Pengaruh Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) Terahadap Kesejahteraan Petani Di Desa Dipar Hataran Kecamatan Jorlanghataran Kabupaten Simalungun

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih

menghadapi sejumlah permasalahan, baik di bidang ekonomi, sosial, hukum, politik,
maupun sejumlah aspek kehidupan lainnya. Beberapa masalah yang belum dapat
diselesaikan oleh pemerintah adalah masalah kemiskinan dan pengangguran.
Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi yang sangat besar dalam bidang
pertanian karena kesuburan lahan dan sebagian besar masyarakatnya adalah petani.
Namun kenyataanya sebagian besar petani masih miskin dan memenuhi kebutuhan
sehari-hari saja mereka tidak mampu. Umumnya para petani miskin tersebut tinggal
di daerah pedesaan. Hal ini menjadikan bahwa daerah pedesaan masih menjadi pusat
kemiskinan baik dari infrastruktur maupun secara ekonomi, informasi dan
pendidikan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tahun 2009 jumlah penduduk
miskin di Indonesia tercatat 32,53 juta jiwa (14,15%), dimana 20,65 juta jiwa
penduduk miskin tersebut berada di daerah pedesaan dengan mata pencaharian

utama disektor pertanian. Pada umumnya petani di daerah pedesaan berada pada
skala usaha mikro yang memiliki luas lahan lebih kecil dari 0,3 hektar. Pada bulan
Maret 2010, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin turun
menjadi 31,02 juta jiwa (13,33%). Pemerintah telah berhasil menurunkan angka
kemiskinan sebanyak 1,57 juta jiwa (0,82%), namun kemiskinan di daerah pedesaan
akan terus manjadi masalah pokok nasional sehingga penanggulangan kemiskinan
tetap menjadi program prioritas untuk tercapainya kesejahteraan sosial bagi

Universitas Sumatera Utara

masyarakat. Oleh karena itu pembangunan ekonomi nasional berbasis pertanian dan
pedesaan secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak pada
pengurangan penduduk miskin (http://www.deptan.go.id/PUAP diakses pada 22 Mei
2013).
Badan Pusat Statistik (BPS) juga menyatakan jumlah penduduk miskin
Indonesia per Maret 2013 mencapai 28,07 juta jiwa, turun 520 ribu dibandingkan
September 2012 yang tercatat 28,59 juta jiwa. Jumlah penduduk miskin atau
penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan di
Indonesia mencapai 28,07 juta jiwa (11,37%). Jumlah penduduk miskin di kawasan
perkotaan berkurang 180.000 atau dari 10,51 juta jiwa menjadi 10,33 juta jiwa.

Sedangkan di daerah pedesaan berkurang 350.000 dari 18,09 juta jiwa menjadi 17,74
juta jiwa. Secara keseluruhan jumlah penduduk miskin sejak 2006 hanya mengalami
penurunan yaitu dari 36,1 juta jiwa (16,66%) menjadi 28,07 juta jiwa (11,37%) pada
Maret 2013

(http://www.antaranews.com/berita/382994/menurut-bps-penduduk-

miskin-indonesia-2807-juta-jiwa dikases pada tanggal 04 Juli 2013).
Penduduk miskin di Sumatera Utara pada Maret 2013 mencapai 1.339.200
jiwa (10,06%), angka ini berkurang sebanyak 39.200 jiwa bila dibandingkan dengan
jumlah penduduk miskin September 2012 yang berjumlah 1.378.400 jiwa (10,41%).
Selama periode September 2012 - Maret 2013, penduduk miskin di daerah pedesaan
berkurang 24.000 orang (dari 709.100 orang pada September 2012 menjadi 685.100
orang pada Maret 2013), sedangkan di daerah perkotaan berkurang 15.200 orang
(dari 669.300 orang pada September 2012 menjadi 654.100 orang pada Maret 2013).
Jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret 2013 adalah 9,98%,
jumlah ini menurun dibanding September 2012 yaitu 10,28%. Begitu juga dengan
penduduk miskin di daerah pedesaan, yaitu dari 10,53% pada September 2012 turun

