PENGEMBANGAN PROFESI BIMBINGAN DAN KONSE
UJIAN SEMESTER PENGEMBANGAN PROFESI
BIMBINGAN DAN KONSELING
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Mungin Eddy Wibowo, M.Pd., Kons.
Oleh :
Nanik Sariyani
0105514009
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS NEGERI
SEMARANG
2015
1. Konseling merupakan profesi yang terus menerus melakukan upaya-upaya
profesionalisme agar menjadi profesi yang bermartabat dan diakui publik.
a. Perkembangan profesi konseling oleh Donald H.Blocher dalam bukunya The
Profesional Counselor: Profesi konseling telah memiliki legalitas dari
perjalanannya yang panjang. Profesi konseling juga harus mengikuti tuntutan
zaman yang masyarakatnya semakin maju. Bimbingan konseling di sekolah
di awali adanya revolusi industri dan keragaman latar belakang para siswa
yang masuk ke sekolah-sekolah negeri. Tahun 1898 Jesse B. Davis, seorang
konselor di Detroit mulai memberikan layanan konseling pendidikan dan
pekerjaan di SMA. Pada tahun 1907 dia memasukkan program bimbingan di
sekolah tersebut. Tujuan program bimbingan disini untuk membantu para
siswa agar mampu: (1) mengembangkan karakternya yang baik yaitu memiliki
nilai moral, ambisi, bekerja keras, kejujuran dalam rangka merencanakan,
mempersiapkan dan memasuki dunia kerja/bisnis; (2) mencegah dirinya dari
perilaku bermasalah; dan (3) menghubungkan minat pekerjaan dengan
kurikulum /mata pelajaran. Berikut sejarah perkembangannya:
a) Era Perintisan
1) Frank Parson : Dia dikenal sebagai "Father of The Guidance Movement
in American Education". Mendirikan biro pekerjaan tahun 1908 di Boston
Massachussets yang bertujuan membantu pemuda dalam memilih karir
didasarkan atas proses seleksi secara ilmiah dan melatih guru untuk
memberikan pelayanan sebagai konselor vokasional. Pada tahun 1909 dia
menerbitkan sebuah buku yang berjudul Choosing a Vacation yang
membahas tentang (a) peranan konselor dan (b) teknik-teknik konseling
vokasional.
2) Eli Weaper : Pada tahun 1906 menerbitkan booklet tentang "Memilih
Suatu Karir". Dia berhasil membentuk komite guru pembimbing disetiap
sekolah menengah di New York. Komite tersebut bergerak untuk
membantu para pemuda dalam menemukan kemampuan dan belajar
tentang bagaimana menggunakan kemampuan-kemampuan tersebut dalam
rangka menjadi seorang pekerja yang produktif.
3) Anna Reed : Dia adalah pengagum konsep dan etika yang kemudian
mendominasi pada saat itu, dunia bisnis, korporasi global dan sistem
persaingan bebas. Ia yakin kalau jasa bimbingan bisa menjadi
komponen penting di sistem sekolah-sekolah Seatlle sebagai cara
mengembangkan produk pendidikan terbaik. Berlawanan dengan
filsafat dewasa ini, Anna Reed menempatkan kebutuhan siswa di atas
kebutuhan
individu.
Akibatnya
program
bimbingan
yang
dikembangkannya dirancang untuk menilai seseorang cukup layak atau
tidak menjadi pegawai atau karyawan.
4) David S. Hill : Dia seorang peneliti sistem sekolah di New Orlands,
menggunakan metode ilmiah untuk mempelajari manusia karena
penelitiannya menyoroti keragaman luas populasi siswa, yang merintis
dan menggarap beragam kurikulum yang diperlengkapi dengan
bimbingan kerja. Hill yakin inilah model paling tepat kalau seorang
siswa ingin berkembang sepenuhnya.
b) Era Perang Dunia I
Di perempatan pertama abad XX, dua perkembangan signifikan lain di
dalam psikologi mempengaruhi secara mendalam gerakan bimbingan di
sekolah, yaitu, (1) pengenalan dan pengembangan tes psikologi standar yang
diberikan secara kelompok, dan (2) gerakan kesehatan mental. Psikolog
Perancis Alfred Binnet dan Theodore Simeone memperkenalkan untuk
pertama kalinya tes kecerdasan di tahun 1905. Di tahun 1916, sebuah versi
terjemahan dan revisinya diperkenalkan di USA oleh Lewis M. Terman dan
kolega-koleganya di Universitas Stanford, dan tes kecerdasan ini segera
menikmati popularitas luas di sekolah-sekolah. Namun, ketika USA memasuki
perang dunia I dan pihak militer mencari piranti yang bisa mengukur dan
mengklasifikasi para wamil, sebuah tim peneliti ditugaskan membentuk tes
lain yang kemudian disebut “Army Alpha Test” yang bisa langsung
diaplikasikan kepada ribuan wamil dan hasilnya terbukti cukup tajam. Setelah
perang berakhir, tes ini lalu dipadukan dengan jenis-jenis teknis psikometrik
lainnya untuk digunakan dipendidikan dari jenjang SD hingga SMA.
Banyak SMA yang melihat keberhasilan gerakan tahun 1920-an
tersebut mulai ikut berpartisipasi, bahkan mulai menentukan tes standar untuk
membantu memberikan bimbingan kepada siswa mengenai bidang kerja yang
cocok bagi mereka nantinya. Beberapa dari program ini bahkan menawarkan
bimbingan kerja yang dilengkapi konseling dan praktik, sehingga sejak dekade
1930-an, konsep magang mulai dikenal untuk pertama kalinya. Dari antusiame
sekolah-sekolah mengadopsi ide-ide para perintis awal gerakan bimbingan ini,
mereka jadi semakin yakin kalau jasa konseling memang sangat dibutuhkan
dan vital, dan sekolah merupakan tempat paling tepat untuk memberikan
layanan semacam ini. Beberapa pendukung gerakan bahkan berpikir program
bimbingan siswa mestinya harus disediakan untuk setiap jenjang kelas sejak
SD hingga SMA, jadi bukan sekedar diperuntuhkan bagi siswa yang akan
lulus saja.
c) Era Perang Dunia II
1) E. G. Williamson : Pada akhir 1930 dan awal 1940 menulis buku How to
Counsel Students: A Manual of Techniques for Clinical Counselors.
Model bimbingan sekolah yang dikembangkan oleh Williamson terkenal
dengan nama Trait and Factor (directive Guidance). Dalam model ini, para
konselor menggunakan
informasi
untuk membantu siswa dalam
memecahkan masalahnya, khususnya dalam bidang pekerjaan dan
penyesuaian interpersonal. Peranan konselor bersifat direktif dengan
menekankan kepada (a) mengajar keterampilan, dan (b) membentuk
(mengubah) sikap dan tingkah laku.
2) Carl R. Rogers : Mengembangkan teori konseling client-centered, yang
tidak berfokus kepada masalah, tetapi sangat mementingkan hubungan
antara konselor dengan kliennya. Pendekatan atau teori konseling Rogers
ini terangkum dalam dua bukunya, yaitu Counseling and Psychotherapy
(1942) dan Client-Centered Therapy (1951). Sejak tahun 1960-1970 teori
ini menjadi model utama bagi banyak konselor, baik di sekolah maupun di
biro-biro kesehatan mental.
d) Era Perang Dingin
Pada tahun 1958 kongres Amerika Serikat menyusun undang-undang
pertahanan pendidikan nasional (National Defence Education Act). Undangundang ini memberikan implikasi bahwa kongres memberikan kewenangan
kepada pemerintah untuk mengucurkan dana bagi pendidikan, seperti untuk
pelatihan bagi para konselor SLTP dan SLTA, dan mengembangkan program
testing, program konseling sekolah dan program bimbingan lainnya, peristiwa
yang terjadi pada September tahun 1958 ini merupakan “land mark”
(peristiwa penting) dalam dunia pendidikan di Amerika, termasuk gerakan
bimbingan dan konseling.
Selama tahun 1960, 1970, dan 1980-an, telah terjadi perkembangan
dalam peran dan fungsi konselor sekolah berikut program-programnya.
Perkembangan tersebut meliputi: (1) pengembangan, penerapan, dan evaluasi
program bimbingan komprehensif; (2) pemberian layanan konseling secara
langsung kepada para siswa, orangtua dan guru; (3) perencanaan pendidikan
dan pekerjaan; (4) penempatan siswa; (5) layanan “referal”, rujukan; dan (6)
konsultasi dengan guru-guru, tenaga administrasi, dan orangtua. Khusus
menyangkut peran konselor di Sekolah Dasar, “Joint Committee on
Elementary School Counselor” mengklasifikasikan menjadi tiga peran
(fungsi), yaitu: konseling, konsultasi, dan koordinasi.
Bradley menambah satu tahapan dari tiga tahapan tentang sejarah
bimbingan menurut Stiller, yaitu sebagai berikut:
1) Vocational exploration, tahapan yang menekankan tentang analisis
individual dan pasaran kerja
2) Meeting Individual Needs, tahapan yang menekankan membantu individu
agar memahami diri dan memperoleh kepuasan kebutuhan hidupnya.
Perkembangan bimbingan dan konseling pada tahapan ini dipengaruhi
oleh pendapat Maslow dan Rogers, yaitu bahwa individu mamiliki
kemampuan untuk mengembangkan diri dan memecahkan masalahnya
sendiri.
3) Transisional Professionalism, tahapan yang memfokuskan perhatian
kepada upaya profesionalisasi konselor
4) Situasional Diagnosis, tahapan sebagai periode perubahan dan inovasi
pada tahapan ini memfokuskan pada analisis lingkungan dalam proses
bimbingan dan gerakan cara-cara yang hanya terpusat pada individu.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa gerakan bimbingan dan
konseling sekolah yang selama bertahun-tahun di dalam pendidikan di
Amerika serikat awalnya hanya berfokus pada bimbingan siswa untuk
memilih karir yang akan dipilihnya nanti seperti yang terjadi pada Tahun 1898
dimana Jesse B. Davis, seorang konselor di Detroit mulai memberikan layanan
konseling pendidikan dan pekerjaan di SMA. Kemudian perkembangan
profesi konseling mengalami perkembangan dengan munculnya bimbingan
dan konseling karier. Sejarah pertama gerakan bimbingan dan konseling (BK)
ditandai dengan didirikannya Biro Vokasional oleh Frank Parson pada tahun
1908 di Boston, dan sejumlah tokoh yang mempelopori gerakan bimbingan di
Amerika Serikat. Pada masa awal ini, pengertian BK terbatas pada bimbingan
jabatan. Masa itu umumnya disebut periode Parsonian, bimbingan dilihat
sebagai usaha mengumpulkan berbagai keterangan tentang individu dan
tentang jabatan.
Fokus awal bimbingan konseling sekarang sudah menyebar menjadi
lebih komperhensif agar senantiasa profesi konseling dapat menjadi
memfasilitasi perkembangan individu di segala bidang dalam menghadapi
perubahan yang besar dalam tata kehidupan masyarakat yang ditandai
dengan tuntutan kehidupan yang semakin meningkat, persaingan yang begitu
ketat, percepatan perkembangan iptek yang pesat serta pergeseran nilai
moral dan budaya sudah tidak bisa kita bendung. Keniscayaan ini
mengakibatkan berbagai persoalan yang bisa disikapi sebagai tantangan di
abad modern yang kian mengglobal.
b. Profesi konseling di Indonesia masih belum menjadi profesi konseling
yang bermartabat dan diakui publik. Dikatakan demikian karena profesi
konseling masih terbatas di lingkup sekolah saja dan belum terperinci
konseling di berbagai bidang. Selain itu masih banyak yang belum
mengetahui tugas dan fungsi sebenarnya dari bimbingan dan konseling
dan masih banyak yang menganggap konselor adalah polisi sekolah.
Namun seiring dengan perkembangan zaman, profesi konseling mengarah
pengembangan kepada profesi yang bermartabat dan ingin diakui oleh
publik atau masyarakat luas. Suatu profesi perlu didukung oleh 1)
pelayanan yang tepat, 2) pelaksana yang bermandat, dan 3) pengakuan
yang sehat dari berbagai pihak yang terkait. Ketiga hal tersebut dapat
menjamin tumbuh suburnya profesi dan menjadikan profesi konseling
menjadi profesi yang bermartabat. Salah satu ciri khas profesi ialah
keseragaman, antara lain dalam pemakain istilah. Dengan keseragaman ini
tercermin kemantapan ilmu dan teknologi, terarahan dan ketepatan
pelayanan, serta ketegasan kode etik suatu profesi. Kesimpangsiuran
dalam pemahaman, pelaksanaan kegiatan, serta penilaian dan supervisi
terhadap implementasi suatu profesi tidak akan terjadi.
Sebagai suatu profesi yang sedang berkembang, konseling harus
merebut kepercayaan publik (public trust) melalui peningkatan mutu unjuk
kerja konseling. Kekuatan eksistensi suatu profesi bergantung kepada
public trust (Brigg & Blocher,1986). Masyarakat percaya bahwa layanan
diperlukannya itu hanya dapat diperoleh dari konselor yang memiliki
kompetensi dan keahlian yang terandalkan untuk memberikan pedlayanan
konseling. Public trust akan mempengaruhi konsep profesi dan
memungkinkan anggota profesi berfungsi dengan cara-cara profesional.
Public trust ini menjadi faktor kunci untuk mengokohkan identitas profesi.
Kepercayaan ini dapat memberikan makna terhadap profesi dan
memungkinkan anggota profesi akan menjalankan fungsinya di dalam
cara-cara profesional. Kepercayaan publik dapat menumbuhkan dan
melanggengkan profesi dan anggotanya.
c. Keberadaan Bimbingan dan Konseling kian diakui secara sehat oleh
pemerintah dan juga masyarakat luas. Pengakuan ini terus mendorong
perlunya tenaga profesional yang secara khusus dipersiapkan untuk
menyelenggarakan layanan konseling. Lebih lanjut pengakuan ini secara
eksplisit telah ditetapkan dalam berbagai peraturan dan perundangan
lainya diantaranya:
1) Pelayanan bimbingan dan konseling sebagai salah satu layanan
pendidikan yang harus diperoleh semua peserta didik telah termuat
dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 89 Tahun 1989
tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor
28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar dan Nomor 29 Tahun 1990
tentang Pendidikan Menengah.
