Pengaruh tingkat keparahan sepsis bakterialis terhadap nilai low density lipoprotein (LDL)

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang
Sepsis didefenisikan sebagai infeksi (sangkaan atau terbukti) yang disertai dengan
respon inflamasi sistemik / SIRS (Systemic Inflammatory Response Syndrome). Keadaan ini
berasal dari interaksi antara mikroorganisme pathogen dan sistem kekebalan tubuh yang
memicu respon peradangan / inflamasi yang berlebihan dan tidak teratur yang bersifat
merusak. Sepsis berat didefenisikan sebagai keadaan sepsis disertai dengan disfungsi organ
atau hipoperfusi jaringan. Sedangkan syok sepsis adalah sepsis yang disertai hipotensi (TDS<
90 mmHg, atau penurunan ≥ 40 mmHg dari tekanan darah sebelumnya) tanpa ada penyebab
hipotensi lainnya yang menetap walaupun telah dilakukan resusitasi cairan yang
adekuat.Diagnosa dan penanganan yang tertunda dari sepsis menyebabkan perburukan
penyakit yang dapat menyebabkan kolapsnya sirkulasi, gagal organ multiple dan kematian.
Oleh karenanya, diagnosis yang akurat dan tepat waktu akan mencegah kematian,
mengurangi beban biaya pengobatan, dan memperbaiki hasil akhir dari pasien. Selama
beberapa tahun terakhir, para peneliti berusaha mencari parameter yang sederhana dan mudah
tersedia yang merefleksikan intensitas/keparahan dari stress/inflamasi sistemik dari pasien
yang mengalami sepis.(Artero et al, 2012;Cohen J, 2002;Guntur A H, 2014;Nasronudin,

2007)
Pertanda infeksi tradisional seperti hitung leukosit / white blood cell (WBC), hitung
neutrophil dan C-reactive protein (CRP) memiliki keterbatasan dalam mendeteksi sepsis
secara dini.Pertanda baru dari sepsis yaitu procalcitonin, memiliki nilai akurasi yang lebih
baik dari petanda sebelumnya(Christ-Crain M et al, 2005), namun dibatasi oleh harga yang
relatif mahal dan tidak semua sarana kesehatan mampu menyediakannya. Oleh karena itu
masih perlu dicari penanda yang dapat memprediksi sepsis dengan baik, sederhana, murah
dan juga mudah digunakan dalam praktek sehari-hari tanpa ada biaya tambahan.( ChristCrain M et al, 2005;Wyllie et al, 2005)
Selama proses infeksi, terjadi perubahan signifikan dalam metabolisme lipid dan
komposisi lipoprotein. Pada pasien dengan infeksi, terjadi peningkatan serum level dari total
kolesterol, LDL, dan serum trigliserid serta penurunan serum HDL telah dilaporkan dalam
beberapa studi. Hal ini sehubungan dengan beberapa mekanisme,termasuk pengurangan
hidrolisis dari TG,LPS dan sitokin pro-inflamasi menginduksi produksi asam lemak bebas
dan sintesis TG di hati. LDL reseptor demikian merupakan langkah kunci dalam clearance

Universitas Sumatera Utara

2

patogen lipid dari sirkulasi sepsis, sepsis berat dan shock septik.( Christ-Crain M et al,

2005;Henk J Leeuwen et al;2003, Neda Asem, 2009;Wyllie et al, 2005)
Menurut Sunil B Kumaraswamy et al (2012) pada penelitiannya di swedia dan menurut
Renana Shor et al (2010) dalam penelitiannya di Israel pada pasien infeksi dan sepsis, terjadi
penurunan kadar LDL dan HDL kolesterol dibandingkan dengan kontrol.

Sedangkan

menurut Sang Hoon Lee et al (2015) pada penelitiannya di Seoul, Korea Selatan, pasien
dengan severe sepsis memiliki kadar kolesterol yang rendah, termasuk HDL, LDL, dan
apolipoprotein A, disertai kadar trigliserida yang tinggi. Dimana aktivitas LPL (lipoprotein
lipase) berkurang pada fase akut dan pemulihan, sedangkan HL (hepatic lipase) berkurang
hanya pada fase akut infeksi. Perubahan lipoprotein dan lipase berhubungan dengan
keparahan infeksi tapi bersifat independen terhadap agen infektif.( Henk J Leeuwen et al,
2003)
Riaz A. Memon et al (2000) dari University of California San Fransisco mengatakan
bahwa pada tikus percobaan yang disuntikkan dengan endotoksin, hasilnya menunjukkan
bahwa infeksi yang disebabkan oleh Lipopolisakarida akan meningkatkan kadar LDL dalam
darah, demikian juga dengan Joseph P gaut (2001) yang menuliskan bahwa peningkatan
level LDL mempromosikan formasi lapisan lemak dan pembuluh darah pada hewan dan
manusia. Dimana LDL bersifat aterogenik karena LDL peka terhadap oksidasi dan mudah

