30 BAB III ATH THABARI DAN TAFSIR AYAT A

BAB III
ATH-THABARI DAN TAFSIR AYAT-AYAT TENTANG ANAK YATIM
A. Biografi Ibn Jarir Ath-thabari
1.

Sejarah Kehidupan dan Pendidikan ath-Thabari
Ath-thabari yang nama lengkapnya adalah Abu Ja'far Muhammad
bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Khalid ath-thabari, ada pula yang
mengatakan Abu Ja'far Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin
Ghalib ath-thabari.1 Beliau dilahirkan di Amil Ibu kota Tabaristan pada
tahun 224 hijriah.2 Beliau merupakan salah seorang ilmuwan yang sangat
mengagumkan dalam kemampuannya mencapai tingkat tertinggi dalam
berbagai disiplin ilmu, antara lain fiqih (hukum Islam ) sehingga
pendapat-pendapatnya yang terhimpun dinamai mazhab al-Jaririyah3
dan beliaupun telah hapal al-Qur’an ketika usianya masih sangat muda
yaitu dalam usia tujuh tahun. Hal ini sebagaimana yang telah
dikatakannya : “Aku telah menghapal al-Qur’an ketika berusia tujuh
tahun dan menjadi imam shalat ketika aku berusia delapan tahun serta
mulai menulis hadits–hadits Nabi pada usia sembilan tahun”.4
Beliau dibesarkan pada salah satu periode keemasan ilmu-ilmu
Agama Islam dan masa di mana penguasa mendorong dan menghargai

ilmu pengetahuan dan para ilmuwan. Kurun masa hidup ath-thabari
adalah masa-masa di mana peradaban Islam setelah melalui tahap
pembentukannya,

tengah

bersiap

menunjukkan

kekuatan

dan

semangatnya di panggung sejarah dunia. Pada waktu itu banyak pemikir
dan sarjana Islam yang melibatkan diri dalam studi dan penelitiaan
berbagai disiplin ilmiah.
1

Abu Ja'far Muhammad bin Jarir ath-thabari, Jami al-Bayan An Ta'wil ai al-Qur'an, Dar

al-Fikr, Bairut, Libanon, hlm. 3
2

M. Husain az-Dhahabi, al-Tafsir Wa al-Mufassirun, Dar al-Fikr, Beirut, t. th., hlm. 205

3

M. Hasbi ash-Shiddiqy, Ilmu-Ilmu al-Qur’an, Bulan Bintang, Jakarta, 1972, hlm. 41

4

Ya’qub al-Hamawy, Mu’jam al-Udaba, al-Halaby, Cairo, 1936, Jilid 1, hlm. 598

30

31

Ath-Thabari mulai menuntut ilmu ketika ia berumur 12 tahun,
yaitu pada tahun 236 hijriah di tempat kelahirannya.5 Setelah ia
menuntut ilmu pengetahuan dari para ulama-ulama terkemuka di tempat

kelahirannya, Amil, seperti kebiasaan ulama-ulama lain pada waktu itu
Ibn Jarir dalam menuntut ilmu pengetahuan mengadakan perjalanan ke
beberapa daerah Islam.
Dalam bidang sejarah dan Fiqih, ia berangkat menuju Baghdad
untuk menemui Imam Ahmad bin Hambal, tetapi diketahui ia telah wafat
sebelum Ibn Jarir sampai di negeri tersebut, untuk itu perjalanan
dialihkan menuju ke Kufah dan di negeri ini ia mendalami Hadits dan
ilmu-ilmu yang berkenaan dengannya. Kecerdasan dan kekuatan
hafalannya telah membuat kagum ulama-ulama di negeri itu. Kemudian
ia berangkat ke Baghdad di sana ia mendalami ilmu-ilmu al-Qur'an dan
fiqih Imam Syafi'i pada ulama-ulama terkemuka di negeri tersebut,
selanjutnya ia berangkat ke Syam untuk mengetahui aliran-aliran fiqih
dan pemikiran-pemikiran yang ada di sana. Kemudian ia berangkat ke
Mesir dan di sana ia bertemu dengan ulama-ulama terkemuka bermazhab
Syafi'i seperti al-Rabi bin Sulaiman dan al-Muzzani, dari kedua ulama
tersebut Ibn Jarir banyak mengadakan diskusi-diskusi ilmiah dan di
Negeri ini juga ia bertemu dengan Muhammad Ibnu Ishaq Ibnu
Khuzaimah seorang pengarang kitab al-Sirah, diriwayatkan bahwa Ibn
Jarir ath-thabari dalam menulis kitab "Tarikh al-Umam Wa al-Mulk"
yang sangat terkenal banyak berdasarkan kitab al-Sirah ini, dari mesir ia

kembali ke tempat kelahirannya, kemudian ia pergi ke Bagdad dan di
negeri tersebut ia menghabiskan sisa umurnya dalam mengajar dan
mengarang.6 Beliau wafat pada usia 86 tahun, yaitu pada tahun 310
Hijriah.7

5

Abu Ja’far Muhammad bin Jarir ath-thabari, op. cit., hlm.3

6

Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, Djambatan,
Jakarta, 1992, hlm. 362
7

M. Hasbi ash-Shiddieqy, Ilmu-ilmu Al-Qur'an, Bulan Bintang, Jakarta, 1972, hlm. 222

32

Imam Ath-thabari juga sangat terkenal di Barat, biografinya

pertama kali diterbitkan di Laiden pada tahun 1879-1910. Julius
Welhousen menempatkan itu ketika ia membicarakan zaman ( 660-750 )
dalam buku The Arab Kingdom and its Fall.8
2.

