Pelaksanaan Hibah Daerah Berdasarkan Peraturan Pemerintahan Nomor 2 Tahun 2012 (Studi di Provinsi Sumatera Utara)
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Indonesia adalah suatu wilayah Negara Kesatuan yang terdiri dari ribuan
pulau dan diapit oleh dua samudera besar dan dua benua, serta didiami oleh
ratusan juta penduduk. Indonesia memiliki keanekaragaman dari berbagai sisi,
yang dipengaruhi oleh letak geografis, sebagai negara yang memiliki banyak
pulau, dan kondisi alam yang berbeda-beda membuat Indonesia di isi oleh
bermacam-macam kebudayaan, adat istiadat, kondisi alam, bentuk fisik hingga
cara berpikir penduduknya, dan sebagainya.
Mengingat keberadaan Indonesia sebagai negara kepulauan yang besar, dan
diharapkan terjadi pemerintahan yang baik dan efisien, maka kekuasaan Negara
tentu tidak dapat dipusatkan dalam satu tangan kekuasaan saja. Oleh sebab itu
penyebaran kekuasaan haruslah dijalankan secara efektif untuk mencapai cita-cita
dan tujuan akhir Negara sebagaimana disebutkan dalam pembukaan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 1, untuk itu maka
digagaslah suatu susunan negara, yaitu negara kesatuan Republik Indonesia yang
terdiri dari beberapa daerah, baik besar maupun kecil. 2
1
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disebut UUD
1945
2
Faisal Akbar Nasution, Pemerintah Daerah, dan Sumber-Sumber Pendapatan Asli
Daerah , PT Sofmedia, Jakarta, 2009, hlm. 1
Universitas Sumatera Utara
Perumusan gagasan negara kesatuan sebagai bentuk negara Indonesia
terdapat pada Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indoensia
1945 yang berbunyi : “Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk
Republik.” Pasal ini menunjukkan bahwa negara Indonesia berbentuk negara
kesatuan dan seluruh wilayah Negara Republik Indonesia tersusun secara tunggal.
Negara kesatuan dapat disebut negara Unitaris. Negara ini ditinjau dari segi
susunannya, memanglah susunannya bersifat tunggal. Maksudnya bahwa negara
kesatuan itu adalah negara yang tidak tersusun dari beberapa negara melainkan
hanya terdiri atas satu negara, sehingga tidak ada negara di dalam negara, dengan
demikian dalam negara kesatuan hanya ada satu pemerintah yaitu pemerintah
pusat yang mempunyai kekuasaan serta wewenang tertinggi dalam bidang
pemerintahan negara, menetapkan kebijaksanaan pemerintahan dan melaksanakan
pemerintahan negara baik di pusat maupun di daerah-daerah. Pemerintah yang
memegang kelas tertinggi tersebut adalah pemerintah pusat. Ditinjau dari sejarah
ketatanegaraan serta ilmu negara, dari permulaan di zaman purba sampai
memasuki zaman hukum alam di abad XVII maupun abad XVIII, kekuasaan pada
penguasa itu pada umumnya bersifat absolut, dan masih dilaksanakannya asas
sentralisasi dan konsentrasi. 3
Seiring
perkembangan
berjalannya
waktu
negara-negara
di
dunia
mengalami
yang sedemikian pesat, urusan pemerintahannya semakin
kompleks, serta warga negaranya semakin banyak dan heterogen. Oleh karenanya
dalam penyelengaraan pemerintahan, Negara berkuasa untuk menetapkan,
3
Soehino, Ilmu Negara, Liberty, Yogyakarta, 2002, hlm. 224
Universitas Sumatera Utara
melaksanakan dan menegakkan kepatuhan terhadap hukum. Bahkan dalam negara
kesejahteraan (welfare state), negara berhak ikut campur hampir diseluruh bidang
kehidupan rakyat sehingga penggunaan kekuasaan negara itu mempunyai potensi
melanggar hak-hak rakyat yang ada dalam negara tersebut, bahkan hak-hak rakyat
yang paling mendasar-pun dapat dilanggar. Kondisi tersebut tergambar dalam
adagium “Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely”,
demikian yang dikemukakan oleh Lord Acton. Dengan demikian, moral
kekuasaan tidak boleh hanya diserahkan pada niat, ataupun sifat-sifat pribadi
seseorang yang kebetulan sedang memegangnya. Betapun baiknya seseorang,
yang namanya kekuasaan tetaplah harus diatur dan dibatasi. 4
Negara kesatuan dapat dibedakan dalam dua bentuk yaitu Negara Kesatuan
dengan sistem sentralisasi dan Negara Kesatuan dengan sistem desentralisasi. 5
Pada negara dengan sistem sentralisasi, segala urusan diatur oleh Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah tidak mempunyai hak untuk mengatur sendiri
daerahnya sesuai dengan kebutuhan daerah masing-masing sehingga pemerintah
daerah hanya melaksanakan apa yang telah diinstruksikan oleh pemerintah pusat.
Sedangkan Pada negara kesatuan yang dengan sistem desentralisasi, pemerintah
daerah dapat mengurus daerahnya sesuai dengan kebutuhan masing-masing
karena kekuasaan untuk mengurus sendiri daerah tersebut diberikan oleh
pemerintah pusat yang disebut dengan otonomi daerah. 6 Perihal tentang
Pemerintah Daerah,
UUD 1945 mengatur keberadaan Pemerintah Daerah di
4
Khumaidi, Pemisahan Dan Pembagian Kekuasaan Dalam Konstitusi Perspektif
Desentralisasi, Jurnal Universitas Yudharta, hlm. 1
5
Ni’matul Huda, Ilmu Negara, Rajawali Pers, Jakarta, 2011, hlm. 234.
6
Samidjo, Ilmu Negara, CV. Armico, Bandung, 2002, Hlm. 164-165.
Universitas Sumatera Utara
Negara Republik Indonesia pada Pasal 18, dan pasal ini menjadi landasan dalam
penyelengaraan Pemerintahan Daerah Implementasi pasal 18 tersebut lebih lanjut
diatur dalam peraturan perundang-undangan tentang pemerintahan daerah.
Undang-Undang Pemerintah Daerah yang saat ini berlaku adalah Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. 7 Undang-Undang ini
mengatur pemerintahan lokal yang bersifat otonom (local outonomus government)
sebagai
pencerminan
dilaksanakannya
asas
desentralisasi
di
bidang
pemerintahan. 8
Dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi, daerah provinsi, daerah
kabupaten dan daerah kota diberi wewenang mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat. Berdasarkan asas tersebut, pusat melimpahkan sebagian dari tugas
dan wewenang urusan pemerintahannya kepada daerah sehingga timbul hubungan
antara pemerintah pusat dan daerah. Sebagai konsekuensi dari pelimpahan tugas
dan wewenang tersebut, pusat menyerahkan sebagian sumber-sumber keuangan
untuk membiayai pelaksanaan tugas dan wewenang yang dilaksanakan
pemerintah daerah. 9 Sebagai salah satu bentuk hubungan dari sebagai salah satu
dari sekian banyak hubungan antara pemerintah pusat dan daerah, 10 hubungan ini
memberikan wewenang pada daerah untuk menata pengelolaan keuangan mereka
sendiri. Kewenangan ini harus disertai dengan pembiayaan sesuai dengan
kewenangan yang dilimpahkan, di mana gubernur sebagai kepala daerah
7
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Nomor 244 Tahun 2014 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 5587)
8
Faisal Akbar Nasution, Opcit., hlm. 2
9
Ahmad Yani, Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesi,
Rajawali Pers, Jakarta, 2002, hlm. 29-30
10
Ibid. hlm. 1
Universitas Sumatera Utara
mempunyai kewenangan untuk mengelolanya mulai dari pembiayaan, perizinan,
perizinan, perencanaan, pelaksanaan,dan evaluasi sesuai dengan standar, norma,
dan kebijakan pemerintah. 11
Biaya untuk penyelenggaraan kewenangan yang dilimpahkan kepada
Gubernur dan atau perangkat pusat di daerah dibebankan pada APBN sesuai
besaran kewenangan dan beban tugas yang dilimpahkan. Penentuan besaran biaya
ini dilakukan oleh menteri keuangan dengan memperhatikan pertimbangan
menteri teknis dan atau pimpinan lembaga non departemen, gubernur dan atau
perangkat pusat di daerah yang mendapat pelimpahan wewenang. Tata cara
penyaluran biaya penyelenggaraan wewenang yang dilimpahkan
kepada
Gubernur dan atau perangkat pusat di daerah dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan bagi APBN. 12
Dalam pelaksanaan wewenang dan tugas yang dilimpahkan pusat dan
pembiayaannya diatur dalam APBN, tentu saja daerah memiliki anggarannya
sendiri. Anggraran daerah yang tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah. 13 Anggaran daerah pada hakikatnya merupakan salah satu alat untuk
meninggkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan
tujuan otonomi daerah di mana mencerminkan kebutuhan masyarakat dengan
memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. 14 ABPD yang merupakan
suatu kesatuan, yang terdiri dari pendapatan daerah, belanja daerah, dan
11
Ibid., hlm. 157
Ibid., hlm. 167
13
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disebut APBD
14
HAW. Wijaya, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom, Op.Cit. hlm 67
12
Universitas Sumatera Utara
pembiayaan. 15 Satu kesatuan tersebut menandakan bahwa dokumen APBD
merupakan rangkuman seluruh jenis pendapatan, jenis belanja, dan sumbersumber pembiayaannya.
Belanja daerah sebagai bagian dari APBD 16 dibagi menjadi dua, yaitu
belanja langsung dan belanja tak langsung. Belanja langsung berdasarkan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah, mengenai belanja langsung dari suatu kegiatan
dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari belanja pegawai dlam pembayaran
honorarium, belanja barang dan jasa, dan belanja modal. Sedangkan belanja tidak
langsung berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 ini,
kelompok belanja tidak langsung terdiri dari belanja pegawai dari segi
kompensasi yang bsia berbentuk gaji atau tunjangan, belanja bunga, belanja
subsidi, belanja bagi hasil, bantuan keuangan, belanja taj terduga, bantuan social,
dan belanja hibah oleh pemerintah daerah yang menjadi bahasan pokok.
Saat ini regulasi pemberian hibah yang bersumber dari APBD oleh
Pemerintah Daerah baik Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota
dapat dikatakan “komplit” walaupun sesungguhnya masih diperlukan berbagai
peraturan pendukung lainnya sebagai penjelasan dari beberapa ketentuan yang
butuh penjelasam dari Kementrian Dalam Negeri. Regulasi atau ketentuan
peraturan perundang-undangan yang mengatur pemberian hibah oleh pemerintah
15
Ibid., hlm. 154
Ahmad Yani, Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesi,
Rajawali Pers, Jakarta, 2002, hlm. 240-241
16
Universitas Sumatera Utara
daerah adalah Permendagri Nomor 32 tahun 2011 tetnang Pedoman Pemberian
Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari ABPD yang ditetapkan pada
tanggal 27 Juli 2011 dan diundangkan pada tanggal 28 Juli 2012. Kemudian pada
tanggal 21 Mei 2012 telah ditetapkan Permendagri Nomor 39 Tahun 2012 tentang
Peruahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 tahun 2011 tentang
Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari ABPD yang
diundangkan pada tanggal 22 Mei 2012. Demikian pula sejak tanggal 3 Januari
2012 telah ditetapkan dan pada tanggal 4 Januari telah diundangkan Peraturan
Pemerintah Nomor 2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah. 17
Bantuan hibah adalah rekening belanja Anggaran dan Pendapatan Belanja
Daerah yang cukup banyak diperbincangkan karena banyak banyak kepentingan
yang diakomodir, baik kepentingan kesejahteraan masyarakat maupun kepentingan politik dalam arti luas. Berdasarkan PP 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah dan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah, yang telah diubah beberapa kali terakhir dengan
Permendagri 21 Tahun 2011, pemberian bantuan hibah dan bansos tersebut
diperbolehkan. Namun secara spesifik baru diatur dengan Permendagri Nomor 32
Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bansos yang bersumber dari
APBD. Lahirnya Permendagri ini, karena belum jelasnya aturan tentang
pelaksanaan hibah dan bansos di daerah. Serta banyaknya permasalahan hukum
yang disebabkan karena ketidakjelasan dan ketidak tegasan aturan hukum tentang
hibah dan bansos tersebut.