Universitas Sumatera Utara


menjadi 10,13% pada Maret 2013. Pada Maret 2013 garis kemiskinan Sumatera
Utara secara total sebesar Rp 284.853 per kapita per bulan. Untuk daerah perkotaan,
garis kemiskinannya sebesar Rp 307.352, dan untuk daerah pedesaan sebesar Rp
263.061 per kapita per bulan. Pada periode September 2012 - Maret 2013, Indeks
Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan
kecenderungan menurun. P1 turun dari 1,82 pada September 2012 menjadi 1,54 pada
Maret 2013, dan P2 turun dari 0,50 pada September 2012 menjadi 0,37 pada Maret
2013. Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin
cenderung semakin mendekati garis kemiskinan dan tingkat ketimpangan
pengeluaran penduduk miskin juga semakin menyempit (http://sumut.bps.go.id
diakses pada tanggal 04 Juli 2013).
Dilihat dari sisi mata pencaharian penduduk desa, kemiskinan mayoritas
terjadi pada penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Hal
ini selaras dengan pernyataan Menteri pertanian yang menyatakan bahwa 70%
masyarakat miskin di Indonesia adalah petani. Namun hingga Maret 2011 kondisi
kehidupan para petani di Indonesia masih miskin. Dari sensus pertanian terakhir
tahun 2003, penduduk yang rentan miskin sebanyak 27 juta jiwa, jumlah tersebut
berasal dari petani gurem. Petani gurem ini mengolah tanah garapannya di bawah 0,5
hektar. Hasil proyeksi Serikat Petani Indonesia (SPI) pada tahun 2008 juga mencatat

jumlah petani gurem di Indonesia berjumlah 15,6 juta jiwa (55,1%). Kondisi petani
ini semakin memprihatinkan karena pertanian di Indonesia secara umum masih
subsiten, kepemilikan lahan yang sempit berdampak kepada pendapatan para petani
yang masih rendah. Disatu sisi petani tidak memiliki sertifikat yang biasa digunakan
sebagai agunan. Dengan kondisi ini menjadikan petani terjebak kepada tengkulak
maupun rentenir yang memberikan pinjaman dengan bunga yang tinggi. Meski

Universitas Sumatera Utara

kondisi tercekik namun itulah solusinya para petani bisa mendapatkan modalnya.
Dalam kondisi seperti ini pemerintah justru mengeluarkan kebijakan melalui
berbagai Undan-undang yang menyimpang dari UUD 1945 pasal 33 dan UUPA 5
tahun 1960. Sebagai contoh UU No.7/2004 tentang Sumber Daya Air yang
mengakibatkan privatisasi sumber air, UU No.18/2004 tentang perkebunan yang
mengakibatkan ratusan petani dikriminalkan, Perpres 36/2005 dan revisi Perpres
67/2006 tentang pencabutan hak atas tanah untuk kepentingan umum dan UU
No.27/2007 tentang penanaman modal yang membenarkan pemodal menguasai
secara

dominan


disektor

pertanian

pangan

dan

perkebunan

(http://news.okezone.com/read/2011/09/24/340/506572/redirect diakses pada 04 Juli
2013).
Masalah yang paling mendasar bagi sebagian besar petani Indonesia adalah
masalah keterbatasan modal. Sebagian besar petani mengalami kekurangan modal
untuk pertanian dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada umumnya masalah
kemiskinan berhubungan erat dengan masalah pertanian di Indonesia. Sudah sejak
lama Pemerintah Indonesia berusaha meningkatkan taraf hidup masyarakat petani.
Berbagai bentuk program telah diterapkan untuk membantu petani agar mampu
meningkatkan taraf hidupnya. Berbagai bentuk bantuan juga telah dilaksanakan

mulai dari subsidi pupuk, Kredit Usaha Tani (KUT), dan bantuan-bantuan lainnya.
Namun petani Indonesia masih berpendapatan rendah dan masih berfikir belum
mampu bergerak sendiri dalam melaksanakan usaha taninya.
Dalam rangka penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja di
daerah pedesaan, Bapak Presiden RI pada tanggal 30 April 2007 di Palu, Sulawesi
Tengah, mencanangkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri
(PNPM-Mandiri). Salah satu program yang dilakukan secara terintegrasi dengan