Sekilas Tentang Tafsir ath-Thabari dan Sumbangsihnya dalam
Perkembangan Tafsir
Kitab tafsir karya ath-thabari adalah Jami al-Bayan fi Tafsir alQur'an adalah nama yang lebih dikenal, sedangkan nama yang diberikan
oleh ath-thabari adalah Jami al-Bayan an Tawil Ayi al-Qur'an, ditulis
pada akhir kurun yang ketiga dan mulai mengajarkan kitab karangannya
ini kepada para muridnya dari tahun 283 sampai tahun 290 hijriah.9
Kitab tafsir Jami al-Bayan fi Tafsir al-Qur'an termasuk di antara
banyak kitab tafsir yang paling dini dan paling masyhur yang menjadi
bahan rujukan dalam tafsir bil Ma'tsur. Tafsir ini terdiri dari 30 juz yang
masing-masing berjilid tebal dan besar, Kitab karya beliau ini kemudian
dicetak untuk pertama kalinya ketika beliau berusia 60 tahun ( 284 H/
899 M ). Dengan terbitnya tafsir ath-thabari ini terbukalah khazanah
ilmu tafsir. Dr. M. Husain az-Dzahabi berkata : “Dapat dikatakan bahwa
tafsir Ibn Jarir ath-thabari ini merupakan tafsir yang pertama di antara
sekian banyak kitab-kitab tafsir pada abad-abad pertama, juga sebagai

tafsir pertama pada waktu itu karena merupakan kitab tafsir yang
pertama yang diketahui, sedangkan kitab-kitab tafsir yang mungkin ada
sebelumnya telah hilang ditelan peradaban waktu atau zaman”.10
Syekh al-Islam Taqi ad-Din Ahmad bin Taimiyah pernah ditanya
tentang tafsir yang manakah yang lebih dekat dengan al-Qur'an dan as-

8

J. J.G. Jansen, Diskursus Tafsir al-Qur'an Modern, Terjemahan Hairussalim, Tiara
Wacana, Jakarta, 1997, hlm. 91
9

Abu Ja'far Muhammad bin Jarir ath-thabari, op. cit, hlm. 4

10

H. Salimuddin, Tafsir al-Jami'ah, Pustaka, Bandung, 1990, hlm. 135

33


Sunnah ? Beliau menjawab bahwa di antara semua tafsir yang ada pada
kita, tafsir Muhammad bin Jarir ath-thabari lah yang paling otentik.11
Kitab tafsir ath-thabari sangat luas dan ensiklopedis, isinya
sangat bervariasi dengan subyek pembahasan yang sangat kaya.
Seringkali hadits-hadits yang ia sebutkan saling kontradiktif dan
terkadang mengalami perulangan dan hanya berbeda dalam mata rantai
periwayatannya. Semua informasi yang diberikan ath-thabari diperoleh
secara berantai dari para periwayat, mata rantai ini dipelajari oleh Dr.
Horst yang menghitung ada 13.026 mata rantai yang berbeda dalam tiga
jilid tafsir ath-thabari, dua puluh satu dari 13. 026 ini termsuk
didalamnya 15. 700 dari 35.400 macam bentuk informasi hadits-hadits
yang

menjadi jaminan bagi kebenaran atas berbagai mata rantai

peristiwa.12
Seorang pemikir kontemporer dari al-Jazair M. Arkoun dalam
buku Berbagai Pembacaan Qur'an mengatakan tafsir ath-thabari ini
telah mendapatkan kewenangan yang tiada tara baik di kalangan kaum
muslimin


maupun

di

kalangan

Islamolog.

Ath-thabari

telah

mengumpulkan dalam sebuah karya monumental yang terdiri dari tiga
puluh jilid, satu jumlah yang mengesankan dari Akhbar (sekaligus berita
cerita-cerita, tradisi-tradisi dan informasi-informasi) yang tersebar di
timur tengah yang bersuasana Islam selama tiga abad hijriyah. Dokumen
yang sangat penting bagi sejarah ini belum dijadikan obyek monografi
apapun yang mengakhiri gambaran mengenai ath-thabari sebagai mufasir
yang "rakus obyektif" dengan ketidakperduliaannya akan isi berita-berita

yang diriwayatkannya. Sesungguhnya ia telah menyeleksi dan mengatur
informasi-informasinya sesuai dengan sikap politik keagamaanya; ia
bermaksud mendamaikan kaum muslimin di atas faham zaidisme
moderat yang dinyatakan dengan satu usaha untuk mengabsahkan

11

Thameem Ushama, Metodologi Tafsir al-Qur'an, Terjemahan Hasan Basri dan
Amroeni, Rineka Cipta, Jakarta, 2000, hlm. 68
12

J. J. G, Jansen, op. cit, hlm. 91

34

kekuasaan Abbasiyah, menghukum tidak sah Bani Umayyah dan Syi'ah
politis. Hal itu menjelaskan kemauan keras sang mufasir untuk
menyelaraskan varian-varian teks al-Qur'an (qira'ah), menyadur ayatayat dalam sebuah bahasa yang sangat sederhana dan jelas,
menyelesaikan titik-titik pertentangan dengan kehati-hatian yang
dipertimbangkan baik-baik, berkat langkah-langkah ini, yang sekaligus

menjelaskan dan mendamaikan. Penjelasan-penjelasan ath-thabari
memaksakan kehadirannya dengan kesetiaan sedemikian rupa kepada
tradisi tafsir, sehingga penjelasannya itu menyelubungi arus-arus dan
pendapat-pendapat yang kurang atau tidak lazim dalam sumber-contoh.13
Pada mulanya Tafsir ath-thabari ini pernah hilang, namun dengan
takdir Allah dapat diketemukan kembali ketika naskahnya ditemukan
pada perpustakaan seorang Amir, yang bernama Amir Mahmud Abdur
Rasyid, salah seorang amir Nejeb, kemudiaan tafsir tersebut dicetak
kembali.14
Kepeloporannya dalam ilmu tafsir tampak pada metode
pembahasan yang

khas dan orisinil sehingga mampu menampilkan

sebuah kitab tafsir yang bernilai tinggi dan memiliki keistimewaan
tersendiri.15 Di Mesir tafsir ath-thabari ini diterbitkan berulang-ulang,
pertama kali oleh penerbit Matba'at al-Maymuniyyah dan beberapa tahun
kemudian menyusul penerbit Matha'a Amiriyya di Bulloq, dekat Kairo,
Dar al-Ma'arif juga menerbitkan edisi barunya dalam enam belas jilid
pada tahun 1969. Edisi yang menarik diterbitkan pada tahun 1954 oleh

penerbit Musthafa al-Babi al-Halabi, sedangkan di Barat kitab tafsir ini
pertama kali diterbitkan pada tahun 1903.16

13

M. Arkoun, Berbagai Pembacaan Qur'an, INIS, Jakarta, 1997, hlm. 93

14

Manna' Khalil al-Qaththan, Pembahasan Ilmu al-Qur'an, Terjemahan Halimuddin,
Rineka Cipta, Jakarta, 1995, hlm. 204
15

H. Salamuddin, op. cit, hlm. 136

16

J. J. G. Jansen, op. cit, hlm. 91-92

35

3.