17
Yusnan Lapananda, Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari APBD, Sinar
Grafika, Jakarta, hlm 1-2
Universitas Sumatera Utara
Belanja
hibah
berupa uang atau barang dapat diberikan kepada
pemerintah, Pemerintah Daerah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat dan
organisasi kemasyarakatan. Belanja hibah yang secara spesifik telah ditetapkan
peruntukannya, dalam rangka menunjang penyelenggaraan urusan pemda, atau
menunjang pencapaian sasaran program dan kegiatan pemda dalam urusan wajib
dan urusan pilihan.
Kenyataannya, bansos dan hibah disalahgunakan dengan untuk politik
pencitraan oleh kepala daerah/wakil, terutama Kepala Daerah In-cumbent yang
mencalon kembali dalam ajang pemilukada untuk periode ke dua. Bisa juga
disalahgunakan untuk para tim sukses yang dianggap telah berjasa dan dalam
menggolkan kepala daerah/wakil yang sedang menjabat, pedoman ini tertuang
dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No 32 Tahun 2011. Aturan ini
memperjelas
kriteria
penerima
bansos
dan
dana
hibah. 18
Berbagai
penyalahangunaan yang dilakukan melalui penganggaran dalam APBD, sehingga
peruntukannya banyak yang kurang tepat sasaran. Walaupun sebenarnya banyak
masyarakat dan organisasi kemasyarakatan yang memang sangat membutuhkan
bantuan tersebut secara riil dan rasional. 19 Di Sumatera Utara sendiri terungkap
bahwa kucuran dana hibah dan bansos Pemprov Sumut Tahun Anggaran 20122013
membengkak.
Dana
yang
dikucurkan
meningkat
tajam
lantaran
18
http://keuda.kemendagri.go.id/artikel/detail/30-maksimalkan-dana-hibah-untukkepentingan-rakyat, diakses pada tanggal 9 Juni 2016 pukul 07.45
19
http://www.kompasiana.com/muhammadmustajab/hibah-daerah-menurut-pmdn142016_574c2f2c0f9773bf06680d12
Universitas Sumatera Utara
penyelenggaraan Pilkada dan Pilpres yang sudah dekat, anggaran hibah dan
bansos tetap dikucurkan meski berulangkali bermasalah dengan hukum. 20
Seperti diketahui, pagu belanja hibah Tahun Anggaran 2012 sebesar
Rp1,915 miliar dan direalisasikan sebesar Rp1,781 miliar. Sedangkan pagu
belanja hibah Tahun Anggaran 2013 sebesar Rp2,156 miliar dan direalisasi
Rp2,037 miliar. Untuk pagu belanja bansos Tahun Anggaran 2012, yakni sebesar
Rp81,967 miliar dan yang terealisasi Rp25,858 miliar. Sedangkan pagu belanja
bansos Tahun Anggaran 2013 sebesar Rp76,051 miliar dan yang terealisasi
Rp43,718 miliar. Secara keseluruhan, penyimpangan dana hibah dan bansos
Pemprov Sumut tahun 2012-2013 mencapai Rp75 miliar. Gatot sebagai Gubernur
Sumatera Utara pada saat itu tidak memverifikasi terhadap penerima-penerima
dana hibah dan juga dalam menetapkan satuan kerja perangkat daerah yang
mengelola dana, meloloskan data-data yang sebenarnya belum lengkap antara lain
keterangan- keterangan lembaga swadaya masyarakat tidak diketahui oleh desa
setempat.21
Pemberian hibah oleh pemerintah daerah bertujuan untuk menunjang
penyelenggaran urusan pemerintah daerah. Pemberian hibah ditujukan untuk
menunjang pencapaian sasaran program dan kegiatan pemerintah dengan tetap
memperhatikan asas keadilan, kepatutan, rasionalitas, dan manfaat untuk
20
http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/16/03/29/o4recp335-jelang-pemiludana-hibah-dan-bansos-pemprov-sumut-membengkak dikases pada tanggal 18 Oktober 2016
pukul 22.00
21
http://www.koran-sindo.com/news.php?r=6&n=143&date=2015-11-03 diakses tanggal
18 Oktober 2016 pukul 22.10
Universitas Sumatera Utara
masyarakat.22 Sebagai jalan bagi percepatan pembangun di daerah, banyaknya
pelanggaran pemberian hibah dapat menghambat pembangunan tersebut, sehingga
penulis tertarik untuk membahas bagaimana pelaksanaan pemberian hibah oleh
Pemerintah Daerah yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang hibah daerah ini.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang sebagaimana telah diuraikan di atas, maka yang
menjadi pokok masalah yang akan dikaji dalam tulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaturan tentang Hibah dalam peraturan perundang-undangan
yang berlaku dan pernah berlaku di Indonesia?
2. Bagaimana mekanisme pelaksanaan Hibah oleh Pemerintah Daerah?
3. Bagaimana pelaksanaan Hibah oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara?
C.
Tujuan Dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulis membahas masalah pelaksanaan Hibah daerah
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2012 (Studi di
Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara) adalah sebagai berikut:
22
http://samarinda.bpk.go.id/wpcontent/uploads/2015/02/Tulisan_Hukum_2014_Hibah_APBD.pdf, diakses pada tanggal 9 Juni
2016 pukul 08.20
Universitas Sumatera Utara
A. Untuk mengetahui mengenai peraturan apa saja yang berlaku dan
pernah berlaku di Indonesia yang mengatur tentang hibah daerah.
B. Untuk mengetahui bagaimana mekanisme pelaksanaan hibah oleh
pemerintah daerah.
C. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan hibah oleh Pemerintah
Provinsi Sumatera Utara
2. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat tulisan itu adalah sebagai berikut:
a. Secara Teoritis
1) Pembahasan terhadap permasalahan dalam skripsi ini diharapkan akan
memberikan pemahaman dan pengetahuan bagi pembaca mengenai
pelaksanaan hibah oleh pemerintah itu sendiri. Jadi secara teoritis
diharapkan
dapat
memberikan
sumbangan
pemikiran
untuk
pengembangan khasanah ilmu pengetahuan hukum secara umum dan
imu hukum tata negara secara khusus sekaligus sebagai pelengkap
referensi karya ilmiah di bidang ketatanegaraan terkait dengan hibah
daerah.
2) Bagi Penulis sendiri, tulisan ini bermanfaat dalam memenuhi
persyaratan guna menyelesaikan studi dan meraih gelar kesarjanaan
program strata satu (S-1) pada Departemen Hukum Tata Negara
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
b. Secara Praktis
Universitas Sumatera Utara
Diharapkan dapat digunakan sebagai informasi bagi masyarakat atau
praktisi hukum dan instansi terkait tentang pelaksanaan hibah oleh
pemerintah daerah berdasarkan Peraturan Pemerintah Tahun 2012
tentang Hibah Daerah.
D.
Keaslian Penulisan
Tulisan ini berjudul Pelaksanaan Hibah Daerah berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah (Studi di Provinsi
Sumatera Utara) yang
membahas mengenai tentang pelaksanaan hibah oleh
pemerintah daerah, yang penulisannya disusun dan dibahas berdasarkan
pemikiran dari penulis sendiri meskipun hal ini telah banyak dituangkan dalam
berbagai tulisan, namun dalam hal yang berbeda dapat dikategorikan sebagai
penelitian baru karena baik judul dan permasalahannya yang dibahas berbeda,
sehingga dapat dipertanggungjawabkan apabila dikemudian hari terdapat judul
dengan pembahasan yang sama.
E.
Tinjauan Kepustakaan
1.
Negara Kesatuan
Negara kesatuan didefinisikan sebagai negara yang merdeka dan berdaulat,
dimana di seluruh negera yang berkuasa hanyalah satu pemerintahan, yaitu
pemerintah pusat yang mempunyai kekuasaan serta wewenang tertinggi dalam
bidang pemerintahan negara, menetapkan kebijaksanaan pemerintahan dan
melaksanakan pemerintahan negara baik di pusat maupun di daerah. 23 Negara
23
Abu Daud Busroh, Ilmu Negara, Bumi Aksara, Jakarta, 2013., hlm. 57
Universitas Sumatera Utara
Kesatuan merupakan negara tunggal, walaupun bagaimana bentuknya, besar kecil
atapun berbentuk negara kepulauan seperti Indonesia. 24
Rumusan negara kesatuan sebagai bentuk negara Indonesia terdapat pada
Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi : “Negara Indonesia adalah Negara
Kesatuan yang berbentuk Republik.” Bahwasanya kita dapat melihat suatu
konstutusi di samping mengatur pembagian kekuasaan negara secara horizontal,
juga mengatur pembagian kekuasaan negara secara vertikal 25, sehingga kita
mengenal susunan pemerintahan di mana kekuasaan terformat menjadi dua
bagian, di mana adanya keberadaan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
dalam suatu pemerintahan Negara yang utuh 26
Indonesia adalah negara berdasarkan hukum, Menurut Julius Stahl, konsep
Negara Hukum yang disebutnya dengan istilah ‘rechtsstaat’ itu mencakup empat
elemen penting, dan salah satunya adalah pembagian kekuasaan 27. Bahwa fungsi–
fungsi yang sesuai dengan masing-masing bidang pemerintahan harus diberikan
kepada satu lembaga negara yang terpisah, dan bahwa kesempurnaan sistem ini
memerlukan kesempurnaan batas-batas secara luas dan tegas yang memisahkan
dan membagi bidang-bidang ini.
Pengertian negara kesatuan menurut beberapa sarjana salah satunya adalah
menurut Abu Daud Busroh, yang menyatakan bahwasanya negara kesatuan adalah
”Negara yang tidak tersusun daripada beberapa negara, seperti halnya dalam
24
Samidjo, Ilmu Negara, Armico, Bandung, hlm. 164
Moh. Kusnadi, Bintan R. Saragih, Ilmu Negara, Gaya Media Pratama, Jakarta, hlm. 207
26
Agussalim Andi Gadjong, Pemerintahan Daerah Kajian Politik dan Hukum, Ghalia
Indonesia, Bogor, 2007, hlm. 62
27
Jimmly Asshidiqie, Gagasan Negara Hukum Indonesia, Makalah Hukum, diunduh dari
diakses
http://www.jimly.com/makalah/namafile/135/Konsep_Negara_Hukum_Indonesia.pdf,
pada tanggal 13 Juni 2016 pukul 01.00
25
Universitas Sumatera Utara
negara federasi, melainkan negara itu sifatnya tunggal, artinya hanya ada satu
negara, tidak ada negara dalam negara. Jadi dengan demikian di dalam negara
kesatuan itu juga hanya ada satu pemerintahan, yaitu pemerintahan pusat yang
mempunyai kekuasaan atau wewenang tertinggi dalam segala lapangan
pemerintahan. Pemerintahan pusat inilah yang pada tingkat terakhir dan tertinggi
dapat memutuskan segala sesuatu dalam negara tersebut.”28
Sedangkan menurut Soehino negara kesatuan adalah “Negara yang dapat
pula disebut Negara Unitaris. Negara ini ditinjau dari segi susunannya bersifat
tunggal, maksudnya Negara Kesatuan itu adalah Negara yang tidak tersusun dari
beberapa Negara, melaikan hanya terduri atas satu Negara, sehingga tidak ada
Negara di dalam Negara. Dengan demikian dalam Negara Kesatuan hanya ada
satu pemerintah, yaitu Pemerintah Pusat yang mempunyai kekuasaan serta
wewenang tertinggi dalam bidang pemerintahan Negara, menetapkan kebijaksaan
pemerintahan dan melaksanakan pemerintahan Negara baik di pusat maupun
daerah-daerah.
