lam yang bertanda tasydid
,
dengan cara bertanya lagi kepada murid “Naak ini huruf apa naak?’ tentu murid akan menjawab
“Lam bertanda tasydid”. Guru meneruskan “kalau huruf Lam bertanda tasydid, bagaimana
Naak?” sambil berfikir mungkin murid akan menjawab “huruf awalnya dalam bahasa Indonesia
menjadi dua LL”.
Kemudian guru meminta murid untuk menyambungkan antara huruf Dal yang berbaris di atas
dengan huruf Lam yang bertanda tasydid.
“coba sambungkan Naak, DAA+LL,
bagaimana cara membaca Naak?” tentu murid akan menjawab “Dall”. Coba dibaca Naak
tentu murid akan membaca “Hudallil”. Begitu setrerusnya cara guru
memahamkan kepada murid sehingga murid benar-benar faham bagaimana cara ayat al-Qur’an
yang bertanda tasydid.
Setelah murid memahami cara membaca ayat al-Qur’an yang bertada tasydid tersebut dengan
baik, selanjutnya guru membimbing murid untuk praktek membaca ayat al-Qur’an yang berbaris
satu, bertanda mati dan bertanda tasydid. Ketika praktek membaca ini guru harus memastikan
murid-murid tidak keliru dalam mempraktekan membaca ayat al-Qur’an yang berbaris satu,
bertanda mati dan bertanda tasydid ini. Seperti biasanya, praktek dilakukan secara bergantian
oleh murid dan juga secara klasikal. Ketika satu murid membaca, murid-murid yang lain harus
memperhatikan bacaan temannya, sehingga giliran dia membaca akan bertambah bagus dan
tidak mengulangi kesalahan sama. Begitu seterusnya sehingga murid-murid benar dapat
memahami dengan baik cara membaca al-Qur’an sesuai dengan materi yang telah dipelajari.
Catatan:
Sampai materi ini seharusnya bacaan al-Qur’an murid sudah mulai enak didengar, karena mereka
sudah mempelajari hampir di atas 70% materi yang ada. Guru harus memastikan muridnya
membaca ayat al-Qur’an yang berbaris satu, bertanda mati dan bertanda taysdid tersebut
berdasarkan pemahaman mereka, bukan ikut-ikutan, atau hafal karena sudah sering ayatnya
diulang-ulang. Untuk itu guru harus membimbing murid membaca ayat yang berlainan seperti
yang dicontohkan dalam buku metode Tartil 1, hal: 88-90).
Sekiranya ada huruf-huruf tertentu yang tidak bisa tercover melalui penjelasan dengan kata
kunci seperti dijelaskan sebelum ini, maka guru harus menjelaskanya tersendiri untuk kasus
tersebut, sehingga murid tidak keliru.
Di bawah ini adalah contoh ayat-ayat al-Qur’an yang digunakan dalam metode Tartil untuk
membimbing murid membaca ayat al-Qur’an yang bertanda tasydid. Seperti dipaparkan
sebelumnya walaupun pada pembelajaran ini fokusnya adalah pada tanda tasydid, tetapi guru
harus memastikan murid-murid dapat membaca dengan baik semua rangkaian materi yang telah

25

dipelajari sebelumnya, yaitu membaca huruf al-Qur’an yang berbaris satu, bertanda mati dan
bertanda tasydid.

(v)

Memperkenalkan Cara Pengajaran Membaca Ayat Al-Qur’an yang Bertanda Baris
Dua
Cara membaca ayat al-Qur’an yang bertanda baris dua merupakan materi terakhir dalam

metode Tartil untuk mengantarkan murid dapat membaca al-Qur’an dengan baik dan benar.
Seperti sebelumnya materi, sebelum guru menjelaskan “cara membaca ayat al-Qur’an yang
26

bertada baris dua” ini, guru melakukan apersepsi kepada murid terhadap materi sebelumnya
dengan cara melihat kembali kemampuan membaca ayat al-Qur’an yang berbaris satu, bertanda
mati dan bertanda tasydid yang telah dipelajari sebelumnya.
Selanjutnya memperkenalkan cara membaca ayat al-Qur’an yang bertanda baris dua
diawali juga dengan mengenalkan bentuk baris dua tersebut kepada murid. Kemudian dilanjutkan
dengan menunjukan kata kunci cara membaca ayat al-Qur’an apabila bertanda baris dua. Tabel
3.6 di bawah ini adalah contoh huruf-huruf al-Qur’an yang bertanda baris dua, kata kunci dan
cara membacanya.
Tabel 3.6
No

Contoh huruf-huruf al-Qur’an yang bertanda baris dua, kata kunci dan cara membacanya
apabila huruf al-Qur’an itu bertanda baris dua
Bentuk Baris Dua

1.

