Hapusnya PertanggungJawaban Pelaku Usaha Jasa Terhadap Kerugian Yang Dialami Oleh Konsumen (Studi Kasus Putusan MA No: 769 K Pdt.Sus 2011)

(1)

BAB II

PERLINDUNGAN TERHADAP KONSUMEN ATAS PEMAKAIAN JASA DARI PELAKU USAHA

A.Pengaturan Perlindungan Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menjelaskan tentang perlindungan konsumen, hak atas kenyamanan, keamanan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa, hak atas informasi benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/jasa. Dalam undang-undang ini juga terdapat kewajiban konsumen untuk mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa demi keamanan dan keselamatan, hak dan kewajiban pelaku usaha, tanggung jawab pelaku usaha, pembinaan dan pengawasan terhadap undang-undang, badan perlindungan konsumen nasional, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat, serta badan penyelesaian sengketa konsumen. Untuk lebih jelasnya, berikut pengaturan perlindungan konsumen yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

1. Tujuan perlindungan konsumen

Setiap perundang-undangan haruslah memiliki tujuan yang jelas, sama halnya juga dengan perlindungan konsumen harus memiliki tujuan untuk apa undang-undang ini dibentuk khususnya dalam perlindungan konsumen. Pada Bab II mengenai tujuan


(2)

khususnya di Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menjelaskan tujuan dari perlindungan konsumen itu sendiri, yaitu:

a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;

b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;

c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;

d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;

e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha;

f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

Tujuan perlindungan konsumen merupakan sasaran akhir yang harus dicapai dalam pelaksanaan pembangunan di bidang hukum perlindungan konsumen,19 karena undang-undang pada prinsipnya harus memiliki tujuan khusus.20

19

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2011), hal. 95

20

Achmad Ali, Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum, (Jakarta: Yarsif Watampone, 1998), hal. 95

Tujuan khusus yang terlihat dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen telah jelas serta terang dan terdapat perbedaannya dengan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.


(3)

2. Hak dan kewajiban

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menjelaskan mengenai hak dan kewajiban. Pada Bab III Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ini membagi 2 (dua) hak dan kewajiban bagi konsumen dan pelaku usaha. Sebelum mengetahui hak dan kewajiban konsumen pelaku usaha, ada baiknya memahami pengertian hak dan kewajiban itu sendiri.

Hak adalah sesuatu yang benar; kepunyaan; milik; kewenangan; kekuasaan untuk melakukan sesuatu karena telah ditentukan oleh undang-undang atau peraturan lain; kekuasaan yang benar untuk menuntut sesuatu atau kekuasaan yang benar atas sesuatu.21

1. Hak manusia karena kodratnya, yakni hak yang kita peroleh begitu kita lahir, seperti hak untuk hidup dan hak untuk bernapas. Hak ini tidak boleh diganggu gugat oleh negara, dan bahkan negara wajib menjamin pemenuhannya.

Janus Sidabalok dalam bukunya Hukum Perlindungan Konsumen di

Indonesia menyebutkan ada tiga macam hak berdasarkan sumber pemenuhannya,

yakni:

2. Hak yang lahir dari hukum, Yaitu hak yang diberikan oleh negara kepada warga negaranya. Hak ini juga disebut sebagai hak hukum. Contohnya hak untuk memberi suara dalam Pemilu.

3. Hak yang lahir dari hubungan kontraktual. Hak ini didasarkan pada perjanjian/kontrak antara orang yang satu dengan orang yang lain. Contohnya pada peristiwa jual beli. Hak pembeli adalah

Berikut hak konsumen : a. Hak konsumen

1) Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi

21


(4)

barang dan/atau jasa;

2) Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

3) Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai konsidi dan jaminan barang dan/atau jasa;

4) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

5) Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

6) Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

7) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

8) Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

9) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

b. Kewajiban konsumen

1) Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;

2) Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa; 3) Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

4) Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.


(5)

Masih pada bagian Bab III Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen khususnya bagian kedua Bab III Pasal 6, menjelaskan mengenai hak dan kewajiban pelaku usaha, yang diantaranya:

a. Hak pelaku usaha

1) Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

2) Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;

3) Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;

4) Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; 5) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Pada Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menjelaskan terkait kewajiban pelaku usaha, yaitu:

b. Kewajiban pelaku usaha

1) Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

2) Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;

3) Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

4) Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;


(6)

barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;

6) Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

7) Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak.

3. Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha

Perbuatan yang dilarang memilik makna adanya suatu bentuk perbuatan atau aktivitas tertentu yang akan mengakibatkan pelanggaran hukum apabila perbuatan atau aktivitas tersebut dilakukan. Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha bertujuan untuk melindungi konsumen dari timbulnya suatu kerugian dan untuk melindungi pelaku usaha dari terhindarnya hukuman atas suatu perbuatan yang dilarang oleh undang-undang.

Perbuatan yang dilarang dimaksud merupakan perbuatan yang dilarang berdasarkan Pasal 8-17 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, yaitu:

a. Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;

c. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;


(7)

dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;

e. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;

f. Tidak Sesuai Dengan Janji Dinyatakan Dalam Label, Etiket Keterangan, Iklan Atau Promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;

g. Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu

penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;

h. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan "halal" yang dicantumkan dalam label;

i. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus di pasang/dibuat;

j. Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku; k. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan

tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud;

l. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar;

m.Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada huruf k dan l dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran;


(8)

n. Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah;

o. Barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu;

p. Barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru;

q. Barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesori tertentu;

r. Barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi :

1) barang dan/atau jasa tersebut tersedia;

2) barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;

3) barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu; 4) barang tersebut berasal dari daerah tertentu.22

4. Ketentuan pencantuman klausula baku

Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.23

Menurut E. H. Hondius, klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak

22

Selanjutnya baca Pasal 8 – 17 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

