Kasus Hukum Lingkungan terkait Class Act

Hukum Lingkungan

Nama : Ken Luigi Bagaskara
NIM : 13/351885/HK/19707
Kelas : E
Tugas : Kasus Lingkungan terkait Class Action, Legal Standing, dan
Citizen Law Suit dengan Penyelesaiannya

Universitas Gadjah Mada
2014-2015

RUMUSAN MASALAH
1.

Mencari contoh kasus beserta penyelesaiannya terkait kasus yang

berhubungan dengan Class Action. Apakah diterima atau ditolak oleh
majelis hakim?
2.

Mencari contoh kasus beserta penyelesaiannya terkait kasus yang


berhubungan dengan Legal Standing. Apakah diterima atau ditolak oleh
majelis hakim?
3.

Mencari contoh kasus beserta penyelesaiannya terkait kasus yang

berhubungan dengan Citizen Law Suit. Apakah diterima atau ditolak oleh
majelis hakim?
4.

Jelaskan apa yang dimaksud Strict Liability & Fault Based Liability ?

5.

Jelaskan apa yang dimaksud Polutter Pays Principle?

PEMBAHASAN

1.


Contoh kasus beserta penyelesaiannya terkait kasus yang berhubungan dengan
Class Action. Apakah diterima atau ditolak oleh majelis hakim?

1.1

Definisi, Syarat, Unsur-unsur, dan Mekanisme Class Action menurut Perma
No. 1 Tahun 2002
Definisi Class Action PERMA No 1 Tahun 2002 merumuskan Gugatan

Perwakilan Kelompok (Class Action) sebagai suatu prosedur pengajuan gugatan , dimana
satu orang atau lebih yang mewakili kelompok mengajukan gugatan untuk dirinya sendiri
dan sekaligus mewakili sekelompok orang yang jumlahnya banyak, yang memiliki
kesamaan fakta atau kesamaan dasar hukum antara wakil kelompok dan anggota
kelompoknya.
Syarat-syarat menurut Perma No. 1 Tahun 2002 agar sebuah gugatan dapat
dilakukan melalui acara gugatan perwakilan kelompok harus memenuhi :
1.

Jumlah anggota kelompok atau orang yang merasa mengalami kerugian begitu


banyak sehingga tidak efektif dan efisien apabila gugatan dilakukan secara sendiri-sendiri
atau secara bersama dalam suatu gugatan menurut prosedur biasa.
2.

Terdapat kesamaan fakta atau peristiwa dan kesamaan dasar hukum yang

digunakan bersifat substansial, serta terdapat kesamaan jenis tuntutan di antara wakil
kelompok dengan anggota kelompok.1
Unsur-Unsur Class Action :2
1.

Adanya suatu tata cara pengajuan gugatan berdasarkan pasal 2 gugatan dapat diajukan
dengan mempergunakan tata cara gugatan perwakilan kelompok apabila :
a. Jumlah anggota kelompok sedemikian banyak sehingga tidaklah efektif dan efisien
apabila gugatan dilakukan secara sendiri-sendiri atau secara bersama-sama dalam
satu gugatan.

1 Prof. Dr. Rahmadi, Takdir, S.H. LLM. Hukum Lingkungan di Indonesia. Jakarta. Penerbit :
Rajawali Pers. 2011. Halaman 273.

2 http://pukat.hukum.ugm.ac.id/index.php?action=modul.content&id=3

b. Adanya kesamaan fakta, atau peristiwa dan kesamaan dasar hukum yang digunakan
yang bersifat substansial,serta terdapat kesamaan jenis tuntutan diantara yang wakil
kelompok dengan anggota kelompok . Adanya Kerugian yang nyata-nyata diderita
Untuk dapat mengajukan class action Baik pihak wakil kelompok (Class
Repesentatif ) maupun anggota kelompok (Class Members) harus benar-benar atau
secara nyata mengalami kerugian atau diistilahkan concrete injured parties. Pihakpihak yang tidak mengalami kerugian secara nyata tidak dapat memiliki kewenangan
untuk mengajukan Class Action. Kesamaan peristiwa atau fakta dan dasar hukum
Terdapat kesamaan fakta (peristiwa) dan kesamaan dasar hukum (Question Of Law)
antara pihak yang mewakilili (Class Representative) dan pihak yang diwakili (Class
Members). Wakil Kelompok dituntut untuk menjelaskan adanya kesamaan ini.
Namun bukan berarti tidak diperkenankan adanya perbedaan, hal ini masih dapat
diterima sepanjang perbedaan yang subtansial atau prinsip.
c. Wakil kelompok memiliki kejujuran dan kesungguhan untuk melindungi
kepentingan anggota kelompok yang diwakilinya
d. Hakim dapat mengajukan kepada wakil kelompok untuk melakukan penggantian
pengacara, jika pengacara melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dnegan
kewajiban membela dan melindungi kepentingan anggota kelompoknya.3