Universitas Sumatera Utara

program PNPM-Mandiri adalah program Pengembangan Usaha Agribisnis
Perdesaan (PUAP). Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP)
merupakan bentuk fasilitasi bantuan modal usaha untuk petani anggota, baik petani
pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani. Program ini
dilaksanakan pada tahun 2008 oleh Departemen Pertanian. Dalam pelaksanaan
program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) di Departemen
Pertanian, Menteri Pertanian membentuk Tim Pengembangan Usaha Agribisnis
Pedesaan

melalui


Keputusan

Menteri

Pertanian

(KEPMENTAN)

Nomor:

545/Kpts/OT.160/9/2007. Menteri Pertanian juga membentuk Komite Pengarah,
Penyuluh Pendamping, dan Penyelia Mitra Tani (PMT). Komite Pengarah adalah
komite yang dibentuk oleh Pemerintahan Desa yang terdiri dari wakil tokoh
masyarakat, wakil dari kelompok tani. Penyuluh Pendamping adalah penyuluh
pertanian yang ditugaskan oleh Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk untuk
mendampingi petani, kelompok tani dan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan)
dalam pelaksanaan Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP). Sedangkan
Penyelia Mitra Tani (PMT) adalah individu yang memiliki keahlian di bidang
keuangan mikro yang direkrut oleh Kementerian Pertanian untuk melakukan

supervisi dan advokasi kepada Penyuluh dan Pengelola Gabungan Kelompok Tani
(Gapoktan) dalam pengembangan Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan
(PUAP).
Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) merupakan kelembagaan tani
pelaksana program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) untuk
penyaluran bantuan modal usaha bagi anggota. Untuk mencapai hasil yang maksimal
dalam pelaksanaan program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP),
Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) didampingi oleh tenaga Penyuluh

Universitas Sumatera Utara

Pendamping dan Penyelia Mitra Tani. Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan)
diharapkan dapat menjadi kelembagaan ekonomi yang dimiliki dan dikelola petani
untuk mencapai tujuan program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP)
yaitu mengurangi tingkat kemiskinan dan menciptakan lapangan kerja di daerah
pedesaan.
Sebagai wujud dari pelaksanaan program Pengembangan Usaha Agribisnis
Perdesaan (PUAP) adalah Kabupaten Tanjab Timur. Berkat bantuan dana dari
program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) ini, anggota kelompok
tani dapat mengelola hasil pertanian secara maksimal, sehingga areal pertanian

bertambah, hasil produksi meningkat dan laju pertumbuhan ekonomi semakin
membaik. Sebagai contoh misalnya di Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan)
Batanghari, desa Dendang, Kecamatan Dendang. Anggota kelompok tani di desa ini
mengembangkan budidaya tanaman holtikultura jenis kedele, cabe, dan sayur-mayur
lainnya. Sebelum mendapatkan dana program Pengembangan Usaha Agribisnis
Pedesaan (PUAP) mereka hanya menggunakan modal sendiri dengan hasil produksi
yang pas-pasan. Namun setelah mendapatkan bantuan dana Pengembangan Usaha
Agribisnis

Pedesaan

(PUAP)

hasil

panen

mereka

menjadi


meningkat

(http://www.deptan.go.id/PUAP diakses pada 22 Mei 2013).
Program yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian ini diharapkan mampu
untuk meningkatkan kesejahteraan petani di Indonesia. Khususnya petani pedesaan
yang tergolong petani miskin. Program ini diharapkan mampu meringankan para
petani pedesaan dalam bertani. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya
bahwasanya tujuan dari progaram ini akan mampu untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat pedesaan.