23


(9)

oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.24

Klausula baku merupakan aturan sepihak dalam kuitansi, faktur/bon, perjanjian, atau dokumen lainnya dalam transaksi jual beli yang sangat merugikan konsumen. Adanya klausula baku menyebabkan posisi konsumen sangat lemah dibandingkan dengan pelaku usaha.25

a. Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila:

Di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, disebutkan beberapa keharusan yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam pencantuman klausula baku, yaitu:

1) menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;

2) menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;

3) menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;

4) menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran; 5) mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan

jasa yang dibeli oleh konsumen;

6) memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau

24

Syahmi, Hukum Kontrak Internasional, (Jakarta: PT. Rajawali Pers, 1005), hal. 142

25

Direktorat Perlindungan Konsumen, Departemen Perdagangan Republik Indonesia “Klausula Baku”, artikel diunduh dari situs www. pkditjenpdn.depdag.go.id/index.php?page=baku, diakses pada tanggal 12 Mei 2014.


(10)

mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;

7) menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;

8) menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.

b. Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti;

c. Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian dinyatakan batal demi hukum;

d. Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan Undang-undang ini.

Pencantuman klausula baku dalam dokumen promosi dan transaksi diperbolehkan sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan bentuk serta pencantumannya harus jelas terlihat dan mudah dipahami. Contoh klausula baku yang dilarang dalam UU Perlindungan Konsumen, antara lain:26

a. formulir pembayaran tagihan bank dalam salah satu syarat yang harus dipenuhi atau disetujui oleh nasabahnya menyatakan bahwa, “Bank tidak bertanggung jawab atas kelalaian atau kealpaan, tindakan atau keteledoran dari Bank sendiri atau pegawainya atau koresponden, sub agen lainnya, atau pegawai mereka...”;

26


(11)

b. Kuitansi atau faktur pembelian barang, yang menyatakan: “Barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar atau dikembalikan”; atau “Barang yang tidak diambil dalam waktu 2 minggu dalam nota penjualan kami batalkan”.

B. Bentuk-Bentuk Produk Jasa yang Dihasilkan oleh Pelaku Usaha

Telah disebutkan sebelumnya bahwa pelaku usaha merupakan setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian penyelenggaraan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Dalam tulisan ini pelaku usaha yang dimaksud adalah lembaga keuangan bank dan non bank sehingga dalam penjelasannya akan jelas terkait dengan produk-produk jasa yang dihasilkan oleh setiap para pelaku usaha tersebut.

1. Lembaga keuangan bank

Lembaga keuangan bank yang dimaksud dalam hal ini adalah bank, pada Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan menyatakan bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Di dalam menjalankan fungsinya terdapat pula jenis-jenis layanan bank yang diberikan kepada masyarakat, yaitu:27

a. Menghimpun dana dari masyarakat

27

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti,1999), hal. 361-366.


(12)

Bank umum menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

1) Simpanan

Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank dalam bentuk giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

2) Giro

Giro adalah simpanan yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran dan penarikannya yang dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindah bukuan.

3) Deposito berjangka

Deposito berjangka adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu menurut perjanjian antara penyimpanan dengan bank yang bersangkutan.

4) Sertifikat deposito

Sertifikat deposito adalah deposito berjangka yang bukti simpanannya dapat diperdagangkan.

5) Tabungan

Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati tetapi tidak dapat ditarik dengan cek atau alat yang dapat dipersamakan dengan itu.

6) Surat berharga

Surat berharga adalah surat pengakuan hutang, wesel, saham, obligasi, sekuritas kredit atau setiap derivatif dari surat berharga atau kepentingan lain atau suatu


(13)

kewajiban dari penerbit dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar modal dan pasar uang.

7) Penitipan

Penitipan adalah penyimpanan harta berdasarkan kontrak antara bank umum dengan penitip yang didalamnya ditentukan bahwa bank umum yang bersangkutan melakukan penyimpanan harta tanpa mempunyai hak kepemilikan atas harta tersebut.

b. Memberi kredit

Dalam memberikan kredit, bank umum wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan.Kredit yang diberikan oleh bank mengandung resiko sehingga dalam pelaksanannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat.Untuk mengurangi resiko tersebut, jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang dijanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank.Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak (character), kemampuan (capacity), modal (capital), agunan (collecteral), dan prospek usaha debitur (chance).28

28

Tri Joko, “Perbuatan Melawan Hukum dalam Kebijakan Pemberian Kredit Macet pada Bank Pemerintah”, dalam Majalah Varia Peradilan No. 261 Agustus 2006, hal. 68

Mengingat bahwa agunan menjadi salah satu unsur jaminan pemberian kredit, apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah dapat berupa barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. Tanah yang kepemilikannya didasarkan pada hukum adat, yaitu tanah yang bukti kepemilikannya berupa girik, petuk dan lain-lain yang sejenis dapat digunakan sebagai agunan. Bank tidak wajib meminta agunan berupa barang yang tidak


(14)

berkaitan langsung dengan objek yang dibiayai yang lazim dikenal dengan agunan tambahan.

c. Menerbitkan surat pengakuan hutang

Bank umum dapat menerbitkan surat pengakuan hutang jangka pendek dan jangka panjang. Surat pengakuan hutang jangka pendek adalah seperti yang dimaksudkan dalam Pasal 100-229 KUHD yang dalam pasar uang dikenal Surat Berharga Pasar Uang (SPBU), seperti promes, wesel dan jenis lain yang meungkin dikembangkan di masa yang akan datang. Surat pengakuan hutang jangka panjang tersebut dapat berupa obligasi atau sekuritas kredit.

d. Membeli, menjual atau menjamin

Bank umum membeli, menjual atau menjamin resiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabah yakni berupa:

1) Surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat yang dimaksud;

2) Surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat yang dimaksud; 3) Kertas pembendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah;

4) Sertifikat Bank Indonesia (SBI); 5) Obligasi;

6) Surat dagang berjangka waktu sampai dengan satu tahun;

7) Instrument surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan satu tahun. e. Pemindahan uang

Bank umum menjalankan usaha memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah.


