T2 092013003 BAB III

T iga
Metode Penelitian

Dari Pengalaman KKN ke M inat Untuk M eneliti
Pada tahun 2011, penulis mendapatkan kesempatan untuk
melakukan KKN di desa M batakapidu. Saat itu, penulis bersama rekanrekan seperjuangannya diberikan topik oleh pihak kampus tentang
menganalisis potensi desa. Kegiatan KKN merupakan kegiatan tahunan
yang dilakukan oleh Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Kristen W ira
W acana Sumba (STIE Kriswina Sumba), di mana kegiatan KKN pada
tahun ajaran 2010/2011 ini dilaksanakan di kabupaten Sumba Timur.
Hal ini dimaksudkan agar STIE Kriswina Sumba lebih mendekatkan
diri lewat pengabdiannya kepada seluruh masyarakat Sumba Timur.
Kegiatan ini berlangsung sejak tanggal 09 Juli 2011 dan berakhir hingga
tanggal 01 Agustus 2011 (selama 24 hari).
Berdasarkan pengamatan penulis saat berada di lokasi KKN,
tergambar bahwa kepercayaan dan ikatan mereka terhadap leluhur
mempengaruhi perilaku masyarakat. Huruta et al.,(2011) menyebut
jika dilihat dari segi kepercayaan ataupun agama, maka sebagian besar
masih didominasi oleh pemeluk agama kristen prostestan sebanyak
1.682 jiwa atau sekitar 63,5 persen dan diikuti oleh pemeluk marapu
sebanyak 594 jiwa atau sekitar 35,32 persen. M eskipun sebagian besar

penduduk telah memeluk agama kristen protestan, namun manifestasi
dari nilai lokal tersebut masih tercermin dalam berbagai aspek
kehidupan seperti dalam mengusahakan kebun, hutan, padang yang
dalam praktek pertanian disebut dengan hamayangu.1
Berbekal sedikit pengetahuan yang berhasil diakumulasi dari
proses kuliah kerja nyata inilah yang membuat penulis menjadi
1 Sebuah ritus yang dilakukan oleh penduduk lokal Sumba untuk dalam bentuk
sembahyang atau doa yang ditujukan kepada arwah para leluhur (ancestors worship).

33

tertarik untuk melihat kembali pengejewantahan dari nilai-nilai lokal
dalam kehidupan orang M batakapidu. Dikeluarkannya keputusan
rektor dengan No.052/Bimb./Rek/1/VI/2014 dengan menunjuk Prof.
Daniel D. Kameo, SE, MA., Ph.D. merupakan titik awal bagi penulis
untuk mencurahkan segala kegalauannya terkait dengan fenomena
yang ingin dikaji.
Setelah melewati proses bimbingan tesis bersama pembimbing
dan perenungan yang cukup lama akhirnya penulis dan pembimbing
bersepakat untuk memfokuskan penelitian ini terkait dengan

pengalaman yang diejawantahkan dalam practice of life dari orang
M batakapidu. Niat inipun tidak serta merta terlepas dari pro dan
kontra dari berbagai kalangan. Salah satu pihak yang cukup keberatan
datang dari Drs. Daniel L. Nuhamara, M.Th., Ed.D., selaku penguji saat
penulis melakukan seminar proposal tesis, yang menyebut jangan
karena ada teori local wisdom dalam pembangunan maka makin hari
makin gencar orang mengatakan perlu diteliti tentang local wisdom
sebagai variabel utama pembangunan berkelanjutan. Namun, penulis
dan pembimbing berpandangan bahwa sejatinya tesis ini tidak akan
bernostalgia dan cenderung berartifisial terkait dengan local wisdom,
tetapi local wisdom akan dilihat dengan kaca mata obyektif, ilmiah dan
jernih, sehingga tidak akan ada kecenderungan untuk membesarbesarkan local wisdom atau sebaliknya.

