Pengaruh tingkat keparahan sepsis bakterialis terhadap nilai low density lipoprotein (LDL)
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
SEPSIS
2.1.1 Definisi
Definisi Sepsis pertama sekali diperkenalkan oleh American college OfChest
Physicians (ACCP) dan The Society Of Critical Care Medicine (SCCM) Consensus
Conference pada tahun 1991, dimana sepsis diartikan sebagai suatu respons inflamasi sisemik
(systemic inflammatory response) terhadap infeksi (Dellinger et al.,2013). Meskipun SIRS,
sepsis dan syok septik biasanya berhubungan dengan infeksi bakteri, namun tidak harus
terdapat bakterimia. Hal ini terjadi karena di dalam darah kemungkinan terdapat endo
maupun eksotoksemia sedangkan bakterinya berada dalam jaringan. Bakterimia adalah
keberadaan bakteri hidup dalam komponen cairan tubuh, biasanya dijumpai setelah jejas pada
permukaan mukosa, primer (jika fokus infeksi tidak teridentifikasi) ataupun sekunder
terhadap fokus infeksi intravaskuler atau ekstravaskuler, sehingga biakan darah tidak harus
positif. (Cohen, 2002;Nasronudin,2007;Guntur,2014).
Sepsis berat adalah sepsis yang berhubungan dengan adanya disfungsiorgan (satu atau
lebih) hipoperfusi jaringan atau hipotensi. Hipoperfusi termasuk asidosis laktat, oligouria dan
perubahan
status
(Nasronudin,2007;Guntur,2014;Dellinger
et
al.,2013;Morrell
et
al.,2009;O’Brien dan Ali,2009). Sedangkan syok sepsis adalah sepsis yang disertai hipotensi
(TDS< 90mmHg atau penurunan ≥ 40 mmHg dari tekanan darah sebelumnya) tanpa ada
penyebab hipotensi lainnya, yang menetap walaupun telah dilakukan resusitasi cairan yang
adekuat. (Cohen,2002)
2.1.2 Epidemiologi
Sepsis dalam 20 tahun terakhir meningkat di Amerika Serikat,diperkirakan jumlah
kasus sepsis 400.000 – 500.000 setiap tahunnya. Data di Amerika Serikat menunjukkan pada
tahun 1979 tercatat 164.000 kasus sepsis (87,2/100.000 populasi), sedangkan pada tahun
2000 tercatat 600.000 kasus (240,4/100.000 populasi) sehingga terjadi peningkatan insiden
pertahun 8,7%.Sepsis merupakan penyebab terbanyak kematian di ruang rawat intensif pada
seluruh dunia dengan angka mortalitas 28.6% untuk sepsis, 32.2% sepsis berat dan 54%%
syok sepsis. Di Amerika Serikat, sepsis merupakan penyebab kematian utama pada pasien
jantung yang dirawat di Intensive Care Unit (ICU) (Arteto et al.,2012;Kauss et al.,2010;Pittet
et al.,1995)
Universitas Sumatera Utara
6
Suatu analisa retrospektif dari database internasional melaporkan bahwa secara global
insidensi sepsis yaitu 437 per 100.000 orang per tahun antara tahun 1995-2015,walaupun data
ini tidak merefleksikan kontribusi dari negara yang berpendapatan rendah dan
menegah.Insidensi sepsis bervariasi diantara ras dan etnik,namun tampaknya lebih tinggi
pada lelaki keturunan aftika-amerika.Insidensi juga paling tinggi selama musim dingin
mungkin berhubungan dengan meningkatnya prevalensi infeksi pernafasan. Pasien yang lebih
tua >65 tahun sebagai mayoritas penderita sepsis (60-85%) (Artero et al.,2012)
Di RSUP Persahabatan tahun 2001 sepsis merupakan penyebab kematian , 48 %
diantaranya penderita rawat inap adalah kasus infeksi berat dan 14,6 % diantaranya kasus non
tuberkulosis.Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya di peroleh data sekitar 180 pneumonia
komuniti dengan angka kematian berkisar antara 20% - 35 %. (Wahyudi,2006)
Data Pengendalian Pencegahan Infeksi RSUP H. Adam Malik Medan bahwasanya
periode Januari-Juni tahun 2013 di RSUP H. Adam Malik Medan, angka kejadian infeksi
yang ditemukan sebesar 13,41% dari beberapa etiologi terhadap kasus infeksi, dimana infeksi
pada daerah operasi mendapat peringkat tertinggi, diikuti oleh infeksi saluran kemih, infeksi
dari entilator aquired pneumoniae,phlebitis, dan dekubitus.(Gambar.1) (Josia,2013).