Ditambah Musanef menerangkan Negara Kesatuan adalah suatu Negara
yang merdeka dan berdaulat, di mana yang berkuasa untuk mengatur daerah
secara totalitas hanya satu, yaitu pemerintah pusat.29 Sedangkan Sri Soemantri
melihat negara kesatuan pada masalah kewenangan, Ia menyatakan bahwa
pemerintah pusat ini mempunyai wewenang sepenuhnya dalam wilayah negara
tersebut. Meskipun wilayah negara dibagi dalam bagian bagian negara, akan tetapi
28
29
Abu Daud Busroh, Op. Cit. Hlm. 64-65.
Musanef, Sistem Pemerintahan di Indonesia, Gunung Agung, Jakarta, 1983, hlm. 3
Universitas Sumatera Utara
bagian negara tersebut tidak mempunyaI kekuasaan asli. Wewenang yang ada
pada bagian-bagian negara yang disebut daerah otonom, di peroleh dari
pemerintah pusat sebagai pemilik kekuasaan asli. Dengan demikian, dapat
dipahami bahwa di dalam negara kesatuan, pemerintah pusat menjalankan
kedaulatan tertinggi negara, tetapi untuk itu agar tidak sewenang-wenang aktivitas
pemerintahpun harus diawasi dan dibatasi oleh undang-undang. 30
2.
Otonomi Daerah
Isitilah otonomi atau autonomy secara etimologi berasal dari kata Yunani
autos
yang berarti sendiri dan nomous yang berarti hukum, atau undang-
undang. 31. Menurut Encyclopedia of
Social Science, bahwa otonomi dalam
pengertian orisinil adalah the legal self sufficiency of social body its actual
independence. Jadi dari dua ciri hakikat dari otonomi, yakni legal self sufficiery
dan actual independence. Sedangkan literatur Belanda, otonomi berarti
pemerintahan sendiri (zelfregeling) yang oleh Van Vollenhoven dibagi atas
zelfwetgeving, yaitu membuat undang-undang sendiri, dan zelfuitvoering yang
artinya melaksanakan sendiri, zelfrechspraak atau mengadili sendiri, dan
zelfpolitie yaitu menindaki sendiri. 32
Berdasarkan etimologi kata otonomi ini, menurut S.L.S. Danurejo
memberikan arti otonomi sebagai Zelvetgeving atau “pengundangan sendiri”,
sedangkan Saleh Syarif mengartikan sebagai “mengatur” atau “memerintahkan
30
Ni’matul Huda, Ilmu Negara, Rajawali Pers, Jakarta, 2011, hlm. 234.
Hasim Purba,dkk, Hubungan Pemerintah Propinsi Dengan Kabupaten/Kota, CV.Mentari
Persada, Medan, 2004, hlm. 4.
32
Ahmad Yani, Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesi,
Rajawali Pers, Jakarta, 2002, hlm.7
31
Universitas Sumatera Utara
sendiri”. 33 Hampir sejalan dengan yang diartikan oleh Syarif Var der Pot pun
mengemukakan pendapatnya perihal otonomi daerah, di mana konsp otonomi
daerah sebagai eigen huishouding (menjalankan rumah tangga sendiri). Otonomi
adalah pemberian hak kepada daerah untuk mengatur sendiri daerahnya. Daerah
mempunyai kebebasan inisiatif dalam penyelenggaraan rumah tangga dan
pemerintahan di daerah, yang bisa dimaknai sebagai kebebasan dan kemandirian
satuan pemerintahan yang lebih rendah untuk mengatur dan mengurus sebagian
urusan pemeritahan, dikatakan Var der Pot bahwa kebebasan dan kemandirian
adalah hakikat isi otonomi, 34 di mana delegasi kewenangan ini meruoaan suatu
sarana dalam menjaga kelangsungan pemerintahan nasional. 35 Kelangsungan ini
di mana pemerintah daerah turut mengambil bagian dalam proses interaksi antara
kepentingan nasional dan kepentingan pembangunan di daerah.
Kebebasan dan kemandirian dalam otonomi bukanlah kemerdekaan.
Kebebasan dan kemandirian itu adalah kebebasan dan kemandirian dalam ikatan
kesatuan yang lebih besar. Dari segi hukum tata negara, khususnya teori bentuk
negara, otonomi adalah subsitem dari kesatuan (unitary state, eenheidstaat).
Otonomi adalah fenomena negara kesatuan. Segala pengertian (begrip) dan isi
(materi) otonomi adalah pengertian dan isi negara kesatuan. Negara kesatuan
merupakan landasan dari pengertian dan isi otonomi. 36
33
Ibid., hlm. 4.
Agussalim Andi Gadjong, Pemerintah Propinsi dengan Kabupaten/Kota, CV. Mentari
Persada, Medan, 2004, hlm. 4
35
Ibud., hlm. 169
36
Juanda, Hukum Pemerintahan Daerah Pasang Surut Hubungan Kewenangan antara
DPRD dan Kepala Daerah, Alumni, Bandung, 2004, Hlm. 128-129.
34
Universitas Sumatera Utara
Dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daeerah
dilaksanakan dengaan asas otonomi daerah yang artinya adalah hak, wewenang
dan kewajiban daerah otonom daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat, sesuai
peraturan perundang-undangan. Hal ini mengandung maknabahwa urusan
pemerintahan pusat yang menjadi kewenangan pusat tidak mungkin dapat
dilakukan dengan pemerintahan dan kesejahteraan rakyat disemua daerah. 37
Penyelenggaraan urusan pemerintahan dilaksanakan dengan asas-asas
sebagai berikut 38:
a. Asas desentralisasi, adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh
pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dalam sistem NKRI.
b. Asas dekonsentrasi, adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh
pemerintah kepada gubernur, sebagai wakil pemerintah kepada instansi vertikal
di wilayah tertentu.
c. Asas tugas pembantuan, adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah
dan/atau desa; dari pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota
dan/atau desa; serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk
melaksanakan tugas tertentu.
Asas desentralisasi dapat diartikan sebagai hubungan hukum keperdataan,
yakni penyerahan sebagian hak dari pemilik hak kepada penerima sebagian hak,
dengan objek hak tertentu. Pemilik hak pemerintahan adalah di tangan
pemerintah, dan hk pemerintah tersebut diberikan kepada pemerintah daerah,
dengan objek hak berupa kewenangan pemerintah dalam bentuk untuk mengatur
urusan pemerintahan, namun masih tetap dalam kerangka NKRI. Pemberian hak
37
Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Derah di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta,
2008, Hlm. 7
38
Siswanto Sunarno, Ibid. hlm. 10
Universitas Sumatera Utara
ini, senantiasa harus dipertanggungjawabkan kepada si pemilik hak dalam hal ini
Presiden melalui Menteri Dalam Negeri dan DPRD sebagai kekuatan representatif
di daerah. 39
Asas dekonsentrasi adalah asas pelimpahan wewenang pemerintahan yang
sebenarnya kewenangan itu ada di tangan pemerintah pusat, yakni yang
menyangkut penetapan strategi kebijakan dan pencapaian program kegiatannya,
diberikan kepada gubernur atau instansi vertikal di daerah sesuai arahan kebijakan
umum
dari
pemerintah
pusat,
sedangkan
sektor
pembiayaannya
tetap
dilaksanakan oleh pemerintah pusat. 40
Tugas pembantuan adalah tugas yang diberikan dari instansi ataa kepada
instansi bawahan yang adda di daerah sesuai arah kebijakan umum yang
ditetapkan
oleh
instansi
yang
memberikan
penugasan,
dan
wajib
mempertanggungjawabkan tugassnya itu kepada instansi yang memberikan
penugasan. Dalam asas tugas pembantuan, telah tersirat dan tersurat bahwa tugas
pembantuan kepada pemerintahan desa merupakan tanggung jawab bersama
antara pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota.41
Menurut HAW Wijaya, bahwasanya otonomi
daerah harus dilakukan
secara nyata dan bertanggung jawab. Beliau memandang dari orientasi
39
Agussalim Andi Gadjong, Op.Cit. hlm. 79
Ibid, hlm. 89
41
Ibid, hlm. 91
40
Universitas Sumatera Utara
pelaksanaan otonomi daerah atas dasar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974,
yang landasannya harus letakkan pada hal mendasar, yaitu 42:
1. Hakikat otonomi daerah itu harus merupakan kewajiban daripada
hak
2. Pengarahan-pengarahan terhadap pelaksanaan otonomi daerah yang
nyata dan bertanggung jawab mencakup:
a. Harus serasi dengan pembinaan politik dan kesatuan bangsa
b. Harus menjamin hubungan yang serasi antara Pemeritah Pusat
dan Daerah atas dasar keutuhan Negara Kesatuan.
c. Harus dapat menjamin pembangunan dan pengembangan daerah
3. Pemberian otonomi kepada daerah dilaksanakan bersama dengan
dekonsentrasi. Dalam hubugan ini prnsip-prinsip pemberian
otonomi pada daerah lebih dipertegas yaitu:
a. Harus menunjang aspirasi perjuangan rakyat, yakni
memperkokoh Negara Kesatuan dan mempertinggi tingkat
kesejahteraan rakyat.
b. Harus merupakan otonomi nyata dan bertanggung jawab.
c. Asas desentralisasi dilaksanakan berseama-sama dengan
dekonsentrasi dengan memberi kemungkinan pula bagi
pelaksanaan asas pembauran
d. Pemberian otonomi pada daerah mengutamakan aspek
keserasian dengan tujuan di samping aspek pendemokrasian
e. Tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah untuk
meningkatakan daya guna dan hasilguna penyelengaraab
Pemerintahan
Daerah,
terutama
dalam
pelaksanaan
pembangunan dan pelayanan terhadap masyarakat serta untuk
meningkatan pembinanaan kesatuan politik, dan kesatuan
bangsa.
Dalam pelaksanaannya, otonomi daerah dibagi kedalam dua konsep, yaitu: 43
1. Umum
Inti dari konsep pelaksanaan otonomi daerah, adalah
upaya memaksimalkan hasil yang akan dicapai sekaligus
menghindari kerumitan dan hal-hal yang menghambat
pelaksanaan otonomi daerah. Dengan demikian tuntutan
masyarakat dapat diwujudkan secara nyata dengan penerapan
otonomi daerah luas dan kelangsungan pelayanan umum
42
HAW. Wijaya, Titik Berat Otonomi Pada Daerah Tingkat II, Rajawali Pers, Jakarta,
1992., hlm 32
43
HAW. Wijaya, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom,Op.Cit, hlm 2-6
Universitas Sumatera Utara
tidak diabaikan, serta memelihara kesinambungan fiskal
secara nasional.
2. Pengaturan Transisi
a. Kewenangan dan Kelembagaan
b. Pegawai Negeri Sipil
c. Pelayanan Daerah
d. Pengaturan Aset
e. Perimbangan Keuangan
f. Dan lain lain, mencakup pengaturan desa dan koordinasi
pusat dan daerah
3. Pemerintah Daerah
Dalam suatu negara disebut kesatuan, apabila dalam lingkungan negara
tersebut tidak terdapat daerah yang disebut negara. Bersifat tunggal, negara yang
terdiri dari satu negara saja, tanpa melihat besar atau kecil luas wilayahnya.