M enelusuri Dunia M batakapidu
Pada tanggal 08 September 2014 penulis memantapkan niat
untuk mulai turun ke lapangan. Sebelum berangkat ke lapangan,
penulis sempat mendapat nasihat dari keluarga di W angga (tempat
kediaman penulis) agar lebih berhati-hati karena di desa ini masih
banyak pangia namma harri (tempat yang angker).
Hal ini pun dibenarkan oleh paman dari penulis yaitu bapak

Nicodemus Rundi 2 yang menyebut:
2

Perbincangan tanggal 08 september 2014

34

“Pagi itu tepatnya jam 05 pagi (04 September 2014) di daerah
W aikilu (kelurahan Lambanapu) telah diamankan seorang
kakek yang kira-kira berusia 80 tahun yang disinyalir sebagai
suanggi (setan) yang berasal dari desa Mbatakapidu yang salah
mendarat (landing) di sebuah rumah panggung (rumah khas
orang sumba) dan sementara menjerit kesakitan di bawah
kolong rumah tersebut. Oleh karena mereka iba dengan kakek
tersebut, dia masih sempat di beri makan dan setelah selesai
makan kakek tersebut langsung menghilang dengan sekejap.
Akan tetapi, kakek tersebut meninggalkan tongkatnya dan
tongkat tersebut diamankan oleh penduduk setempat”.

M endengar cerita ini, penulis sangat kaget dan sedikit merasa

ketakutan, sehingga hal ini membuat penulis mengingat kembali kisah
pada bulan Agustus 2011 silam ketika sedang melakukan kuliah kerja
nyata di desa ini, dengan jelas penulis melihat bahwa putra bungsu dari
bapak kepala desa mengalami kesurupan setelah sebelumnya dia
membongkar katoda ukur (tempat penyembahan kepada leluhur di
kebun) yang berada di daerah Pahomba yang lokasinya tepat di
seberang sungai (belakang kantor desa). Hal ini menandakan bahwa di
desa ini memang masih angker (harri).
M elihat dan belajar dari realita ini tidak mengurungkan niat
penulis untuk meneliti di desa M batakapidu. Berbekal nasihat dari
kedua orang tua, serta kakek dan nenek bahwa jika tujuan dari
kehadiran penulis di sana demi kebaikan bersama maka Tuhan akan
selalu menyertai dan menjaga penulis dari segala gangguan roh jahat.
Berbekal penguatan dan semangat inilah yang membuat penulis
memberanikan diri dan langsung bertandang ke desa M batakapidu.
W aktu itu kira-kira telah menunjukkan pukul 15.10 W ita
(tanggal 08 September 2014) penulis berangkat dari rumah kediaman di
daerah W angga dan menuju ke desa M batakapidu dengan
menggunakan sebuah sepeda motor. Jarak tempuh dari rumah penulis
ke desa tersebut menghabiskan waktu 15 menit. Penulis harus

melewati ruas jalan yang terletak pinggiran gunung dan beberapa titik
hutan kecil.

35

Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014

Gambar 3. Menelusuri Ruas Jalan Mbatakapidu

Kurang lebih pukul 15.25 W ita penulis tiba di desa M batakapidu
dan langsung menuju ke rumah dinas kepala desa namun bapak dan
ibu desa sedang tidak berada di tempat karena mereka sedang
menghadiri prosesi pengebumian di rumah salah satu kerabat di daerah
Rumbu – kecamatan Kahaungu Eti. M elihat kondisi ini maka penulis
langsung bergegas menuju ke rumah bapak sekretaris desa yang
bernama Bimbu W ohangara yang jaraknya kurang lebih 100 meter dari
rumah dinas kepala desa M batakapidu.

Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014.