(15)

f. Menempatkan atau meminjamkan dana

Bank umum menjalankan usaha menempatkan dana atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat sarana telekomunikasi maupun wesel unjuk (at sight) cek atau sarana lainnya.

g. Menerima pembayaran dan melakukan perhitungan

Bank umum menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antarpihak ketiga. Kegiatan ini mencakup inkaso dan kliring.

h. Menyediakan tempat penyimpanan

Bank umum menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga. Hal yang dimaksud dengan menyediakan tempat dalam ketentuan ini adalah kegiatan bank yang semata-mata melakukan penyewaan tempat penyimpanan barang dan surat berharga (safety box) tanpa perlu diketahui mutasi dan isinya oleh bank.

i. Melakukan kegiatan penitipan

Bank umum melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak. Dalam melakukan kegiatan penitipan dengan mengadministrasikannya secara terpisah dari kekayaan bank.Mutasi barang titipan dilaksanakan oleh bank atas perintah penitip.Dalam hal bank mengalami kepailitan, semua harta yang dititipkan wajib dikembalikan kepada penitip yang bersangkutan.

j. Penempatan dana dalam bentuk surat berharga

Bank umum melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek. Dalam kegiatan ini


(16)

bank berperan sebagai penghubung antara nasabah yang membutuhkan dana dengan nasabah yang memiliki dana.

k. Membeli agunan melalui pelelangan

Bank umum membeli semua atau sebagian agunan melalui pelelangan apabila debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya.Kewajiban bank dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk melakukan pencairan secepatnya atas agunan yang dibeli dengan lelang tersebut dapat segera dimanfaatkan oleh bank. Dalam hal ini, terdapat sisa dari hasil pelelangan setelah diperhitungkan dengan kewajiban nasabah kepada bank yang dimanfaatkan oleh nasabah.

l. Anjak piutang dan kartu kredit

Bank umum melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit, dan kegiatan wali amanat. Kegiatan anjak piutang merupakan kegiatan pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri yang dilakukan dengan cara pengambilalihan atau pembelian piutang tersebut.Usaha kartu kredit merupakan usaha dalam kegiatan pemberian kredit atau pembiayaan untuk pembelian barang atau jasa yang penarikannya dilakukan dengan kartu.Secara teknik kartu kredit berfungsi sebagai sarana pemindahbukuan dalam melakukan pembayaran transaksi.

m.Menyediakan pembiayaan bagi nasabah

Bank umum menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai degnan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah.


(17)

n. Kegiatan lainnya yang lazim

Bank umum melakukan kegiatan yang lazim dan umum dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini dan peraturan perudang-undangan yang berlaku.

2. Lembaga keuangan non bank

Adapun yang dimaksud dengan lembaga keuangan non bank adalah badan usaha yang melakukan kegiatan di bidang keuangan secara langsung ataupun tidak langsung, menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali kepada masyrakat untuk kegiatan produktif. Berikut bentuk-bentuk badan usaha yang menjalankan kegiatan tersebut:

a. Asuransi

Kitab Undang – Undang Hukum Dagang disebutkan dalam Pasal 246 KUHD menyebutkan bahwa asuransi atau pertanggungan adalahperjanjian,dimanapenanggung mengikatkan diri terhadap tertanggung dengan memperoleh premi, untuk memberikan kepadanya ganti rugi karena suatu kehilangan, kerusakan atau tidak mendapat keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dapat diderita karena suatu peristiwa yang tak pasti. Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 dalam pasal 1 ayat (1) menyebutkan:

“Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara 2 (dua) pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertangung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”.29

29


(18)

Terdapat beberapa perbedaan dari pengertian asuransi dari para ahli yang salah satunya berdasarkan sudut pandang yuridis. Wirjono Prodjodikoro mendefenisikan asuransi atau verzekering sebagai suatu pertanggungan yang melibatkan dua pihak, satu pihak sanggup menanggung atau menjamin, dan pihak lain akan mendapat penggantian dari suatu kerugian,yang mungkin akan dideritanya sebagai akibat dari suatu peristiwa, yang semula belum tentu akan terjadi atau semula belum dapat ditentukan saat akan terjadinya.30

Menurut Muhammad Muslehuddin dalam bukunya Insurance and Islamic Law

mengadopsi pengertian asuransi dari encyclopedia britanica sebagai suatu persediaan yang disiapkan oleh sekelompok orang, yang tertimpa kerugian, guna menghadapi kejadian yang tidak jelas diramalkan, sehingga bila kerugian tersebut menimpa salah seorang di antara mereka, maka beban kerugian tersebut akan disebarkan ke seluruh kelompok.31 Dari produk jasa yang dihasilkan, maka berikut jasa-jasa yang ditawarkan oleh perusahaan asuransi, yaitu:32

1) asuransi sejumlah uang

Asuransi sejumlah uang artinya asuransi yang besarnya uang asuransi sudah ditentukan sebelumnya tanpa perlu ada suatu hubungan antara kerugian yang diderita dengan besarnya jumlah uang yang diberikan penanggung.Jenis-jenis asuransi sejumlah uang antara lain:

a) asuransi jiwa; b) asuransi kesehatan; c) asuransi tenaga kerja; d) asuransi pendidikan;

30

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi Indonesia, Jakarta: Penerbit Intermasa, 1996), hal. 12

31

muhammad muslehuddin, insurance law and islamic law,(terjemahan oleh burhan wirasubrata), menggugat asuransi modern: mengajukan suatu alternatif baru dalam prespektif hukum islam, cetakan ke-i, lentera, jakarta, 1999, hlm.3.