2) Pelayanan
konseling
yang
merupakan
bagian
dari
kegiatan
pengembangan diri telah termuat dalam struktur kurikulum yang
ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar isi untuk Satuan
Pendidikan Dasar Menengah.
3) Konselor sebagai salah satu jenis tenaga kependidikan dalam UndangUndang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Pada Bab I pasal 1 butir 6 dinyatakan bahwa
pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai
guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur,
fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta
berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan.
4) Beban kerja Guru bimbingan dan konseling atau konselor pada Pasal
54 ayat (6) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74
Tahun 2008 tentang Guru yang menyatakan bahwa beban kerja Guru
bimbingan dan konseling atau konselor yang memperoleh tunjangan
profesi dan maslahat tambahan adalah mengampu bimbingan dan
konseling paling sedikit 150 (seratus lima puluh) peserta didik per
tahun pada satu atau lebih satuan pendidikan. Lebih lanjut dalam
penjelasan Pasal 54 ayat (6) yang dimaksud dengan mengampu
layanan bimbingan dan konseling adalah pemberian perhatian,
pengarahan,
pengendalian,
dan
pengawasan kepada
sekurangkurangnya 150 (seratus lima puluh) peserta didik, yang
dapat dilaksanakan dalam bentuk pelayanan tatap muka terjadwal di
kelas dan layanan perseorangan atau kelompok bagi yang dianggap
perlu dan memerlukan.
5) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 27
Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi
Konselor, yang menyatakan bahwa kualifikasi akademik konselor
dalam satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan
nonformal adalah: (a) sarjana pendidikan (S-1) dalam bidang
bimbingan dan konseling; (b) berpendidikan profesi konselor.
6) Penilaian kinerja Guru bimbingan dan konseling (konselor) pada Pasal
22 ayat (5) Peraturan bersama Menteri Pendidikan Nasional dan
Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 03/V/PB/2010 dan
Nomor 14 tahun 2010 tentang petunjuk Pelaksanaan Jabatan
Fungsional Guru dan Angka Kreditnya dinyatakan bahwa penilaian
kinerja
Guru
bimbingan
dan
konseling
(konselor)
dihitung
secara proporsional berdasarkan beban kerja wajib paling kurang 150
(seratus lima puluh) orang siswa dan paling banyak 250 (dua ratus
lima puluh) orang siswa per tahun.
2. Status profesi tidak bisa datang dengan sendirinya, tidak bisa diumumkan
atau diklaim. Pengakuan profesi harus datang dari pihak luar karena
mereka menilai bahwa tenaga profesi mempertunjukkan kinerja dan
keampuhannya sehingga bermanfaat bagi para pengguna. Kemartabatan
profesi yang ditampilkan sangat tergantung pada tenaga profesional yang
mempersiapkan diri untuk memegang profesi konselor.
a. Enam kriteria profesi menurut Abraham Flexner antara lain:
1) Aktifitas intelektual : kegiatan profesional merupakan pelayanan yang
lebih berorientasi mental yang di dalam pekerjaanya lebih memerlukan
proses berpikir daripada kegiatan rutin. Melalui proses berpikir
tersebut, pelayanan profesional merupakan hasil pertimbangan yang
matang,
berdasarkan
kaidah-kaidah
keilmuan
yang
dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah
2) Kompetensi profesional : dipelajari (berdasarkan ilmu dan belajar)
yaitu pelayanan profesional ini tidak didapat begitu saja, melainkan
melalui pembelajaran secara intensif. Kompetensi profesional itu tidak
diperoleh dalam sekejap, melainkan melalui proses belajar yang
memerlukan waktu lama pada jenjang pendidikan tinggi. Seorang
profesional
harus
dengan
sungguh-sungguh,
serta
mencurahkan segenap pikiran dan usaha untuk mempelajari materi
keilmuan, pendekatan, metode dan teknik, serta nilai berkenaan dengan
pelayanan yang dimaksud. Dengan kata lain untuk mencapai suatu
profesi didahului dengan proses yang cukup pahit dan berat, dengan
belajar yang intensif dan sungguh sungguh dalam penguasaan profesi
itu.
3) Objek praktik : yang spesifik untuk tujuan praktek dan pelayanan yaitu
pelayanan suatu profesi tertentu terarah kepada objek praktik
spesifik yang tidak ditangani oleh profesi lain. Tiap-tiap profesi
menangani objek praktik spesifiknya sendiri. Dokter sebagai tenaga
profesional misalnya menangani penyembuhan penyakit, psikolog
memberikan gambaran tentang kondisi dinamik aspek-aspek psikis
individu, sedangkan psikiater menangani ketidak seimbangan atau
penyakit
psikis, apoteker menangani pembuatan obat, akuntan
menangani perhitungan keuangan berdasarkan peraturan yang berlaku,
konselor menangani individu-individu normal yang mengalami
masalah dalam kehidupan sehari-hari. Objek praktik spesifik profesi
konselor dan guru adalah berbeda dan memang harus dibedakan secara
tegas.
4) Komunikasi (Dapat diajarkan) : segenap aspek pelayanan profesional,
meliputi objek praktik spesifik profesinya, keilmuan dan teknologinya,
kompetensi dan dinamika operasionalnya, aspek hukum dan sosialnya,
termasuk kode etik dan aturan kredensialisasi, serta imbalan yang
terkait
dengan
pelaksanaan pelayanannya,
semuanya
dapat
dikomunikasikan kepada siapapun yang berkepentingan, kecuali
satuhal, yaitu materi berkenaan dengan asas kerahasiaan yang menurut
kode etik profesi harus dijaga dan tidak dibocorkan kepada
siapapun. Komunikasi
ini
memungkinkan
dipelajari
dan
dikembangkannya profesi tersebut, dipraktikkan dan diawasi sesuai
dengan kode etik, serta diselenggarakan perlindungan terhadap profesi
yang dimaksud.
5) Motivasi Altruistik : pribadi yang menyembuhkan, motivasi kerja
seorang professional bukanlah berorientasi kepada kepentingan dan
keuntungan pribadi, melainkan untuk kepentingan, keberhasilan, dan
kebahagiaan
sasaran
layanan,
serta
kemaslahatan
kehidupan
masyarakat pada umumnya. Motivasi altruistik diwujudkan melalui
peningkatan keintelektualan, kompetensi dan komunikasi dalam
menangani objek praktik spesifik profesi. Motivasi altruistik ini akan
menjauhkan
tenaga
profesional
mengutamakan
pamrih
atau
keuntungan pribadi, dan sebaliknya, mengutamakan kepentingan
sasaran layanan.
6) Terorganisasi secara internal (organisasi profesi) : tenaga profesional
dalam profesi yang sama membentuk suatu organisasi profesi untuk
mengawal pelaksanaan tugas-tugas profesional mereka ,melalui
tridarma organisasi profesi, yaitu: a) Ikut serta mengembangkan ilmu
dan teknologi profesi; b) Meningkatkan mutu praktik pelayanan
profesi; c) Menjaga kode etik profesi. Organisasi profesi ini secara
langsung peduli atas realisasi sisi-sisi objek praktik spesifik profesi,
keintelektualan, kompetensi dan praktik pelayanan, komunikasi, kode
etik, serta perlindungan atas para anggotanya.
b. Trilogi profesi yang harus dikuasai oleh konselor sehingga menjadi
profesi konseling bermartabat.
Dasar
Substansi
Keilmuan
Profesi
Praktik
Profesi
Trilogi profesi, yaitu (1) dasar keilmuaan, (2) substansi profesi,dan (3) praktik
profesi. Komponen dasar keilmuan menyiapkan (calon) konselor dengan landasan
dan arah tentang wawasan, pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap berkenaan
dengan profesi yang dimaksud. Komponen substansi profesi memberikan modal
tentang apa yang menjadi fokus dan objek praktik spesifik profesi konseling
dengan bidang khusus kajiannya, aspek-aspek kompetensi, sarana operasional dan
manajemen, kode etik, serta landasan praktik operasional konseling. Komponen
praktik merupakan realisasi pelaksanaan pelayanan profesi konseling setelah
kedua komponen profesi (dasar keilmuan dan substansi profesi) dikuasai.
Suatu profesi tanpa dasar keilmuan yang tepat akan mewujudkan kegiatan
profesional tanpa arah dan/atau bahkan mapraktik; tanpa substansi profesi yang
jelas dan spesifik, suatu profesi itu akan kerdil, mandul dan dipertanyakan isi dan
manfaatnya; dan tanpa praktik profesi, maka profesi menjadi tidak terwujud,
dipertanyakan eksistensinya, dan tenaga profesionjal yang dimaksud tidak berarti
apa-apa bagi kemaslahatan kehidupan manusia. Trilogi profesi merupakan suatu
kesatuan tak terpisahkan, saling terkait, bermuara pada praktik profesi, terarah dan
berlandaskan kaidah-kaidah keilmuan, dan berisi pelayanan sesuai dengan
kebutuhan dan masa depan klien mengacu kepada perkembangan optimal,
kemandirian,dan kebahagiaan dalam kehidupan.
c. Karakteristik konselor masa depan di Indonesia yang diharapkan:
1) Toleran
6)
Memiliki minat yang tinggi dalam pelayanan sosial
2) Hangat
7)
Persuasif
3) Sabar
8)
Memotivasi klien
4) Tulus ikhlas
9)
Amanah
5) Jujur
10) Menguasai teknologi di bidang bimbingan dan konseling
3. Pada tanggal 14-16 November di Denpasar Bali telah diselenggarakan
Konggres XII, Konvensi Nasional XVIII Asosiasi Bimbingan dan Konseling
Indonesia dan Seminar Internasional Konseling yang dihadiri oleh praktisi,
pakar dan anggota ABKIN serta Perkama dari Malaysia.
a. Tujuan ABKIN
1) Turut aktif dalam upaya menyukseskan pembangunan nasional, khususnya
di bidang pendidikan dengan jalan memberikan sumbangan pemikiran dan
menunjang
pelaksanaan
program
yang
menjadi
garis
kebijakan
pemerintah.
2) Mengembangkan serta memajukan BK sebagai ilmu dan profesi yang
dalam rangka ikut mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas
tinggi.
3) Mempertinggi kesadaran, sikap dan kemampuan profesional konselor agar
berhasilguna dan berdayaguna dalam menjalankan tugasnya.
Fungsi ABKIN
1) Sebagai wadah persatuan, pembinaan dan pengembangan anggota dalam
upaya mencapai tujuan organisasi.
2) Sebagai wadah peran serta profesional BK dalam usaha mensukseskan
pembangunan nasional.
3) Sebagai sarana penyalur aspirasi anggota serta sarana komunikasi sosial
timbal balik antar organisasi kemasyarakatan dan pemerintah.
b. Pokok-pokok
pikiran
sambutan
Wakil
Menteri
Pendidikan
dan
Kebudayaan bidang Pendidikan dalam Pembukaan Konvensi Nasional
XVIII ABKIN dan Seminar Internasional Konseling:
1) Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bidang Pendidikan merasa
bangga dan menyambut baik dengan adanya kegiatan organisasi
profesi yang telah menyelenggarakan Konvensi Nasional XVIII
ABKIN dan Seminar Internasional Konseling yang melibatkan banyak
pihak.
2) Bimbingan dan konseling merupakan bidang pekerjaan profesi yang
sangat menunjang upaya pendidikan untuk membantu individu dalam
perkembangannya secara optimal.
3) Bimbingan dan konseling sebagai profesi yang sedang berkembang di
Negara Indonesia harus dapat membuat kepercayaan publik melalui
peningkatan mutu unjuk kerja yang dilakukan oleh konselor.
4) Perlu adanya kerjasama antara guru dan guru BK dalam menjalankan
proses pembelajaran dan pembinaan peserta didik agar berjalan secara
efektif untuk mencapai hasil pendidikan yang terbaik, serta peran
penting orang tua dalam mendidik peserta didik di lingkungan
keluarga.
5) Pelayanan bimbingan dan konseling sebaiknya tidak perlu tergantung
dan tidak perlu pula dilaksanakan terkait hanya dengan implementasi
kurikulum khusus tertentu.
6) Pertemuan ini sangat tepat untuk membahas dan mengarahkan para
konselor untuk berkinerja memberikan pelayanan professional
bermartabat.
7) Organisasi profesi ABKIN hendaknya harus selalu aktif dalam upaya
menyukseskan pembangunan nasional khususnya di bidang pendidikan
dengan jalan memberikan sumbangan pemikiran dan menunjang
pelaksanaan
pemerintah.
program-program
yang
menjadi
garis
kebijakan
c. Arus globalisasi dan modernisasi yang terjadi saat ini menimbulkan
dampak baik secara politik, sosial, ekonomi, pendidikan, maupun kultural
dalam kehidupan masyarakat. Masalah yang dihadapi manusia pada abad
XXI semakin kompleks, saling kait mengkait, cepat berubah dan penuh
paradoks. Masalah tersebut menjadi kompleks bila dihubungkan dengan
kondisi nyata dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,
karena menyangkut sistem nilai yang berlaku antara bangsa, sukubangsa,
dan individu. Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN)
dituntut untuk berperan dan berkiprah secara aktif dalam peningkatan
mutu anak bangsa melalui pendidikan, khususnya pelayanan bimbingan
dan konseling. Anak bangsa yang sedang tumbuh kembang tidak boleh
terpinggirkan oleh arus kemajuan karena sebagai generasi emas yang akan
menentukan maju mundurnya suatu bangsa. Dalam rangka menyiapkan
bangkitnya generasi emas Indonesia diperlukan pembangunan pendidikan
dalam perspektif masa depan, yaitu mewujudkan masyarakat Indonesia
yang berkualitas, maju, mandiri, dan modern, serta meningkatkan harkat
dan martabat bangsa.
