PENGUATAN PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA IS

PENGUATAN PERAN
GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
DALAM PENANAMAN AKHLAK DI SEKOLAH
Razib Sulistiyo
Kepala MI al-Islam Tonoboyo Magelang
mitonoboyo@gmail.com
abstract
The role of PAI teachers in morals education within school is undoubtedly
very important. Focusing on the use of Qur’anic norm and Sunnah as a
common perspectives, it can be seen that moral education underlies the
development of human character with the correct theological foundation.
By so doing, as a result end, it will bring the student to the proper moral.
Therefore, there is no way arond for those of PAI Teachers not to base on
the Quran and Sunnah in their student’s moral habituation as the main
material.
Keywords: Role, PAI teachers, moral, Indonesia

A. Pendahuluan
Pendidikan di Indonesia tidak sebatas pada proses transfer ilmu
pengetahuan dan teknologi kepada generasi masa depan. Guru juga harus
menyiapkan mereka secara ruhani maupun akhlak siap menjadi bagian

dari masyarakat yang bermanfaat bagi lingkungan seluas-luasnya dalam
mencapai kebahagiannya. Ki Hajar Dewantara menjelaskannya sebagai
tuntunan di dalam hidup tumbuhnya siswa-siswa, adapun maksudnya,
pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada siswasiswa itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat
dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.
Pandangan pelopor pendidikan Indonesia tentang pendidikan
jasmani, ruhani dan akhlak yang bermanfaat dikuatkan oleh pemerintah
selaku pemegang kebijakan Negara. Menurut UU No. 20 tahun 2003
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan
negara.
Pendidikan kemudian merupakan upaya terencana dalam proses
pembimbingan dan pembelajaran seseorang agar berkembang dan
tumbuh mandiri, kreatif, berilmu, sehat dan berakhlak mulia. Arti penting

RAZIB SULISTIYO


akhlak dikarenakan cakupannya yang lebih luas daripada sebatas moral
dan etika. Dalam akhlak, terdapat juga etika dan moral yang berdasar AlQur’an dan sunah. Akhlak juga tidak menagabiakan ada pertimbangan
akal pikiran, kemudian maupun adat kebiasaan yang umum berlaku di
masyarakat.1
Cakupan akhlak yang luas memerlukan perhatian khusus bagi
pendidik dalam mengajarkan dan menanamkannya dalam pendidikan
akhlak sekolah. Khusus guru Pendidikan Agama Islam (PAI) sebagai garda
terdepan dalam penanaman nilai-nilai agama Islam bagi siswa sekolah
umum bukan madrasah, pendidikan akhlak yang demikian juga harus
dipertimbangkan pada berbagai jenjang pendidikannya.
Tulisan ini bermaksud menjabarkan peran guru PAI dalam
pendidikan Akhlak di sekolah umum dalam perspektif norma al-Quran
dan sunnah. Penjabarannya diawali dengan penjelasan tentang akhlak
yang dilanjutkan dengan arti penting metode pembiasaan di dalamnya.
Pembahasan selanjutnya berupa tujuan dan peran guru PAI dalam
pendidikan akhlak sebelum ditutup dengan kesimpulan.
B. Akhlak dan Karakter
Istilah akhlak berasal dari bahasa arab yang secara harfiah berarti;
perangai, tabiat, rasa malu dan kebiasaan.2 Sedang, dalam Kamus Bahasa
Indonesia, kata karakter diartikan dengan tabiat, sifat-sifat kejiwaan,

akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain,
dan watak. Orang berkarakter berarti orang yang berkepribadian,
berperilaku, bersifat, bertabiat, atau berwatak. Makna demikian berarti
karakter identik dengan kepribadian atau akhlak. Koesoema dalam
Marzuqi menjelaskan kepribadian sebagai ciri atau karakteristik atau sifat
khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang
diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil, dan juga
bawaan sejak lahir.3
Makna terminologisnya telah dimunculkan oleh beberapa sarjana.
Imam Al-Ghazali mengemukakan bahwa Akhlak adalah sifat yang
tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan
gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.4
Pemikiran akhlak dari muslim klasik diikuti oleh sarjana pendidikan
dewasa ini. Ibrahim Anis membatasi akhlak sebagai sifat yang tertanam
dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau
buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.5 Pemikiran
Abdul Karim Zaidan bernada sama dengan Ibrahim Anis. Nilai-nilai dan
sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengan sorotan dan
timbangannya seseorang dapat menilai perbuatannya baik atau buruk,
untuk kemudian memilih melakukan atau meninggalkannya.6 ‘Ulwan