Karya-karya ath-Thabari
Lewat karya tulisnya yang cukup banyak dan sebagian besar
dalam bentuk kumpulan riwayat hadits dengan bahasa yang sangat indah,
ath-thabari bukan saja terkenal seorang ilmuwan yang agung melainkan
juga sebagai orang yang dikagumi berbagai pihak. Semua karya ilmiah
ath-thabari yang diwariskan kepada kita, sebagian diketemukan dan
sebagian yang lain belum diketemukan. Diantaranya karya–karya beliau
sebagai berikut:
1)

Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an

2)

Tarikh al-Umam wa al-Muluk wa Akhbaruhum

3)

Al-Adabul Hamidah wal Akhlaqun Nafisah

4)

Ikhtilafu al-Fuqaha

5)

Tahzibu al-Asar wa Tafsali as-Sabit ‘an Rasulillahi min al-Akhbar

6)

Kitabu al-Qiraat wa Tanzili al-Qur’an

7)

Sharikhi as-Sunnah

8)

Lathifu al-Qaul fi Ahkami Syara’i al-Islam

9)

Tarikhur Rijal

10)

Kitabul Basit fil Fiqh

11)

Al-Jami’ fi Qira’at dan

12)

Kitâbut Tabsir fil Usul 17

B. Metode Dan Corak Tafsir Ath-Thabari
Tafsir sebagai usaha untuk memahami dan menerangkan maksud dan
kandungan ayat-ayat al-Qur'an, telah mengalami perkembangan yang cukup
bervariasi, sebagai hasil karya manusia, terjadinya keanekaragaman dalam
corak dan metode penafsiran adalah hal yang tidak dapat dihindarkan.
Berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya keragaman tersebut, antara
lain : perbedaan kecenderungan, interes, motivasi mufasir, perbedaan missi
yang diemban, perbedaan kedalaman dan ragam ilmu yang dikuasainya,

36

perbedaan masa dan lingkungan yang mengitari, perbedaan situasi dan
kondisi yang dihadapi dan lain sebagainya
1.

Metode Penafsiran ath-Thabari
Para Ulama berpendapat bahwa belum pernah disusun sebuah
kitab tafsir yang menyamai kitab tafsir karya Ibn Jarir ini. Imam Nawawi
mengemukakan bahwa Kitab Ibn Jarir dalam bidang tafsir adalah sebuah
kitab yang belum seorang pun pernah menyusun kitab yang
menyamainya.18
Apabila dibaca dan dikaji kitab tafsir Jami al-Bayan Fi Tafsir alQur'an ini merupakan salah satu karya tafsir yang menggunakan metode
tafsir tahlili.19 Metode ini adalah berusaha menerangkan arti ayat-ayat alQur'an dari berbagai seginya sesuai dengan urutan ayat dan surat dalam
mushaf dengan menonjolkan kandungan lafadz, interrelasi antara ayat
dan surat, asbab al-nuzul, hadits-hadits yang berhubungan dengannya,
pendapat para mufasir terdahulu, disamping penafsiran mufasir itu
sendiri.20
Salah satu contoh penafsiran beliau yang menggambarkan bahwa
metode yang digunakannya dalam menafsirkan al-Qur'an menggunakan
metode tahlili adalah penafsiran beliau terhadap firman Allah dalam
surat al-Kahfi ayat 82 :

‫وأ ﺎ ا ﺠﺪار ﻜﺎن ﺎ ﻦ ﺘ ﻦ ا ﺪ ﺔ وآﺎن ﺕﺤﺘ آ ﺰ ﻬ ﺎ وآﺎن‬
‫أ ﻮه ﺎ ﺎ ﺤﺎ ﺄراد ر ﻚ أن ﺎ أ ﺪه ﺎ و ﺴﺘﺨﺮﺝﺎ آ ﺰه ﺎ رﺡ ﺔ ﻦ‬
: ‫ﺮا )ا ﻜﻬ‬
‫ر ﻚ و ﺎ ﺘ ﻦ أ ﺮي ذ ﻚ ﺕﺄو ﺎ ﺕﺴ‬
(82
Artinya : “Dan adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua
orang anak muda yang yatim di kota itu dan di bawahnya
ada harta benda simpanan bagi mereka berdua sedang
ayahnya adalah seorang yang soleh maka tiuhanmu
menghendaki agar supaya mereka sampai kepada
17

Manna’ Khalil al-Qaththan, Studi Ilmu al-Qur’an, PT. Pustaka Litera Antar Nusa,
Jakarta, 1994, hlm 526 – 527
18

Manna’ Khalil al-Qattan, op. cit., hlm, 526 – 527

19

Nashiruddin Baidan, op. cit., hlm. 32

20

Pesantren, No. 1/ Vol. III/1991

37

kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu,
sebagai rahmat dari tuhanmu. Dan bukanlah Aku
melakukannya menururt kemauanKu sendiri demikian itu
adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang tidak dapat
terhadapnya.(QS. Al-Kahfi: 82).21
Sebagian ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan “

‫آﺎن ﺕﺤﺘ‬

‫“ آ ﺰ ﻬ ﺎ‬ada sebagian ulama yang menafsirkan lafadz tersebut adalah
ilmu, sebagaimana hadits Nabi:

‫ﺡﺪ ﻰ ﺤ ﺪ ﻦ ﺱ ﺪ ﺎل ﻰ ﻦ ﺎل ﻰ ﻰ ﺎل ﻰ ا ﻦ ﻦ ا‬
‫ﻦ ا ﻦ ﺎس وآﺎن ﺕﺤﺘ آ ﺰ ﻬ ﺎ ﺎل وآﺎن ﺕﺤﺘ آ ﺰ‬
Artinya:”Telah menceritakan padaku Muhammad bin Said,dia berkata:
Aku telah memuji bapakku,Muhammad bin Said berkata:”Aku
telah memuji Pamanku lalu dia berkata lagi Aku telah memuji
kakekku, dan dibawahnya ada harta benda simpanan bagi
mereka berdua,Ibnu Abbas berkata :dibawahnya ada
simpanan ilmu.
Ulama yang lain berpendapat bahwa yang dimaksud “