Negara ini hanya mengenal satu pemerintah, yaitu pemerintah pusat yang
mempunyai kekuasaan serta wewenang tertinggi dalam bidang pemerintahan
negara, menetapkan kebijaksanaan pemerintahan dan melaksanakan pemerintahan
negara baik di pusat maupun di daerah. 44 Pemerintah pusat ini mempunyai
wewenang sepenuhnya dalam wilayah negara tersebut. Wewenang yang ada pada
bagian negara, yang di Indonesia dikenal sebagai daerah, yang dilaksanakan oleh
Pemerintah Daerah tersebut meperolehnya dari Pemerintah Pusat. 45
Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi
dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan
44
45
Abu Daud Busroh, Op. Cit.. hlm. 57
Busrizalti,M, Hukum Pemda Otonomi Daerah dan Implikasinya, Total Media, Bandung,
2013,
hlm. 18-19
Universitas Sumatera Utara
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD
1945. 46 Di negara Indonesia, Pemerintahan Daerah terdiri dari Pemerintahan
Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.
Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang
menjadikewenangan daerah otonom. 47 Daerah Otonom yang selanjutnya disebut
Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah yang
berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat menurut inisatif sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat
dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 48
Pengaturan mengenai pemerintahan daerah dimulai dengan berlakunya
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 tentang Peraturan Mengenai Kedudukan
Komite Nasional Daerah. Undang-undang ini kemudian diganti dengan UndangUndang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Penetapan Aturan-Aturan Pokok
Mengenai Pemerintahan Sendiri di Daerah-Daerah yang Berhak Mengatur dan
Mengurus Rumah Tangganya Sendiri.Sampai saat ini telah terjadi perubahan
berkali-kali tentang pemerintahan daerah, dan terakhir dengan Undang-Undang
Nomor23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. 49
Seturut dengan itu, dalam Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan
Republik Indonesia Tahun 1945 juga menyebutkan perihal keberadaan
46
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
48
Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
49
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Nomor 244 Tahun 2014 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 5587)
47
Universitas Sumatera Utara
Pemerintah Daerah di Negara Republik Indonesia, yang tertera dalam Pasal 18
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945:
1. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan
daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan Kota, yang tiap-tiap provinsi,
kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan
undang-undang.
2. Pemerintah daerah provinsi, daerah Kabupaten, dan Kota mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan.
3. Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan
umum.
4. Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah
daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis.
5. Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan
pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan
Pemerintahan Pusat.
6. Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturanperaturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
7. Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam
undang-undang. 50
Kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangga ini mengandung
tiga hal utama didalamnya 51, yaitu: pertama, Pemberian tugas dan wewenang
untuk menyelesaikan suatu kewenangan yang sudah diserahkan kepada
Pemerintah Daerah; kedua, Pemberian kepercayaan dan wewenang untuk
memikirkan, mengambil inisiatif dan menetapkan sendiri cara-cara penyelesaian
tugas tersebut; dan ketiga, dalam upaya memikirkan, mengambil inisiatif dan
mengambil keputusan tersebut mengikutsertakan masyarakat baik secara langsung
maupun DPRD. Kewenangan pemerintahan daerah, meliputi kewenangan
50
Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Setya Retnami. Makalah Sistem Pemerintahan Daerah di Indonesia, Jakarta: Kantor
Menteri Negara Otonomi Daerah Republik Indonesia, 2000, hlm 1.
51
Universitas Sumatera Utara
membuat Peraturan Daerah dan penyelenggaraan pemerintahan yang diemban
secara demokratis. 52
Hubungan antara Pemerintah Pusat dan Daerah akan meliputi hal-hal yang
menyangkut hubungan, kewenangan, pegawasan, keuangan, koordinasi dan
pembinaan, di mana ada dua model utama dalam hubungan Pemerintah Pusat dan
Daerah, yakni agency model dan partnership mode 53l. Dalam agency model,
Pemerintah Daerah semata-mata dianggap sebagai pelaksana oleh Pemerintah
Pusat. Wewenang yang dimiliki Pemerintah Daerah dalam model ini sangat
terbatas. Seluruh kebijakan ditetapkan oleh Pemerintah Pusat tanpa perlu
mengikutsertakan Pemerintah Darah dalam perumusannya. Pemerintah Daerah
berkewajban melaksanakan kebijakan pusat dengan keleluasaan yang sangat kecil
dan tanpa hak untuk berbeda. Dengan menganut model ini, Pemeritah Pusat
sewaktu-waktu dapat membubarkan Pemerintah Daerah serta mencabut hak dan
kewajibannya.
Dalam partnership model, Pemerintah Daerah memiliki tingkat kebebasan
tertentu untuk pmelakukan pemilihan di tingkat daerahnya. Model ini tidak lagi
memandang Pemerintah daerah sebagai pelasana semata, melainkan dianggap
sebagai partner atau mitra kerja. Namun demikian poisisi Pemeritnah Daerah
tetap tidak setara dengan Pemerintah Pusat. Daerah tetap menjadi daerah bawahan
Pemerintah Pusat.
52
M. Laica Marzuki. Hukum dan Pembangunan Daerah Otonom. Makasar: Kertas kerja
PSKMP – LPPM Unhas. 1999, hlm. 12
53
Ahmad Yani, Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesi,
Rajawali Pers, Jakarta, 2002, hlm.7
Universitas Sumatera Utara
Sebagai
suatu
sub
sistem Pemerintahan
Negara,
penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah dimaksudkan utuk meningkatkan daya guna dan hasil guna
penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat. Sebagai daerah
otonom daerah mempunyai kewenangan dan tanggung jawab menyelenggarakan
kepentingan masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip keterbukaan, pastisipasi
masyarakat, dan pertanggungjawaban kepada masyarakat. 54
Dalam penyelenggaraan otonomi daerah perlu ada dukungan berupa
kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab di daerah secara
proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan
sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan Pemeritnah
Pusat dan Daerah dilaksanakan atas dasar desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas
pembantuan. 55 Dana perimbangan merupakan dana yang bersumber dari
penerimaan APBN yang dialokasikan kepada Daerah untuk membiayai kebutuhan
Daerah
dalam
rangka
pelaksanaan
desentralisasi.
Dalam
pelaksanaan
desentralisasi, semua penerimaan dan pengeluaran dicatat dalam APBD, di mana
memuat apa-apa saja yang diterima dan yang dilakukan dalam penyelenggaraan
pemerintahan di daerah. 56 Dan Secara sederhana ketiga konsep ABPD adalah
sebagai berikut: 57
1. Pendapatan Daerah
Pendapatan Daerah adalah semua penerimaan kas daerah dalam periode
tahun anggaran tertentu yang menadi hak daerah
54
Ahmad Yani, Ibid. Hlm. 14
Ibid. Hlm 15
56
Ibid. Hlm 232
57
Ibid. Hlm. 240-241
55
Universitas Sumatera Utara
Pendapatan daerah dirinci menurut:
A. Kelompok pendapatan, meliputi pendapatan asli daerah, dana perimbangan,
dan lain-lain pendapatan yang sah.
B. Jenis pendapatan, misalnya pajak daerah, retribusi daerah, Dana Alokasi
Umum dan Dana Alokasi Khusus
2. Belanja Daerah
Belanja daerah adalah semua pengeluaran kas daerah dalam periode tahun
anggaran tertentu menjadi beban daerah.
Belanja daerah dirinci menurut:
A. Organisasi, yaitu suatu kesatuan pengguna anggaran seperti DPRD dan
sekretariat DPRD, Kepala Daerah dan Wakil Kepaa Daerah, Sekretariat
Daerah, serta dinas daerah dan lembaga teknis daerah lainnya.
B. Fungsi, misalnya pendidikan, kesehatan, dan fungsi-fungsi lainnya.
C. Jenis belanja, yang dibagi menjadi dua, yaitu belanja langsung dan tak
langsung. 58
F.
Ruang Lingkup
Dalam penulisan skripsi ini, penulis membatasi peraturan perundang-
undangan yang akan teliti. Hanya beberapa peraturan perundang-undangan yang
akan diteliti dalam skripsi ini yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang
Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011
Tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari
58
Belanja langsung berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006
Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, mengenai belanja langsung ayang terdapat
dalam Pasal 50, Kelompok belanja langsung dari suatu kegiatan dibagi menurut jenis belanja yang
terdiri dari belanja pegawai dalam pembayaran honorarium, belanja barang dan jasa, dan belanja
modal. Sedangkan belanja tidak langsung berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13
Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, kelompok Belanja Tidak Langsung
terdiri dari belanja pegawai dari segi kompensasi, bisa berbentu gaji atau tunjangan, lalu belanja
bunga, belanja subsidi, belanja bagi hasil, bantuan keuangan, belanja tak terduga, bantuan sosial,
dan belanja hibah yang akan dibahas lebih lanjut dalam tulisan ini.
Universitas Sumatera Utara
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun
2012 Tentang Hibah Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri No 39 Tahun 2012
Tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial
yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dan Peraturan
Gubernur Sumatera Utara Nomor 14 Tahun 2013 Tentang Pedoman Keuangan
Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah Sumatera Utara.
G.
Metode Penelitian
Dalam suatu penulisan skripsi, posisi metode penelitian sangatlah penting
sebagai suatu pedoman. Pedoman ini nantinya akan menjelaskan mengenai apa
yang seharusnya atau yang tidak seharusnya dilakukan dalam penulisan. Dalam
penulisan skripsi ini metode penelitian yang digunakan penulis adalah sebagai
berikut.
1. Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini merupakan penelitian hukum
normatif empiris. Penelitian ini pada dasarnya merupakan penggabungan antara
pendekatan hukum normatif dengan adanya penambahan berbagai unsur empiris.
Metode penelitian normatif-empiris mengenai implementasi ketentuan hukum
normatif dalam aksinya pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam
suatu masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
2. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dilakukan dengan penelitian kepustakaan
(library research) untuk memperoleh berbagai literatur dan perundang-undangan
yang berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi. Dalam hal ini, penulis
melakukan penelitian terhadap literatur-literatur untuk memperoleh bahan teoritis
ilmiah sebagai dasar analisis dalam membahas permasalahan dalam skripsi ini.
Data yang digunakan dalam skripsi ini adalah data sekunder yang terdiri
atas bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer yang
diteliti adalah bahan hukum yang terdiri dari UUD 1945 dan peraturan perundangundangan lainnya yang pernah dan/atau masih berlaku di Indonesia. Bahan hukum
sekundernya berupa buku-buku, majalah, surat kabar, situs internet, maupun
bahan bacaan lainnya yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini.
H.
Sistematika Penulisan
Dalam menghasilkan karya ilmiah yang baik, maka pembahasannya harus
diuraikan secara sistematis. Untuk memudahkan penulisan skripsi ini maka perlu
adanya sistematika penulisan yang teratur yang terbagi dalam setiap bab yang
saling berkaitan satu dengan yang lain.
Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah:
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dijelaskan tentang latar belakang pemilihan judul,
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian
Universitas Sumatera Utara
penulisan, tinjauan kepustakaan, ruang lingkup, metode penelitian,
dan sistematika penulisan.
BAB II
PENGATURAN TENTANG HIBAH DAERAH DI INDONESIA
Pada bab ini akan dijelaskan tentang pengertian dan ruang lingkup
hibah daerah secara umum lewat peraturan yang ada di Indonesia.
BAB III
MEKANISME PELAKSANAAN HIBAH DAERAH
Pada bab ini akan dijelaskan tentang Mekanisme penganggaran
hibah daerah sampai kepada pemberian hibah oleh Pemerintah
Daerah kepada penerima hibah daerah, hingga proses pengawasan
dan evaluasinya.
BAB IV
IMPLEMENTASI PELAKSANAAN HIBAH DAERAH DI
PROVINSI SUMATERA UTARA
Pada bab ini berisi bagaimana pelaksanaan pemberian hibah oleh
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara beserta perbedaan pemberian
hibah dan bantuan sosial oleh Pemerintah.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini berisi kesimpulan dan saran bagi penulis yang berkaitan
dengan permasalahan yang dibahas.