Gambar 2.1. Angka Kejadian Infeksi Rumah Sakit di RSUP H Adam Malik,
Januari – Juni 2013 (PPI – INOS RSUP H. Adam Malik Medan)
Universitas Sumatera Utara
7
2.1.3 Etiologi
Infeksi pada sepsis dapat disebabkan oleh bakteri Gram-negatif atau Gram-positif,
namun penyebab sepsis terbesar adalah bakteri gram negatif dengan persentase 60-70% yang
menghasilkan berbagai produk yang menstimulasi sistem imun.
Produk yang berperan
penting terhadap sepsis adalah lipopolosakarida (LPS). LPS atau endotoksin glikoprotein
kompleks merupakan komponen utama terluar dari bakteri gram negatif. Selama periode
1979 – 2000 di Amerika Serikat angka sepsis terus meningkat sampai 13,7% per tahun. Dari
hasil biakan kuman yang tumbuh, 52,1% diantaranya adalah gram positif, 37,5% gram
negatif, 4,7% polimikrobial, 4,6% jamur, dan 1% bakteri anaerob. Infeksi bakteri gram positif
terus meningkat disebabkan oleh peningkatan infeksi nosokomial dari berbagai sumber
seperti kateterisasi atau terapi imunosupresif. Hal ini ditunjukkan dari meningkatnya kasus
MRSA (Methicillin-Resistant Staphylococcus Aureus) dari 29% menjadi 45%. Infeksi
terutama terjadi pada saluran nafas (40-44%), diikuti oleh infeksi saluran genitourinarius (918%) dan infeksi intra abdominal (9-14%) (Guntur ,2014; Artero et al.,2012).
2.1.4 Patogenesis Dan Patofisiologi
Sepsis merupakan puncak dari interaksi yang kompleks antara organisme penyebab
infeksi dan host imun. Kedua hal yakni respon host dan karakteristik dari organisme
penyebab infeksi mempengaruhi outcome sepsis. Pada sepsis diawali dengan aktifasi sistem
imun bawaan, sebagai respons terhadap infeksi, melalui pengenalan terhadap benda asing
yakni lipopolisakarida bakteri (endotoksin atau LPS). Mekanisme ini antara lain pelepasan
sitokin, aktifasi neutrofil, monosit, makrofag dan sel endotel serta aktifasi komplemen,
koagulasi, fibrinolitik, dan sistem kontak (Nevire,2009;O’Reilly,1999;Balk,2000).
Toll-like receptors (TLR) mengatur mekanisme pertahanan tubuh dan berperan
penting dalam aktifasi imun bawaan. TLR adalah reseptor pada permukaan sel yang
mengenali komponen molekuler dari mikroorganisme. Pada fase awal dari infeksi, TLR
mengaktifasi sistem imun bawaan dan menghancurkan patogen dari makrofag, natural killer
cells dan sistem komplemen. Pada fase kedua, TLR mengaktifasi sistem imun didapat dengan
mengaktifasi limfosit T dan B. Disini produksi sitokin berperan penting, makrofag dan
monosit yang teraktifasi adalah sel yang utama yang menghasilkan sitokin, tapi fibroblast,
neutrofil dan sel endotel juga dapat menghasilkan sitokin. (O’Brien dan Ali,2007;
Nevire,2009; Balk,2000).