32


(19)

2) asuransi kerugian

Asuransi kerugiaan dapat diartikan ganti kerugian yang diberikan perusahaan asuransi (penanggung) kepada pemegang polis (tertanggung) harus seimbang dengan kerugian yang dialami oleh pemegang polis dengan catatan bahwa kerugian itu adalah akibat dari peristiwa untuk mana asuransi itu diadakan.Jenis-Jenis asuransi kerugiaan antara lain:33

a) asuranssi kebakaran; b) asuransi kenderaan; c) asuransi huru-hara; d) asuransi kerusuhan;

e) asuransi kecurian dan kebongkaran;

3) asuransi varia

Asuransi varia merupakan asuransi yang tumbuh dan berkembang sesuai dengankebutuhan masyarakat.34Asuransi varia disebut juga asuransi campuran karena merupakan campuran unsur-unsur yang ada dalam asuransi sejumlah uang dan asuransi kerugian.Asuransi varia berkembang untuk mengantisipasi kekakuan KUHD yang hanya mengatur asuransi dalam ruang lingkup yang sempit.35Jenis-jenis asuransi varia antara lain :36

a) asuransi kredit; b) asuransi deposito; c) surety bond; d) bank garansi;

33

ibid., hlm.91

34

ibid

35

abdul muis, op.cit., hlm 11

36


(20)

e) asuransi ekspor impor; f) asuransi pengangkutan; g) asuransi rangka kapal; h) asuransi pertambangan.

4) asuransi rekayasa (egineering insurance)

Asuransi Rekayasa (Egineering Insurance) adalah jenis asuransi yang memberikan jaminan kepada pemegang polis (tertanggung) terhadap risiko-risiko yang timbul selama kegiatan pengerjaan proyek, pembangunan rumah, pemasangan mesin, testing dan commisioning.Jenis-jenis Asuransi Rekayasa (Egineering Insurance) antara lain :37

a) asuransiegineering proyek; b) asuransiegineering non-proyek.

5) asuransi Syariah

Dalam perspektifekonomi Islam, asuransi dikenal dengan istilah takaful yang berasal dari bahasa Arab yakni takafala-yatakafulu-takaful yang berarti saling menanggung atau saling menjamin.38Pengertian asuransi syariah adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru (sumbangan) yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai syariah.39

b. Dana pensiun

37

ibid, hlm.,141

38

h.hendi suhendi dan deni k. yusuf, asuransi tkaful (dari teoritis ke praktis),mimbar pustaka, bandung, 2005, hlm.1

39

fatwa dewan syariah nasional no : 21/dsn-mui/x/2001 tentang pedoman umum asuransi syariah, jakarta, 17 oktober 2001.,hlm. 24


(21)

Dana pensiun merupakan badan usaha yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 terdapat 3 (tiga) jenis dana pensiun, yaitu:

1) Dana pensiun pemberi kerja

Dana pensiun yang dibentuk oleh orang atau badan yang memperkerjakan karyawan, selaku pendiri, untuk menyelenggarakan program pensiun manfaat pasti atau program pensiun iuran pasti, bagi kepentingan sebagian atau seluruh karyawannya sebagai peserta dan yang menimbulkan kewajiban terhadap pemberi kerja.

2) Dana pensiun lembaga keuangan

Dana pensiun pemberi kerja yang menyelenggarakan program pensiun iuran pasti, dengan iuran hanya dari pemberi kerja yang didasarkan pada rumus yang dikaitkan dengan keuntungan pemberi kerja.

3) Dana pensiun lembaga keuntungan

Dana pensiun yang dibentuk oleh bank atau perusahaan asuransi jiwa untuk menyelenggarakan program pensiun iuran pasti bagi perorangan, baik karyawan maupun pekerja mandiri yang terpisah dari dana pensiun pemberi kerja bagi karyawan bank atau perusahaan asuransi jiwa yang bersangkutan.

Adapun bentuk jasa dalam dana pensiun ini adalah yang disebut dengan program pensiun manfaat pasti dan program pensiun iuran pasti. Program pensiun manfaat pasti atau sering disebut dengan defined benefit plan adalah suatu program pensiun yang memberikan formula tertentu atas manfaat yang akan diterima karyawan pada saat mencapai usia pensiun. Atas dasar formula manfaat tersebut,


(22)

besarnya iuran yang diperlukan dihitung oleh aktuaris. Kelebihan dari program pensiun manfaat pasti adalah:40

1) Menekankan pada hasil akhir;

2) Manfaat pensiun ditentukan terlebih dahulu, mengingat manfaat dikaitkan dengan gaji karyawan;

3) Program manfaat pasti dapat mengakomodasi masa kerja yang telah dilalui karyawan apabila program pensiun dibentuk jauh setelah perusahaan berjalan; 4) Karyawan lebih dapat menentukan besarnya manfaat yang akan diterima pada saat

mencapai usia pensiun.