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Indonesia adalah suatu wilayah Negara Kesatuan yang terdiri dari ribuan
pulau dan diapit oleh dua samudera besar dan dua benua, serta didiami oleh
ratusan juta penduduk. Indonesia memiliki keanekaragaman dari berbagai sisi,
yang dipengaruhi oleh letak geografis, sebagai negara yang memiliki banyak
pulau, dan kondisi alam yang berbeda-beda membuat Indonesia di isi oleh
bermacam-macam kebudayaan, adat istiadat, kondisi alam, bentuk fisik hingga
cara berpikir penduduknya, dan sebagainya.
Mengingat keberadaan Indonesia sebagai negara kepulauan yang besar, dan
diharapkan terjadi pemerintahan yang baik dan efisien, maka kekuasaan Negara
tentu tidak dapat dipusatkan dalam satu tangan kekuasaan saja. Oleh sebab itu
penyebaran kekuasaan haruslah dijalankan secara efektif untuk mencapai cita-cita
dan tujuan akhir Negara sebagaimana disebutkan dalam pembukaan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 1, untuk itu maka
digagaslah suatu susunan negara, yaitu negara kesatuan Republik Indonesia yang
terdiri dari beberapa daerah, baik besar maupun kecil. 2
1
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disebut UUD
1945
2
Faisal Akbar Nasution, Pemerintah Daerah, dan Sumber-Sumber Pendapatan Asli
Daerah , PT Sofmedia, Jakarta, 2009, hlm. 1
Universitas Sumatera Utara
Perumusan gagasan negara kesatuan sebagai bentuk negara Indonesia
terdapat pada Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indoensia
1945 yang berbunyi : “Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk
Republik.” Pasal ini menunjukkan bahwa negara Indonesia berbentuk negara
kesatuan dan seluruh wilayah Negara Republik Indonesia tersusun secara tunggal.
Negara kesatuan dapat disebut negara Unitaris. Negara ini ditinjau dari segi
susunannya, memanglah susunannya bersifat tunggal. Maksudnya bahwa negara
kesatuan itu adalah negara yang tidak tersusun dari beberapa negara melainkan
hanya terdiri atas satu negara, sehingga tidak ada negara di dalam negara, dengan
demikian dalam negara kesatuan hanya ada satu pemerintah yaitu pemerintah
pusat yang mempunyai kekuasaan serta wewenang tertinggi dalam bidang
pemerintahan negara, menetapkan kebijaksanaan pemerintahan dan melaksanakan
pemerintahan negara baik di pusat maupun di daerah-daerah. Pemerintah yang
memegang kelas tertinggi tersebut adalah pemerintah pusat. Ditinjau dari sejarah
ketatanegaraan serta ilmu negara, dari permulaan di zaman purba sampai
memasuki zaman hukum alam di abad XVII maupun abad XVIII, kekuasaan pada
penguasa itu pada umumnya bersifat absolut, dan masih dilaksanakannya asas
sentralisasi dan konsentrasi. 3
Seiring
perkembangan
berjalannya
waktu
negara-negara
di
dunia
mengalami
yang sedemikian pesat, urusan pemerintahannya semakin
kompleks, serta warga negaranya semakin banyak dan heterogen. Oleh karenanya
dalam penyelengaraan pemerintahan, Negara berkuasa untuk menetapkan,
3
Soehino, Ilmu Negara, Liberty, Yogyakarta, 2002, hlm. 224
Universitas Sumatera Utara
melaksanakan dan menegakkan kepatuhan terhadap hukum. Bahkan dalam negara
kesejahteraan (welfare state), negara berhak ikut campur hampir diseluruh bidang
kehidupan rakyat sehingga penggunaan kekuasaan negara itu mempunyai potensi
melanggar hak-hak rakyat yang ada dalam negara tersebut, bahkan hak-hak rakyat
yang paling mendasar-pun dapat dilanggar. Kondisi tersebut tergambar dalam
adagium “Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely”,
demikian yang dikemukakan oleh Lord Acton. Dengan demikian, moral
kekuasaan tidak boleh hanya diserahkan pada niat, ataupun sifat-sifat pribadi
seseorang yang kebetulan sedang memegangnya. Betapun baiknya seseorang,
yang namanya kekuasaan tetaplah harus diatur dan dibatasi. 4
Negara kesatuan dapat dibedakan dalam dua bentuk yaitu Negara Kesatuan
dengan sistem sentralisasi dan Negara Kesatuan dengan sistem desentralisasi. 5
Pada negara dengan sistem sentralisasi, segala urusan diatur oleh Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah tidak mempunyai hak untuk mengatur sendiri
daerahnya sesuai dengan kebutuhan daerah masing-masing sehingga pemerintah
daerah hanya melaksanakan apa yang telah diinstruksikan oleh pemerintah pusat.
Sedangkan Pada negara kesatuan yang dengan sistem desentralisasi, pemerintah
daerah dapat mengurus daerahnya sesuai dengan kebutuhan masing-masing
karena kekuasaan untuk mengurus sendiri daerah tersebut diberikan oleh
pemerintah pusat yang disebut dengan otonomi daerah. 6 Perihal tentang
Pemerintah Daerah,
UUD 1945 mengatur keberadaan Pemerintah Daerah di
4
Khumaidi, Pemisahan Dan Pembagian Kekuasaan Dalam Konstitusi Perspektif
Desentralisasi, Jurnal Universitas Yudharta, hlm. 1
5
Ni’matul Huda, Ilmu Negara, Rajawali Pers, Jakarta, 2011, hlm. 234.
6
Samidjo, Ilmu Negara, CV. Armico, Bandung, 2002, Hlm. 164-165.
Universitas Sumatera Utara
Negara Republik Indonesia pada Pasal 18, dan pasal ini menjadi landasan dalam
penyelengaraan Pemerintahan Daerah Implementasi pasal 18 tersebut lebih lanjut
diatur dalam peraturan perundang-undangan tentang pemerintahan daerah.
Undang-Undang Pemerintah Daerah yang saat ini berlaku adalah Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. 7 Undang-Undang ini
mengatur pemerintahan lokal yang bersifat otonom (local outonomus government)
sebagai
pencerminan
dilaksanakannya
asas
desentralisasi
di
bidang
pemerintahan. 8
Dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi, daerah provinsi, daerah
kabupaten dan daerah kota diberi wewenang mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat. Berdasarkan asas tersebut, pusat melimpahkan sebagian dari tugas
dan wewenang urusan pemerintahannya kepada daerah sehingga timbul hubungan
antara pemerintah pusat dan daerah. Sebagai konsekuensi dari pelimpahan tugas
dan wewenang tersebut, pusat menyerahkan sebagian sumber-sumber keuangan
untuk membiayai pelaksanaan tugas dan wewenang yang dilaksanakan
pemerintah daerah. 9 Sebagai salah satu bentuk hubungan dari sebagai salah satu
dari sekian banyak hubungan antara pemerintah pusat dan daerah, 10 hubungan ini
memberikan wewenang pada daerah untuk menata pengelolaan keuangan mereka
sendiri. Kewenangan ini harus disertai dengan pembiayaan sesuai dengan
kewenangan yang dilimpahkan, di mana gubernur sebagai kepala daerah
7
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Nomor 244 Tahun 2014 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 5587)
8
Faisal Akbar Nasution, Opcit., hlm. 2
9
Ahmad Yani, Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesi,
Rajawali Pers, Jakarta, 2002, hlm. 29-30
10
Ibid. hlm. 1
Universitas Sumatera Utara
mempunyai kewenangan untuk mengelolanya mulai dari pembiayaan, perizinan,
perizinan, perencanaan, pelaksanaan,dan evaluasi sesuai dengan standar, norma,
dan kebijakan pemerintah. 11
Biaya untuk penyelenggaraan kewenangan yang dilimpahkan kepada
Gubernur dan atau perangkat pusat di daerah dibebankan pada APBN sesuai
besaran kewenangan dan beban tugas yang dilimpahkan. Penentuan besaran biaya
ini dilakukan oleh menteri keuangan dengan memperhatikan pertimbangan
menteri teknis dan atau pimpinan lembaga non departemen, gubernur dan atau
perangkat pusat di daerah yang mendapat pelimpahan wewenang. Tata cara
penyaluran biaya penyelenggaraan wewenang yang dilimpahkan
kepada
Gubernur dan atau perangkat pusat di daerah dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan bagi APBN. 12
Dalam pelaksanaan wewenang dan tugas yang dilimpahkan pusat dan
pembiayaannya diatur dalam APBN, tentu saja daerah memiliki anggarannya
sendiri. Anggraran daerah yang tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah. 13 Anggaran daerah pada hakikatnya merupakan salah satu alat untuk
meninggkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan
tujuan otonomi daerah di mana mencerminkan kebutuhan masyarakat dengan
memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. 14 ABPD yang merupakan
suatu kesatuan, yang terdiri dari pendapatan daerah, belanja daerah, dan
11
Ibid., hlm. 157
Ibid., hlm. 167
13
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disebut APBD
14
HAW. Wijaya, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom, Op.Cit. hlm 67
12
Universitas Sumatera Utara
pembiayaan. 15 Satu kesatuan tersebut menandakan bahwa dokumen APBD
merupakan rangkuman seluruh jenis pendapatan, jenis belanja, dan sumbersumber pembiayaannya.
Belanja daerah sebagai bagian dari APBD 16 dibagi menjadi dua, yaitu
belanja langsung dan belanja tak langsung. Belanja langsung berdasarkan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah, mengenai belanja langsung dari suatu kegiatan
dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari belanja pegawai dlam pembayaran
honorarium, belanja barang dan jasa, dan belanja modal. Sedangkan belanja tidak
langsung berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 ini,
kelompok belanja tidak langsung terdiri dari belanja pegawai dari segi
kompensasi yang bsia berbentuk gaji atau tunjangan, belanja bunga, belanja
subsidi, belanja bagi hasil, bantuan keuangan, belanja taj terduga, bantuan social,
dan belanja hibah oleh pemerintah daerah yang menjadi bahasan pokok.
Saat ini regulasi pemberian hibah yang bersumber dari APBD oleh
Pemerintah Daerah baik Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota
dapat dikatakan “komplit” walaupun sesungguhnya masih diperlukan berbagai
peraturan pendukung lainnya sebagai penjelasan dari beberapa ketentuan yang
butuh penjelasam dari Kementrian Dalam Negeri. Regulasi atau ketentuan
peraturan perundang-undangan yang mengatur pemberian hibah oleh pemerintah
15
Ibid., hlm. 154
Ahmad Yani, Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesi,
Rajawali Pers, Jakarta, 2002, hlm. 240-241
16
Universitas Sumatera Utara
daerah adalah Permendagri Nomor 32 tahun 2011 tetnang Pedoman Pemberian
Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari ABPD yang ditetapkan pada
tanggal 27 Juli 2011 dan diundangkan pada tanggal 28 Juli 2012. Kemudian pada
tanggal 21 Mei 2012 telah ditetapkan Permendagri Nomor 39 Tahun 2012 tentang
Peruahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 tahun 2011 tentang
Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari ABPD yang
diundangkan pada tanggal 22 Mei 2012. Demikian pula sejak tanggal 3 Januari
2012 telah ditetapkan dan pada tanggal 4 Januari telah diundangkan Peraturan
Pemerintah Nomor 2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah. 17
Bantuan hibah adalah rekening belanja Anggaran dan Pendapatan Belanja
Daerah yang cukup banyak diperbincangkan karena banyak banyak kepentingan
yang diakomodir, baik kepentingan kesejahteraan masyarakat maupun kepentingan politik dalam arti luas. Berdasarkan PP 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah dan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah, yang telah diubah beberapa kali terakhir dengan
Permendagri 21 Tahun 2011, pemberian bantuan hibah dan bansos tersebut
diperbolehkan. Namun secara spesifik baru diatur dengan Permendagri Nomor 32
Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bansos yang bersumber dari
APBD. Lahirnya Permendagri ini, karena belum jelasnya aturan tentang
pelaksanaan hibah dan bansos di daerah. Serta banyaknya permasalahan hukum
yang disebabkan karena ketidakjelasan dan ketidak tegasan aturan hukum tentang
hibah dan bansos tersebut.
