bab 2 serat bambu

BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1

Beton
Beton adalah bahan gabungan yang terdiri dari agregat kasar dan halus yang

dicampur dengan air dan semen sebagai pengikat dan pengisi antara agregat kasar
dan halus, seringkali ditambahkan admixture atau additive bila diperlukan (Subakti,
1994). Beton juga dapat didefinisikan sebagai bahan bangunan dan konstruksi yang
sifat-sifatnya dapat ditentukan terlebih dahulu dengan mengadakan perencanaan dan
pengawasan yang teliti terhadap bahan-bahan pembentuknya (Samekto, 2001). Beton
digunakan sebagai material struktur karena memiliki beberapa keuntungan, antara
lain: mudah untuk dicetak, tahan api, kuat terhadap tekan, dan dapat dicor di tempat.
Disamping keuntungan beton juga memiliki kelemahan, yaitu beton merupakan
bahan yang getas, mempunyai tegangan tarik yang rendah dan volume beton yang
tidak stabil akibat terjadinya penyusutan.
Beton adalah campuran antara semen portland atau semen hidraulik yang lain,
agregat halus, agregat kasar, dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan yang
membentuk masa padat (SNI 03-2847-2002). Sifat-sifat positif dari beton antara lain
relatif mudah dikerjakan serta dicetak sesuai dengan keinginan, tahan terhadap

tekanan, dan tahan terhadap cuaca. Sedangkan sifat-sifat negatifnya antara lain tidak
kedap terhadap air (permeabilitas beton relatif tinggi), kuat tarik beton rendah,
mudah terdesintegrasi oleh sulfat yang dikandung oleh tanah (Murdock,1991). Sifat
positif dan negatif dari beton tersebut ditentukan oleh sifat - sifat material
pembentuknya,

perbandingan

campuran,

dan

cara

pelaksanaan

pekerjaan.

Berdasarkan berat satuannya beton dapat dibedakan atas beton normal dan beton
ringan. Beton ringan adalah beton yang mempunyai berat satuan tidak lebih dari1900

kg/m3 (SNI 03-2847-2002). Beton ringan dapat diperoleh dengan membuat beton
dari agregat ringan, penambahan udara, atau penambahan material yang mempunyai
berat satuan yang kecil, seperti styrofoam. Beton dengan penambahan styrofoam
dapat disebut beton-styrofoam (styrofoam concrete) yang disingkat ”styrocon”.
2.2

Styrofoam
Styrofoam atau expanded polystyrene terdiri dari polystyrene, polystyrene

sendiri dihasilkandari styrene (C6H5CH9CH2), yang mempunyai gugus phenyl (enam

cincin karbon) yang tersusun secara tidak teratur sepanjang garis karbon dari
molekul. Penggabungan acak dari bensena mencegah molekul membentuk garis yang
sangat lurus sehingga hasilnya merupakan polyester mempunyai bentuk yang tidak
tetap, transparan dan dalam berbagai bentuk plastik. Polystyrene merupakan bahan
yang baik ditinjau dari segi mekanis maupun suhu, namun bersifat agak rapuh dan
lunak pada suhu dibawah 100oC (Billmeyer, 1984). Polystyrene memiliki berat jenis
sampai 1050 kg/m3, kuat tarik sampai 40 MPa, modulus lentur sampai 3000 MPa,
dan angka poisson 0,33 (Crawford, 1998). Dalam bentuknya yang granular,
styrofoam atau expended polystyrene memiliki berat satuan yang sangat kecil yaitu

berkisar antara 13 – 22kg/m3.
Selain ringan styrofoam juga memiliki kemampuan menyerap air yang sangat
kecil (kedap air). Penggunaan styrofoam dalam beton dapat dianggap sebagai rongga
udara. Namun keuntungan menggunakan Styrofoam dibandingkan menggunakan
rongga udara dalam beton berongga adalah styrofoam mempunyai kekuatan tarik.
Dengan demikian, selain akan membuat beton menjadi ringan dapat juga bekerja
sebagai serat yang rapat meningkatkan kemampuan kekuatan dan khususnya
daktilitas beton. Kerapatan atau berat satuan beton dengan campuran styrofoam dapat
diatur dengan mengontrol jumlah Styrofoam yang digunakan dalam beton untuk
memperoleh beton dengan berat satuan yang lebih kecil. Namun kuat tekan beton
yang diperoleh tentunya akan lebih rendah.
2.3