Program kedua sebagai bentuk jasa pelayanan yang diberikan oleh dana pensiun adalah program pensiun iuran pasti atau benefit contribution pension plan. Program ini menetapkan besarnya iuran karyawan dan perusahaan (pemberi kerja). Sedangkan benefit yang akan diterima karyawan dihitung berdasarkan akumulasi iuran, ditambah dengan hasil pengembangan atau investasinya. Program pensiun pasti terdiri dari:41

1) Money purchase plan yang merupakan program pensiun dalam penetapan jumlah

iuran yang dibayarkan oleh karyawan dan pemberi kerja, bukan formula perhitungan manfaat pensiun sebagaimana pada defined benefit plan;

2) Career average earnings, suatu konsep perhitungan manfaat pensiun berdasarkan formula career average earnings dibandingkan dengan dua formula terdahulu; 3) Flat benefit. Manfaat pensiun dengan program flat benefit didasarkan atas jumlah

uang tertentu untuk setiap tahun masa kerja atau lebih ditetapkan nilai manfaat pensiun untuk semua karyawan yang pensiun setelah memenuhi masa kerja minimum.

40

Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan: Kebijakan Moneter dan Perbankan, (Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2005), hal. 702

41Ibid


(23)

Adapun kelebihan program manfaat pasti adalah: 1) Lebih menekankan pada hasil akhir;

2) Manfaat pensiun dientukan terlebih dahulu, mengingat manfaat dikaitkan dengan gaji karyawan;

3) Program pensiun manfaat pasti dapat mengakomodasi masa kerja yang telah dilalui karyawan apabila program pensiun dibentuk jauh setelah perusahaan berjalan; 4) Karyawan lebih dapat menentukan besarnya manfaat yang akan diterima pada saat

mencapai saat pensiun.

c. Koperasi

Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi.42

Koperasi dibentuk dengan adanya perikatan/perjanjian antara pendirinya, hal ini sesuai dengan Pasal 7 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian “(1) Koperasi Primer didirikan oleh paling sedikit 20 (dua Koperasi memiliki status yang sama dengan Perseroan Terbatas yang berstatus badan hukum yang merupakan sebuah organisasi yang memiliki hak dan tanggung jawab di depan hukum, dengan demikian koperasi merupakan subjek hukum. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian memberikan legitimasi kepada Koperasi menjadi badan hukum yang memiliki wewenang dalam menjalankan fungsinya yang memiliki modal/saham yang disetor oleh pemilik saham.

42


(24)

puluh) orang perseorangan dengan memisahkan sebagian kekayaan pendiri atau Anggota sebagai modal awal Koperasi. (2) Koperasi Sekunder didirikan oleh paling sedikit 3 (tiga) Koperasi Primer”. Seperti yang telah disebutkan diawal bahwa setiap berbadan hukum, harta kekayaan antara harta pribadi dengan harta kekayaan badan hukum dipisahkan. Dalam Pasal 7 ayat (1) diatas telah disebutkan “……dengan memisahkan sebagian kekayaan pendiri atau Anggota sebagai modal awal Koperasi”, dengan demikian kedudukan Koperasi sebagai badan hukum telah memenuhi syarat untuk menjalankan hak dan tanggung jawab.

Koperasi dijalankan atau dikelola oleh pengurus, ini sesuai dengan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, “Pengurus adalah perangkat organisasi Koperasi yang bertanggung jawab penuh atas kepengurusan Koperasi untuk kepentingan dan tujuan Koperasi, serta mewakili Koperasi baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar”. Dengan demikian fungsi dari pengurus adalah menjalankan Koperasi sebaik mungkin sesuai dengan kepentingan Koperasi.

1. Tujuan koperasi

Dalam BAB II Pasal 4 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, tertuang tujuan koperasi Indonesia, yaitu bahwa “Koperasi bertujuan meningkatkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, sekaligus sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari tatanan perekonomian nasional yang demokratis dan berkeadilan”.

Koperasi dalam pendiriannya berpegang teguh pada asas dan prinsip-prinsip ideal tertentu, maka kegiatan koperasi biasanya juga diharapkan dapat membantu


(25)

meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.43

Melihat tujuan dari koperasi yang tertuang dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, koperasi berjalan tidak keluar dari koridor perekonomian Indonesia. Demokratis terhadap seluruh anggota koperasi dengan mendukung rasa keadilan tanpa terkecuali. Dapat dipahami apa sebenarnya tujuan dari koperasi ini terbentuk dari uraian berikut:

Dengan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, oleh karena itu adanya prinsip keterbukaan anggota dalam koperasi. Siapa saja dapat untuk menjadi anggota koperasi.

44

a. Koperasi Indonesia berusaha ikut membantu para anggotanya untuk dapat meningkatkan penghasilannya;

b. Koperasi Indonesia dapat mengurangi tingkat pengangguran. Dengan semakin meningkatkan pertambahan penduduk, membawa dampak meningkatnya pula pengangguran, karena berkurangnya atau semakin sulitnya lapangan pekerjaan; c. Koperasi Indonesia dapat mengembangkan kegiatan usaha masyarakat. Sebagai

badan usaha yang mengutamakan usaha bersama dalam meningkatkan kesejahteraan hidup para anggotanya, maka dalam kegiatan usahanya koperasi berusaha mempersatukan usaha bersama tersebut dengan baik;

d. Koperasi Indonesia dapat berperan serta meningkatkan taraf hidup rakyat. Tujuan utama koperasi adalah meningkatkan taraf hidup para anggota tercukupi, koperasi berusaha untuk ikut meningkatkan taraf hidup masyarakat pada umumnya;

e. Koperasi Indonesia dapat berperan ikut meningkatkan pendidikan rakyat. Koperasi dapat memberikan pendidikan kepada rakyat dengan jalan mendidik para anggota

43

Revrisond Baswir. Koperasi Indonesia, (cetakan kedua), (Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2000), hal. 40.

