STRATEGI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN USAHA MI (1)

STRATEGI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN USAHA MIKRO,
KECIL DAN MENENGAH DALAM RANGKA MENGHADAPI
MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA)
Dosen :
Prof. Dr. H Rukmana Amanwinata, S.H., M.H.
Dr. Hernadi Affandi, S.H., L.L.M

Disusun Oleh :
Heni Sulastri
NPM : 110620170014

Fakultas Hukum
Program Studi Magister Kenotariatan
Universitas Padjadjaran
2017

2

Daftar Isi
Daftar Isi................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1

1.

Latar Belakang............................................................................................ 1

2.

Identifikasi Masalah .................................................................................... 6

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................... 7
1.

Politik Strategi Kebijakan Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM) dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA)......................................................................................................... 7

2.

Perlindungan Hukum Bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menenggah
(UMKM) terhadap Dampak Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) .......... 17


BAB III PENUTUP ................................................................................................ 23
1.

Kesimpulan ............................................................................................... 23

2.

Saran .......................................................................................................... 25

Daftar Pustaka ........................................................................................................ 26

2

3

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Indonesia sebagai sebuah negara dengan pertumbuhan penduduk yang
besar, negara yang kaya akan sumber daya alam, dan negara yang sangat

menjunjung tinggi keadilan sosial, sebagaimana yang tercantum dalam sila ke
lima yakni “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia”. Keadilan sosial
dalam artian keadilan dalam berbagai hal, termasuk salah satunya peningkatan
dan pemerataan pendapatan. Maka untuk mewujudkan hal tersebut kita perlu
melakukan suatu pembangunan ekonomi. Melalui pembangunan kita
bermaksud untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat secara bertahap dan
berkesinambungan,

yaitu

dengan

cara

meningkatkan

konsumsinya.

Pembangunan ekonomi yang terfokus pada masyarakat ekonomi menengah
kebawah, salah satunya dengan memberdayakan Usaha Mikro Kecil dan

Menengah (UMKM).
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan pelaku bisnis
yang bergerak pada berbagai bidang usaha, yang menyentuh kepentingan
masyarakat. Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki
peranan yang sangat strategis dan penting yang dapat ditinjau dari berbagai
aspek, diantaranya jumlah industri yang dibangun besar dan terdapat dalam
setiap sektor ekonomi serta besarnya penyerapan tenaga kerja. Investasi pada
sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dapat menciptakan lebih
banyak kesempatan kerja apabila dibandingkan dengan investasi yang sama
pada usaha besar.
Kebijakan pemerintah dalam pengembangan Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM) dalam jangka panjang bertujuan untuk meningkatkan
potensi dan partisipasi aktif Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
dalam

proses

pembangunan,

khususnya


dalam

rangka

mewujudkan

pemerataan pembangunan melalui perluasan lapangan kerja dan peningkatan
pendapatan. Kendala yang dihadapi oleh sebagian besar Usaha Mikro Kecil
dan Menengah (UMKM) di Indonesia adalah rendahnya tingkat produktivitas,
3

4

rendahnya nilai tambah dan rendahnya kualitas produk. Kendala lain yang
dihadapi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) adalah keterkaitan
dengan prospek usaha yang kurang jelas serta perencanaan, visi dan misi yang
belum mantap. Hal ini terjadi karena umumnya Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM) bersifat income gathering yaitu menaikkan pendapatan,
dengan ciri-ciri sebagai


berikut:

merupakan

usaha

milik

keluarga,

menggunakan teknologi yang masih relatif sederhana, kurang memiliki akses
permodalan (bankable), dan tidak ada pemisahan modal usaha dengan
kebutuhan pribadi.
Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di tengah
arus globalisasi dan tingginya persaingan membuat Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM) harus mampu menghadapi tantangan global, seperti
meningkatkan inovasi produk dan jasa, pengembangan sumber daya manusia
dan teknologi, serta perluasan area pemasaran. Hal ini perlu dilakukan untuk
menambah nilai jual Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) itu sendiri,

terutama agar dapat bersaing dengan produk-produk asing yang semakin
membanjiri sentra industri dan manufaktur di Indonesia, mengingat Usaha
Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) adalah sektor ekonomi yang mampu
menyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia.
Perkembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia
masih dihadapkan pada berbagai persoalan sehingga menyebabkan lemahnya
daya saing terhadap produk impor. Permasalahan utama yang dihadapi Usaha
Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), antara lain keterbatasan infrastruktur
dan akses pemerintah terkait dengan perizinan dan birokrasi serta tingginya
tingkat pungutan. Dengan segala persoalan yang ada, potensi Usaha Mikro
Kecil dan Menengah (UMKM) yang besar itu menjadi terhambat. Meskipun
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dikatakan mampu bertahan dari
adanya krisis global namun pada kenyataannya permasalahan-permasalahan
yang dihadapi sangat banyak dan lebih berat. Hal itu dikarenakan selain
dipengaruhi karena krisis global, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
juga harus menghadapi persoalan domestik yang tidak kunjung terselesaikan
4

5


seperti masalah upah buruh, ketenaga kerjaan dan pungutan liar, korupsi dan
lain-lain.
Permasalahan lain yang dihadapi UMKM, yaitu adanya liberalisasi
perdagangan, seperti pemberlakuan ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA)
yang secara efektif telah berlaku tahun 2010 dan Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA). Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) secara formal
diimplementasikan pada akhir tahun 2015 meskipun prosesnya telah dimulai
sejak ditandatanganinya The ASEAN Framework Agreement on Economic
Cooperation oleh para pemimpin ASEAN pada tahun 1992. Dengan demikian,

perdagangan bebas telah mulai diterapkan secara bertahap dan progresif oleh
negara anggota ASEAN melalui regional trade agreement (RTA) berbentuk
ASEAN Free Trade Area (AFTA). Berbeda dengan ASEAN Free Trade Area
(AFTA), Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) lebih bersifat komprehensif
yang mencakup empat pilar dengan tujuan untuk mentransformasi ASEAN
menjadi pasar tunggal dengan basis produksi yang terintegrasi, dalam suatu
kawasan ekonomi yang berdaya saing, dengan tingkat pembangunan ekonomi
yang semakin merata, dan terhubung dengan jaringan produksi global.
Komitmen negara–negara ASEAN di Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA) tidak hanya terdiri atas liberalisasi, tetapi juga meliputi reformasi

ekonomi, fasilitasi, dan harmonisasi regulasi. Secara substansial penerapan
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sebenarnya sebagian besar telah
tercapai, misalnya, melalui penghapusan tarif, fasilitasi perdagangan, agenda
integrasi pasar jasa, fasilitasi investasi, simplifikasi dan harmonisasi
framework kebijakan pasar modal, fasilitas tenaga kerja terampil, dan lainnya.