Keberhasilan dalam membangun pendidikan akan memberikan kontribusi
besar pada pencapaian tujuan pembangunan nasional secara keseluruhan.
Dalam konteks demikian, pembangunan pendidikan itu mencakup
berbagai dimensi yang sangat luas, yaitu dimensi sosial, budaya, ekonomi
dan politik. Pendidikan pada umumnya dan bimbingan dan konseling pada
khususnya harus menjadi strategi dasar dalam gerak menjauhkan bangsa
Indonesia dari lembah ketertinggalan untuk menyamai dunia maju. Kinerja
konselor bermartabat dalam menyiapkan generasi emas sangat dibutuhkan.
Tanggung jawab pendidik termasuk konselor khususnya secara pedagogik
adalah membimbing anak bangsa untuk menjadi pribadi dengan
kecerdasan akal dan kemuliaan karakter yang seimbang.
4. Pelayanan konseling dapat dilaksanakan dalam berbagai setting dan
situasi.
a. Setting dan situasi pelayanan konseling menurut Donald H. Blocher:
1) Konseling di Lembaga Masyarakat
Konseling di lembaga masyarakat harus melayani semua individu dengan
mempertimbangkan latar belakang kelompok sosial mereka karena dalam
pelaksanaannya konseling mempunyai jangka waktu yang relatif, bersifat
situasional dan menggunakan pendekatan problem solving sehingga program yang
dilaksanakan adalah program per kelompok. Masalah-masalah yang biasanya
dihadapi oleh konselor di lembaga masyarakat, antara lain: masalah yang
berhubungan dengan kesehatan mental, penyalahgunaan obat-obatan, kecanduan
alkohol, pengadaan pelatihan kerja, ketidakmampuan untuk berkembang, masalah
kenakalan remaja dan semua hal yang terjadi di masyarakat.
2) Konseling di Sekolah
Konseling merupakan salah satu inovasi dalam pendidikan karena dalam
programnya konseling menawarkan adanya perbedaan individu dan harga diri
individu sebagai fokus utama dalam penyelenggaraannya dalam pendidikan
3) Konseling di Universitas
Layanan konseling universitas di laksanakan di pusat kegiatan mahasiswa,
asrama dan klub-klub penyalur minat dan bakat, sedangkan untuk permasalahan
kedisiplian tidak ditangani oleh konselor melainkan ditangani oleh pimpinan
mahasiswa.Fokus layanan konseling di universitas adalah permasalahan tentang
pendidikan, karir, aktualisasi diri dan psikoterapi.
4) Konseling di Lembaga Rehabilitasi
Konseling rehabilitasi tidak hanya menangani permasalahan psikis namun
juga permasalahan fisik. Yang berperan dalam konseling rehabilitasi ialah
psikiater, terapis, pekerja sosial, perawat dan konselor. konseling rehabilitasi
dapat ditemukan di rumah sakit, medial center, komunitas veteran, perusahaan
serta lembaga rehabilitasi untuk pecandu alkohol dan narkoba. Konseling
rehabilitasi dimaksudkan untuk membantu klien agar bisa menerima dirinya yang
sakit atau kurang sempurna, memanajemen semua permasalahan yang
menyangkut kekurangannya, merencanakan karir dan pendidikannya serta
membantu klien untuk mengembangkan potensinya agar dapat beraktualisasi dan
bersosialisasi di masyarakat.
5) Konseling di Dunia Kesehatan
Yang biasanya dilakukan konseling dalam dunia kesehatan antara lain
yaitu: a) membantu persiapan psikis klien yang akan menjalani proses operasi
yang beresiko tinggi, b) menangani psikosomatik yaitu penyakit fisik akibat
gangguan psikis, misalnya: sakit kepala dan sakit perut akibat kecemasan yang
berlebih, c) preventif dengan mencegah terjadinya stress yang berkelanjutan yang
dapat mengakibatkan penyakit jantung, tekanan darah tinggi dan sebagainya, d)
membantu keluarga untuk mempersiapkan diri dan membentuk kondisi yang
mendukung bagi kesembuhan klien, e) membantu untuk mengurangi kebiasaan
buruk yang dapat mendorong munculnya penyakit lain, misalnya: merokok,
kebiasaan minum alkohol, diet dengan cara yang salah, dan kebiasaan buruk
lainnya.
6) Konseling untuk Praktik Pribadi
Konseling ini bersifat independen, tidak terikat dengan pihak manapun
kecuali dengan pihak-pihak yang mempunyai kontrak kerja sama. Dalam
pelaksanaan tugasnya terkadang konselor dituntut untuk bekerjasama dengan
psikiater dan psikolog. Praktik mandiri membutuhkan izin resmi dari pihak yang
berwenang, dan konselor yang juga sebagai psikolog dengan mengikuti
pendidikan dan pelatihan yang sesuai akan lebih mudah mendapatkan izin.
b. Berbagai permasalahan masih saja menyisakan berbagai permasalahan,
misalnya:
1) Masih ada kesenjangan rasio konselor (guru pembimbing) dengan jumlah
sekolah dan jumlah peserta didik disetiap jenjang pendidikan.
2) Dampak dari poin pertama di atas, yaitu: (a) di sekolah tertentu tidak ada
guru pembimbingnya, (b) bagi sekolah yang ada guru pembimbingnya
jumlahnya tidak seimbang dengan jumlah peserta didik, dan (c) untuk
menutup kekurangan guru pembimbing di sekolah tertentu, kepala sekolah
tidak jarang mengangkat guru-guru mata pelajaran menjadi guru
pembimbing.
3) Sedangkan dampak dari poin kedua, sub ketiga, yaitu: disatu sisi
memberikan impresi positif bagi penyelenggaraan program BK di sekolah
karena ada kepedulian kepala sekolah terhadap layanan BK. Namun, disisi
lain memberikan citra buruk bagi profesi bimbingan dan konseling itu
sendiri karena dilakukan oleh orang-orang yang bukan ahlinya.
4) Profesi BK belum mendapatkan perlindungan hukum yang kokoh, yang
menjamin hanya lulusan pendidikan konselor lah yang bisa mengemban
tugas atau memberikan layanan bimbingan dan konseling.
5) Bimbingan dan Konseling masih belum familiar dikalangan masyarakat,
popularitasnya masih dalam komunitas tertentu dan lingkungan sekolah
saja.
6) Masih ada kepala sekolah yang belum memahami secara tepat program
bimbingan dan konseling di sekolah, sehingga kepala sekolah sering
memberikan tugas kepada guru pembimbing yang mismatch, tidak
proporsional, tidak sesuai dengan peran sebenarnya.
7) Citra bimbingan dan konseling semakin diperburuk dengan masih adanya
guru pembimbing yang kinerjanya tidak professional. Mereka masih
lemah
dalam
(a)
memahami
konsep-konsep
bimbingan
secara
komprehensif, (b) menyusun program bimbingan dan konseling,
(c).mengimplementasikan
teknik-teknik
bimbingan
dan
konseling,
(d).berkolaborasi dengan komponen-komponen lain di lingkungan
sekolah, (e) mengelola bimbingan dan konseling, (f) mengevaluasi dan
menindaklanjuti hasil bimbingan dan konseling, (g) penampilan kualitas
pribadi.
8) LPTK yang menyelenggarakan pendidikan bagi calon guru pembimbing
masih belum memiliki kurikulum yang mantap untuk melahirkan
konselor-konselor yang handal.
c. Melihat perkembangannya saat ini profesi konselor di Indonesia masih
memperjuangkan diri untuk menjadi profesi yang mendapat kan
pengakuan di masyarakat. Hal ini terlihat dari permasalahan yang muncul
pada poin di atas. Berdasarkan kenyataan ini program pelayanan
bimbingan dan konseling di sekolah masih belum mengembangkan
pendekatan sistem yang optimal, namun masih berjuang ke arah
tersebut,dengan cara :
1) Konseling sebagai program layanan konseling di sekolah perlu
direncanakan, dikelola dan dilaksanakan secara sistem.
2) Karena konseling merupakan kegiatan yang kompleks, meliputi
berbagai komponen yang berkaitan satu sama lain.
3) Berbagai komponen yang berhubungan satu sama lain yang ada dalam
sistem konseling perlu dikenali, dikaji dan dikembangkan sehingga
mekanisme kerja komponen-komponen itu secara menyeluruh
membuahkan hasil yang maksimal.
4) Komponen-komponen sistem konseling bergerak dinamis dan saling
berhubungan secara fungsional, yang merupakan satu kesatuan
organisasi.
5) Sistem konseling akan berjalan dengan baik, jika semua komponenkomponen berada dalam kondisi baik, bergerak dan menjalankan tugas
sesuai dengan fungsinya masing-masing.
6) Apabila salah satu dari komponen sistem itu tidak berfungsi, maka
sistem konseling tidak akan berjalan dengan baik.
7) Pendekatan sistem diarahkan pada pencapaian tujuan yang benar-benar
dibutuhkan sebagai wujud akuntabilitas dari program layanan
konseling yang dilaksanakan pada siswa di sekolah.
8) Konselor sebagai profesional merasa bahwa dirinya, dan layanan yang
dikembangkan, terkena tuntutan akuntabilitas dari siswa yang dilayani,
dari lembaga, dan dari masyarakat luas dari mana ia memperoleh
peranannya.
5. Orientasi kerja konselor di Indonesia utamanya masih terfokus pada latar
kerja sekolah.
a. ASCA merupakan salah asosiasi profesi untuk konselor yang diperuntukan
konselor sekolah di Amerika yang merupakan divisi ACA,.dimana seorang
konselor sekolah mempunyai tingkat master dalam konseling dan
spesialis dalam konseling sekolah. Konselor sekolah memegang peran dan
difungsikan pada beberapa tingkatan kepercayaan konselor adalah tingkat
dasar, pertengahan, dan tingkat sekunder, sedangkan yang lain
menawarkan kepercayaan pada tingkat TK.
b. Akhir-akhir ini telah ada dorongan oleh profesi program pelatihan, asosiasi
profesi, dan banyak lagi dalam bidang untuk menggantikan kata
bimbingan konselor dengan konselor sekolah, karena kata yang berikutnya
dilihat sebagai penurunan penekanan kegiatan bimbingan konselor sekolah
(Baker & Gerler, 2004). Konselor sekolah merupakan bagian yang penting
didalam dunia pendidikan sebagai pendampingan siswa untuk mencapai
prestasi dimana perannya memberikan pelayanan bagi guru dan siswa
guna menciptakan kesesuaian dan lingkungan pembelajaran yang efektif.
Peran konselor sangat besar dalam pengembangan pikiran dan sikap
positif, inisiatif , kerjasama, pemecahan masalah, pengambilan keputusan,
komunikasi dan memperoleh informasi, perencanaan, keterampilan
belajar, keterampilan multikulturalDalam hal itu konselor mempunyai
peranan dalam mencapai tujuan itu dengan memberikan pelayanan dan
program.
c. Ruh dan nafas dari
pendidikan multikultural
adalah demokrasi,
humanisme dan pluralisme, maka pendekatan pendidikan multikultural
adalah pendekatan
yang progresif
serta sejalan dengan prinsip
penyelenggaraan pendidikan yang termaktub dalam undang-undang dan
sistem pendidikan (SISDIKNAS) tahun 2003 pasal 4 ayat 1,yang berbunyi
bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan
serta tidak diskrinminatif dengan menjunjung tinggi hak asai manusia
(HAM), nilai agama, nilai kultur, dan kemajemukan bangsa. Dan secara
general dalam visi UNESCO (United Nations Educational, Scientific and
Cultural Organization) tertulis bahwa visi dasar pendidikan adalah
learning to know, learning to do, learning to be, learning to live together.
Dari keempat visi dasar tesebut visi keempat yang saat ini harus
mendapatkan perhatian lebih. Hal ini berdasarkan beberapa hal, khususnya
di Negeri yang menganut paham Bhineka Tunggal Ika (walaupun berbeda
tetap satu jua) harus menunujukkan bahwa benar-benar mampu hidup
berdampingan. Karena bagaimanpun realitas masyarakat Indonesia yang
plural adalah sesuatu yang tidak dapat dipungkiri atau suatu keniscayaan.
Dalam masyarakat Indonesia dikenal istilah juga menjadi penyebab
konflik. Terutama hal yang menyangkut masalah agama, SARA yang
memiliki potensi positif dan kekerasan yang mengatasnamakan agama
muncul di mana-mana, seperti Irlandia, Palestina, Chechnya, Thailand
Selatan, Madrid, Casablanca, Nigeria, Riyad, Afganistan, bahkan di
kalangan masyarakat Indonesia yang memiliki sensitifitas yang tinggi
terhadap agama, seperti di Ambon, Poso. Disini pentingnya kesadaran
masyarakat yang memiliki pemahaman bahwa perbedaan bukan jurang
yang dapat memecah belah pihak sehingga dapat mengancam akan
keutuhan bangsa. Dan harus mampu hidup berdampingan bersama-sama,
tanpa uniformity (serba satu); saling memanfaatkan potensi positifnya
untuk saling menopang kehidupan bersama.
Indonesia adalah Negara yang menganut paham Bhineka Tunggal
Ika telah memiliki basis keberagaman, yang jika dikelola dengan baik serta
maksimal akan menjadikan potensi bahkan power yang besar, namun
sebaliknya, jika tidak maka akan menjadi bumerang bagi Bangsa. Sejalan
dengan hal tersebut, Prof Heather Sutherlan menungkapkan bahwa
masyarakat multikultur selain memiliki potensi positif dalam bentuk
asimilasi dan terciptanya integrasi sosial juga rawan bagi terjadinya
konflik sosial. Untuk memberikan pemahaman akan pentingnya
keberagaman baik agama, ras, suku, budaya dan lainnya, maka pendidikan
salah satu dari lembaga yang cukup efektif untuk memberikan pemahaman
serta transfer nilai-nilai dalam masyarakat agar terciptanya kesadaran akan
makna perbedaan dalam realitas masyarakat Indonesia.