44

R.T Sutantya Rahardja Hadhikusuma. Hukum Koperasi Indonesia, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005), hal. 40


(26)

koperasi terlebih dahulu, dan kemudian secara berantai para anggota koperasi dapat mengamalkan pengetahuannya terebut kepada masyarakat lainnya;

f. Koperasi Indonesia dapat berperan sebagai perjuangan ekonomi. Koperasi dapat memberikan kemampuan yang besar untuk dapat mempertinggi kesejahteraan rakyat banyak;

g. Koperasi Indonesia dapat berperan menciptakan demokrasi ekonomi. Dalam perannya sebagai alat pendemokrasian ekonomi nasional, koperasi dituntut berperan menyeluruh di semua lapangan usaha dan mampu mejangkau sektor-sektor ekonomi fital yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat;

h. Koperasi Indonesia dapat berperan serta dalam membangun tatanan perekonomian nasional;

i. Koperasi Indonesia dapat berperan sebagai alat Pembina insane masyarakat untuk memperkokoh kedudukan ekonomi bangsa Indonesia serta bersatu dalam mengatur tata laksana perekonomian rakyat.

d. Pasar modal

Pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik surat utang (obligasi), ekuiti (saham), reksa dana, instrumen derivatif maupun instrumen lainnya. Pasar modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan maupun institusi lain (misalnya pemerintah), dan sebagai sarana bagi kegiatan berinvestasi. Dengan demikian, pasar modal memfasilitasi berbagai sarana dan prasarana kegiatan jual beli dan kegiatan terkait lainnya.

Undang-Undang Pasar Modal No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal mendefinisikan pasar modal sebagai “kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran


(27)

Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek”.

Di dalam pasar modal, terdapat beberapa pihak yang ikut serta dalam kegiatannya, yaitu:45

1. Bursa Efek Indonesia

Bursa Efek Indonesia (disingkat BEI, atau Indonesia Stock Exchange (IDX))

merupakan bursa hasil penggabungan dari

memutuskan untuk menggabung Bursa Efek Jakarta sebagai

Bursa Efek Surabaya sebagai

penggabungan ini mulai beroperasi pada 1 Desember 2007.BEI menggunakan sistem perdagangan bernama Jakarta Automated Trading System (JATS) sejak 22 Mei 1995, menggantikan sistem manual yang digunakan sebelumnya Maret 2009 sistem JATS ini sendiri telah digantikan dengan sistem baru bernama

JATS-NextG yang disediaka

2. Lembaga Kliring dan Penjaminan (LKP)

PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) didirikan berdasarkan Undang-Undang Pasar Modal Indonesia tahun 1995 untuk menyediakan jasa kliring dan penjaminan penyelesaian transaksi bursa yang teratur, wajar dan efisien. KPEI

didirikan sebagai

Agustus 1996 di Jakarta ole

dengan kepemilikan masing-masing 90% dan 10% dari total saham pendiri senilai Rp 15 miliar. KPEI memperoleh status sebagai badan hukum pada tanggal 24

September 1996 dengan pengesahan

45

Astungkoro Sudikno, Praktek Cornering Dalam Transaksi Efek Pada Bursa Saham Ditinjau Dari Aspek Hukum, (Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 2012), hal 17-18


(28)

tanggal 1 Juni 1998, Perseroan mendapat izin usaha sebagai Lembaga Kliring dan Penjaminan berdasarkan Surat Keputusan Bapepam No. Kep-26/PM/1998. Pada tahun 2000 dengan diterapkannya Scripless Trading atau perdagangan tanpa warkat.

3. Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (LPP)

Lembaga yang menyelenggarakan jasa penyimpanan dan penyelesaian dengan tujuan agar transaksi bursa berjalan teratur, wajar, dan efisien. Sebagai SRO, LPP menetapkan peraturan mengenai kegiatan penyimpanan dan penyelesaian transaksi bursa termasuk ketentuan mengenai pemakaian biaya jasa.

C.Perlindungan Terhadap Konsumen atas Pemakaian Jasa Dari Pelaku Usaha

Perlindungan hukum merupakan suatu bentuk dari pembelaan yang diberikan oleh undang-undang kepada korban atau pihak-pihak yang telah dirugikan akibat perilaku atau tindakan seseorang. Di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, perlindungan hukum yang diberikan kepada seseorang atau badan usaha tertentu yang telah dirugikan adalah dengan cara menuntut ganti rugi kepada pihak yang telah menerbitkan kerugian tersebut.

Perlindungan terhadap konsumen atas pemakaian jasa dari pelaku usaha pada prinsipnya terbagi dari 3 (tiga) bentuk perlindungan, yaitu secara administrasi, perdata dan pidana.

1. Sanski administrasi

Melalui badan penyelesaian sengketa konsumen sesuai dengan Pasal 60 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Kosumen, Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dapat menjatuhkan sanski administrasi terhadap pelaku usaha yang telah melanggar Pasal 19 ayat (2) dan (3), 20, 25 dan 26


(29)

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pelanggaran yang telah dilakukan pelaku usaha tersebut adalah dalam bentuk kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Terhadap Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut. Pelaku usaha yang tidak menyediakan atau lalai menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas perbaikan, tidak memenuhi atau gagal memenuhi jaminan atau garansi yang diperjanjikan. Pelaku usaha yang memperdagangkan jasa wajib memenuhi jaminan dan/atau garansi yang disepakati dan/atau yang diperjanjikan. Sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) terhadap pelaku usaha yang telah menerbitkan atau menimbulkan kerugian kepada konsumen.

2. Sanksi perdata

Sanksi perdata pada prinsipnya merupakan suatu tuntutan yang diajukan oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh pihak lain, baik itu konsumen ataupun dari pelaku usaha sendiri. Sanksi perdata merupakan sanksi yang mana pihak dirugikan dapat menggunakan jalur perdata yaitu dengan mengajukan gugatan wanprestasi ataupun gugatan perbuatan melawan hukum. Bentuk perlindungan yang diberikan pada prinsipnya dapat berupa ganti rugi secara materiil ataupun non materiil tergantung dari bentuk kerugian yang ditimbulkan. Gugatan perdata ini tetap menggunakan hukum acara pada umumnya yaitu HIR/RBG.

