Eksplorasi Dan Pengembangan Tanaman Jeruk Keprok Maga(Citrus Nobilis Kultivar Maga ) Melalui Teknik Okulasi

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Jeruk Keprok Maga
[

Tanaman jeruk (Citrus sp) merupakan ordo Rutales dan famili Rutaceae.
Kultivar Jeruk Keprok Maga (Citrus nobilis Var Chrysocarpa) adalah merupakan
jeruk unggulan dari daerah Sumatera Utara (Sinaga dkk ( 2000 ). Pohon jeruk
mempunyai akar tunggang dan akar serabut dan mempunyai akar rambut. Daun
tanaman jeruk berwarna hijau tua mengkilat pada permukaan atas dan hijau muda
pada permukaan bawah tangkai, daun bersayap dan pendek, kecil dan bentuk
ovalis dengan panjang 6 – 8 cm, lebar lebih kurang 4 cm, dan tangkai daun 1 – 1,5
cm (Steenis,1978).
Jeruk Keprok Maga umumnya berbunga tunggal dan hanya sebagian kecil
bunga majemuk, bentuk bunga mekar seperti bintang dan berwarna putih, terdapat
pada ujung cabang dan ketiak daun (Sinaga dkk, 2000).
Bakal buah menumpang, bentuknya bulat, bulat pendek atau elips. Buah
jeruk tergolong buah sejati tunggal dan berdaging, oleh karena itu buah yang
masak tidak pecah, satu bunga menjadi satu bakal buah saja. Dinding buah tebal
dengan lapisan kulit luar yang kaku, bau menyengat dan banyak mengandung
minyak atsiri, lapisan ini disebut Flafedo, dimana mulanya berwarna hijau dan

bila masak berwarna kuning atau jingga. Lapisan tengah seperti spons yang terdiri
atas jaringan bunga karang berwarna putih disebut Albedo, sedangkan lapisan
dalam bersekat membentuk ruang. Buah Jeruk Keprok Maga berbentuk gepeng
sampai bulat gepeng, berukuran panjang 5,0 – 7,0 cm dan lebar 7,0 – 10,0 cm dan
tergolong ideal dan sesuai selera pasar dengan berat rata – rata 150 – 200 gram/
buah. Disamping mempunyai warna kulit matang yang menarik juga mempunyai

daya tahan simpan yang lama yaitu dapat mencapai 10 – 12 hari, setelah panen
sehingga pemasarannya bisa lebih lama (Sinaga dkk, 2000).
Syarat Tumbuh
Iklim
Sesuai dengan kualifikasi iklim menurut Oldeman lokasi pertanaman Jeruk
Keprok Maga dikecamatan Puncak Sorik Marapi kabupaten Mandailing - Natal
terdiri atas tipe iklim D, dengan bulan basah 3–4 bulan dan bulan kering 1–2
bulan dengan temperatur rata–rata minimum 17°–20°C dan suhu rata–rata
maksimum

26°–30°C dengan curah hujan 1200 – 2400 mm/tahun

(Sinaga dkk, 2000).

Tanah
Jenis tanah di lokasi pertanaman Jeruk Keprok Maga adalah Latosol yaitu
Latosol cokelat kemerahan yang berasal dari batuan beku intermedier dengan
derajat keasamaan tanah antara 5 – 5,6 dengan kandungan bahan organik cukup
tinggi, topografi lokasi pertanaman Jeruk Keprok Maga bergelombang sampai
berbukit dengan kemiringan 15 – 40, dengan ketinggian 400 – 800 mdpl
(Sinaga dkk, 2000).
Eksplorasi

Eksplorasi dilaksanakan secara bertahap dengan mengandalkan nara
sumber dan sumber informasi, baik langsung dari pemberi informasi utama (key
informan) maupun data kepustakaan (Bompard dan Kostermans 1985) Dalam
kaitan ini dilakukan penggalian informasi keberadaan contoh tanaman,
pengumpulan contoh tanaman dan deskripsi tanaman serta konservasi contoh
tanaman hasil eksplorasi. Eksplorasi didukung oleh keterangan petani sebagai

preferensi mereka terhadap plasma nutfah. Keterangan dari petani berupa tempat
tumbuh tanaman yang akan dijadikan pertimbangan dalam karakterisasi dan
deskripsi.
Eksplorasi adalah kegiatan pelacakan atau penjelajahan guna mencari,

mengumpulkan dan meneliti jenis plasma nutfah tertentu untuk mengamankan
dari kepunahan (Kusumo dkk. 2002). Plasma nutfah yang ditemukan diamati sifat
fisik asalnya.