‫وآﺎن ﺕﺤﺘ‬

‫ “ آ ﺰ ﻬ ﺎ‬adalah harta yang disimpan sebagaimana Hadits Nabi:

‫ﻦ ﻦ ﻜﺮ ﺔ وآﺎن ﺕﺤﺘ‬

‫ﺎل اﺥ ﺮﻥﺎ ﺥ‬

‫ﺡﺪ ﻰ ﻮب ﺎل ﺎ ه‬
‫آ ﺰ ﻬ ﺎ ﺎل آ ﺰ ﺎل‬

Artinya:”ya’kub telah menceritakan kepadaku,dia berkata:saya telah
memuji hasyim,Ya’kub berkata Khusay telah mengabarkan
pada kami dari iqrimah dan ada harta benda simpanan bagi
mereka berdua,Iqrimah berkata:harta simpanan.
Menurut at-Thabari bahwa diantara kedua penafsiran tersebut
yang paling mendekatkan terhadap kebenaran penafsiran’ ‫وآﺎن ﺕﺤﺘ آ ﺰ ﻬ ﺎ‬
‘yaitu harta mereka berdua,menurut ath-Thabari bahwa lafadz‘ ‫ا ﻜ ﺰ‬
‘merupakan suatu isim bagi setiap sesuatu yang disimpan dan sesuatu
tersebut merupakan wujud dari barang yang berupa harta benda.Dalam
menafsirkan ayat 82 surta al-Kahfi, ath-Thabari memberi penafsiran
bahwa Allah menghendaki kedua anak yatim tersebut memperoleh
kekuatan, sehingga dikeluarkanlah dari balik dinding tersebut suatu

21

Al-Qur'an dan Terjemahnya, op.cit., hlm. 214

38

harta simpanan anak kedua yatim tersebut yang merupakan rahmat dari
Allah bagi anak yatim.22
Seorang pemikir kontemporer Aljazair Malik bin Nabi menilai
bahwa para ulama menafsirkan al-Qur'an dengan metode tahlily tidak
lain kecuali dalam rangka upaya mereka meletakkan dasar-dasar rasional
bagi pemahaman akan kemukjizatan al-Qur'an.23
2.

Corak Penafsiran ath-Thabari
Al-Quran al-Karim itu laksana samudra yang keajaiban dan
keunikannya tidak akan pernah sirna ditelan masa, sehingga lahirlah
bermacam-macam tafsir dengan metode yang beraneka ragam. Kitabkitab tafsir yang memenuhi perpustakaan merupakan bukti nyata yang
menunjukkan betapa tingginya semangat dan besarnya perhatian para
ulama untuk menggali dan memahami kandungan makna-makna kitab
suci al-Qur'an tersebut.24
Adapun apabila dilihat dari corak penafsiran al-Thabari ini dalam
menafsirkan al-Qur'an adalah menggunakan corak tafsir bil Ma'tsur.25
Corak tafsir ini adalah corak penafsiran yang titik tolak serta garis besar
uraiannya berdasarkan riwayat-riwayat. Mufassirnya menafsirkan alQuran dengan al-Qur'an, al-Qur'an dengan as-Sunnah. Karena ia
berfungsi sebagai penjelas Kitabullah, dengan perkataan para sahabat,
karena merekalah yang mengetahui kitabullah atau dengan apa yang
dikatakan oleh ulama-ulama besar tabi'in, karena pada umumnya mereka
menerimanya dari para sahabat.26

22

at-Thabari, op.cit., hlm.268-269

23

M. Quraish Shihab, op. cit., hlm.86

24

Abd. Al-Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu'iy, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 1996, hlm. 11
25

Yusuf Qardhawi, Al-Qur'an dan As-Sunnah, Terjemahan Bahruddin Fannani, Robbani
Press, Jakarta, 1997, hlm. 38
26

Manna’ Khalil al-Qattan, op. cit., hlm. 482 – 483

39

Adapun contoh yang menggambarkan bahwa ath-thabari dalam
menafsirkan al-Qur'an menggunakan corak bil Ma'tsur adalah,
penafsiran beliau terhadap surah al-Baqarah ayat 220 :

‫إ ح ﻬ ﺥ ﺮ وإن‬
‫ﺘﻜ‬
‫ﺢ و ﻮ ﺎء ا‬

‫ا ﺪﻥ ﺎ وا ﺥﺮة و ﺴﺄ ﻮﻥﻚ ﻦ ا ﺘﺎ ﻰ‬
‫ا ﺴﺪ ﻦ ا‬
‫ﺕﺨﺎ ﻮه ﺈﺥﻮاﻥﻜ وا‬
(220:‫ﺰ ﺰ ﺡﻜ )ا ﺮة‬
‫إن ا‬

Artinya : " Tentang dunia dan akhirat. Dan mereka bertanya kepadamu
tentang anak yatim, katakanlah: “Mengurus urusan mereka
secara patut adalah baik dan jika kamu menggauli mereka
maka mereka adalah saudaramu dan Allah mengetahui siapa
yang membuat kerusakan dari yang mengadakan perbaikan.
Dan Jika Allah menghendaki, niscaya Ia dapat
mendatangkan kesulitan kepadamu. Sesungguhnya Allah
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana ”. (QS. al-Baqarah :
220 ) 27
Menurut ath-thabari " ‫ﺎ ﻄﻮه ﻓﺈ ﻮا ﻜ‬

‫ " وإن‬adalah anjuran untuk

memanfatkan atau mengelola harta mereka untuk kesejahteraan mereka ,
adapun

‫ ﻓﺈ ﻮا ﻜ‬ditafsirkan

sebagai saudara sesama muslim yang

mengelola harta anak yatim, dalam hadits Nabi :