TLR-4 mengenali LPS bakteri gram negatif, TLR-2 mengenali peptidoglikan bakteri
gram positif. Ikatan TLR dengan epitop pada mikroorganisme akan mengaktifkan
Universitas Sumatera Utara
8
intracellular signal transduction pathway yang mengaktifkan cytosolic nuclear factor kB
(NF-kB). NF-kB meningkatkan transkripsi sitokin. Sitokin akan mengaktifkan sel endotel
dengan meningkatkan ekspresi molekul permukaan dan memperkuat adhesi neutrofil dan
endotel di tempat infeksi. Sitokin juga menyebabkan injuri sel endotel melalui induksi
neutrofil,
monosit,
makrofag
dan
trombosit
yang
melekat
pada
sel
endotel.
(Nevire,2009;O’Reilly et al.,1999;Balk,2000;Ertel et al.,1995;Hotchkiss dan Karl,2003).
Gambar 2.2 Respon Imun terhadap Infeksi Organisme
(Dikutip dari : Oberholzer A,Shock. 2001;16:83-96)
Universitas Sumatera Utara
9
Sitokin melepaskan mediator seperti protease, oksidan, prostaglandin, dan leukotrine.
Protease, oksidan, prostaglandin, dan leukotrien, akan merusak sel endotel, menimbulkan
peningkatan pemeabilitas, vasodilatasi dan perubahan keseimbangan prokoagulan dan
koagulan. Sitokin juga mengaktifasi kaskade koagulasi. Selain itu endotel yang teraktifasi
akan melepaskan nitric oxide (NO), suatu bahan vasodilator poten yang berperan pada syok
sepsis. Sitokin dibedakan menjadi proinflamsi dan anti inflamasi, tergantung fungsinya. TNFα, IL-1ß, IL-6, Il-8, Il-12 adalah sitokin proinflamasi utama yang berperan dalam aktifasi
awal dari respons inflamasi sistemik pada sepsis. TNF-α terutama diproduksi oleh monosit
dan makrofag, dan bekerja merangsang produksi molekul adhesi pada sel endotel serta sistem
koagulasi dan komplemen. IL-1 terutama dihasilkan oleh monosit dan makrofag. IL-1ß dan
TNF-α mempunyai efek sinergik. IL-1ß merangsang produksi IL-6, IL-8 dan TNF-α dan
dapat menyebabkan perubahan hemodinamik sama seperti shock sepsis. Pada banyak
penelitian didapat bahwa kadar IL-1ß tidak berhubungan dengan beratnya penyakit,
sedangkan
TNF-α
berhubungan
dengan
beratnya
penyakit
pada
beberapa
studi
(Nasronudin,2007;Guntur,2014;Nevire,2009;O’Reilly et al.,1999;Balk,2000).
Sepsis juga mengaktifkan produksi dan pelepasan sitokin anti inflamasi. IL-1 receptor
antagonist (IL-1ra) menghambat IL-1, yang berikatan secara kompetitif dengan reseptor IL-1
dan menghambat kerja IL-1. IL-1ra dihasilkan terutama oleh makrofag, beberapa studi gagal
membuktikan bahwa pemberian IL-1ra pada sepsis dapat memperbaiki mortalitas pada
sepsis.24,25IL-10 adalah sitokin anti inflamasi utama. Sitokin ini menghambat produksi TNFα, IL-1ß, IL-6, IL-8. Sitokin ini juga menekan pelepasan radikal bebas dan aktifitas NO serta
produksi prostaglandin. Beberapa sel yang dapat memproduksi IL-10 adalah CD-4, CD-8,
makrofag, monosit, limfosit B, sel dendrite dan sel epitel. Pada syok sepsis, monosit
merupakan sumber utama dari sitokin ini. IL-10 tidak hanya membatasi beratnya respons
imflamasi, tapi juga mengatur proliferasi sel T, sel B, natural killer cells, antigen precenting
cells, cel mast dan granulosit. Sitokin ini berperan dalam imun supresi, sebagai stimulator
imunitas bawaan dan imunitas TH-2. Beberapa studi mendapatkan bahwa pada keadaan
sepsis kadar sitokin IL-10 meningkat dan lebih meningkat lagi pada syok sepsis. (Ertel et
al.,1995;Hotchkiss dan Karl, 2003;Sharma dan Kumar, 2003;Jilma et al.,1999).