Eksplorasi merupakan langkah awal dari konservasi tanaman.

Kegiatan tersebut diawali dengan inventarisasi tanaman Jeruk Keprok Maga.
Langkah pertama praeksplorasi adalah mencari informasi ke dinas atau instansi
terkait

untuk memperoleh informasi tentang jenis dan habitat tumbuhnya.

Informasi ini kemudian dikembangkan pada saat eksplorasi ke lokasi sasaran yang
umumnya daerah asal dan penyebaran jenis tanaman.
Menurut SK. Menteri Pertanian Nomor : 700/Kpts/OT.320/D/12/2011
menyatakan bahwa deskripsi varietas merupakan kumpulan karakter penciri
varietas yang dapat digunakan untuk identifikasi dan pengenalan varietas yang
dimaksud, pembanding dalam uji kebenaran varietas, serta acuan pengamatan
morfologi tanaman dalam


proses sertifikasi atau pemurnian varietas. Tiap

karakter yang tercantum didalam deskripsi varietas merupakan hasil pengamatan
dari uji keunggulan varietas yang dilaksanakan dalam bentuk adaptasi atau
observasi. Mengingat bahwa karakter varietas untuk setiap komoditas tanaman
berbeda, sehingga untuk memudahkan dalam penyusunan deskripsi perlu dibuat
standar minimal parameter yang harus dicantumkan dalam deskripsi masing –
masing komoditas.

Metode pendekatan kualitatif dan kuantitatif yang digunakan dalam studi
adalah dengan melakukan pengamatan langsung berbagai informasi dilapangan
mengenai berbagai jenis tanaman budidaya, khususnya tanaman buah buahan
yang memiliki keunggulan spesifik yang diusahakan oleh masyarakat lokal dan
prospek pengembangan selanjutnya. Keunggulan spesifik yang dimaksud adalah
keunggulan dalam menampilkan karakter yang menjadi identitas keanekaragaman
ditingkat genetik, seperti misalnya tahan hama dan penyakit, produksi tinggi,
rasanya enak dan memiliki peranan penting dibidang sosial dan ekonomi
masyarakat lokal (Purwanto, 2000).
Salah satu pendeteksian keragaman genetik


adalah pencirian varietas.

Pada umumnya pencirian kultivar berdasarkan atas asal daerah, warna kulit buah,
warna daging buah, aroma dan rasa. Pengunaan karakter morfologi merupakan
metode yang mudah dan cepat, namun kendala yang timbul adalah adanya faktor
lingkungan yang dapat mempengaruhi hasil karakterisai secara visual.
Varietas baru dapat muncul karena faktor lingkungan dan variasi genetis,
misalnya akibat penyerbukan silang(Heywood, 1967). Perbedaan dan persamaan
kemunculan morfologi luar spesies suatu tanaman dapat digunakan untuk
mengetahui jauh dekatnya hubungan kekerabatan (Suskendriyati et al, 2000).
Deskripsi karakter dari varietas harus diuraikan berdasarkan urutan bagian
tanaman sebagai berikut : tanaman, batang, daun, tandan bunga dan bagiannya,
buah dan bagiannya, biji, sifat lainnya (seperti ketahanan terhadap hama dan
penyakit, toleransi terhadap cekaman, kualitas, data DNA, dsb). Untuk karakter
yang merupakan bagian tanaman agar diurut sebagai berikut : habitat, tinggi,
panjang, lebar, ukuran, bentuk, warna (dapat mengacu bagan warna yang telah

baku), dan lain lain. Gunakan sistematika penulisan sifat yang ringkas, yaitu untuk
setiap bagian tanaman diikuti oleh (:) dan karakter dipisahkan dengan (,)
(Wibowo dan Adelyana, 2007)