Pada UU No 32 tahun 2009 masalah penyelesaian sengketa lingkungan hidup diatur
pada bagian ke tiga Undang-undang ini.Dimana secara perdata undang-undang ini
membatasi aturan-aturan mengenai pengajuan gugatan oleh pihak-pihak tertentu
saja,sebagai upaya pencegahan dan usaha pelestarian lingkungan hidup,yaitu :
1.
·

Hak Gugat Masyarakat (Class Action)

Pasal 91 (1)

3 Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2002

Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan kelompok untuk kepentingan
dirinya sendiri dan/atau untuk kepentingan masyarakat apabila mengalami kerugian
akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
·

Pasal 91 (2)
Gugatan dapat diajukan apabila terdapat kesamaan fakta atau peristiwa ,dasar

hukum,serta jenis tuntutan diantara wakil kelompok dan anggota kelompoknya.4

Mekanisme Class Action :5

1.2

Contoh Kasus yang berhubungan dengan Class Action di Indonesia

4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
5 Intisari dari Jurnal Resmi
https://www.academia.edu/5577547/Class_Action_Kasus_Mandalawangi

Contoh kasus gugatan perwakilan kelompok adalah perkara gugatan oleh Dedi
dan kawan-kawan (sebanyak delapan orang termasuk Dedi) terhadap Presiden RI,
Menteri Kehutanan, Perum Perhutani, Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Pemerintah
Kabupaten Garut di Pengadilan Negeri Bandung.
Para penggugat dan orang – orang yang diwakili mereka adalah korban tanah
longsor Gunung Mandalawangi Kecamatan Kadungora Kabupaten Garut dan telah
menderita kerugian berupa hilangnya harta benda, rusaknya lahan pertanian dan lading,

meninggalnya sanak saudara dan rusaknya fasilitas umum serta kerusakan ekosistem
setempat.

1.3

Pertimbangan Hakim
Majelis

Hakim

Pengadilan

Negeri

dalam

pertimbangannya

(No.49/Pdt.G/2003/PN.BDG, Tanggal 28 Agustus 2003)
1.


Negara memiliki tanggung jawab dalam pengelolaan lingkungan hidup. Tanggung
jawab Negara itu dilaksanakan oleh pemerintah yang dipimpin oleh Presiden
Republik Indonesia > Menteri Kehutanan > Perum Perhutani Jawa Barat >
Pemerintah Provinsi Jawa Barat & Pemerintah Kabupaten Garut sesuai dengan
lingkup tugas masing-masing.

2.

Majelis Hakim mengatakan bahwa kerugian lingkungan dan kerugian materiil
para penggugat yang disebabkan oleh banjir dan longsor di Gunung
Mandalawangi telah faktual sehingga tidak perlu dibuktikan lagi.

3.

Majelis Hakim juga dalam pertimbangannya merujuk pada prinsip keberhatihatian (precautionary principle) yaitu prinsip pada Deklarasi Rio.

1.4

Amar Putusan

Amar Putusan Pengadilan Negeri Bandung (No. 49/Pdt. G/2003/PN.BDG,

Tanggal 28 Agustus 2003) adalah sebagai berikut :

1.

Mengabulkan gugatan perwakilan (class action) dari para wakil kelompok
masyarakat korban longsor Gunung Mandalawangi Kecamatan Kadungora,
Kabupaten Garut untuk sebagiannya.

2.

Menyatakan bahwa Tergugat I (Direksi Perum Perhutani Unit III Jawa Barat),
tergugat III (Menteri Kehutanan), Tergugat IV (Pemerintah Provinsi Jawa Barat)
dan Tergugat V (Pemerintah Kabupaten Garut) bertanggung jawab secara mutlak
atas dampak yang ditimbulkan oleh adanya longsor Gunung Mandalawangi
Kecamatan Kadungora, Kabupaten Garut.

3.