Di atas

2.

Di bawah

3.

Di depan

Kata Kunci
Baris dua itu asalnya dari
baris satu, apabila baris
satu menjadi berbaris dua,
maka cara membacanya
disambung dengan bunyi
“N”

Contoh

Cara
Membacanya
JAN

Asalnya

JIN
JUN

Seterusnya baris dua ini bisa juga dijelaskan dengan cara membimbing murid membaca
huruf-huruf al-Qur’an yang berbaris dua itu dalam bentuk huruf dasarnya. Seperti dipaparkan
ketika menjelaskan cara membaca huruf al-Qur’an yang berbaris satu, langkah ini agak mirip
dengan cara pembelajaran al-Qur’an menggunakan metode Baghdadi, metode Iqra’ dan metode
Qira’ati. Penting diperhatikan di sini adalah murid dapat memahami bagaimana cara membaca
huruf al-Quran yang berbaris dua di atas, berbaris dua di bawah dan berbaris dua di depan. Dari
pengalaman penulis dan sebagian besar guru yang mengajar al-Qur’an menggunakan metode
Tartil ini, cara memperkenalkan huruf al-Qur’an yang berbaris dua dengan cara seperti ini, lebih
sesuai untuk murid-murid yang belum bisa membaca rumi, karena kemungkinan agak sukar bagi
mereka untuk memahami kata kunci seperti yang dipaparkan sebelum ini.
Untuk menunjukkan cara membaca huruf al-Qur’an yang berbaris dua dengan menggunakan
huruf dasar ini, guru membimbing murid membaca satu per satu huruf-huruf al-Qur’an yang
berbaris dua. Misalnya dimulai dari huruf ‫ا‬, kalau berbaris dua di atas

dibaca “AN” berbaris

dua di bawah
dibaca “IN” , dan berbaris dua di depan
dibaca “UN”. Begitu seterusnya
guru menjelaskan sampai huruf ‫ي‬. Yang harus diperhatikan oleh guru ketika membimbing murid
dengan cara seperti ini adalah memastikan murid-murid faham dengan perubahan baris, kenapa
27

huruf al-Qur’an itu dibaca “AN”, dibaca “IN” dan dibaca “UN”. Dengan perkataan lain yang
harus diperhatikan oleh guru adalah jangan sampai murid-murid membaca hanya sekedar ikutikutan atau hafal dimulut tanpa memahami kenapa dibaca seperti itu. Jadi yang paling penting di
sini adalah pemahaman murid terhadap huruf al-Qur’an yang berbaris di dua atas, dua di bawah
dan dua di depan, kemudian cara membacanya.
Di bawah ini adalah contoh huruf-huruf al-Qur’an yang berbaris dua dan cara membacanya
mulai dari huruf Alif sampai huruf Ya, yang telah disiapkan dalam buku metode Tartil 1, hal: 9395.