untuk masuk ke dalam endotel dan berikatan dengan intima proteoglycan yang dapat
menimbulkan penebalan dinding pembuluh darah. Small dense LDL kaya akan sphingolipid
dan ceramide, dimana LDL ceramide akan meningkat kadarnya selama infeksi atau sepsis.
Studi epidemiologis menunjukkan peningkatan insiden penyakit arteri koroner pada
pasien dengan kronis infeksi dan gangguan inflamasi, karena modifikasi oksidatif lipoprotein
memainkan peran utama dalam aterosklerosis. Dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa
respon host terhadap infeksi dan peradangan meningkatkan lipid serum teroksidasi dan
menginduksi LDL in vivo teroksidasi.(Khovidhunkit et al, 2004)
Infeksi dan peradangan menginduksi acute-phase response (APR), yang mengarah ke
beberapa perubahan dalam metabolisme lipid dan metabolisme lipoprotein. Kadar plasma
trigliserida meningkat dari peningkatan sekresi VLDL sebagai akibat dari lipolisis jaringan
adiposa, peningkatan sintesis asam lemak hati de novo, dan penekanan oksidasi asam lemak.
Dengan infeksi yang lebih berat, kadar VLDL menurun disertai penurunan lipoprotein lipase
dan apolipoprotein E di VLDL. Menurut Khovidhunkit W (2004), selama infeksi terjadi
perubahan dalam metabolisme kolesterol, LDL, HDL. LPS dan sitokin menurunkan kadar
kolesterol serum total dalam primata, sedangkan pada tikus meningkatkan kadar kolesterol,

Universitas Sumatera Utara

3


dimana pada tikus dijumpai kadar LDL yg rendah, sedang pada primata memiliki kadar
kolesterol yang tinggi. (Badellino et al, 2008, Khovidhunkit et al, 2004)
Pada tikus, hiperkolesterolemia terjadi disebabkan peningkatan sintesis kolesterol hati
dan penurunan kadar LDL, konversi kolesterol menjadi asam empedu, dan sekresi kolesterol
dalam empedu. perubahan ditandai dalam protein penting dalam metabolisme HDL
menyebabkan penurunan transportasi balik kolesterol dan meningkatkan pengiriman
kolesterol ke sel-sel kekebalan. Oksidasi LDL dan VLDL meningkat, sedangkan HDL
menjadi molekul proinflamasi. Lipoprotein menjadi akan ceramide, glucosylceramide, dan
sphingomyelin, meningkatkan penyerapan oleh makrofag. Dengan demikian, banyak
perubahan lipoprotein yang proatherogenic. Mekanisme molekuler yang mendasari
penurunan banyak protein selama APR melibatkan penurunan beberapa reseptor hormon,
termasuk reseptor Peroksisom proliferator teraktivasi, X reseptor hati, X reseptor farnesoid,
dan reseptor retinoid X. APR berfungsi melindungi host dari efek berbahaya dari bakteri,
virus, dan parasit. Namun, jika berkepanjangan, perubahan-perubahan dalam struktur dan
fungsi lipoprotein akan memberikan kontribusi untuk aterogenesis. (Murch O Collin et al,
2007, Wendel M et al, 2007)
Dasar molecular dari lipemia sepsis mulai dipahami. Upaya ini dimulai dari memahami
integrasi antara host immune system dan metabolisme lipid yang didapatkan chylomicron dan
VLDL menetralisir LPS serta menghindari terjadinya shock endotoxic dan kematian pada

tikus percobaan yang mengalami sepsis. (Emancipator et al, 1992, Tobias P et al, 1989)
Di bangsal penyakit dalam Rumah Sakit H. Adam Malik Medan, angka kematian
karena sepsis ternyata cukut tinggi yaitu 520 pertahun (Purba,2010). Namun apakah angka
kematian tersebut benar disebabkan oleh sepsis atau oleh sebab-sebab lainnya harus
dibuktikan dengan kultur yang ternyata hasilnya tidak selalu positif, sehingga diperlukan
pemeriksaan lain seperti procalcitonin (PCT) untuk dapat digunakan sebagai petanda sepsis
dan mengetahui hubungan dengan derajat keparahan sepsis sehingga diagnosa dan
penatalaksanaan sepsis dapat lebih cepat dan tepat yang meyebabkan penurunan angka
mortalitas. Namun hal ini dibatasi oleh harga pemeriksaan yang mahal dan tidak semua
sarana kesehatan mampu memeriksakan procalcitonin untuk mendiagnosa sepsis.
Oleh karenanya peneliti berminat melakukan suatu penelitian untuk menilai apakah
LDL memiliki hubungan dengan sepsis/ derajat keparahannya. Selain itu, hingga saat ini
penelitian sejenis belum pernah dilakukan di Indonesia

Universitas Sumatera Utara

4

1.2 Perumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh sepsis bakterialis terhadap nilai LDL?

2. Apakah ada hubungan nilai LDL dengan peningkatan derajat keparahan sepsis?

1.3 Hipotesis
1.

Ada pengaruh sepsis dengan nilai LDL.

2.

Ada hubungan antara nilai LDL dengan derajat keparahan sepsis.

1.4 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui apakah nilai LDL dapat digunakan sebagai marker sepsis.
2. Untuk mengetahui hubungan nilai LDL dengan derajat keparahan sepsis.

1.5 Manfaat penelitian
1.5.1 Di bidang akademik/Ilmiah : Meningkatkan pengetahuan peneliti di bidang Penyakit
Tropik dan Infeksi (PTI), khususnya mengenai nilai LDL yang menurun pada sepsis
dan dapat digunakan sebagai marker sepsis dan hubungannnya dengan derajat
keparahan sepsis.

1.5.2 Di bidang pelayanan kesehatan masyarakat : Dengan mengetahui bahwa nilai LDL
dapat digunakan sebagai marker dan berhubungan dengan derajat keparahan sepsis
maka dapat digunakan sebagai marker baru yang murah

yang tersedia dalam

pemeriksaan lipid profile sehingga diagnosa dan penatalaksanaan sepsis menjadi lebih
cepat dan tepat.
1.5.3 Di bidang pengembangan penelitian : memberi data awal kepada divisi PTI tentang
nilai LDL sebagai marker dan hubungannya dengan derajat keparahan sepsis.

Universitas Sumatera Utara