Bambu
Bambu yang dikenali secara umum merupakan tanaman yang dibudidayakan

ataupun yang tumbuh secara alami dalam ilmu botani merupakan anggota dari sub
famili rumput-rumputan (Graminae) dan tersusun ruas-ruas sepanjang batangnya.
Beberapa keunggulan yang dimiliki bambu antara lain adalah mudah ditanam,
pertumbuhannya cepat, tidak memerlukan pemeliharaan secara khusus, mempunyai

ketahanan terhadap berbagai gangguan, rumpun bambu yang sudah terbakar masih
bisa hidup dan potensial sebagai bahan pengganti kayu. (Janssen, 1987 : 84-86).
Kekuatan bambu sebagai bahan struktur bangunan dipengaruhi oleh berbagai
faktor antara lain adalah umur bambu saat dipotong, lingkungan dimana bambu
tumbuh yaitu bambu yang tumbuh dilereng gunung mempunyai kekuatan yang lebih
tinggi dibandingkan dengan bambu yang ditanam di daerah lembah, posisi atau letak

potongan (pangkal, tengah dan ujung). Bambu mempunyai kekuatan tarik sejajar
serat yang tinggi namun kekuatan gesernya rendah (Janssen, 1991 : 94-101).
Penelitian lebih lanjut oleh Morisco (1999:14-16) memperlihatkan bagian
terkuat dari bambu adalah kulitnya. Kekuatan kulit ini sangat jauh lebih tinggi dari
pada kekuatan bambu bagian dalam. Tebal kulit relatif seragam sepanjang batang,
sedangkan tebal bambu sangat bervariasi dari pangkal sampai ujung.Oleh karena itu
bambu yang tipis mempunyai porsi kulit besar, sehingga mempunyai kekuatan ratarata menjadi tinggi. Sedangkan bambu yang tebal mempunyai porsi kulit luar yang
tipis sehingga mempunyai kekuatan rata-rata yang rendah. Sehingga untuk menilai
kekuatan bambu sebaiknya berdasarkan ketebalannya, sehingga diperoleh hasil yang
konsisten.
Penggunaan bambu sebagai bahan baku atau komponen bangunan tergantung
dari kadar airnya (moisture content). Pada musim hujan kadar airnya dapat mencapai
dua kalinya. Kandungan air bambu ini sangat mempengaruhi kualitas bambu

terutama pada saat akan dimanfaatkan sebagai komponen bangunan. Pemuaian dan
penyusutan bambu hampir sama dengan kayu. Perubahan yang terjadi pada panjang,
lebar serta tebal kurang lebih berbanding lurus dengan kadar air yang dikandung.
Dibandingkan dengan kayu lunak sejenis spruce (famili pinus), bambu dua kali
lebih lama terbakar. Kulit bambu yang mengandung silisic acid sangat membantu
menahan rambatan api shingga proses terbakarnya lebih lama dibandingkan spruce.
Bambu mempunyai sifat fisik sebagai berikut:



Pada proses pengeringan bambu yang belum dewasa sering retak.
Bagian dalam batang bambu biasanya lebih banyak mengandung kadar air



bebas daripada bagian batang luar dan kulit.
Buku - buku (knots) mengandung kurang lebih 10 % air lebih sedikit




dibandingkan bagian ruas.
Bambu tidak dapat diguanakan sebagai tulangan pada beton, karena bambu
pada saat pengeringan menyusut, volumenya menurun sehingga lekatan



dengan betonnya longgar.
Penyusutan bambu yang ditebang pada musim hujan sampai keadaan
kering udara adalah pada arah longitudinal sebesar 0,2% sampai 0,5 %,



arah tangensial sebesar 10-20% dan arah radial sebesar 15-30%.
Kuat lekat antara bambu kering dengan beton berkisar antara 2 – 4 kg/cm2.

