PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA FAKULTA (1)
                                                                                ENTERPRENEUR & LEADERSHIP
KEWIRAUSAHAAN DAN KEPEMIMPINAN DARI PERSPEKTIF
ISLAM
(AL-QUR’AN & HADITS)
Dosen : Dr. Ir. Eddy Soeryanto Soegoto & Tim
OLEH :
Disusun Oleh:
10114559 Mulki Mantasya
Kelas: Kewirausahaan-1
PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
2017
1
ABSTRAK
Islam adalah agama yang tidak hanya menyediakan pedoman untuk masalah spiritual, tapi
juga urusan duniawi, termasuk perilaku berbisnis. Karya ilmiah ini dibuat untuk menjelaskan
peran agama dalam mengelola perusahaan terhadap karakteristik pengusaha dan pemimpin
yang mempraktikkan Islam dalam menjalankan bisnisnya. Prinsipnya adalah untuk para
pemimpin dan pengusaha yang berkeinginan menerapkan kepemimpinan dan kewirausahaan
sebagaimana dipandu oleh Islam. Dua hal penting pada bahasan karya ilmiah ini:
kewirausahaan dan kepemimpinan dalam ajaran Islam. Pada penulisan karya ilmiah ini
banyak memberikan pemahaman tentang ajaran Islam dan prinsip-prinsipnya untuk
mempraktekkan kewirasusahaan dan kepemimpinan. Ajaran Islam telah dijelaskan dari
perspektif yang dipraktikkan. Karya ilmiah ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama
praktis dengan praktik kewirausahaan dan kepemimpinan yang ditandai dengan taqwā
(iman), tawakkul (ketergantungan kepada Allah), penggunaan sumber daya yang efisien dan
tepat, penggunaan sumber produksi yang diperbolehkan, dan memproduksi produk yang
diijinkan, ketulusan dalam berupaya, kepercayaan dalam semua urusan, kepedulian terhadap
kesejahteraan masyarakat dan lingkungan, keadilan dan transparansi dalam semua kegiatan,
bagaimana bersikap ketika berbangga dalam pekerjaan / kerja, dan bagaimana berkonsultasi
dengan para pakar kepentingan sebelum pengambilan keputusan. Karya ilmiah ini ditujukan
kepada para pemimpin dan pengusaha yang memiliki kepercayaan / agama Islam, yang
diharapkan dapat mengatasi tantangan manajerial dan kompleksitas dalam mengelola
tanggung jawab mereka. Karya ilmiah ini mencoba untuk mengungkapkan ajaran Islam
sedemikian rupa sehingga lebih mudah bagi pengusaha dan pemimpin untuk mempraktikkan
Islam. Prinsip dan dasar-dasar rasionalisme dihasilkan melalui kutipan ayat-ayat Alquran dan
hadits yang berkaitan dengan pembahasan setiap sub-topiknya.
1
DAFTAR ISI
ABSTRAK.................................................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
1.
2.
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1.1
MASALAH PENELITIAN.......................................................................................1
1.2
KONSEP KEWIRAUSAHAAN...............................................................................2
1.3
KONSEP KEPEMIMPINAN...................................................................................3
LANDASAN TEORI........................................................................................................4
2.1
3.
PROSES DAN HASIL.....................................................................................................9
3.1
PROSES ANALISIS AYAT AL-QUR’AN...............................................................9
3.1.1
TAQWA (TAKUT KEPADA ALLAH) SEBAGAI PRINSIP DASAR...........9
3.1.2
TAWAKAL (BERSERAH DIRI KEPADA ALLAH)....................................10
3.1.3
HALAL (HAL YANG DITERIMA OLEH ISLAM).....................................10
3.1.4
MENGUTAMAKAN NILAI MORAL DENGAN KETULUSAN...............11
3.1.5
LAYAK DIPERCAYA......................................................................................11
3.1.6
MENGHARAPKAN KESEJAHTERAAN SOSIAL....................................11
3.1.7
AL-ADL (KEADILAN)...................................................................................13
3.1.8
BERPENGETAHUAN LUAS.........................................................................13
3.1.9
PERTANGGUNGJAWABAN BAIK..............................................................14
3.1.10
PEDULI TERHADAP SOSIAL DAN LINGKUNGAN...............................14
3.1.11
AL-SHURA (BERKONSULTASI SEBELUM MEMUTUSKAN)..............15
3.1.12
PENANDAAN TENAGA KERJA..................................................................15
3.1.13
SEMANGAT TIM............................................................................................15
3.2
4.
KEPEMIMPINAN DARI PERSPEKTIF ISLAM.................................................6
PROSES SECARA PENGKOMBINASIAN QUR’AN DAN HADITS..............16
KESIMPULAN...............................................................................................................20
REFERENSI...........................................................................................................................22
2
1. PENDAHULUAN
Kewirausahaan dan kepemimpinan Islam dapat dikaitkan dengan populasi Muslim yang
besar. Sekarang ada sekitar 1,6 miliar Muslim, diperkirakan meningkat 35% dalam 20 tahun
ke depan, meningkat menjadi 2,2 miliar pada 2030(Farouk, 2013). Berdasarkan laporan
Forum Halal perdagangan makanan dan minuman secara global diperkirakan bernilai 1,4
triliun USD per tahun (Farouk, 2013) setara dengan 16% dari keseluruhan industri makanan
secara umum. Hal ini terhitung 20% dari perdagangan produk pangan yang ada di dunia di
Eropa, Afrika, dan Asia, masing-masing mencakup 10%, 24% dan 63(Farouk, 2013). Karena
umat Islam menjadi lebih sadar akan jenis produk yang dapat mereka konsumsi sesuai
dengan ajaran yang diajarkan Islam. Maka para pengusaha berusaha untuk memenuhi
permintaan berdasarkan data tersebut.
Sejak perbedaan antara pengusaha dan pemimpin menjadi kurang jelas, prinsip pengusaha
sukses yang dipakai adalah pemimpin yang visinya mengarah pada intervensi ekonomi
(Lazear, 2005). Menurut Eyal dan Kark (2004), teori kepemimpinan menunjukkan adanya
hubungan yang signifikan antara kepemimpinan dan kewirausahaan. Conger dan Kanungo
(1998) berpendapat bahwa pemimpin & pengusaha dengan ciri kepemimpinan karismatik
(transformasional) "secara alami adalah wirausaha". Memang benar, kepemimpinan
transformasional berkaitkan dengan promosi inovasi dalam organisasi (Bass, 1985; Howell
dan Avolio, 1993; Howell dan Higgins, 1990). Istilah "kepemimpinan transformasional" itu
sendiri telah didefinisikan sebagai hasil transformasi pengikut individu atau organisasi (Yukl,
1998). Oleh karena itu, kepemimpinan karismatik telah dikaitkan dengan inovasi (Bass, 1985;
Conger dan Kanungo, 1987, 1988; House, 1977). Selanjutnya, bukti empiris menunjukkan
bahwa perilaku proaktif, seperti inisiatif, demonstrasi, pengambilan tindakan dan bertahan
pada prinsip sampai tercapai tujuan, dikaitkan dengan kepemimpinan transformasional dan
karismatik (Bateman dan Crant, 1993; Crant, 2000; Deluga, 1998). Oleh karena itu, dapat
dikatakan bahwa kepemimpinan sangat berkaitan sekali dengan kewirausahaan sebagaimana
telah dijelaskan dalam penelitian kewirausahaan yang dikemukan para analis di atas. Dengan
adanya tren ini, sebuah refleksi tentang bagaimana cara implementasi proses usaha dalam
Islam menjadi sangat penting.
Oleh karena itu, karya ilmiah ini mencoba untuk menekankan praktik kewirausahaan dan
kepemimpinan sesuai dengan dasar penjelasan Al-Qur'an dan Sunnah. Pada bab pendahuluan
ini dibagi menjadi beberapa bagian: kesenjangan penelitian, konsep kewirausahaan dan
kepemimpinan, asal mula terminologi yang digunakan untuk kewirausahaan dan
kepemimpinan yang dipraktekkan dalam penjelasan Al-Qur'an dan Sunnah, tinjauan pustaka,
matriks indikatif untuk mempraktikkan kewirausahaan, dan kepemimpinan yang ditinjau dari
pandangan Islam. Selain itu, beberapa ayat Al-Qur’an dan hadis tambahan yang relevan
beserta interpretasinya.
1.1 MASALAH PENELITIAN
Disiplin kewirausahaan berasal dari sumber daya multidisiplin. Meskipun kegiatan
kewirausahaan telah diteliti dari aspek psikologis (Begley dan Boyd, 1987), sosial
(Shilero dan Sokol, 1982), ekonomi (Cassil, 2003), dan politik (Schneider and Teske ,
1992) Perspektif agama telah banyak terbengkalai dengan sedikit pengecualian (Dana,
2010). Islam menyediakan dasar dan kerangka kerja untuk mengembangkan model
1
keuangan, ekonomi, dan bisnis / kewirausahaan (Gümüsay, 2014). Dengan cara itu, Islam
memberi perspektif pada aliran ini. Kerangka kewirausahaan berdasarkan pemahaman AlQuran yang mendalam masih harus diteliti. Ini akan membantu pesan Quran menjadi
bagian dari praktik di bidang kewirausahaan dan kepemimpinan. Pengkombinasian
teologi atau studi agama dengan manajemen akan memperkaya pendekatan interdisipliner
(Gümüsay, 2014).
Demikian pula, banyak penelitian telah dilakukan mengenai kepemimpinan dan
efektivitasnya (Bass, 1999; Fiedler, 1967; Stogdill, 1974; Yukl, 2002); Namun, penelitian
ini hanya fokus pada lingkungan bisnis di Barat. Yukl (2002) mencatat bahwa penelitian
tentang kepemimpinan sebagian besar telah dilakukan di Eropa Barat selama setengah
abad terakhir. Hanya sedikit penelitian yang telah dilakukan pada budaya non-Barat.
Selain itu, literatur penelitian kepemimpinannya tidak ada dari perspektif Islam.
Berdasarkan kekurangan tersebut, Ali (2005) mengemukakan bahwa sebagian besar
penelitian mengenai kepemimpinan dari perspektif Islam saat ini kurang mendalam dan
tidak berwujud. Kazmi (2004) mengemukakan pandangan yang sama dengan mengakui
kurangnya penelitian tentang perspektif Islam dalam pembelajaran manajemen dan
meminta pendekatan Islam untuk menyelidiki masalah manajemen yang dapat bisa
ditawarkan menjadi perspektif baru.
Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk membahas beberapa dimensi masalah
penelitian, mengeksplorasi dan mengungkapkan konsep kepemimpinan dan
kewirausahaan sesuai dengan Al-Quran dan Sunnah sebagai sumber dan dasar utama bagi
umat Islam.
1.2 KONSEP KEWIRAUSAHAAN
Kata ‘entrepreneur’ berasal dari kata Prancis “Entreprendre” yang berarti ‘melakukan’
atau ‘enterpriser’. Menurut kamus Webster, seorang pengusaha adalah ‘penyelenggara
usaha ekonomi; Terutama yang mengatur, memiliki, mengelola, dan mengasumsikan
risiko bisnis’. Ekonom R. Cantillon merupakan pelopor dalam bidang ini, yang
mengusulkan “teori pengambil risiko pengusaha”. Hal utama kewirausahaan telah
teridentifikasi sebagai acuan pengambilan risiko dan orientasi tindakan yang sejalan
dengan gagasan pengusaha
“sebagai pemeran karakter yang paling sulit
Gambar 1 Konsep Wirausaha menurut pandangan sekolah
dipahami.”(Baumol, 1993).
2
Kewirausahaan berasal dari berbagai teori ekonomi. Hébert and Link (1989)
mengklasifikasikan teori ekonomi kewirausahaan ke dalam tiga tradisi yaitu sekolah
Austria, Chicago dan Jerman. Kirzner (1973, 1979) dari sekolah Austria menganjurkan
bahwa pengusaha adalah mereka yang memanfaatkan peluang. Knight (1921) dari
sekolah Chicago menekankan pentingnya pengambilan risiko dan adanya ketidakpastian.
Schumpeter (1934) yang berasal dari sekolah Jerman, berkonsentrasi pada peran
kombinasi baru dan penghancuran ide kreatif. Oleh karena itu, dari beberapa pengemuka
di atas dapat dedefinisikan seorang pengusaha yaitu seseorang yang memanfaatkan
peluang dengan menggabungkan kembali sumber daya yang ada, sambil menanggung
ketidakpastian dalam usahanya. (Gambar 1).
1.3 KONSEP KEPEMIMPINAN
Kepemimpinan adalah salah satu pilar dalam kegiatan sosial kita (Patwary,
2003). Kepemimpinan adalah kemampuan memberikan gambaran cita-cita yang
diharapkan oleh orang-orang dalam organisasi (Eddy Soeryanto Soegoto, 2015:356). Hal
ini mengacu pada proses mendukung dan mempengaruhi orang lain untuk antusias
bekerja mencapai tujuan (Heinz dan Koontz, 2005)). Hal ini, menjadi faktor keberhasilan
Gambar 2 Pemikiran sekolah kepemimpinan
yang signifikan dalam berorganisasi, baik kecil maupun besar, formal atau non-formal.
3
Sumber: Zaccaro, Kemp dan Bader (2004); Parolini, Patterson dan Winston (2009).
Teori
kepemimpinan
kepribadian
Pola karakteristik pribadi yang terintegrasi
mengacu pada efektivitas pemimpin yang
konsisten di berbagai kelompok dan situasi
organisasi
Teori
kepemimpinan
transaksional
Menekankan penawaran penghargaan kepada
bawahan untuk layanan yang telah diberikan
Teori
kepemimpinan
transformasi
Memberdayakan orang dalam organisasi dan
meningkatkan basis kekuatan dan efektivitas
Pelayanan
Kepemimpinan
Pemimpin melayani bawahan mereka dan
membantu memaksimalkan keefektifan
mereka.
Mengetahui dan bertindak benar di dalam
memimpin, berorganisasi dan bersama tim
dengan mengetahui dan bertindak menurut
kebenaran di dunia ini.
Pandangan gabungan: Seorang pemimpin adalah seseorang yang
mengetahui dan bertindak atas apa yang benar di dunia ini, dengan
mengintegrasikan pola karakteristik pribadinya, dengan memberdayakan
orang-orang dalam organisasi, memberi penghargaan kepada mereka atas
layanan yang diberikan dan meningkatkan basis kekuatan untuk
membantu mencapai titik maksimal efektivitas mereka.