Penyelenggara pendidikan di Indonesia disebut sekolah dimana
sekolah merupakan kumpulan manusia manusia yang beragam latar
belakang
kebudayaanya.
Permasalahan
yang
timbul
dalam
penyelenggaraan pendidikan multicultural yaitu kurangnya pemahaman
dan kesadaran tentang keragaman budaya tentu saja pemahaman budaya
peserta didik dengan peserta didik, guru dengan peserta didik, guru dengan
guru, kepsek dengan guru, dimana hal ini yang kemungkinan besar
menimbulkan kesalah
pahaman. Sejalan
dengan istilahnya
yaitu
pendidikan multicultural yang pola nya dapat diartikan membudayakan
manusia dengan segala bentuk latar belakang dan kearifan budaya. Dan
juga dapat diartikan sebagai sebuah proses pembudayaan atau pengenalan
budaya pada negeri tercinta ini yang tergambar dari perbedaan agama,
etnis, bahasa, geografis, pakaian dan makanan dipandang secara vertical
kemajemukan bangsa ini dilihat pada perbedaan tingkat pendidikan,
ekonomi, pemukiman, pekerjaan, dan tingkat social budaya. Dimana hal
ini memerlukan proses rencana rumusan, refleksi, tindakan dan evaluasi
dilapangan sesuai dengan konsep yang mendasar pada pendidikan
multicultural itu sendiri. Dengan materi pendidikan pengenalan budaya,
mengenai perbedaan budaya dan multikultutal sebagai pengalaman moral
manusia.
6. Dalam perspektif konseling, lingkungan belajar sangat penting bagi
perkembangan individu yang sedang berkembang.
a. Lingkungan belajar mengacu pada berbagai substansi yang dapat dan perlu
dijadikan sumber materi pembelajaran serta dapat pula dijadikan sumber
perangkat metode dan alat bantu pembelajaran. Adanya Unsur lingkungan
dari yang paling dekat dengan siswa sampai yang paling jauh dapat
dijadikan lingkungan belajar pembelajaran. Lingkungan belajar dapat
dimaksudkan sebagai suasana yang terjadi dan dirasakan ditempat dan
lokasi dimana kegiatan belajar terselenggarakan, dari ruang belajar
disekolah, kamar belajar dirumah, sampai dengan lingkungan sekolah,
lingkungan rumah dan lingkungan lain yang dapat dijadikan tempat
belajar. Lingkungan belajar dikehendaki berada dalam lingkungan yang
aman dan nyaman sehingga peserta didik betah belajar tanpa adanya
masalah suhu, cahaya, kebersihan, keluasan serta kualitas tempat belajar
memberikan pengaruh.
b. Pada hakekatnya proses konseling merupakan keterkaitan antara
lingkungan belajar dengan perkembangan siswa dan lingkungan belajar
konselor dimana konselor merekayasa lingkungannya untuk kepercayaan
konseli sehingga mengeksplorasikan perilakunya baik verbal maupun non
verbal untuk dapat dipelajari oleh konselor dan konselor memberikan apa
yang dibutuhkan konseli sebagai sesuatu yang baru dan untuk
kesejahteraan dan kemandirian konselinya
c. Budaya manusia menghasilkan berbagai produk melalui rekayasa
kemanusiaan dari yang sederhana sampai pada yang kompleks yang
semuanya dapat dijadikan sumber belajar dan alat bantu dalam belajar.
Konseling itu sendiri merupakan hasil dari budaya dan peradaban manusia
untuk perkembangan manusia, yang merupakan proses mempelajari dan
mengembangkan perilaku dengan interaksinya dan berelasi terhadap
lingkungannya. Konseling diselenggarakan berdasarkan pendekatan psiko
edukatif.
Konseling
perkembangan
bertujuan
untuk
mempermudah interaksi antara konseli dengan lingkungan sehingga
terjadi pertumbuhan dan perkembangan konseli secara optimal terarah
pada
tujuanya.
Konseling
perkembangan
juga
menumbuhkan kepedulian terhadap lingkungan belajar.
bertujuan
untuk
7. Di era globalisasi terjadi perpisahan signifikasi dari bentuk konseling tatap
muka tradisional adalah revolusi yang mengusung bentuk konseling online.
Seiring meledaknya fenomena ini muncul uga pembelajaran jarak jauh dan
konseling online.
a. Konseling mengandung nilai-nilai pendidikan dan bertujuan untuk
memuliakan kemanusiaan manusia. Proses konseling akan membawa
seseorang menuju kondisi yang membahagiakan, sejahtera dan berada
pada kondisi efektif dalam kehidupan sehari-hari (Prayitno. 2009).
Perkembangan konseling juga tidak lepas dari pengaruh perkembangan
teknologi. Pada awalnya konseling hanya sebatas pertemuan tatap muka
antara Konselor dan Konseli, namun saat ini konseling juga dapat
diselenggarakan dengan berbagai media yang memungkinkan hubungan
konseling jarak jauh (Prayitno, 2012). Penghantaran konseling jarak jauh
yang dibantu oleh teknologi terus bertumbuh dan mengalami proses
evolusi. Bantuan teknologi di dalam bentuk penilaian dengan bantuan
komputer dan sistem informasi dengan bantuan komputer telah tersedia
dan digunakan secara luas selama beberapa waktu ini. Penggunaan internet
untuk menghantarkan informasi dan menyokong komunikasi telah
menghasilkan bentuk konseling baru, salah satunya adalah konseling jarak
jauh yang dibantu teknologi, yang dapat diperbaharui dengan mudah
dalam kaitannya dengan evolusi teknologi dan praktiknya.
Konseling online adalah proses pelaksanaan konseling yang berhubungan
dengan semua perangkat pendukung layanan apakah itu hardware, software,
ataupun networking infrastructure yang akan memungkinkan konselor dan klien
melakukan hubungan konseling. Dengan menggunakan via internet dalam bentuk
antara lain :
1) Internet dan web yaitu hubungan antara satu komputer dengan komputer
lainya yang berkomunikasi dengan lancar dan hampir tidak ada permasalahan
mengenai waktu dan jarak tempuh
2) Email dan chat program yaitu merupakan salah satu cara komunikasi standar
pada internet sehingga pengguna (konselor dan konseli) dapat berkomunikasi
dengan keadaan realtime dengan menggunakan internet (Ron kraus, jason s
zack, goerge stricker. 2004)
3) Video Conference merupakan suatu aplikasi yang sama dengan text chat,
namun selain pertukaran informasi melalui text juga terjadi komunikasi
melalui tampilan video masing masing pengguna secara realtime
b. Pada Bab V buku Online Counseling A handbook for Mental Health
Professionals, karangan Ron Kraus,George Stricker and Cendric Speyer tahun
2010. Menurut Oxford Dictionary (Hornby dkk., 1971), mendefinisikan
“etika” sebagai “ilmu tentang moral, aturan perilaku,” dan “etika” sebagai
“akhlak atau masalah moral.” Kata “moral,” menurut kamus yang sama,
berarti menyangkut prinsip-prinsip benar dan salah. Tampaknya istilah etika
berkaitan dengan prinsip-prinsip perilaku yang tepat, benar, dan hanya di
antara anggota keluarga manusia.
Etika konseling online dalam buku online counseling A Handbook for Mental
Health Professionals menyatakan bahwa etika dalam konseling online
memuat tentang:
1) Dasar filosofi dan religius yang merupakan kepercayaan yang dijadikan
pedoman (pandangan atau prinsip atau suatu kebudayaan) dalam menjalani
kehidupan dan perilaku kehidupannya. Yang tertuang dalam masing
masing kitab suci yang menekankan pada “rasa saling percaya yang
didasari rasa dirinya adalah diriku.”
2) Etika dari segi hukum yaitu mematuhi kode etik profesi atau aturan atau
norma yang dibuat oleh organisasi dan adanya sanksi terhadap
pelanggaran yang berupa sanksi hukum yang sekurang kurangnya
diharapkan dapat mengurangi potensi pelanggaran dan resiko hukum.
c. Aspek-aspek praktis dalam konseling online: Ada beberapa hal yang perlu
dipersiapkan dalam praktek konseling online. Yaitu dibutuhkan komputer,
koneksi internet (idealnya yang memiliki kecepatan tinggi) dan web browser.
Selain itu aspek keamanan menjadi prioritas dalam penyelenggaraan konseling
online. Adanya privasi dan rahasia dari klien memerlukan perlindungan dan
jaminan keamanan dari konselor agar tidak diketahui pihak-pihak yang
bertanggung jawab. Sejalan dengan konseling online, diiringi dengan
kemunculan tren terbaru dan termutakhir dalam konseling online diantaranya
muncul alat atau media portabel dan koneksi internet yang lebih cepat akan
memungkinkan konselor online untuk menawarkan layanan video konverensi
dengan mudah, dan generasi baru akses internet nirkabel akan menghapus
keterbatasan aksesibilitas. Dalam konseling online diperlukan adanya
peraturan etik yang mewadahi kepentingan klien dalam penyelenggaraan
konseling online yang dialkukan oleh konselor. Diantaranya adanya privasi
komunikasi online, batas-batas penyelenggaraan konseling online yang
berbasis teks, dan pendampingan klien dalam penyelesaian masalah. Etika
merupakan istilah yang berkaitan dengan prinsip-prinsip perilaku yang tepat,
benar, dan perilaku di dalam konseling online. Alasan utama untuk aturan
etika adalah untuk melindungi masyarakat dari bahaya. Sehingga ada jaminan
mutu atas pelayanan yang diberikan konselor secara online. Hendaknya
konselor perlu membuat tampilan link yang berisi informasi-informasi yang
dibutuhkan oleh klien dan memungkinkan klien melakukan penyelidikan lebih
lanjut untuk mengetahui kualitas pelayanan, prosedur perawatan, diagnosis,
pengaturan jadwal praktek.
8. Penjelasan tentang model-model proses untuk konseling profesional;
diagnosis, prediksi dan penggunaan tes dalam konseling; serta pelaksanaan
bimbingan dan konseling di Perguruan Tinggi
a. Model-model proses untuk konseling profesional:
1) Model proses konseling menurut Samuel T. Gladding: konseling
merupakan suatu proses yang menyoroti tiga tahapan penting, yaitu
membangun, bekerja, dan terminasi hubungan konseling. Proses konseling
berkembang dalam tahap yang dapat didefinisikan dengan transisi yang
dapat dikenali. Tahap pertama mencakup membangun suatu hubungan dan
memfokuskan diri untuk mendapat partisipasi klien dalam mengeksplorasi
isu-isu yang langsung mempengaruhinya. Setelah tahap membangun
hubungan konseling terlewati, konselor bekerja sama dengan klien untuk
maju ke tahap pemahaman dan tindakan. Sedangkan terminasi mengacu
kepada keputusan untuk menghentikan konseling. Keputusan dapat dibuat
sepihak atau bersama
2) Model proses konseling menurut John Mc.Leod: konseling merupakan
suatu proses yang terdiri dari tiga tahapan, yaitu proses konseling bagian
awal, tengah dan akhir. Proses konseling awal terdiri dari menegosiasikan
harapan, penilaian, dan membangun aliansi kerja; bagian tengah menyoroti
mengenai proses perubahan yang terjadi dalam konseling yaitu bahwa
perubahan adalah inti dari konseling dan tiap pendekatan dalam konseling
dibangun seputar serangkaian ide tentang bagaimana dan mengapa
perubahan terjadi dan apa yang dilakukan oleh konselor untuk mendorong
perubahan; dan pada konseling bagian akhir pada proses pengakhiran
konseling yang mana tujuan tahap ini adalah konsolidasi dan pemeliharaan
yang telah diraih, generalisasi pembelajaran kedalam situasi baru dan
menggunakan pengalaman kehilangan atau kekecewaan yang dipicu oleh
pengakhiran konseling sebagai fokus pengetahuan baru mengenai cara
klien menangani perasaan tersebut dalam situasi lain.
b. Konselor perlu melakukan kegiatan diagnosis, prediksi dan penggunaan
tes dalam konseling.
1) Perlunya melakukan diagnosis adalah sebagai usaha konselor dalam
menemukan keberadaan ciri suatu masalah yang timbul pada diri klien,
konselor dapat mengkonseptualisasikan level-level fungsi klien tanpa
harus melibatan kaitannya dengan penyakit, serta untuk mengevaluasi
usaha pencegahan dan peningkatan pertumbuhan pribadi. Proses diagnosis
dalam konseling akan efektif apabila diagnosisnya bersifat kontinu,
tentatif, dan teruji.
2) Prediksi cenderung meminimalkan penggunaan kesimpulan yang tidak
dapat dioperasionalkan. Namun, pada waktu penilaian bahkan perilaku
mungkin berhubungan dengan apa yang disebut "respons-respons
internal," atau dengan konstruksi sebagai motivasi. Oleh karena itu,
bahkan ketika melakukan penilaian perilaku, perintah untuk membuat
prosedur penilaian berkelanjutan, tentatif, dan diuji harus selalu diingat.
Kita dapat membentuk seperangkat prediksi tentang tingkah laku konseli
dan selanjutnya secara terus-menerus menguji prediksi itu untuk
menentukan keakuratannya.
3) Penggunaan tes dalam konseling dalam beberapa situasi tes dapat berguna.
Namun kesimpulan yang sah tentang konseli dapat dibuat dari data
tersebut. Hal ini sangat unik bahwa setiap konseli dapat secara memadai
dijelaskan atau dipahami melalui penggunaan data tersebut saja. Tes dan
persediaan paling bermanfaat ketika informasi dikombinasikan secara
terampil dan hati-hati dengan jenis lain dari data dalam proses total
diagnosis yang terus menerus dan sementara dapat diuji.
c. Pelaksanaan bimbingan dan konseling di Perguruan Tinggi:
1) Layanan yang berkaitan dengan perilaku mahasiswa, misalnya
prestasi, penurunan akademik siswa, aktivitas kampus.
2) Layanan yang berkaitan dengan menggambarkan karakteristik
mahasiswa, misalnya kemampuan dan aspirasi.