‫ ـﺪ‬: ‫ ا ﻦ ز ﺪ ـﺎل‬:‫ـﺎل‬

‫ أﺥـ ـﺮ ﻥـﺎ ا ﻦ و هـ‬:‫ﺡـﺪ ـ ﻰ ﻮ ﻥـﺲ ـﺎل‬
‫ـﺨـﺎ ا ﺮﺝـ أﺥـﺎ‬

Artinya : “ menceritakan kepada kami yunus, dari wahab dari riwayat
ibnu yazid berkata : Menceritakan kepada kami Ibn Abi
Ja'far dari ayahnya : Seorang laki-laki telah bekerja sama
dengan saudaranya “.28
Metode penafsiran ath-thabari memberikan kontibusi terhadap
para ulama sesudahnya, terutama ulama yang menggunakan metode bil
Ma'tsur dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur'an.
C. Penafsiran ath-Thabari tentang Ayat-ayat Anak Yatim
Agama Islam adalah agama yang mengajarkan kepada umatnya untuk
saling membantu satu sama lain. Muslim yang satu dengan muslim yang lain

27

Departemen Agama, op. cit., hlm. 63

28

Abu Ja’far Muhammad bin Jarir ath-thabari, Jami al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an, Dar alMa’rifah, Beirut, Libanon, t. th., hlm. 4

40

diibaratkan dengan satu tubuh, kelebihan yang satu untuk menutupi
kekurangan yang lain, kekurangan pada satu pihak akan dibantu oleh pihak
yang lain.
Islam mengajarkan kepada manusia untuk saling menyayangi dan
menghargai, menyayangi bukan hanya sekedar memberi perhatian dan
membantu, akan tetapi benar-benar berbuat kepada orang lain sebagaimana
dia berbuat untuk dirinya sendiri. Dalam hal berbuat baik atau menolong
orang lain seorang muslim hendaklah bersedia berkorban seolah-olah ia
sedang menolong dirinya sendiri.
Begitu

pula

halnya

terhadap

anak

yatim,

al-Qur’an

lebih

mengkhususkan perhatian kepada mereka, karena anak yatim merupakan
orang yang belum mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, maka Allah
SWT menjadikan orang-orang yang memberikan bantua berupa harta dan
lain-lainnya yang disukainya kepada anak yatim adalah salah satu sebab yang
akan menyelamatkan mereka dari kesusahan pada hari pembalasan nanti.
Dalam surah al-Baqarah ayat 220 Allah berfirman :

‫ا ﺪﻥ ﺎ وا ﺥﺮة و ﺴﺄ ﻮﻥﻚ ﻦ ا ﺘﺎ ﻰ إ ح ﻬ ﺥ ﺮ وإن ﺕﺨﺎ ﻮه‬
‫ﺰﺰ‬
‫ﺘﻜ إن ا‬
‫ﺢ و ﻮ ﺎء ا‬
‫ا ﺴﺪ ﻦ ا‬
‫ﺈﺥﻮاﻥﻜ وا‬
(220:‫ﺡﻜ )ا ﺮة‬
Artinya : "Tentang dunia dan akhirat. Dan mereka bertanya kepadamu
tentang anak yatim, katakanlah: " mengurus urusan mereka
secara patut adalah baik, dan jika kamu menggauli mereka,
maka mereka adalah saudaramu dan Allah Mengetahui siapa
yang berbuatan kerusakan dari yang mengadakan perbaikan.
Dan jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia dapat
mendatangkan kesulitan kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana". ( Qs. Al-Baqarah : 220). 29

Di dalam Tafsir Jami al-Bayan beliau berpendapat bahwa, harta
benda anak yatim pada waktu itu dicampur adukkan dalam hartanya (wali
yatim), makanan, minuman, tempat tinggal. Maka katakanlah, wahai
Muhammad pada orang-orang yang mencampur harta anak yatim dengan
29

Departemen Agama RI, op. cit., hlm. 53

41

hartanya sendiri, bahwa kelebihan kepada mereka dengan menasehati
(mengurus) harta-harta mereka, tanpa campur tangan sesuatu dalam harta
mereka dan tidak mengambil bagian dari harta mereka melainkan mengurus
secara baik terhadap mereka.
Dan kebaikan disisi Allah bagimu dan pahala lebih banyak buat
kamu. Dan berbuat baiklah pada mereka dalam mengurus harta benda mereka
dalam masa yang akan datang dan janganlah kamu campur harta mereka
dengan hartamu semua, baik dalam nafkahmu memberi makan, minum, dan
tempat tinggal kamu sekalian. Dan kumpulkanlah harta mereka sebagai ganti
dari kehidupanmu dalam segala permasalahan mereka. Dan uruslah dengan
baik harta mereka, karena mereka merupakan saudaramu dan tentukanlah
sebagian mereka dengan sebagian yang lain yang merupakan saudaramu
semua dan jagalah atas bagian mereka, maka yang mempunyai tentukanlah
atas yang lemah yang mempunyai kekuatan dalam dirinya tentukanlah yang
lemah. Dan Allah berfirman, yang artinya : "Apabila kamu mencampur harta
mereka dan harta kamu, maka kamu kumpulkan makananmu pada makanan
mereka, dan minuman kamu dengan minuman mereka, dan harta lebihmu
dengan harta kelebihan mereka, apabila kamu mengambil dari harta mereka
pada kelebihan yang ditentukan selagi keberadaanmu dari kehidupanmu
dengan harta mereka. Dan menolong kepada mereka pada waktu kamu
melihat pada mereka. Lihatlah seperti saudaramu sendiri, melakukan sesuatu
di antara kamu dan mereka dengan apa yang ditetapkan oleh Allah
merupakan kehalalan bagi kamu. Karena sesungguhnya kamu semua
merupakan saudara atas sebagian yang lain“.30

Dalam al-Qur’an surat al-Ma'un ayat 1-3 :4

‫ﺎم‬

‫ﻰ‬

30

‫ﺤﺾ‬

‫و‬.