Kepemimpinan
yang asli
(autentik)
Beberapa teori yang menonjol yang diterangkan pada gambar di atas adalah :
(a) Teori kepemimpinan kepribadian: Teori kepemimpinan kepribadian didefinisikan
sebagai pola karakteristik pribadi yang terintegrasi yang mencerminkan rentang
perbedaan individu dan mendorong efektivitas pemimpin yang konsisten di berbagai
situasi kelompok dan organisasi. (Zaccaro, Kemp, dan Bader, 2004).
(b) Kepemimpinan transaksional: Merupakan gaya kepemimpinan yang mengusulkan
pertukaran penghargaan dengan bawahan untuk layanan yang diberikan oleh mereka
(Parolini, Patterson dan Winston, 2009).
(c) Kepemimpinan transformasional: Pendekatan kepemimpinan transformasional
mengarah pada perubahan dalam visi, strategi, dan budaya organisasi. Gaya
kepemimpinan ini mengusulkan pemberdayaan orang dalam organisasi dan
meningkatkan basis kekuatan dan efektivitas. (Yakobus dan Yusuf, 2001).
(d) Kepemimpinan pelayan: Literatur menunjukkan bahwa kepemimpinan Islam paling
dekat dengan gaya kepemimpinan ini (Ahmad dan Fontaine, 2011). Kepemimpinan
ini mengharuskan pemimpin untuk melayani mereka yang bekerja, melindungi
mereka dan membantu mereka mencapai keefektifan maksimal mereka (Beekun,
2006; Khaliq, 2009). Model kepemimpinan ini telah muncul dari konsep akar
kepemimpinan otentik.
(e) Kepemimpinan yang Otentik: Teori yang baru-baru ini berkembang yang
menyatakan bahwa seorang pemimpin sejati mengetahui dan bertindak berdasarkan
apa yang asli dan nyata di dalam diri, tim dan organisasi pemimpin tersebut dan juga
memiliki pengetahuan tentang apa yang benar dan nyata di dunia (Terry, 1993 ).
4
2. LANDASAN TEORI
Pengembangan yang utama dari karya ilmiah ini yaitu kewirausahaan, kepemimpinan,
dan perspektif kewirausahaan dan kepemimpinan Islam. Gagasan kewirausahaan
konvensional menekankan pada upaya, manfaat dan kontribusi. Namun, kewirausahaan dari
perspektif Islam memiliki dua konsep yang digabungkan secara mulus, “Islam” dan
“kewirausahaan” (Gümüsay, 2014). Gagasan tentang Islam adalah pernyataan kepercayaan
kepada Allah dan mengakui bahwa Muhammad SAW sebagai utusan Allah. Kewirausahaan
dari Perspektif Islam bukan sekadar penggabungan sederhana antara Islam dengan
kewirausahaan. Sebenarnya, ini merupakan pembahasan yang didasari oleh tiga pilar yang
saling terkait, dan saling membentuk satu sama lain.
i. Pilar pertama, berdasarkan definisi kewirausahaan adalah mengejar peluang.
ii. Pilar kedua adalah sosiologi-ekonomi atau etika.
iii. Pilar ketiga adalah religi-spiritual yang menghubungkan manusia dengan Allah yang
bertujuan akhir untuk keselamatan manusia itu sendiri.
Sebagaimana terdapat dalam berbagai hadist bahwa Islam memiliki sikap positif terhadap
kewirausahaan dan hak kepemilikan. Nabi Muhammad SAW ditanya jenis penghasilan apa
yang terbaik, dan dia menjawab: “Pekerjaan seorang pria dengan tangannya sendiri dan setiap
transaksi bisnis yang sah.”(Al-Tirmidzi, 1983). Wilson (2006) mengakui keunikan kode etik
bisnis Islam dan menilai positif bahwa “kepercayaan” dapat memberikan aktivitas ekonomi
dengan biaya yang efektif dan organisasi yang kompeten. Penting untuk dicatat bahwa dalam
Islam, etika inilah yang mendominasi ekonomi, bukan sebaliknya.(Naqvi, 1981).
Kewirausahaan menurut Perspektif Islam memasukkan nilai moral dan etika Islam pada
ekonomi (Ramadan, 2009). Islam mengajukan kemitraan finansial tertentu (entrepreneurial)
seperti muḍārabah dan mushārakah.
i. Dalam sebuah kemitraan muḍārabah, satu partai, rabb al-māl, menyediakan modal dan
lain-lainnya. Sedangkan muḍārib menyediakan tenaga kerja kewirausahaan.
ii. Dalam kemitraan mushārakah, berbagai pihak memberikan modal dan beberapa pihak
terlibat dalam sisi manajerialnya. Modal ini bisa dibaur dengan sumber dana lain pada
perusahaan. Keuntungan dibagi kepada mitra dengan jumlah dan proporsi yang telah
disepakati dan ditentukan sebelumnya, serta kerugian yang ditanggung oleh penyedia
modal berbanding dengan kontribusi tenaga kerja mereka; Jika pengusaha tidak
memberikan kontribusi terhadap modal, maka dia kehilangan keuntungan, dan hanya
waktu dan usaha yang diinvestasikan pada proyeknya.
Kewirausahaan adalah usaha menciptakan nilai tambah dengan jalan mengombinasikan
sumber-sumber melalui cara-cara baru dan berbeda untuk memenangkan persaingan (Eddy
Soeryanto Soegoto, 2015:28). Dalam Kewirausahaan menurut Perspektif Islam
“..kepemilikan akhir terletak pada Allah”(QS, 24:33) dengan manusia “sebagai khalifah, wali
amanat atau wakil-wakil”(QS, 2:30; 57:7). Karena itu, kepemilikan tidak langsung milik
pengusaha. Sebagai contoh, seperti penimbunan kekayaan dilarang dalam Islam (QS, 3:180;
9:34). Kewirausahaan adalah suatu nilai yang diwujudkan dalam perilaku yang dijadikan
sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat, kiat, proses dan hasil bisnis (Ahmad Sanusi,
1994:28). Berbeda dengannya Rameli dkk. (2014) berpendapat bahwa beberapa karakteristik
indikatif (seperti pengusaha shari’ah, pengusaha ḥalal, pengusaha bai', pengusaha khiyà, dan
5
sebagainya) dapat diperiksa berdasarkan fungsi kegiatan bisnis pada umumnya (seperti
produksi, pemasaran, keuangan dan sumber daya manusia).
Fungsi Bisnis
Produksi
Pemasaran
Keuangan
Sumber
daya
Karakteristik Pengusaha Muslim
1. Pengusaha harus memakai jenis produk yang sesuai
dengan konsep ḥalalan taīyiba, berdasarkan maslahah;
Mematuhi Maqasid Sharī'ah; Berdasarkan gagasan tentang
kebutuhan dan prioritas (al-Aulawīyāt); tidak berbahaya
bagi konsumen / lingkungan.
2. Mereka harus menghasilkan produk yang etis, sumber
daya menggunakan sumber yang halal (sah), hanya
menerapkan gaya kerja yang sah, menghindari melakukan
penyuapan, kecurangan dan riba, menjaga kebersihan,
terlebih dahulu mendapatkan Sertifikat Halal, dan
mematuhi prosedur dan standarisasi yang disyaratkan /
direkomendasikan pada Sertifikasi Halal
1. Pengusaha seharusnya tidak terlibat dalam transaksi
apapun yang dilarang oleh Islam; Seperti Bai 'al-Najāsh,
riba, monopoli pasar, dan tidak boleh menggunakan
manipulasi untuk keuntungan.
2. Iklan promosi bisnis harus benar, jelas dan transparan,
tanpa mengorbankan pegawainya, menerapkan sistem
penetapan harga yang adil, tidak menggunakan
pembekuan pelanggan, menghilangkan semua unsur
ketidakpastian atau kecurangan, promosi hanya melalui
duta merek yang diizinkan oleh Sharī'ah.
3. Harus ada kebijakan pengembalian produk di tempat.
(Sesuai konsep Islam tentang khiyar).
4. Strategi bersaing harus dengan cara meningkatkan kualitas
produk, mengekspos kebaikan produk, dan tidak
menjelekkan kompetitor. Menjaga etika dan moral dalam
skenario persaingan.
5. Pengusaha harus mempraktikkan konsep marketing mix
4Ps atau 5Ps dalam menjalankan bisnis mereka dan harus
berusaha memenuhi syarat untuk Sertifikasi Halal.
1. Mereka harus mematuhi prinsip-prinsip dasar keuangan
Islam - sah (halal), berniat benar dalam transaksi
keuangan, menghindari gharar (ketidakpastian), tidak
melibatkan unsur riba, atau maisir (perjudian).
2. Modal tersebut harus berasal dari modal sendiri atau
pinjaman dan ekuitas (menerapkan prinsip qarḍ al-hasan
(yaitu pinjaman yang berdasarkan ke-ikhlasan).
3. Biaya harus ditanggung sesuai dengan prinsip Ḍarurīyat,
Hajīyat, dan Tahsīnīyat, memprioritaskan biaya yang
diperlukan seperti biaya tenaga kerja, biaya pengelolaan,
zakat, hutang, dan kemudian pengeluaran lainnya yang
telah dinyatakan benar seperti penghargaan dan bonus
kepada para karyawan; Harus menghindari pemborosan
biaya.
1. Memilih pekerja dengan gaji yang adil dan merata sesuai
6
manusia
dengan kualifikasi pasar dan keterampilan mereka.
2. Kembangkan hubungan dengan para pekerja berdasarkan
Islam dengan menganggap karyawan sebagai aset bukan
sekedar kerja keras. Memiliki keyakinan yang kuat bahwa
rezeki dan kesenangan adalah amanat Allah.
Tabel 1 Karakteristik Pengusaha Muslim pada Empat Fungsi Bisnis.
2.1 KEPEMIMPINAN DARI PERSPEKTIF ISLAM
Dalam pandangan islam, seorang pemimpin memimpin sebuah kelompok yang
diharapkan dapat mempengaruhi bentuk dalam mencapai tujuan dan sasaran etis.
Keberhasilan seorang pemimpin bergantung pada pembangunan tim yang mengarah pada
semangatnya tim itu sendiri. Sejalan dengan praktik secara konvensional, kepemimpinan
dalam Islam berfungsi sebagai jembatan bagi para pemimpin untuk mempengaruhi sikap
dan perilaku pengikut mereka untuk mencapai tujuan organisasi (Ali, 2007). Pemimpin
perlu bersikap visioner untuk memimpin sebuah organisasi menuju kesuksesan (Khaliq,
2009). Kepemimpinan adalah kemampuan untuk melihat batasan yang diasumsikan untuk
menghasilkan sedikit solusi yang dapat divisualisasikan (Beekun dan Badawi, 1999).
Dalam Islam, setiap orang memiliki beberapa tanggung jawab kepemimpinan,
berdasarkan pernyataan Nabi (saw), “Setiap orang dari kalian adalah gembala dan setiap
penggembala bertanggung jawab atas gembalaannya.” (Muslim, 1993). Artinya, seorang
pria adalah wali keluarganya dan bertanggung jawab penuh untuk itu. Seorang wanita
adalah penjaga rumah suami dan anak-anaknya, dia bertanggung jawab atas mereka, dan
pelayan itu adalah penjaga harta milik pemiliknya dan dia bertanggung jawab untuk itu.
Pemimpin konvensional seharusnya bisa menyoroti pentingnya hubungan manusia,
nilai-nilai agama, dan spiritualitas. Pada kenyataannya, kepemimpinan adalah tentang
menawarkan diri dan semangat seseorang (Beekun dan Badawi, 1999). Hal ini dimengerti
bahwa kepemimpinan tidak dikatakan berhasil jika orang-orang terlalu menekankan
otoritas psikologis, birokratis, dan teknis-rasional dan telah mengabaikan otoritas moral,
profesional maupun spiritual. Islam menuntut agar para pemimpin memperhatikan
kebutuhan bawahannya. Ini adalah perwalian Allah, tanggung jawab yang diberikan dari
Dia sebagai bentuk pelayanan kepada umat manusia (Toor, 2007). Rost (seperti yang
dinyatakan dalam Beekun, 2006) memandang kepemimpinan sebagai hubungan dinamis
berdasarkan pengaruh timbal balik dan tujuan bersama antara pemimpin dengan
bawahannya dimana keduanya dipindahkan ke tingkat perkembangan moral dan motivasi
yang lebih tinggi.
Kepemimpinan adalah proses mengarahkan, mengistruksikan, atau memengaruhi
orang lain atau organisasi untuk melaksanakan suatu tugas atau tujuan organisasi (Eddy
Soeryanto Soegoto, 2015:346). Hal yang sama terdapat dalam Islam, kepemimpinan
adalah proses pembinaan dan menginspirasi pengikut atau bawahan untuk mencapai
kejelasan visi bersama, konkret dan pasti (Aabed, 2006). Kegiatan manajemen seperti
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian bisa jadi tidak aktif jika
sampai pemimpin tidak berupaya untuk memicu motivasi dan membimbing mereka
menuju tujuan bersama (Khaliq, 2003). Pada gilirannya, para pengikut atau bawahan
harus memberi pimpinannya umpan balik yang adil dan tidak sepihak. Mereka harus
membantu dan mendukung pimpinannya dalam hal melakukan kebaikan. Salah satu
pemeluk islam dan khalifah kedua setelah Nabi (saw), Umar bin Khatab ra. berkata:
7
“Semoga Allah mengasihani siapapun yang menunjukkan kesalahanku kepadaku.” (AlGhazālī , 1993). Dalam Islam, seorang pemimpin tidak bebas bertindak sesuai dengan
keinginannya, juga tidak harus tunduk pada keinginan kelompok manapun. Sebaliknya
dia harus bertindak hanya untuk melaksanakan perintah Allah di bumi. Dalam Al-Qur'an,
Allah berfirman:
“Dan Kami menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi
petunjuk dengan perintah Kami dan Kami wahyukan kepada mereka agar berbuat
kebaikan, melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, dan hanya kepada Kami mereka
menyembah.” (Al-Qur’an, 21:73).