3) Layanan yang berkaitan dengan perkembangan siswa (contohn
BIMBINGAN DAN KONSELING
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Mungin Eddy Wibowo, M.Pd., Kons.
Oleh :
Nanik Sariyani
0105514009
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS NEGERI
SEMARANG
2015
1. Konseling merupakan profesi yang terus menerus melakukan upaya-upaya
profesionalisme agar menjadi profesi yang bermartabat dan diakui publik.
a. Perkembangan profesi konseling oleh Donald H.Blocher dalam bukunya The
Profesional Counselor: Profesi konseling telah memiliki legalitas dari
perjalanannya yang panjang. Profesi konseling juga harus mengikuti tuntutan
zaman yang masyarakatnya semakin maju. Bimbingan konseling di sekolah
di awali adanya revolusi industri dan keragaman latar belakang para siswa
yang masuk ke sekolah-sekolah negeri. Tahun 1898 Jesse B. Davis, seorang
konselor di Detroit mulai memberikan layanan konseling pendidikan dan
pekerjaan di SMA. Pada tahun 1907 dia memasukkan program bimbingan di
sekolah tersebut. Tujuan program bimbingan disini untuk membantu para
siswa agar mampu: (1) mengembangkan karakternya yang baik yaitu memiliki
nilai moral, ambisi, bekerja keras, kejujuran dalam rangka merencanakan,
mempersiapkan dan memasuki dunia kerja/bisnis; (2) mencegah dirinya dari
perilaku bermasalah; dan (3) menghubungkan minat pekerjaan dengan
kurikulum /mata pelajaran. Berikut sejarah perkembangannya:
a) Era Perintisan
1) Frank Parson : Dia dikenal sebagai "Father of The Guidance Movement
in American Education". Mendirikan biro pekerjaan tahun 1908 di Boston
Massachussets yang bertujuan membantu pemuda dalam memilih karir
didasarkan atas proses seleksi secara ilmiah dan melatih guru untuk
memberikan pelayanan sebagai konselor vokasional. Pada tahun 1909 dia
menerbitkan sebuah buku yang berjudul Choosing a Vacation yang
membahas tentang (a) peranan konselor dan (b) teknik-teknik konseling
vokasional.
2) Eli Weaper : Pada tahun 1906 menerbitkan booklet tentang "Memilih
Suatu Karir". Dia berhasil membentuk komite guru pembimbing disetiap
sekolah menengah di New York. Komite tersebut bergerak untuk
membantu para pemuda dalam menemukan kemampuan dan belajar
tentang bagaimana menggunakan kemampuan-kemampuan tersebut dalam
rangka menjadi seorang pekerja yang produktif.
3) Anna Reed : Dia adalah pengagum konsep dan etika yang kemudian
mendominasi pada saat itu, dunia bisnis, korporasi global dan sistem
persaingan bebas. Ia yakin kalau jasa bimbingan bisa menjadi
komponen penting di sistem sekolah-sekolah Seatlle sebagai cara
mengembangkan produk pendidikan terbaik. Berlawanan dengan
filsafat dewasa ini, Anna Reed menempatkan kebutuhan siswa di atas
kebutuhan
individu.
Akibatnya
program
bimbingan
yang
dikembangkannya dirancang untuk menilai seseorang cukup layak atau
tidak menjadi pegawai atau karyawan.
4) David S. Hill : Dia seorang peneliti sistem sekolah di New Orlands,
menggunakan metode ilmiah untuk mempelajari manusia karena
penelitiannya menyoroti keragaman luas populasi siswa, yang merintis
dan menggarap beragam kurikulum yang diperlengkapi dengan
bimbingan kerja. Hill yakin inilah model paling tepat kalau seorang
siswa ingin berkembang sepenuhnya.
b) Era Perang Dunia I
Di perempatan pertama abad XX, dua perkembangan signifikan lain di
dalam psikologi mempengaruhi secara mendalam gerakan bimbingan di
sekolah, yaitu, (1) pengenalan dan pengembangan tes psikologi standar yang
diberikan secara kelompok, dan (2) gerakan kesehatan mental. Psikolog
Perancis Alfred Binnet dan Theodore Simeone memperkenalkan untuk
pertama kalinya tes kecerdasan di tahun 1905. Di tahun 1916, sebuah versi
terjemahan dan revisinya diperkenalkan di USA oleh Lewis M. Terman dan
kolega-koleganya di Universitas Stanford, dan tes kecerdasan ini segera
menikmati popularitas luas di sekolah-sekolah. Namun, ketika USA memasuki
perang dunia I dan pihak militer mencari piranti yang bisa mengukur dan
mengklasifikasi para wamil, sebuah tim peneliti ditugaskan membentuk tes
lain yang kemudian disebut “Army Alpha Test” yang bisa langsung
diaplikasikan kepada ribuan wamil dan hasilnya terbukti cukup tajam. Setelah
perang berakhir, tes ini lalu dipadukan dengan jenis-jenis teknis psikometrik
lainnya untuk digunakan dipendidikan dari jenjang SD hingga SMA.
Banyak SMA yang melihat keberhasilan gerakan tahun 1920-an
tersebut mulai ikut berpartisipasi, bahkan mulai menentukan tes standar untuk
membantu memberikan bimbingan kepada siswa mengenai bidang kerja yang
cocok bagi mereka nantinya. Beberapa dari program ini bahkan menawarkan
bimbingan kerja yang dilengkapi konseling dan praktik, sehingga sejak dekade
1930-an, konsep magang mulai dikenal untuk pertama kalinya. Dari antusiame
sekolah-sekolah mengadopsi ide-ide para perintis awal gerakan bimbingan ini,
mereka jadi semakin yakin kalau jasa konseling memang sangat dibutuhkan
dan vital, dan sekolah merupakan tempat paling tepat untuk memberikan
layanan semacam ini. Beberapa pendukung gerakan bahkan berpikir program
bimbingan siswa mestinya harus disediakan untuk setiap jenjang kelas sejak
SD hingga SMA, jadi bukan sekedar diperuntuhkan bagi siswa yang akan
lulus saja.
c) Era Perang Dunia II
1) E. G. Williamson : Pada akhir 1930 dan awal 1940 menulis buku How to
Counsel Students: A Manual of Techniques for Clinical Counselors.
Model bimbingan sekolah yang dikembangkan oleh Williamson terkenal
dengan nama Trait and Factor (directive Guidance). Dalam model ini, para
konselor menggunakan
informasi
untuk membantu siswa dalam
memecahkan masalahnya, khususnya dalam bidang pekerjaan dan
penyesuaian interpersonal. Peranan konselor bersifat direktif dengan
menekankan kepada (a) mengajar keterampilan, dan (b) membentuk
(mengubah) sikap dan tingkah laku.
2) Carl R. Rogers : Mengembangkan teori konseling client-centered, yang
tidak berfokus kepada masalah, tetapi sangat mementingkan hubungan
antara konselor dengan kliennya. Pendekatan atau teori konseling Rogers
ini terangkum dalam dua bukunya, yaitu Counseling and Psychotherapy
(1942) dan Client-Centered Therapy (1951). Sejak tahun 1960-1970 teori
ini menjadi model utama bagi banyak konselor, baik di sekolah maupun di
biro-biro kesehatan mental.
d) Era Perang Dingin
Pada tahun 1958 kongres Amerika Serikat menyusun undang-undang
pertahanan pendidikan nasional (National Defence Education Act). Undangundang ini memberikan implikasi bahwa kongres memberikan kewenangan
kepada pemerintah untuk mengucurkan dana bagi pendidikan, seperti untuk
pelatihan bagi para konselor SLTP dan SLTA, dan mengembangkan program
testing, program konseling sekolah dan program bimbingan lainnya, peristiwa
yang terjadi pada September tahun 1958 ini merupakan “land mark”
(peristiwa penting) dalam dunia pendidikan di Amerika, termasuk gerakan
bimbingan dan konseling.
Selama tahun 1960, 1970, dan 1980-an, telah terjadi perkembangan
dalam peran dan fungsi konselor sekolah berikut program-programnya.
Perkembangan tersebut meliputi: (1) pengembangan, penerapan, dan evaluasi
program bimbingan komprehensif; (2) pemberian layanan konseling secara
langsung kepada para siswa, orangtua dan guru; (3) perencanaan pendidikan
dan pekerjaan; (4) penempatan siswa; (5) layanan “referal”, rujukan; dan (6)
konsultasi dengan guru-guru, tenaga administrasi, dan orangtua. Khusus
menyangkut peran konselor di Sekolah Dasar, “Joint Committee on
Elementary School Counselor” mengklasifikasikan menjadi tiga peran
(fungsi), yaitu: konseling, konsultasi, dan koordinasi.
Bradley menambah satu tahapan dari tiga tahapan tentang sejarah
bimbingan menurut Stiller, yaitu sebagai berikut:
1) Vocational exploration, tahapan yang menekankan tentang analisis
individual dan pasaran kerja
2) Meeting Individual Needs, tahapan yang menekankan membantu individu
agar memahami diri dan memperoleh kepuasan kebutuhan hidupnya.
Perkembangan bimbingan dan konseling pada tahapan ini dipengaruhi
oleh pendapat Maslow dan Rogers, yaitu bahwa individu mamiliki
kemampuan untuk mengembangkan diri dan memecahkan masalahnya
sendiri.
3) Transisional Professionalism, tahapan yang memfokuskan perhatian
kepada upaya profesionalisasi konselor
4) Situasional Diagnosis, tahapan sebagai periode perubahan dan inovasi
pada tahapan ini memfokuskan pada analisis lingkungan dalam proses
bimbingan dan gerakan cara-cara yang hanya terpusat pada individu.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa gerakan bimbingan dan
konseling sekolah yang selama bertahun-tahun di dalam pendidikan di
Amerika serikat awalnya hanya berfokus pada bimbingan siswa untuk
memilih karir yang akan dipilihnya nanti seperti yang terjadi pada Tahun 1898
dimana Jesse B. Davis, seorang konselor di Detroit mulai memberikan layanan
konseling pendidikan dan pekerjaan di SMA. Kemudian perkembangan
profesi konseling mengalami perkembangan dengan munculnya bimbingan
dan konseling karier. Sejarah pertama gerakan bimbingan dan konseling (BK)
ditandai dengan didirikannya Biro Vokasional oleh Frank Parson pada tahun
1908 di Boston, dan sejumlah tokoh yang mempelopori gerakan bimbingan di
Amerika Serikat. Pada masa awal ini, pengertian BK terbatas pada bimbingan
jabatan. Masa itu umumnya disebut periode Parsonian, bimbingan dilihat
sebagai usaha mengumpulkan berbagai keterangan tentang individu dan
tentang jabatan.
Fokus awal bimbingan konseling sekarang sudah menyebar menjadi
lebih komperhensif agar senantiasa profesi konseling dapat menjadi
memfasilitasi perkembangan individu di segala bidang dalam menghadapi
perubahan yang besar dalam tata kehidupan masyarakat yang ditandai
dengan tuntutan kehidupan yang semakin meningkat, persaingan yang begitu
ketat, percepatan perkembangan iptek yang pesat serta pergeseran nilai
moral dan budaya sudah tidak bisa kita bendung. Keniscayaan ini
mengakibatkan berbagai persoalan yang bisa disikapi sebagai tantangan di
abad modern yang kian mengglobal.
b. Profesi konseling di Indonesia masih belum menjadi profesi konseling
yang bermartabat dan diakui publik. Dikatakan demikian karena profesi
konseling masih terbatas di lingkup sekolah saja dan belum terperinci
konseling di berbagai bidang. Selain itu masih banyak yang belum
mengetahui tugas dan fungsi sebenarnya dari bimbingan dan konseling
dan masih banyak yang menganggap konselor adalah polisi sekolah.
Namun seiring dengan perkembangan zaman, profesi konseling mengarah
pengembangan kepada profesi yang bermartabat dan ingin diakui oleh
publik atau masyarakat luas. Suatu profesi perlu didukung oleh 1)
pelayanan yang tepat, 2) pelaksana yang bermandat, dan 3) pengakuan
yang sehat dari berbagai pihak yang terkait. Ketiga hal tersebut dapat
menjamin tumbuh suburnya profesi dan menjadikan profesi konseling
menjadi profesi yang bermartabat. Salah satu ciri khas profesi ialah
keseragaman, antara lain dalam pemakain istilah. Dengan keseragaman ini
tercermin kemantapan ilmu dan teknologi, terarahan dan ketepatan
pelayanan, serta ketegasan kode etik suatu profesi. Kesimpangsiuran
dalam pemahaman, pelaksanaan kegiatan, serta penilaian dan supervisi
terhadap implementasi suatu profesi tidak akan terjadi.
Sebagai suatu profesi yang sedang berkembang, konseling harus
merebut kepercayaan publik (public trust) melalui peningkatan mutu unjuk
kerja konseling. Kekuatan eksistensi suatu profesi bergantung kepada
public trust (Brigg & Blocher,1986). Masyarakat percaya bahwa layanan
diperlukannya itu hanya dapat diperoleh dari konselor yang memiliki
kompetensi dan keahlian yang terandalkan untuk memberikan pedlayanan
konseling. Public trust akan mempengaruhi konsep profesi dan
memungkinkan anggota profesi berfungsi dengan cara-cara profesional.
Public trust ini menjadi faktor kunci untuk mengokohkan identitas profesi.
Kepercayaan ini dapat memberikan makna terhadap profesi dan
memungkinkan anggota profesi akan menjalankan fungsinya di dalam
cara-cara profesional. Kepercayaan publik dapat menumbuhkan dan
melanggengkan profesi dan anggotanya.
c. Keberadaan Bimbingan dan Konseling kian diakui secara sehat oleh
pemerintah dan juga masyarakat luas. Pengakuan ini terus mendorong
perlunya tenaga profesional yang secara khusus dipersiapkan untuk
menyelenggarakan layanan konseling. Lebih lanjut pengakuan ini secara
eksplisit telah ditetapkan dalam berbagai peraturan dan perundangan
lainya diantaranya:
1) Pelayanan bimbingan dan konseling sebagai salah satu layanan
pendidikan yang harus diperoleh semua peserta didik telah termuat
dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 89 Tahun 1989
tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor
28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar dan Nomor 29 Tahun 1990
tentang Pendidikan Menengah.