Gambar 4. Penulis Bersama Bapak Bimbu W ohangara (Sekretaris Desa)

36

Saat tiba di rumah bapak sekretaris desa, penulis langsung
bersalaman dengan bapak dan ibu sekretaris desa. Pada saat yang
bersamaan, penulis disodorkan sirih, pinang dan kapur 3 oleh ibu
sekretaris desa dan kemudian penulis menyerahkan surat ijin
penelitian dari Pogram Pascasarjana M agister Studi Pembangunan
Universitas Kristen Satya W acana dengan No.165/PPs/M SP/VIII/2014
kepada bapak sekretaris desa. Awalnya mereka (bapak dan ibu
sekretaris desa) merasa terkejut akan kedatangan penulis, karena pada
waktu yang lalu (tahun 2011) penulis dan teman-temannya dari
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Kristen W ira W acana - Sumba pernah
datang melakukan kegiatan kuliah kerja nyata selama hampir sebulan
untuk melakukan analisis potensi desa dan sekaligus tinggal bersama
dengan mereka. Sambil mengkonsumsi sirih, pinang dan kapur, penulis
langsung memberitahukan maksud dan tujuan dari kedatangannya di
Desa ini, yang kurang lebih untuk meneliti tentang perilaku ekonomi,
sosial dan lingkungan dari orang M batakapidu. Setelah mendengarkan

penuturan penulis, bapak sekretaris desa memberikan apresiasi
terhadap tujuan dari kehadiran penulis. Dari sini, penulis mulai diberi
informasi awal terkait dengan para informan yang paham dan
berpengalaman terkait dengan persoalan dari fenomena yang hendak
dikaji.
Pada pukul 17.15 W ita penulis datang bertamu ke rumah
almarhum mantan kepala desa M batakapidu yang notabene masih
memiliki hubungan kekerabatan dengan penulis.
Pada sore yang indah dan penuh keakraban itu terdapat beberapa
orang termasuk penulis yang sedang duduk bersilah di belakang
rumah. Perbincangan pun terjadi diantara kumpulan orang yang ada
waktu itu. Sementara perbincangan berlangsung, penulis disuguhkan
sirih, pinang dan kapur serta minum kopi bersama-sama. Dalam
perbincangan itu, tiba-tiba muncul sebuah pertanyaan dari bapak
Petrus A. Ranggandima yang menyebut “mbadda ramma langgi ka
nahu eri? (sudah bekerja di mana sekarang adik?) Karena beliau sudah
lama tidak bersua dengan penulis semenjak penulis datang melakukan
3

Suguhan ini diberikan untuk menghargai tamu yang datang berkunjung kerumah.


37

KKN di desa ini pada tahun 2011 silam. Pertanyaan ini pun langsung
dijawab oleh penulis dengan menyebut “Ndedi ku ramma aya, nahu
masi hakolah la Jawa Tengah” (saya belum bekerja kakak, sekarang
saya masih sekolah di Jawa Tengah). Dari sinilah penulis juga mulai
memberitahukan tujuan dari kehadiran penulis yang kedua kalinya di
desa ini. Setelah mendengar penuturan dari penulis, beberapa orang
yang berada di tempat itu secara spontan memberikan nasihat kepada
penulis dan pada saat yang bersamaan penulis mendapatkan informasi
yang hampir sama dengan saran dari bapak sekretaris desa sebelumnya
terkait dengan informan yang harus saya temui di lapangan.

Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014.

Gambar 5. Rumah Kediaman Mantan Kepala Desa Mbatakapidu yang Kedua
(Alm. Umbu Tunggu Kahewa Marak)

Pada hari selasa (09 September 2014) tepatnya pukul 12.45 W ita,

penulis dapat bertemu dengan bapak dan ibu desa karena semalam
mereka baru saja tiba dari tempat pengebumian. Di sini penulis
langsung bersalaman dan disuguhkan sirih, pinang dan kapur. W aktu
itu penulis bersama dengan bapak dan ibu desa, sekretaris desa, kepala
dusun M aringu Lambi dan beberapa pemuda duduk bersilah di depan
rumah dinas kepala desa sambil berincang-bincang. Beberapa saat
kemudian penulis langsung mengutarakan tujuan dari kehadirannya di

38

desa ini. Bapak kepala desa pun mengapresiasi hal tersebut dan
kemudian beliau memberi arahan serta gambaran terkait dengan
informan yang harus penulis temui di lapangan.