Muslim percaya bahwa nilai-nilai Islam itu universal (menyeluruh). Dengan
demikian, kepemimpinan di Islam berpusat pada kepercayaan. Ini merupakan kontrak
religius dan psikologis antara pemimpin dan pengikut mereka sehingga mereka akan
berusaha sebaik mungkin untuk melindungi, membimbing dan memperlakukan pengikut
mereka dengan adil (Khaliq, 2007). Ini berkisah tentang melakukan perbuatan baik untuk
kepentingan Allah, komunitas Muslim, dan kemanusiaan. Al-Buraey (seperti dikutip Ali,
2007) menyatakan bahwa kepemimpinan Islam membantu individu dalam mencapai
kebahagiaan di dunia kedua (akhirat).
Eddy Soeryanto Soegoto, (2015:349) menyatakan bahwa keberhasilan seorang
pemimpin ditentukan oleh sifat-sifat, perangai atau ciri-ciri yang dimiliki pemimpin itu.
Untuk menjadi seorang pemimpin yang berhasil, sangat ditentukan oleh kemampuan
pribadi pemimpin yakni kualitas seseorang dengan berbagai sifat, perangai atau ciri-ciri
didalamnya. Pada prinsip kepemimpinan Islam yang disusun oleh para ilmuwan sangat
banyak. Misalnya, Kassem dan Al-Buraey (seperti dikutip Ismail, 2007) memberi contoh
prinsip kepemimpinan Islam; Mereka menunjukkan bahwa teknik pembentukan tim bisa
dilihat dalam do’a kongregasi, khotbah Jum'at, dan berbagai kegiatan keagamaan lainnya.
Beberapa karakteristik pemimpin Islam diberikan di sini. Nabi Muhammad SAW
mengatakan tentang pemimpin jamā'ah (organisasi / komunitas / negara) “Barangsiapa
yang mematuhinya maka dia pun mematuhiku, dan barangsiapa yang tidak menaati
pimpinannya maka ia tidak menaati saya.” (Al-Bukhārī, 1980; Muslim, 1993). Al-Thalib
(1991) mengidentifikasi beberapa karakteristik penting kepemimpinan Islam, yang juga
berlaku bagi para pemimpin manajerial dalam sebuah organisasi.
(a) Kesetiaan: manajer / pemimpin Islam terikat dalam kesetiaan kepada Allah.
(b) Tujuan Global Islam: Pemimpin memahami tujuan sebuah organisasi tidak hanya
dalam hal kepentingan organisasi, tetapi juga dalam hal tujuan Islam yang lebih luas.
(c) Kepatuhan terhadap Shari’ah dan Tata Cara Islam: Pemimpin harus mengikuti
perintah Islam. Dia hanya bisa melanjutkan perusahaannya selama dia mengamati
prinsip-prinsip Shari’ah. Perilakunya harus sesuai dengan tata krama Islam.
Terdapat lima dasar kekuatan yang biasanya dijelaskan dalam literatur kepemimpinan,
begitu pula Perspektif Kepemimpinan Islam mencakup kelima hal tersebut namun
dipandang secara berbeda (Beekun dan Badawi, 1999).
i. Kekuatan yang sah: Kekuatan yang sah dikaitkan dengan posisi seseorang dalam
organisasi. Islam membuat Muslim enggan mencari posisi otoritas secara aktif.
Berkampanye untuk posisi berkuasa mungkin menyiratkan bahwa seseorang
8
ii.
iii.
iv.
v.
terpikat dengan posisi untuk kemajuan seseorang atau alasan lain untuk melayani
sendiri. Nabi Muhammad SAW bersabda: “Jangan meminta posisi yang berwenang,
karena jika Anda diberi posisi ini sebagai hasil permintaan Anda, Anda akan
ditinggalkan sendiri (tanpa pertolongan Allah untuk membebaskan tanggung jawab
yang ada Di dalamnya), dan jika Anda diberi itu tanpa permintaan apapun, Anda
akan terbantu (oleh Allah dalam melaksanakan tugas Anda).”(Muslim, 1993).
Pengecualian dapat dilakukan terhadap perintah ini, bila seseorang mengidentifikasi
suatu situasi sebagai potensi krisis atau bencana. Dia harus memiliki keahlian yang
diperlukan untuk membantu orang lain dalam situasi ini; Dia mungkin mencari
posisi tertentu untuk memberikan bantuan. Misalnya, Nabi Yusuf (saw) meminta
Raja Mesir untuk memberinya posisi. Perihal seperti itu (yaitu, untuk ditempatkan
dan bertanggung jawab atas lumbung) merupakan sebuah perbuatan yang dilakukan
dengan niat benar dan murni berada dalam parameter Islam.
Kekuatan penghargaan: Seorang pemimpin yang memiliki kekuatan dalam posisi
juga dapat mengendalikan penghargaan organisasi, termasuk kenaikan gaji, tugas
kerja yang diinginkan, atau promosi. Perlu dicatat bahwa Umar ibn al-Khattab
(semoga Allah berkenan dengan dia) biasa membayar gaji pejabat negara bagian
dengan tinggi. Dia bermaksud memastikan bahwa mereka tidak akan tergoda oleh
sogokan. Dengan memperlakukan orang yang ditunjuknya secara adil, Umar
(semoga Allah berkenan dengan dia) menjadi salah satu pemimpin Islam yang
paling terkemuka.
Kekuatan koersif: Selain mengendalikan penghargaan organisasi, pemimpin yang
mendominasi posisi juga mengendalikan sanksi kelompok. Islam mengidentifikasi
legitimasi kekuatan pemaksaan namun menyarankan agar tidak digunakan untuk
memaksa pengikut menuju kejahatan. Sebenarnya, Nabi (saw) pernah berkata,
“ketaatan (kepada pemimpin) hanya diperlukan untuk hal yang baik,” menekankan
peran pemimpin sebagai pelayan. Umar ra mengatakan kepadanya: “Saya menunjuk
Anda gubernur dan agen untuk tidak memukul tubuh Anda atau mengambil uang
Anda, melainkan untuk melatih Anda dan melayani Anda.” (Abdul-Hadi, 1970)
Rujukan atau kekuatan karismatik: Orang memiliki karisma saat orang lain ingin
mengikutinya karena mereka terpukau oleh kepribadian mereka. Pemimpin yang
sudah lahir biasanya karismatik. Pemimpin kharismatik, seperti Nabi Muhammad
SAW dan semua Nabi lainnya, menggunakan kekuatan untuk kepentingan umat
manusia, belajar dari kritik, bekerja untuk mengembangkan pengikut mereka
menjadi pemimpin, dan bergantung pada standar moral.
Kekuatan ahli: Pemimpin yang memiliki informasi dan keahlian berharga dianggap
memiliki kekuatan ahli yang bermanfaat bagi pengikut mereka yang membutuhkan
informasi untuk melakukan tugas mereka. Misalnya, dalam melakukan ibadah
sholat, seseorang dapat dipilih untuk memimpin sholat karena pengetahuannya yang
berlebih tentang mengimami sholat dalam Islam. Tidak ada pendeta dalam Islam.
3. PROSES DAN HASIL
Karya Ilmiah ini menggunakan tema dan judul dari Kewirausahaan dan Kepemimpinan
yang berasal dari Al-Qur'an dan Hadits. Penggunaan Al-Qur’an memungkinkan penelitian
untuk segera mengidentifikasi ayat-ayat Al-Qur’an yang termasuk dalam kategori
perdagangan, bisnis, dan kewirausahaan. Demikian juga untuk istilah kepemimpinan. Hadits
9
diambil dari koleksi Hadits shahih (terpercaya). Analisis isi didasarkan pada komentar yang
dibuat oleh para ilmuwan.
Bagian berikut memberikan prinsip untuk mempraktikkan kewirausahaan dan
kepemimpinan dari sudut pandang Islam. Hal ini diikuti dengan merincikan tentang ayat-ayat
Al-Qur’an dan hadits yang relevan.
3.1 PROSES ANALISIS AYAT AL-QUR’AN
3.1.1 TAQWA (TAKUT KEPADA ALLAH) SEBAGAI PRINSIP DASAR
Pengusaha dan pemimpin yang sukses pasti takut kepada Allah (taqwā) di
dalam Al-Qur’an. Allah berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman! Maukah kamu aku menampilkan sebuah
perdagangan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (Yaitu) kamu
beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan
jiwamu. Itulah yang lebih baik untuk kamu jika kamu tahu,” (Al-Qur’an. 61:10-11)
Melalui keputusan ini, pengusaha dan pemimpin harus percaya kepada
Allah dan berusaha mencari kekayaan untuk memperbaiki diri dan melakukan
segalanya sesuai dengan ajaran Allah dan Nabi. Pengusaha dianggap berhasil
ketika mereka memiliki “taqwā” di dalam dirinya saat mengejar keuntungan
dari aktivitas kewirausahaannya.
Hasilnya menunjukkan bahwa tingkat taqwā pemimpin akan
mempengaruhi keefektifannya, di mana satu dimensi spiritualitas, yaitu
kepercayaan, dan tiga dimensi tanggung jawab, yaitu sadaqah, integritas dan
kontrol emosional sebagai penentu Efektifitas Kepemimpinan Bisnis.
Sebagaiamana Allah menjelaskan dalam firman-Nya:
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan utang
piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan
hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar.
Janganlah penulis menolak untuk menuliskannya sebagaimana Allah telah
mengajarkan kepadanya, maka hendaklah dia menuliskan. Dan hendaklah
orang yang berutang itu mendiktekan, dan hendaklah dia bertakwa kepada
Allah, Tuhannya, dan janganlah dia mengurangi sedikit pun
daripadanya...” (Al-Qur’an. 2:282)
Nabi Muhammad SAW bersabda, “Seorang pezinah tidak akan berzinah
saat dia takut kepada Allah (taqwā), dan pencuri tidak akan mencuri saat dia
takut kepada Allah (taqwā).”
3.1.2 TAWAKAL (BERSERAH DIRI KEPADA ALLAH)
Dalam Islam, gagasan rizq (ketentuan) sudah ditakdirkan oleh Allah.
Pemimpin pengusaha atau manajerial dalam Islam harus memiliki tawakal.
Dalam hal ini, risiko dan pengambilan risiko menjadi lebih mudah diterima.
Allah meminta orang-orang percaya untuk bergantung kepada-Nya. Allah
berfirman: “...Kemudian, ketika engkau telah membulatkan tekad, maka
bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang
bertawakal.” (Al-Qur’an, 3: 159).
10
Di negara-negara Muslim (yang disebut sebagai budaya dengan konteks
tinggi), orang cenderung fatalis. Fatalisme ditandai dengan ungkapan “Inshā
Allah”, yang berarti “Jika Allah menghendakinya” (Rice, 1999). Ini berarti
bahwa umat Islam akan melakukan yang terbaik, namun hasil eksternal
mungkin tidak berada di bawah kendali mereka. Namun, usaha apapun tanpa
ketergantungan kepada Allah tidak akan didukung oleh Islam. Kepemimpinan
Islam adalah posisi kepercayaan ilahi. Seorang pemimpin harus menikmati
kepercayaan ini dengan tingkat tanggung jawab tertinggi. Allah berfirman:
“(Yaitu) orang-orang yang jika Kami beri kedudukan di bumi, mereka
melaksanakan shalat, menunaikan zakat, dan menyuruh berbuat yang makruf
dan mencegah dari yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala
urusan.”(Al Qur'an, 22:41).
3.1.3
HALAL (HAL YANG DITERIMA OLEH ISLAM)
Konsep “Ḥalal” (diperbolehkan dalam Islam), membuat para pengusaha
Muslim tidak berjualan alkohol dan babi yang dianggap “Ḥaram” (tidak
diterima dalam Islam) dan menghambat para pemimpin untuk memimpin usaha
yang dilarang. Pengusaha Muslim harus menggunakan sarana ḥalal untuk
menghasilkan produk ḥalal. Seperti yang diperintahkan oleh Allah:
“Dan makanlah dari apa yang telah diberikan Allah kepadamu sebagai
rezeki yang halal dan baik, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu
beriman kepada-Nya.”(Al Qur'an, 5:88).
Menghasilkan penghasilan yang sah (ḥalal) dapat dibenarkan dengan
melakukan kegiatan yang bersifat produktif, seperti bekerja sendiri dan
mempekerjakan orang lain (melakukan aktivitas kewirausahaan). Para
pemimpin harus menyiapkan rencana dan kebijakan manajerial untuk mencapai
tujuan rasional (ḥalal). Tapi seorang pengusaha atau pemimpin harus
bergantung kepada Allah untuk kesuksesan dalam hal apapun. Perintah Allah:
“Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang ada di
bumi, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu
musuh yang nyata bagimu.” (Al Qur'an, 2: 168).
Islam menyetujui bekerja untuk orang lain dengan gaji tetap itu mendorong
umat Islam untuk memulai kewirausahaan sebagai pilihan memperoleh
pendapatan yang halal. Beg (1979) menyatakan bahwa Islam tidak hanya
memotivasi umatnya untuk menjadi pengusaha, namun membuat mereka
merasa wajib untuk bekerja keras dan mendapatkan penghasilan tetap di
samping kebutuhan lain yang mendesak mereka untuk merawat masyarakat dan
umat Muslim secara luas. Menghasilkan pendapatan ḥalal melalui
kewirausahaan dan membantu orang lain untuk mendapatkan pendapatan dari
kekayaan publik yang dieksploitasi oleh beberapa orang sehingga dapat
mengurangi ketergantungan pada negara. Kekayaan masyarakat adalah milik
umat (ummat Muslim), jadi harus dimanfaatkan dalam proyek yang melayani
kebutuhan bersama dan kepentingan masyarakat melalui kepemimpinan Islam.
11
3.1.4
MENGUTAMAKAN NILAI MORAL DENGAN KETULUSAN
Al-Qur'an dan Sunnah dari Nabi Muhammad SAW secara eksplisit
merekomendasikan kegiatan wirausaha secara moral, misalnya penghapusan
ribā: “..padahal Alloh telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”
(Al-Qur’an 2:275).
Dikisahkan oleh Hudhaifah bahwa Nabi saw. Bersabda: “Pernah seorang
pria meninggal dunia dan ditanya: “Apa yang Anda lakukan selama hidup di
Dunia?” Dia menjawab, “Saya seorang pengusaha dan biasa memberi waktu
kepada orang kaya untuk melunasi hutangnya dan mengurangi sebagian dari
hutang orang miskin.” Maka dia diampuni (dosa-dosanya).”(Al-Bukhārī, 1980).