Menghukum Tergugat I, Tergugat III, Tergugat IV, dan Tergugat V tersebut untuk
pemulihan keadaan lingkungan di areal hutan Gunung Mandalawangi tempat
terjadinya longsor dan seketika dengan ketentuan sebagai berikut :

1.5

Penyelesaiannya
Pertama: Pemulihan (Recovery) di kawasan Gunung Mandalawangi dibebankan
kepada tergugat I dan Tergugat III dengan perintah supaya dilakukan rehabilitasi
hutan dan lahan agar memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan daya
dukung, produktivitas, dan peranannya. Tidak boleh kurang dari jumlah Rp
20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah)
Kedua: Menghukum Tergugat I, Tergugat III, Tergugat IV, dan Tergugat V secara
tanggung renteng membayar ganti kerugian kepada korban longsor Gunung
Mandalawangi tersebut sebesar Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)
Ketiga: Melaksanakan prosedur pelaksanaan pemulihan kawasan longsor di
Gunung Mandalawangi serta tata cara pengalokasian dana ganti kerugian kepada
wakil kelompok dan masyarakat kelompok tergabung.
Keempat: Memerintahkan kepada Gubernur Jawa Barat (Tergugat IV) untuk
mengeluarkan keputusan tentang Pembentukan Tim tersebut secara lengkap

dengan tugas dan tanggungjawabnya sebagaimana isi dictum putusan ini.

Kelima: Memerintahkan kepada tim untuk melakukan pemantauan dan upaya
hukum manakala proses pemulihan tidak sesuai dengan perintah putusan ini.
4.

Menyatakan putusan atas perkara ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu walaupun
ada upaya hukum dari Para Tergugat.

5.

Menolak gugatan selain dan selebihnya.6

2.

Contoh Kasus beserta penyelesaiannya terkait kasus yang berhubungan dengan
Legal Standing. Apakah diterima atau ditolak oleh majelis hakim?

2.1

Definisi Legal Standing menurut Undang-Undang, Perbedaannya dengan
Class Action,
Diatur di dalam UU No.41 Tahun l999 tentang Kehutanan, yang diatur di dalam

Pasal 73 .Menurut ketentuan Pasal ini :
(l) Dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab pengelolaan hutan,organisasi bidang
kehutanan berhak mengajukan gugatan perwakilan untuk kepentingaan pelestarian fungsi
hutan.
(2) Organisasi bidang kehutanan yang berhak mengajukan gugatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan :
a. berbentuk badan hukum
b. organisasi tersebut dalam anggaran dasarnya dengan tegas menyebutkan tujuan
didirikannya organisasi untuk kepentingan pelestarian fungsi hutan dan
c. telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya.7

6 Prof. Dr. Rahmadi, Takdir, S.H. LLM. Hukum Lingkungan di Indonesia. Jakarta. Penerbit :
Rajawali Pers. 2011. Halaman 281-284
7 Boediningsih, Widyawati, “Hukum Lingkungan” http://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=21&cad=rja&ved=0CCcQFjAAOBQ&url=http%3A
%2F%2Fmfile.narotama.ac.id%2Ffiles%2FM.%2520Sholeh%2FFile%2520Campuran
%2FHUMUM%2520LINGKUNGAN
%2520word.doc&ei=GACaUurZFcGJrQf03IGoBg&usg=AFQjCNEab4j3kEPaL0xWrNIsPz6c20Tyr
Q&bvm=bv.57155469,d.bmk diunduh pada 30 November 2013.

Gugatan organisasi (legal standing) adalah Legal standing, Standing tu Sue,
IusStandi, Locus Standi dapat diartikan sebagai hak seseorang, sekelompok orang atau
organisasi untuk tampil di pengadilan sebagai penggugat dalam proses gugatan perdata
(Civil Proceding) disederhanakan sebagai “hak gugat”. Secara konvensional hak gugat
hanya bersumber pada prinsip “tiada gugatan tanpa kepentingan hukum” (poit d’interest
point d’action). Kepentingan hukum (legal interest) yang dimaksud di sini adalah
merupakan kepentingan yang berkaitan dengan kepemilikan (propietary interest) atau
kepentingan material berupa kerugian yang dialami secara langsung (injury in fact).
Perbedaan antara Legal Standing dengan Class Action adalah diantaranya :
Jenis Penggugat
Gugatan
Legal

Tergugat

Bentuk Tuntutan

Keterangan

Badan

*Pemerintah

Pemulihan

Harus sesuai dengan tujuan organisasi dalam Anggaran Das

Standing Hukum

*Perusahan

Lingkungan

ar

Pemulihan

Mengalami Kerugian langsung maupun berpotensi mengalami

Keadaan

kerugian

NGO/LSM *Badan hukum
*Individu

Class

Individu

*Pemerintah

Action

Kelompok *Perusahan

Masyarakat *Badan hukum Lingkungan dan
*Individu



Ganti Rugi

Penggugat tidak tampil sebagai penderita (aggrieved party) dan bukan sebagai kuasa para
penderita à tetapi sebagai organisasi mewakili kepentingan publik.
Pasal 92 UUPPLH
(1)

Dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup, organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan untuk
kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup.

