ISU ETIKA DALAM PRAKTIK AUDITING DAN KON

ISU ETIKA DALAM PRAKTIK AUDITING DAN KONSULTANSI MANAJEMEN
A. ETIKA DALAM PRAKTIK AUDITING
Secara garis besar etika dapat didefinisikan sebagai serangkaian prinsip atau nilai moral
yang dimiliki oleh setiap orang. Dalam hal ini kebutuhan etika dalam masyarakat sangat
mendesak sehingga sangatlah lazim untuk memasukkan nilai-nilai etika ini ke dalam undangundang atau peraturan yang berlaku di negara kita. Banyaknya nilai etika yang ada tidak
dapat dijadikan undang-undang atau peraturan karena sifat nilai-nilai etika sangat tergantung
pada pertimbangan seseorang.
1. Prinsip-Prinsip Etika
Prinsip etika seorang auditor terdiri dari enam yaitu:
a) Rasa Tanggung Jawab (responsibility) mereka harus peka serta memiliki
pertimbangan moral atas seluruh aktivitas yang mereka lakukan.
b) Kepentingan Publik, auditor harus menerima kewajiban untuk bertindak sedemikian
rupa agar dapat melayani kepentingan orang banyak, menghargai kepercayaan publik,
serta menunjukan komitmennya pada profesionalisme.
c) Integritas, yaitu mempertahankan dan memperluas keyakinan publik.
d) Obyektivitas dan Indepensi, auditor harus mempertahankan obyektivitas dan terbebas
dari konflik antar kepentingan dan harus berada dalam posisi yang independen.
e) Due care, seorang auditor harus selalu memperhatikan standar tekhnik dan etika
profesi dengan meningkatkan kompetensi dan kualitas jasa, serta melaksanakan
tanggung jawab dengan kemampuan terbaiknya.
f) Lingkup dan sifat jasa, auditor yang berpraktik bagi publik harus memperhatikan

prinsip-prinsip pada kode etik profesi dalam menentukan lingkup dan sifat jasa yang
disediakannya.
2. Dilema Etika Seorang Auditor
Setiap profesi pasti pernah mengalami dilema etika. Dilema etika merupakan situasi yang
dihadapi oleh seseorang dimana ia merasa bingung untuk mengambil suatu keputusan tentang
perilaku apa yang seharusnya dilakukan. Banyak alternatif untuk menyelesaikan dilemadilema etika, hanya saja diperlukan suatu perhatian khusus dari tiap individu untuk
menghindari rasionalisasi tindakan-tindakan yang kurang atau bahkan tidak etis.
3. Model Umum Untuk Membuat Keputusan Beretika
1) Mengumpulkan /mengidentifikasi semua fakta-fakta yang relevan tentang situasi yang
menimbulkan isu etika dan membuat suatu kebutuhan untuk suatu keputusan beretika.

2) Memikirkan individu-individu/kelompok-kelompok yang akan terkena dampaknya.
3) Memikirkan akibat-akibat alternatif dari suatu tindakan.
4) Memikirkan hasil-hasil yang mungkin sebagai konsekuensi yang diakibatkan tindakan
tersebut.
5) Membandingkan akibat-akibat tindakan tersebut dengan pertanyaan-pertanyaan etika
yang timbul.
6) Memilih suatu alur aksi diantara alternatif-alternatif tersebut.
B. ETIKA DALAM PRAKTIK KONSULTAN MANAJEMEN
Setiap profesi yang menyediakan jasanya kepada masyarakat memerlukan

kepercayaan dari masyarakat yang dilayaninya. Kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa
konsultan manajemen akan menjadi lebih tinggi jika profesi tersebut menerapkan standar
mutu tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan profesional yang dilakukan oleh anggota
profesinya. Tujuan konsultan manajemen adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan
standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada
kepentingan publik. Untuk mencapai tujuan tersebut terdapat empat kebutuhan dasar yang
harus dipenuhi:
1. Kredibilitas. Masyarakat membutuhkan kredibilitas informasi dan sistem informasi.
2. Profesionalisme. Diperlukan individu yang dengan jelas dapat diidentifikasikan oleh
pemakai jasa konsultan sebagai profesional di bidangnya.
3. Kualitas Jasa. Terdapatnya keyakinan bahwa semua jasa yang diperoleh diberikan
dengan standar kinerja tertinggi.
4. Kepercayaan. Pemakai jasa konsultan manajemen harus dapat merasa yakin bahwa
terdapat kerangka etika profesional yang melandasi pemberian jasanya.
Praktisi jasa konsultansi adalah akuntan publik, yang terlibat dalam penyediaan jasa
konsultansi untuk kliennya, atau siapa saja yang menyediakan jasa konsultansi untuk klien
dengan mengatasnamakan akuntan publik. Proses konsultansi adalah rangkaian kegiatan
dengan pendekatan analitik dalam penyediaan jasa konsultansi. Secara rinci, proses tersebut
merupakan gabungan kegiatan perumusan sasaran yang ditentukan oleh klien, penemuan
fakta, perumusan masalah atau peluang, pengkajian berbagai alternatif, penentuan usulan