Pemimpin manajerial Islam harus tulus dan cukup adil untuk mencapai
sebuah tujuan organisasi. Istilah dalam Al-Qur’an tentang ketulusan adalah
khulusīyat. Al-Qur'an mendesak umat Islam untuk tulus dalam berdo’a,
merenung dan berbuat baik.
3.1.5
LAYAK DIPERCAYA
Setiap orang yang memimpin harus mempunyai kepercayaan diri dari
publik. Ayat Al-Qur’an berikut menjelaskan bahwa sistem Islam mendesak dan
memotivasi setiap anggota organisasi secara umum untuk mempercayai
pimpinannya. (Alhabshi dan Ghazali, 1994). Allah berfirman:
“Sungguh, Alloh menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia
hendaknya kamu menetapkan dengan adil. Sungguh, Alloh sebaik-baik
yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Alloh Maha Mendengar,
Maha Melihat.”(Al-Qur’an 4:58)
3.1.6
MENGHARAPKAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
Sistem kesejahteraan sosial dalam Islam atau zakat, di mana setiap orang
wajib memberikan persentase kelebihan barang mereka kepada masyarakat
sebagai salah satu contoh belas kasihan di antara anggota masyarakat. Banyak
teks dalam Al-Qur'an dan hadis mendorong umat Islam untuk memberikan
sedekah dalam bentuk yang berbeda. Allah berfirman: “Wahai orang-orang
yang beriman! Rukuklah, sujudlah, dan sembahlah Tuhanmu; dan berbuatlah
kebaikan agar kamu beruntung.” (Al-Qur’an 22:77).
Untuk mendorong orang beriman yang hanya mencintai dan menghabiskan
uang, tanah, dan harta benda lainnya yang mereka hargai, Allah berfirman:
“Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakan
sebagian harta kamu cinta. Dan apa pun yang kamu infakkan, tentang hal
itu, sungguh Allah Maha mengetahui.”(Al-Qur’an 3:92)
“(yaitu) orang-orang yang melaksanakan sholat dan yang menginfakkan
sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.”(Al-Qur’an 8:3)
12
Nabi Muhammad saw. patut dicontoh sebagai pemimpin dan pengusaha.
Wahyu yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW adalah tentang
pembentukan keadilan sosial yang radikal, di mana toleransi, kesetaraan, dan
amalan berada di jantung Islam. Nabi Muhammad SAW menerjemahkan sifatsifat ini ke dalam tindakan, dan pengaruhnya akan berlanjut ke jenjang yang
panjang. Nabi Muhammad saw. menunjukkan toleransi etnik dan agama dan
kesejahteraan sosial yang mapan berdasarkan sistem wirausaha sosial Islam.
Nabi Muhammad SAW mendorong orang untuk memberi sumbangan pada
acara-acara tertentu. Misalnya, dia menganjurkan pergi beramal dengan nasehat
berikut:
“Ketika putra Adam meninggal, tindakannya atas dirinya terputus kecuali
tiga: amal yang terus berlanjut (ṣadaqah jāriah) dan pengetahuan yang
membawa manfaat dan anak laki-laki yang saleh yang membuat
permohonan Untuknya.” (Al-Nawawī, 2013).
Di era Khalifah ‘Umar ibn’ Abdul Aziz ra. kemiskinan dieliminasi dari
masyarakat Islam dan kemakmuran telah menjangkau semua individu, Muslim
atau non-Muslim. Hal ini dicapai melalui “al-waqf” (suspensi), yang merupakan
jenis amal yang melibatkan properti. Ini merupakan landasan sistem
kesejahteraan ekonomi Islam dan merupakan elemen penting dalam
membangun peradaban Islam. Dengan mengambil bagian dalam alwaqf(suspensi), umat Muslim yang setia menyumbangkan harta benda,
termasuk uang, bangunan, tanah, sumur, pohon, dan barang-barang lainnya,
mutlak demi Allah, sebagai bentuk pemujaan, berterima kasih kepada Allah atas
karunia-Nya dan untuk mengharapakan hasil di akhirat nanti. Sumbangan AlWaqf memberi keuntungan jangka panjang bagi banyak orang. Anak yatim,
orang miskin, sakit, dan siswa diperbolehkan untuk menggunakan amal ini.
Sambil memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat, al-waqf menghilangkan
keegoisan dan mendorong rasa tanggung jawab terhadap generasi sekarang dan
masa depan (Salarzehi, Armesh, dan Davoud, 2010).
3.1.7
AL-ADL (KEADILAN)
Istilah keadilan dalam perspektif organisasi menggambarkan peran keadilan
karena justru terkait dengan tempat kerja. Pemimpin dalam keadilan
berorganisasi sangat prihatin dengan proses di mana karyawan menentukan
apakah mereka diperlakukan secara adil dalam pekerjaan mereka dan proses di
mana keputusan tersebut dipaksakan pada kegiatan terkait pekerjaan lainnya
(Moorman, 1991). Para pemimpin harus memperlakukan anggota tim dengan
adil dan adil tanpa diskriminasi terlepas dari kasta, kepercayaan, dan warna
mereka. Islam selalu mendesak untuk melakukan keadilan bagi semua orang.
Al-Qur'an memerintahkan umat Islam bersikap adil dalam situasi apapun
bahkan jika putusan tersebut bertentangan dengan orang tua mereka atau diri
mereka sendiri. Allah berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan,
menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri atau
terhadap ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika dia (yang terdakwa) kaya
13
ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatan (kebaikannya). Maka
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari
kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan
menjadi saksi, maka ketahuilah Allah Maha Mengetahui terhadap segala
apa yang kamu kerjakan.”(Al-Qur’an 4:135).
Keadilan adalah kunci utama dalam mengelola orang, sebab tugas seorang
pemimpin atau pengusaha harus menjamin keadilan seluruh orang dalam
organisasi. Rawls (1971) menegaskan bahwa keadilan adalah kebajikan utama
untuk mengendalikan keseluruhan organisasi. Begitu keadilan dipastikan, semua
anggota organisasi akan merasa nyaman dan percaya diri karena mereka percaya
bahwa pemimpin menjaga kepentingan mereka tanpa pamrih. Ini merupakan
cara memotivasi organisasi, karena setiap anggota akan bekerja dengan penuh
komitmen terhadap tujuan yang disepakati bersama.
3.1.8
BERPENGETAHUAN LUAS
Ayat Al-Qur’an yang pertama diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW
memanifestasikan pentingnya pengetahuan dalam Islam. Allah berfirman:
“Bacalah! Dengan (menyebut) nama Tuhannmu yang menciptakan, Dia
telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan
Tuhanmulah Yang Maha Mulia, yang mengajarkan manusia apa yang tidak
diketahuinya.” (Al-Qur’an 96:1-5).
Islam adalah agama pengetahuan (Sullivan, 2004). Nabi Muhammad SAW
juga berkomitmen pada pendidikan untuk memastikan pentingnya pengetahuan
dan menekankan risiko mengabaikannya. Nabi Muhammad SAW sangat
mendorong pengikutnya untuk memperoleh pengetahuan tentang agama dan
hukum. Islam juga mendorong kebebasan berpikir. Manajer atau eksekutif harus
menciptakan lingkungan di dalam organisasi sehingga anggota staf dapat
dengan mudah memilih isu apa pun. Empat Khulafa '(Khalifah) Islam
menganggap ini sebagai elemen kepemimpinan mereka yang tak terpisahkan
(Patwary, 2003).
3.1.9
PERTANGGUNGJAWABAN BAIK
Islam mengajarkan tanggung jawab sebagai komponen penting manajemen.
Seorang pengusaha menanggung risiko finansial, karena bertanggung jawab atas
semua aktivitas untuk menjalankan bisnisnya dan berhasil. Manajer
bertanggung jawab atas tugas dan tanggung jawab kepada Direksi. Dewan pada
posisinya bertanggung jawab sebagai penerima manfaat / pemangku
kepentingan. Sesuai ajaran Islam, masing-masing dan setiap manusia akan
bertanggung jawab atas perbuatan baik atau buruk dan akan diberi imbalan atau
dihukum sepadan dengan apa yang diperbuatnya. Allah berfirman: “Maka
barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat
(balasan)nya, dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya
dia akan melihat (balasan)nya.”(Al-Qur'an, 99: 7-8).
14
3.1.10
PEDULI TERHADAP SOSIAL DAN LINGKUNGAN
Sesuai ajaran Islam, kita harus peduli terhadap lingkungan dan hewan.
Allah berfirman: “Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah
dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di
dunia dan berbuatbaiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah
berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi.
Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan.” (Al-Qur’an,
28:77).
Selain itu, Nabi Muhammad SAW peduli terhadap kesehatan masyarakat
dan mendorong perempuan untuk merawat yang terluka, sehingga
meningkatkan peran perempuan di masyarakat. Dia juga mendesak pengikutnya
untuk merawat orang tua mereka yang sudah tua dan orang lanjut usia lainnya di
masyarakat. Dia bermain dengan anak-anak dan berinteraksi dengan mereka,
yang memberi mereka kepercayaan diri dan mempengaruhi masa depan mereka
dengan cara yang positif.
Nabi Muhammad SAW mendidik para pengikutnya untuk bersikap baik
kepada semua makhluk hidup dan untuk melindungi lingkungan. Diriwayatkan
oleh Sahl ibn al-Hanzaliyyah ra. bahwa Nabi (saw) menemukan seekor unta
yang kurus kering dan berkata: “Takutlah akan Allah karena binatang-binatang
bodoh ini. Naikilah mereka pada saat mereka berada dalam kondisi baik dan
berilah mereka makan saat mereka dalam kondisi baik.” (Daw Dawud, 1983).
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra., Nabi (saw) berkata: “Sementara
seorang pria sedang berjalan di jalan, dia menjadi sangat haus. Kemudian dia
menemukan sebuah sumur, turun ke dalamnya, minum (airnya) lalu keluar.
Sementara itu, ia melihat seekor anjing terengah-engah dan menjilati lumpur
karena kehausan yang berlebihan. Pria itu berkata pada dirinya sendiri, “Anjing
ini menderita haus yang sama seperti saya.” Jadi dia turun ke sumur (lagi) dan
mengisi sepatunya (dengan air) dan menyimpannya di mulutnya dan menyiram
anjing itu. Allah mengucapkan terima kasih atas perbuatan itu dan
memaafkannya. Orang-orang bertanya, “Wahai Rasulullah! Apakah ada pahala
bagi kita dalam melayani hewan? “Dia berkata, (Ya). Ada hadiah untuk
melayani setiap makhluk (makhluk hidup).”(Al-Bukhārī, 1980).
3.1.11 AL-SHURA (BERKONSULTASI SEBELUM MEMUTUSKAN)
Berdasarkan prinsip konsultasi pemimpin manajerial dalam Islam yaitu
harus berkonsultasi dengan orang-orang sebelum mereka mengambil keputusan.
Manajer harus berkonsultasi dengan bawahan mereka dalam merumuskan
strategi atau kebijakan apa pun. Hal ini mirip dengan manajemen partisipatif
modern. Allah mengarahkan Nabi saw. Untuk berkonsultasi dengan temantemannya. Bagi Ibn Al-'Arabī (1957), al-shūra dalam Islam adalah diskusi
tentang sebuah isu sehingga memungkinkan setiap anggota untuk berpartisipasi
dan saling berkonsultasi dan memberikan keputusan mengenai gagasan umum
mengenai masalah ini. Albadawi (1994) menganggapnya sebagai pengenalan
masalah khusus kepada spesialis dan anggota dan tetap berpikiran terbuka
15
mengenai masalah ini sampai keputusan yang benar dijabarkan dan dijelaskan.
Allah berfirman:
“dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan dan
melaksanakan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan
musyawarah antara mereka; dan mereka menginfakkan sebagian dari
rezeki yang Kami berikan kepada mereka,”.(Al-Qur’an 42:38)
“Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut
terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar,
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah
mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah
dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah
membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah
mencintai orang yang bertawakal.”.(Al-Qur’an 3:159)
Prinsip berkonsultasi (al-shura), kepercayaan jujur (al-sidq) (al-shahah) dan
keadilan (al-'adl) adalah elemen utama dari peran kepemimpinan yang sangat
baik dalam sebuah organisasi. Dengan bantuan dan pengaruh kualitas dalam
sebuah organisasi, maka tujuan dan sasaran akan dicapai dengan melihat kinerja
dan komitmen karyawan.
3.1.12
PENANDAAN TENAGA KERJA
Pemimpin Islam harus mengakui martabat persalinan. Nabi Muhammad
SAW bersabda: “Bayarlah upah kepada pekerja sebelum keringatnya
mengering.” (Al-Tirmidzi, 1983). Islam menunjukkan bahwa penghasilan
dengan kerja keras adalah yang terbaik. Oleh karena itu, manajer praktik harus
mengakui martabat semua kategori usaha terutama kerja fisik para pekerja dan
karyawan.
3.1.13
SEMANGAT TIM
Para pemimpin harus berusaha untuk mencapai tujuan dan sasaran
organisasi dengan tim dan bukan melalui usaha individu. Kesatuan ekstrem
harus dipraktikkan oleh para eksekutif, staf dan pekerja untuk memotivasi dan
memberi semangat kerja tim. Islam mengkhotbahkan esprit de corps (yaitu,
usaha tim). Nabi Muhammad SAW bersabda “Tangan Allah beserta jama’ah
(tim).” (Al-Tirmidzi, 1983).
3.2 PROSES SECARA PENGKOMBINASIAN QUR’AN DAN HADITS
Bagian ini akan menggabungkan ayat-ayat Al-Qur’an dan ucapan Nabi Muhammad
SAW yang sangat relevan dari perspektif kewirausahaan dan kepemimpinan. Terdapat
ucapan Nabi Muhammad SAW sebagai berikut:
“Tidak ada Arab yang memiliki superioritas atas orang non-Arab dan tidak ada
orang non-Arab yang memiliki superioritas melebihi orang Arab; Tidak ada orang
gelap yang memiliki keunggulan dibanding orang kulit putih dan tidak ada orang
kulit putih yang memiliki keunggulan dibanding orang kulit hitam. Kritik kehormatan
di sisi Allah adalah kebenaran dan hidup jujur.” Khotbah perpisahan Nabi
Muhammad SAW (Sallam dan Hanafy, 1988).