kemudian menjelaskan akhlak sebagai rangkaian prinsip dasar moral dan
2

Jurnal Ulumuddin Volume 6, Nomor 1, Juni 2016

PENGUATAN PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
DALAM PENANAMAN AKHLAK DI SEKOLAH

keutamaan sikap serta watak yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan
oleh siswa sejak masa kelahiran hingga menjadi mukallaf, yakni siap
mengarungi lautan kehidupan.7 Nipan Abdul Halim mengindentifikasinya
sebagai perbuatan-perbuatan seseorang yang telah mempribadi dilakukan
secara berulang-ulang atas kesadaran jiwanya tanpa memerlukan
pertimbangan dan tanpa adanya unsur pemaksaan dari pihak lain.8
Semuanya sepakat bahwa bahwa akhlak terdiri dari dua macam.
Pertama, Akhlak Mahmudah berupa Akhlak kebaikan harus dijalankan
dan dibiasakan dalam interaksi dengan Allah dan sesamanya, seperti;
ikhlas, sabar, syukur, takut kemurkaan Allah, pengharapan keridaan Allah,
jujur, adil, amanah, tawadhu merendahkan diri dalam pergaulan. Kedua,
Akhlak Mazmumah, yaitu akhlak yang harus dihindari, seperti; riya

melakukan sesuatu dengan tujuan ingin menunjukkan kepada orang lain,
dengki, takabbur membesarkan diri, ujub yang kagum dengan diri sendiri
secara berlebihan, bakhil, buruk sangka, tamak, atau pemarah.
Islam menghendaki akhlak mahmudah yang pola perilakunya
dilandasi dan untuk mewujudkan tiga nilai penting ajaran Islam, Iman,
Islam, dan Ihsan. Marzuqi mengungkapkan Iman sebagai al-quwwah aldakhiliah, kekuatan dari dalam yang membimbing orang terus melakukan
muraqabah (mendekatkan diri kepada Tuhan) dan muhasabah
(melakukan perhitungan) terhadap perbuatan yang akan, sedang, dan
sudah dikerjakan. Ubudiyah (pola ibadah) merupakan jalan untuk
merealisasikan tujuan akhlak. Cara pertama untuk merealisasikan akhlak
adalah dengan mengikatkan jiwa manusia dengan ukuran-ukuran
peribadatan kepada Allah. Karakter tidak akan tampak dalam perilaku
tanpa mengikuti aturan-aturan yang ditetapkan oleh Allah Swt.9
Terhadap akhlak yang baik, Lickona menambahkan penjelasan.
karakter mulia meliputi pengetahuan tentang kebaikan (moral knowing),
lalu menimbulkan komitmen (niat) terhadap kebaikan (moral feeling),
dan akhirnya benar-benar melakukan kebaikan (moral behaviour).
Dengan kata lain, karakter mengacu kepada serangkaian pengetahuan
(cognitives), sikap (attitides), dan motivasi (motivations), serta perilaku
(behaviors) dan keterampilan (skills).

Ketiganya menyepakati bahwa akhlak sebagai nilai-nilai yang
penting bagi setiap orang untuk dimiliki dalam bersikap di seluruh aspek
kehidupan termasuk berhubungan dengan Tuhan. Akhlak mazmumah
penting diketahui agar dijauhkan dalam sikap dan perbuatan. Akhlak
mahmudah adalah utama untuk dibiasakan dan dijalankan dalam
bersikap.
Sumber pengetahuan yang membiasakan kepada akhlak
mahmudah dan menjauhkan dari mazmumah bisa dikategorikan kepada
dua macam. Faktor dari luar dirinya yakni faktor yang berasal dari luar
Jurnal Ulumuddin Volume 6, Nomor 1, Juni 2016