tindakan, penyampaian temuan, implementasi, dan penindaklanjutan.
Jasa konsultasi manajemen atau management advisory services (MAS) merupakan
fungsi pemberian konsultasi dengan memberikan saran dan bantuan teknis kepada klien
untuk peningkatan penggunaan kemampuan dan sumber daya untuk mencapai tujuan

perusahaan klien. Akuntan dapat dikontrak untuk memberikan pendapat sebagai seorang ahli
mengenai suatu hal tertentu seperti penggunaan prinsip akuntansi, undang-undang
perpajakan, dan penggunaan teknologi pemroses data-data keuangan. Akuntan publik, dengan
kapasitasnya sebagai konsultan, tidak dibenarkan membuat ataupun menentukan keputusan
manajemen.
Jasa konsulatansi pada hakikatnya berbeda dari jasa atestasi akuntan publik terhadap
asersi pihak ketiga. Dalam jasa atestasi, para praktisi menyajikan suatu kesimpulan mengenai
keandalan suatu asersi tertulis yang menjadi tanggung jawab pihak lain, yaitu pembuat asersi
(asserter). Dalam jasa konsultansi, para praktisi menyajikan temuan, kesimpulan dan
rekomendasi. Sifat dan lingkup pekerjaan jasa konsultansi ditentukan oleh perjanjian antara
praktisi dengan kliennya. Umumnya, pekerjaan jasa konsultansi dilaksanakan untuk
kepentingan klien.
Dalam praktiknya, tidak jarang bahwa jasa atestasi merupakan bagian dari

jasa


konsultasi manajemen. Bila praktisi memberikan jasa atestasi sebagai bagian dari penugasan
jasa konsultasi manajemen, Pernyataan Standar Atestasi hanya berlaku terbatas untuk jasa
atestasi saja. Jika praktisi menentukan bahwa jasa atestasi dilaksanakan sebagai bagian dari
penugasan jasa konsultasi manajemen, praktisi harus memberitahu klien mengenai perbedaan
yang relevan antara dua tipe jasa tersebut dan harus memperoleh persetujuan dari klien
bahwa jasa atestasi harus dilaksanakan berdasarkan persyaratan profesional yang memadai.
Surat perjanjian jasa konsultasi manajemen harus menyebutkan persyaratan pelaksanaan jasa
atestasi tersebut. Praktisi harus melakukan tindakan itu karena persyaratan profesional untuk
jasa atestasi berbeda dengan persyaratan jasa konsultasi manajemen.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, salah satu bentuk jasa konsultasi
manajemen adalah pemberian jasa sistem teknologi informasi untuk memproses data-data
keuangan klien. Dalam Kode Etik Profesi Akuntan Publik paragraf 290.187-191, disebutkan
sebagai berikut.
Par. 290.187:
Ancaman telaah pribadi dapat terjadi ketika KAP atau Jaringan KAP memberikan jasa
profesional kepada klien audit laporan keuangan yang melibatkan perancangan dan
penerapan sistem teknologi informasi keuangan yang digunakan untuk menghasilkan
informasi yang selanjutnya menjadi bagian dari laporan keuangan.
Par. 290.188:

Kemungkinan terjadinya ancaman telaah pribadi demikian signifikan ketika KAP atau
Jaringan KAP memberikan jasa profesional tersebut diatas kepada klien audit laporan
keuangan, kecuali jika KAP atau Jaringan KAP telah menerapkan pencegahan yang tepat
yang memastikan klien audit laporan keuangan untuk:

a) Mengakui tanggung jawabnya dalam menetapkan dan memantau sistem pengendalian
intern;
b) Menugaskan karyawan yang kompeten (dengan mengutamakan karyawan pada
tingkat manajemen senior) untuk bertanggung jawab atas setiap keputusan
manajemen yang terkait dengan perancangan dan penerapan sistem perangkat keras
dan perangkat lunak;
c) Membuat keputusan manajemen yang terkait dengan proses perancangan dan
penerapan sistem teknologi informasi;
d) Mengevaluasi kecukupan dan hasil dari perancangan dan penerapan sistem tersebut;
e) Bertanggung jawab atas pengoperasian sistem perangkat keras dan perangkat lunak
serta data yang digunakan dalam atau dihasilkan oleh sistem tersebut.
Par. 290.189:
Pertimbangan juga harus dilakukan mengenai perlu tidaknya pemberian jasa
profesional selain jasa assurance hanya dilakukan oleh personil KAP atau Jaringan KAP
yang tidak terlibat dalam perikatan audit laporan keuangan serta berada pada lini pelaporan

yang berbeda.
Par. 290.190:
Ancaman telaah pribadi dapat terjadi ketika KAP atau Jaringan KAP memberikan jasa
profesional kepada klien audit laporan keuangan yang melibatkan perancangan dan
penerapan sistem teknologi informasi keuangan yang digunakan untuk menghasilkan
informasi yang selanjutnya menjadi bagian dari laporan keuangan. Signifikansi setiap
ancaman harus dievaluasi dan, jika ancaman tersebut merupakan ancaman selain ancaman
yang secara jelas tidak signifikan, maka pencegahan yang tepat harus dipertimbangkan dan
diterapkan untuk menghilangkan ancaman tersebut atau menguranginya ke tingkat yang dapat
diterima.
Par. 290.191:
Pemberian jasa profesional oleh KAP atau Jaringan KAP yang melibatkan penilaian,
perancangan, dan penerapan pengendalian akuntansi internal dan pengendalian manajemen
risiko tidak menimbulkan ancaman terhadap independensi selama personil KAP atau Jaringan
KAP yang terlibat dalam pemberian jasa profesional tersebut tidak melaksanakan fungsi
manajemen.
Standar umum untuk akuntan publik sebagai praktisi yang harus diterapkan dalam
setiap perikatannya adalah sebagai berikut:
a. Kecakapan Profesional.


Setiap perikatan jasa profesional hanya dapat diterima apabila akuntan publik sebagai
praktisi yakin bahwa perikatan tersebut dapat diselesaikan dengan kompeten dan
tanggung jawab.
b. Penggunaan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama.
Dalam setiap pelaksanaan jasa profesional, kemahiran profesional praktisi harus
digunakan dengan cermat dan seksama.
c. Perencanaan dan supervisi.
Setiap pekerjaan jasa profesional praktisi harus dilaksanakan dengan perencanaan dan
supervisi yang memadai.
d. Data relevan yang memadai.
Data yang relevan harus didapatkan praktisi dalam jumlah yang memadai sehingga
kesimpulan atau rekomendasi yang berhubungan dengan semua jasa profesional,
selalu didasarkan pada pertimbangan yang rasional.
Selain itu, standar umum tambahan untuk semua jasa konsultansi yang ditetapkan
karena kekhususan sifat jasa konsultansi yaitu kesepakatan dengan klien dapat menjadi
pembatas bagi praktisi dalam pelaksanaan tugasnya, yaitu:
a. Kepentingan klien.
Dalam setiap perikatan, praktisi harus melayani kepentingan klien untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan dalam kesepakatan dengan klien dengan tetap
mempertahankan integritas dan objektivitas.

b. Kesepakatan dengan klien.
Dalam setiap perikatannya, praktisi harus mencapai kesepakatan, baik secara lisan
maupun tertulis, dengan klien mengenai tanggung jawab masing-masing pihak dan
sifat, lingkup, dan keterbatasan jasa yang akan disediakan, dan mengubah
kesepakatan tersebut apabila terjadi perubahan signfikan selama masa perikatan.
c. Komunikasi dengan klien.
Praktisi harus memberitahu kliennya tentang adanya benturan kepentingan, keraguan
signifikan yang berkaitan dengan lingkup dan manfaat suatu perikatan, dan temuan
atau kejadian signifikan selama periode perikatan.
Pertimbangan profesional harus selalu digunakan dalam penerapan Standar Jasa
Konsultansi terutama untuk hal-hal khusus, sebab kesepakatan dengan klien, baik lisan
maupun tertulis, dapat menjadi kendala dalam pelaksanaan suatu jasa. Sebagai contoh,
kesepakatan dengan klien dapat menjadi kendala bagi usaha praktisi dalam proses
pengumpulan data relevan. Praktisi tidak diharuskan untuk menolak atau mengundurkan diri
dari suatu perikatan jasa konsultansi apabila lingkup jasa yang disepakati bersama memiliki
keterbatasan tersebut.
C. KASUS-KASUS ISU ETIKA DALAM PRAKTIK AUDITING