16
Ḥadits dapat diartikan sebagai
                KEWIRAUSAHAAN DAN KEPEMIMPINAN DARI PERSPEKTIF
ISLAM
(AL-QUR’AN & HADITS)
Dosen : Dr. Ir. Eddy Soeryanto Soegoto & Tim
OLEH :
Disusun Oleh:
10114559 Mulki Mantasya
Kelas: Kewirausahaan-1
PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
2017
1
ABSTRAK
Islam adalah agama yang tidak hanya menyediakan pedoman untuk masalah spiritual, tapi
juga urusan duniawi, termasuk perilaku berbisnis. Karya ilmiah ini dibuat untuk menjelaskan
peran agama dalam mengelola perusahaan terhadap karakteristik pengusaha dan pemimpin
yang mempraktikkan Islam dalam menjalankan bisnisnya. Prinsipnya adalah untuk para
pemimpin dan pengusaha yang berkeinginan menerapkan kepemimpinan dan kewirausahaan
sebagaimana dipandu oleh Islam. Dua hal penting pada bahasan karya ilmiah ini:
kewirausahaan dan kepemimpinan dalam ajaran Islam. Pada penulisan karya ilmiah ini
banyak memberikan pemahaman tentang ajaran Islam dan prinsip-prinsipnya untuk
mempraktekkan kewirasusahaan dan kepemimpinan. Ajaran Islam telah dijelaskan dari
perspektif yang dipraktikkan. Karya ilmiah ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama
praktis dengan praktik kewirausahaan dan kepemimpinan yang ditandai dengan taqwā
(iman), tawakkul (ketergantungan kepada Allah), penggunaan sumber daya yang efisien dan
tepat, penggunaan sumber produksi yang diperbolehkan, dan memproduksi produk yang
diijinkan, ketulusan dalam berupaya, kepercayaan dalam semua urusan, kepedulian terhadap
kesejahteraan masyarakat dan lingkungan, keadilan dan transparansi dalam semua kegiatan,
bagaimana bersikap ketika berbangga dalam pekerjaan / kerja, dan bagaimana berkonsultasi
dengan para pakar kepentingan sebelum pengambilan keputusan. Karya ilmiah ini ditujukan
kepada para pemimpin dan pengusaha yang memiliki kepercayaan / agama Islam, yang
diharapkan dapat mengatasi tantangan manajerial dan kompleksitas dalam mengelola
tanggung jawab mereka. Karya ilmiah ini mencoba untuk mengungkapkan ajaran Islam
sedemikian rupa sehingga lebih mudah bagi pengusaha dan pemimpin untuk mempraktikkan
Islam. Prinsip dan dasar-dasar rasionalisme dihasilkan melalui kutipan ayat-ayat Alquran dan
hadits yang berkaitan dengan pembahasan setiap sub-topiknya.
1
DAFTAR ISI
ABSTRAK.................................................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
1.
2.
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1.1
MASALAH PENELITIAN.......................................................................................1
1.2
KONSEP KEWIRAUSAHAAN...............................................................................2
1.3
KONSEP KEPEMIMPINAN...................................................................................3
LANDASAN TEORI........................................................................................................4
2.1
3.
PROSES DAN HASIL.....................................................................................................9
3.1
PROSES ANALISIS AYAT AL-QUR’AN...............................................................9
3.1.1
TAQWA (TAKUT KEPADA ALLAH) SEBAGAI PRINSIP DASAR...........9
3.1.2
TAWAKAL (BERSERAH DIRI KEPADA ALLAH)....................................10
3.1.3
HALAL (HAL YANG DITERIMA OLEH ISLAM).....................................10
3.1.4
MENGUTAMAKAN NILAI MORAL DENGAN KETULUSAN...............11
3.1.5
LAYAK DIPERCAYA......................................................................................11
3.1.6
MENGHARAPKAN KESEJAHTERAAN SOSIAL....................................11
3.1.7
AL-ADL (KEADILAN)...................................................................................13
3.1.8
BERPENGETAHUAN LUAS.........................................................................13
3.1.9
PERTANGGUNGJAWABAN BAIK..............................................................14
3.1.10
PEDULI TERHADAP SOSIAL DAN LINGKUNGAN...............................14
3.1.11
AL-SHURA (BERKONSULTASI SEBELUM MEMUTUSKAN)..............15
3.1.12
PENANDAAN TENAGA KERJA..................................................................15
3.1.13
SEMANGAT TIM............................................................................................15
3.2
4.
KEPEMIMPINAN DARI PERSPEKTIF ISLAM.................................................6
PROSES SECARA PENGKOMBINASIAN QUR’AN DAN HADITS..............16
KESIMPULAN...............................................................................................................20
REFERENSI...........................................................................................................................22
2
1. PENDAHULUAN
Kewirausahaan dan kepemimpinan Islam dapat dikaitkan dengan populasi Muslim yang
besar. Sekarang ada sekitar 1,6 miliar Muslim, diperkirakan meningkat 35% dalam 20 tahun
ke depan, meningkat menjadi 2,2 miliar pada 2030(Farouk, 2013). Berdasarkan laporan
Forum Halal perdagangan makanan dan minuman secara global diperkirakan bernilai 1,4
triliun USD per tahun (Farouk, 2013) setara dengan 16% dari keseluruhan industri makanan
secara umum. Hal ini terhitung 20% dari perdagangan produk pangan yang ada di dunia di
Eropa, Afrika, dan Asia, masing-masing mencakup 10%, 24% dan 63(Farouk, 2013). Karena
umat Islam menjadi lebih sadar akan jenis produk yang dapat mereka konsumsi sesuai
dengan ajaran yang diajarkan Islam. Maka para pengusaha berusaha untuk memenuhi
permintaan berdasarkan data tersebut.
Sejak perbedaan antara pengusaha dan pemimpin menjadi kurang jelas, prinsip pengusaha
sukses yang dipakai adalah pemimpin yang visinya mengarah pada intervensi ekonomi
(Lazear, 2005). Menurut Eyal dan Kark (2004), teori kepemimpinan menunjukkan adanya
hubungan yang signifikan antara kepemimpinan dan kewirausahaan. Conger dan Kanungo
(1998) berpendapat bahwa pemimpin & pengusaha dengan ciri kepemimpinan karismatik
(transformasional) "secara alami adalah wirausaha". Memang benar, kepemimpinan
transformasional berkaitkan dengan promosi inovasi dalam organisasi (Bass, 1985; Howell
dan Avolio, 1993; Howell dan Higgins, 1990). Istilah "kepemimpinan transformasional" itu
sendiri telah didefinisikan sebagai hasil transformasi pengikut individu atau organisasi (Yukl,
1998). Oleh karena itu, kepemimpinan karismatik telah dikaitkan dengan inovasi (Bass, 1985;
Conger dan Kanungo, 1987, 1988; House, 1977). Selanjutnya, bukti empiris menunjukkan
bahwa perilaku proaktif, seperti inisiatif, demonstrasi, pengambilan tindakan dan bertahan
pada prinsip sampai tercapai tujuan, dikaitkan dengan kepemimpinan transformasional dan
karismatik (Bateman dan Crant, 1993; Crant, 2000; Deluga, 1998). Oleh karena itu, dapat
dikatakan bahwa kepemimpinan sangat berkaitan sekali dengan kewirausahaan sebagaimana
telah dijelaskan dalam penelitian kewirausahaan yang dikemukan para analis di atas. Dengan
adanya tren ini, sebuah refleksi tentang bagaimana cara implementasi proses usaha dalam
Islam menjadi sangat penting.
Oleh karena itu, karya ilmiah ini mencoba untuk menekankan praktik kewirausahaan dan
kepemimpinan sesuai dengan dasar penjelasan Al-Qur'an dan Sunnah. Pada bab pendahuluan
ini dibagi menjadi beberapa bagian: kesenjangan penelitian, konsep kewirausahaan dan
kepemimpinan, asal mula terminologi yang digunakan untuk kewirausahaan dan
kepemimpinan yang dipraktekkan dalam penjelasan Al-Qur'an dan Sunnah, tinjauan pustaka,
matriks indikatif untuk mempraktikkan kewirausahaan, dan kepemimpinan yang ditinjau dari
pandangan Islam. Selain itu, beberapa ayat Al-Qur’an dan hadis tambahan yang relevan
beserta interpretasinya.
1.1 MASALAH PENELITIAN
Disiplin kewirausahaan berasal dari sumber daya multidisiplin. Meskipun kegiatan
kewirausahaan telah diteliti dari aspek psikologis (Begley dan Boyd, 1987), sosial
(Shilero dan Sokol, 1982), ekonomi (Cassil, 2003), dan politik (Schneider and Teske ,
1992) Perspektif agama telah banyak terbengkalai dengan sedikit pengecualian (Dana,
2010). Islam menyediakan dasar dan kerangka kerja untuk mengembangkan model
1
keuangan, ekonomi, dan bisnis / kewirausahaan (Gümüsay, 2014). Dengan cara itu, Islam
memberi perspektif pada aliran ini. Kerangka kewirausahaan berdasarkan pemahaman AlQuran yang mendalam masih harus diteliti. Ini akan membantu pesan Quran menjadi
bagian dari praktik di bidang kewirausahaan dan kepemimpinan. Pengkombinasian
teologi atau studi agama dengan manajemen akan memperkaya pendekatan interdisipliner
(Gümüsay, 2014).
Demikian pula, banyak penelitian telah dilakukan mengenai kepemimpinan dan
efektivitasnya (Bass, 1999; Fiedler, 1967; Stogdill, 1974; Yukl, 2002); Namun, penelitian
ini hanya fokus pada lingkungan bisnis di Barat. Yukl (2002) mencatat bahwa penelitian
tentang kepemimpinan sebagian besar telah dilakukan di Eropa Barat selama setengah
abad terakhir. Hanya sedikit penelitian yang telah dilakukan pada budaya non-Barat.
Selain itu, literatur penelitian kepemimpinannya tidak ada dari perspektif Islam.
Berdasarkan kekurangan tersebut, Ali (2005) mengemukakan bahwa sebagian besar
penelitian mengenai kepemimpinan dari perspektif Islam saat ini kurang mendalam dan
tidak berwujud. Kazmi (2004) mengemukakan pandangan yang sama dengan mengakui
kurangnya penelitian tentang perspektif Islam dalam pembelajaran manajemen dan
meminta pendekatan Islam untuk menyelidiki masalah manajemen yang dapat bisa
ditawarkan menjadi perspektif baru.
Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk membahas beberapa dimensi masalah
penelitian, mengeksplorasi dan mengungkapkan konsep kepemimpinan dan
kewirausahaan sesuai dengan Al-Quran dan Sunnah sebagai sumber dan dasar utama bagi
umat Islam.
1.2 KONSEP KEWIRAUSAHAAN
Kata ‘entrepreneur’ berasal dari kata Prancis “Entreprendre” yang berarti ‘melakukan’
atau ‘enterpriser’. Menurut kamus Webster, seorang pengusaha adalah ‘penyelenggara
usaha ekonomi; Terutama yang mengatur, memiliki, mengelola, dan mengasumsikan
risiko bisnis’. Ekonom R. Cantillon merupakan pelopor dalam bidang ini, yang
mengusulkan “teori pengambil risiko pengusaha”. Hal utama kewirausahaan telah
teridentifikasi sebagai acuan pengambilan risiko dan orientasi tindakan yang sejalan
dengan gagasan pengusaha
“sebagai pemeran karakter yang paling sulit
Gambar 1 Konsep Wirausaha menurut pandangan sekolah
dipahami.”(Baumol, 1993).
2
Kewirausahaan berasal dari berbagai teori ekonomi. Hébert and Link (1989)
mengklasifikasikan teori ekonomi kewirausahaan ke dalam tiga tradisi yaitu sekolah
Austria, Chicago dan Jerman. Kirzner (1973, 1979) dari sekolah Austria menganjurkan
bahwa pengusaha adalah mereka yang memanfaatkan peluang. Knight (1921) dari
sekolah Chicago menekankan pentingnya pengambilan risiko dan adanya ketidakpastian.
Schumpeter (1934) yang berasal dari sekolah Jerman, berkonsentrasi pada peran
kombinasi baru dan penghancuran ide kreatif. Oleh karena itu, dari beberapa pengemuka
di atas dapat dedefinisikan seorang pengusaha yaitu seseorang yang memanfaatkan
peluang dengan menggabungkan kembali sumber daya yang ada, sambil menanggung
ketidakpastian dalam usahanya. (Gambar 1).
1.3 KONSEP KEPEMIMPINAN
Kepemimpinan adalah salah satu pilar dalam kegiatan sosial kita (Patwary,
2003). Kepemimpinan adalah kemampuan memberikan gambaran cita-cita yang
diharapkan oleh orang-orang dalam organisasi (Eddy Soeryanto Soegoto, 2015:356). Hal
ini mengacu pada proses mendukung dan mempengaruhi orang lain untuk antusias
bekerja mencapai tujuan (Heinz dan Koontz, 2005)). Hal ini, menjadi faktor keberhasilan
Gambar 2 Pemikiran sekolah kepemimpinan
yang signifikan dalam berorganisasi, baik kecil maupun besar, formal atau non-formal.
3
Sumber: Zaccaro, Kemp dan Bader (2004); Parolini, Patterson dan Winston (2009).
Teori
kepemimpinan
kepribadian
Pola karakteristik pribadi yang terintegrasi
mengacu pada efektivitas pemimpin yang
konsisten di berbagai kelompok dan situasi
organisasi
Teori
kepemimpinan
transaksional
Menekankan penawaran penghargaan kepada
bawahan untuk layanan yang telah diberikan
Teori
kepemimpinan
transformasi
Memberdayakan orang dalam organisasi dan
meningkatkan basis kekuatan dan efektivitas
Pelayanan
Kepemimpinan
Pemimpin melayani bawahan mereka dan
membantu memaksimalkan keefektifan
mereka.
Mengetahui dan bertindak benar di dalam
memimpin, berorganisasi dan bersama tim
dengan mengetahui dan bertindak menurut
kebenaran di dunia ini.
Pandangan gabungan: Seorang pemimpin adalah seseorang yang
mengetahui dan bertindak atas apa yang benar di dunia ini, dengan
mengintegrasikan pola karakteristik pribadinya, dengan memberdayakan
orang-orang dalam organisasi, memberi penghargaan kepada mereka atas
layanan yang diberikan dan meningkatkan basis kekuatan untuk
membantu mencapai titik maksimal efektivitas mereka.