17
Yusnan Lapananda, Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari APBD, Sinar
Grafika, Jakarta, hlm 1-2
Universitas Sumatera Utara
Belanja
hibah
berupa uang atau barang dapat diberikan kepada
pemerintah, Pemerintah Daerah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat dan
organisasi kemasyarakatan. Belanja hibah yang secara spesifik telah ditetapkan
peruntukannya, dalam rangka menunjang penyelenggaraan urusan pemda, atau
menunjang pencapaian sasaran program dan kegiatan pemda dalam urusan wajib
dan urusan pilihan.
Kenyataannya, bansos dan hibah disalahgunakan dengan untuk politik
pencitraan oleh kepala daerah/wakil, terutama Kepala Daerah In-cumbent yang
mencalon kembali dalam ajang pemilukada untuk periode ke dua. Bisa juga
disalahgunakan untuk para tim sukses yang dianggap telah berjasa dan dalam
menggolkan kepala daerah/wakil yang sedang menjabat, pedoman ini tertuang
dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No 32 Tahun 2011. Aturan ini
memperjelas
kriteria
penerima
bansos
dan
dana
hibah. 18
Berbagai
penyalahangunaan yang dilakukan melalui penganggaran dalam APBD, sehingga
peruntukannya banyak yang kurang tepat sasaran. Walaupun sebenarnya banyak
masyarakat dan organisasi kemasyarakatan yang memang sangat membutuhkan
bantuan tersebut secara riil dan rasional. 19 Di Sumatera Utara sendiri terungkap
bahwa kucuran dana hibah dan bansos Pemprov Sumut Tahun Anggaran 20122013
membengkak.
Dana
yang
dikucurkan
meningkat
tajam
lantaran
18
http://keuda.kemendagri.go.id/artikel/detail/30-maksimalkan-dana-hibah-untukkepentingan-rakyat, diakses pada tanggal 9 Juni 2016 pukul 07.45
19
http://www.kompasiana.com/muhammadmustajab/hibah-daerah-menurut-pmdn142016_574c2f2c0f9773bf06680d12
Universitas Sumatera Utara
penyelenggaraan Pilkada dan Pilpres yang sudah dekat, anggaran hibah dan
bansos tetap dikucurkan meski berulangkali bermasalah dengan hukum. 20
Seperti diketahui, pagu belanja hibah Tahun Anggaran 2012 sebesar
Rp1,915 miliar dan direalisasikan sebesar Rp1,781 miliar. Sedangkan pagu
belanja hibah Tahun Anggaran 2013 sebesar Rp2,156 miliar dan direalisasi
Rp2,037 miliar. Untuk pagu belanja bansos Tahun Anggaran 2012, yakni sebesar
Rp81,967 miliar dan yang terealisasi Rp25,858 miliar. Sedangkan pagu belanja
bansos Tahun Anggaran 2013 sebesar Rp76,051 miliar dan yang terealisasi
Rp43,718 miliar. Secara keseluruhan, penyimpangan dana hibah dan bansos
Pemprov Sumut tahun 2012-2013 mencapai Rp75 miliar. Gatot sebagai Gubernur
Sumatera Utara pada saat itu tidak memverifikasi terhadap penerima-penerima
dana hibah dan juga dalam menetapkan satuan kerja perangkat daerah yang
mengelola dana, meloloskan data-data yang sebenarnya belum lengkap antara lain
keterangan- keterangan lembaga swadaya masyarakat tidak diketahui oleh desa
setempat.21
Pemberian hibah oleh pemerintah daerah bertujuan untuk menunjang
penyelenggaran urusan pemerintah daerah. Pemberian hibah ditujukan untuk
menunjang pencapaian sasaran program dan kegiatan pemerintah dengan tetap
memperhatikan asas keadilan, kepatutan, rasionalitas, dan manfaat untuk
20
http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/16/03/29/o4recp335-jelang-pemiludana-hibah-dan-bansos-pemprov-sumut-membengkak dikases pada tanggal 18 Oktober 2016
pukul 22.00
21
http://www.koran-sindo.com/news.php?r=6&n=143&date=2015-11-03 diakses tanggal
18 Oktober 2016 pukul 22.10
Universitas Sumatera Utara
masyarakat.22 Sebagai jalan bagi percepatan pembangun di daerah, banyaknya
pelanggaran pemberian hibah dapat menghambat pembangunan tersebut, sehingga
penulis tertarik untuk membahas bagaimana pelaksanaan pemberian hibah oleh
Pemerintah Daerah yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang hibah daerah ini.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang sebagaimana telah diuraikan di atas, maka yang
menjadi pokok masalah yang akan dikaji dalam tulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaturan tentang Hibah dalam peraturan perundang-undangan
yang berlaku dan pernah berlaku di Indonesia?
2. Bagaimana mekanisme pelaksanaan Hibah oleh Pemerintah Daerah?
3. Bagaimana pelaksanaan Hibah oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara?
C.
Tujuan Dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulis membahas masalah pelaksanaan Hibah daerah
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2012 (Studi di
Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara) adalah sebagai berikut:
22
http://samarinda.bpk.go.id/wpcontent/uploads/2015/02/Tulisan_Hukum_2014_Hibah_APBD.pdf, diakses pada tanggal 9 Juni
2016 pukul 08.20
Universitas Sumatera Utara
A. Untuk mengetahui mengenai peraturan apa saja yang berlaku dan
pernah berlaku di Indonesia yang mengatur tentang hibah daerah.
B. Untuk mengetahui bagaimana mekanisme pelaksanaan hibah oleh
pemerintah daerah.
C. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan hibah oleh Pemerintah
Provinsi Sumatera Utara
2. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat tulisan itu adalah sebagai berikut:
a. Secara Teoritis
1) Pembahasan terhadap permasalahan dalam skripsi ini diharapkan akan
memberikan pemahaman dan pengetahuan bagi pembaca mengenai
pelaksanaan hibah oleh pemerintah itu sendiri. Jadi secara teoritis
diharapkan
dapat
memberikan
sumbangan
pemikiran
untuk
pengembangan khasanah ilmu pengetahuan hukum secara umum dan
imu hukum tata negara secara khusus sekaligus sebagai pelengkap
referensi karya ilmiah di bidang ketatanegaraan terkait dengan hibah
daerah.
2) Bagi Penulis sendiri, tulisan ini bermanfaat dalam memenuhi
persyaratan guna menyelesaikan studi dan meraih gelar kesarjanaan
program strata satu (S-1) pada Departemen Hukum Tata Negara
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
b. Secara Praktis
Universitas Sumatera Utara
Diharapkan dapat digunakan sebagai informasi bagi masyarakat atau
praktisi hukum dan instansi terkait tentang pelaksanaan hibah oleh
pemerintah daerah berdasarkan Peraturan Pemerintah Tahun 2012
tentang Hibah Daerah.
D.
Keaslian Penulisan
Tulisan ini berjudul Pelaksanaan Hibah Daerah berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah (Studi di Provinsi
Sumatera Utara) yang
membahas mengenai tentang pelaksanaan hibah oleh
pemerintah daerah, yang penulisannya disusun dan dibahas berdasarkan
pemikiran dari penulis sendiri meskipun hal ini telah banyak dituangkan dalam
berbagai tulisan, namun dalam hal yang berbeda dapat dikategorikan sebagai
penelitian baru karena baik judul dan permasalahannya yang dibahas berbeda,
sehingga dapat dipertanggungjawabkan apabila dikemudian hari terdapat judul
dengan pembahasan yang sama.
E.
Tinjauan Kepustakaan
1.
Negara Kesatuan
Negara kesatuan didefinisikan sebagai negara yang merdeka dan berdaulat,
dimana di seluruh negera yang berkuasa hanyalah satu pemerintahan, yaitu
pemerintah pusat yang mempunyai kekuasaan serta wewenang tertinggi dalam
bidang pemerintahan negara, menetapkan kebijaksanaan pemerintahan dan
melaksanakan pemerintahan negara baik di pusat maupun di daerah. 23 Negara
23
Abu Daud Busroh, Ilmu Negara, Bumi Aksara, Jakarta, 2013., hlm. 57
Universitas Sumatera Utara
Kesatuan merupakan negara tunggal, walaupun bagaimana bentuknya, besar kecil
atapun berbentuk negara kepulauan seperti Indonesia. 24
Rumusan negara kesatuan sebagai bentuk negara Indonesia terdapat pada
Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi : “Negara Indonesia adalah Negara
Kesatuan yang berbentuk Republik.” Bahwasanya kita dapat melihat suatu
konstutusi di samping mengatur pembagian kekuasaan negara secara horizontal,
juga mengatur pembagian kekuasaan negara secara vertikal 25, sehingga kita
mengenal susunan pemerintahan di mana kekuasaan terformat menjadi dua
bagian, di mana adanya keberadaan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
dalam suatu pemerintahan Negara yang utuh 26
Indonesia adalah negara berdasarkan hukum, Menurut Julius Stahl, konsep
Negara Hukum yang disebutnya dengan istilah ‘rechtsstaat’ itu mencakup empat
elemen penting, dan salah satunya adalah pembagian kekuasaan 27. Bahwa fungsi–
fungsi yang sesuai dengan masing-masing bidang pemerintahan harus diberikan
kepada satu lembaga negara yang terpisah, dan bahwa kesempurnaan sistem ini
memerlukan kesempurnaan batas-batas secara luas dan tegas yang memisahkan
dan membagi bidang-bidang ini.
Pengertian negara kesatuan menurut beberapa sarjana salah satunya adalah
menurut Abu Daud Busroh, yang menyatakan bahwasanya negara kesatuan adalah
”Negara yang tidak tersusun daripada beberapa negara, seperti halnya dalam
24
Samidjo, Ilmu Negara, Armico, Bandung, hlm. 164
Moh. Kusnadi, Bintan R. Saragih, Ilmu Negara, Gaya Media Pratama, Jakarta, hlm. 207
26
Agussalim Andi Gadjong, Pemerintahan Daerah Kajian Politik dan Hukum, Ghalia
Indonesia, Bogor, 2007, hlm. 62
27
Jimmly Asshidiqie, Gagasan Negara Hukum Indonesia, Makalah Hukum, diunduh dari
diakses
http://www.jimly.com/makalah/namafile/135/Konsep_Negara_Hukum_Indonesia.pdf,
pada tanggal 13 Juni 2016 pukul 01.00
25
Universitas Sumatera Utara
negara federasi, melainkan negara itu sifatnya tunggal, artinya hanya ada satu
negara, tidak ada negara dalam negara. Jadi dengan demikian di dalam negara
kesatuan itu juga hanya ada satu pemerintahan, yaitu pemerintahan pusat yang
mempunyai kekuasaan atau wewenang tertinggi dalam segala lapangan
pemerintahan. Pemerintahan pusat inilah yang pada tingkat terakhir dan tertinggi
dapat memutuskan segala sesuatu dalam negara tersebut.”28
Sedangkan menurut Soehino negara kesatuan adalah “Negara yang dapat
pula disebut Negara Unitaris. Negara ini ditinjau dari segi susunannya bersifat
tunggal, maksudnya Negara Kesatuan itu adalah Negara yang tidak tersusun dari
beberapa Negara, melaikan hanya terduri atas satu Negara, sehingga tidak ada
Negara di dalam Negara. Dengan demikian dalam Negara Kesatuan hanya ada
satu pemerintah, yaitu Pemerintah Pusat yang mempunyai kekuasaan serta
wewenang tertinggi dalam bidang pemerintahan Negara, menetapkan kebijaksaan
pemerintahan dan melaksanakan pemerintahan Negara baik di pusat maupun
daerah-daerah.