2) Pelayanan
konseling
yang
merupakan
bagian
dari
kegiatan
pengembangan diri telah termuat dalam struktur kurikulum yang
ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar isi untuk Satuan
Pendidikan Dasar Menengah.
3) Konselor sebagai salah satu jenis tenaga kependidikan dalam UndangUndang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Pada Bab I pasal 1 butir 6 dinyatakan bahwa
pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai
guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur,
fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta
berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan.
4) Beban kerja Guru bimbingan dan konseling atau konselor pada Pasal
54 ayat (6) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74
Tahun 2008 tentang Guru yang menyatakan bahwa beban kerja Guru
bimbingan dan konseling atau konselor yang memperoleh tunjangan
profesi dan maslahat tambahan adalah mengampu bimbingan dan
konseling paling sedikit 150 (seratus lima puluh) peserta didik per
tahun pada satu atau lebih satuan pendidikan. Lebih lanjut dalam
penjelasan Pasal 54 ayat (6) yang dimaksud dengan mengampu
layanan bimbingan dan konseling adalah pemberian perhatian,
pengarahan,
pengendalian,
dan
pengawasan kepada
sekurangkurangnya 150 (seratus lima puluh) peserta didik, yang
dapat dilaksanakan dalam bentuk pelayanan tatap muka terjadwal di
kelas dan layanan perseorangan atau kelompok bagi yang dianggap
perlu dan memerlukan.
5) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 27
Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi
Konselor, yang menyatakan bahwa kualifikasi akademik konselor
dalam satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan
nonformal adalah: (a) sarjana pendidikan (S-1) dalam bidang
bimbingan dan konseling; (b) berpendidikan profesi konselor.
6) Penilaian kinerja Guru bimbingan dan konseling (konselor) pada Pasal
22 ayat (5) Peraturan bersama Menteri Pendidikan Nasional dan
Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 03/V/PB/2010 dan
Nomor 14 tahun 2010 tentang petunjuk Pelaksanaan Jabatan
Fungsional Guru dan Angka Kreditnya dinyatakan bahwa penilaian
kinerja
Guru
bimbingan
dan
konseling
(konselor)
dihitung
secara proporsional berdasarkan beban kerja wajib paling kurang 150
(seratus lima puluh) orang siswa dan paling banyak 250 (dua ratus
lima puluh) orang siswa per tahun.
2. Status profesi tidak bisa datang dengan sendirinya, tidak bisa diumumkan
atau diklaim. Pengakuan profesi harus datang dari pihak luar karena
mereka menilai bahwa tenaga profesi mempertunjukkan kinerja dan
keampuhannya sehingga bermanfaat bagi para pengguna. Kemartabatan
profesi yang ditampilkan sangat tergantung pada tenaga profesional yang
mempersiapkan diri untuk memegang profesi konselor.
a. Enam kriteria profesi menurut Abraham Flexner antara lain:
1) Aktifitas intelektual : kegiatan profesional merupakan pelayanan yang
lebih berorientasi mental yang di dalam pekerjaanya lebih memerlukan
proses berpikir daripada kegiatan rutin. Melalui proses berpikir
tersebut, pelayanan profesional merupakan hasil pertimbangan yang
matang,
berdasarkan
kaidah-kaidah
keilmuan
yang
dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah
2) Kompetensi profesional : dipelajari (berdasarkan ilmu dan belajar)
yaitu pelayanan profesional ini tidak didapat begitu saja, melainkan
melalui pembelajaran secara intensif. Kompetensi profesional itu tidak
diperoleh dalam sekejap, melainkan melalui proses belajar yang
memerlukan waktu lama pada jenjang pendidikan tinggi. Seorang
profesional
harus
dengan
sungguh-sungguh,
serta
mencurahkan segenap pikiran dan usaha untuk mempelajari materi
keilmuan, pendekatan, metode dan teknik, serta nilai berkenaan dengan
pelayanan yang dimaksud. Dengan kata lain untuk mencapai suatu
profesi didahului dengan proses yang cukup pahit dan berat, dengan
belajar yang intensif dan sungguh sungguh dalam penguasaan profesi
itu.
3) Objek praktik : yang spesifik untuk tujuan praktek dan pelayanan yaitu
pelayanan suatu profesi tertentu terarah kepada objek praktik
spesifik yang tidak ditangani oleh profesi lain. Tiap-tiap profesi
menangani objek praktik spesifiknya sendiri. Dokter sebagai tenaga
profesional misalnya menangani penyembuhan penyakit, psikolog
memberikan gambaran tentang kondisi dinamik aspek-aspek psikis
individu, sedangkan psikiater menangani ketidak seimbangan atau
penyakit
psikis, apoteker menangani pembuatan obat, akuntan
menangani perhitungan keuangan berdasarkan peraturan yang berlaku,
konselor menangani individu-individu normal yang mengalami
masalah dalam kehidupan sehari-hari. Objek praktik spesifik profesi
konselor dan guru adalah berbeda dan memang harus dibedakan secara
tegas.
4) Komunikasi (Dapat diajarkan) : segenap aspek pelayanan profesional,
meliputi objek praktik spesifik profesinya, keilmuan dan teknologinya,
kompetensi dan dinamika operasionalnya, aspek hukum dan sosialnya,
termasuk kode etik dan aturan kredensialisasi, serta imbalan yang
terkait
dengan
pelaksanaan pelayanannya,
semuanya
dapat
dikomunikasikan kepada siapapun yang berkepentingan, kecuali
satuhal, yaitu materi berkenaan dengan asas kerahasiaan yang menurut
kode etik profesi harus dijaga dan tidak dibocorkan kepada
siapapun. Komunikasi
ini
memungkinkan
dipelajari
dan
dikembangkannya profesi tersebut, dipraktikkan dan diawasi sesuai
dengan kode etik, serta diselenggarakan perlindungan terhadap profesi
yang dimaksud.
5) Motivasi Altruistik : pribadi yang menyembuhkan, motivasi kerja
seorang professional bukanlah berorientasi kepada kepentingan dan
keuntungan pribadi, melainkan untuk kepentingan, keberhasilan, dan
kebahagiaan
sasaran
layanan,
serta
kemaslahatan
kehidupan
masyarakat pada umumnya. Motivasi altruistik diwujudkan melalui
peningkatan keintelektualan, kompetensi dan komunikasi dalam
menangani objek praktik spesifik profesi. Motivasi altruistik ini akan
menjauhkan
tenaga
profesional
mengutamakan
pamrih
atau
keuntungan pribadi, dan sebaliknya, mengutamakan kepentingan
sasaran layanan.
6) Terorganisasi secara internal (organisasi profesi) : tenaga profesional
dalam profesi yang sama membentuk suatu organisasi profesi untuk
mengawal pelaksanaan tugas-tugas profesional mereka ,melalui
tridarma organisasi profesi, yaitu: a) Ikut serta mengembangkan ilmu
dan teknologi profesi; b) Meningkatkan mutu praktik pelayanan
profesi; c) Menjaga kode etik profesi. Organisasi profesi ini secara
langsung peduli atas realisasi sisi-sisi objek praktik spesifik profesi,
keintelektualan, kompetensi dan praktik pelayanan, komunikasi, kode
etik, serta perlindungan atas para anggotanya.
b. Trilogi profesi yang harus dikuasai oleh konselor sehingga menjadi
profesi konseling bermartabat.
Dasar
Substansi
Keilmuan
Profesi
Praktik
Profesi
Trilogi profesi, yaitu (1) dasar keilmuaan, (2) substansi profesi,dan (3) praktik
profesi. Komponen dasar keilmuan menyiapkan (calon) konselor dengan landasan
dan arah tentang wawasan, pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap berkenaan
dengan profesi yang dimaksud. Komponen substansi profesi memberikan modal
tentang apa yang menjadi fokus dan objek praktik spesifik profesi konseling
dengan bidang khusus kajiannya, aspek-aspek kompetensi, sarana operasional dan
manajemen, kode etik, serta landasan praktik operasional konseling. Komponen
praktik merupakan realisasi pelaksanaan pelayanan profesi konseling setelah
kedua komponen profesi (dasar keilmuan dan substansi profesi) dikuasai.
Suatu profesi tanpa dasar keilmuan yang tepat akan mewujudkan kegiatan
profesional tanpa arah dan/atau bahkan mapraktik; tanpa substansi profesi yang
jelas dan spesifik, suatu profesi itu akan kerdil, mandul dan dipertanyakan isi dan
manfaatnya; dan tanpa praktik profesi, maka profesi menjadi tidak terwujud,
dipertanyakan eksistensinya, dan tenaga profesionjal yang dimaksud tidak berarti
apa-apa bagi kemaslahatan kehidupan manusia. Trilogi profesi merupakan suatu
kesatuan tak terpisahkan, saling terkait, bermuara pada praktik profesi, terarah dan
berlandaskan kaidah-kaidah keilmuan, dan berisi pelayanan sesuai dengan
kebutuhan dan masa depan klien mengacu kepada perkembangan optimal,
kemandirian,dan kebahagiaan dalam kehidupan.
c. Karakteristik konselor masa depan di Indonesia yang diharapkan:
1) Toleran
6)
Memiliki minat yang tinggi dalam pelayanan sosial
2) Hangat
7)
Persuasif
3) Sabar
8)
Memotivasi klien
4) Tulus ikhlas
9)
Amanah
5) Jujur
10) Menguasai teknologi di bidang bimbingan dan konseling
3. Pada tanggal 14-16 November di Denpasar Bali telah diselenggarakan
Konggres XII, Konvensi Nasional XVIII Asosiasi Bimbingan dan Konseling
Indonesia dan Seminar Internasional Konseling yang dihadiri oleh praktisi,
pakar dan anggota ABKIN serta Perkama dari Malaysia.
a. Tujuan ABKIN
1) Turut aktif dalam upaya menyukseskan pembangunan nasional, khususnya
di bidang pendidikan dengan jalan memberikan sumbangan pemikiran dan
menunjang
pelaksanaan
program
yang
menjadi
garis
kebijakan
pemerintah.
2) Mengembangkan serta memajukan BK sebagai ilmu dan profesi yang
dalam rangka ikut mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas
tinggi.
3) Mempertinggi kesadaran, sikap dan kemampuan profesional konselor agar
berhasilguna dan berdayaguna dalam menjalankan tugasnya.
Fungsi ABKIN
1) Sebagai wadah persatuan, pembinaan dan pengembangan anggota dalam
upaya mencapai tujuan organisasi.
2) Sebagai wadah peran serta profesional BK dalam usaha mensukseskan
pembangunan nasional.
3) Sebagai sarana penyalur aspirasi anggota serta sarana komunikasi sosial
timbal balik antar organisasi kemasyarakatan dan pemerintah.
b. Pokok-pokok
pikiran
sambutan
Wakil
Menteri
Pendidikan
dan
Kebudayaan bidang Pendidikan dalam Pembukaan Konvensi Nasional
XVIII ABKIN dan Seminar Internasional Konseling:
1) Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bidang Pendidikan merasa
bangga dan menyambut baik dengan adanya kegiatan organisasi
profesi yang telah menyelenggarakan Konvensi Nasional XVIII
ABKIN dan Seminar Internasional Konseling yang melibatkan banyak
pihak.
2) Bimbingan dan konseling merupakan bidang pekerjaan profesi yang
sangat menunjang upaya pendidikan untuk membantu individu dalam
perkembangannya secara optimal.
3) Bimbingan dan konseling sebagai profesi yang sedang berkembang di
Negara Indonesia harus dapat membuat kepercayaan publik melalui
peningkatan mutu unjuk kerja yang dilakukan oleh konselor.
4) Perlu adanya kerjasama antara guru dan guru BK dalam menjalankan
proses pembelajaran dan pembinaan peserta didik agar berjalan secara
efektif untuk mencapai hasil pendidikan yang terbaik, serta peran
penting orang tua dalam mendidik peserta didik di lingkungan
keluarga.
5) Pelayanan bimbingan dan konseling sebaiknya tidak perlu tergantung
dan tidak perlu pula dilaksanakan terkait hanya dengan implementasi
kurikulum khusus tertentu.
6) Pertemuan ini sangat tepat untuk membahas dan mengarahkan para
konselor untuk berkinerja memberikan pelayanan professional
bermartabat.
7) Organisasi profesi ABKIN hendaknya harus selalu aktif dalam upaya
menyukseskan pembangunan nasional khususnya di bidang pendidikan
dengan jalan memberikan sumbangan pemikiran dan menunjang
pelaksanaan
pemerintah.
program-program
yang
menjadi
garis
kebijakan
c. Arus globalisasi dan modernisasi yang terjadi saat ini menimbulkan
dampak baik secara politik, sosial, ekonomi, pendidikan, maupun kultural
dalam kehidupan masyarakat. Masalah yang dihadapi manusia pada abad
XXI semakin kompleks, saling kait mengkait, cepat berubah dan penuh
paradoks. Masalah tersebut menjadi kompleks bila dihubungkan dengan
kondisi nyata dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,
karena menyangkut sistem nilai yang berlaku antara bangsa, sukubangsa,
dan individu. Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN)
dituntut untuk berperan dan berkiprah secara aktif dalam peningkatan
mutu anak bangsa melalui pendidikan, khususnya pelayanan bimbingan
dan konseling. Anak bangsa yang sedang tumbuh kembang tidak boleh
terpinggirkan oleh arus kemajuan karena sebagai generasi emas yang akan
menentukan maju mundurnya suatu bangsa. Dalam rangka menyiapkan
bangkitnya generasi emas Indonesia diperlukan pembangunan pendidikan
dalam perspektif masa depan, yaitu mewujudkan masyarakat Indonesia
yang berkualitas, maju, mandiri, dan modern, serta meningkatkan harkat
dan martabat bangsa.
