SEJARAH PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN AL FUTUH DUSUN SEKARGENENG DESA BAKALANPULE KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN 1991-2014 M.
SEJARAH PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN AL FUTUH DUSUN SEKARGENENG DESA BAKALANPULE KECAMATAN
TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN 1991-2014 M
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)
Oleh Mar’atus Sholikah
NIM:A0.22.12.069
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SUNAN AMPEL SURABAYA 2016
(2)
(3)
(4)
(5)
ABSTRAK
Mar’atus Sholikah, 2016: Sejarah Perkembangan Pondok Pesantren Al Futuh Dususn Sekargeneng Desa Bakalanpule Kecamatan Tikung Kabupaten Lamongan 1991-2014 M.
Skripsi ini membahas tentang Sejarah Perkembangan Pondok Pesantren Al Futuh Dusun Sekargeneng Desa Bakalanpule Kecamatan Tikung Kabupaten Lamongan Tahun 1991-2014. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini meliputi: 1) Bagaimana sejarah berdirinya pondok pesantren Al Futuh dusun Sekargeneng desa Bakalanpule kecamatan Tikung kabupaten Lamongan? 2) Mengapa pondok pesantren Al Futuh dusun Sekargeneng desa Bakalanpule kecamatan Tikung kabupaten Lamongan mengalami perkembangan dari pondok salaf menuju modern? 3) Bagaimana dinamika pondok pesantren Al Futuh bagi kehidupan sosial pendidikan dan keagamaan masyarakat dusun Sekargeneng desa Bakalanpule kecamatan Tikung kabupaten Lamongan tahun 1991-2014?
Penulis menggunakan metode sejarah dengan beberapa tahapan diantaranya 1) Pencarian data dengan mengumpulkan sumber-sumber sejarah. Sumber yang bisa digunakan penulis diantaranya sumber primer dan sekunder. Data-data tersebut dianalisis dan dipaparkan menggunakan teori modernisasi karena pondok pesantren Al Futuh mengalami perkembangan menuju modern baik dalam hal sistem pendidikan maupun kegiatan sosial keagamaan. 2) Melakukan kritik ekstern dan intern untuk menilai kredibilitas dan keautentikan sumber. 3) Menafsirkan dan menginterpretasi atau menguraikan sumber sumber yang ada. 4) menyusun dalam bentuk tertulis yang diaktualisasikan pada penulisan skripsi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan terkait sejarah perkembangan pondok pesantren Al Futuh, disimpulkan bahwa 1) Pendirian pondok pesantren Al Futuh merupakan inisiatif dari KH Abdullah Hasan untuk mengayomi masyarakat muslim dan meramaikan syiar Islam di Lamongan. 2) Pondok pesantren Al Futuh mengalami perkembangan dari salaf menuju modern merupakan respon pondok pesantren untuk tetap eksis di era globalisasi guna menjawab tantangan masyarakat setempat. 3) pondok pesantren Al Futuh berperan bagi kehidupan sosial keagamaan masyarakat dusun Sekargeneng desa Bakalanpule kecamatan Tikung kabupaten Lamongan tahun 1991-2014 yang disalurkan dengan beberapa kegiatan rutin yang diaksanakan oleh pihak pondok pesantren.