MEA bukan merupakan tujuan akhir, melainkan merupakan suatu langkah
penting bagi perkembangan perekonomian ASEAN yang semakin terintegrasi.
Bagi Indonesia implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
merupakan salah satu langkah strategis yang dapat diambil oleh Pemerintah
Indonesia dalam rangka mengambil manfaat yang sebesar–besarnya dari
globalisasi ekonomi. Aspirasi multilateral, terutama yang berkaitan dengan
integrasi ekonomi kawasan, seperti Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dan
5

6

lainnya, selain memberikan kesempatan/peluang pasar yang lebih luas, juga
mengandung sejumlah tantangan/permasalahan yang kompleks.
Dalam hal ini, pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

selain meningkatkan perdagangan intra regional ASEAN, juga akan
meningkatkan persaingan untuk mendapatkan investasi, produksi, dan
perdagangan di kawasan. Dengan perdagangan yang akan semakin meningkat,
surplus atau defisit perdagangan yang terjadi bagi suatu negara cenderung
akan semakin dinamis dan multidimensi. Struktur ekspor Indonesia saat ini
didominasi oleh industri pengolahan berbasis sumber daya alam (SDA) yang
kinerjanya bergantung pada harga komoditas. Berakhirnya commodity super
cycle dan perlambatan ekonomi dunia menyebabkan turunnya harga

komoditas yang berdampak negatif.
Oleh karena itu, dalam upaya memperkuat Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM) sebagai fundamental ekonomi nasional, perlu kiranya
diciptakan iklim investasi domestik yang kondusif dalam upaya penguatan
pasar dalam negeri agar Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dapat
menjadi penyangga (buffer) perekonomian nasional. Masalah lain yang
dihadapi dan sekaligus menjadi kelemahan Usaha Mikro Kecil dan Menengah
(UMKM) adalah kurangnya akses informasi, khususnya informasi pasar. Hal
tersebut menjadi kendala dalam hal memasarkan produk-produknya, karena
dengan terbatasnya akses informasi pasar yang mengakibatkan rendahnya
orientasi pasar dan lemahnya daya saing di tingkat global. Miskinnya

informasi mengenai pasar tersebut, menjadikan Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM)

tidak dapat mengarahkan pengembangan usahanya

secara jelas dan fokus, sehingga perkembangannya mengalami stagnasi.
Banyak yang tidak menyadari bahwa semangat pasar bebas adalah
neokolonialisme atau penjajahan baru melalui liberalisme ekonomi. Sebagai
contohnya yaitu Franchise, dimana semua pihak seolah-olah berada pada
posisi yang sama-sama menang padahal banyak perusahaan lokal yang gulung
tikar, para kapitalis dengan leluasa menguasai perusahaan lokal yang terjebak
hutang. Padahal pasar yang sukses adalah pasar yang menghasilkan harga
6

7

yang mampu mengalokasikan sumber daya secara optimal 1 dan dapat bersaing
dengan baik tanpa menjatuhkan sesama pelaku ekonomi
Kecenderungan liberalisme ekonomi di satu pihak ingin menciptakan
pertumbuhan ekonomi tinggi, tetapi di lain pihak membawa pada
kecenderungan meningkatnya ketimpangan pendapatan. Bagi golongan
ekonomi kuat, liberalisasi ekonomi berarti kesempatan untuk tumbuh dengan
cepat, sedangkan bagi ekonomi lemah berbagai hambatan permodalan, sumber
daya

manusia,

ketrampilan

dan

kelembagaan

(manajemen)

tidak

memungkinkan mereka mendapatkan kesempatan yang sama.
Perkembangan ekonomi indonesia yang ada dapat kita simpulkan bahwa
minimnya kesiapan indonesia dalam menghadapi pasar bebas dalam hal ini
Masyarakat Ekonomi ASEA (MEA). Oleh karena itu dibutuhkannya peran
perlindungan pemerintah dalam melindungi usaha-usaha kecil agar dapat
bersaing dengan negara-negara lain dalam era globalisasi pasar bebas dan
perdagangan internasional sehingga kesejahteraan dalam bidang ekonomi
dapat terjamin. Eksistensi usaha kecil masih belum bisa terlepas dari berbagai
masalah klasik yang menyertainya. Terutama masalah akses modal dan
kesempatan mendapat peluang usaha, masalah produksi, pemasaran, jaringan
dan teknologi.2
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan membuat masyarakat yang
mempunyai Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) mau tidak mau
bersaing untuk mendapatkan pasar. Hal ini akan berdampak pada kemampuan
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) untuk bersaing dalam
menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Masalah daya saing dalam
pasar dunia yang semakin terbuka merupakan tantangan yang tidak ringan
bagi usaha mikro kecil. 3 Karena tanpa terkecuali hampir semua perekonomian
terlibat perdagangan Internasional. 4Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka
Penulis berminat menulis Paper dengan judul “Strategi Kebijakan Terhadap

1

T. Sunaryo,Ph.D, Ekonomi Manajerial Aplikasi Teori Mikro, Jakarta: Erlangga, 2001, hlm.201.
Ina Primiana, SE.,MT, Menggerakkan sector Riil UKM dan Industri, Bandung:Alfabeta,2009,hlm.3.
3
Ibid, hlm. 37.
4 Norman Gemmel, Ilmu Ekonomi Pembangunan, Jakarta:PT PustakaLP3S Indonesia,1994,hlm.13.

2

7

8

Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Dalam
Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).”

2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas penulis dapat mengidentifikasi
permasalahan terkait dengan judul karya ilmiah penulis, sebagai berikut:
1. Bagaimana politik hukum strategi kebijakan pengembangan Usaha Mikro
Kecil dan Menengah (UMKM) dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA) ?
2. Bagaimana perlindungan hukum bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah
(UMKM) terhadap dampak adanya Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA)?

8

9

BAB II
PEMBAHASAN

1. Politik Hukum Strategi Kebijakan Pengembangan Usaha Mikro Kecil
dan Menengah (UMKM) Dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA).
Politik hukum secara singkat berarti kebijakan hukum. Politik hukum
adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana
dalam pelaksanaan suatu pekerjaan kepemimpinan dan cara bertindak dalam
bidang hukum.