28

29

Bagi murid yang sudah bisa membaca Rumi juga bisa dipandu dengan cara seperti ini.
Akan lebih mudah lagi apabila mereka dibantu dengan menggunakan kata kunci “baris dua itu
asalnya dari baris satu, apabila baris satu menjadi berbaris dua, maka cara membacanya
disambung dengan bunyi “N”. Guru menjelaskan kepada murid kata kunci tersebut dengan
sebaik-baiknya sehingga murid dapat memahami dengan baik dan benar cara membaca ayat alQur’an yang berbaris dua tersebut.
Selanjutnya guru memandu murid untuk membaca contoh huruf al-Qur’an yang berbaris
dua dalam ayat al-Qur’an. Sewaktu praktek membaca ayat al-Qur’an yang berbaris dua ini,
sekiranya bertemu hal-hal yang tidak sesuai dengan kata kunci yang ditunjukkan oleh guru
sebelumnya, maka guru harus menjelaskan contoh tersebut secara khusus kepada murid. Seperti
contoh di bawah ini huruf Dal berbaris dua di atas seharusnya dibaca “Dan”, tetapi setelahnya
ada huruf Lam yang bertanda tasydid, maka huruf Dal yang berbaris dua di atas tidak boleh
dibaca “Dan” tetapi harus dibaca “Dal”, karena huruf Dal yang berbaris dua di atas harus
disambungkan dengan huruf Lam yang bertanda tasydid. Dalam metode Tartil untuk contoh
yang seperti ini sudah ditunjukkan kata kunci khsusnya kepada guru, yaitu “apabila huruf yang
30

berbaris dua dan Nun yang bertanda mati, bertemu dengan huruf yang bertanda tasydid, maka
cara membacanya dihilangkan saja bunyi “N” nya, seperti ditunjukkan di bawah ini.

Begitu juga dengan contoh di bawah ini, huruf Dal berbaris dua di atas, seharusnya di baca
“Dan” tapi setelahnya terdapat huruf Mim yang bertanda tasydid, makan cara membacanya tidak
boleh “Dan” tetapi harus dibaca “Dam” dan cara membacanya harus didengungkan, karena
huruf Dal yang berbaris dua di atas harus disambungkan membacanya dengan huruf Min yang
bertanda tasydid setelahnya. Contoh-contoh seperti ini harus dijelaskan secara khsus oleh guru.
Yang penting dicontohkan oleh guru adalah cara membaca yang benarnya.

Demikian juga halnya dengan contoh-contoh di bawah ini, huruf hamzah berbaris dua di
depan yang di baca “Un”, setelah huruf Hamzah berbaris dua di depan terdapat huruf ‘Ain.
Maka cara membacanya hanya sekedar menjelaskan bunyi Un dan langsung pindah kepada huruf
‘Ain. Contoh-contoh seperti ini harus dijelaskan dengan baik oleh guru dengan cara
menunjukkan bacaan yang bagusnya kepada murid, sehingga murid benar-benar faham dan tidak
keliru ketika praktek membaca ayat al-Qur’an yang berbaris dua tersebut. Demikian seterusnya
31

guru menjelaskan pada contoh-contoh ayat yang lain, guru harus menunjukkan bacaan yang
bagusnya kepada murid apabila ayat al-Qur’an itu berbaris dua di atas, di bawah dan di depan.

Contoh-contoh yang dipaparkan di atas harus dicermati dengan baik oleh guru cara
menjelaskanya kepada murid. Hal penting yang mesti diperhatikan guru di sini adalah, guru
hanya perlu menunjukkan bacaan yang bagusnya. Pada bagian ini guru belum boleh menyentuh
masalah-masalah Tajwid, karena untuk bahasan tajwid dalam metode Tartil ada bagian khsusus
untuk menjelaskannya. Walaupun sebenarnya untuk menjelaskan cara membaca ayat al-Qur’an
yang berbaris dua itu sangat erat kaitanya dengan menjelaskan Ghunnah dan bila Ghunnah
32

(dengung dan tidak berdengung), namun dalam metode Tartil guru pada bagian ini belum perlu
menyentuh hal tersebut. Guru hanya diminta fokus terlebih dahulu untuk menunjukkan bacaan
yang bagusnya kepada murid.
(vi)

Memperkenalkan Cara Pengajaran Membaca Al-Qur’an dengan Sistem Lagu
Murattal
Filosofi pembelajaran al-Qur’an menggunakan metode Tartil adalah murid dihantarkan

untuk dapat membaca al-Qur’an dengan baik terlebih dahulu. Dari itu maka proses pembelajaran
al-Qur’an semenjak dari awal, guru sudah harus mencotohkan cara membaca al-Qur’an yang
baik dan benar. Dalam hal ini adalah menggunakan cara membaca al-Qur’an dengan seni Tartil
(Murattal). Mulai dari proses pembelajaran awal yaitu “memperkenalkan