2.4

Beton Serat
Beton serat didefinisikan sebagai beton yang terbuat dari campuran beton yang


terbuat dari campuran semen, agregat halus, agregat kasar dan sejumlah kecil serat /
fibre (ACI Cocommite 544, 1982). Bahan-bahan serat yang dapat digunakan untuk
perbaikan sifat beton pada beton serat antara lain baja, plastic, kaca, karbon serta
serat dari bahan alami seperti ijuk, rami maupun serat dari tumbuhan lain (ACI
Cocommite 544, 1982).
Pada beton serat, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah kelacakan
(workability) adukan beton dan teknik pencampuran serat. Kelacakan (workability)
adukan yang sering diukur dengan nilai slump. Penambahan serat ke campuran beton
akan menurunkan kelacakan (workability) campuran. Teknik pencampuran serat
merupakan teknik dan upaya pencampuran agar serat yang ditambahkan ke dalam
adukan beton segar dapat tersebar merata. (Mudji Suhardiman, 2011).
2.5

Perawatan Benda Uji
Badan Standardisasi Nasional (SNI 03-2493-2011) mengatakan semua benda

uji yang dibuat di laboratorium harus dirawat basah pada temperature 23ᵒC + 1,7ᵒC
mulai dari waktu percetakan sampai saat pengujian. Penyimpanan selama 48 jam
pertama perawatan harus pada lingkungan bebas getaran. Seperti yang diberlakukan
pada perawatan benda uji yang dibuka, perawatan basah berarti bahwa benda uji

yang akan diuji harus memiliki air yang bebas yang dijaga pada seluruh permukaan
pada semua waktu. Kondisi ini dipenuhi dengan merendam dalam air jenuh kapur
dan dapat dipenuhi dengan penyimpanan dalam ruang jenuh air sesuai dengan
AASHTO M 201. Benda uji tidak boleh diletakkan pada air mengalir atau air yang
menetes. Dan untuk perawatan beton silinder struktur ringan sesuai dengan standar
ini atau dengan SNI 03-3402-1994.
Badan Standardisasi Nasional (SNI 03-4810-1998) mengatakan semua benda
uji silinder yang dibuat di lapangan sebagai berikut:


Harus diletakkan pada temperature 23ᵒC + 1,7ᵒC sebelum 30 menit setelah



pembukaan cetakan.
Tidak boleh lebih dari 3 jam diletakkan pada suhu antara 20 ᵒC sampai



30ᵒC.

Benda uji juga tidak boleh terkena tetesan atau aliran air.



Penyimpanan dalam keadaan basah, yaitu dengan perendaman dalam air
kapur jenuh atau dengan ditutupi kain basah.

2.6

Penentuan Jumlah Benda Uji
Menurut SNI 03-2493-2011 (Tata Cara Pembuatan dan Perawatan Benda Uji

Beton di Laboratorium) disebutkan bahwa jumlah benda uji dan jumlah campuran
tergantung pada kebiasaan dan sifat program pengujian. Tuntunan biasanya diberikan
dalam metode pengujian atau spesifikasi untuk benda uji yang dibuat. Biasanya tiga
atau lebih benda uji dicetak untuk masing-masing umur pengujian dan kondisi
pengujian, kecuali cara lain ditentukan. Benda uji yang melibatkan variabel yang
telah ditentukan, harus dibuat dari tiga campuran terpisah yang dicampur pada hari
yang berbeda. Jumlah benda uji yang sama untuk masing-masing variabel harus
dibuat pada hari yang telah ditentukan. Bila tidak memungkinkan untuk membuat

sesedikitnya satu benda uji untuk masing-masing ragam pada hari yang ditentukan,
campuran seluruh seri benda uji harus diselesaikan dalam jumlah hari sesedikit
mungkin, dan satu dari campuran harus diulang masing-masing hari sebagai standar
pembanding.
2.7

Aplikasi Beton dengan EPS atau Styrocon
Penggunaan styrocon atau beton dengan EPS belum banyak diketahui dan

dilirik oleh masyarakat. Penggunaan styrocon dapat berupa tembok luar atau dalam
suatu bangunan, pembuatan perumahan terpencil, rumah yang dapat dipindahkan,
rumah atau bangunan yang dapat dibongkar, tempat penampungan bencana, tembok
penyekat, tembok tahan api, penangkal sinar matahari pada gedung bertingkat, untuk
lantai dan atap.
Salah satu perusahaan yang telah menggunakan aplikasi beton dengan EPS ini
adalah MAK-Styrocon™. Panel beton dengan EPS mereka terbuat dari campuran
semen Portland dan EPS bentuk butiran yang diletakkan diantara lapisan nonasbestos yang dilapisi dengan lapisan semen.
2.8

Perbandingan antara Penelitian ini dengan Penelitian Sebelumnya

Penelitian ini mengacu pada jurnal penelitian sebelumnya. Berikut adalah

rangkuman jurnal penelitian sebelumnya:

1.