5

Beberapa pakar hukum mengemukakan pandangannya

mengenai Politik Hukum. Mochtar Kusumaatmadja 6mengemukakan bahwa
politik hukum merupakan kebijakan hukum dan perundang-undangan dalam
pembaharuan hukum. Selengkapanya Mochtar Kusumaatmajda mengatakan
bahwa politik hukum di Indonesia :
“ Di Indonesia dimana undang-undang merupakan cara pengaturan
hukum yang utama pembaharuan hukum terutama melalui perundangundangan. Proses pembentukan undang-undang harus dapat menampung
semua hal yang erat hubungannya (relevan) dengan bidang atau masalah
hendak diatur dalam undang-undang itu, apabila perundang-undangan
hendak merupakan pengaturan hukum yang efektif. Efektifitas suatu
peraturan

perundang-undangan

dalam

penerapannya

memerlukan

perhatian akan lembaga dan prosedur-prosedur yang diperlukan dalam
pelaksanaanya”
Mochtar Kusumaatmadja mengemukakan pula bahwa pembaharuan
hukum yang dilakukan melalui instrumen perundang-undangan akan
mengalami kesulitan dalam dua hal : Pertama ; Kesulitan untuk secara
rasional dan pasti menetapkan prioritas yang sesuai dengan kebutuhan

5 Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari, Dasar-dasar Politik Hukum, Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada,2004,hlm.22
6 Mochtar Kusumaatmadja,Pembinaan Hukum Dalam Rangka Pembangunan Nasional, Bandung:Bina
Cipta,1986,hlm.11

9

10

masyarakat, dan; Kedua ; Untuk membuat hukum yang sesuai dengan
kebutuhan dan kesadaran hukum masyarakat Intisari pemikiran politik hukum
yang dikemukakan oleh Mochtar Kusumaatmadja adalah berkaitan dengan
hukum mana yang perlu dibentuk (diperbaharui, dirubah, atau diganti) dan
hukum mana yang perlu dipertahankan agar secara bertahap dapat
diwujudkan tujuan negara.
Sunaryati Hartono7 mengemukakan bahwa politik hukum nasional tidak
dapat melepaskan diri dari perkembangan hukum internasional dan hukum
Negara lain sebagai bahan perbandingan maupun rujukan dalam memperkaya
khasanah hukum nasional.
“cukup banyak peraturan dan kebijakan hukum kita bukanlah sematamata ditentukan oleh kehendak bangsa kita sendiri, akan tetapi terjadi akibat
pengaruh kaidah hukum atau kebijakan yang ditentukan dalam forum
internasional atau oleh negara asing. Itulah sebabnya mengapa untuk
menghindari pengaruh ini atau untuk menekannya sehingga menjadi sedikit
mungkin, maka pembentukan hukum baru kita perlu lebih banya
memperhatikan perkembangan hukum internasional atau negara asing. Itulah
sebabnya mengapa untuk menghindari pengaruh ini atau untuk menekannya
sehingga menjadi sedikit mungkin, maka pembentukan baru hukum kita perlu
lebih banyak memperhatikan perkembangan hukum internasional dan
perkembangan hukum negara lain-lain negara (baik negara maju maupun
negara berkembang lainnya).”
Moh. Mahfud M.D.8 mengartikan politik hukum adalah legal policy atau
arah hukum yang akan diberlakukan oleh Negara untuk mencapai tujuan
Negara yang bentuknya dapat berupa pembuatan hukum baru dan
penggantian hukum lama. Definisi politik hukum tersebut kemudian diperluas
lagi dengan memasukkan aspek latar belakang dan lingkungan yang
mempengaruhi serta berbagai persoalan yang dihadapi dalam upaya
menegakkannya.

7
8

Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional,Bandung:Alumni,1991,hlm.19
Moh.Mahfud M.D, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi,Jakarta:Pustaka LP3ES,2006,hlm.5.

10

11

Terkait dengan fokus kajian politik hukum, Mahfud M.D. membagi tiga
kelompok dari politik hukum, yaitu: pertama; arah resmi tentang hukum yang
akan diberlakukan (legal policy) guna mencapai tujuan Negara yang
mencakup penggantian hukum lama dan pembentukkan hukum-hukum yang
baru sama sekali, kedua; latar belakang politik dan subsistem kemasyarakatan
lainnya dibalik lahirnya hukum, termasuk arah resmi tentang hukum yang
akan atau tidak akan diberlakukan, ketiga; persoalan-persoalan disekitar
penegakkan hukum, terutama implementasi atas politik hukum yang telah
digariskan. Mahfud juga berpendapat bahwa pijakan yang menjadi landasan
dari politik hukum adalah mewujudkan tujuan Negara dan sistem hukum dari
Negara yang bersangkutan yang dalam konteks Indonesia tujuan dan sistem
hukum itu terkandung di dalam Pembukaan UUD 1945, khususnya Pancasila
yang melahirkan kaedah-kaedah penuntun hukum.
Menurut Satjipto Rahardjo 9 politik hukum adalah aktivitas memilih dan
cara yang hendak dipakai untuk mencapai tujuan sosial dan hukum tertentu
dalam masyarakat. Untuk mempertajam definisi politik hukum Satjipto
Rahardjo mengemukakan beberapa pertanyaan mendasar yang harus dijawab
dalam politik hukum : (1) tujuan apa yang hendak dicapai dengan sistem
hukum yang ada; (2) cara-cara apa dan yang mana yang dirasa paling baik
untuk bias dipakai mencapai tujuan tersebut;(3) kapan waktunya hukum itu
perlu dirubah dan melalaui cara-cara bagaimana perubahan itu sebaiknya
diakukan dan (4) dapatkah dirumuskan suatu pola yang baku dan mapan yang
bisa membantu kita membantu kita melakukan proses pemilihan tujuan serta
cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut secara baik.
Abdul Hakim garuda Nusantara memberikan definisi bahwa politik
hukum adalah kebijakan hukum (legal policy) yang hendak diterapkan atau
dilaksanakan secara nasional oleh suatu pemerintahan Negara tertentu. 10
Secara terperinci Abdul Hakim Garuda Nusantara mengemukakan beberapa
aspek dari politik hukum, yakni : 1. Pelaksanaan ketentuan hukum yang telah

9

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum,cet.III, Bandung:Citra Aditya Bhakti,1991,hlm.352
Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari, Dasar-dasar Politik Hukum,Op.cit.,hlm.31