Kepemimpinan
yang asli
(autentik)
Beberapa teori yang menonjol yang diterangkan pada gambar di atas adalah :
(a) Teori kepemimpinan kepribadian: Teori kepemimpinan kepribadian didefinisikan
sebagai pola karakteristik pribadi yang terintegrasi yang mencerminkan rentang
perbedaan individu dan mendorong efektivitas pemimpin yang konsisten di berbagai
situasi kelompok dan organisasi. (Zaccaro, Kemp, dan Bader, 2004).
(b) Kepemimpinan transaksional: Merupakan gaya kepemimpinan yang mengusulkan
pertukaran penghargaan dengan bawahan untuk layanan yang diberikan oleh mereka
(Parolini, Patterson dan Winston, 2009).
(c) Kepemimpinan transformasional: Pendekatan kepemimpinan transformasional
mengarah pada perubahan dalam visi, strategi, dan budaya organisasi. Gaya
kepemimpinan ini mengusulkan pemberdayaan orang dalam organisasi dan
meningkatkan basis kekuatan dan efektivitas. (Yakobus dan Yusuf, 2001).
(d) Kepemimpinan pelayan: Literatur menunjukkan bahwa kepemimpinan Islam paling
dekat dengan gaya kepemimpinan ini (Ahmad dan Fontaine, 2011). Kepemimpinan
ini mengharuskan pemimpin untuk melayani mereka yang bekerja, melindungi
mereka dan membantu mereka mencapai keefektifan maksimal mereka (Beekun,
2006; Khaliq, 2009). Model kepemimpinan ini telah muncul dari konsep akar
kepemimpinan otentik.
(e) Kepemimpinan yang Otentik: Teori yang baru-baru ini berkembang yang
menyatakan bahwa seorang pemimpin sejati mengetahui dan bertindak berdasarkan
apa yang asli dan nyata di dalam diri, tim dan organisasi pemimpin tersebut dan juga
memiliki pengetahuan tentang apa yang benar dan nyata di dunia (Terry, 1993 ).
4
2. LANDASAN TEORI
Pengembangan yang utama dari karya ilmiah ini yaitu kewirausahaan, kepemimpinan,
dan perspektif kewirausahaan dan kepemimpinan Islam. Gagasan kewirausahaan
konvensional menekankan pada upaya, manfaat dan kontribusi. Namun, kewirausahaan dari
perspektif Islam memiliki dua konsep yang digabungkan secara mulus, “Islam” dan
“kewirausahaan” (Gümüsay, 2014). Gagasan tentang Islam adalah pernyataan kepercayaan
kepada Allah dan mengakui bahwa Muhammad SAW sebagai utusan Allah. Kewirausahaan
dari Perspektif Islam bukan sekadar penggabungan sederhana antara Islam dengan
kewirausahaan. Sebenarnya, ini merupakan pembahasan yang didasari oleh tiga pilar yang
saling terkait, dan saling membentuk satu sama lain.
i. Pilar pertama, berdasarkan definisi kewirausahaan adalah mengejar peluang.
ii. Pilar kedua adalah sosiologi-ekonomi atau etika.
iii. Pilar ketiga adalah religi-spiritual yang menghubungkan manusia dengan Allah yang
bertujuan akhir untuk keselamatan manusia itu sendiri.
Sebagaimana terdapat dalam berbagai hadist bahwa Islam memiliki sikap positif terhadap
kewirausahaan dan hak kepemilikan. Nabi Muhammad SAW ditanya jenis penghasilan apa
yang terbaik, dan dia menjawab: “Pekerjaan seorang pria dengan tangannya sendiri dan setiap
transaksi bisnis yang sah.”(Al-Tirmidzi, 1983). Wilson (2006) mengakui keunikan kode etik
bisnis Islam dan menilai positif bahwa “kepercayaan” dapat memberikan aktivitas ekonomi
dengan biaya yang efektif dan organisasi yang kompeten. Penting untuk dicatat bahwa dalam
Islam, etika inilah yang mendominasi ekonomi, bukan sebaliknya.(Naqvi, 1981).
Kewirausahaan menurut Perspektif Islam memasukkan nilai moral dan etika Islam pada
ekonomi (Ramadan, 2009). Islam mengajukan kemitraan finansial tertentu (entrepreneurial)
seperti muḍārabah dan mushārakah.
i. Dalam sebuah kemitraan muḍārabah, satu partai, rabb al-māl, menyediakan modal dan
lain-lainnya. Sedangkan muḍārib menyediakan tenaga kerja kewirausahaan.
ii. Dalam kemitraan mushārakah, berbagai pihak memberikan modal dan beberapa pihak
terlibat dalam sisi manajerialnya. Modal ini bisa dibaur dengan sumber dana lain pada
perusahaan. Keuntungan dibagi kepada mitra dengan jumlah dan proporsi yang telah
disepakati dan ditentukan sebelumnya, serta kerugian yang ditanggung oleh penyedia
modal berbanding dengan kontribusi tenaga kerja mereka; Jika pengusaha tidak
memberikan kontribusi terhadap modal, maka dia kehilangan keuntungan, dan hanya
waktu dan usaha yang diinvestasikan pada proyeknya.
Kewirausahaan adalah usaha menciptakan nilai tambah dengan jalan mengombinasikan
sumber-sumber melalui cara-cara baru dan berbeda untuk memenangkan persaingan (Eddy
Soeryanto Soegoto, 2015:28). Dalam Kewirausahaan menurut Perspektif Islam
“..kepemilikan akhir terletak pada Allah”(QS, 24:33) dengan manusia “sebagai khalifah, wali
amanat atau wakil-wakil”(QS, 2:30; 57:7). Karena itu, kepemilikan tidak langsung milik
pengusaha. Sebagai contoh, seperti penimbunan kekayaan dilarang dalam Islam (QS, 3:180;
9:34). Kewirausahaan adalah suatu nilai yang diwujudkan dalam perilaku yang dijadikan
sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat, kiat, proses dan hasil bisnis (Ahmad Sanusi,
1994:28). Berbeda dengannya Rameli dkk. (2014) berpendapat bahwa beberapa karakteristik
indikatif (seperti pengusaha shari’ah, pengusaha ḥalal, pengusaha bai', pengusaha khiyà, dan
5
sebagainya) dapat diperiksa berdasarkan fungsi kegiatan bisnis pada umumnya (seperti
produksi, pemasaran, keuangan dan sumber daya manusia).
Fungsi Bisnis
Produksi
Pemasaran
Keuangan
Sumber
daya
Karakteristik Pengusaha Muslim
1. Pengusaha harus memakai jenis produk yang sesuai
dengan konsep ḥalalan taīyiba, berdasarkan maslahah;
Mematuhi Maqasid Sharī'ah; Berdasarkan gagasan tentang
kebutuhan dan prioritas (al-Aulawīyāt); tidak berbahaya
bagi konsumen / lingkungan.
2. Mereka harus menghasilkan produk yang etis, sumber
daya menggunakan sumber yang halal (sah), hanya
menerapkan gaya kerja yang sah, menghindari melakukan
penyuapan, kecurangan dan riba, menjaga kebersihan,
terlebih dahulu mendapatkan Sertifikat Halal, dan
mematuhi prosedur dan standarisasi yang disyaratkan /
direkomendasikan pada Sertifikasi Halal
1. Pengusaha seharusnya tidak terlibat dalam transaksi
apapun yang dilarang oleh Islam; Seperti Bai 'al-Najāsh,
riba, monopoli pasar, dan tidak boleh menggunakan
manipulasi untuk keuntungan.
2. Iklan promosi bisnis harus benar, jelas dan transparan,
tanpa mengorbankan pegawainya, menerapkan sistem
penetapan harga yang adil, tidak menggunakan
pembekuan pelanggan, menghilangkan semua unsur
ketidakpastian atau kecurangan, promosi hanya melalui
duta merek yang diizinkan oleh Sharī'ah.
3. Harus ada kebijakan pengembalian produk di tempat.
(Sesuai konsep Islam tentang khiyar).
4. Strategi bersaing harus dengan cara meningkatkan kualitas
produk, mengekspos kebaikan produk, dan tidak
menjelekkan kompetitor. Menjaga etika dan moral dalam
skenario persaingan.
5. Pengusaha harus mempraktikkan konsep marketing mix
4Ps atau 5Ps dalam menjalankan bisnis mereka dan harus
berusaha memenuhi syarat untuk Sertifikasi Halal.
1. Mereka harus mematuhi prinsip-prinsip dasar keuangan
Islam - sah (halal), berniat benar dalam transaksi
keuangan, menghindari gharar (ketidakpastian), tidak
melibatkan unsur riba, atau maisir (perjudian).
2. Modal tersebut harus berasal dari modal sendiri atau
pinjaman dan ekuitas (menerapkan prinsip qarḍ al-hasan
(yaitu pinjaman yang berdasarkan ke-ikhlasan).
3. Biaya harus ditanggung sesuai dengan prinsip Ḍarurīyat,
Hajīyat, dan Tahsīnīyat, memprioritaskan biaya yang
diperlukan seperti biaya tenaga kerja, biaya pengelolaan,
zakat, hutang, dan kemudian pengeluaran lainnya yang
telah dinyatakan benar seperti penghargaan dan bonus
kepada para karyawan; Harus menghindari pemborosan
biaya.
1. Memilih pekerja dengan gaji yang adil dan merata sesuai
6
manusia
dengan kualifikasi pasar dan keterampilan mereka.
2. Kembangkan hubungan dengan para pekerja berdasarkan
Islam dengan menganggap karyawan sebagai aset bukan
sekedar kerja keras. Memiliki keyakinan yang kuat bahwa
rezeki dan kesenangan adalah amanat Allah.
Tabel 1 Karakteristik Pengusaha Muslim pada Empat Fungsi Bisnis.
2.1 KEPEMIMPINAN DARI PERSPEKTIF ISLAM
Dalam pandangan islam, seorang pemimpin memimpin sebuah kelompok yang
diharapkan dapat mempengaruhi bentuk dalam mencapai tujuan dan sasaran etis.
Keberhasilan seorang pemimpin bergantung pada pembangunan tim yang mengarah pada
semangatnya tim itu sendiri. Sejalan dengan praktik secara konvensional, kepemimpinan
dalam Islam berfungsi sebagai jembatan bagi para pemimpin untuk mempengaruhi sikap
dan perilaku pengikut mereka untuk mencapai tujuan organisasi (Ali, 2007). Pemimpin
perlu bersikap visioner untuk memimpin sebuah organisasi menuju kesuksesan (Khaliq,
2009). Kepemimpinan adalah kemampuan untuk melihat batasan yang diasumsikan untuk
menghasilkan sedikit solusi yang dapat divisualisasikan (Beekun dan Badawi, 1999).
Dalam Islam, setiap orang memiliki beberapa tanggung jawab kepemimpinan,
berdasarkan pernyataan Nabi (saw), “Setiap orang dari kalian adalah gembala dan setiap
penggembala bertanggung jawab atas gembalaannya.” (Muslim, 1993). Artinya, seorang
pria adalah wali keluarganya dan bertanggung jawab penuh untuk itu. Seorang wanita
adalah penjaga rumah suami dan anak-anaknya, dia bertanggung jawab atas mereka, dan
pelayan itu adalah penjaga harta milik pemiliknya dan dia bertanggung jawab untuk itu.
Pemimpin konvensional seharusnya bisa menyoroti pentingnya hubungan manusia,
nilai-nilai agama, dan spiritualitas. Pada kenyataannya, kepemimpinan adalah tentang
menawarkan diri dan semangat seseorang (Beekun dan Badawi, 1999). Hal ini dimengerti
bahwa kepemimpinan tidak dikatakan berhasil jika orang-orang terlalu menekankan
otoritas psikologis, birokratis, dan teknis-rasional dan telah mengabaikan otoritas moral,
profesional maupun spiritual. Islam menuntut agar para pemimpin memperhatikan
kebutuhan bawahannya. Ini adalah perwalian Allah, tanggung jawab yang diberikan dari
Dia sebagai bentuk pelayanan kepada umat manusia (Toor, 2007). Rost (seperti yang
dinyatakan dalam Beekun, 2006) memandang kepemimpinan sebagai hubungan dinamis
berdasarkan pengaruh timbal balik dan tujuan bersama antara pemimpin dengan
bawahannya dimana keduanya dipindahkan ke tingkat perkembangan moral dan motivasi
yang lebih tinggi.
Kepemimpinan adalah proses mengarahkan, mengistruksikan, atau memengaruhi
orang lain atau organisasi untuk melaksanakan suatu tugas atau tujuan organisasi (Eddy
Soeryanto Soegoto, 2015:346). Hal yang sama terdapat dalam Islam, kepemimpinan
adalah proses pembinaan dan menginspirasi pengikut atau bawahan untuk mencapai
kejelasan visi bersama, konkret dan pasti (Aabed, 2006). Kegiatan manajemen seperti
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian bisa jadi tidak aktif jika
sampai pemimpin tidak berupaya untuk memicu motivasi dan membimbing mereka
menuju tujuan bersama (Khaliq, 2003). Pada gilirannya, para pengikut atau bawahan
harus memberi pimpinannya umpan balik yang adil dan tidak sepihak. Mereka harus
membantu dan mendukung pimpinannya dalam hal melakukan kebaikan. Salah satu
pemeluk islam dan khalifah kedua setelah Nabi (saw), Umar bin Khatab ra. berkata:
7
“Semoga Allah mengasihani siapapun yang menunjukkan kesalahanku kepadaku.” (AlGhazālī , 1993). Dalam Islam, seorang pemimpin tidak bebas bertindak sesuai dengan
keinginannya, juga tidak harus tunduk pada keinginan kelompok manapun. Sebaliknya
dia harus bertindak hanya untuk melaksanakan perintah Allah di bumi. Dalam Al-Qur'an,
Allah berfirman:
“Dan Kami menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi
petunjuk dengan perintah Kami dan Kami wahyukan kepada mereka agar berbuat
kebaikan, melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, dan hanya kepada Kami mereka
menyembah.” (Al-Qur’an, 21:73).