Keberhasilan dalam membangun pendidikan akan memberikan kontribusi
besar pada pencapaian tujuan pembangunan nasional secara keseluruhan.
Dalam konteks demikian, pembangunan pendidikan itu mencakup
berbagai dimensi yang sangat luas, yaitu dimensi sosial, budaya, ekonomi
dan politik. Pendidikan pada umumnya dan bimbingan dan konseling pada
khususnya harus menjadi strategi dasar dalam gerak menjauhkan bangsa
Indonesia dari lembah ketertinggalan untuk menyamai dunia maju. Kinerja
konselor bermartabat dalam menyiapkan generasi emas sangat dibutuhkan.
Tanggung jawab pendidik termasuk konselor khususnya secara pedagogik
adalah membimbing anak bangsa untuk menjadi pribadi dengan
kecerdasan akal dan kemuliaan karakter yang seimbang.
4. Pelayanan konseling dapat dilaksanakan dalam berbagai setting dan
situasi.
a. Setting dan situasi pelayanan konseling menurut Donald H. Blocher:
1) Konseling di Lembaga Masyarakat
Konseling di lembaga masyarakat harus melayani semua individu dengan
mempertimbangkan latar belakang kelompok sosial mereka karena dalam
pelaksanaannya konseling mempunyai jangka waktu yang relatif, bersifat
situasional dan menggunakan pendekatan problem solving sehingga program yang
dilaksanakan adalah program per kelompok. Masalah-masalah yang biasanya
dihadapi oleh konselor di lembaga masyarakat, antara lain: masalah yang
berhubungan dengan kesehatan mental, penyalahgunaan obat-obatan, kecanduan
alkohol, pengadaan pelatihan kerja, ketidakmampuan untuk berkembang, masalah
kenakalan remaja dan semua hal yang terjadi di masyarakat.
2) Konseling di Sekolah
Konseling merupakan salah satu inovasi dalam pendidikan karena dalam
programnya konseling menawarkan adanya perbedaan individu dan harga diri
individu sebagai fokus utama dalam penyelenggaraannya dalam pendidikan
3) Konseling di Universitas
Layanan konseling universitas di laksanakan di pusat kegiatan mahasiswa,
asrama dan klub-klub penyalur minat dan bakat, sedangkan untuk permasalahan
kedisiplian tidak ditangani oleh konselor melainkan ditangani oleh pimpinan
mahasiswa.Fokus layanan konseling di universitas adalah permasalahan tentang
pendidikan, karir, aktualisasi diri dan psikoterapi.
4) Konseling di Lembaga Rehabilitasi
Konseling rehabilitasi tidak hanya menangani permasalahan psikis namun
juga permasalahan fisik. Yang berperan dalam konseling rehabilitasi ialah
psikiater, terapis, pekerja sosial, perawat dan konselor. konseling rehabilitasi
dapat ditemukan di rumah sakit, medial center, komunitas veteran, perusahaan
serta lembaga rehabilitasi untuk pecandu alkohol dan narkoba. Konseling
rehabilitasi dimaksudkan untuk membantu klien agar bisa menerima dirinya yang
sakit atau kurang sempurna, memanajemen semua permasalahan yang
menyangkut kekurangannya, merencanakan karir dan pendidikannya serta
membantu klien untuk mengembangkan potensinya agar dapat beraktualisasi dan
bersosialisasi di masyarakat.
5) Konseling di Dunia Kesehatan
Yang biasanya dilakukan konseling dalam dunia kesehatan antara lain
yaitu: a) membantu persiapan psikis klien yang akan menjalani proses operasi
yang beresiko tinggi, b) menangani psikosomatik yaitu penyakit fisik akibat
gangguan psikis, misalnya: sakit kepala dan sakit perut akibat kecemasan yang
berlebih, c) preventif dengan mencegah terjadinya stress yang berkelanjutan yang
dapat mengakibatkan penyakit jantung, tekanan darah tinggi dan sebagainya, d)
membantu keluarga untuk mempersiapkan diri dan membentuk kondisi yang
mendukung bagi kesembuhan klien, e) membantu untuk mengurangi kebiasaan
buruk yang dapat mendorong munculnya penyakit lain, misalnya: merokok,
kebiasaan minum alkohol, diet dengan cara yang salah, dan kebiasaan buruk
lainnya.
6) Konseling untuk Praktik Pribadi
Konseling ini bersifat independen, tidak terikat dengan pihak manapun
kecuali dengan pihak-pihak yang mempunyai kontrak kerja sama. Dalam
pelaksanaan tugasnya terkadang konselor dituntut untuk bekerjasama dengan
psikiater dan psikolog. Praktik mandiri membutuhkan izin resmi dari pihak yang
berwenang, dan konselor yang juga sebagai psikolog dengan mengikuti
pendidikan dan pelatihan yang sesuai akan lebih mudah mendapatkan izin.
b. Berbagai permasalahan masih saja menyisakan berbagai permasalahan,
misalnya:
1) Masih ada kesenjangan rasio konselor (guru pembimbing) dengan jumlah
sekolah dan jumlah peserta didik disetiap jenjang pendidikan.
2) Dampak dari poin pertama di atas, yaitu: (a) di sekolah tertentu tidak ada
guru pembimbingnya, (b) bagi sekolah yang ada guru pembimbingnya
jumlahnya tidak seimbang dengan jumlah peserta didik, dan (c) untuk
menutup kekurangan guru pembimbing di sekolah tertentu, kepala sekolah
tidak jarang mengangkat guru-guru mata pelajaran menjadi guru
pembimbing.
3) Sedangkan dampak dari poin kedua, sub ketiga, yaitu: disatu sisi
memberikan impresi positif bagi penyelenggaraan program BK di sekolah
karena ada kepedulian kepala sekolah terhadap layanan BK. Namun, disisi
lain memberikan citra buruk bagi profesi bimbingan dan konseling itu
sendiri karena dilakukan oleh orang-orang yang bukan ahlinya.
4) Profesi BK belum mendapatkan perlindungan hukum yang kokoh, yang
menjamin hanya lulusan pendidikan konselor lah yang bisa mengemban
tugas atau memberikan layanan bimbingan dan konseling.
5) Bimbingan dan Konseling masih belum familiar dikalangan masyarakat,
popularitasnya masih dalam komunitas tertentu dan lingkungan sekolah
saja.
6) Masih ada kepala sekolah yang belum memahami secara tepat program
bimbingan dan konseling di sekolah, sehingga kepala sekolah sering
memberikan tugas kepada guru pembimbing yang mismatch, tidak
proporsional, tidak sesuai dengan peran sebenarnya.
7) Citra bimbingan dan konseling semakin diperburuk dengan masih adanya
guru pembimbing yang kinerjanya tidak professional. Mereka masih
lemah
dalam
(a)
memahami
konsep-konsep
bimbingan
secara
komprehensif, (b) menyusun program bimbingan dan konseling,
(c).mengimplementasikan
teknik-teknik
bimbingan
dan
konseling,
(d).berkolaborasi dengan komponen-komponen lain di lingkungan
sekolah, (e) mengelola bimbingan dan konseling, (f) mengevaluasi dan
menindaklanjuti hasil bimbingan dan konseling, (g) penampilan kualitas
pribadi.
8) LPTK yang menyelenggarakan pendidikan bagi calon guru pembimbing
masih belum memiliki kurikulum yang mantap untuk melahirkan
konselor-konselor yang handal.
c. Melihat perkembangannya saat ini profesi konselor di Indonesia masih
memperjuangkan diri untuk menjadi profesi yang mendapat kan
pengakuan di masyarakat. Hal ini terlihat dari permasalahan yang muncul
pada poin di atas. Berdasarkan kenyataan ini program pelayanan
bimbingan dan konseling di sekolah masih belum mengembangkan
pendekatan sistem yang optimal, namun masih berjuang ke arah
tersebut,dengan cara :
1) Konseling sebagai program layanan konseling di sekolah perlu
direncanakan, dikelola dan dilaksanakan secara sistem.
2) Karena konseling merupakan kegiatan yang kompleks, meliputi
berbagai komponen yang berkaitan satu sama lain.
3) Berbagai komponen yang berhubungan satu sama lain yang ada dalam
sistem konseling perlu dikenali, dikaji dan dikembangkan sehingga
mekanisme kerja komponen-komponen itu secara menyeluruh
membuahkan hasil yang maksimal.
4) Komponen-komponen sistem konseling bergerak dinamis dan saling
berhubungan secara fungsional, yang merupakan satu kesatuan
organisasi.
5) Sistem konseling akan berjalan dengan baik, jika semua komponenkomponen berada dalam kondisi baik, bergerak dan menjalankan tugas
sesuai dengan fungsinya masing-masing.
6) Apabila salah satu dari komponen sistem itu tidak berfungsi, maka
sistem konseling tidak akan berjalan dengan baik.
7) Pendekatan sistem diarahkan pada pencapaian tujuan yang benar-benar
dibutuhkan sebagai wujud akuntabilitas dari program layanan
konseling yang dilaksanakan pada siswa di sekolah.
8) Konselor sebagai profesional merasa bahwa dirinya, dan layanan yang
dikembangkan, terkena tuntutan akuntabilitas dari siswa yang dilayani,
dari lembaga, dan dari masyarakat luas dari mana ia memperoleh
peranannya.
5. Orientasi kerja konselor di Indonesia utamanya masih terfokus pada latar
kerja sekolah.
a. ASCA merupakan salah asosiasi profesi untuk konselor yang diperuntukan
konselor sekolah di Amerika yang merupakan divisi ACA,.dimana seorang
konselor sekolah mempunyai tingkat master dalam konseling dan
spesialis dalam konseling sekolah. Konselor sekolah memegang peran dan
difungsikan pada beberapa tingkatan kepercayaan konselor adalah tingkat
dasar, pertengahan, dan tingkat sekunder, sedangkan yang lain
menawarkan kepercayaan pada tingkat TK.
b. Akhir-akhir ini telah ada dorongan oleh profesi program pelatihan, asosiasi
profesi, dan banyak lagi dalam bidang untuk menggantikan kata
bimbingan konselor dengan konselor sekolah, karena kata yang berikutnya
dilihat sebagai penurunan penekanan kegiatan bimbingan konselor sekolah
(Baker & Gerler, 2004). Konselor sekolah merupakan bagian yang penting
didalam dunia pendidikan sebagai pendampingan siswa untuk mencapai
prestasi dimana perannya memberikan pelayanan bagi guru dan siswa
guna menciptakan kesesuaian dan lingkungan pembelajaran yang efektif.
Peran konselor sangat besar dalam pengembangan pikiran dan sikap
positif, inisiatif , kerjasama, pemecahan masalah, pengambilan keputusan,
komunikasi dan memperoleh informasi, perencanaan, keterampilan
belajar, keterampilan multikulturalDalam hal itu konselor mempunyai
peranan dalam mencapai tujuan itu dengan memberikan pelayanan dan
program.
c. Ruh dan nafas dari
pendidikan multikultural
adalah demokrasi,
humanisme dan pluralisme, maka pendekatan pendidikan multikultural
adalah pendekatan
yang progresif
serta sejalan dengan prinsip
penyelenggaraan pendidikan yang termaktub dalam undang-undang dan
sistem pendidikan (SISDIKNAS) tahun 2003 pasal 4 ayat 1,yang berbunyi
bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan
serta tidak diskrinminatif dengan menjunjung tinggi hak asai manusia
(HAM), nilai agama, nilai kultur, dan kemajemukan bangsa. Dan secara
general dalam visi UNESCO (United Nations Educational, Scientific and
Cultural Organization) tertulis bahwa visi dasar pendidikan adalah
learning to know, learning to do, learning to be, learning to live together.
Dari keempat visi dasar tesebut visi keempat yang saat ini harus
mendapatkan perhatian lebih. Hal ini berdasarkan beberapa hal, khususnya
di Negeri yang menganut paham Bhineka Tunggal Ika (walaupun berbeda
tetap satu jua) harus menunujukkan bahwa benar-benar mampu hidup
berdampingan. Karena bagaimanpun realitas masyarakat Indonesia yang
plural adalah sesuatu yang tidak dapat dipungkiri atau suatu keniscayaan.
Dalam masyarakat Indonesia dikenal istilah juga menjadi penyebab
konflik. Terutama hal yang menyangkut masalah agama, SARA yang
memiliki potensi positif dan kekerasan yang mengatasnamakan agama
muncul di mana-mana, seperti Irlandia, Palestina, Chechnya, Thailand
Selatan, Madrid, Casablanca, Nigeria, Riyad, Afganistan, bahkan di
kalangan masyarakat Indonesia yang memiliki sensitifitas yang tinggi
terhadap agama, seperti di Ambon, Poso. Disini pentingnya kesadaran
masyarakat yang memiliki pemahaman bahwa perbedaan bukan jurang
yang dapat memecah belah pihak sehingga dapat mengancam akan
keutuhan bangsa. Dan harus mampu hidup berdampingan bersama-sama,
tanpa uniformity (serba satu); saling memanfaatkan potensi positifnya
untuk saling menopang kehidupan bersama.
Indonesia adalah Negara yang menganut paham Bhineka Tunggal
Ika telah memiliki basis keberagaman, yang jika dikelola dengan baik serta
maksimal akan menjadikan potensi bahkan power yang besar, namun
sebaliknya, jika tidak maka akan menjadi bumerang bagi Bangsa. Sejalan
dengan hal tersebut, Prof Heather Sutherlan menungkapkan bahwa
masyarakat multikultur selain memiliki potensi positif dalam bentuk
asimilasi dan terciptanya integrasi sosial juga rawan bagi terjadinya
konflik sosial. Untuk memberikan pemahaman akan pentingnya
keberagaman baik agama, ras, suku, budaya dan lainnya, maka pendidikan
salah satu dari lembaga yang cukup efektif untuk memberikan pemahaman
serta transfer nilai-nilai dalam masyarakat agar terciptanya kesadaran akan
makna perbedaan dalam realitas masyarakat Indonesia.