Ditambah Musanef menerangkan Negara Kesatuan adalah suatu Negara
yang merdeka dan berdaulat, di mana yang berkuasa untuk mengatur daerah
secara totalitas hanya satu, yaitu pemerintah pusat.29 Sedangkan Sri Soemantri
melihat negara kesatuan pada masalah kewenangan, Ia menyatakan bahwa
pemerintah pusat ini mempunyai wewenang sepenuhnya dalam wilayah negara
tersebut. Meskipun wilayah negara dibagi dalam bagian bagian negara, akan tetapi
28
29
Abu Daud Busroh, Op. Cit. Hlm. 64-65.
Musanef, Sistem Pemerintahan di Indonesia, Gunung Agung, Jakarta, 1983, hlm. 3
Universitas Sumatera Utara
bagian negara tersebut tidak mempunyaI kekuasaan asli. Wewenang yang ada
pada bagian-bagian negara yang disebut daerah otonom, di peroleh dari
pemerintah pusat sebagai pemilik kekuasaan asli. Dengan demikian, dapat
dipahami bahwa di dalam negara kesatuan, pemerintah pusat menjalankan
kedaulatan tertinggi negara, tetapi untuk itu agar tidak sewenang-wenang aktivitas
pemerintahpun harus diawasi dan dibatasi oleh undang-undang. 30
2.
Otonomi Daerah
Isitilah otonomi atau autonomy secara etimologi berasal dari kata Yunani
autos
yang berarti sendiri dan nomous yang berarti hukum, atau undang-
undang. 31. Menurut Encyclopedia of
Social Science, bahwa otonomi dalam
pengertian orisinil adalah the legal self sufficiency of social body its actual
independence. Jadi dari dua ciri hakikat dari otonomi, yakni legal self sufficiery
dan actual independence. Sedangkan literatur Belanda, otonomi berarti
pemerintahan sendiri (zelfregeling) yang oleh Van Vollenhoven dibagi atas
zelfwetgeving, yaitu membuat undang-undang sendiri, dan zelfuitvoering yang
artinya melaksanakan sendiri, zelfrechspraak atau mengadili sendiri, dan
zelfpolitie yaitu menindaki sendiri. 32
Berdasarkan etimologi kata otonomi ini, menurut S.L.S. Danurejo
memberikan arti otonomi sebagai Zelvetgeving atau “pengundangan sendiri”,
sedangkan Saleh Syarif mengartikan sebagai “mengatur” atau “memerintahkan
30
Ni’matul Huda, Ilmu Negara, Rajawali Pers, Jakarta, 2011, hlm. 234.
Hasim Purba,dkk, Hubungan Pemerintah Propinsi Dengan Kabupaten/Kota, CV.Mentari
Persada, Medan, 2004, hlm. 4.
32
Ahmad Yani, Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesi,
Rajawali Pers, Jakarta, 2002, hlm.7
31
Universitas Sumatera Utara
sendiri”. 33 Hampir sejalan dengan yang diartikan oleh Syarif Var der Pot pun
mengemukakan pendapatnya perihal otonomi daerah, di mana konsp otonomi
daerah sebagai eigen huishouding (menjalankan rumah tangga sendiri). Otonomi
adalah pemberian hak kepada daerah untuk mengatur sendiri daerahnya. Daerah
mempunyai kebebasan inisiatif dalam penyelenggaraan rumah tangga dan
pemerintahan di daerah, yang bisa dimaknai sebagai kebebasan dan kemandirian
satuan pemerintahan yang lebih rendah untuk mengatur dan mengurus sebagian
urusan pemeritahan, dikatakan Var der Pot bahwa kebebasan dan kemandirian
adalah hakikat isi otonomi, 34 di mana delegasi kewenangan ini meruoaan suatu
sarana dalam menjaga kelangsungan pemerintahan nasional. 35 Kelangsungan ini
di mana pemerintah daerah turut mengambil bagian dalam proses interaksi antara
kepentingan nasional dan kepentingan pembangunan di daerah.
Kebebasan dan kemandirian dalam otonomi bukanlah kemerdekaan.
Kebebasan dan kemandirian itu adalah kebebasan dan kemandirian dalam ikatan
kesatuan yang lebih besar. Dari segi hukum tata negara, khususnya teori bentuk
negara, otonomi adalah subsitem dari kesatuan (unitary state, eenheidstaat).
Otonomi adalah fenomena negara kesatuan. Segala pengertian (begrip) dan isi
(materi) otonomi adalah pengertian dan isi negara kesatuan. Negara kesatuan
merupakan landasan dari pengertian dan isi otonomi. 36
33
Ibid., hlm. 4.
Agussalim Andi Gadjong, Pemerintah Propinsi dengan Kabupaten/Kota, CV. Mentari
Persada, Medan, 2004, hlm. 4
35
Ibud., hlm. 169
36
Juanda, Hukum Pemerintahan Daerah Pasang Surut Hubungan Kewenangan antara
DPRD dan Kepala Daerah, Alumni, Bandung, 2004, Hlm. 128-129.
34
Universitas Sumatera Utara
Dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daeerah
dilaksanakan dengaan asas otonomi daerah yang artinya adalah hak, wewenang
dan kewajiban daerah otonom daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat, sesuai
peraturan perundang-undangan. Hal ini mengandung maknabahwa urusan
pemerintahan pusat yang menjadi kewenangan pusat tidak mungkin dapat
dilakukan dengan pemerintahan dan kesejahteraan rakyat disemua daerah. 37
Penyelenggaraan urusan pemerintahan dilaksanakan dengan asas-asas
sebagai berikut 38:
a. Asas desentralisasi, adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh
pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dalam sistem NKRI.
b. Asas dekonsentrasi, adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh
pemerintah kepada gubernur, sebagai wakil pemerintah kepada instansi vertikal
di wilayah tertentu.
c. Asas tugas pembantuan, adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah
dan/atau desa; dari pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota
dan/atau desa; serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk
melaksanakan tugas tertentu.
Asas desentralisasi dapat diartikan sebagai hubungan hukum keperdataan,
yakni penyerahan sebagian hak dari pemilik hak kepada penerima sebagian hak,
dengan objek hak tertentu. Pemilik hak pemerintahan adalah di tangan
pemerintah, dan hk pemerintah tersebut diberikan kepada pemerintah daerah,
dengan objek hak berupa kewenangan pemerintah dalam bentuk untuk mengatur
urusan pemerintahan, namun masih tetap dalam kerangka NKRI. Pemberian hak
37
Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Derah di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta,
2008, Hlm. 7
38
Siswanto Sunarno, Ibid. hlm. 10
Universitas Sumatera Utara
ini, senantiasa harus dipertanggungjawabkan kepada si pemilik hak dalam hal ini
Presiden melalui Menteri Dalam Negeri dan DPRD sebagai kekuatan representatif
di daerah. 39
Asas dekonsentrasi adalah asas pelimpahan wewenang pemerintahan yang
sebenarnya kewenangan itu ada di tangan pemerintah pusat, yakni yang
menyangkut penetapan strategi kebijakan dan pencapaian program kegiatannya,
diberikan kepada gubernur atau instansi vertikal di daerah sesuai arahan kebijakan
umum
dari
pemerintah
pusat,
sedangkan
sektor
pembiayaannya
tetap
dilaksanakan oleh pemerintah pusat. 40
Tugas pembantuan adalah tugas yang diberikan dari instansi ataa kepada
instansi bawahan yang adda di daerah sesuai arah kebijakan umum yang
ditetapkan
oleh
instansi
yang
memberikan
penugasan,
dan
wajib
mempertanggungjawabkan tugassnya itu kepada instansi yang memberikan
penugasan. Dalam asas tugas pembantuan, telah tersirat dan tersurat bahwa tugas
pembantuan kepada pemerintahan desa merupakan tanggung jawab bersama
antara pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota.41
Menurut HAW Wijaya, bahwasanya otonomi
daerah harus dilakukan
secara nyata dan bertanggung jawab. Beliau memandang dari orientasi
39
Agussalim Andi Gadjong, Op.Cit. hlm. 79
Ibid, hlm. 89
41
Ibid, hlm. 91
40
Universitas Sumatera Utara
pelaksanaan otonomi daerah atas dasar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974,
yang landasannya harus letakkan pada hal mendasar, yaitu 42:
1. Hakikat otonomi daerah itu harus merupakan kewajiban daripada
hak
2. Pengarahan-pengarahan terhadap pelaksanaan otonomi daerah yang
nyata dan bertanggung jawab mencakup:
a. Harus serasi dengan pembinaan politik dan kesatuan bangsa
b. Harus menjamin hubungan yang serasi antara Pemeritah Pusat
dan Daerah atas dasar keutuhan Negara Kesatuan.
c. Harus dapat menjamin pembangunan dan pengembangan daerah
3. Pemberian otonomi kepada daerah dilaksanakan bersama dengan
dekonsentrasi. Dalam hubugan ini prnsip-prinsip pemberian
otonomi pada daerah lebih dipertegas yaitu:
a. Harus menunjang aspirasi perjuangan rakyat, yakni
memperkokoh Negara Kesatuan dan mempertinggi tingkat
kesejahteraan rakyat.
b. Harus merupakan otonomi nyata dan bertanggung jawab.
c. Asas desentralisasi dilaksanakan berseama-sama dengan
dekonsentrasi dengan memberi kemungkinan pula bagi
pelaksanaan asas pembauran
d. Pemberian otonomi pada daerah mengutamakan aspek
keserasian dengan tujuan di samping aspek pendemokrasian
e. Tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah untuk
meningkatakan daya guna dan hasilguna penyelengaraab
Pemerintahan
Daerah,
terutama
dalam
pelaksanaan
pembangunan dan pelayanan terhadap masyarakat serta untuk
meningkatan pembinanaan kesatuan politik, dan kesatuan
bangsa.
Dalam pelaksanaannya, otonomi daerah dibagi kedalam dua konsep, yaitu: 43
1. Umum
Inti dari konsep pelaksanaan otonomi daerah, adalah
upaya memaksimalkan hasil yang akan dicapai sekaligus
menghindari kerumitan dan hal-hal yang menghambat
pelaksanaan otonomi daerah. Dengan demikian tuntutan
masyarakat dapat diwujudkan secara nyata dengan penerapan
otonomi daerah luas dan kelangsungan pelayanan umum
42
HAW. Wijaya, Titik Berat Otonomi Pada Daerah Tingkat II, Rajawali Pers, Jakarta,
1992., hlm 32
43
HAW. Wijaya, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom,Op.Cit, hlm 2-6
Universitas Sumatera Utara
tidak diabaikan, serta memelihara kesinambungan fiskal
secara nasional.
2. Pengaturan Transisi
a. Kewenangan dan Kelembagaan
b. Pegawai Negeri Sipil
c. Pelayanan Daerah
d. Pengaturan Aset
e. Perimbangan Keuangan
f. Dan lain lain, mencakup pengaturan desa dan koordinasi
pusat dan daerah
3. Pemerintah Daerah
Dalam suatu negara disebut kesatuan, apabila dalam lingkungan negara
tersebut tidak terdapat daerah yang disebut negara. Bersifat tunggal, negara yang
terdiri dari satu negara saja, tanpa melihat besar atau kecil luas wilayahnya.