‫ ﺬ ﻚ ا ﺬي ﺪع ا ﺘ‬. ‫أرأ ﺖ ا ﺬي ﻜﺬب ﺎ ﺪ ﻦ‬
( 3 -1:‫ )ا ﺎ ﻮن‬.‫ا ﺴﻜ ﻦ‬

Abu Ja'far Muhammad bin Jarir ath-thabari, op. cit., hlm. 380

42

Artinya : " Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama ?. itulah orangorang yang menghardik anak yatim. Dan tidak menganjurkan
memberi makan orang miskin". (Qs al-Maa'uun : 1-3 ) 31
Allah telah menyebutkan di dalam firman-Nya. (

‫ا ﺬي ﻜﺬب ﺎ ﺪ‬

‫أرأ‬

‫ ) ﻓﺬ ﻚ ا ﺬي ﺪع ا‬ditafsirkan, apakah kamu mengerti wahai Muhammad
orang yang mendustakan agama yaitu, orang yang selalu berbuat dosa kepada
Allah. Dan mereka tidak mentaati akan perintah Allah dan larangan-Nya,
berkata para ahli ta'wil : Menceritakan kepadaku bapakku, Muhamad bin
Said telah menceritakan padaku pamanku, dari Ibn Abbas tentang firman
Allah (

‫ا ﺬي ﻜﺬب ﺎ ﺪ‬

‫) أرأ‬. Maka adapun huruf “ba” pada bacaan ini itu

maksudnya bacaan kepada kalam dan mengeluarkan bacaan salah satunya,
dan firman Allah (

‫ ) ﻓﺬ ﻚ ا ﺬي ﺪع ا‬dikatakan dan inilah orang yang

mendustakan agama yaitu orang yang menolak anak yatim dari hak-haknya
dan berbuat dzalim kepadanya sebagaiman dikatakan Aku menghardik atau
memusuhi si fulan dari haknya. Menceritakan kepadaku Muhamad bin Said,
berkata : Dari ibn Abbas tentang firman Allah (

‫ ) ﺪع ا‬ditafsirkan dengan

menolak atau mencegah hak anak yatim. Menceritakan kepadaku Haris,
berkata : dari Ibn Abi Najih dari Mujahid tentang firman Allah (

‫) ﺪع ا‬

ditafsirkan olehnya, menolak anak yatim dan tidak memberikan mereka
makanan, telah menceritakan padaku Basyar dari Qatadah (

‫) ﺪع ا‬

ditafsirkan yaitu menyekap dan menganiaya anak yatim. Telah menceritakan
kepadaku dari Husain yang berkata : Aku mendengar dari Abah Mu'ad yang
berkata telah menceritakan kapada kami Ubay'id berkata : Aku mendengar
akan surah al-Ma'un yang berkata tentang firman Allah di dalam surah Alma'un ayat (

‫ ) ﺪع ا‬berkata Ubay, yaitu menyekap dan menganiaya

mereka. 32
Dan dalam surat al-An’am ayat 152 dengan surat al-Isra ayat 34 ada
persamaan redaksi dan substansi dari masing ayat-ayat tersebut sebagaimana
tertera:
31

Departemen Agama RI, op. cit., hlm. 1108

32

Abu Ja'far Muhammad bin Jarir ath-thabari, op. cit., hlm. 200 – 201

43

(152 :‫أ ﺪ )ا ﻥ ﺎم‬

‫و ﺎ ﺕ ﺮ ﻮا ﺎل ا ﺘ إ ﺎ ﺎ ﺘ ه أﺡﺴﻦ ﺡﺘﻰ‬

Artinya : “Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan
cara yang lebih bermanfaat hingga ia sampai dewasa (QS. Alan’am: 152)
Ditafsirkan oleh beliau yang dimaksud ‫ اﺣﺴ‬disini adalah

‫ﺻ ﺣ‬

‫( و ﺜ ﺮ‬menjaga dan mengembangkan) harta anak yatim sesuai dengan hadits
Nabi :

‫ ﺡﺪ ﺎ اﺱ ﺎط‬:‫ ﺡﺪ ﺎ اﺡ ﺪ ﻦ ا ﻀ ﺎ ل‬: ‫ﺡﺪ ﻰ ﺤ ﺪ ﻦ ا ﺤﺴ ﻦ ﺎ ل‬
‫ﺮ ﺎ‬
‫ﻦ ا ﺴﺮ ي و ﺕ ﺮ ﻮا ﺎل ا ﺘ ا ﺎ ﺘ ه اﺡﺴﻦ‬
Artinya: “Muhammad bin Husain telah menceritakan padaku, telah berkata
Muhammad bin Husain: Ahmad bin mufadhol telah menceritakan
padaku, telah berkata Muhammad bin Husain Asbath telah
menceritakan padaku dari Asy-Suda”dan jnganlah kamu dekati
harta anak yatim, kecuali dengan cara yang baik. Kemudian
kembangkanlah oleh kamu harta anak yatim”
Al-Isra' ayat 34 Allah berfirman :

‫أ ﺪ وأو ﻮا ﺎ ﻬﺪ إن‬

‫و ﺕ ﺮ ﻮا ﺎل ا ﺘ إ ﺎ ﺎ ﺘ ه أﺡﺴﻦ ﺡﺘﻰ‬
(34:‫ا ﻬﺪ آﺎن ﺴﺆو )ا ﺱﺮاء‬

Artinya : " Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim kecuali dengan
cara yang lebih baik (bermanfaat ) sampai ia dewasa dan
penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta
pertanggungan jawabnya ". (Qs al-Isra : 34 ) 33
Allah memerintahkan dalam ayat ini agar tidak mendekati harta anak
yatim dengan memakan harta mereka secara berlebihan akan tetapi dekatilah
mereka (anak yatim) dengan perbuatan yang bagus dan baik dan persaudaran
dengan cara membaguskan mereka yang demikian itu, dengan mengusahakan
terhadap harta anak yatim agar dapat bertambah dan memberikan kebaikan.
Kotadah berkata tentang ayat
( ‫ﺴﺌﻮ‬

‫ﺎ ﻌﻬﺪ إن ا ﻌﻬﺪ آﺎن‬

mencampurkan

harta

‫ﻎ أﺷﺪ‬

‫ه أﺣﺴ ﺣ ﻰ‬

‫ﺎ‬

‫إ‬

‫ﻘﺮ ﻮا ﺎل ا‬

‫)و‬

‫ وأوﻓﻮا‬ketika turun ayat ini para sahabat

mereka

dengan

harta

anak

yatim

mereka

mencampuradukkan dengan anak yatim di dalam makanan mereka atau
memakan makanan mereka dan selainnya. Maka Allah menurunkan firman-