Sunbeam
Masalah Andersen dengan Sunbeam bermula dari kegagalan audit yang membuat

kesalahan serius pada akuntansinya yang akhirnya menghasilkan tuntutan class action dari
investor Sunbeam. Baik dari gugatan hukum dan perintah sipil yang diajukan SEC menuduh
Sunbeam membesar-besarkan penghasilan melaului strategi penipuan akuntansi, seperti
pendapatan “cookie jar”, recording revenue on contingent sales, dan mempercepat penjualan
dari periode selanjutnya ke kuartal masa kini. Perusahaan juga dituduh melakukan hal yang
tidak benar melakukan transaksi “bill-and-hold”, dimana menggembungkan pesanan bulan
depan dari pengiriman sebenarnya dan tagihannya.
Akibatnya, Sunbeam dipaksa meyatakan kembali laporan keuangan selama enam
kuartal. SEC juga menuduh Arthur Andersen. Pada 2001, Sunbeam mengajukan petisi kepada
Pengadilan kepailitan AS Distrik Selatan New York dengan Bab 11 Judul 11 tentang aturan
kebangkrutan. Agustus 2002, pengadilan memutuskan pembayaran sebesar $141 juta.
Andersen setuju membayar $110 juta untuk menyeleaikan klaim tanpa mengakui kesalahan
dan tanggung jawab. Sunbeam mengalami kerugian pemegang saham sebesar $4,4 miliar dan
kehilangan ribuan karyawannya. Sunbeam terbebas dari kebangkrutan.
Enron
Bulan Oktober 2001, SEC mengumumkan investigasi akuntansi Enron, salah satu
klien terbesar Andersen. Dengan Enron, Andersen mampu membuat 80 persen perusahaan
minyak dan gas menjadi kliennya. Namun, pada November 2001 harus mengalami kerugian
sebesar $586 juta. Dalam sebulan, Enron bangkrut.
Departemen Kehakiman AS memulai melakukan penyelidikan kriminal pada 2002

yang mendorong Andersen dan kliennya runtuh. Perusahaan audit akhirnya mengakui telah
menghancurkan dokumen yang berkaitan dengan audit Enron yang menghambat putusan.
Atas kasus itu, Nancy Temple, pengacara Andersen meminta perlindungan
Amandemen Kelima yang dengan demikian tidak memiliki saksi. Banyak pihak yang
menamainya sebagai “bujukan koruptif” yang menyesatkan. Dia menginstruksikan David
Duncan, supervisor Andersen dalam pengawasan rekening Enron, untuk menghapus namanya
dari memo yang bisa memberatkannya.
Pada Juni 2005, pengadilan memutuskan Andersen bersalah menghambat peradilan,
menjadikannya perusahaan akuntan pertama yang dipidana. Perusahaan setuju untuk
menghentikan auditing publik pada 31 Agustus 2002, yang pada prinsipnya mematikan
bisnisnya.

D. MATERI PENGAYAAN
Isu-isu seputar hukum dan etika dalam pengauditan Andersen yang menyimpang
Dari kasus tersebut secara kasat mata kasus tersebut terlihat sebuah tindakan
malpraktik jika dilihat dari etika bisnis dan profesi akuntan antara lain:


Adanya praktik discrimination of information/unfair discrimination, terlihat dari
tindakan dan perilaku yang tidak sehat dari manajemen yang berperan besar pada

kebangkrutan perusahaan, terjadinya pelanggaran terhadap norma etika corporate
governance dan corporate responsibility oleh manajemen perusahaan, dan perilaku
manajemen perusahaan merupakan pelanggaran besar-besaran terhadap kepercayaan
yang diberikan kepada perusahaan.



Adanya penyesatan informasi. Dalam kasus Enron misalnya, pihak manajemen Enron
maupun Arthur Andersen mengetahui tentang praktek akuntansi dan bisnis yang tidak
sehat. Tetapi demi mempertahankan kepercayaan dari investor dan publik kedua belah
pihak merekayasa laporan keuangan mulai dari tahun 1985 sampai dengan Enron
menjadi hancur berantakan. Bahkan CEO Enron saat menjelang kebangkrutannya
masih tetap melakukan Deception dengan menyebutkan bahwa Enron secara
berkesinambungan memberikan prospek yang sangat baik. Andersen tidak mau
mengungkapkan apa sebenarnya terjadi dengan Enron, bahkan awal tahun 2001
berdasarkan hasil evaluasi Enron tetap dipertahankan.