(2) Hak mengajukan gugatan terbatas pada tuntutan untuk melakukan tindakan tertentu
tanpa adanya tuntutan ganti rugi, kecuali biaya atau pengeluaran riil.
(3)

Organisasi lingkungan hidup dapat mengajukan gugatan apabila memenuhi

persyaratan:
a.

Berbentuk badan hukum;

b.

Menegaskan di dalam anggaran dasarnya bahwa organisasi tersebut didirikan
untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup; dan

c.

Telah melaksanakan kegiatan nyata sesuai dengan anggaran dasarnya paling
singkat 2 (dua) tahun

2.2

Contoh Kasus yang berhubungan dengan Legal Standing di Indonesia

Contoh kasus dimana WALHI sebagai penggugat terhadap tergugat PT FreePort
Indonesia (Mei 2000) atas insiden Danau Wanagon.
Tuntutan Penggugat ( WALHI ) terhadap Tergugat ( PT FreePort )
Dalam putusan persidangan itu, majelis hakim menjelaskan bahwa empat masalah
utama yang dituntut penggugat (Walhi), Mengenai tuntutan penggugat yaitu
1.

Tidak berfungsinya alarm banjir,

2.

Informasi tentang tidak ada korban yang jatuh dari insiden Danau
Wanagon,

3.

Serta perbedaan informasi curah hujan, menurut majelas hakim, itu hanya
semata-mata pengungkapan latar belakang permasalahan.

4.

Dugaan keterlibatan PT Freeport dalam melakukan pencemaran
lingkungan.
Hakim menilai hanya satu yang dapat atau memenuhi persyaratan

gugatan, yaitu mengenai dugaan keterlibatan PT Freeport dalam melakukan
pencemaran lingkungan. Hakim menilai “Melihat analisa alat-alat bukti, saksi
ahli, dan fakta di lapangan dalam persidangan terbukti bahwa PT FreePort
melakukan pencemaran lingkungan. Karena itu tergugat melanggar hukum,” 8

2.3

Penyelesaiannya
Pada tanggal 28 Agustus Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan
bahwa Freeport bersalah telah melanggar Undang-Undang Lingkungan Hidup
(UU No. 23, Tahun 1997). Perusahaan tersebut diperintahkan untuk memperbaiki
pengaturan sistim pembuangan limbahnya. Pengadilan mengatakan bahwa
Freeport telah dengan sengaja menyembunyikan informasi dan memberikan
penjelasan palsu dan tidak akurat sehingga menyesatkan masyarakat.
Pengadilan memerintahkan Freeport untuk meminimalisasi resiko batu
longsor berikutnya di Wanagon. Perusahaan juga harus mengurangi produksi
limbah beracunnya agar kualitas air dapat memenuhi standar.
WALHI menuntut agar perusahaan diberi hukuman harus mengeluarkan
permohonan maaf kepada masyarakat melalui media nasional dan internasional,
tapi ditolak pihak pengadilan.9

8 Intisari dari http://nasional.tempo.co/read/news/2001/08/28/05537779/Hakim-MenangkanGugatan-Walhi-Terhadap-Freeport
9 Intisari dari http://www.downtoearth-indonesia.org/id/story/pengadilan-memerintahkanfreeport-untuk-menyelesaikan-masalahnya

3.

Contoh kasus beserta penyelesaiannya terkait kasus yang berhubungan dengan

Citizen Law Suit. Apakah diterima atau ditolak oleh majelis hakim?

3.1

Definisi, Bentuk, Unsur-Unsur Citizen Law Suit
Citizen Law Suit (CLS) pada awalnya belum dikenal di Indonesia serta masing-

masing SDM pada setiap Pengadilan Negeri belum mendapatkan dasar hukum untuk
bisanya dilaksanakan suatu gugatan dalam versi Citizen Law Suit (CLS). Mengapa CLS
sekarang bisa digunakan oleh individu setiap warga Indonesia ? Jawabannya adalah
adanya beberapa putusan Pengadilan Negeri (PN) yang dapat dijadikan sebagai
Yurisprudensi diantaranya adalah :
1. Gugatan atas ujian nasional yang diputuskan Mahkamah Agung (putusan No.
228/Pdt.G/2006/PN.Jkt/Pst),
2. Gugatan

atas

penyelenggaraan

Jaminan

Sosial

(putusan

No.