IL-6 merupakan sitokin yang paling banyak diteliti pada sepsis dan paling sering
ditemukan meningkat. Kadarnya meningkat lebih lama dibandingkan TNF-α dan iIL-1ß.
Sitokin ini terutama diproduksi oleh monosit dan makrofag dan sel indotel dan berhubungan
dengan derajat beratnya sepsis sehingga peningkatan yang persisten berhubungan dengan
perkembangan Multiple Organ Failure (MOF) dan prognosis buruk.Sitokin ini mengatur
Universitas Sumatera Utara
10
diferensiasi dari sel limfosit B dan T. Sitokin ini adalah pirogen endogen dan demam pada
pasien sepsis disebabkan oleh sitokin ini. Sitokin ini juga bersifat anti inflamasi yang
menghambat produksi sitokin pro-inflamasi lainnya dan respons yang adekuat dapat
mengaktivasi HPA pada penyakit kritis. (Cohen,2002;Nasronudin,2007;Guntur,2014).
IL-8 berfungsi mengaktifasi dan sebagai kemotaksis netrofil ke tempat inflamasi.
Konsentrasi tinggi dari sitokin ini dapat merangsang infiltrasi netrofil, merusak endotel,
kebocoran plasma dan injuri jaringan lokal. Sebaliknya sitokin ini juga menghambat migrasi
netrofil apabila berada dalam sirkulasi, sehingga sitokin ini bersifat pro dan anti inflamasi.
(Nasronudin, 2007)
Gambar 2.3. Patogenesis Terjadinya Multiple Organ Failure dan Syok pada Sepsis
(Dikutip dari: Cohen J, Nature. 2002;420:19-26)
Universitas Sumatera Utara
11
2.1.5 Diagnosis
Gejala klinis sepsis biasanya tidak spesifik seperti demam, menggigil dan gejala
konstitusional seperti lelah, malaise, gelisah, kebingungan sampai penurunan kesadaran.
Manifestasi klinis sepsis akan lebih berat bila terjadi pada penderita usia lanjut, diabetes
mellitus, keganasan, HIV atau komorbid dengan penyakit immunokompromise lainnya.
Manifestasi SIRS dapat berupa dua atau lebih dari gejala berikut: 1) Suhu > 38 C atau
90 kali/menit; 3) Takipneu (RR > 20 kali/menit) atau PaCO2 <
32 mmHg; 4) Lekosit darah > 12.000/µL, 10%
(Nasronudin,2007;Guntur,2014).
Tabel 2.1 Kriteria Diagnostik Sepsis
Dikutip dari: Dellinger PR, Crit Care Med. (2013); 41:580–63
.