10

11

12

ada secara konsisten; 2. Pembangunan hukum yang intinya adalah
pembaharuan terhadapa ketentuan hukum yang telah ada dan yang dianggap
usang, dan menciptakan ketentuan hukum baru yang diperlukan untuk
memenuhi tuntutan perkembangan yang terjadi didalam masyarakat; 3.
Penegasan fungsi lembaga penegak atau pelaksana hukum dan pembinaan
anggotanya; dan 4. Meningkatkan kesadaran hukum masyarakat menurut
persepsi kelompok elit pengambil kebijakan.
Membahas politik hukum Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
dalam menghadapi perdagangan internasional salah satunya Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA) maka tidak terlepas dari landasan konstitusi politik
ekonomi nasional. Dalam konteks Indonesia pembahasan Pasal 33 Undangundang Dasar 1945 merupakan landasan konstitusi dalam pembangunan
ekonomi nasional. Dengan berdasarkan pada Pasal 33 UUD 1945 tersirat
bahwa pembangunan ekonomi nasional yang hendak dicapai haruslah
berdasarkan pada demokrasi ekonomi yang bersifat kerakyatan yaitu
terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Di samping itu
Pasal 33 UUD 1945 tersebut

memberikan petunjuk

bahwa roda

perekonomian nasional tidak dibiarkan begitu saja kepada pasar tetapi harus
ada intervensi pemerintah yang mengatur aturan main ( rule of the game)
dalam menjalankan perekonomian nasional dalam bentuk peraturan
perundang-undangan. Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 mengandung pengertian
imperatif, artinya bahwa perekonomian nasional tidak dibiarkan berjalan
sendiri atau mengikuti kekuatan-kekuatan yang ada atau kekuatan pasar
bebas. Perkataan “disusun” mengisyaratkan adanya upaya membangun secara
struktural perekonomian nasional melalui tindakan nyata. Dalam politik
hukum kedudukan Undang-undang Dasar ibarat “ibu kandung” yang
melahirkan produk hukum yang lahir kemudian. Peraturan perundangundangan pelaksana yang lahir kemudian dan telah dahulu lahir semuanya
harus merujuk kepada konstitusi sebagai sumber hukum tertinggi. Dalam
politik hukum ekonomi nasional, Pasal 33 merupakan ibu kandung dari
semua aturan yang berkaitan dengan aktifitas ekonomi nasional.
12

13

Namun demikian tidak dapat dipungkiri bahwa globalisasi dunia yang
dimotori oleh liberaliralisasi perdagangan merupakan suatu hal yang tidak
dapat kita hindari. Sebagai bagian dari masyarakat internasional yang
melakukan interaksi dengan masyarakat internasional maka interaksi ekonomi
tidak dapat kita elakkan. Instrumen hukum pendukung liberalisasi antara lain
adalah perjanjian pembentukan World Trade Organization (WTO) dan
perjanjian-perjanjian lainnya. Landasan politik hukum pengesahan perjanjian
internasional yang patut kita rujuk dalam proses pengesahan perjanjian
internasional adalah Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang
Perjanjian Internasional. Ketentuan Pasal 3 menyatakan bahwa prinsip dasar
dalam setiap pengesahan perjanjian internasional adalah memperhatikan
kepentingan nasional dan kepentingan hukum internasional. Ketentuan ini
terlihat ada kontradiksi yang terkandung di dalamnya karena menyandingkan
kepentingan nasional dan kepentingan internasional merupakan suatu hal
yang tidak logis. Namun ketentuan ini dapat dijadikan landasan bagi politik
hukum yang diambil pemerintah dan parlemen dalam setiap kebijakan untuk
mengesahkan perjanjian internasional. Perjanjian internasional mempunyai
pengaruh terhadap pembentukan hukum nasional.
Dalam sistem pembangunan nasional Indonesia kebijakan dan politik
pembangunan nasional dituangkan dalam bentuk Rencana Pembangunan
Jangka Panjang. Menurut Pasal 3 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007
tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang diuraikan bahwa RPJP dalam
politik pembangunan nasional adalah :
“RPJP Nasional merupakan penjabaran dari tujuan dibentuknya
Pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu
untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial dalam bentuk rumusan visi, misi
dan arah Pembangunan Nasional”
13

14

Merujuk pada ketentuan di atas dapat dikatakan bahwa RPJP merupakan
cerminan dari politik pembangunan yang hendak mewujudkan tujuan
kehidupan berbangsa dan berbangsa dan negara yang tertuang dalam
pembukaan undang-undang dasar 1945. Dari RPJP kita juga dapat melihat
bagaimana politik hukum dan sebuah program pembanguan yang akan
ditempuh dalam jangka waktu 20 tahun kedepan. Dalam konteks politik
pembagunan hukum nasional RPJP telah meletakan landasan dasar politik
hukum nasional yang diarahkan pada program reformasi hukum dan
birokrasi. Secara lengkap RPJP menetapkan politik pembangunan hukum kita
pada dua hal, yaitu :
1.

Pembangunan

hukum

diarahkan

untuk

mendukung

terwujudnya

pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan; mengatur permasalahan yang
berkaitan dengan ekonomi, terutama dunia usaha dan dunia industri; serta
menciptakan kepastian investasi, terutama penegakan dan perlindungan
hukum. Pembangunan hukum juga diarahkan untuk menghilangkan
kemungkinan terjadinya tindak pidana korupsi serta mampu menangani
dan menyelesaikan secara tuntas permasalahan yang terkait kolusi,
korupsi, nepotisme (KKN). Pembangunan hukum dilaksanakan melalui
pembaruan materi hukum dengan tetap memerhatikan kemajemukan
tatanan hukum yang berlaku dan pengaruh globalisasi sebagai upaya
untuk meningkatkan kepastian dan perlindungan hukum, penegakan
hukum dan hak-hak asasi manusia (HAM), kesadaran hukum, serta
pelayanan hukum yang berintikan keadilan dan kebenaran, ketertiban dan
kesejahteraan dalam rangka penyelenggaraan negara yang makin tertib,
teratur, lancar, serta berdaya saing global.
2.