33

Departemen Agama RI, op. cit., hlm. 429

44

Nya : Dan jika kamu mencampuradukkan hartamu dengan harta anak yatim
maka mereka itu adalah saudara kamu, dan Allah Maha Mengetahui perkara
yang baik dari perkara yang buruk. maka anak yatim itu orang-orang yang
lemah meriwayatkan, Muhamad bin Abdul A'la menceritakan Muhamad bin
‫ﻘﺮ ﻮا ﺎل ا‬

Tsur dan Mu'mar dari Qatadah tentang ayat (

‫ ) و‬ada para

sahabat itu mencampuradukkan harta mereka dengan harta anak yatim dan
mereka tidak memberi makan sampai turun ayat ( ‫ه‬

‫ﺎ‬

‫إ‬

‫ﻘﺮ ﻮا ﺎل ا‬

‫و‬

‫ ) أﺣﺴ‬hal ini sependapat dengan Ibnu Jain menceritakan padaku Yunus
mengabarkan pada kamu Ibnu Wahab berkata : Ibnu Jain tentang ayat ( ‫أوﻓﻮا‬
‫ﺄو‬

‫ﺮ وأﺣﺴ‬

‫ذﻚ‬

‫وز ﻮا ﺎ ﻘﺴﻄﺎس ا ﺴ ﻘ‬

‫إذا آ‬

‫ ) ا ﻜ‬ditafsirkan dengan

memakan harta mereka dengan baik jika kamu memakan bersamanya
membutuhkan harta tersebut bapakku berkata yang demikian itu tentang
firman Allah ‫ﺄآ ﻮا أ ﻮا ﻬ إ ﻰ أ ﻮا ﻜ‬

‫و‬

‫ﺚ ﺎﻄ‬

‫ﺪ ﻮا ا‬

‫)وﺁ ﻮا ا ﺎ ﻰ أ ﻮا ﻬ و‬

(‫ إ آﺎن ﺣﻮ ﺎ آ ﺮا‬ditafsirkan dengan sampai waktu remaja di dalam pikirannya
dan mengurusi hartanya dan dapat berlaku baik terhadap kelakuannya di
dalam agama dan firman Allah ‫ﻎ أﺷﺪ‬

‫ه أﺣﺴ ﺣ ﻰ‬

‫ﺎ‬

‫إ‬

‫ﻘﺮ ﻮا ﺎل ا‬

‫)و‬

‫)وأوﻓﻮا ﺎ ﻌﻬﺪ إن ا ﻌﻬﺪ آﺎن ﺴﺌﻮلا‬. Maksudnya penuhilah janji yang kamu
mengadakan perjanjian kepada manusia di dalam kebaikan antara ahlul harbi
dan islam dan di dalam suatu antara kamu semua dan jual beli perserikatan
sewa menyewa dan lainnya.34
Begitu juga dalam surat An-Nisa ayat 2 :

‫و ﺕﺄآ ﻮا أ ﻮا ﻬ إ ﻰ‬

‫ﺎ‬

‫و ﺕﻮا ا ﺘﺎ ﻰ أ ﻮا ﻬ و ﺕﺘ ﺪ ﻮا ا ﺨ‬
(2:‫أ ﻮا ﻜ إﻥ آﺎن ﺡﻮ ﺎ آ ﺮا )ا ﺴﺎء‬

Artinya : " Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah baligh)
harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang
buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu.
Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu,
adalah dosa besar ". ( Qs an-Nisa : 2 ) 35
Berkata Imam Abu Jafar tentang ayat tersebut telah menyebutkan
kepada para wali yatim agar berikanlah olehmu wahai para wali yatim akan
34

Abu Ja'far Muhammad bin Jarir ath-thabari, op. cit., hlm 20 – 22

45

harta anak-anak yatim jika mereka telah mencapai masa kedewasaan dan
janganlah kamu menukar antara keburukan dan kebaikan dan firman Allah
SWT :

‫و ﺕﺄآ ﻮا أ ﻮا ﻬ إ ﻰ‬

‫ﺎ‬

‫و ﺕﻮا ا ﺘﺎ ﻰ أ ﻮا ﻬ و ﺕﺘ ﺪ ﻮا ا ﺨ‬
(2:‫أ ﻮا ﻜ إﻥ آﺎن ﺡﻮ ﺎ آ ﺮا )ا ﺴﺎء‬

ditafsirkan dan jangan kamu mengganti atau merubah sesuatu yang haram
atas kamu terhadap harta-harta anak yatim

lalu menghalalkannya untuk

kamu sebagaimana meriwayatkan kepadaku Muhammad bin Umar Abu
Hasyim, Abu Isa dari Ibnu Abi Najih dari Mujahid tentang firman Allah
SWT ( ‫ﺚ ﺎ ﻄ‬

‫ﺪ ﻮا ا‬

‫ )و‬menukar yang halal dengan yang haram

meriwayatkan keadaan kami Sufyan dari bapakku, dari abu Jafar kemudian
terjadi perbedaan antara ahli ta'wil tentang shighat menukar antara yang baik
dengan yang buruk mereka dilarang akan hal tersebut mengandung para
ulama berpendapat, bahwa para wali yatim mengambil dengan cara
berlebihan di dalam hartanya. Berkata Abu Jafar, adapun pendapat yang lebih
utama dari berbagai pendapat ahli ta’wil tentang ayat di atas, janganlah kamu
mengganti atau menukar anak yatim dengan harta yang haram, harta yang
baik dengan yang buruk wahai para wali yatim.
Meriwayatkan kepada kami Muhammad bin Husain dari Ahmad bin
Mufadhal menceritakan Asbath dari Hadi tentang ayat (

‫ﺚ ﺎﻄ‬

‫ﺪ ﻮا ا‬

‫)و‬

ada seseorang wali yatim yang mengambil sembilan kambing dari harta
peninggalan anak yatim dan menjadikannya satu tempat dengan kambingnya
tapi yang kurus, Abu Jafar berkata tentang pendapat yang paling utama di
antara pendapat para ahli ta'wil yaitu janganlah kamu menukar harta-harta
dengan mengumpulkan hartamu wahai para wali yatim yang haram dan
buruk atas kamu. Di dalam ayat ini, Abi Jafar berkata tentang Firman Allah
yang berbunyi :