Infection.documented or suspected, and some of the following:
General Variable
-
Fever (>38,3oC)
-
Hypothermia (core temperature 90/min or more than two sd above than normal value for age
-
Tachypnea
-
Altered mental status
-
Significant edema or positive fluid chalange (>20ml/kg over 24 hr)
-
Hyperglicemia (plasma glucose >140mg/dl or 7,7 mmol/L) in the absence of
diabetes
Inflamatory variables
-
Leukocytosis (WBC count >12.000µL)
-
Leukopenia (WBC count 1 mmol/L)
Decrease capillary refill or mottling
Universitas Sumatera Utara
13
Tabel 2.2. Kriteria sepsis berat
Dikutip dari: Dellinger PR, Crit Care Med. (2013)
Severe sepsis definition = sepsis-induced tissue hypoperfusion or organ
dysfunction (any of the following thought to be due to the infection
Sepsis-induced hypotension
Lactate above upper limits laboratory normal
Urine output 2ng/ml). Kontras dengan itu,PCT yang
normal atau rendah memiliki nilai presiksi negatif yang tinggi untuk menyingkirkan
inflamasi sistemik dan sepsis (PCT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
SEPSIS
2.1.1 Definisi
Definisi Sepsis pertama sekali diperkenalkan oleh American college OfChest
Physicians (ACCP) dan The Society Of Critical Care Medicine (SCCM) Consensus
Conference pada tahun 1991, dimana sepsis diartikan sebagai suatu respons inflamasi sisemik
(systemic inflammatory response) terhadap infeksi (Dellinger et al.,2013). Meskipun SIRS,
sepsis dan syok septik biasanya berhubungan dengan infeksi bakteri, namun tidak harus
terdapat bakterimia. Hal ini terjadi karena di dalam darah kemungkinan terdapat endo
maupun eksotoksemia sedangkan bakterinya berada dalam jaringan. Bakterimia adalah
keberadaan bakteri hidup dalam komponen cairan tubuh, biasanya dijumpai setelah jejas pada
permukaan mukosa, primer (jika fokus infeksi tidak teridentifikasi) ataupun sekunder
terhadap fokus infeksi intravaskuler atau ekstravaskuler, sehingga biakan darah tidak harus
positif. (Cohen, 2002;Nasronudin,2007;Guntur,2014).
Sepsis berat adalah sepsis yang berhubungan dengan adanya disfungsiorgan (satu atau
lebih) hipoperfusi jaringan atau hipotensi. Hipoperfusi termasuk asidosis laktat, oligouria dan
perubahan
status
(Nasronudin,2007;Guntur,2014;Dellinger
et
al.,2013;Morrell
et
al.,2009;O’Brien dan Ali,2009). Sedangkan syok sepsis adalah sepsis yang disertai hipotensi
(TDS< 90mmHg atau penurunan ≥ 40 mmHg dari tekanan darah sebelumnya) tanpa ada
penyebab hipotensi lainnya, yang menetap walaupun telah dilakukan resusitasi cairan yang
adekuat. (Cohen,2002)
2.1.2 Epidemiologi
Sepsis dalam 20 tahun terakhir meningkat di Amerika Serikat,diperkirakan jumlah
kasus sepsis 400.000 – 500.000 setiap tahunnya. Data di Amerika Serikat menunjukkan pada
tahun 1979 tercatat 164.000 kasus sepsis (87,2/100.000 populasi), sedangkan pada tahun
2000 tercatat 600.000 kasus (240,4/100.000 populasi) sehingga terjadi peningkatan insiden
pertahun 8,7%.Sepsis merupakan penyebab terbanyak kematian di ruang rawat intensif pada
seluruh dunia dengan angka mortalitas 28.6% untuk sepsis, 32.2% sepsis berat dan 54%%
syok sepsis. Di Amerika Serikat, sepsis merupakan penyebab kematian utama pada pasien
jantung yang dirawat di Intensive Care Unit (ICU) (Arteto et al.,2012;Kauss et al.,2010;Pittet
et al.,1995)
Universitas Sumatera Utara
6
Suatu analisa retrospektif dari database internasional melaporkan bahwa secara global
insidensi sepsis yaitu 437 per 100.000 orang per tahun antara tahun 1995-2015,walaupun data
ini tidak merefleksikan kontribusi dari negara yang berpendapatan rendah dan
menegah.Insidensi sepsis bervariasi diantara ras dan etnik,namun tampaknya lebih tinggi
pada lelaki keturunan aftika-amerika.Insidensi juga paling tinggi selama musim dingin
mungkin berhubungan dengan meningkatnya prevalensi infeksi pernafasan. Pasien yang lebih
tua >65 tahun sebagai mayoritas penderita sepsis (60-85%) (Artero et al.,2012)
Di RSUP Persahabatan tahun 2001 sepsis merupakan penyebab kematian , 48 %
diantaranya penderita rawat inap adalah kasus infeksi berat dan 14,6 % diantaranya kasus non
tuberkulosis.Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya di peroleh data sekitar 180 pneumonia
komuniti dengan angka kematian berkisar antara 20% - 35 %. (Wahyudi,2006)
Data Pengendalian Pencegahan Infeksi RSUP H. Adam Malik Medan bahwasanya
periode Januari-Juni tahun 2013 di RSUP H. Adam Malik Medan, angka kejadian infeksi
yang ditemukan sebesar 13,41% dari beberapa etiologi terhadap kasus infeksi, dimana infeksi
pada daerah operasi mendapat peringkat tertinggi, diikuti oleh infeksi saluran kemih, infeksi
dari entilator aquired pneumoniae,phlebitis, dan dekubitus.(Gambar.1) (Josia,2013).