3

RAZIB SULISTIYO

dirinya, secara langsung atau tidak langsung, disadari atau tidak semua
yang sampai kepadanya merupakan unsur-unsur yang membentuk
mentalnya. Diantaranya; keturunan, rumah, sekolah dan lingkungan
masyarakat, persahabatan sebaya, maupun kebijakan pemerintah.
Kebijakan pribadi adalah salah satu sumber akhlak dalam diri

seseorang. Bawaan seseorang yang ada sejak lahir bisa berpengaruh
terhadap pemahaman tentang akhlak baik yang harus dibiasakan dan
buruk yang perlu dihindari. Diantaranya; instinct dan akal, adat,
kepercayaan, nafsu dan keinginan, maupun hati nurani.10
Di satu sisi ada pendapat bahwa akhlak karakter merupakan sifat
bawaan dari lahir yang tidak dapat atau sulit diubah atau dididikkan. Di
sisi lain, sebagai sarjana berpendapat bahwa karakter dapat diubah
melalui pendidikan. Menurut Hidayatullah, karakter dapat diubah melalui
pendidikan. Ia merujuk kepada ayat Quran pada Ar Ra’d (13):11 sebagai
berikut;

ٌ َ‫ﻟَﮫُ ُﻣ َﻌﻘﱢﺒ‬
‫ﷲ ﻻ ﯾُ َﻐﯿﱢ ُﺮ َﻣﺎ ِﺑﻘَﻮْ ٍم َﺣﺘﱠﻰ ﯾُ َﻐﯿﱢ ُﺮوا َﻣﺎ‬
ِ ‫ﺎت ِﻣ ْﻦ ﺑَﯿ ِْﻦ ﯾَ َﺪ ْﯾ ِﮫ َو ِﻣ ْﻦ ﺧَ ْﻠﻔِ ِﮫ ﯾَﺤْ ﻔَﻈُﻮﻧَﮫُ ِﻣ ْﻦ أَ ْﻣ ِﺮ ﱠ‬
َ ‫ﷲ ِإ ﱠن ﱠ‬
‫ﺑِﺄ َ ْﻧﻔُ ِﺴ ِﮭ ْﻢ َوإِ َذا أَ َرا َد ﱠ‬
(١١) ‫ال‬
ٍ ‫ﷲُ ﺑِﻘَﻮْ ٍم ﺳُﻮ ًءا ﻓَﻼ َﻣ َﺮ ﱠد ﻟَﮫ ُ َو َﻣﺎ ﻟَﮭُ ْﻢ ِﻣ ْﻦ دُوﻧِ ِﮫ ِﻣ ْﻦ َو‬
Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran,
di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah.

Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga
mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila
Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang
dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain
Dia.
Pendukung pendapat kedua lainnya adalah Ahmad Amin
sebagaimana dikutip oleh Marzuqi.11 Karakter identik dengan akhlak,
karena sama-sama bermuatan nilai-nilai perilaku manusia yang universal
untuk seluruh aspek kehidupan manusia, baik dalam rangka berhubungan
dengan Tuhannya, dengan dirinya, dengan sesama manusia, maupun
dengan lingkungannya, yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan,
perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata
karma, budaya, dan adat istiadat. Kehendak dan niat menjadi pijakan awal
terjadinya akhlak (karakter) pada diri seseorang, jika kehendak itu
diwujudkan dalam bentuk pembiasaan sikap dan perilaku.
C. Pembiasaan dalam Pendidikan Akhlak
Salah satu jalan perubahan bagi pengmabangan akhlak seseorang
adalah penanaman dan pembiasaan akhlak mahmudah. Penjelasan Ibn
Miskawaih menguatkan hal itu. Akhlak dan karakter merupakan suatu
keadaan jiwa. Keadaan ini menyebabkan jiwa bertindak tanpa dipikir atau

dipertimbangkan secara mendalam. Keadaan ini ada dua jenis. Yang
pertama, alamiah dan bertolak dari watak. Misalnya tertawa berlebih4

Jurnal Ulumuddin Volume 6, Nomor 1, Juni 2016

PENGUATAN PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
DALAM PENANAMAN AKHLAK DI SEKOLAH

lebihan hanya karena suatu hal yang amat sangat biasa yang tak terlalu
memperhatikan yang telah menimpanya. Yang kedua, tercipta melalui
kebiasaan dan latihan. Pada mulanya keadaan ini terjadi karena
dipertimbangkan dan dipikirkan, namun kemudian, melalui praktik terus
menerus, menjadi karakter.12
Marzuqi kemduain menekankan pendidikannya tidak sekedar
mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah kepada siswa, tetapi
lebih dari itu pendidikan karakter menanamkan kebiasaan tentang yang
baik sehingga peserta didik paham, mampu merasakan, dan mau
melakukan yang baik. Dengan cara pembiasaan, menegaskan bahwa
pendidikan akhlak merupakan usaha yang disengaja untuk membantu
seseorang memahami, menjaga, dan berperilaku yang sesuai dengan nilainilai karakter mulia.13