(2:‫… و ﺕﺄآ ﻮا أ ﻮا ﻬ إ ﻰ أ ﻮا ﻜ إﻥ آﺎن ﺡﻮ ﺎ آ ﺮا )ا ﺴﺎء‬
Artinya : "Janganlah kamu mencampurkan harta anak yatim, yakni
merncampurkan harta anak yatim dengan harta-hartamu dan
kamu memakan dengan harta tersebut bersama harta kamu.
35

Departemen Agama RI., op. cit., hlm. 114

46

Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu,
adalah dosa besar ". (QS. An-Nisa’ : 2)36
Ayat tersebut ditafsirkan bahwa Sebagaimana telah menceritakan
kepada kami Ibnu Ba'syar dari Sufyan dari Ibnu Abi Najih dari Mujahid
terhadap firman Allah ( ‫ﺄآ ﻮا أ ﻮا ﻬ‬
‫آﺎن ﺣﻮ ﺎ آ ﺮا‬

‫و‬

‫ﺚ ﺎﻄ‬

‫ﺪ ﻮا ا‬

‫وﺁ ﻮا ا ﺎ ﻰ أ ﻮا ﻬ و‬

‫ ) إ ﻰ أ ﻮا ﻜ إ‬ditafsirkan janganlah kamu memakan harta kamu

dengan harta anak yatim dengan mencampurkan harta tersebut dan memakan
keseluruhan harta tersebut meriwayatkan Mutsanna, Ishak, Abu Juhairi dari
Mubarok dari hasan yang berkata ketika turun ayat ini tentang harta–harta
anak yatim mereka membenci untuk mencampurnya anak yatim dan wali
yatim memisahkan harta anak yatim dari hartanya, maka mereka menanyakan
kepada nabi SAW, maka Allah SWT menurunkan ayat :

‫و ﺕﺄآ ﻮا أ ﻮا ﻬ إ ﻰ‬

‫ﺎ‬

‫و ﺕﻮا ا ﺘﺎ ﻰ أ ﻮا ﻬ و ﺕﺘ ﺪ ﻮا ا ﺨ‬
(2:‫أ ﻮا ﻜ إﻥ آﺎن ﺡﻮ ﺎ آ ﺮا )ا ﺴﺎء‬

Kamu memakan harta dan mencampurkannya dengan harta kamu itulah dosa
besar.37
Dalam surah an-Nisa ayat 5 :

‫ﻬﺎ واآﺴﻮه‬

‫ﺎ ﺎ وارز ﻮه‬

‫ﻜ‬

‫ا‬

‫و ﺕﺆﺕﻮا ا ﺴ ﻬﺎء أ ﻮا ﻜ ا ﺘ ﺝ‬
(5:‫ﺮو ﺎ )ا ﺴﺎء‬
‫و ﻮ ﻮا ﻬ ﻮ‬

Artinya : " Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum
sempurna akalnya, harta mereka dalam kekuasaanmu yang
dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka
belanja dan pakaian (dari hadil harta itu) dan ucapkanlah
kepada mereka kata-kata yang baik ". (QS. An-Nisa’ : 5)38
Pada ayat ini ditafsirkan oleh iman ath-thabari Janganlah kamu
serahkan harta anak yatim kepada anak yatim yang masih kecil dan
perempuan, orang yang belum sempurna akalnya yaitu anak laki-laki yang
bodoh dan anak prempuan yang bodoh. Dan janganlah kamu memberikan

36

Ibid., hlm. 114

37

Abu Ja'far Muhammad bin Jarir ath-thabari, op. cit., hlm. 103 – 105

38

Departemen Agama RI., op. cit., hlm. 115

47

harta mereka pada anak yang belum sempurna akalnya baik itu anak yatim
laki-laki maupun anak yatim perempuan.
Apabila si wali yatim itu termasuk kedalam katagori miskin maka ia
boleh memakan harta anak yatim dengan sepatutnya sewaktu dia dalam
keadaan darurat atau karena kebutuhan yang sangat mendesak. Seorang yang
mengurus anak yatim janganlah menguasai harta mereka kecuali demi
kebaikan mereka. Dengan demikian akan menjadi jelas hak dari anak yatim
yang harus di tunaikan oleh sang wali yatim.

Dalam surah lain an-Nisa ayat 6 Allah berfirman :

‫وا ﺘ ﻮا ا ﺘﺎ ﻰ ﺡﺘﻰ إذا ﻮا ا ﻜﺎح ﺈن ﻥﺴﺘ ﻬ ر ﺪا ﺎد ﻮا إ ﻬ‬
‫وﻦ‬
‫أ ﻮا ﻬ و ﺕﺄآ ﻮهﺎ إﺱﺮا ﺎ و ﺪارا أن ﻜ ﺮوا و ﻦ آﺎن ﺎ ﺴﺘ‬
‫آﺎن ﺮا ﺄآ ﺎ ﺮوف ﺈذا د ﺘ إ ﻬ أ ﻮا ﻬ ﺄ ﻬﺪوا ﻬ وآ ﻰ‬
(6:‫ﺎ ﺡﺴ ﺎ )ا ﺴﺎء‬
Artinya : " Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk
kawin, kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah
cerdas(pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada
mereka harta-hartanya. Dan janganlah kamu makan harta anak
yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesagesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Barang siapa
(di antara pemelihara itu ) mampu, maka hendaklah ia menahan
diri (dari memakan harta anak yatim itu ) dan barang siapa
miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut.
Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka,
maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan
itu) bagi mereka. Dan cukuplah Allah sebagai pengawas (atas
persaksiaan itu) ". (Qs An-Nisa : 6 ) 39
Pada kalimat ( ‫ ) ﺣ ﻰ إذا ﻐﻮا ا ﻜﺎح‬ditafsirkan oleh iman ath-thabari
agar para wali yatim hendaknya terlebi dahulu mengadakan penyelidikan
kepada anak yatim yang ditanggungnya tentang keagamaannya, usaha-usaha
mereka. Dan jikalau mereka telah cukup umur untuk menikah dan mulai telah
pandai, maka hendaknya para wali yatim menyerahkan harta mereka ketika

48

mereka telah mampu untuk menjaganya dan jangan para wali yatim
memberikan kepada yatim yang masih lemah.40

39

Departemen Agama RI, op. cit., hlm. 116

40

Abu Ja'far Muhammad bin Jarir ath-thabari, op. cit., hlm. 166