Penyelenggara pendidikan di Indonesia disebut sekolah dimana
sekolah merupakan kumpulan manusia manusia yang beragam latar
belakang
kebudayaanya.
Permasalahan
yang
timbul
dalam
penyelenggaraan pendidikan multicultural yaitu kurangnya pemahaman
dan kesadaran tentang keragaman budaya tentu saja pemahaman budaya
peserta didik dengan peserta didik, guru dengan peserta didik, guru dengan
guru, kepsek dengan guru, dimana hal ini yang kemungkinan besar
menimbulkan kesalah
pahaman. Sejalan
dengan istilahnya
yaitu
pendidikan multicultural yang pola nya dapat diartikan membudayakan
manusia dengan segala bentuk latar belakang dan kearifan budaya. Dan
juga dapat diartikan sebagai sebuah proses pembudayaan atau pengenalan
budaya pada negeri tercinta ini yang tergambar dari perbedaan agama,
etnis, bahasa, geografis, pakaian dan makanan dipandang secara vertical
kemajemukan bangsa ini dilihat pada perbedaan tingkat pendidikan,
ekonomi, pemukiman, pekerjaan, dan tingkat social budaya. Dimana hal
ini memerlukan proses rencana rumusan, refleksi, tindakan dan evaluasi
dilapangan sesuai dengan konsep yang mendasar pada pendidikan
multicultural itu sendiri. Dengan materi pendidikan pengenalan budaya,
mengenai perbedaan budaya dan multikultutal sebagai pengalaman moral
manusia.
6. Dalam perspektif konseling, lingkungan belajar sangat penting bagi
perkembangan individu yang sedang berkembang.
a. Lingkungan belajar mengacu pada berbagai substansi yang dapat dan perlu
dijadikan sumber materi pembelajaran serta dapat pula dijadikan sumber
perangkat metode dan alat bantu pembelajaran. Adanya Unsur lingkungan
dari yang paling dekat dengan siswa sampai yang paling jauh dapat
dijadikan lingkungan belajar pembelajaran. Lingkungan belajar dapat
dimaksudkan sebagai suasana yang terjadi dan dirasakan ditempat dan
lokasi dimana kegiatan belajar terselenggarakan, dari ruang belajar
disekolah, kamar belajar dirumah, sampai dengan lingkungan sekolah,
lingkungan rumah dan lingkungan lain yang dapat dijadikan tempat
belajar. Lingkungan belajar dikehendaki berada dalam lingkungan yang
aman dan nyaman sehingga peserta didik betah belajar tanpa adanya
masalah suhu, cahaya, kebersihan, keluasan serta kualitas tempat belajar
memberikan pengaruh.
b. Pada hakekatnya proses konseling merupakan keterkaitan antara
lingkungan belajar dengan perkembangan siswa dan lingkungan belajar
konselor dimana konselor merekayasa lingkungannya untuk kepercayaan
konseli sehingga mengeksplorasikan perilakunya baik verbal maupun non
verbal untuk dapat dipelajari oleh konselor dan konselor memberikan apa
yang dibutuhkan konseli sebagai sesuatu yang baru dan untuk
kesejahteraan dan kemandirian konselinya
c. Budaya manusia menghasilkan berbagai produk melalui rekayasa
kemanusiaan dari yang sederhana sampai pada yang kompleks yang
semuanya dapat dijadikan sumber belajar dan alat bantu dalam belajar.
Konseling itu sendiri merupakan hasil dari budaya dan peradaban manusia
untuk perkembangan manusia, yang merupakan proses mempelajari dan
mengembangkan perilaku dengan interaksinya dan berelasi terhadap
lingkungannya. Konseling diselenggarakan berdasarkan pendekatan psiko
edukatif.
Konseling
perkembangan
bertujuan
untuk
mempermudah interaksi antara konseli dengan lingkungan sehingga
terjadi pertumbuhan dan perkembangan konseli secara optimal terarah
pada
tujuanya.
Konseling
perkembangan
juga
menumbuhkan kepedulian terhadap lingkungan belajar.
bertujuan
untuk
7. Di era globalisasi terjadi perpisahan signifikasi dari bentuk konseling tatap
muka tradisional adalah revolusi yang mengusung bentuk konseling online.
Seiring meledaknya fenomena ini muncul uga pembelajaran jarak jauh dan
konseling online.
a. Konseling mengandung nilai-nilai pendidikan dan bertujuan untuk
memuliakan kemanusiaan manusia. Proses konseling akan membawa
seseorang menuju kondisi yang membahagiakan, sejahtera dan berada
pada kondisi efektif dalam kehidupan sehari-hari (Prayitno. 2009).
Perkembangan konseling juga tidak lepas dari pengaruh perkembangan
teknologi. Pada awalnya konseling hanya sebatas pertemuan tatap muka
antara Konselor dan Konseli, namun saat ini konseling juga dapat
diselenggarakan dengan berbagai media yang memungkinkan hubungan
konseling jarak jauh (Prayitno, 2012). Penghantaran konseling jarak jauh
yang dibantu oleh teknologi terus bertumbuh dan mengalami proses
evolusi. Bantuan teknologi di dalam bentuk penilaian dengan bantuan
komputer dan sistem informasi dengan bantuan komputer telah tersedia
dan digunakan secara luas selama beberapa waktu ini. Penggunaan internet
untuk menghantarkan informasi dan menyokong komunikasi telah
menghasilkan bentuk konseling baru, salah satunya adalah konseling jarak
jauh yang dibantu teknologi, yang dapat diperbaharui dengan mudah
dalam kaitannya dengan evolusi teknologi dan praktiknya.
Konseling online adalah proses pelaksanaan konseling yang berhubungan
dengan semua perangkat pendukung layanan apakah itu hardware, software,
ataupun networking infrastructure yang akan memungkinkan konselor dan klien
melakukan hubungan konseling. Dengan menggunakan via internet dalam bentuk
antara lain :
1) Internet dan web yaitu hubungan antara satu komputer dengan komputer
lainya yang berkomunikasi dengan lancar dan hampir tidak ada permasalahan
mengenai waktu dan jarak tempuh
2) Email dan chat program yaitu merupakan salah satu cara komunikasi standar
pada internet sehingga pengguna (konselor dan konseli) dapat berkomunikasi
dengan keadaan realtime dengan menggunakan internet (Ron kraus, jason s
zack, goerge stricker. 2004)
3) Video Conference merupakan suatu aplikasi yang sama dengan text chat,
namun selain pertukaran informasi melalui text juga terjadi komunikasi
melalui tampilan video masing masing pengguna secara realtime
b. Pada Bab V buku Online Counseling A handbook for Mental Health
Professionals, karangan Ron Kraus,George Stricker and Cendric Speyer tahun
2010. Menurut Oxford Dictionary (Hornby dkk., 1971), mendefinisikan
“etika” sebagai “ilmu tentang moral, aturan perilaku,” dan “etika” sebagai
“akhlak atau masalah moral.” Kata “moral,” menurut kamus yang sama,
berarti menyangkut prinsip-prinsip benar dan salah. Tampaknya istilah etika
berkaitan dengan prinsip-prinsip perilaku yang tepat, benar, dan hanya di
antara anggota keluarga manusia.
Etika konseling online dalam buku online counseling A Handbook for Mental
Health Professionals menyatakan bahwa etika dalam konseling online
memuat tentang:
1) Dasar filosofi dan religius yang merupakan kepercayaan yang dijadikan
pedoman (pandangan atau prinsip atau suatu kebudayaan) dalam menjalani
kehidupan dan perilaku kehidupannya. Yang tertuang dalam masing
masing kitab suci yang menekankan pada “rasa saling percaya yang
didasari rasa dirinya adalah diriku.”
2) Etika dari segi hukum yaitu mematuhi kode etik profesi atau aturan atau
norma yang dibuat oleh organisasi dan adanya sanksi terhadap
pelanggaran yang berupa sanksi hukum yang sekurang kurangnya
diharapkan dapat mengurangi potensi pelanggaran dan resiko hukum.
c. Aspek-aspek praktis dalam konseling online: Ada beberapa hal yang perlu
dipersiapkan dalam praktek konseling online. Yaitu dibutuhkan komputer,
koneksi internet (idealnya yang memiliki kecepatan tinggi) dan web browser.
Selain itu aspek keamanan menjadi prioritas dalam penyelenggaraan konseling
online. Adanya privasi dan rahasia dari klien memerlukan perlindungan dan
jaminan keamanan dari konselor agar tidak diketahui pihak-pihak yang
bertanggung jawab. Sejalan dengan konseling online, diiringi dengan
kemunculan tren terbaru dan termutakhir dalam konseling online diantaranya
muncul alat atau media portabel dan koneksi internet yang lebih cepat akan
memungkinkan konselor online untuk menawarkan layanan video konverensi
dengan mudah, dan generasi baru akses internet nirkabel akan menghapus
keterbatasan aksesibilitas. Dalam konseling online diperlukan adanya
peraturan etik yang mewadahi kepentingan klien dalam penyelenggaraan
konseling online yang dialkukan oleh konselor. Diantaranya adanya privasi
komunikasi online, batas-batas penyelenggaraan konseling online yang
berbasis teks, dan pendampingan klien dalam penyelesaian masalah. Etika
merupakan istilah yang berkaitan dengan prinsip-prinsip perilaku yang tepat,
benar, dan perilaku di dalam konseling online. Alasan utama untuk aturan
etika adalah untuk melindungi masyarakat dari bahaya. Sehingga ada jaminan
mutu atas pelayanan yang diberikan konselor secara online. Hendaknya
konselor perlu membuat tampilan link yang berisi informasi-informasi yang
dibutuhkan oleh klien dan memungkinkan klien melakukan penyelidikan lebih
lanjut untuk mengetahui kualitas pelayanan, prosedur perawatan, diagnosis,
pengaturan jadwal praktek.
8. Penjelasan tentang model-model proses untuk konseling profesional;
diagnosis, prediksi dan penggunaan tes dalam konseling; serta pelaksanaan
bimbingan dan konseling di Perguruan Tinggi
a. Model-model proses untuk konseling profesional:
1) Model proses konseling menurut Samuel T. Gladding: konseling
merupakan suatu proses yang menyoroti tiga tahapan penting, yaitu
membangun, bekerja, dan terminasi hubungan konseling. Proses konseling
berkembang dalam tahap yang dapat didefinisikan dengan transisi yang
dapat dikenali. Tahap pertama mencakup membangun suatu hubungan dan
memfokuskan diri untuk mendapat partisipasi klien dalam mengeksplorasi
isu-isu yang langsung mempengaruhinya. Setelah tahap membangun
hubungan konseling terlewati, konselor bekerja sama dengan klien untuk
maju ke tahap pemahaman dan tindakan. Sedangkan terminasi mengacu
kepada keputusan untuk menghentikan konseling. Keputusan dapat dibuat
sepihak atau bersama
2) Model proses konseling menurut John Mc.Leod: konseling merupakan
suatu proses yang terdiri dari tiga tahapan, yaitu proses konseling bagian
awal, tengah dan akhir. Proses konseling awal terdiri dari menegosiasikan
harapan, penilaian, dan membangun aliansi kerja; bagian tengah menyoroti
mengenai proses perubahan yang terjadi dalam konseling yaitu bahwa
perubahan adalah inti dari konseling dan tiap pendekatan dalam konseling
dibangun seputar serangkaian ide tentang bagaimana dan mengapa
perubahan terjadi dan apa yang dilakukan oleh konselor untuk mendorong
perubahan; dan pada konseling bagian akhir pada proses pengakhiran
konseling yang mana tujuan tahap ini adalah konsolidasi dan pemeliharaan
yang telah diraih, generalisasi pembelajaran kedalam situasi baru dan
menggunakan pengalaman kehilangan atau kekecewaan yang dipicu oleh
pengakhiran konseling sebagai fokus pengetahuan baru mengenai cara
klien menangani perasaan tersebut dalam situasi lain.
b. Konselor perlu melakukan kegiatan diagnosis, prediksi dan penggunaan
tes dalam konseling.
1) Perlunya melakukan diagnosis adalah sebagai usaha konselor dalam
menemukan keberadaan ciri suatu masalah yang timbul pada diri klien,
konselor dapat mengkonseptualisasikan level-level fungsi klien tanpa
harus melibatan kaitannya dengan penyakit, serta untuk mengevaluasi
usaha pencegahan dan peningkatan pertumbuhan pribadi. Proses diagnosis
dalam konseling akan efektif apabila diagnosisnya bersifat kontinu,
tentatif, dan teruji.
2) Prediksi cenderung meminimalkan penggunaan kesimpulan yang tidak
dapat dioperasionalkan. Namun, pada waktu penilaian bahkan perilaku
mungkin berhubungan dengan apa yang disebut "respons-respons
internal," atau dengan konstruksi sebagai motivasi. Oleh karena itu,
bahkan ketika melakukan penilaian perilaku, perintah untuk membuat
prosedur penilaian berkelanjutan, tentatif, dan diuji harus selalu diingat.
Kita dapat membentuk seperangkat prediksi tentang tingkah laku konseli
dan selanjutnya secara terus-menerus menguji prediksi itu untuk
menentukan keakuratannya.
3) Penggunaan tes dalam konseling dalam beberapa situasi tes dapat berguna.
Namun kesimpulan yang sah tentang konseli dapat dibuat dari data
tersebut. Hal ini sangat unik bahwa setiap konseli dapat secara memadai
dijelaskan atau dipahami melalui penggunaan data tersebut saja. Tes dan
persediaan paling bermanfaat ketika informasi dikombinasikan secara
terampil dan hati-hati dengan jenis lain dari data dalam proses total
diagnosis yang terus menerus dan sementara dapat diuji.
c. Pelaksanaan bimbingan dan konseling di Perguruan Tinggi:
1) Layanan yang berkaitan dengan perilaku mahasiswa, misalnya
prestasi, penurunan akademik siswa, aktivitas kampus.
2) Layanan yang berkaitan dengan menggambarkan karakteristik
mahasiswa, misalnya kemampuan dan aspirasi.
3) Layanan yang berkaitan dengan perkembangan siswa (contohn