Arthur Andersen, merupakan kantor akuntan publik tidak hanya melakukan
manipulasi laporan keuangan, Andersen juga telah melakukan tindakan yang tidak
etis, dalam kasus Enron adalah dengan menghancurkan dokumen-dokumen penting
yang berkaitan dengan kasus Enron. Arthur Andersen memusnahkan dokumen pada
periode sejak kasus Enron mulai mencuat ke permukaan, sampai dengan munculnya
panggilan pengadilan. Walaupun penghancuran dokumen tersebut sesuai kebijakan
internal Andersen, tetapi kasus ini dianggap melanggar hukum dan menyebabkan
kredibilitas Arthur Andersen hancur. Disini Andersen telah ingkar dari sikap
profesionallisme

sebagai

akuntan

independen

dengan

melakukan

tindakan

menerbitkan laporan audit yang salah dan meyesatkan.
Bukti bahwa budaya perusahaan Andersen berkontribusi terhadap kejatuhan
perusahaan
Ada beberapa poin yang membuktikan bahwa budaya perusahaan berkontribusi
terhadap kejatuhan perusahaan, diantaranya:



Pertumbuhan perusahaan dijadikan prioritas utama dan menekankan pada perekrutran
dan mempertahankan klien-klien besar, namun mutu dan independensi audit
dikorbankan.



Standar-standar profesi akuntansi dan integritas yang menjadi contoh perusahaanperusahaan lainnya luntur seiring motivasi meraup keuntungan yang lebih besar.



Perusahaan terlalu fokus terhadap pertumbuhan, sehingga tanpa sadar menghasilkan
perubahan

mendasar

dalam

budaya

perusahaan.

Perubahan

sikap

lebih

memprioritaskan mendapatkan bisnis konsultasi yang memiliki pertumbuhan
keuntungan lebih besar lebih tinggi dibanding menyediakan layanan auditing yang
obyektif yang merupakan dasar dari awal mula berdirinya Kantor Akuntan Publik
Arthur Andersen. Pada akhirnya ini menggiring pada kehancuran perusahaan.


Andersen menjadi membatasi pengawasan terhadap tim audit akibat kurangnya check
and balances yang bisa terlihat ketika tim audit telah menyimpang dari kebijakan
semula.



Sikap Arthur Andersen yang memusnahkan dokumen pada periode sejak kasus Enron
mulai mencuat ke permukaan, sampai dengan munculnya panggilan pengadilan.
Walaupun penghancuran dokumen tersebut sesuai kebijakan internal Andersen, tetapi
kasus ini dianggap melanggar hokum dan menyebabkan kredibilitas Arthur Andersen
hancur. Akibatnya, banyak klien Andersen yang memutuskan hubungan dan Arthur
Andersen pun ditutup.

Bagaimana UU

Sarbanes-Oxiety bisa meminimalkan

kesalahan

auditor dan

penyimpangan akuntansi
Akibat dari rentetan kasus itu, pemerintah AS menerbitkan Sarbanes-Oxley Act
(SOX) untuk melindungi para investor dengan cara meningkatkan akurasi dan reabilitas
pengungkapan yang dilakukan perusahaan publik. Kegagalan ini menimbulkan krisis yang
serius terhadap kredibilitas akuntansi, pelaporan, dan proses tata kelola perusahaan sehingga
oleh politisi AS diciptakan kerangka kerja baru terhadap akuntabilitas dan tata kelola
perusahaan melalui Sarbanes-Oxley Act (SOX) untuk memulihkan kepercayaan yang cukup
dan untuk menjadikan pasar modal kembali berfungsi normal.
Undang-Undang Sarbanes-Oxiety bisa menetapkan pedoman dan arah baru untuk
perusahaan dan bisa untuk pertanggungjawaban kepada divisi akuntansi. Dengan adanya
tindakan ini , bisa untuk memerangi penipuan sekuritas dan akuntansi. Dan untuk

menekankan kepada independensi dan kualitas, membatasi kemampuan perusahaan untuk
menyediakan keduanya yaitu non-audit dan jasa untuk klien yang sama dan memerlukan
tinjauan berkala audit perusahaan, agar hasilnya bisa memuaskan.
Beberapa perubahan yang ditentukan dalam SOX memiliki beberapa tujuan, diantaranya:


Untuk menjamin independensi auditor. Kantor Akuntan Publik dilarang memberikan
jasa non-audit kepada perusahaan yang diaudit.