Dari jurnal yang berjudul “Kajian Pengaruh Penambahan Serat Bambu Ori
Terhadap Kuat Tekan dan Kuat Tarik Beton” yang disusun oleh Mudji
Suhardiman

dari

Universitas

Janabadra

(2011)

disimpulkan

bahwa

penambahan serat bambu sampai sebesar 2 persen dari berat semen dapat
2.

menambah kuat tekan dan kuat tarik daripada beton biasa.
Dari jurnal Smartek yang berjudul “Perilaku dan Kapasitas Lentur Balok Beton
Berserat Bambu” oleh Agus Rivani dan Shyama Maricar (2009) disimpulkan
bahwa penambahan serat bambu dapat meningkatkan kekuatan beton hingga

3.

30 persen dari kekuatan beton biasa.
Dari jurnal yang berjudul “Permeabilitas Beton dengan Penambahan
Styrofoam” oleh I Gusti Ketut Sudipta dan Ketut Sudarsana (2009) dari
Universitas Udayana disimpulkan bahwa semakin banyak penambahan
styrofoam menyebabkan semakin meningkatnya nilai slump, semakin kecil

4.

berat satuan beton, dan semakin meningkat tingkat permeabilitasnya.
Dari jurnal yang berjudul “Kuat Tarik Belah dan Lentur Beton dengan
Penambahan Styrofoam (Styrocon)” oleh I.B. Dharma Giri, I Ketut Sudarsana
dan N.L.P. Eka Agustiningsih (2008) dari Universitas Udayana disimpulkan
bahwa penambahan persentase styrofoam dalam campuran beton menambah
jumlah rongga udara dalam beton yang mengakibatkan nilai slump meningkat,

5.

namun menurunkan berat satuan, kuat tarik belah dan kuat tarik lentur beton.
Dari makalah tugas akhir “Pengaruh Penggunaan Expanded Polystyrene yang
Dilapisi Surfaktan Sebagai Material Subtitusi Agregat Halus Pada Campuran
Beton Terhadap Nilai Kuat Tekan dan Kuat Tarik Belah” oleh Alice
Siauwantara (2013) dari Universitas Bina Nusantara disimpulkan bahwa
penambahan expanded polystyrene menurunkan kuat tekan, kuat tarik belah
dan berat jenis beton. Nilai berat jenis dan nilai kuat tekan terbesar beton
expanded polystyrene yang dilapisi surfaktan adalah dengan kadarexpanded

6.

polystyrene sebesar 5% terhadap agregat halus.
Dari makalah tugas akhir “Pengaruh Fly Ash Pada Kuat Tekan Campuran
Beton Menggunakan Expanded Polystyrene Sebagai Subtitusi Parsial Pasir”
oleh Gunaedi (2013) dari Universitas Bina Nusantara disimpulkan bahwa
penambahan expanded polystyrene menurunkan kuat tekan dan berat jenis
beton. Penambahan fly ash dapat meningkatkan kuat tekan dan berat jenis
beton, tetapi kuat tekan beton menurun pada kadar fly ash 17,5%. Kuat tekan
dan berat jenis beton expanded polystyrene oprtimum berdasarkan kuat tekan

tertinggi dan berat jenis terkecil yaitu beton dengan kadarexpanded polystyrene
7.