Pendekatan Studi
Untuk memahami fenomena yang hendak dikaji, penulis
menggunakan pendekatan kualitatif. Secara harafiah, penelitian
kualitatif adalah jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak
diperoleh melalui prosedur kuantifikasi, perhitungan statistik, atau
cara-cara lainnya yang menggunakan ukuran angka (Strauss dan

Corbin, 1990).
Creswell (2003 : 18) menyebut a qualitative approach is one in
which the inquirer often makes knowledge claims based primarily on
constructivist perspectives (i.e. the multiple meanings of individual
experiences, meanings socially and historically constructed, with an
intent of developing a theory or pattern) or advocacy participatory
perspectives (i.e. political, issue-oriented, collaborative or change
oriented) or both.
Lebih jauh, Creswell menyebut bahwa di dalam penelitian
kualitatif, pengetahuan dibangun melalui interprestasi terhadap multi
perspektif yang berbagai dari masukan segenap partisipan yang terlibat
di dalam penelitian, tidak hanya dari penelitinya semata. Sumber
datanya bermacam-macam, seperti catatan observasi, catatan
wawancara, pengalaman individu dan sejarah.
Untuk mencapai tujuan penelitian kualitatif, maka strategi
penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Adelman et al., (1977)
dalam Nisbet dan W att yang kemudian disadur oleh W ilardjo (1994 : 4)
menyebut studi kasus adalah istilah umum yang mencakup serumpun
metode penelitian yag sama-sama memumpunkan perhatiannya pada
penelaahan di seputar suatu kejadian. M etode ini berusaha

memberikan penjelasan yang jujur dan seksama terhadap suatu kasus
tertentu sedemikian rupa, sehingga memungkinkan pembacanya untuk

39

menembus ke dalam apa yang tampak di permukaan dan juga untuk
memeriksa kebenaran tafsiran penulisnya dengan meninjau sejumlah
data obyektif pilihan yang sesuai, untuk dijadikan sebagai tumpuan
dalam membangun studi kasus itu.
Dalam studi kasus, data dikumpulkan dengan beraneka ragam
teknik. Hal ini meliputi wawancara, pengamatan atau observasi dan
dokumentasi. Berbagai sumber informasi yang berbeda cenderung
digunakan dalam setiap studi kasus. Sumber-sumber informasi yang
memadai harus disajikan untuk memungkinkan pembaca melihat
bagaimana
kesimpulan-kesimpulannya
dicapai
dan
untuk
memungkinkan mereka mengembangkan tafsiran-tafsiran alternatif.
Untuk menjaga jangan sampai disesatkan, dalam wawancara atau
oleh dokumen, kita harus mengecek informan yang satu dengan
informan yang lain dan sekaligus menguji apa yang mereka katakan
dengan membandingkannya dengan isi dokumen yang ada. Demikian
pula, pengamatan dalam suatu konteks harus dicek kembali dengan
membandingkannya dengan pengamatan lain yang situasinya setara.
Proses inilah yang disebut sebagai pemeriksaan silang atau trianggulasi
(Nisbet dan W att dalam W ilardjo 1994 : 22). Dengan kata lain,
trianggulasi digunakan untuk mengecek kebenaran informasi yang
telah digali agar dapat menjamin ketepatan si penulis dalam
mengungkapkan persepsi informan dan sekaligus memisahkan antara
persepsi informan dan pandangan evaluatif si penulis itu sendiri.