278/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Pst),
3. Putusan PN dalam perkara perlindungan hukum kepada pekerja rumah tangga
(putusan No. 146/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Pst)
Ketiga putusan perkara ini, sebenarnya telah menggunakan versi gugatan
CLS yaitu sebagai putusan yang melindungi warga Negara dari kemungkinan kerugian
moril dan materil dari sebagai akibat atas adanya penelantaran, pembiaran dari
penyelenggara Negara atau Negara. Kemudian ada lagi (Hendra Setiawan Boen)
yurisprudensi dari Mahkamah Agung RI No. 229K/Sip/1975 bertanggal 18 Mei 1977
serta surat Edaran Mahkamah Agung No. MA/Pemb/0159/77 bertanggal 25 Pebruari
1977 yang menegaskan bahwa setiap perkara gugatan kepada pemerintah, pengadilan
bawah harus mencermati apakah pemerintah sudah bertindak berdasarkan hukum publik
atau telah melakukan perbuatan sebagai badan privat.
Dari beberapa yurisprudensi diatas, sebenarnya semua individu Warga Negara
Indonesia yang mengerti hukum ataupun tidak (dapat diwakili), bisa melakukan

gugatan kepada Pemerintah/Negara atau institusi pemerintah yang terbukti telah
melakukan pelanggaran terhadap undang-undang atau pemerintah terbukti telah
gagal ataupun lalai/abai untuk memenuhi kewajibannya sesuai amanat UU. Kemudian
kepada seluruh Pengadilan Negeri di Indonesia, sudah dapat menyelenggarakan acara
peradilan dan menerima gugatan versi Citizen Law Suit (CLS) ini. Terlepas dari adanya
pro dan kontra atas penyebutan apakah yang pantas dengan sebutan Citizen Law Suit atau
dengan sebutan Actio Popularis atau Vexatious Suit/litigation. Menurut beberapa para
pakar hukum, dengan sebutan gugatan Citizen Law Suit sudah bisa dipakai oleh seluruh
masyarakat dan dapat diajukan gugatannya pada setiap Pengadilan Negeri.

10

Bentuk Gugatan Warga Negara
1.

Warga pribadi dapat membawa gugatan terhadap seorang warga, perusahaan, atau

badan pemerintah untuk terlibat dalam perilaku yang dilarang oleh undang-undang.
misalnya, seorang warga negara dapat menuntut sebuah perusahaan di bawah Clean
Water Act (CWA) untuk secara ilegal mencemari jalur air.
2.

Warga swasta dapat mengajukan gugatan terhadap badan pemerintah karena gagal

untuk melakukan tugas non-discretionary. Misalnya, warga biasa bisa menuntut Badan
Perlindungan Lingkungan karena gagal mengumumkan regulasi bahwa CWA diperlukan
untuk menyebarluaskan.
3.

Bentuk kurang umum, warga bisa menuntut sebuah perintah untuk mengurangi

potensi membahayakan dekat dan substansial yang melibatkan generasi, pembuangan
atau penanganan limbah, terlepas dari apakah atau tidak perilaku terdakwa melanggar
larangan hukum.
Hal – hal yang perlu diperhatikan :
Pertama, penggugat harus mengalami "cedera pada kenyataannya" invasi -sebuah
dari kepentingan yang dilindungi secara hukum yang (a) beton dan particularized dan (b)
"sebenarnya atau dekat, tidak 'dugaan' atau 'hipotetis'".

10 http://hukum.kompasiana.com/2013/10/28/gunakan-citizen-law-suit-gugatan-warganegara-605482.html

Kedua, harus ada hubungan kausal antara cedera dan perilaku mengeluh-cedera
harus "cukup ... jejak mampu untuk aksi menantang dari terdakwa, dan tidak hasil [dari]
aksi

independen

dari

beberapa

pihak

ketiga

tidak

sebelum

pengadilan.