Universitas Sumatera Utara

Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) sangat
bermanfaat Bagi usaha pertanian di Sumatera Utara. Sebagai contoh adalah
kabupaten Deli Serdang. Modal yang diberikan melalui Gabungan Kelompok Tani
(Gapoktan) itu dimanfaatkan untuk pembelian gabah padi, pupuk, pestisida, dan
obat-obatan. Deli Serdang merupakan sentra pertanian di Sumatera Utara yang
memiliki luas lahan pertanian 90,234 hektar atau 36,27% dari luas daerah Deli
Serdang yang tercatat 249.772 hektar. Pada tahun 2009 tercatat produksi padi

sebesar 391.623 ton, meningkat menjadi 442.645 ton, tahun 2011 meningkat lagi
menjadi 448.545 ton, kemudian pada tahun 2012 menjadi 446.947 ton. Seiring
peningkatan produksi padi yang terus meningkat, maka otomatis berpengaruh
signifikan terhadap produksi beras, di mana tahun 2009 mencapai 254.554 ton, tahun
2010 meningkat menjadi 287.719 ton dan tahun 2011 menjadi 291.554 ton,
sementara tahun 2012 sebesar 290.516 ton (http://www.setkab.go.id/pro-rakyat7868-deli-serdang-lumbung-padi-sumatera-utara.html/ diakses pada tanggal 23
Juni 2013).
Kabupaten Langkat juga mampu menunjukkan peningkatan pengelolaan
program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP). Dalam kurun waktu
tiga tahun, yaitu dimulai pada tahun 2008 sampai dengan tahun 2010, ke 84
Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) penerima dana program Pengembangan
Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) di Langkat mampu mendapatkan laba sebesar
Rp 729 juta lebih. Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) mampu mengelola dana
pokok yang disalurkan dari kegiatan program Pengembangan Usaha Agribisnis
Pedesaan (PUAP) tersebut dengan baik. Pada tahun 2008 lalu, pemerintah pusat
kemudian mengucurkan dana program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan
(PUAP) Kabupaten Langkat untuk 35 Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) dengan

Universitas Sumatera Utara

dana pokok diterima secara global sebesar Rp 3,5 miliar. Masing-masing Gabungan
Kelompok Tani (Gapoktan) menerima dana sebesar Rp 100.000.000. Hingga akhir
Juli 2011, Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) tersebut sudah memiliki modal
akhir

Rp 3,7 miliar lebih. Hingga akhir Juni 2011, Gabungan Kelompok Tani

(Gapoktan) tersebut sudah mendapatkan laba sebesar Rp 267 juta lebih. Pada 2009
Langkat juga menerima bantuan dana program Pengembangan Usaha Agribisnis
Pedesaan (PUAP) sebesar Rp 2,7 miliar, yang diperuntukkan kepada 27 Gapoktan
terpilih. Hingga akhir Juli 2011, Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) tersebut
sudah memiliki modal akhir sebesar Rp 2,9 miliar lebih, atau tercatat hingga akhir
Juli 2011, Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) tersebut mendapatkan laba sebesar
Rp 287 juta lebih. Pada 2010, 22 Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Langkat
yang belum menerima dana program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan
(PUAP), kembali menerima dana sebesar Rp 2,2 miliar. Tercatat hingga Juli 2011,
Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) tersebut sudah memiliki modal akhir Rp 2,3
miliar lebih, atau tercatat hingga akhir Juli 2011, Gapoktan tersebut mendapatkan
laba dari pengelolaan Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) sebesar
Rp 174 juta lebih (http://www.medanbisnisdaily.com/news/ diakses pada tanggal 16
Juli 2013)
Penelitian yang relevan tentang pengaruh program Pengembangan Usaha
Agribisnis Pedesaan (PUAP) ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Institut
Pertanian Bogor (IPB) pada Juni 2008. IPB meneliti Gapoktan Rukun Makmur yang
dibentuk oleh tim Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) Kabupaten
Bogor. Anggota Gapoktan ini berjumlah 140 orang. Dari penelitian ini dihasilkan
bahwa produksi per hektar gabah kering panen sebelum adanya PUAP yang peroleh
petani responden adalah 4.180 kilogram per musim. Dengan harga gabah kering