Pembangunan aparatur negara dilakukan melalui reformasi birokrasi
untuk meningkatkan profesionalisme aparatur negara dan untuk
mewujudkan tata pemerintahan yang baik, di pusat maupun di daerah
agar mampu mendukung keberhasilan pembangunan di bidang-bidang
lainnya.
Dalam rangka menuju Pasar Bebas Asean 2015, masih banyak peluang
14

15

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) untuk meraih pangsa pasar dan
peluang investasi. Guna memanfaatkan peluang tersebut, maka tantangan
yang terbesar bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia
menghadapi Pasar Bebas Asean adalah bagaimana mampu menentukan
strategi yang tepat guna memenangkan persaingan. Saat ini, struktur ekspor
produk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Indonesia banyak
berasal dari industri pengolahan seperti furniture, makanan dan minuman,
pakaian jadi atau garmen, industri kayu dan rotan, hasil pertanian terutama
perkebunan dan perikanan, sedangkan di sektor pertambangan masih sangat
kecil (hanya yang berhubungan dengan yang batu-batuan, tanah liat dan pasir).
Secara rinci barang ekspor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)
antara lain alat-alat rumah tangga, pakaian jadi atau garmen, batik, barang
jadi lainnya dari kulit, kerajinan dari kayu, perhiasan emas atau perak, mainan
anak, anyaman, barang dari rotan, pengolahan ikan, mebel, sepatu atau alas
kaki kulit, arang kayu/tempurung, makanan ringan dan produk bordir.
Sedangkan bahan baku produksi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
(UMKM) yang digunakan adalah bahan baku lokal sisanya dari impor seperti
plastik, kulit dan beberapa zat kimia.
Beberapa kendala UMKM

yang banyak dialami negara-negara

berkembang termasuk Indonesia antara lain adalah masalah kurangnya bahan
baku yang mesti harus diimpor dari negara lain untuk proses produksi.
Disamping

itu pemasaran barang,

permodalan,

ketersediaan

energi,

infrastruktur dan informasi juga merupakan permasalahan yang sering
muncul kemudian, termasuk masalah-masalah non fisik seperti tingginya
inflasi, skill, aturan perburuhan dan lain sebagainya. Perkembangan Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia tidak terlepas dari
dukungan perbankan dalam penyaluran kredit kepada Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah (UMKM). Kredit UMKM adalah kredit kepada debitur usaha
mikro, kecil dan menengah yang memenuhi definisi dan kriteria usaha mikro,
kecil dan menengah sebagaimana diatur dalam UU No. 20 Tahun 2008
Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Berdasarkan Undang-Undang
15

16

tersebut, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) adalah usaha
produktif yang memenuhi kriteria usaha dengan batasan tertentu kekayaan
bersih dan hasil penjualan tahunan.
Keberhasilan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia
juga tidak terlepas dari dukungan dan peran pemerintah dalam mendorong
penyaluran kredit kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Berbagai bantuan Kredit/pembiayaan untuk Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah (UMKM) diluncurkan oleh pemerintah dikaitkan dengan tugas dan
program pembangunan ekonomi pada sektor-sektor usaha tertentu. Selain itu
pemerintah berperan dalam menetapkan kebijakan dan prioritas usaha yang
akan menerima kredit, melakukan pembinaan dan pendampingan selama
masa kredit, dan memfasilitasi hubungan antara Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah (UMKM) dengan pihak lain.
Dengan diberlakukannya UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 3 Tahun 2004,
kebijakan Bank Indonesia dalam membantu pengembangan Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah (UMKM) mengalami perubahan paradigma yang cukup
mendasar karena BI tidak dapat lagi memberikan bantuan keuangan atau
Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) sehingga peranan Bank Indonesia
dalam pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) berubah
menjadi tidak langsung. Pendekatan yang digunakan kepada UMKM bergeser
dari development role menjadi promotional role.
Untuk memberdayakan masyarakat golongan ekonomi lemah atau sektor
usaha kecil adalah dengan menyediakan sumber pembiayaan usaha yang
terjangkau. Salah satu strategi pembiayaan bagi golongan ini adalah usaha
kredit mikro. Kesuksesan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
(UMKM) akan terwujud bila semua stakeholder berperan secara bersamasama sesuai peran masing-masing, baik regulator termasuk Pemerintah
Daerah, para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan dunia
perbankan yang dapat bekerja sesauai dengan tugas dan fungsinya, oleh
karena itu, diperlukan strategi pada tatanan makro, dan mikro melalui
16

17

1.

Implementasi program-program pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah (UMKM). Tujuan program ini adalah untuk memfasilitasi
terselenggaranya lingkungan usaha yang efisien secara ekonomi, sehat
dalam persaingan, dan nondiskriminatif bagi kelangsungan dan
peningkatan kinerja usaha kecil menengah.

2.

Pengembangan sistem pendukung usaha bagi Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah (UMKM). Program ini bertujuan untuk mempemudah,
memperlancar, dan memperluas akses UKM kepada sumberdaya
produktif agar mampu memanfaatkan kesempatan yang terbuka dan
potensi sumberdaya lokal serta menyesuaikan skala usahanya sesuai
dengan tuntutan efisiensi.

3.

Pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah (UMKM). Program ini ditujukan untuk
mengembangkan jiwa dan semanga kewirausahaan dan meningkatkan
daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), sehingga
pengetahuan

serta

sikap

wirausaha

semakin

berkembang

dan

produktivitas meningkat;
4.

Pemberdayaan Usaha Skala Kecil. Program ini ditujukan untuk
meningkatkan pendapatan masyarakat yang bergerak dalam kegiatan
usaha ekonomi di sektor informal yang berskala usaha mikro.

5.

Peningkatan Kualitas Kelembagaan Koperasi. Program ini bertujuan
untuk meningkatkan kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi agar
koperasi mampu tumbuh dan berkembang secara sehat.
Penetapan arah dan kebijakan Bank Indonesia dalam rangka pemberian

bantuan teknis dan juga dalam rangka penyediaan informasi yang berguna
dalam rangka pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Bank Indonesia melakukan kajian identifikasi peraturan di pusat dan daerah
dalam rangka pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Kebijakan mengenai Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di
ASEAN merupakan salah implementasi dari kerangka ASEAN Equitable
Economic Development dalam pilar ASEAN Economic Community atau
17

18

Masyarat Ekonomi ASEAN (MEA) . Dalam kerangka tersebut, Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan komponen utama dalam
mencapai pertumbuhan inklusif dan pengurangan kemiskinan. Dalam rangka
pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di ASEAN
beberapa panduan dan kerangka kerja telah disepakati. ASEAN Policy
Blueprint for SMEs Development (APBSD) yang merupakan panduan untuk

pengembangan kebijakan untuk membangun Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah (UMKM) ASEAN yang berdaya saing, dinamis dan inovatif.
Dalam pertemuan ASEAN Small and Medium Enterprise Agencies
Working Group (SMEWG) yang diadakan di Yogyakarta 4-5 November 2015

lalu, disusun ASEAN Strategic Action Plan for SME Development (SAPSMED) 2016-2025 yang memuat lima (5) strategic goals yang menjadi
pedoman dalam pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
(UMKM) di ASEAN, yaitu :
1)