Perbanyakan Tanaman dengan Teknik Okulasi
Perbanyakan tanaman jeruk dapat dilakukan dengan cara generatif (biji)
dan vegetatif (tanpa biji). Kedua cara tersebut mempunyai kelebihan dan
kekurangan masing–masing. Perkembangbiakan secara generatif memiliki
kemungkinan tanaman baru dapat barubah dari sifat induknya dan masa juvenile
atau waktu yang dibutuhkan sampai mulai berproduksi cukup lama yaitu 6 - 8
tahun, pohon yang terbentuk tinggi dengan percabangan agak jarang, sehingga
produksi umumnya rendah. Sebaliknya perbanyakan tanaman jeruk dengan cara
vegetatif akan didapatkan tanaman yang sifatnya sama dengan sifat pohon induk.
Selain itu, waktu untuk berproduksi lebih cepat yaitu 3 - 4 tahun dan umumnya
berpohon rendah serta bercabang banyak, sehinga memungkinkan untuk
berproduksi lebih tinggi (Winarno, 1990).
Penyambungan tanaman adalah suatu tindakan menempatkan bagian dari
satu tanaman ketanaman lain sedemikian rupa sehingga terbentuk suatu gabungan
dan kombinasi ini dapat tumbuh dengan baik (Barus dan Ginting, 1984).
Keuntungan dari memperbanyak dengan cara okulasi dan sambungan ialah bahwa
kita dapat membuat bibit dalam jumlah yang banyak dan dalam waktu yang relatif
singkat (Yusuf, 1993).
Banyak jenis pohon buah – buahan yang dapat diokulasi, ada yang mudah
dilakukan dan ada juga yang susah dilakukan, jenis tanaman seperti Jeruk,

Alpokat, Rambutan, Durian, Jambu biji dan Mangga sangat mudah untuk

diokulasi dan berhasil dengan baik, sedangkan Sawo, Nangka, Duku dan Pala,
jika diokulasi pertumbuhan tunasnya sangat sulit, jenis tanaman buah-buahan
yang sampai saat ini belum biasa diokulasi adalah Manggis (Wudianto, 2000).
Untuk memperoleh tanaman sambungan yang baik diperlukan batang
bawah dan batang atas yang keadaan serta sifat-sifatnya baik, seperti dibawah ini:
a.Sifat/ keadaan sebagai batang bawah
- daya adaptasinya luas
- keadaan perakaran kuat, banyak dan tahan terhadap keadaan tanah yang
tidak menguntungkan seperti adanya patogen tanah
- memiliki kecepatan tumbuh yang sesuai dengan batas
- tidak berpengaruh negatif terhadap batang atas baik kualitas maupun
kuantitas buah pada tanaman yang terbentuk
b. Sifat/ keadaan sebagai batang atas
- cabang dari pohon yang pertumbuhannya normal dan bebas dari serangan
hama penyakit
- bentuk dan ukuran cabang baik, serta umurnya sesuai dengan keadaan batang
bawah
- diambil dari pohon induk dengan sifat-sifat yang diinginkan

Daya kesesuaian yang tinggi dengan keadaan batang bawah sehingga tanaman
kompatibel (Barus, 1992)
Beberapa jenis jeruk yang digunakan sebagai batang bawah di Sumatera
Utara adalah:

1. Rough Lemon (Citrus lemon)
- system perakarannya sangat baik untuk tanah berbatu dan tanah yang kurang
subur
- biji menghasilkan 85 – 95 % poliembrioni nuselus
- tahan terhadap penyakit virus Tristeza
2. Japansche Citroen ( Citrus hybridum )
- sistem perakarannya dalam sehingga tahan kekeringan
- biji menghasilkan 40 – 50 % poliembrioni nuselus
- sesuai sebagai batang bawah untuk semua jenis jeruk
- peka terhadap penyakit virus Tristeza (Barus, 1992).
Misalnya tanaman yang mempunyai sifat akar dan batang kuat tetapi
buahnya asam dapat dijadikan sebagai batang bawah sedangkan tanaman yang
mempunyai sifat akar dan batang lemah tetapi buahnya manis dan besar dijadikan
sebagai batang atas, tujuan perbanyakan tanaman dengan okulasi adalah
menggabungkan beberapa sifat tanaman yang berbeda. Kedua sifat ini