Membutuhkan persetujuan dari audit committee perusahaan sebelum melakukan
audit. Setiap perusahaan memiliki audit committee ini karena definisinya diperluas,
yaitu jika tidak ada, maka seluruh dewan komisaris menjadi audit committee.



Melarang Kantor Akuntan Publik memberikan jasa audit jika audit partnernya telah
memberikan jasa audit tersebut selama lima tahun berturut-turut kepada klien
tersebut.



Kantor Akuntan Publik harus segera membuat laporan kepada audit committee yang
menunjukkan kebijakan akuntansi yang penting yang digunakan, alternatif
perlakukan-perlakuan akuntansi yang sesuai standar dan telah dibicarakan dengan
manajemen perusahaan, pemilihannya oleh manajemen dan preferensi auditor.



KAP dilarang memberikan jasa audit jika CEO, CFO, chief accounting officer,
controller klien sebelumnya bekerja di KAP tersebut dan mengaudit klien tersebut
setahun sebelumnya.

Berkaitan dengan pemusnahan dokumen, SOX melarang pemusnahan atau manipulasi
dokumen yang dapat menghalangi investigasi pemerintah kepada perusahaan yang
menyatakan bangkrut.
Selain itu, kini CEO dan CFO harus membuat surat pernyataan bahwa laporan keuangan
yang mereka laporkan adalah sesuai dengan peraturan SEC dan semua informasi yang
dilaporkan adalah wajar dan tidak ada kesalahan material. Sebagai tambahan, menjadi
semakin banyak ancaman pidana bagi mereka yang melakukan pelanggaran ini.
Kasus yang menimpa Andersen dan kaitannya dengan Islam
Dari kasus ini banyak terjadi perilaku tidak etis. Perilaku tidak etis paling paling
mengemuka disini adalah adalah adanya manipulasi laporan keuangan untuk menunjukkan
seolah-olah kinerja perusahaan baik. Andersen telah menciderai kepercayaan dari pihak stock
holder untuk memberikan suatu informasi yang adil mengenai pertanggungjawaban dari
pihak agen dalam mengemban amanah.

Faktor tersebut adalah merupakan perilaku tidak etis yang sangat bertentangan dengan
nilai-nilai keadilan dalam Islam dan dalam bisnis membahayakan. Faktor penyebab
kecurangan tersebut diantaranya dilatarbelakangi oleh sikap tidak etis, tidak jujur, karakter
moral yang rendah, dominasi kepercayaan, dan lemahnya pengendalian. Hal tersebut akan
dapat dihindari melalui meningkatkan moral, akhlak, etika, perilaku, dan lain sebagainya,
karena tindakan yang bermoral akan memberikan implikasi terhadap kepercayaan publik.
Dalam kasus Andersen diketahui terjadinya perilaku moral hazard diantaranya
manipulasi laporan keuangan dengan mencatat keuntungan padahal perusahaan mengalami
kerugian. Manipulasi keuntungan disebabkan keinginan perusahaan agar saham tetap
diminati investor. Ini merupakan salah satu contoh kasus pelanggaran etika profesi Auditor
yang terjadi di Amerika Serikat, sebuah negara yang memiliki perangkat Undang-undang
bisnis dan pasar modal yang lebih lengkap. Hal ini terjadi akibat keegoisan satu pihak
terhadap pihak lain, dalam hal ini pihak-pihak yang selama ini diuntungkan atas penipuan
laporan keuangan terhadap pihak yang telah tertipu. Hal ini buah dari sebuah ketidakjujuran,
kebohongan atau dari praktik bisnis yang tidak etis yang berakibat hutang dan sebuah
kehancuran yang menyisakan penderitaan bagi banyak pihak disamping proses peradilan dan
tuntutan hukum
Untuk itulah kode etik profesi harus dibuat untuk menopang praktik yang sehat bebas
dari kecurangan. Kode etik mengatur anggotanya dan menjelaskan hal apa yang baik dan
tidak baik dan mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan sebagai anggota profesi baik
dalam berhubungan dengan kolega, klien, publik dan karyawan sendiri.
Yang harus menjadi sebuah pelajaran bahwa sesungguhnya suatu praktik atau perilaku
yang dilandasi dengan ketidakbaikan maka akhirnya akan menuai ketidakbaikan pula
termasuk kemadharatan bagi banyak pihak.