Pendidikan Akhlak berkelanjutan memang harus dilakukan sejak
usia dini. Secara alami, sejak lahir sampai berusia tiga tahun, atau
mungkin hingga sekitar lima tahun, kemampuan menalar seseorang siswa
belum tumbuh sehingga pikiran bawah sadar masih terbuka dan
menerima apa saja informasi dan stimulus yang dimasukkan ke dalamnya
tanpa ada penyeleksian, mulai dari orang tua dan lingkungan keluarga.
Dari mereka itulah, pondasi awal terbentuknya akhlak seharunya sudah
terbangun.14
Kohlberg dan Lockheed menggaris bawahi pembiasaan dalam
pendidikan akhlak dan karakter. Pendidikannya meliputi empat tahap,
yaitu : (a) tahap pembiasaan, awal perkembangan karakter siswa, (b)
tahap pemahaman dan penalaran terhadap nilai, sikap, perilaku dan
karakter siswa; (c) tahap penerapan berbagai perilaku dan tindakan siswa
dalam kenyataan sehari-hari; dan (d) tahap pemaknaan, yaitu suatu tahap
refleksi dari para siswa melalui penilaian terhadap seluruh sikap dan
perilaku yang telah mereka fahami dan lakukan dan bagaimana dampak
dan kemanfaatannya dalam kehidupan baik bagi dirinya maupun orang
lain. Jika seluruh tahap ini telah dilalui, maka pengaruh pendidikan
terhadap pembentukan karakter peserta didik akan berdampak secara
berkelanjutan.15

Usai pendidikan usia dini, Utsaimin menyarankan beberapa cara
agar seseorang terbiasa dengannya dalam perspektif Islam, yaitu;
1. Hendaklah ia mengamati dan menelaah kitab Allah SWT dan Sunnah
Rasul-Nya.
2. Bersahabat dengan orang yang kita kenal akan akhlaknya yang baik.
3. Hendaklah ia memperhatikan akibat buruk dari berakhlak tercela.
4. Hendaklah ia
Rasulullah.16

selalu

menghadirkan

Jurnal Ulumuddin Volume 6, Nomor 1, Juni 2016

gambaran

akhlak

mulia

5

RAZIB SULISTIYO

Tawaran Utsaimin memperjelas bahwa akhlak adalah prioritas
dalam pendidikan siswa. Di sekolah, siswa harus mulai diajarkan dan
dibiasakan dengan akhlak mahmudah dan dijauhkan dari yang tercela
sejak ia mulai menginjakkan kakinya di lingkungan sekolah hingga masa
pendidikannya selesai.
D. Materi Pendidikan Akhlak dalam PAI
PAI di sekolah tidak bisa melepaskan diri dari pendidikan akhlak
yang baik. Agama Islam sendiri terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian
aqidah (keyakinan), bagian syari’ah (aturan-aturan hukum tentang ibadah
dan muamalah), dan bagian akhlak (karakter). Ketiga bagian ini tidak bisa
dipisahkan, tetapi harus menjadi satu kesatuan yang utuh yang saling
mempengaruhi. Aqidah merupakan fondasi yang menjadi tumpuan untuk
terwujudnya syari’ah dan akhlak. Sementara itu, syari’ah merupakan
bentuk bangunan yang hanya bisa terwujud bila dilandasi oleh aqidah
yang benar dan akan mengarah pada pencapaian akhlak (karakter) yang
seutuhnya. Dengan demikian, akhlak (karakter) sebenarnya merupakan
hasil atau akibat terwujudnya bangunan syari’ah yang benar yang
dilandasi oleh fondasi aqidah yang kokoh. Tanpa aqidah dan syari’ah,
mustahil akan terwujud akhlak (karakter) yang sebenarnya.17
Agama Islam melalui Quran dan hadis juga telah memberikan
beberapa penguatan dalam menjalankan pendidikan akhlak dalam.
Penguatan yang kuat dalam rangka mencapai tujuan sebagai berikut;
a. Berinteraksi dengan Allah melalui aqidah yang sempurna dan ibadah
yang sahih.
b. Berinteraksi dengan diri dan jiwa secara rasional, jelas dan benar serta
memberi komitmen yang mutlak terhadap manhaj Allah SWT
c. Berinteraksi dengan Allah melalui pelaksanaan hak kepada yang
berhak berdasarkan pertanggungjawaban akal dan syarak –dengan itu
mendapat ridha jiwa dan manusia melalui akhlak Islam.
Akhlak Islam kemudian mencakup;
a. Akhlak kepada Allah SWT, meliputi:
1) Taqwa adalah memelihara diri dari siksaan Allah dengan segala
mengikuti perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.18
2) Tawakkal adalah membebaskan hati dari segala ketergantungan
kepada selain Allah dan menyerahkan keputusan segala sesuatuNya.19
3) Ikhlas secara etimologis berakar dari kata khalasha dengan arti
bersih, jernih, murni, tidak bercampur. Sedangkan ikhlas secara
terminologis adalah beramal semata-mata mengharap ridha Allah
SWT.20