"

Ketiga, harus "kemungkinan", sebagai lawan hanya "spekulatif", yang cedera
akan "segera diperbaiki oleh keputusan yang menguntungkan"
Karakteristik Citizen Law Suit :
1. Citizen Law Suit merupakan akses orang perorangan atau warga negara untuk
mengajukan gugatan di Pengadilan untuk dan atas nama kepentingan keseluruhan
warga negara atau kepentingan publik;
2. Citizen Law Suit dimaksudkan untuk melindungi warga negara dari kemungkinan
terjadinya kerugian sebagai akibat dari tindakan atau pembiaran dari negara atau
otoritas negara;
3. Citizen Law Suit memberikan kekuatan kepada warga negara untuk menggugat
negara dan institusi pemerintah yang melakukan pelanggaran undang-undang atau
yang melakukan kegagalan dalam memenuhi kewajibannya dalam pelaksanaan
(implementasi) undang-undang;
4. Orang perorangan warga negara yang menjadi penggugat dalam Citizen Law Suit,
tidak perlu membuktikan adanya kerugian langsung yang bersifat riil atau tangible;
5. Secara umum, peradilan cenderung reluctant terhadap tuntutan ganti kerugian jika
diajukan dalam gugatan Citizen Law Suit.

3.2

Contoh Kasus yang berhubungan dengan Citizen Law Suit di Indonesia

Gugatan Citizen Law Suit atas kemacetan di Jakarta dan ketidaknyamanan
transportasi 2011 dua warga Jakarta yang berprofesi sebagai advokat, Agustinus Dawarja
dan Ngurah Anditya menggugat sejumlah pihak atas kemacetan yang terjadi di Ibukota.
Gugatan citizen law suit yang didaftarkan 31 Januari 2012 lalu itu ditujukan kepada
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang dipimpin Foke dan Pemerintah RI di mana
Presiden SBY menjadi Kepala Pemerintahannya. Tiga pihak yang menjadi tergugat
dalam CLS ini. Presiden RI menjadi Tergugat I, Gubernur DKI Jakarta menjadi Tergugat
II, sedangkan 10 partai politik di DPRD DKI Jakarta menjadi Tergugat III.11
Keduanya mengajukan gugatan sebagai warga di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
dengan Register Perkara No. 53/PDT.G/2012 tanggal 31 Januari 2012/PN.JKT.PST.
Dalam permohonan citizen law suit ini, mereka meminta SBY dan Foke membuat
kebijakan untuk menanggulangi macet. diharapkan Pemprov DKI dan Pemerintah RI
mengeluarkan kebijakan dengan segera untuk mengatasi kemacetan Jakarta
Menurutnya, akibat kemacetan tersebut telah merugikan masyarakat Jakarta pada
umumnya dan penggugat pada khususnya. Kerugian dimaksud tidak saja kerugian
materiil seperti pemborosan bahan bakar. Tetapi juga kerugian immateriil misalnya
kelelahan fisik, stres, tidak nyaman, terpotongnya jam kerja, lingkungan yang tidak
bersih, dan banyak lagi persoalan sosial lainnya.
Materi gugatan yang disampaikan Dawarja dan Firnanda, antara lain menghukum
Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III untuk mengeluarkan kebijakan dengan segera
untuk mengatasi kemacetan di DKI. Jakarta, antara lain,
11 http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4fe16d5768707/macet-untungkan-pemprovdki-jakarta

a. Menambah jumlah angkutan umum yang ada saat ini;
b. Menaikkan pajak kendaraan bermotor dengan sangat tinggi, baik itu roda empat
maupun roda dua milik pribadi;
c. Menaikkan tarif parkir di pinggir-pinggir jalan di DKI. Jakarta dan melarang
parkir seluruh kendaraan di badan jalan.
d. Menertibkan (sterilisasi jalan) parkir liar yang ada di ruas-ruas jalan di DKI.
Jakarta;
e. Melarang seluruh pedagang kaki lima, untuk berjualan di trotoar atau di pinggir
jalan-jalan utama di DKI. Jakarta;
f. Melarang angkutan umum berhenti (ngetem) di pinggir jalan untuk menaikkan
atau menurunkan penumpang, kecuali memang tersedia tempat yang diperuntukan untuk
hal tersebut.
g. Pembatasan kendaran bermotor berdasarkan usia kendaraan; dan h. Moratorium
kendaraan baru di wilayah Jabodetabek selama 6 (enam) sampai 12 (dua belas) bulan ke
depan.