Peningkatan produktivitas, pemanfatan teknologi dan inovasi;

2)

Peningkatan akses pembiayaan;

3)

Peningkatan akses pasar dan proses memasuki pasar internasional;

4)

Perbaikan proses penyusunan kebijakan dan peraturan yang lebih
kondusif; serta

5)

Pengembangan kewirausahaan dan peningkatan kapasitas Sumber Daya
Manusia.
Sejak di KTT di bali pada tahun 1976, para menteri ekonomi ASEAN

telah meningkatkan kegiatan mereka. Dalam Deklarasi Kesepakatan ASEAN
dinyatakan dalam rangka kerja sama di bidang ekonomi beberapa program
kegiatan yang telah disetujui, antara lain 11:
1) Komoditas utama, terutama pangan dan energi;
2) Kerjasama dibidang perdagangan;
3) Pendekatan bersama atas persoalan komoditas internasional dan
persoalan ekonomi diluar kawasan ASEAN;
4) Mekanisme kerjasama ekonomi ASEAN.
11

Wiwin Yulianingsih, SH.,M.Kn.,HukumOrganisasi Internasional, Yogyakarta:ANDI Yogyakarta,2014,hlm.173

18

19

2. Perlindungan hukum bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
terhadap Dampak Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Perlindungan adalah segala upaya yang dilakukan untuk melindungi
subyek tertentu, dapat juga diartikan sebagai tempat berlindung dari segala
sesuatu yang mengancam. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud perlindungan hukum adalah segala upaya yang dilakukan untuk
melindungi subyek itu melalui pengaturan-pengaturan dalam bentuk hukum,
baik berupa peraturan perundang-undangan atau peraturan lain, maupun
putusan-putusan dari pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap. Putusan-putusan pengadilan yang mempunyai tiga macam kekuatan
eksekutorial atau kekuatan untuk dilaksanakan. Suatu putusan dimaksudkan
untuk

menyelesaikan

suatu

persoalan/sengketa

dan

menetapkan

hak/hukumnya. Ini tidak berarti semata-mata hanya menetapkan hak dan
hukumnya saja, melainkan juga realisasi/pelaksanaannya (eksekusinya)
secara paksa.
Menurut Satjipto Rahardjo, perlindungan hukum adalah memberikan
pengayoman terhadap Hak Asasi Manusia yang dirugikan orang lain dan
perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat dinikmati hak-hak
yang diberikan oleh hakim. Menurut Adnan Buyung Nasution, perlindungan
hukum adalah melindungi harkat dan martabat manusia dari pemerkosaan
yang pada dasarnya serangan hak pada orang lain telah melanggar aturan
norma hukum dan undang-undang.
Pembangunan nasional mutlak diperlukan dalam pembangunan Negara
untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat, sebab inilah
yang menjadi tujuan dari suatu negara. Pembangunan nasional tidak akan
lepas dari adanya pembangunan ekonomi didalamnya. Pembangunan nasional
memiliki makna yang lebih luas dari sekedar pembangunan ekonomi, atau
dengan kata lain pembangunan ekonomi hanyalah salah satu dari aspek saja
dari keseluruhan pembangunan nasional. Meskipun demikian karena peranan
pembangunan ekonomi sedemikian pentingnya di Indonesia dan menjadi
19

20

penunjang dari pembangunan di sektor-sektor lainnya, pembangunan nasional
pada akhirnya diidentikkan dengan pembangunan ekonomi. 12
Dalam perekonomian Indonesia Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah
(UMKM) merupakan kelompok usaha yang memiliki jumlah paling besar
karena sebagian anggota masyarakat untuk mendapatkan penghasilan dengan
jalan membuat usaha secara perorangan tersebut, sebab ini memang hal yang
paling mudah. Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang ini juga
sudah ada cukup lama sekitar tahun 1995 yaitu UU No. 9 Tahun 1995 tentang
Usaha Kecil. Usaha ini sudah dilindungi mengingat dalam Pembangunan
Nasional, Usaha Kecil sebagai bagian integral dunia usaha yang merupakan
kegiatan ekonomi rakyat mempunyai kedudukan, potensi dan peran yang
strategis untuk mewujudkan struktur perekonomian nasional yang makin
seimbang berdasarkan demokrasi ekonomi. Perkembangan lingkungan
perekonomian yang semakin dinamis dan global, Undang-Undang Nomor 9
Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, yang hanya mengatur Usaha Kecil perlu
diganti, agar Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Indonesia dapat
memperoleh jaminan kepastian dan keadilan .
Klausula menimbang Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 Tentang Usaha
Kecil usaha. Oleh karena alasan inilah Undang-undang No. 20 Tahun 2008
tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dibentuk supaya lebih dapat
menjawab dan melindungi usaha skala kecil yang bermacam-macam jenisnya
tidak hanya usaha kecil saja. Undang-Undang ini mengatur kriteria usaha
yang dapat dikatakan sebagai Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah,
pemberdayaan dan pengembangan usaha, pembiayaan, kemitraan. Pengaturan
mengenai hal-hal tersebut menunjukkan adanya perlindungan hukum
terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Perlindungan ini
didukung dengan peraturan perundangan-undangan lain yang lebih spesifik
baik yang setara Undang-Undang atau aturan dibawahnya. Undang-Undang
12

Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain yang Melekat Pada Tanah
dalam Konsepsi Penerapan Asas pemisahan Horisontal , Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1996, hlm. 1

20

21

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) ini sendiri memiliki aturan
pelaksanaan juga tetapi tahun pembuatannya sebelum 2008 sehingga bisa
dikatakan hal ini dibuat mengikuti UU No. 9 Tahun 1995 Tentang Usaha
Kecil yang bisa jadi belum disesuaikan dengan kondisi saat ini. Pengaturan
mengenai pemberdayaan dan pengembangan usaha, pembiayaan dan
penjaminan, kemitraan dan koordinasi diuraikan sebagai berikut :
1) Pemberdayaan dan Pengembangan usaha Pemberdayaan adalah upaya
yang dilakukan Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan
masyarakat secara sinergis dalam bentuk penumbuhan iklim dan
pengembangan usaha terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
sehingga mampu tumbuh dan berkembang menjadi usaha yang tangguh
dan mandiri.
2) Pengembangan adalah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah
Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat untuk memberdayakan Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah melalui pemberian fasilitas, bimbingan,
pendampingan, dan bantuan perkuatan untuk menumbuhkan dan
meningkatkan kemampuan dan daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah.
Menurut Pasal 5 UU No. 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil,
Menengah tujuan dari pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
(UMKM) adalah :
(a) Mewujudkan

struktur

perekonomian

nasional

yang

seimbang,

berkembang, dan berkeadilan;
(b) Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah menjadi usaha yang tangguh dan mandiri;
(c) Meningkatkan peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam
pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan,
pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan rakyat dari kemiskinan.
Terdapat peraturan lainnya selain Undang-undang yang mengatur tentang
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yaitu Peraturan Pemerintah yang
dimaksud adalah PP No.32 Tahun 1998 Tentang Pembinaan dan
21