Negara ini hanya mengenal satu pemerintah, yaitu pemerintah pusat yang
mempunyai kekuasaan serta wewenang tertinggi dalam bidang pemerintahan
negara, menetapkan kebijaksanaan pemerintahan dan melaksanakan pemerintahan
negara baik di pusat maupun di daerah. 44 Pemerintah pusat ini mempunyai
wewenang sepenuhnya dalam wilayah negara tersebut. Wewenang yang ada pada
bagian negara, yang di Indonesia dikenal sebagai daerah, yang dilaksanakan oleh
Pemerintah Daerah tersebut meperolehnya dari Pemerintah Pusat. 45
Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi
dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan
44
45
Abu Daud Busroh, Op. Cit.. hlm. 57
Busrizalti,M, Hukum Pemda Otonomi Daerah dan Implikasinya, Total Media, Bandung,
2013,
hlm. 18-19
Universitas Sumatera Utara
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD
1945. 46 Di negara Indonesia, Pemerintahan Daerah terdiri dari Pemerintahan
Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.
Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang
menjadikewenangan daerah otonom. 47 Daerah Otonom yang selanjutnya disebut
Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah yang
berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat menurut inisatif sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat
dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 48
Pengaturan mengenai pemerintahan daerah dimulai dengan berlakunya
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 tentang Peraturan Mengenai Kedudukan
Komite Nasional Daerah. Undang-undang ini kemudian diganti dengan UndangUndang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Penetapan Aturan-Aturan Pokok
Mengenai Pemerintahan Sendiri di Daerah-Daerah yang Berhak Mengatur dan
Mengurus Rumah Tangganya Sendiri.Sampai saat ini telah terjadi perubahan
berkali-kali tentang pemerintahan daerah, dan terakhir dengan Undang-Undang
Nomor23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. 49
Seturut dengan itu, dalam Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan
Republik Indonesia Tahun 1945 juga menyebutkan perihal keberadaan
46
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
48
Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
49
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Nomor 244 Tahun 2014 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 5587)
47
Universitas Sumatera Utara
Pemerintah Daerah di Negara Republik Indonesia, yang tertera dalam Pasal 18
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945:
1. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan
daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan Kota, yang tiap-tiap provinsi,
kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan
undang-undang.
2. Pemerintah daerah provinsi, daerah Kabupaten, dan Kota mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan.
3. Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan
umum.
4. Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah
daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis.
5. Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan
pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan
Pemerintahan Pusat.
6. Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturanperaturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
7. Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam
undang-undang. 50
Kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangga ini mengandung
tiga hal utama didalamnya 51, yaitu: pertama, Pemberian tugas dan wewenang
untuk menyelesaikan suatu kewenangan yang sudah diserahkan kepada
Pemerintah Daerah; kedua, Pemberian kepercayaan dan wewenang untuk
memikirkan, mengambil inisiatif dan menetapkan sendiri cara-cara penyelesaian
tugas tersebut; dan ketiga, dalam upaya memikirkan, mengambil inisiatif dan
mengambil keputusan tersebut mengikutsertakan masyarakat baik secara langsung
maupun DPRD. Kewenangan pemerintahan daerah, meliputi kewenangan
50
Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Setya Retnami. Makalah Sistem Pemerintahan Daerah di Indonesia, Jakarta: Kantor
Menteri Negara Otonomi Daerah Republik Indonesia, 2000, hlm 1.
51
Universitas Sumatera Utara
membuat Peraturan Daerah dan penyelenggaraan pemerintahan yang diemban
secara demokratis. 52
Hubungan antara Pemerintah Pusat dan Daerah akan meliputi hal-hal yang
menyangkut hubungan, kewenangan, pegawasan, keuangan, koordinasi dan
pembinaan, di mana ada dua model utama dalam hubungan Pemerintah Pusat dan
Daerah, yakni agency model dan partnership mode 53l. Dalam agency model,
Pemerintah Daerah semata-mata dianggap sebagai pelaksana oleh Pemerintah
Pusat. Wewenang yang dimiliki Pemerintah Daerah dalam model ini sangat
terbatas. Seluruh kebijakan ditetapkan oleh Pemerintah Pusat tanpa perlu
mengikutsertakan Pemerintah Darah dalam perumusannya. Pemerintah Daerah
berkewajban melaksanakan kebijakan pusat dengan keleluasaan yang sangat kecil
dan tanpa hak untuk berbeda. Dengan menganut model ini, Pemeritah Pusat
sewaktu-waktu dapat membubarkan Pemerintah Daerah serta mencabut hak dan
kewajibannya.
Dalam partnership model, Pemerintah Daerah memiliki tingkat kebebasan
tertentu untuk pmelakukan pemilihan di tingkat daerahnya. Model ini tidak lagi
memandang Pemerintah daerah sebagai pelasana semata, melainkan dianggap
sebagai partner atau mitra kerja. Namun demikian poisisi Pemeritnah Daerah
tetap tidak setara dengan Pemerintah Pusat. Daerah tetap menjadi daerah bawahan
Pemerintah Pusat.
52
M. Laica Marzuki. Hukum dan Pembangunan Daerah Otonom. Makasar: Kertas kerja
PSKMP – LPPM Unhas. 1999, hlm. 12
53
Ahmad Yani, Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesi,
Rajawali Pers, Jakarta, 2002, hlm.7
Universitas Sumatera Utara
Sebagai
suatu
sub
sistem Pemerintahan
Negara,
penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah dimaksudkan utuk meningkatkan daya guna dan hasil guna
penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat. Sebagai daerah
otonom daerah mempunyai kewenangan dan tanggung jawab menyelenggarakan
kepentingan masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip keterbukaan, pastisipasi
masyarakat, dan pertanggungjawaban kepada masyarakat. 54
Dalam penyelenggaraan otonomi daerah perlu ada dukungan berupa
kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab di daerah secara
proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan
sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan Pemeritnah
Pusat dan Daerah dilaksanakan atas dasar desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas
pembantuan. 55 Dana perimbangan merupakan dana yang bersumber dari
penerimaan APBN yang dialokasikan kepada Daerah untuk membiayai kebutuhan
Daerah
dalam
rangka
pelaksanaan
desentralisasi.
Dalam
pelaksanaan
desentralisasi, semua penerimaan dan pengeluaran dicatat dalam APBD, di mana
memuat apa-apa saja yang diterima dan yang dilakukan dalam penyelenggaraan
pemerintahan di daerah. 56 Dan Secara sederhana ketiga konsep ABPD adalah
sebagai berikut: 57
1. Pendapatan Daerah
Pendapatan Daerah adalah semua penerimaan kas daerah dalam periode
tahun anggaran tertentu yang menadi hak daerah
54
Ahmad Yani, Ibid. Hlm. 14
Ibid. Hlm 15
56
Ibid. Hlm 232
57
Ibid. Hlm. 240-241
55
Universitas Sumatera Utara
Pendapatan daerah dirinci menurut:
A. Kelompok pendapatan, meliputi pendapatan asli daerah, dana perimbangan,
dan lain-lain pendapatan yang sah.
B. Jenis pendapatan, misalnya pajak daerah, retribusi daerah, Dana Alokasi
Umum dan Dana Alokasi Khusus
2. Belanja Daerah
Belanja daerah adalah semua pengeluaran kas daerah dalam periode tahun
anggaran tertentu menjadi beban daerah.
Belanja daerah dirinci menurut:
A. Organisasi, yaitu suatu kesatuan pengguna anggaran seperti DPRD dan
sekretariat DPRD, Kepala Daerah dan Wakil Kepaa Daerah, Sekretariat
Daerah, serta dinas daerah dan lembaga teknis daerah lainnya.
B. Fungsi, misalnya pendidikan, kesehatan, dan fungsi-fungsi lainnya.
C. Jenis belanja, yang dibagi menjadi dua, yaitu belanja langsung dan tak
langsung. 58
F.
Ruang Lingkup
Dalam penulisan skripsi ini, penulis membatasi peraturan perundang-
undangan yang akan teliti. Hanya beberapa peraturan perundang-undangan yang
akan diteliti dalam skripsi ini yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang
Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011
Tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari
58
Belanja langsung berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006
Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, mengenai belanja langsung ayang terdapat
dalam Pasal 50, Kelompok belanja langsung dari suatu kegiatan dibagi menurut jenis belanja yang
terdiri dari belanja pegawai dalam pembayaran honorarium, belanja barang dan jasa, dan belanja
modal. Sedangkan belanja tidak langsung berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13
Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, kelompok Belanja Tidak Langsung
terdiri dari belanja pegawai dari segi kompensasi, bisa berbentu gaji atau tunjangan, lalu belanja
bunga, belanja subsidi, belanja bagi hasil, bantuan keuangan, belanja tak terduga, bantuan sosial,
dan belanja hibah yang akan dibahas lebih lanjut dalam tulisan ini.
Universitas Sumatera Utara
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun
2012 Tentang Hibah Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri No 39 Tahun 2012
Tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial
yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dan Peraturan
Gubernur Sumatera Utara Nomor 14 Tahun 2013 Tentang Pedoman Keuangan
Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah Sumatera Utara.
G.
Metode Penelitian
Dalam suatu penulisan skripsi, posisi metode penelitian sangatlah penting
sebagai suatu pedoman. Pedoman ini nantinya akan menjelaskan mengenai apa
yang seharusnya atau yang tidak seharusnya dilakukan dalam penulisan. Dalam
penulisan skripsi ini metode penelitian yang digunakan penulis adalah sebagai
berikut.
1. Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini merupakan penelitian hukum
normatif empiris. Penelitian ini pada dasarnya merupakan penggabungan antara
pendekatan hukum normatif dengan adanya penambahan berbagai unsur empiris.
Metode penelitian normatif-empiris mengenai implementasi ketentuan hukum
normatif dalam aksinya pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam
suatu masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
2. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dilakukan dengan penelitian kepustakaan
(library research) untuk memperoleh berbagai literatur dan perundang-undangan
yang berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi. Dalam hal ini, penulis
melakukan penelitian terhadap literatur-literatur untuk memperoleh bahan teoritis
ilmiah sebagai dasar analisis dalam membahas permasalahan dalam skripsi ini.
Data yang digunakan dalam skripsi ini adalah data sekunder yang terdiri
atas bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer yang
diteliti adalah bahan hukum yang terdiri dari UUD 1945 dan peraturan perundangundangan lainnya yang pernah dan/atau masih berlaku di Indonesia. Bahan hukum
sekundernya berupa buku-buku, majalah, surat kabar, situs internet, maupun
bahan bacaan lainnya yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini.
H.
Sistematika Penulisan
Dalam menghasilkan karya ilmiah yang baik, maka pembahasannya harus
diuraikan secara sistematis. Untuk memudahkan penulisan skripsi ini maka perlu
adanya sistematika penulisan yang teratur yang terbagi dalam setiap bab yang
saling berkaitan satu dengan yang lain.
Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah:
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dijelaskan tentang latar belakang pemilihan judul,
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian
Universitas Sumatera Utara
penulisan, tinjauan kepustakaan, ruang lingkup, metode penelitian,
dan sistematika penulisan.
BAB II
PENGATURAN TENTANG HIBAH DAERAH DI INDONESIA
Pada bab ini akan dijelaskan tentang pengertian dan ruang lingkup
hibah daerah secara umum lewat peraturan yang ada di Indonesia.
BAB III
MEKANISME PELAKSANAAN HIBAH DAERAH
Pada bab ini akan dijelaskan tentang Mekanisme penganggaran
hibah daerah sampai kepada pemberian hibah oleh Pemerintah
Daerah kepada penerima hibah daerah, hingga proses pengawasan
dan evaluasinya.
BAB IV
IMPLEMENTASI PELAKSANAAN HIBAH DAERAH DI
PROVINSI SUMATERA UTARA
Pada bab ini berisi bagaimana pelaksanaan pemberian hibah oleh
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara beserta perbedaan pemberian
hibah dan bantuan sosial oleh Pemerintah.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini berisi kesimpulan dan saran bagi penulis yang berkaitan
dengan permasalahan yang dibahas.
Universitas Sumatera Utara