(6)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iv
PERSEMBAHAN ... v
MOTTO ... vi
ABSTRAKSI ... vii
TRANSLITERASI ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
BAB I: PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1
B.Rumusan Masalah ... 8
C.Tujuan Penelitian ... 8
D.Manfaat Penelitian ... 9
E.Pendekatan dan Kerangka Teori ... 10
F. Penelitian Terdahulu ... 13
G.Metode Penelitian ... 14
H.Sistematika Pembahasan ... 17
BAB II: PONDOK PESANTREN AL FUTUH SEKARGENENG BAKALANPULE TIKUNG LAMONGAN A.Letak Geografis Dusun Sekargeneng Bakalanpule Tikung Lamongan ... 19
B.Asal-usul Munculnya Pendidikan Islam di Indonesia ... 26
C.Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Al Futuh Tahun 1991 ... 33
BAB III : PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN AL FUTUH SEKARGENENG BAKALANPULE TIKUNG LAMONGAN TAHUN 1997-2014 A.SMP Diniyah NU Tikung Tahun 1997 ... 47
B.SMK Al Futuh Tahun 2014 ... 50
(7)
D.Integrasi Sistem Pendidikan Sekolah dalam Pesantren ... 56
BAB IV : PERAN PONDOK PESANTREN AL FUTUH DALAM KEHIDUPAN SOSIAL KEAGAMAAN MASYARAKAT DUSUN SEKARGENENG BAKALANPULE TIKUNG LAMONGAN
A.Aktivitas Keagamaan Pondok Pesantren Al Futuh dalam Kehidupan Masyarakat dusun Sekargeneng Bakalanpule Tikung Lamongan ... 58 B.Aktivitas Sosial Pendidikan Pondok Pesantren Al Futuh dalam Kehidupan Masyarakat dusun Sekargeneng Bakalanpule Tikung Lamongan ... 65
BAB V : PENUTUP
A.Kesimpulan ... 74 B.Saran-Saran ... 77
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(8)
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejarah merupakan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau dan termasuk penulisan yang harus memenuhi beberapa syarat tertentu yakni syarat sebagai ilmu. Sejarah dapat dilihat dalam arti subjektif dan objektif. Sejarah dalam arti subjektif adalah suatu konstruk yakni bangunan yang disusun penulis sebagai suatu uraian atau cerita.1 Sedangkan sejarah dalam arti objektif menunjuk pada kejadian atau peristiwa itu sendiri yakni proses sejarah dalam aktualitasnya.2
Peristiwa sejarah memiliki karakteristik yang khas diantaranya bersifat unik. Dari karakteristik diatas, penulis mengklasifikasikan pondok pesantren Al Futuh dusun Sekargeneng desa Bakalanpule kecamatan Tikung kabupaten Lamongan tergolong pondok yang memiliki keunikan tersendiri dan mengalami perkembangan dari tahun ke tahun. Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan yang tumbuh dan berkembang di kalangan masyarakat serta berperan dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan negara, tidak hanya dari segi moral tapi juga ikut memberikan sumbangsih yang cukup signifikan dalam penyelenggaraan pendidikan. Sebagai pusat pengajaran ilmu-ilmu agama Islam, pondok pesantren telah banyak melahirkan ulama, tokoh masyarakat, mubaligh dan guru agama yang dibutuhkan masyarakat. Hingga
1
Sartono Kartodrdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 1992), 14.
2
(9)
2
sekarang, pondok pesantren tetap konsisten melaksanakan fungsinya dengan baik, bahkan sebagian telah mengembangkan fungsi dan perannya sebagai pusat pengembangan masyarakat.
Dalam sistem pesantren, ada tiga unsur yang saling terkait: pertama adalah kiai, faktor utama yang olehnya sistem pesantren dibangun. Ia adalah orang yang memberi landasan sistem pada sebuah pondok pesantren. Unsur kedua adalah santri, yakni para murid yang belajar pengetahuan keislaman dari kiai. Sedangkan unsur ketiga adalah pondok sebuah sistem asrama yang disediakan oleh kiai untuk mengakomodasi para muridnya.3
Di Lamongan terdapat beberapa pondok pesantren salah satunya yakni pondok pesantren Al Futuh dusun Sekargeneng desa Bakalanpule kecamatan Tikung kabupaten Lamongan. Pondok ini, awalnya merupakan pondok yang menganut sistem salaf seperti pondok pesantren salaf terkenal di Lamongan yakni pondok pesantren Langitan. Akan tetapi seiring berjalannya waktu, pondok Al- Futuh mengalami perkembangan dalam sistem pendidikan menuju modern.
Metode pengajaran pondok pesantren Langitan dan Al Futuh memiliki kesamaan diantaranya menggunakan sistem klasikal madrasiyah. Sistem pendidikan klasikal adalah sebuah pembelajaran dengan model formalistik yang orientasi pendidikan dan pengajarannya tertata secara runtut dan rapi baik berhubungan dengan kurikulum, tingkatan maupun kegiatan
3
Endang Turmudi, Perselingkuhan Kiai dan Kekuasaan (Yogyakarta: PT LkiS Pelangi Aksara, 2004), 35.