6

Jurnal Ulumuddin Volume 6, Nomor 1, Juni 2016

PENGUATAN PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
DALAM PENANAMAN AKHLAK DI SEKOLAH

b. Akhlak kepada Manusia, meliputi:
1) Akhlak dalam keluarga atau Birrul Walidain dari kata Birru dan
al-waalidain. Birru atau al-birru artinya kebajikan. Al-waalidain
artinya dua orang tua atau ibu bapak. Jadi birrul waalidain adalah
berbuat kebajikan kepada kedua orang tua.21)
2) Akhlak dalam masyarakat, meliputi hubungan tetangga, pergaulan
antar teman, Ukhuwwah Islamiyah
3) Akhlak dalam sekolah, meliputi hubungan antar siswa, guru, dan
civitas sekolah
Akhlak dalam berhubungan dengan manusia juga dijabarkan oleh
Marzuqi dengan mengutip Borba. Ia menjelaskan bahwa ada tujuh
kebajikan utama atau karakter yang baik yagn harus ditanamkan kepada
siswa, yaitu; empati, hati nurani, kontrol diri, rasa hormat, kebaikan hati,
toleransi, dan keadilan. Empati merupakan inti emosi moral yang
membantu anak memahami perasaan orang lain. Kebajikan ini
membuatnya menjadi peka terhadap kebutuhan dan perasaan orang lain,
mendorongnya menolong orang yang kesusahan atau kesakitan, serta
menuntutnya memperlakukan orang dengan kasih sayang. Hati nurani
adalah suara hati yang membantu anak memilih jalan yang benar daripada
jalan yang salah serta tetap berada di jalur yang bermoral; membuat
dirinya merasa bersalah ketika menyimpang dari jalur yang semestinya.
Kontrol diri dapat membantu anak menahan dorongan dari dalam dirinya
dan berpikir sebelum bertindak, sehingga ia melakukan hal yang benar,
dan kecil kemungkinan mengambil tindakan yang berakibat buruk.
Kebajikan ini membantu anak menjadi mandiri karena ia tahu bahwa
dirinya bisa mengendalikan tindakannya sendiri. Sifat ini membangkitkan
sikap mural dan baik hati karena ia mampu menyingkirkan keinginan
memuaskan diri serta merangsang. kesadaran mementingkan keperluan
orang lain. Rasa hormat mendorong anak bersikap baik dan menghormati
orang lain. Kebajikan ini mengarahkannya memperlakukan orang lain
sebagaimana ia ingin orang lain memperlakukan dirinya, sehingga
mencegahnya bertindak kasar, tidak adil, dan bersikap memusuhi. Dengan
ini ia akan memerhatikan hak-hak serta perasaan orang lain. Kebaikan
hati membantu anak menunjukkan kepeduliannya terhadap kesejahteraan dan perasaan orang lain. Dengan mengembangkan kebajikan ini, ia
lebih berbelas kasih terhadap orang lain dan tidak memikirkan diri
sendiri, serta menyadari perbuatan baik sebagai tindakan yang benar.
Toleransi membuat anak mampu menghargai perbedaan kualitas dalam
diri orang lain, membuka diri terhadap pandangan dan keyakinan baru,
dan menghargai orang lain tanpa membedakan suku, gender, penampilan,
budaya, agama, kepercayaan, kemapuan, atau orientasi seksual. Dengan
toleransi ia akan memperlakukan orang lain dengan baik dan penuh
Jurnal Ulumuddin Volume 6, Nomor 1, Juni 2016