digabungkan dengan perbanyakan secara okulasi sehingga diperoleh tanaman
baru dengan sifat akar dan batang kuat serta buah manis dan besar
(Suryadi, 1978).
Pengokulasian harus dilakukan pada pohon pangkal yang sedang dalam
masa pertumbuhan aktif agar tempelan berhasil baik dan mudah bersatu. Masa
pertumbuhan aktif pada pohon pangkal ditandai dengan kulit batang yang mudah
terkelupas, yaitu pada saat pohon pangkal berumur 8 – 12 bulan (Kalie, 1994).
Penyambungan tanaman dengan okulasi dapat dilakukan apabila kulit dari
batang bawah dan batang atas dapat dikelupas dari kayunya, hal tersebut dapat

terjadi pada batang bawah atau batang atas yang berumur mulai dari 4 bulan,
tetapi petani penangkar bibit melaksanakan pada umumnya berumur 8 bulan,
keadaan ini menyebabkan biaya perawatan meningkat sehingga harga jual bibit
juga akan meningkat (Barus, 1992).
Proses penyayatan antara batang bawah dan atas pada penyambungan
tanaman terdiri dari 4 tahapan yaitu:
Tahap pertama

:


produksi jaringan kalus (sel parenkim) oleh kedua
komponen sambungan (batang bawah dan atas) pada
daerah kambium

Tahap kedua

:

sel – sel parenkim saling bergabung mengikat

Tahap ketiga

:

differensiasi sel parenkim tertentu dari kalus menjadi sel
kambium yang baru yang masih berhubungan dengan
kambium dasar dari batang bawah dan atas

Tahap keempat


:

produksi jaringan vaskular (xylem dan floem) yang
baru, untuk kelancaran aliran air dan zat hara dari batang
bawah ke bagian batang atas.

Keempat tahap proses tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor

tanaman,

lingkungan dan faktor pelaksanaan (Hartman dan Kester, 1983 ).
Faktor tanaman, lingkungan dan pelaksanaan yang tidak sesuai atau
kurang sesuai dapat menurunkan keberhasilan okulasi, khususnya pada tanaman
jeruk. Dalam beberapa penelitian disebutkan bahwa pemberian zat pengatur
tumbuh dapat meningkatkan keberhasilan dari proses okulasi. Zat pengatur
tumbuh merupakan senyawa organik bukan hara tanaman yang pada konsentrasi

rendah mampu mendorong, menghambat atau memodifikasi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman (Moore, 1979).
Sekarang dipasaran sudah banyak kita jumpai beberapa merek zat
perangsang dengan berbagai kegunaan yang berperan untuk pertumbuhan akar
seperti Atonik, Sitozim Seed Plus, Dharmasri 5 EC, Florita dan Rootone F,
sedangkan untuk meningkatkan keluarnya kuncup adalah Atonik, Sitozim Crop
Plus, Dekamon 23.43 L, Dharmasri 5 EC dan Florita untuk mempercepat
pertumbuhan benih adalah Atonik, Giberelin dan Sitozim Seed Plus
(Wudianto, 2000).
Dekamon 23.43 L adalah suatu Zat Pengatur Tumbuh yang mengandung
garam Natrium, senyawa fenol berwarna coklat yang dapat larut dalam air,
dengan bahan aktif yang terdiri dari Natrium 2.4 dinitrofenol 1,73 g/l, Natrium 5
nitroguaiakol 3.45 g/l, Natrium Orto-nitrofenol 10.35 g/l, Natrium Para-nitrofenol
10.359 g/l, konsentrasi anjurannya adalah 10 – 15 cc dalam 10 liter air
(Kalatham Coorporation, 1998).
Menurut

Lingga (1993), fungsi utama dari Zat Pengatur Tumbuh

Dekamon 23.43 L ini adalah merangsang pertumbuhan tunas baru, mencegah
gugurnya bunga dan buah serta meningkatkan jumlah dan kualitas hasil.
Hasil penelitian Siahaan (2000) menyatakan bahwa pemberian Dekamon
23.43 L memberikan pengaruh yang nyata terhadap panjang tunas, diameter tunas
dan luas daun tanaman jeruk siam pada umur 12 MST, pemberian Dekamon
23.43 L dengan konsentrasi 1.5 mg/l air memberikan hasil tertinggi untuk panjang
tunas yaitu 35.70 cm, diameter tunas yaitu 5.25 mm dan luas daun yaitu 18.10 cm.