3. Sanski pidana

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 61 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, sanksi pidana dijatuhkan kepada pelaku usaha


(30)

dan/atau pengurusnya. Ketentuan ini didasarkan kepada Pasal 62 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yaitu Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2), dan Pasal 18. Ketentuan sanksi pidana ini akan dikenakan kepada pelaku usaha yang telah melanggar peraturan yang telah disebutkan sebelumnya dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp.2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Berikutnya pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16 dan Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.

Selain sanksi administrasi, perdata dan pidana sebagai bentuk perlindungan terhadap konsumen yang memakai jasa pelaku usaha, terdapat pula perlindungan hukum lainnya yaitu penyelesaian sengketa melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Berdasarkan Pasal 49 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa Pemerintah membentuk badan penyelesaian sengketa konsumen di Daerah Tingkat II untuk penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan. Tugas dan wewenang dari BPSK ini tertuang dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu:

a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi;


(31)

b. Memberikan konsultasi perlindungan konsumen;

c. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku;

d. Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam undang-undang ini;

e. Menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;

f. Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen;

g. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;

h. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap undang-undang itu;

i. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud pada huruf g dan huruf h, yang tidak bersedia memenuhi panggilan badan penyelesaian sengketa konsumen;

j. Mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan;

k. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak konsumen; l. Memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran

terhadap perlindungan konsumen;

m.Menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini.

Penyelesaian sengketa melalui BPSK wajib diselesaikan paling lama dalam jangka waktu 21 hari. Dalam hal putusan yang dikeluarkan oleh BPSK tersebut tidak diterima atau pihak yang kalah merasa keberatan terkait putusan yang ada, maka pihak yang keberatan tersebut dapat mengajukan keberatannya paling lama 14 hari


(32)

kerja sejak pemberitahuan putusan tersebut ke Pengadilan Negeri. Dalam jangka waktu paling lambat 21 hari pula, Pengadilan Negeri harus mengeluarkan putusan sejak diterimanya keberatan tersebut. Dan apabila terhadap putusan Pengadilan Negeri pihak yang dikalahkan merasa keberatan, maka pihak tersebut dapat melakukan langkah kasasi ke Mahkamah Agung dalam jangka waktu 14 hari sejak putusan dilakukan di Pengadilan Negeri. Mahkamah Agung harus mengeluarkan putusan paling lambat 30 hari sejak diterima permohonan kasasi tersebut.


(1)

Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek”.

Di dalam pasar modal, terdapat beberapa pihak yang ikut serta dalam kegiatannya, yaitu:45

1. Bursa Efek Indonesia

Bursa Efek Indonesia (disingkat BEI, atau Indonesia Stock Exchange (IDX))

merupakan bursa hasil penggabungan dari

memutuskan untuk menggabung Bursa Efek Jakarta sebagai

Bursa Efek Surabaya sebagai

penggabungan ini mulai beroperasi pada 1 Desember 2007.BEI menggunakan sistem perdagangan bernama Jakarta Automated Trading System (JATS) sejak 22 Mei 1995, menggantikan sistem manual yang digunakan sebelumnya Maret 2009 sistem JATS ini sendiri telah digantikan dengan sistem baru bernama JATS-NextG yang disediaka

2. Lembaga Kliring dan Penjaminan (LKP)

PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) didirikan berdasarkan Undang-Undang Pasar Modal Indonesia tahun 1995 untuk menyediakan jasa kliring dan penjaminan penyelesaian transaksi bursa yang teratur, wajar dan efisien. KPEI

didirikan sebagai

Agustus 1996 di Jakarta ole

dengan kepemilikan masing-masing 90% dan 10% dari total saham pendiri senilai Rp 15 miliar. KPEI memperoleh status sebagai badan hukum pada tanggal 24

September 1996 dengan pengesahan

45

Astungkoro Sudikno, Praktek Cornering Dalam Transaksi Efek Pada Bursa Saham Ditinjau Dari Aspek Hukum, (Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 2012), hal 17-18


(2)

tanggal 1 Juni 1998, Perseroan mendapat izin usaha sebagai Lembaga Kliring dan Penjaminan berdasarkan Surat Keputusan Bapepam No. Kep-26/PM/1998. Pada tahun 2000 dengan diterapkannya Scripless Trading atau perdagangan tanpa warkat.

3. Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (LPP)

Lembaga yang menyelenggarakan jasa penyimpanan dan penyelesaian dengan tujuan agar transaksi bursa berjalan teratur, wajar, dan efisien. Sebagai SRO, LPP menetapkan peraturan mengenai kegiatan penyimpanan dan penyelesaian transaksi bursa termasuk ketentuan mengenai pemakaian biaya jasa.

C.Perlindungan Terhadap Konsumen atas Pemakaian Jasa Dari Pelaku Usaha

Perlindungan hukum merupakan suatu bentuk dari pembelaan yang diberikan oleh undang-undang kepada korban atau pihak-pihak yang telah dirugikan akibat perilaku atau tindakan seseorang. Di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, perlindungan hukum yang diberikan kepada seseorang atau badan usaha tertentu yang telah dirugikan adalah dengan cara menuntut ganti rugi kepada pihak yang telah menerbitkan kerugian tersebut.

Perlindungan terhadap konsumen atas pemakaian jasa dari pelaku usaha pada prinsipnya terbagi dari 3 (tiga) bentuk perlindungan, yaitu secara administrasi, perdata dan pidana.