7

RAZIB SULISTIYO

pengertian, menentang permusuhan, kekejaman, kefanatikan, serta
menghargai orang-orang berdasarkan karakter merea. Keadilan menuntun
anak agar memperlakukan orang lain dengan baik, tidak memihak, dan
adil, sehingga ia mematuhi aturan, mau bergiliran dan berbagi, serta
mendengar semua pihak secara terbuka sebelum memberi penilaian apa
pun. Ia juga terdorong untuk membela orang lain yang diperlakukan tidak
adil dan menuntut agar setiap orang diper-lakukan setara.22
Dalam pendidikan Indonesia, pendidikan Akhlak dikuatkan dalam
kebijakan Kementerian Pendidikan Nasional yang merumuskan delapan
belas nilai karakter dasar yang menjadi tujuan pendidikan karakter di
sekolah. Karakter tersebut yaitu: 1) Religius, 2) Jujur, 3) Toleransi, 4)
Disiplin, 5) Kerja keras, 6) Kreatif, 7) Mandiri, 8) Demokratis, 9) Rasa
Ingin Tahu, 10) Semangat Kebangsaan, 11) Cinta Tanah Air, 12)
Menghargai Prestasi, 13) Bersahabat/Komunikatif, 14) Cinta Damai, 15)
Gemar Membaca, 16) Peduli Lingkungan, 17) Peduli Sosial, 18) Tanggung
jawab.23
E. Peran Guru PAI Dalam Pendidikan Akhlak Siswa
Pendidikan sekolah di Indonesia melalui guru harus memandang
penting pendidikan akhlak sebagai bagian dari gerakan nasional yang
menjadikan sekolah sebagai pelaku utama dalam pembangunan akhlak
siswa melalui pembelajaran dan pembiasaan. sekolah harus berkomitmen
untuk membawa peserta didik memiliki nilai-nilai karakter mulia seperti
hormat dan peduli pada orang lain, tanggung jawab, memiliki integritas,
dan disiplin. Di sisi lain pendidikan karakter juga harus mampu
menjauhkan peserta didik dari sikap dan perilaku yang tercela dan
dilarang.
Guru PAI melalui rujukan Al-Qur’an dan as-Sunnah dapat
menempuh salah satu cara pembiasaan. Mereka juga dapat melakukannya
secara sekaligus dan bergantian dalam pembentukan akhlak dan karakter
siswa.
a. Menanamkan pemahaman tentang Islam yang benar dan seimbang.
Pemahaman tentang agama yang seimbang merupakan hal
mendasar yang harus dimiliki. Hal pertama yang harus ditanamkan adalah
tauhid dan akidah. Ajaran-ajaran Islam harus diajarkan kepada siswa
secara bertahap. Seperti cara salat, berwudhu, mengaji, menceritakan
kisah-kisah para Nabi dan Rasul serta para sahabat. Siswa dilatih untuk
menghafal beberapa doa pendek seperti doa hendak makan, hendak tidur,
dan sebagainya.
b. Mencontohkan dan membiasakan siswa untuk berperilaku yang baik
Guru PAI adalah salah satu pendidik bagi siswa di sekolah yang
mendekatkan kepada teladan terbaik yaitu Nabi Muhammad SAW. Banyak
8