22

Pengembangan Usaha Kecil, ini merupakan peraturan pelaksanaan dari UU
No. 9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil. Dalam Peraturan Pemerintah
tersebut dalam Pasal 15 mengatur tentang peran pemerintah, dunia usaha dan
masyarakat dalam pemberdayaan dan pengembangan usaha untuk perkuatan
bagi

usaha

kecil

untuk

kelancaran

pelaksanaan

pembinaan

dan

pengembangan usaha kecil, melalui lembaga pendukung. Peran serta
Pemerintah khususnya Pemerintah Daerah dalam pemberdayaan dan
pengembangan usaha UMKM ini juga didukung oleh UU No. 34 Tahun 2004
Tentang Pemerintahan Daerah yaitu Pasal 14 huruf i yang berbunyi “Urusan
wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota
merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota.
Pemberdayaan dan pengembangan usaha ini merupakan salah satu
bentuk perlindungan hukum UMKM sebab dengan pemberdayaan dan
pengembangan usaha ini maka dapat menjaga eksistensi Usaha Mikro, Kecil
dan Menengah (UMKM) dalam sistem ekonomi Indonesia khususnya dalam
menghadapi dinamika ekonomi salah satunya dengan adanya pasar bebas,
termasuk MEA yang merupakan pasar bebas di ASEAN. Pemerintah
memiliki kewajiban untuk meningkatkan pembiayaan Usaha Mikro, Kecil
dan Menengah (UMKM). Pembiayaan untuk Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM) didukung oleh beberapa peraturan perundang-undangan
yang lebih spesifik yaitu :
(a) Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.
Undang-Undang

ini juga mengatur tentang pemberian modal untuk

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di atur dalam pasal 13.
(b) Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah diatur dalam Pasal 1 angka 11, Pasal 21, Pasal 22.
Secara substansi perlindungan hukum sudah diatur dengan peraturan
perundang-undangan baik setara UU maupun aturan-aturan pelaksanaan di
bawah Undang-Undang, tetapi adanya MEA bukan memacu adanya
peningkatan perlindungan hukum dengan perbaikan peraturan perundangundangan yang lebih mempermudah pembiayaan untuk mendukung Usaha
22

23

Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), justru membuat pembiayaan Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) lebih susah memperoleh pembiayaan.
Perlindungan hukum untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
sudah diberikan hukum nasional baik sebelum atau sesudah Perjanjian
internasional diantaranya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) berlaku,
tetapi ternyata ini belum dapat maksimal memberikan perlindungan
hukumnya yang ditinjau dari substansinya dikarenakan beberapa hal
diantaranya :
1) Masyarakat

Ekonomi

ASEAN

(MEA)

merupakan

perjanjian

internasional yang sistem hukum Indonesia tidak memiliki sikap yang
jelas dalam menentukan politik hukum ratifikasi.
2) Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) sudah memiliki UndangUndang

khusus untuk memberikan perlindungan, tetapi aturan

pelaksanaannya masih mengikuti Undang-Undang yang lama sehingga
tidak bisa mengikuti dinamisasi perkembangan ekonomi Indonesia.
3) Peraturan perundang-undangan yang mengatur permodalan Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah (UMKM) kurang dapat memberikan kepastian
hukum sehingga Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) susah
mendapatkan

kredit/pembiayaan

dari

perbankan

padahal

modal

merupakan salah satu faktor penting untuk bersaing pada era Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA).
4) Perjanjian dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)sudah mengatur
tahapan penurunan tariff dengan mengelompokkan produk pertanian,
produk sensitif, dan produk normal yaitu produk di luar produk pertanian
dan produk sensitif. Produk sensitif ini yang menjadi sisi perlindungan
hukumnya sebab jangka waktu tahap penurunan dan prosentase tariff
juga berbeda dengan produk lain.
5) Adanya dumping yang sering menyertai gempuran produk negara lain ini
juga sudah dilindungi dengan beberapa peraturan perundang-undangan
baik Undang-Undang maupun Peraturan Pemerintah.

23

24

6) Adanya Peraturan Gubernur dan Peraturan Menteri yang membatasi
impor

produk

pertanian

tertentu

yang

tujuannya

memberikan

perlindungan pada petani lokal yang termasuk usaha Mikro, Kecil dan
Menengah

(UMKM)

namun

bertentangan

dengan

perjanjian

internasional yang disahkan oleh pemerintah.
Untuk memaksimalkan perlindungan hukum nasional terhadap Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dari dampak adanya Perjanjian
Internasional diperlukan adanya gagasan konsep perlindungan hukum yang
ideal sehingga perlindungan hukum yang ada tidak lagi bertentangan dengan
Perjanjian Internasional itu sendiri yang mana apabila bertentangan dapat
menimbulkan pertentangan dengan negara lain. Untuk mewujudkan
perlindungan hukum yang ideal ini perlu memperhatikan 5 syarat hukum
kondusif bagi pembangunan ekonomi yaitu
1) Stability,bahwa hukum menjaga keseimbangan dan berlaku sama di
hadapan kepentingan-kepentingan yang saling bertentangan.
2) Predictability, yaitu akibat suatu hukum dapat diprediksi ke depanya. Hal
ini penting bagi semua pelaku ekonomi.
3) Fairness atau yang dapat disamakan dengan keadilan yaitu persamaan di
depan hukum dan standar sikap pemerintah diperlukan untuk memelihara
mekanisme pasar dan mencegah birokrasi yang berlebihan, adil untuk
semua pihak dalam pembangunan ekonomi.
4) Educative, artinya bermuatan pendidikan.
5) Transparency, sehingga aturan hukum dapat diketahui oleh seluruh pihak,
berlaku sama bagi semua pihak dan dapat diramalkan akibat hukumnya.