BAHAN DAN METODA

Penelitian Pertama: Eksplorasi dan Karakterisasi Jeruk Keprok Maga
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di sentra - sentra pertanaman Jeruk Keprok Maga
di Kecamatan Puncak Sorik Marapi Kabupaten Mandailing – Natal yaitu desa
Sibanggor julu (850 (mdpl), Sibanggor Tonga (850 mdpl), Sibanggor Jae (850
mdpl), Huta Tinggi (850 mdpl), Huta Namale (700 mdpl), Handel (700 mdpl) dan
Huta Baringin (700 mdpl), Huta Lombang (650 mdpl), Huta Baru (700 mdpl),
Huta Baringin Julu (700 mdpl), Purba Lamo (700 mdpl). Penelitian ini dimulai
pada bulan Juli sampai bulan Oktober tahun 2009.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Jeruk Keprok Maga
yang ada dilokasi petani di Kecamatan Puncak Sorik Marapi Kabupaten
Mandailing – Natal.Alat yang digunakan dalam penelitian ini seperti gunting,
parang, pisau, buku lapangan, meteran, pulpen, spidol, plastik dan alat – alat lain
yang mendukung penelitian ini.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksplorasi yang dilakukan dengan
metode survey di sentra – sentra produksi Jeruk Keprok Maga. Metode survey
yang diterapkan dengan teknik wawancara dan observasi langsung pada lokasi
sentra – sentra pertanaman Jeruk Keprok Maga. Jumlah sampel keseluruhannya
50 sampel. Data yang diperoleh akan digunakan sebagai data awal untuk
identifikasi dan karakterisasi.

Kegiatan penelitian ini dilakukan dengan 3 tahap. Tahap pertama adalah
kegiatan eksplorasi dengan metode survey dengan teknik pengambilan sampel
menggunakan purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel dengan
menggunakan pertimbangan tertentu setelah mengetahui karakteristik populasinya
di sentra - sentra pertanaman Jeruk Keprok Maga.
Tahap kedua adalah identifikasi dan karakterisasi peubah amatan.
Pengamatan dilakukan terhadap dua puluh satu karakter fenotipe yang terdiri dari
Sembilan karakter kuantitatif dan dua belas karakter kualitatif.
Sembilan karakter kuantitatif yang diamati yaitu :
1. ukuran daun (cm2)
2. jumlah benang sari (/kuntum)
3. berat buah ( gr )
4. tebal kulit ( mm)
5. panjang tangkai buah (mm)
6. kadar air
7. kadar vitamin C
8. total asam
9. total bahan terlarut(TSS)
dua belas karakter kualitatif yang diamati yaitu :
1. bentuk tajuk
2. bentuk batang
3. bentuk daun
4. warna daun
5. tipe daun
6. warna bunga

7. bentuk buah
8. warna kulit
9. warna daging buah
10. rasa daging buah
11. tekstur daging buah
12. aroma buah.
Tahap ketiga ialah analisis data fenotipe pada karakter kuantitatif dilakukan
untuk melihat keragaman yang ada pada populasi. Analisis perbandingan
keragaman juga dilakukan dengan melihat perbandingan keragaman fenotipe
dengan standar deviasi keragaman fenotipe.
Nilai keragaman fenotipe dihitung menurut rumus

σ2f=keragaman fenotipe

��2 =

∑ � 2� −

2

(∑ �� ) �


(� − 1)

X2i=nilai rata-rata aksesi ke-i
n = jumlah aksesi yang diuji
selanjutnya setandar deviasi keragaman fenotipe dihitung berdasarkan rumus:

����2 =

���2

(� − 1)

Kriteria penilaian terhadap luas dan sempitnya keragaman ditentukan
sebagai berikut:


Apabila σ2f > 2Sd σ2f berarti bahwa keragaman luas



Apabila σ2f