Universitas Sumatera Utara

panen (HGP) yang berlaku di petani adalah Rp.2.200 per kilogram, maka
penerimaan total yang didapat adalah sebesar Rp 9.198.200. Untuk produksi yang
diperoleh setelah adanya program PUAP yaitu 4.576 kilogram dengan rata-rata
penerimaan total sebesar Rp 10.067.200. Perubahan penerimaan ini dinilai positif
bagi pendapatan petani karena adanya peningkatan sebesarnya Rp 869.000.
Peningkatan hasil produksi ini tidak diikuti dengan peningkatan harga produksi
petani. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani, adanya perubahan tinggi
rendahnya produksi dikarenakan hasil dari bimbingan penyuluhan yang memberikan
arahan tentang penggunaan dosis pupuk, cara penggunaan, dan waktu pelaksanaan.
Selain itu juga dikarenakan penggunaan pupuk organik. Dari gambaran hasil
peningkatan produksi telah menunjukkan manfaat adanya bantuan dari program
Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) kepada petani.
Salah satu desa yang melaksanakan program Pengembangan Usaha
Agribisnis Pedesaan (PUAP) adalah desa Dipar Hataran, Kecamatan Jorlanghataran,
Kabupaten Silamulungun. Masyarakat di desa Dipar Hataran secara mayoritas
adalah petani dan sebagian kecil adalah buruh tani harian. Hampir seluruh wilayah
dari desa tersebut dijadikan perladangan dan persawahan oleh masyarakat setempat.
Sehubungan dengan pekerjaan masyarakat yang sebagian besar adalah petani dan
buruh tani harian, masyarakat di desa Dipar Hataran tergolong masyarakat yang
belum sejahtera (petani miskin).
Kemiskinan yang dialami oleh petani di desa Dipar Hataran diakibatkan oleh
kurangnya modal dan tenaga penyuluh pendamping dalam bertani. Kurangnya modal
mengakibatkan sebagian petani di desa Dipar Hataran meminjam modal untuk
bertani. Modal tersebut akan dilunasi setelah petani tersebut panen dengan bunga
yang lumayan tinggi. Selain dari masalah modal, para petani di desa Dipar Hataran

Universitas Sumatera Utara

juga memerlukan penyuluh pendamping dalam bertani untuk meningkatkan hasil
pertaniannya. Rendahnya produksi yang dialami petani desa Dipar Hataran
dikarenakan kurangnya bimbingan penyuluhan yang memberikan arahan tentang
penggunaan dosis pupuk, cara penggunaan, dan waktu pelaksanaan. Dana yang
diberikan pemerintah kepada Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) desa Dipar
Hataran berjumlah Rp 100.000.000, ditambah dengan pemberian pupuk organik dan
pestisida lainnya yang semuanya dimanfaatkan dalam pertanian. Dana ini dicairkan
langsung melalui rekening ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Dengan
bantuan dana ini hasil panen Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) desa Dipar
Hataran meningkat, bahkan petani di desa tersebut sudah bisa mengembangkan
pertaniannya sendiri. Sebelumnya mereka terkendala bahan baku, namun dari dana
ini, kami tidak lagi terkendala bahan baku, karena hasil panen meningkat. Awalnya
kelompok tani menganggap bantuan dana program Pengembangan Usaha Agribisnis
Pedesaan (PUAP) itu sebagai dana segar yang digelontorkan secara cuma-cuma oleh
pemerintah. Namuan setelah mendapat pembinaan secara kolektif dari tim teknis,
Gapoktan desa Dipar Hataran menyadari dan merasakan manfaatnya.
Pengelolaan bantuan yang diberikan pemerintah mampu meningkatkan
semangat para petani desa Dipar Hataran dalam proses pertanian. Menurut ketua
Gabungan Kelompok Tani desa Dipar Hataran, Hingga akhir Juni 2013, Gabungan
Kelompok Tani (Gapoktan) tersebut telah mendapatkan berbagai keuntungan dari
pengelolaan dana program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) ini.
Peran pemerintah dalam program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan
(PUAP) dapat terlihat dari peningkatan kesejahteraan masyarakat petani di desa
Dipar Hataran. Bantuan dana dan penyuluhan kepada Gabungan Kelompok Tani
(Gapoktan) desa Dipar Hataran mempunyai dampak yang positif, sehingga