Gambar 2.1. Angka Kejadian Infeksi Rumah Sakit di RSUP H Adam Malik,
Januari – Juni 2013 (PPI – INOS RSUP H. Adam Malik Medan)
Universitas Sumatera Utara
7
2.1.3 Etiologi
Infeksi pada sepsis dapat disebabkan oleh bakteri Gram-negatif atau Gram-positif,
namun penyebab sepsis terbesar adalah bakteri gram negatif dengan persentase 60-70% yang
menghasilkan berbagai produk yang menstimulasi sistem imun.
Produk yang berperan
penting terhadap sepsis adalah lipopolosakarida (LPS). LPS atau endotoksin glikoprotein
kompleks merupakan komponen utama terluar dari bakteri gram negatif. Selama periode
1979 – 2000 di Amerika Serikat angka sepsis terus meningkat sampai 13,7% per tahun. Dari
hasil biakan kuman yang tumbuh, 52,1% diantaranya adalah gram positif, 37,5% gram
negatif, 4,7% polimikrobial, 4,6% jamur, dan 1% bakteri anaerob. Infeksi bakteri gram positif
terus meningkat disebabkan oleh peningkatan infeksi nosokomial dari berbagai sumber
seperti kateterisasi atau terapi imunosupresif. Hal ini ditunjukkan dari meningkatnya kasus
MRSA (Methicillin-Resistant Staphylococcus Aureus) dari 29% menjadi 45%. Infeksi
terutama terjadi pada saluran nafas (40-44%), diikuti oleh infeksi saluran genitourinarius (918%) dan infeksi intra abdominal (9-14%) (Guntur ,2014; Artero et al.,2012).
2.1.4 Patogenesis Dan Patofisiologi
Sepsis merupakan puncak dari interaksi yang kompleks antara organisme penyebab
infeksi dan host imun. Kedua hal yakni respon host dan karakteristik dari organisme
penyebab infeksi mempengaruhi outcome sepsis. Pada sepsis diawali dengan aktifasi sistem
imun bawaan, sebagai respons terhadap infeksi, melalui pengenalan terhadap benda asing
yakni lipopolisakarida bakteri (endotoksin atau LPS). Mekanisme ini antara lain pelepasan
sitokin, aktifasi neutrofil, monosit, makrofag dan sel endotel serta aktifasi komplemen,
koagulasi, fibrinolitik, dan sistem kontak (Nevire,2009;O’Reilly,1999;Balk,2000).
Toll-like receptors (TLR) mengatur mekanisme pertahanan tubuh dan berperan
penting dalam aktifasi imun bawaan. TLR adalah reseptor pada permukaan sel yang
mengenali komponen molekuler dari mikroorganisme. Pada fase awal dari infeksi, TLR
mengaktifasi sistem imun bawaan dan menghancurkan patogen dari makrofag, natural killer
cells dan sistem komplemen. Pada fase kedua, TLR mengaktifasi sistem imun didapat dengan
mengaktifasi limfosit T dan B. Disini produksi sitokin berperan penting, makrofag dan
monosit yang teraktifasi adalah sel yang utama yang menghasilkan sitokin, tapi fibroblast,
neutrofil dan sel endotel juga dapat menghasilkan sitokin. (O’Brien dan Ali,2007;
Nevire,2009; Balk,2000).