24

25

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Terkait dengan pokok permasalahan yang telah dirumuskan pada Bab
Pendahuluan serta uraian pada bab selanjutnya, maka dapat diambil beberapa
kesimpulan diantaranya :
1. Politik hukum yang ditempuh oleh pemerintah dalam pengembangan
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dilakukan dengan
meletakan prinsip-prinsip dasar perekonomian nasional, baik yang tertera
dalam UUD 1945, yang kemudian dimasukan dalam Undang-undang
Nomor 17 tahun 2007. Inti dari semua itu adalah adanya kehendak politik
bagi pemerintah untuk menjadikan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
(UMKM) memiliki daya saing yang tinggi dan perlindungan dari praktek
perdagangan tidak sehat sebagai imbas dari perdagangan internasional
yang bebas. Strategi untuk mengembangkan Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah (UMKM) di Indonesia tidak terlepas dari dukungan perbankan
dalam penyaluran kredit. Saat ini skim kredit yang sangat familiar di
masyarakat

adalah Kredit

Usaha Rakyat

(KUR),

yang khusus

diperuntukkan bagi UMKM dengan kategori usaha layak, tanpa agunan.
Selain itu penguatan lembaga pendamping Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah (UMKM) dapat dilakukan melalui kemudahan akses serta
peningkatan capacity building dalam bentuk pelatihan dan kegiatan
penelitian yang menunjang pemberian kredit kepada Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah (UMKM). Strategi untuk mengantisipasi mekanisme pasar
yang makin terbuka dan kompetitif khususnya di kawasan ASEAN adalah
penguasaan pasar, yang merupakan prasyarat untuk meningkatkan daya
saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Agar dapat
menguasai pasar, maka Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)
perlu mendapatkan informasi dengan mudah dan cepat, baik informasi
mengenai pasar produksi maupun pasar

faktor produksi untuk

memperluas jaringan pemasaran produk yang dihasilkan oleh Usaha
25

26

Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Aplikasi teknologi informasi
pada usaha mikro, kecil dan menengah akan mempermudah UMKM
dalam memperluas pasar baik di dalam negeri maupun pasar luar negeri
dengan efisien. Pembentukan Pusat Pengembangan Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah (UMKM) berbasis Informasi Teknologi dianggap mampu
mendorong pertumbuhan dan perkembangan usaha mikro, kecil, dan
menengah di era teknologi informasi saat ini.
2.

Perlindungan hukum nasional terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah (UMKM) sudah ada sebelum MEA berlaku, diatur secara
khusus dengan Undang-Undang Nomor. 20 Tahun 2008 tentang Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah. Perlindungan hukum yang diberikan
terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) ini meliputi
pemberdayaan dan pengembangan usaha, pembiayaan dan kemitraan.
Undang-undang lainnya beserta aturan pelaksanaannya juga mendukung
perlindungan hukum ini sesuai dengan spesifikasi masing-masing, yaitu
Undang-Undang

Perbankan,

Undang-Undang

Pemerintah Daerah,

Undang-Undang Penanaman Modal dan Undang-Undang Anti Monopoli
dan Persaingan Tidak Sehat. Adanya Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA) sudah didukung dengan perlindungan hukum yang mengikuti
yaitu penurunan tariff dengan kategori produk sensitif yang jangka waktu
dan besar penurunannya berbeda dengan Early Harvest Package (EHP)
dan produk normal. Perlindungan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
(UMKM) dari dampak adanya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
sudah ada namun belum maksimal. Inti dari perlindungan hukum yang
ideal adalah kepastian hukum dan tidak bisa lepas dari campur tangan
pemerintah dalam pengaturan ekonomi melalui hukum yang dibuatnya,
sehingga perlindungan hukum terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah (UMKM)

yang ideal dapat terwujud. Untuk mewujudkan

perlindungan hukum yang ideal diperlukan sebuah hukum yang kondusif
untuk pembanguan ekonomi yang memenuhi 5 syarat yaitu
predictable, fair, educative dan tranparent.
26

stable,

27

B. Saran
1.

Untuk meningkatkan daya saing diperlukan sinergi antara peran
pemerintah selaku pembuat kebijakan serta lembaga pendamping,
khususnya lembaga keuangan mikro untuk mempermudah akses
perkreditan dan perluasan jaringan informasi pemasaran. Selain itu,
budaya mencintai produk sendiri dalam negeri perlu ditanamkan agar
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) berkembang dan
perkenomian nasional menjadi lebih kuat. Pelaku Usaha Mikro, Kecil,
dan

Menengah

(UMKM)

perlu

aktif

untuk

bekerjasama

dan

berkoordinasi dengan pemerintah maupun pemerintah daerah untuk terus
melakukan pembinaan dan pelatihan melalui peningkatan capacity
building dan penerapan aplikasi Information Technology (IT), termasuk

mengefektifkan web Pemda-Pemda saat ini yang tidak optimah sebagai
basis komunikasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di
daerah.
2.

Pengaturan-pengaturan mengenai perlindungan yang akan diberikan
terhadap Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) seperti
Antidumping, Safeguards dan Bea Masuk Imbalan hendaknya lebih
diperjelas dalam hal kriteria kepentingan nasionalnya, selain itu
pengaturan waktu dalam penyelidikan hendaknya dapat dipercepat tanpa
harus dipersulit dengan banyaknya instansi-instansi yang dirasa tidak
terlalu terkait dengan tersebut.

27

28

DAFTAR PUSTAKA
Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain
yang Melekat Pada Tanah dalam Konsepsi Penerapan Asas pemisahan
Horisontal, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1996.
Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari, Dasar-dasar Politik Hukum, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada,2004.
Ina Primiana, SE.,MT, Menggerakkan sector Riil UKM dan Industri,
Bandung:Alfabeta,2009.
Mochtar Kusumaatmadja, Pembinaan Hukum Dalam Rangka Pembangunan
Nasional, Bandung:Bina Cipta,1986.
Moh.Mahfud
M.D,
Membangun
Politik
Konstitusi,Jakarta:Pustaka LP3ES,2006.

Hukum,

Menegakkan

Norman Gemmel, Ilmu Ekonomi Pembangunan, Jakarta:PT PustakaLP3S
Indonesia,1994.
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum,cet.III, Bandung:Citra Aditya Bhakti,1991.
Sunaryati Hartono, Politik Hukum
Nasional,Bandung:Alumni,1991.

Menuju

Satu

Sistem

Hukum

T. Sunaryo,Ph.D, Ekonomi Manajerial Aplikasi Teori Mikro, Jakarta: Erlangga,
2001.
Wiwin Yulianingsih, SH.,M.Kn.,HukumOrganisasi Internasional, Yogyakarta:
ANDI Yogyakarta,2014.

28