1. Sanski administrasi

Melalui badan penyelesaian sengketa konsumen sesuai dengan Pasal 60 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Kosumen, Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dapat menjatuhkan sanski administrasi terhadap


(3)

Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pelanggaran yang telah dilakukan pelaku usaha tersebut adalah dalam bentuk kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Terhadap Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut. Pelaku usaha yang tidak menyediakan atau lalai menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas perbaikan, tidak memenuhi atau gagal memenuhi jaminan atau garansi yang diperjanjikan. Pelaku usaha yang memperdagangkan jasa wajib memenuhi jaminan dan/atau garansi yang disepakati dan/atau yang diperjanjikan. Sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) terhadap pelaku usaha yang telah menerbitkan atau menimbulkan kerugian kepada konsumen.

2. Sanksi perdata

Sanksi perdata pada prinsipnya merupakan suatu tuntutan yang diajukan oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh pihak lain, baik itu konsumen ataupun dari pelaku usaha sendiri. Sanksi perdata merupakan sanksi yang mana pihak dirugikan dapat menggunakan jalur perdata yaitu dengan mengajukan gugatan wanprestasi ataupun gugatan perbuatan melawan hukum. Bentuk perlindungan yang diberikan pada prinsipnya dapat berupa ganti rugi secara materiil ataupun non materiil tergantung dari bentuk kerugian yang ditimbulkan. Gugatan perdata ini tetap menggunakan hukum acara pada umumnya yaitu HIR/RBG.

3. Sanski pidana

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 61 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, sanksi pidana dijatuhkan kepada pelaku usaha


(4)

dan/atau pengurusnya. Ketentuan ini didasarkan kepada Pasal 62 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yaitu Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2), dan Pasal 18. Ketentuan sanksi pidana ini akan dikenakan kepada pelaku usaha yang telah melanggar peraturan yang telah disebutkan sebelumnya dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp.2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Berikutnya pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16 dan Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.

Selain sanksi administrasi, perdata dan pidana sebagai bentuk perlindungan terhadap konsumen yang memakai jasa pelaku usaha, terdapat pula perlindungan hukum lainnya yaitu penyelesaian sengketa melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Berdasarkan Pasal 49 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa Pemerintah membentuk badan penyelesaian sengketa konsumen di Daerah Tingkat II untuk penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan. Tugas dan wewenang dari BPSK ini tertuang dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu:

a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi;


(5)

b. Memberikan konsultasi perlindungan konsumen;

c. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku;

d. Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam undang-undang ini;

e. Menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;

f. Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen;

g. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;

h. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap undang-undang itu;

i. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud pada huruf g dan huruf h, yang tidak bersedia memenuhi panggilan badan penyelesaian sengketa konsumen;

j. Mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan;

k. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak konsumen; l. Memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran

terhadap perlindungan konsumen;

m.Menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini.

Penyelesaian sengketa melalui BPSK wajib diselesaikan paling lama dalam jangka waktu 21 hari. Dalam hal putusan yang dikeluarkan oleh BPSK tersebut tidak diterima atau pihak yang kalah merasa keberatan terkait putusan yang ada, maka pihak yang keberatan tersebut dapat mengajukan keberatannya paling lama 14 hari


(6)

kerja sejak pemberitahuan putusan tersebut ke Pengadilan Negeri. Dalam jangka waktu paling lambat 21 hari pula, Pengadilan Negeri harus mengeluarkan putusan sejak diterimanya keberatan tersebut. Dan apabila terhadap putusan Pengadilan Negeri pihak yang dikalahkan merasa keberatan, maka pihak tersebut dapat melakukan langkah kasasi ke Mahkamah Agung dalam jangka waktu 14 hari sejak putusan dilakukan di Pengadilan Negeri. Mahkamah Agung harus mengeluarkan putusan paling lambat 30 hari sejak diterima permohonan kasasi tersebut.


Dokumen yang terkait

Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Kejahatan Terhadap Ketertiban Umum Di Dalam Kuhp (Studi Putusan Ma No. 1914/K/Pid/2012)

2 116 124

Penerapan Prinsip Kelangsungan Usaha Dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Studi Kasus Putusan MA No 156 PK/Pdt.Sus/2012)

4 97 96

Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Korupsi pada Program Konpensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak Infrastruktur Pedesaan (Studi Putusan MA No. 2093 K / Pid. Sus / 2011)

3 55 157

Kewajiban Pelaku Usaha Terhadap Perlindungan Konsumen Rumah Makan Menurut Hukum (Studi Pada Rumah Makan Kamang Jaya)

4 70 126

Hapusnya PertanggungJawaban Pelaku Usaha Jasa Terhadap Kerugian Yang Dialami Oleh Konsumen (Studi Kasus Putusan MA No: 769/K/Pdt.Sus/2011)

4 50 95

Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pelaku Tindak Pidana Perusakan dan Pencemaran Lingkungan (Studi Putusan MA RI No. 755K/PID.SUS/2007)

1 50 100

Hapusnya PertanggungJawaban Pelaku Usaha Jasa Terhadap Kerugian Yang Dialami Oleh Konsumen (Studi Kasus Putusan MA No: 769 K Pdt.Sus 2011)

0 0 11

Hapusnya PertanggungJawaban Pelaku Usaha Jasa Terhadap Kerugian Yang Dialami Oleh Konsumen (Studi Kasus Putusan MA No: 769 K Pdt.Sus 2011)

0 0 2

Hapusnya PertanggungJawaban Pelaku Usaha Jasa Terhadap Kerugian Yang Dialami Oleh Konsumen (Studi Kasus Putusan MA No: 769 K Pdt.Sus 2011)

0 0 12

Hapusnya PertanggungJawaban Pelaku Usaha Jasa Terhadap Kerugian Yang Dialami Oleh Konsumen (Studi Kasus Putusan MA No: 769 K Pdt.Sus 2011)

0 0 3