TLR-4 mengenali LPS bakteri gram negatif, TLR-2 mengenali peptidoglikan bakteri
gram positif. Ikatan TLR dengan epitop pada mikroorganisme akan mengaktifkan
Universitas Sumatera Utara
8
intracellular signal transduction pathway yang mengaktifkan cytosolic nuclear factor kB
(NF-kB). NF-kB meningkatkan transkripsi sitokin. Sitokin akan mengaktifkan sel endotel
dengan meningkatkan ekspresi molekul permukaan dan memperkuat adhesi neutrofil dan
endotel di tempat infeksi. Sitokin juga menyebabkan injuri sel endotel melalui induksi
neutrofil,
monosit,
makrofag
dan
trombosit
yang
melekat
pada
sel
endotel.
(Nevire,2009;O’Reilly et al.,1999;Balk,2000;Ertel et al.,1995;Hotchkiss dan Karl,2003).
Gambar 2.2 Respon Imun terhadap Infeksi Organisme
(Dikutip dari : Oberholzer A,Shock. 2001;16:83-96)
Universitas Sumatera Utara
9
Sitokin melepaskan mediator seperti protease, oksidan, prostaglandin, dan leukotrine.
Protease, oksidan, prostaglandin, dan leukotrien, akan merusak sel endotel, menimbulkan
peningkatan pemeabilitas, vasodilatasi dan perubahan keseimbangan prokoagulan dan
koagulan. Sitokin juga mengaktifasi kaskade koagulasi. Selain itu endotel yang teraktifasi
akan melepaskan nitric oxide (NO), suatu bahan vasodilator poten yang berperan pada syok
sepsis. Sitokin dibedakan menjadi proinflamsi dan anti inflamasi, tergantung fungsinya. TNFα, IL-1ß, IL-6, Il-8, Il-12 adalah sitokin proinflamasi utama yang berperan dalam aktifasi
awal dari respons inflamasi sistemik pada sepsis. TNF-α terutama diproduksi oleh monosit
dan makrofag, dan bekerja merangsang produksi molekul adhesi pada sel endotel serta sistem
koagulasi dan komplemen. IL-1 terutama dihasilkan oleh monosit dan makrofag. IL-1ß dan
TNF-α mempunyai efek sinergik. IL-1ß merangsang produksi IL-6, IL-8 dan TNF-α dan
dapat menyebabkan perubahan hemodinamik sama seperti shock sepsis. Pada banyak
penelitian didapat bahwa kadar IL-1ß tidak berhubungan dengan beratnya penyakit,
sedangkan
TNF-α
berhubungan
dengan
beratnya
penyakit
pada
beberapa
studi
(Nasronudin,2007;Guntur,2014;Nevire,2009;O’Reilly et al.,1999;Balk,2000).
Sepsis juga mengaktifkan produksi dan pelepasan sitokin anti inflamasi. IL-1 receptor
antagonist (IL-1ra) menghambat IL-1, yang berikatan secara kompetitif dengan reseptor IL-1
dan menghambat kerja IL-1. IL-1ra dihasilkan terutama oleh makrofag, beberapa studi gagal
membuktikan bahwa pemberian IL-1ra pada sepsis dapat memperbaiki mortalitas pada
sepsis.24,25IL-10 adalah sitokin anti inflamasi utama. Sitokin ini menghambat produksi TNFα, IL-1ß, IL-6, IL-8. Sitokin ini juga menekan pelepasan radikal bebas dan aktifitas NO serta
produksi prostaglandin. Beberapa sel yang dapat memproduksi IL-10 adalah CD-4, CD-8,
makrofag, monosit, limfosit B, sel dendrite dan sel epitel. Pada syok sepsis, monosit
merupakan sumber utama dari sitokin ini. IL-10 tidak hanya membatasi beratnya respons
imflamasi, tapi juga mengatur proliferasi sel T, sel B, natural killer cells, antigen precenting
cells, cel mast dan granulosit. Sitokin ini berperan dalam imun supresi, sebagai stimulator
imunitas bawaan dan imunitas TH-2. Beberapa studi mendapatkan bahwa pada keadaan
sepsis kadar sitokin IL-10 meningkat dan lebih meningkat lagi pada syok sepsis. (Ertel et
al.,1995;Hotchkiss dan Karl, 2003;Sharma dan Kumar, 2003;Jilma et al.,1999).