(10)
3
didalamnya.4 Bahkan kitab yang digunakan para santri di pondok pesantren Al Futuh menggunakan kitab yang sama yang diajarkan di pondok pesantren Langitan.
Adapun tujuan umum pesantren adalah membina masyarakat Islam Indonesia agar berjiwa dan memiliki kepribadian muslim sesuai ajaran Islam. Dalam bukunya Dr Mujamil Qomar disimpulkan bahwa tujuan pesantren adalah membentuk kepribadian muslim yang menguasai ajaran-ajaran Islam dan mengamalkannya sehingga bermanfaat bagi agama, masyarakat dan negara.5
Pondok pesantren Al Futuh juga mengadakan ekstrakulikuler sebagai penunjang untuk mengasah bakat dan minat para santri. Kegiatan ekstrakulikuler yang disediakan diantaranya qiraah, rebana, selawat, komputer dan lain-lain. Dalam pengajarannya, pondok pesantren Al Futuh menggunakan metode weton dan sorogan. Metode weton atau bandongan merupakan model pengajaran dimana sang guru baik kiai maupun ustad membacakan dan menjelaskan isi kandungan kitab kuning sedangkan para santrinya mendengarkan dengan seksama sambil memaknai kitab yang diajarkan. Metode lain yakni sorogan, merupakan model pengajian dimana para santri membaca kitab pelajaran sedangkan sang kiai mendengarkan sambil membenarkan jika terdapat kesalahan. Kedua metode ini memiliki nilai yang
4
http://www.alkhoirot.net/2011/09/ponpes-langitan-tuban-jawatimur.html#sthash.v8V0Zuwa.dpuf (19 September 2015).
5
Mujamil Qomar, Pesantren: Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokrasi (PT Gelora
(11)
4
sama pentingnya pada sebuah disiplin ilmu. Antara metode sorogan dan weton saling melengkapi satu dengan lainnya.
Untuk menghindari penyimpangan dan intrepretasi yang salah dalam kajian pembahasan skripsi ini, maka penulis memandang perlu adanya penegasan judul agar kajian skripsi yang akan dibahas dapat terfokus sesuai lingkup bahasannya dan tidak melebar kearah pembahasan yang tidak seharusnya dibahas.
Untuk itu penulis mencantumkan beberapa pengertian diantaranya sebagai berikut:
Perkembangan adalah perihal berkembang. Adapun kata berkembang memiliki arti mekar, terbuka menjadi besar, luas dan banyak serta menjadi bertambah sempurna dalam hal kepribadian, pikiran, pengetahuan dan sebagainya. Dengan demikian perkembangan berarti tidak hanya meliputi aspek yang abstrak saja, namun juga mencakup hal-hal yang konkrit.6
Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua di Nusantara yang eksistensinya masih tetap bertahan hingga sekarang di tengah-tengah kontestasi dengan pendidikan modern yang berkiblat pada dunia pendidikan model Barat yang di bawa oleh Pemerintah Hindia Belanda sejak abad ke-19 M.7 Al Futuh merupakan nama pondok pesantren yang berada di dusun Sekargeneng desa Bakalanpule kecamatan Tikung kabupaten Lamongan. Pengasuh pondok pesantren Al Futuh bernama kiai Abdullah Hasan. Penulis
6
Kamus Besar Bahasa Indonesia 1991 dalam http://nieesaha.blogspot.co.id/2009/01/definisi-perkembangan.html (19 September 2015).
7
Jajat Burhanuddin, Mencetak Muslim Modern: Peta Pendidikan Islam Indonesia ( Jakarta:
(12)
5
mengambil rentan waktu antara tahun 1991-2014 dengan alasan pada tahun 1991 pondok pesantren Al Futuh mulai berdiri dan pada tahun 2014 terdapat
pembinaan madrasah diniyah yang dipusatkan di muṣalah pesantren Al Futuh Bakalanpule Tikung Lamongan.