Sumber dan Teknik Pengumpulan Data
Tahap pertama sebelum penulis bekerja mengumpulkan data,
harus diperhatikan kualifikasi sumber data yang relevan dengan
penelitian yang akan dilakukan. Sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini dapat diklasifikasikan menjadi dua macam yaitu data
primer dan sekunder. Untuk memperoleh data primer sesuai dengan
standar penelitian studi kasus maka penulis memulai pengumpulan
data dengan observasi di lokasi penelitian.

40

Observasi ini dimaksudkan untuk mengetahui objektivitas dari
kondisi eksisting tentang pengetahuan, sikap dan perilaku yang
dibimbing oleh nilai-nilai lokal. Artinya sejauhmana penulis dapat
mengungkap fenomena yang tidak diperoleh melalui teknik
wawancara, sehingga alat bantu yang digunakan berupa kamera dan
buku catatan harian penelitian.
Demi memahami kedalaman dari fenomena yang diteliti maka
digunakan teknik pengumpulan data melalui wawancara secara
mendalam dengan para informan yang telah dipilih. Pemilihan
informan ini ditentukan secara purposive (Patton, 2009). Artinya ada
pertimbangan bahwa para informan mengalami, mengetahui dan dapat
memberi penjelasan secara akurat tentang fenomena yang hendak
dikaji.
Data lain yang diperlukan adalah data sekunder yaitu dokumendokumen hasil penelitian berupa laporan lapangan (field report) baik
yang pernah dilakukan oleh lembaga perguruan tinggi, lembaga
swadaya masyarakat maupun instansi yang terkait yang berhubungan
dengan persoalan penelitian, sedangkan untuk mendapatkan informasi
yang lebih komprehensif maka penulis juga mengadakan FGD4.

Teknik Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan dari lapangan selanjutnya
dianalisis dengan teknik analisis deskriptif. Dengan teknik analisis
deskriptif ini, akan digambarkan seluruh data atau fakta yang diperoleh
dengan mengembangkan kategori-kategori yang relevan dengan tujuan
penelitian dan penafsiran terhadap hasil analisis deskriptif dengan
berpedoman pada pendekatan yang relevan. Analisis data ini akan
dilakukan secara induktif, yakni penganalisaan dengan cara menarik
kesimpulan atas data yang berhasil dikumpulkan dari yang berbentuk
4 Hennink (2004 : 4) dalam Palekahelu (2010 : 274) menyebut FGD merupakan suatu
metode penelitian kualitatif yang unik, yang membahas serangkaian masalah yang
khusus, dengan kelompok yang telah ditentukan sebelumnya.

41

khusus ke bentuk umum, atau penalaran untuk mencapai suatu
kesimpulan mengenai practice of life dari orang M batakapidu.
Selain dilakukan analisis data secara deskriptif, kemudian untuk
menentukan saling hubungan antara kategori yang satu dengan
ketegori lainnya, dilakukan dengan metode analisis serta interpretasi
sesuai dengan peta penelitian yang dibimbing oleh masalah dan tujuan
penelitian. M etode yang sangat mendasar dalam ilmu-ilmu humaniora,
budaya, filsafat dan ilmu agama interdisipliner yaitu metode
fenomenologi. Edmund Husserl (1859 – 1938) dalam tulisannya yang
berjudul Ideas Pertaining To A Pure Phenomenology and To A
Phenomenological Philosophy yang kemudian diterjemahkan oleh F.
Kersten (1983) menyebut fenomenologi merupakan ilmu pengetahuan
tentang gejala-gejala atau fenomena yang telah menjadi pengalaman
manusia yang bisa dijadikan acuan untuk mengadakan suatu penelitian
kualitatif. Dengan kata lain, penulis akan memasuki alam penghayatan
orang M batakapidu terhadap nilai-nilai yang diejawantahkan dalam
kehidupan sehari-hari. Artinya, penulis hidup bersama dengan mereka
agar dapat menangkap perasaan atas pengalaman religiusitas mereka.

42