IL-6 merupakan sitokin yang paling banyak diteliti pada sepsis dan paling sering
ditemukan meningkat. Kadarnya meningkat lebih lama dibandingkan TNF-α dan iIL-1ß.
Sitokin ini terutama diproduksi oleh monosit dan makrofag dan sel indotel dan berhubungan
dengan derajat beratnya sepsis sehingga peningkatan yang persisten berhubungan dengan
perkembangan Multiple Organ Failure (MOF) dan prognosis buruk.Sitokin ini mengatur
Universitas Sumatera Utara
10
diferensiasi dari sel limfosit B dan T. Sitokin ini adalah pirogen endogen dan demam pada
pasien sepsis disebabkan oleh sitokin ini. Sitokin ini juga bersifat anti inflamasi yang
menghambat produksi sitokin pro-inflamasi lainnya dan respons yang adekuat dapat
mengaktivasi HPA pada penyakit kritis. (Cohen,2002;Nasronudin,2007;Guntur,2014).
IL-8 berfungsi mengaktifasi dan sebagai kemotaksis netrofil ke tempat inflamasi.
Konsentrasi tinggi dari sitokin ini dapat merangsang infiltrasi netrofil, merusak endotel,
kebocoran plasma dan injuri jaringan lokal. Sebaliknya sitokin ini juga menghambat migrasi
netrofil apabila berada dalam sirkulasi, sehingga sitokin ini bersifat pro dan anti inflamasi.
(Nasronudin, 2007)
Gambar 2.3. Patogenesis Terjadinya Multiple Organ Failure dan Syok pada Sepsis
(Dikutip dari: Cohen J, Nature. 2002;420:19-26)
Universitas Sumatera Utara
11
2.1.5 Diagnosis
Gejala klinis sepsis biasanya tidak spesifik seperti demam, menggigil dan gejala
konstitusional seperti lelah, malaise, gelisah, kebingungan sampai penurunan kesadaran.
Manifestasi klinis sepsis akan lebih berat bila terjadi pada penderita usia lanjut, diabetes
mellitus, keganasan, HIV atau komorbid dengan penyakit immunokompromise lainnya.
Manifestasi SIRS dapat berupa dua atau lebih dari gejala berikut: 1) Suhu > 38 C atau
90 kali/menit; 3) Takipneu (RR > 20 kali/menit) atau PaCO2 <
32 mmHg; 4) Lekosit darah > 12.000/µL, 10%
(Nasronudin,2007;Guntur,2014).
Tabel 2.1 Kriteria Diagnostik Sepsis
Dikutip dari: Dellinger PR, Crit Care Med. (2013); 41:580–63
.
Infection.documented or suspected, and some of the following:
General Variable
-
Fever (>38,3oC)
-
Hypothermia (core temperature 90/min or more than two sd above than normal value for age
-
Tachypnea
-
Altered mental status
-
Significant edema or positive fluid chalange (>20ml/kg over 24 hr)
-
Hyperglicemia (plasma glucose >140mg/dl or 7,7 mmol/L) in the absence of
diabetes
Inflamatory variables
-
Leukocytosis (WBC count >12.000µL)
-
Leukopenia (WBC count 1 mmol/L)
Decrease capillary refill or mottling
Universitas Sumatera Utara
13
Tabel 2.2. Kriteria sepsis berat
Dikutip dari: Dellinger PR, Crit Care Med. (2013)
Severe sepsis definition = sepsis-induced tissue hypoperfusion or organ
dysfunction (any of the following thought to be due to the infection
Sepsis-induced hypotension
Lactate above upper limits laboratory normal
Urine output 2ng/ml). Kontras dengan itu,PCT yang
normal atau rendah memiliki nilai presiksi negatif yang tinggi untuk menyingkirkan
inflamasi sistemik dan sepsis (PCT