Jurnal Ulumuddin Volume 6, Nomor 1, Juni 2016

PENGUATAN PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
DALAM PENANAMAN AKHLAK DI SEKOLAH

hal baik yang bisa dicontohkan kepada siswa. Seperti memberikan sedekah
kepada fakir miskin, suka menolong, pemberani, sabar, dan rendah hati,
menghormati orang lain dengan berkata-kata dan bersikap yang sopan.
Pembiasaan salat, berdoa jika hendak melakukan sesuatu, menjaga
kebersihan, mengucapkan dan membalas salam, meminta maaf dan
berterima kasih, dan beragam akhlak mulia lainnya juga mendapat porsi
yang sama. Untuk siswa perempuan, biasakanlah untuk memakai penutup
auratnya sejak kecil, agar ketika dewasa nanti ia akan lebih mudah untuk
menggunakan hijab.
c. Komunikasi yang baik dengan siswa
Dalam komunikasi dengan siswa ada keterbukaan antara keduanya.
Hal ini mencerminkan rasa saling percaya satu sama lain hingga
membantu dalam memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapi
oleh masing-masing pihak, khususnya siswa. Tumbuhkanlah rasa nyaman
di hati mereka ketika sedang bercerita. Berikanlah respon yang positif
yang tidak berkesan menggurui atau memerintah, namun lebih kepada
perasaan bahwa orang tua sangat memahami mereka.
F. Catatan Penutup
Pendidikan Akhlak mendasari pengembangan karakter siswa
dengan fondasi teologis yang benar sehingga bisa mendekatkan diri
kepada akhlak yang baik. Guru PAI kemudian tidak bisa melepaskan diri
dari Quran dan Sunnah dalam pendidikan akhlak siswanya. Dengan
demikian, ia telah mendidik akhlak dengan membangun hubungan yang
baik dengan Allah dan Rasulullah, lalu berlanjut pada hubungan dengan
sesamanya dan dengan lingkungannya.
Catatan Akhir
1 Bandingkan dengan Asmaran AS, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: Grafindo
Persada, 1994), h. 1
2 Sahilun A. Nashir, Etika Dan Problematika Dewasa Ini, (Bandung: Al-Ma’arif,
1990) , h. 12
3 Marzuki,
“Prinsip Dasar Pendidikan Karakter Perspektif Islam,”
http://staff.uny.ac.id/ sites/default/files/pengabdian/dr-marzuki-mag/dr-marzuki-magprinsip-dasar-pendidikan-karakter-perspektif-islam.pdf
4 Ibid, h. 12
5 Yuhanar Ilyas, Kuliah Akhlak, (Yogyakarta: LPPI, 2004), h. 2
6 Ibid., h. 2
7 Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam, (Jakarta: Pustaka
Amani, 2002), h. 193
8 Nipan Abdul Halim, Menghias Diri dengan Akhlak Terpuji, (Yogyakarta: Mitra
Pustaka, 2000) h. 12
9 Marzuki, “Prinsip …”
10 Rachmat Djatnika, Sistem Ethika Islami (Akhlak Mulia), (Surabaya: Pustaka
Islam, 1985) .h. 73
11 Marzuki, “Prinsip …”
12Ibn Miskawaih, Menuju Kesempurnaan Akhlak, (Bandung: Mizan, 1994), h. 56.
13 Marzuki, “Prinsip…”

Jurnal Ulumuddin Volume 6, Nomor 1, Juni 2016

9

RAZIB SULISTIYO
14 Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam,
Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 18.
15 Ibid, H. 108-109.
16 Faqihuz-Zaman Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin, Makaarimal-Akhlak,
(Jakarta: Maktabah Abu Salma, 2008), h.35-37
17 Marzuki, “Prinsip …”
18 Ilyas, Kuliah …, h. 17
19 Ibid., h. 44
20 Ibid., h. 28
21 Ibid., h.147
22Marzuki, “Prinsip …”
23Kementerian Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat
Kurikulum dan Perbukuan, Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter, tahun 2011,
(Jakarta: Kemendiknas, 2011), h. 3.

Daftar Pustaka
Asmaran AS. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: Grafindo Persada, 1994.
Sahilun A. Nashir. Etika Dan Problematika Dewasa Ini. Bandung: AlMa’arif, 1990.
Yunahar Ilyas. Kuliah Akhlak. Yogyakarta: LPPI, 2004
Abdullah Nashih Ulwan. Pendidikan Anak Dalam Islam. Jakarta: Pustaka
Amani, 2002
Nipan Abdul Halim. Menghias Diri dengan Akhlak Terpuji. Yogyakarta:
Mitra Pustaka, 2000.
Marzuki, “Prinsip Dasar Pendidikan Karakter Perspektif Islam,”
http://staff.uny.ac.id/ sites/default/files/pengabdian/dr-marzukimag/dr-marzuki-mag-prinsip-dasar-pendidikan-karakterperspektif-islam.pdf
Rachmat Djatnika. Sistem Ethika Islami (Akhlak Mulia). Surabaya:
Pustaka Islam, 1985.
Ibn Miskawaih. Menuju Kesempurnaan Akhlak. Bandung: Mizan, 1994.
Abdul Majid dan Dian Andayani. Pendidikan Karakter Perspektif Islam.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011.
Faqihuz-Zaman Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin. Makarimal-Akhlak.
Jakarta: Maktabah Abu Salma, 2008.
Kementerian Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan
Pusat Kurikulum dan Perbukuan. Pedoman Pelaksanaan
Pendidikan Karakter. Jakarta : Kemendiknas, 2011.

10

Jurnal Ulumuddin Volume 6, Nomor 1, Juni 2016