Madrasah diniyah atau Madin takmiliyah merupakan lembaga keagamaan Islam nonformal yang dijadikan pelengkap bagi siswa pendidikan
umum. Melihat peranannya yang cukup besar dalam pembentukan aḥlaqul
karimah bagi generasi selanjutnya, maka Kakankemenag Lamongan, H. Leksono dan Kabid Perencanaan Dinas Pendidikan Lamongan melakukan pembinaan pada madrasah diniyah di empat kecamatan, diantaranya Tikung, Kembangbahu, Sarirejo dan Mantup.8 Di Indonesia sebelum abad ke-20, tradisi pendidikan Islam tidak mengenal istilah madrasah, kecuali pengajian Alquran, masjid, pesantren, surau, langgar dan tajug.9 Dalam perkembangannya secara kelembagaan, madrasah mengalami penyempurnaan secara berangsur-angsur.10
Adapun alasan penulis memilih judul Sejarah Perkembangan Pondok Pesantren Al Futuh Dusun Sekargeneng Desa Bakalanpule Kecamatan Tikung Kabupaten Lamongan Tahun 1991-2014 dikarenakan pondok ini memiliki keunikan. Pada awalnya pondok pesantren Al Futuh berstatus salaf seperti halnya pondok salaf Langitan Tuban. Namun seiring berjalannya waktu, pondok ini mengalami perkembangan pada sistem pendidikan menuju modern
8
http://jatim.kemenag.go.id/index.php?a=berita&id=222852 (19 September 2015).
9
Nazaruddin, Seri Monografi Pondok Pesantren dan Angkatan Kerja, Proyek Pembinaan dan
Bantuan Kepada Pondok Pesantren (Jakarta: Departemen Agama RI , 1985/1986), 28.
10
Soeparlan Soeryopratondo dan Mustofa Syarif, Kapita Selekta Pondok Pesantren (Jakarta: Paryu
(13)
6
dengan dibuktikan adanya beberapa lembaga formal dibawah naungan pondok pesantren Al Futuh seperti SMP Diniyah NU berdiri pada tahun 1997 dan SMK Al Futuh tahun 2014.
Pondok salaf lebih dimaknai dengan pesantren tradisional yang menganut sistem pendidikan kuno yakni weton dan sorogan. Pengertian ini kemudian berkembang dengan makna pesantren yang mengajarkan ilmu Islam murni dengan sistem tradisional maupun klasikal yang umumnya disebut madrasah diniyah. Hal ini sangat unik jika melihat dan menelaah tentang pondok pesantren Al Futuh Tikung. Disamping menggunakan sistem pengajaran tradisional weton dan sorogan serta adanya madrasah diniyah, namun pondok ini juga mengajarkan ilmu umum dalam lembaga formal.
Pondok-pondok pesantren zaman sekarang sudah ramai dipenuhi santri dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan minat masyarakat yang cukup tinggi dalam menyekolahkan anaknya di lingkungan pondok pesantren. Masyarakat zaman dulu menganggap bahwa pesantren merupakan tempat penitipan anak yang bermasalah agar menjadi lebih baik. Akan tetapi masyarakat sekarang memandang pesantren sebagai lembaga pendidikan yang bermutu karena selain mengajarkan tentang ah}aqul karimah, para santri juga diajarkan ilmu umum seperti sekolah-sekolah negeri lainnya. Hal inilah yang menjadikan minat masyarakat untuk menyekolahkan anaknya di lembaga-lembaga formal yang berada pada naungan pondok pesantren semakin banyak.
Pendidikan formal pada dunia pesantren memiliki beberapa kelebihan dibanding sekolah formal lainnya diantaranya: pertama, pesantren tidak hanya
(14)
7
mendidik kecerdasan intelektual tapi juga mendidik kecerdasan spiritual dan emosional, sehingga ketika santri lulus dari pondok pesantren dan membaur bersama masyarakat, maka santri tersebut dapat menempatkan dirinya pada posisi dan kondisi yang ada. Santri akan dibekali ilmu dan budi pekerti sehingga jika menjadi orang hebat, santri akan rentan melakukan perbuatan-perbuatan tercela karena sudah dibentengi dengan ilmu-ilmu Islam dan tidak akan mudah diperalat orang lain karena memiliki ilmu-ilmu umum yang juga diajarkan ketika di pondok pesantren.