Universitas Sumatera Utara

memaksimalkan kinerja petani setempat untuk mengelola lahan yang dimilki dan
bantuan dana yang diberikan. Masyarakat desa Dipar Hataran menggunakan
kesempatan pada saat penyuluhan untuk mengetahui cara bertani yang lebih maju
dan lebih baik. Pengetahuan yang diperoleh melalui penyuluh pendaming akan
dimanfaatkan petani untuk meningkatkan pendapatannya.
Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) yang dibuat
oleh pemerintah untuk mengatasi masalah serta mengurangi kemiskinan di
Indonesia. Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) yang merupakan bentuk
pemberdayaan petani dari Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan
(PUAP) ini mampu meningkatkan hasil tani dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat petani di daerah pedesaan. Penulis tertarik untuk meneliti program
Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) di Desa Dipar Hataran yang
hasilnya dituangkan dalam skripsi dengan judul: “ Pengaruh Program
Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) Terhadap Kesejahteraan
Petani Di Desa Dipar Hataran Kecamatan Jorlanghataran Kabupaten
Simalungun ”.

1.2

Perumusan Masalah
Suatu penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah. Dengan demikian

dalam penelitian perlu ditegaskan pokok masalah. Berdasarkan latar belakang
masalah penelitian yang telah diuraikan maka masalah penelitian ini dirumuskan
sebagai berikut: “apakah ada pengaruh program Pengembangan Usaha
Agribisnis Pedesaan (PUAP) terhadap kesejahteraan petani di desa Dipar
Hataran Kecamatan Jorlanghataran Kabupaten Simalungun?”

Universitas Sumatera Utara

1.3

Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh dari
pelaksanaan program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) di desa
Dipar hataran Kecamatan Jorlanghataran Kabupaten Simalungun.

1.3.2 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan dalam rangka:
a. Pengembangan

konsep

dan

teori-teori

yang

berkenaan

dengan

Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) dan masalahnya
b. Pengembangan model pemberdayakan masyarakat petani miskin pedesaan
dan pemecahan masalah kemiskinan petani.

1.4

Sistematika Penulisan
Adapun rencana dan hasil penelitian ini dituliskan sebagai laporan penelitian

menurut sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I

: PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah,
tujuan penelitian dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II

: TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan teori – teori yang mendukung dalam penelitian ini,
kerangka pemikiran, defenisi konsep, dan defenisi operasional.

BAB III

: METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan gambaran umum lokasi penelitian, tipe penelitian,
populasi, dan sampel penelitian. Teknik penarikan sampel yang

Universitas Sumatera Utara

digunakan seta teknik pengumpulan data dan teknik analisis data
yang ditetapkan.
BAB IV

: GAMBARAN LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisikan deskripsi lokasi penelitian atau sejarah singkat dan
gambaran umum dari lokasi penelitian.

BAB IV

: ANALISIS DATA
Bab ini berisikan uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian dan
analisisnya.

BAB V

: KESIMPULAN DAN SARAN
Bab

ini

memuat

kesimpulan

penelitian

dan

saran

yang

direkomendasikan penulis berdasarkan kesimpulan penelitian yang
diperoleh.

Universitas Sumatera Utara