3.3

Penyelesaiannya
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan citizen lawsuit (CLS)

terkait Kemacetan Jakarta yang diajukan kantor hukum Lex Regis.
Majelis hakim yang diketuai Kasianus Telaumbanua dalam putusan sela
menyatakan menerima gugatan warga negara tersebut dan persidangan akan diteruskan
dalam materi pokok permasalahan.
"Pengadilan menerima dan menyatakan bahwa Penggugat memiliki Legal
Standing (hak berperkara) untuk mengajukan gugatan atas perkara a qou. Majelis Hakim
memerintahkan para pihak berperkara untuk melanjutkannya pada materi pokok perkara,"
bunyi putusan sela PN Jakpus,

Adapun yang menjadi pertimbangan hakim, meskipun gugatan warga belum
diatur dalam hukum acara di Indonesia, hakim dapat melakukan perbandingan dengan
CLS yang diberlakukan di beberapa negara, seperti USA, India, dan Australia. Gugatan
CLS ini diajukan oleh para penggugat untuk mengkritisi permasalahan kemacetan di
Jakarta yang tidak kunjung usai dan terselesaikan.
Kemacetan yang sehari-hari dirasakan oleh masyarakat Jakarta umumnya dan
para Penggugat khususnya telah banyak menyebabkan kerugian baik materiil seperti
pemborosan bahan bakar maupun kerugian immateriil, seperti waktu yang terbuang,
kelelahan fisik, stress dan ketidaknyamanan yang dihadapi selama perjalanan. Terhadap
persoalan itu, penggugat berharap bahwa melalui jalur hukum ini, pemerintah disadarkan
kembali akan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pelayan publik.
Menghukum Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III dan Turut Tergugat untuk
meminta maaf secara tertulis kepada Para Penggugat dan Warga Kota Jakarta dalam
sekurang-kurangnya 2 media cetak Nasional;
Memerintahkan Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III dan Turut Tergugat untuk
membayar biaya perkara.12

4.

Jelaskan apa yang dimaksud Strict Liability & Fault Based Liability ?

Pasal 88 UU No 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan
B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman
serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi
tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan.
Pasal 88 UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
12
http://megapolitan.kompas.com/read/2012/08/01/21360743/Pengadilan.Kabulkan.Gugatan.W
arga.Soal.Kemacetan.Jakarta

Yang dimaksud dengan “bertanggung jawab mutlak” atau strict liability adalah
unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar pembayaran
ganti rugi. Ketentuan ayat ini merupakan lex specialis dalam gugatan tentang perbuatan
melanggar hukum pada umumnya.
Besarnya nilai ganti rugi yang dapat dibebankan terhadap pencemar atau perusak
lingkungan hidup menurut Pasal ini dapat ditetapkan sampai batas tertentu.
Yang dimaksud dengan “sampai batas waktu tertentu” adalah jika menurut
penetapan peraturan perundang-undangan ditentukan keharusan asuransi bagi usaha
dan/atau kegiatan yang bersangkutan atau telah tersedia dana lingkungan hidup13.
Tanggung Gugat Mutlak (Strict Liability)
Strict Liability mengandung makna bahwa tanggung gugat timbul seketika pada
saat terjadinya perbuatan, tanpa mempersoalkan kesalahan tergugat. Namun demikian
tidak semua kegiatan dapat diterapkan dengan asas ini, melainkan diperuntukkan bagi
kasus-kasus tertentu yang besar dan membahayakan lingkungan.
Pengaturan Strict Liability dalam undang-undang lingkungan sudah ada seja
UULH 1982 (Pasal 21) , Pasal 35 UUPLH 1997, dan terakhir pada Pasal 88 UUPPLH
2009 yang menentukan :
“Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3,
menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman
serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi
tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan”
Lebih jauh lagi penjelasan pasal di atas menyatakan Yang dimaksud dengan
“bertanggung jawab mutlak” atau strict liability adalah unsur kesalahan tidak perlu
dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar pembayaran ganti rugi. Ketentuan ayat ini
merupakan lex specialis dalam gugatan tentang perbuatan melanggar hukum pada
13 http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4d4cfdf858312/konsep-strict-liability-belumpernah-terpakai