Muslim percaya bahwa nilai-nilai Islam itu universal (menyeluruh). Dengan
demikian, kepemimpinan di Islam berpusat pada kepercayaan. Ini merupakan kontrak
religius dan psikologis antara pemimpin dan pengikut mereka sehingga mereka akan
berusaha sebaik mungkin untuk melindungi, membimbing dan memperlakukan pengikut
mereka dengan adil (Khaliq, 2007). Ini berkisah tentang melakukan perbuatan baik untuk
kepentingan Allah, komunitas Muslim, dan kemanusiaan. Al-Buraey (seperti dikutip Ali,
2007) menyatakan bahwa kepemimpinan Islam membantu individu dalam mencapai
kebahagiaan di dunia kedua (akhirat).
Eddy Soeryanto Soegoto, (2015:349) menyatakan bahwa keberhasilan seorang
pemimpin ditentukan oleh sifat-sifat, perangai atau ciri-ciri yang dimiliki pemimpin itu.
Untuk menjadi seorang pemimpin yang berhasil, sangat ditentukan oleh kemampuan
pribadi pemimpin yakni kualitas seseorang dengan berbagai sifat, perangai atau ciri-ciri
didalamnya. Pada prinsip kepemimpinan Islam yang disusun oleh para ilmuwan sangat
banyak. Misalnya, Kassem dan Al-Buraey (seperti dikutip Ismail, 2007) memberi contoh
prinsip kepemimpinan Islam; Mereka menunjukkan bahwa teknik pembentukan tim bisa
dilihat dalam do’a kongregasi, khotbah Jum'at, dan berbagai kegiatan keagamaan lainnya.
Beberapa karakteristik pemimpin Islam diberikan di sini. Nabi Muhammad SAW
mengatakan tentang pemimpin jamā'ah (organisasi / komunitas / negara) “Barangsiapa
yang mematuhinya maka dia pun mematuhiku, dan barangsiapa yang tidak menaati
pimpinannya maka ia tidak menaati saya.” (Al-Bukhārī, 1980; Muslim, 1993). Al-Thalib
(1991) mengidentifikasi beberapa karakteristik penting kepemimpinan Islam, yang juga
berlaku bagi para pemimpin manajerial dalam sebuah organisasi.
(a) Kesetiaan: manajer / pemimpin Islam terikat dalam kesetiaan kepada Allah.
(b) Tujuan Global Islam: Pemimpin memahami tujuan sebuah organisasi tidak hanya
dalam hal kepentingan organisasi, tetapi juga dalam hal tujuan Islam yang lebih luas.
(c) Kepatuhan terhadap Shari’ah dan Tata Cara Islam: Pemimpin harus mengikuti
perintah Islam. Dia hanya bisa melanjutkan perusahaannya selama dia mengamati
prinsip-prinsip Shari’ah. Perilakunya harus sesuai dengan tata krama Islam.
Terdapat lima dasar kekuatan yang biasanya dijelaskan dalam literatur kepemimpinan,
begitu pula Perspektif Kepemimpinan Islam mencakup kelima hal tersebut namun
dipandang secara berbeda (Beekun dan Badawi, 1999).
i. Kekuatan yang sah: Kekuatan yang sah dikaitkan dengan posisi seseorang dalam
organisasi. Islam membuat Muslim enggan mencari posisi otoritas secara aktif.
Berkampanye untuk posisi berkuasa mungkin menyiratkan bahwa seseorang
8
ii.
iii.
iv.
v.
terpikat dengan posisi untuk kemajuan seseorang atau alasan lain untuk melayani
sendiri. Nabi Muhammad SAW bersabda: “Jangan meminta posisi yang berwenang,
karena jika Anda diberi posisi ini sebagai hasil permintaan Anda, Anda akan
ditinggalkan sendiri (tanpa pertolongan Allah untuk membebaskan tanggung jawab
yang ada Di dalamnya), dan jika Anda diberi itu tanpa permintaan apapun, Anda
akan terbantu (oleh Allah dalam melaksanakan tugas Anda).”(Muslim, 1993).
Pengecualian dapat dilakukan terhadap perintah ini, bila seseorang mengidentifikasi
suatu situasi sebagai potensi krisis atau bencana. Dia harus memiliki keahlian yang
diperlukan untuk membantu orang lain dalam situasi ini; Dia mungkin mencari
posisi tertentu untuk memberikan bantuan. Misalnya, Nabi Yusuf (saw) meminta
Raja Mesir untuk memberinya posisi. Perihal seperti itu (yaitu, untuk ditempatkan
dan bertanggung jawab atas lumbung) merupakan sebuah perbuatan yang dilakukan
dengan niat benar dan murni berada dalam parameter Islam.
Kekuatan penghargaan: Seorang pemimpin yang memiliki kekuatan dalam posisi
juga dapat mengendalikan penghargaan organisasi, termasuk kenaikan gaji, tugas
kerja yang diinginkan, atau promosi. Perlu dicatat bahwa Umar ibn al-Khattab
(semoga Allah berkenan dengan dia) biasa membayar gaji pejabat negara bagian
dengan tinggi. Dia bermaksud memastikan bahwa mereka tidak akan tergoda oleh
sogokan. Dengan memperlakukan orang yang ditunjuknya secara adil, Umar
(semoga Allah berkenan dengan dia) menjadi salah satu pemimpin Islam yang
paling terkemuka.
Kekuatan koersif: Selain mengendalikan penghargaan organisasi, pemimpin yang
mendominasi posisi juga mengendalikan sanksi kelompok. Islam mengidentifikasi
legitimasi kekuatan pemaksaan namun menyarankan agar tidak digunakan untuk
memaksa pengikut menuju kejahatan. Sebenarnya, Nabi (saw) pernah berkata,
“ketaatan (kepada pemimpin) hanya diperlukan untuk hal yang baik,” menekankan
peran pemimpin sebagai pelayan. Umar ra mengatakan kepadanya: “Saya menunjuk
Anda gubernur dan agen untuk tidak memukul tubuh Anda atau mengambil uang
Anda, melainkan untuk melatih Anda dan melayani Anda.” (Abdul-Hadi, 1970)
Rujukan atau kekuatan karismatik: Orang memiliki karisma saat orang lain ingin
mengikutinya karena mereka terpukau oleh kepribadian mereka. Pemimpin yang
sudah lahir biasanya karismatik. Pemimpin kharismatik, seperti Nabi Muhammad
SAW dan semua Nabi lainnya, menggunakan kekuatan untuk kepentingan umat
manusia, belajar dari kritik, bekerja untuk mengembangkan pengikut mereka
menjadi pemimpin, dan bergantung pada standar moral.
Kekuatan ahli: Pemimpin yang memiliki informasi dan keahlian berharga dianggap
memiliki kekuatan ahli yang bermanfaat bagi pengikut mereka yang membutuhkan
informasi untuk melakukan tugas mereka. Misalnya, dalam melakukan ibadah
sholat, seseorang dapat dipilih untuk memimpin sholat karena pengetahuannya yang
berlebih tentang mengimami sholat dalam Islam. Tidak ada pendeta dalam Islam.
3. PROSES DAN HASIL
Karya Ilmiah ini menggunakan tema dan judul dari Kewirausahaan dan Kepemimpinan
yang berasal dari Al-Qur'an dan Hadits. Penggunaan Al-Qur’an memungkinkan penelitian
untuk segera mengidentifikasi ayat-ayat Al-Qur’an yang termasuk dalam kategori
perdagangan, bisnis, dan kewirausahaan. Demikian juga untuk istilah kepemimpinan. Hadits
9
diambil dari koleksi Hadits shahih (terpercaya). Analisis isi didasarkan pada komentar yang
dibuat oleh para ilmuwan.
Bagian berikut memberikan prinsip untuk mempraktikkan kewirausahaan dan
kepemimpinan dari sudut pandang Islam. Hal ini diikuti dengan merincikan tentang ayat-ayat
Al-Qur’an dan hadits yang relevan.
3.1 PROSES ANALISIS AYAT AL-QUR’AN
3.1.1 TAQWA (TAKUT KEPADA ALLAH) SEBAGAI PRINSIP DASAR
Pengusaha dan pemimpin yang sukses pasti takut kepada Allah (taqwā) di
dalam Al-Qur’an. Allah berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman! Maukah kamu aku menampilkan sebuah
perdagangan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (Yaitu) kamu
beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan
jiwamu. Itulah yang lebih baik untuk kamu jika kamu tahu,” (Al-Qur’an. 61:10-11)
Melalui keputusan ini, pengusaha dan pemimpin harus percaya kepada
Allah dan berusaha mencari kekayaan untuk memperbaiki diri dan melakukan
segalanya sesuai dengan ajaran Allah dan Nabi. Pengusaha dianggap berhasil
ketika mereka memiliki “taqwā” di dalam dirinya saat mengejar keuntungan
dari aktivitas kewirausahaannya.
Hasilnya menunjukkan bahwa tingkat taqwā pemimpin akan
mempengaruhi keefektifannya, di mana satu dimensi spiritualitas, yaitu
kepercayaan, dan tiga dimensi tanggung jawab, yaitu sadaqah, integritas dan
kontrol emosional sebagai penentu Efektifitas Kepemimpinan Bisnis.
Sebagaiamana Allah menjelaskan dalam firman-Nya:
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan utang
piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan
hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar.
Janganlah penulis menolak untuk menuliskannya sebagaimana Allah telah
mengajarkan kepadanya, maka hendaklah dia menuliskan. Dan hendaklah
orang yang berutang itu mendiktekan, dan hendaklah dia bertakwa kepada
Allah, Tuhannya, dan janganlah dia mengurangi sedikit pun
daripadanya...” (Al-Qur’an. 2:282)
Nabi Muhammad SAW bersabda, “Seorang pezinah tidak akan berzinah
saat dia takut kepada Allah (taqwā), dan pencuri tidak akan mencuri saat dia
takut kepada Allah (taqwā).”
3.1.2 TAWAKAL (BERSERAH DIRI KEPADA ALLAH)
Dalam Islam, gagasan rizq (ketentuan) sudah ditakdirkan oleh Allah.
Pemimpin pengusaha atau manajerial dalam Islam harus memiliki tawakal.
Dalam hal ini, risiko dan pengambilan risiko menjadi lebih mudah diterima.
Allah meminta orang-orang percaya untuk bergantung kepada-Nya. Allah
berfirman: “...Kemudian, ketika engkau telah membulatkan tekad, maka
bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang
bertawakal.” (Al-Qur’an, 3: 159).
10
Di negara-negara Muslim (yang disebut sebagai budaya dengan konteks
tinggi), orang cenderung fatalis. Fatalisme ditandai dengan ungkapan “Inshā
Allah”, yang berarti “Jika Allah menghendakinya” (Rice, 1999). Ini berarti
bahwa umat Islam akan melakukan yang terbaik, namun hasil eksternal
mungkin tidak berada di bawah kendali mereka. Namun, usaha apapun tanpa
ketergantungan kepada Allah tidak akan didukung oleh Islam. Kepemimpinan
Islam adalah posisi kepercayaan ilahi. Seorang pemimpin harus menikmati
kepercayaan ini dengan tingkat tanggung jawab tertinggi. Allah berfirman:
“(Yaitu) orang-orang yang jika Kami beri kedudukan di bumi, mereka
melaksanakan shalat, menunaikan zakat, dan menyuruh berbuat yang makruf
dan mencegah dari yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala
urusan.”(Al Qur'an, 22:41).
3.1.3
HALAL (HAL YANG DITERIMA OLEH ISLAM)
Konsep “Ḥalal” (diperbolehkan dalam Islam), membuat para pengusaha
Muslim tidak berjualan alkohol dan babi yang dianggap “Ḥaram” (tidak
diterima dalam Islam) dan menghambat para pemimpin untuk memimpin usaha
yang dilarang. Pengusaha Muslim harus menggunakan sarana ḥalal untuk
menghasilkan produk ḥalal. Seperti yang diperintahkan oleh Allah:
“Dan makanlah dari apa yang telah diberikan Allah kepadamu sebagai
rezeki yang halal dan baik, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu
beriman kepada-Nya.”(Al Qur'an, 5:88).
Menghasilkan penghasilan yang sah (ḥalal) dapat dibenarkan dengan
melakukan kegiatan yang bersifat produktif, seperti bekerja sendiri dan
mempekerjakan orang lain (melakukan aktivitas kewirausahaan). Para
pemimpin harus menyiapkan rencana dan kebijakan manajerial untuk mencapai
tujuan rasional (ḥalal). Tapi seorang pengusaha atau pemimpin harus
bergantung kepada Allah untuk kesuksesan dalam hal apapun. Perintah Allah:
“Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang ada di
bumi, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu
musuh yang nyata bagimu.” (Al Qur'an, 2: 168).
Islam menyetujui bekerja untuk orang lain dengan gaji tetap itu mendorong
umat Islam untuk memulai kewirausahaan sebagai pilihan memperoleh
pendapatan yang halal. Beg (1979) menyatakan bahwa Islam tidak hanya
memotivasi umatnya untuk menjadi pengusaha, namun membuat mereka
merasa wajib untuk bekerja keras dan mendapatkan penghasilan tetap di
samping kebutuhan lain yang mendesak mereka untuk merawat masyarakat dan
umat Muslim secara luas. Menghasilkan pendapatan ḥalal melalui
kewirausahaan dan membantu orang lain untuk mendapatkan pendapatan dari
kekayaan publik yang dieksploitasi oleh beberapa orang sehingga dapat
mengurangi ketergantungan pada negara. Kekayaan masyarakat adalah milik
umat (ummat Muslim), jadi harus dimanfaatkan dalam proyek yang melayani
kebutuhan bersama dan kepentingan masyarakat melalui kepemimpinan Islam.
11
3.1.4
MENGUTAMAKAN NILAI MORAL DENGAN KETULUSAN
Al-Qur'an dan Sunnah dari Nabi Muhammad SAW secara eksplisit
merekomendasikan kegiatan wirausaha secara moral, misalnya penghapusan
ribā: “..padahal Alloh telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”
(Al-Qur’an 2:275).
Dikisahkan oleh Hudhaifah bahwa Nabi saw. Bersabda: “Pernah seorang
pria meninggal dunia dan ditanya: “Apa yang Anda lakukan selama hidup di
Dunia?” Dia menjawab, “Saya seorang pengusaha dan biasa memberi waktu
kepada orang kaya untuk melunasi hutangnya dan mengurangi sebagian dari
hutang orang miskin.” Maka dia diampuni (dosa-dosanya).”(Al-Bukhārī, 1980).