30% dan fly ash 15%.
Dari jurnal yang berjudul “Mechanical Properties of Bamboo Fibre Reinforced
Concrete” oleh Dr. Shakeel Ahmad, Altamash Raza, dan Hina Gupta (2014)
dari 2nd International Conference on Research in Science, Engineering and
Technology (ICRSET’2014) di Dubai, disimpulkan bahwa kekuatan tekan dari
sampel benda uji berbentuk kubus dengan serat bambu pada hari kedua puluh
delapan tidak menunjukkan perubahan yang signifikan dibandingkan beton
normal, tetapi kekuatan tekannya bertambah menjadi dua kali lipat pada umur
lima puluh hari. Disimpulkan juga bahwa modulus elastisitas dan kekuatan
lentur dari beton dengan perkuatan tulangan bambu bertambah hingga hampir
dua kali lipat. Dan beton dengan serat bambu ini dikatakan lebih ekonomis

8.

daripada beton normal.
Dari jurnal yang berjudul “Research and Development on Bamboo Reinforced
Concrete Structure” oleh Masakazu Terai dan Koichi Minami (2012) dari
Universitas Fukuyama di Jepang menyimpulkan bahwa kuat tarik dari beton
yang menggunakan perkuatan bambu akan meningkat seiring dengan
bertambahnya waktu. Disimpulkan juga bahwa perilaku tarik dari bambu
hampir sama dengan perilaku tarik dari baja polos dan kekuatan ikat dari

9.

bambu yaitu 1,2 sampai 1,35 MPa lebih baik dibandingkan baja polos.
Dari jurnal yang berjudul “Review of Bamboo as Reinforcement Material in
Concrete Structure” oleh Ajinkya Kaware, Prof. U.R.Awari, dan Prof. M.R.
Wakchaure dari India dalam International Journal of Innovative Research in
Science, Engineering and Technology Vol. 2, Issue 6 (2013) menyimpulkan
bahwa bambu memiliki daya serap yang tinggi terhadap air sehingga
diperlukan cara untuk mengatasi masalah ini, kuat tarik dari baik dan bambu
bisa digunakan sebagai perkuatan strukur untuk proyek kecil dengan harga
yang ekonomis, dan bambu memiliki ketahanan yang rendah terhadap geser
sehingga tidak bisa digunakan untuk struktur dengan perkuatan geser.
Dikatakan juga bahwa bambu memiliki kuat ikat yang lemah sehingga perlu

10.

dilapisi dengan epoxy dan tar.
Dari jurnal yang berjudul “Pengaruh Penggantian Pasir Dengan Expanded
Polystyrene Terhadap Kuat Tekan dan Berat Jenis Beton” oleh Ruddy Yusuf
(2011) dari Universitas Bina Nusantara disimpulkan bahwa penambahan EPS
membuat berat isi beton berkurang, tapi juga mengurangi kuat tekan beton.

2.9

Perancangan Campuran Beton
Perancangan campuran beton pada penelitian ini menggunakan SNI.03-2834-

2000 dengan judul buku Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal.
Berikut langkah perhitungannya:
2.9.1

Penetapan Kuat Tekan Beton
Penetapan kuat tekan beton yang disyaratkan (f' c) pada umur tertentu, (f'c=…

MPa pada umur 28 hari). Kuat tekan beton yang disyaratkan ditetapkan sesuai
dengan persyaratan perencanaan struktur dan kondisi setempat.
2.9.2

Penetapan Nilai Deviasi Standar (s)
Deviasi

standar

ditetapkan

berdasarkan

tingkat

mutu

pengendalian

pelaksanaan campuran di lapangan. Makin baik mutu pelaksanaannya makin kecil
nilai deviasi standarnya. Penetapan nilai deviasi standar (s) ini berdasarkan atas hasil
perancangan pada pembuatan beton mutu yang sama dan menggunakan bahan dasar
yang sama pula.
Nilai deviasi standar (s) dihitung dengan rumus:
n

s

 (f

c

 f cr ) 2

1

n 1

.........................................(3.1)

Dengan:
fc

= Kuat tekan masing-masing hasil uji (MPa).

fcr

= Kuat tekan beton rata-rata hasil uji (MPa).

n

= Jumlah hasil uji kuat tekan.

Jika jumlah data hasil uji kurang dari 30 buah, maka dilakukan koreksi
terhadap nilai deviasi standar dengan suatu faktor pengali, seperti pada tabel berikut:
Tabel LANDASAN TEORI.1 Faktor Pengali Deviasi Standar
Jumlah data
Faktor Pengali

≥30
1,00

25
1,03

20
1,08

15
1,16