umumnya. Besarnya nilai ganti rugi yang dapat dibeb ankanterhadap pencemar atau
perusak lingkungan hidup menurut Pasal ini dapat ditetapkan sampai batas tertentu. Yang
dimaksud dengan “sampai batas waktu tertentu” adalah jika menurut penetapan peraturan
perundang- undangan ditentukan keharusan asuransi bagi usaha dan/atau kegiatan yang
bersangkutan atau telah tersedia dana lingkungan hidup.
Kata-kata sampai “batas tertentu” di atas diberikan penekanan karena disitulah
karakter strict liability yang terbatas pada batas tertentu. Hal ini berbeda degan absolute
liability dengan jumlah yang tidak terbatas atau penuh
Jadi jelaslah bahwa konsep ini diterapkan secara terbatas pada kasus tertentu yang
berbahaya seperti pencemaran minyak di laut, dan/atau perusakan sumber daya alam di
wilayah ZEE Indonesia (UU ZEE) dan seperti yang ada dalam Pasal 88 UUPPLH 2009
mengenai pencemaran dan perusakan yang menggunakan B3.
Tanggung Gugat Berdasarkan Kesalahan (Liability based on Fault / Schuld
Aansprakelijkheid Tort Liability )
Dalam hukum perdata konsep ini tertuang dalam 1365 KUHPerdata tentang
perbuatan melawan hukum, ketentuan ini kemudian diadopsi dalam Pasal 87 (1) UU
PPLH 2009. Dalam konsep ini Tanggung gugat yang didasarkan atas kesalahan (act or
omission) yang menyebabkan terjadinya risiko bagi pihak lain, beban pembuktian ada
pada penggugat.
Kelemahan dalam konsep ini adalah sulitnya membuktikan unsur perbuatan
melawan hukum tersebut, terutama kesalahan dan hubungan kausal antara perbuatan dan
kerugian yang ditimbulkan, apalagi beban pembuktian ada pada pihak korban/penggugat.
Oleh karena itu, gugatan ganti rugi dengan dasar perbuatan melawan hukum berupa
pencemaran atau perusakan lingkungan yg diatur dalam Pasal 87 (1) UU PPLH 2009 jo.
1365 KUHPerdata cenderung gagal di pengadilan. 14

5.

Jelaskan apa yang dimaksud Polutter Pays Principle ?

14 http://zriefmaronie.blogspot.com/2014/05/hukum-lingkungan-keperdataan_17.html

Pencemar semata-mata merupakan seseorang yang berbuat pencemaran yang
seharusnya dapat dihindarinya. Mulai tahun 1972 prinsip pencemar membayar dianut dan
dikembangkan oleh negara-negara anggota organisasi kerjasama ekonomi dan
pembangunan (organization of economic cooperation and development/OECD), yang
pada intinya menyebutkan, bahwa pencemar harus menanggung beban atau biaya
pencegahan dan penggulangan pencemaran yang ditimbulkan. Sebagai instrument
ekonomi, prinsip pencemar membayar menggunakan internalisasi biaya dalam proses
produksi yang dimaksudkan sebagai tindakan preventif kemungkinan munculnya
pencemaran. Prinsip ini mewajibkan kepada pelaku untuk membayar dan bertanggung
jawab terhadap setiap kerusakan lingkungan yang terjadi akibat aktifitasnya, tidak peduli
apakah ia telah mengikuti standart lingkungan atau tidak. bahkan asas ini secara resmi
dipakai oleh Persatuan bangsa-bangsa (PBB).
“Asas pencemar membayar” adalah bahwa setiap penanggung jawab yang usaha
dan/atau kegiatannya menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
wajib menanggung biaya pemulihan lingkungan.15

15 http://www.menlh.go.id/asas-perlindungan-dan-pengelolaan-lingkungan-hidup/

Dokumen yang terkait

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN DAN PENDAPATAN USAHATANI ANGGUR (Studi Kasus di Kecamatan Wonoasih Kotamadya Probolinggo)

52 472 17

ANALISA BIAYA OPERASIONAL KENDARAAN PENGANGKUT SAMPAH KOTA MALANG (Studi Kasus : Pengangkutan Sampah dari TPS Kec. Blimbing ke TPA Supiturang, Malang)

24 196 2

PENERAPAN METODE SIX SIGMA UNTUK PENINGKATAN KUALITAS PRODUK PAKAIAN JADI (Study Kasus di UD Hardi, Ternate)

24 208 2

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

Diskriminasi Perempuan Muslim dalam Implementasi Civil Right Act 1964 di Amerika Serikat

3 55 15

Partisipasi Politik Perempuan : Studi Kasus Bupati Perempuan Dalam Pemerintahan Dalam Kabupaten Karanganyar

3 106 88

Makna Kekerasan Pada Film Jagal (The Act Of Killing) (Analisis Semiotika Roland Barthes pada Film Dokumenter "Jagal (The Act of Killing)" tentang Pembunuhan Anti-PKI pada Tahun 1965-1966, Karya Joshua Oppenheimer)

17 109 98

Pengaruh Rasio Kecukupan Modal dan Dana Pihak Ketiga Terhadap Penyaluran Kredit (Studi Kasus pada BUSN Non Devisa Konvensional yang Terdaftar di OJK 2011-2014)

9 104 46