Pemimpin manajerial Islam harus tulus dan cukup adil untuk mencapai
sebuah tujuan organisasi. Istilah dalam Al-Qur’an tentang ketulusan adalah
khulusīyat. Al-Qur'an mendesak umat Islam untuk tulus dalam berdo’a,
merenung dan berbuat baik.
3.1.5
LAYAK DIPERCAYA
Setiap orang yang memimpin harus mempunyai kepercayaan diri dari
publik. Ayat Al-Qur’an berikut menjelaskan bahwa sistem Islam mendesak dan
memotivasi setiap anggota organisasi secara umum untuk mempercayai
pimpinannya. (Alhabshi dan Ghazali, 1994). Allah berfirman:
“Sungguh, Alloh menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia
hendaknya kamu menetapkan dengan adil. Sungguh, Alloh sebaik-baik
yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Alloh Maha Mendengar,
Maha Melihat.”(Al-Qur’an 4:58)
3.1.6
MENGHARAPKAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
Sistem kesejahteraan sosial dalam Islam atau zakat, di mana setiap orang
wajib memberikan persentase kelebihan barang mereka kepada masyarakat
sebagai salah satu contoh belas kasihan di antara anggota masyarakat. Banyak
teks dalam Al-Qur'an dan hadis mendorong umat Islam untuk memberikan
sedekah dalam bentuk yang berbeda. Allah berfirman: “Wahai orang-orang
yang beriman! Rukuklah, sujudlah, dan sembahlah Tuhanmu; dan berbuatlah
kebaikan agar kamu beruntung.” (Al-Qur’an 22:77).
Untuk mendorong orang beriman yang hanya mencintai dan menghabiskan
uang, tanah, dan harta benda lainnya yang mereka hargai, Allah berfirman:
“Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakan
sebagian harta kamu cinta. Dan apa pun yang kamu infakkan, tentang hal
itu, sungguh Allah Maha mengetahui.”(Al-Qur’an 3:92)
“(yaitu) orang-orang yang melaksanakan sholat dan yang menginfakkan
sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.”(Al-Qur’an 8:3)
12
Nabi Muhammad saw. patut dicontoh sebagai pemimpin dan pengusaha.
Wahyu yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW adalah tentang
pembentukan keadilan sosial yang radikal, di mana toleransi, kesetaraan, dan
amalan berada di jantung Islam. Nabi Muhammad SAW menerjemahkan sifatsifat ini ke dalam tindakan, dan pengaruhnya akan berlanjut ke jenjang yang
panjang. Nabi Muhammad saw. menunjukkan toleransi etnik dan agama dan
kesejahteraan sosial yang mapan berdasarkan sistem wirausaha sosial Islam.
Nabi Muhammad SAW mendorong orang untuk memberi sumbangan pada
acara-acara tertentu. Misalnya, dia menganjurkan pergi beramal dengan nasehat
berikut:
“Ketika putra Adam meninggal, tindakannya atas dirinya terputus kecuali
tiga: amal yang terus berlanjut (ṣadaqah jāriah) dan pengetahuan yang
membawa manfaat dan anak laki-laki yang saleh yang membuat
permohonan Untuknya.” (Al-Nawawī, 2013).
Di era Khalifah ‘Umar ibn’ Abdul Aziz ra. kemiskinan dieliminasi dari
masyarakat Islam dan kemakmuran telah menjangkau semua individu, Muslim
atau non-Muslim. Hal ini dicapai melalui “al-waqf” (suspensi), yang merupakan
jenis amal yang melibatkan properti. Ini merupakan landasan sistem
kesejahteraan ekonomi Islam dan merupakan elemen penting dalam
membangun peradaban Islam. Dengan mengambil bagian dalam alwaqf(suspensi), umat Muslim yang setia menyumbangkan harta benda,
termasuk uang, bangunan, tanah, sumur, pohon, dan barang-barang lainnya,
mutlak demi Allah, sebagai bentuk pemujaan, berterima kasih kepada Allah atas
karunia-Nya dan untuk mengharapakan hasil di akhirat nanti. Sumbangan AlWaqf memberi keuntungan jangka panjang bagi banyak orang. Anak yatim,
orang miskin, sakit, dan siswa diperbolehkan untuk menggunakan amal ini.
Sambil memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat, al-waqf menghilangkan
keegoisan dan mendorong rasa tanggung jawab terhadap generasi sekarang dan
masa depan (Salarzehi, Armesh, dan Davoud, 2010).
3.1.7
AL-ADL (KEADILAN)
Istilah keadilan dalam perspektif organisasi menggambarkan peran keadilan
karena justru terkait dengan tempat kerja. Pemimpin dalam keadilan
berorganisasi sangat prihatin dengan proses di mana karyawan menentukan
apakah mereka diperlakukan secara adil dalam pekerjaan mereka dan proses di
mana keputusan tersebut dipaksakan pada kegiatan terkait pekerjaan lainnya
(Moorman, 1991). Para pemimpin harus memperlakukan anggota tim dengan
adil dan adil tanpa diskriminasi terlepas dari kasta, kepercayaan, dan warna
mereka. Islam selalu mendesak untuk melakukan keadilan bagi semua orang.
Al-Qur'an memerintahkan umat Islam bersikap adil dalam situasi apapun
bahkan jika putusan tersebut bertentangan dengan orang tua mereka atau diri
mereka sendiri. Allah berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan,
menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri atau
terhadap ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika dia (yang terdakwa) kaya
13
ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatan (kebaikannya). Maka
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari
kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan
menjadi saksi, maka ketahuilah Allah Maha Mengetahui terhadap segala
apa yang kamu kerjakan.”(Al-Qur’an 4:135).
Keadilan adalah kunci utama dalam mengelola orang, sebab tugas seorang
pemimpin atau pengusaha harus menjamin keadilan seluruh orang dalam
organisasi. Rawls (1971) menegaskan bahwa keadilan adalah kebajikan utama
untuk mengendalikan keseluruhan organisasi. Begitu keadilan dipastikan, semua
anggota organisasi akan merasa nyaman dan percaya diri karena mereka percaya
bahwa pemimpin menjaga kepentingan mereka tanpa pamrih. Ini merupakan
cara memotivasi organisasi, karena setiap anggota akan bekerja dengan penuh
komitmen terhadap tujuan yang disepakati bersama.
3.1.8
BERPENGETAHUAN LUAS
Ayat Al-Qur’an yang pertama diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW
memanifestasikan pentingnya pengetahuan dalam Islam. Allah berfirman:
“Bacalah! Dengan (menyebut) nama Tuhannmu yang menciptakan, Dia
telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan
Tuhanmulah Yang Maha Mulia, yang mengajarkan manusia apa yang tidak
diketahuinya.” (Al-Qur’an 96:1-5).
Islam adalah agama pengetahuan (Sullivan, 2004). Nabi Muhammad SAW
juga berkomitmen pada pendidikan untuk memastikan pentingnya pengetahuan
dan menekankan risiko mengabaikannya. Nabi Muhammad SAW sangat
mendorong pengikutnya untuk memperoleh pengetahuan tentang agama dan
hukum. Islam juga mendorong kebebasan berpikir. Manajer atau eksekutif harus
menciptakan lingkungan di dalam organisasi sehingga anggota staf dapat
dengan mudah memilih isu apa pun. Empat Khulafa '(Khalifah) Islam
menganggap ini sebagai elemen kepemimpinan mereka yang tak terpisahkan
(Patwary, 2003).
3.1.9
PERTANGGUNGJAWABAN BAIK
Islam mengajarkan tanggung jawab sebagai komponen penting manajemen.
Seorang pengusaha menanggung risiko finansial, karena bertanggung jawab atas
semua aktivitas untuk menjalankan bisnisnya dan berhasil. Manajer
bertanggung jawab atas tugas dan tanggung jawab kepada Direksi. Dewan pada
posisinya bertanggung jawab sebagai penerima manfaat / pemangku
kepentingan. Sesuai ajaran Islam, masing-masing dan setiap manusia akan
bertanggung jawab atas perbuatan baik atau buruk dan akan diberi imbalan atau
dihukum sepadan dengan apa yang diperbuatnya. Allah berfirman: “Maka
barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat
(balasan)nya, dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya
dia akan melihat (balasan)nya.”(Al-Qur'an, 99: 7-8).
14
3.1.10
PEDULI TERHADAP SOSIAL DAN LINGKUNGAN
Sesuai ajaran Islam, kita harus peduli terhadap lingkungan dan hewan.
Allah berfirman: “Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah
dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di
dunia dan berbuatbaiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah
berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi.
Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan.” (Al-Qur’an,
28:77).
Selain itu, Nabi Muhammad SAW peduli terhadap kesehatan masyarakat
dan mendorong perempuan untuk merawat yang terluka, sehingga
meningkatkan peran perempuan di masyarakat. Dia juga mendesak pengikutnya
untuk merawat orang tua mereka yang sudah tua dan orang lanjut usia lainnya di
masyarakat. Dia bermain dengan anak-anak dan berinteraksi dengan mereka,
yang memberi mereka kepercayaan diri dan mempengaruhi masa depan mereka
dengan cara yang positif.
Nabi Muhammad SAW mendidik para pengikutnya untuk bersikap baik
kepada semua makhluk hidup dan untuk melindungi lingkungan. Diriwayatkan
oleh Sahl ibn al-Hanzaliyyah ra. bahwa Nabi (saw) menemukan seekor unta
yang kurus kering dan berkata: “Takutlah akan Allah karena binatang-binatang
bodoh ini. Naikilah mereka pada saat mereka berada dalam kondisi baik dan
berilah mereka makan saat mereka dalam kondisi baik.” (Daw Dawud, 1983).
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra., Nabi (saw) berkata: “Sementara
seorang pria sedang berjalan di jalan, dia menjadi sangat haus. Kemudian dia
menemukan sebuah sumur, turun ke dalamnya, minum (airnya) lalu keluar.
Sementara itu, ia melihat seekor anjing terengah-engah dan menjilati lumpur
karena kehausan yang berlebihan. Pria itu berkata pada dirinya sendiri, “Anjing
ini menderita haus yang sama seperti saya.” Jadi dia turun ke sumur (lagi) dan
mengisi sepatunya (dengan air) dan menyimpannya di mulutnya dan menyiram
anjing itu. Allah mengucapkan terima kasih atas perbuatan itu dan
memaafkannya. Orang-orang bertanya, “Wahai Rasulullah! Apakah ada pahala
bagi kita dalam melayani hewan? “Dia berkata, (Ya). Ada hadiah untuk
melayani setiap makhluk (makhluk hidup).”(Al-Bukhārī, 1980).
3.1.11 AL-SHURA (BERKONSULTASI SEBELUM MEMUTUSKAN)
Berdasarkan prinsip konsultasi pemimpin manajerial dalam Islam yaitu
harus berkonsultasi dengan orang-orang sebelum mereka mengambil keputusan.
Manajer harus berkonsultasi dengan bawahan mereka dalam merumuskan
strategi atau kebijakan apa pun. Hal ini mirip dengan manajemen partisipatif
modern. Allah mengarahkan Nabi saw. Untuk berkonsultasi dengan temantemannya. Bagi Ibn Al-'Arabī (1957), al-shūra dalam Islam adalah diskusi
tentang sebuah isu sehingga memungkinkan setiap anggota untuk berpartisipasi
dan saling berkonsultasi dan memberikan keputusan mengenai gagasan umum
mengenai masalah ini. Albadawi (1994) menganggapnya sebagai pengenalan
masalah khusus kepada spesialis dan anggota dan tetap berpikiran terbuka
15
mengenai masalah ini sampai keputusan yang benar dijabarkan dan dijelaskan.
Allah berfirman:
“dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan dan
melaksanakan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan
musyawarah antara mereka; dan mereka menginfakkan sebagian dari
rezeki yang Kami berikan kepada mereka,”.(Al-Qur’an 42:38)
“Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut
terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar,
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah
mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah
dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah
membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah
mencintai orang yang bertawakal.”.(Al-Qur’an 3:159)
Prinsip berkonsultasi (al-shura), kepercayaan jujur (al-sidq) (al-shahah) dan
keadilan (al-'adl) adalah elemen utama dari peran kepemimpinan yang sangat
baik dalam sebuah organisasi. Dengan bantuan dan pengaruh kualitas dalam
sebuah organisasi, maka tujuan dan sasaran akan dicapai dengan melihat kinerja
dan komitmen karyawan.
3.1.12
PENANDAAN TENAGA KERJA
Pemimpin Islam harus mengakui martabat persalinan. Nabi Muhammad
SAW bersabda: “Bayarlah upah kepada pekerja sebelum keringatnya
mengering.” (Al-Tirmidzi, 1983). Islam menunjukkan bahwa penghasilan
dengan kerja keras adalah yang terbaik. Oleh karena itu, manajer praktik harus
mengakui martabat semua kategori usaha terutama kerja fisik para pekerja dan
karyawan.
3.1.13
SEMANGAT TIM
Para pemimpin harus berusaha untuk mencapai tujuan dan sasaran
organisasi dengan tim dan bukan melalui usaha individu. Kesatuan ekstrem
harus dipraktikkan oleh para eksekutif, staf dan pekerja untuk memotivasi dan
memberi semangat kerja tim. Islam mengkhotbahkan esprit de corps (yaitu,
usaha tim). Nabi Muhammad SAW bersabda “Tangan Allah beserta jama’ah
(tim).” (Al-Tirmidzi, 1983).
3.2 PROSES SECARA PENGKOMBINASIAN QUR’AN DAN HADITS
Bagian ini akan menggabungkan ayat-ayat Al-Qur’an dan ucapan Nabi Muhammad
SAW yang sangat relevan dari perspektif kewirausahaan dan kepemimpinan. Terdapat
ucapan Nabi Muhammad SAW sebagai berikut:
“Tidak ada Arab yang memiliki superioritas atas orang non-Arab dan tidak ada
orang non-Arab yang memiliki superioritas melebihi orang Arab; Tidak ada orang
gelap yang memiliki keunggulan dibanding orang kulit putih dan tidak ada orang
kulit putih yang memiliki keunggulan dibanding orang kulit hitam. Kritik kehormatan
di sisi Allah adalah kebenaran dan hidup jujur.” Khotbah perpisahan Nabi
Muhammad SAW (Sallam dan Hanafy, 1988).
16
Ḥadits dapat diartikan sebagai