Kedua, Pesantren mengajarkan tentang persaudaraan dan kebersamaan tidak hanya sebatas teori tapi juga cara mempraktikannya. Para murid yang belajar di sekolah formal pada umumnya hanya bertemu di jam-jam sekolah, setelah itu pulang ke rumah masing-masing sehingga rasa persaudaraan dan kebersamaan tidak sekuat para santri yang belajar di sekolah formal naungan pondok pesantren. Meskipun jam sekolah selesai, namun para santri tetap bertemu dan melakukan aktivitas bersama ketika berada di pondok pesantren, hal inilah yang memupuk rasa persaudaraan dan kebersamaan antar santri. Teman merupakan keluarga terdekat selama tinggal di pondok pesantren karena santri hidup jauh dari orang tua dan keluarga.
Ketiga, sekolah di pondok pesantren dapat melindungi anak-anak dari dampak buruk globalisasi. Ketika para murid belajar di sekolah formal maka akan menaati tata tertib yang ada di sekolah dan ketika pulang ke pondok pesantren para murid juga akan menaati tata tertib yang ditetapkan pondok pesantren. Berbeda dengan para murid yang belajar di sekolah formal lain,
(15)
8
peraturan berlaku hanya ketika berada di sekolah saja dan ketika murid pulang ke rumah maka rentan melakukan hal-hal yang buruk seperti penggunaan narkoba, tawuran, free sex dan lain-lain. Dari keterangan diatas dapat diketahui bahwa belajar di lingkungan pesantren banyak memberikan manfaat dan kelebihan sehingga pada umumnya orang tua memilih lembaga formal naungan pondok pesantren sebagai tempat menimba ilmu bagi anak-anaknya.
B. Rumusan Masalah
Permasalahan pokok yang dibahas dalam penelitian dengan judul
“Sejarah Perkembangan Pondok Pesantren Al Futuh Dusun Sekargeneng Desa Bakalanpule Kecamatan Tikung Kabupaten Lamongan Tahun 1991-2014” timbul beberapa pertanyaan diantaranya:
1. Bagaimana sejarah berdirinya pondok pesantren Al Futuh dusun Sekargeneng desa Bakalanpule kecamatan Tikung kabupaten Lamongan? 2. Mengapa pondok pesantren Al Futuh dusun Sekargeneng desa
Bakalanpule kecamatan Tikung kabupaten Lamongan mengalami perkembangan dari pondok salaf menuju modern?
3. Bagaimana dinamika pondok pesantren Al Futuh dalam kehidupan sosial keagamaan masyarakat dusun Sekargeneng desa Bakalanpule kecamatan Tikung kabupaten Lamongan tahun 1991-2014?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat diketahui tujuan
(16)
9
Futuh Dusun Sekargeneng Desa Bakalanpule Kecamatan Tikung Kabupaten Lamongan Tahun 1991-2014” sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui sejarah berdirinya pondok pesantren Al Futuh dusun Sekargeneng desa Bakalanpule kecamatan Tikung kabupaten Lamongan. 2. Untuk mengetahui alasan pondok pesantren Al Futuh dusun Sekargeneng
desa Bakalanpule kecamatan Tikung kabupaten Lamongan mengalami perkembangan dari pondok salaf menuju modern.
3. Untuk mengetahui peran pondok pesantren Al Futuh bagi kehidupan sosial pendidikan dan keagamaan masyarakat dusun Sekargeneng desa Bakalanpule kecamatan Tikung kabupaten Lamongan tahun 1991-2014.
D. Kegunaan Penelitian
Dari hasil penelitian yang akan dilakukan nantinya, diharapkan akan memberi manfaat paling tidak pada dua aspek :
1. Aspek Praktis. Sebagai mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang valid tentang Sejarah Perkembangan Pondok Pesantren Al Futuh Dusun Sekargeneng Desa Bakalanpule Kecamatan Tikung Kabupaten Lamongan Tahun 1991-2014
2. Aspek Akademis. Dari aspek ini diharapkan dapat menambah dan memperluas serta memperkaya h}azanah pengetahuan mengenai Sejarah Perkembangan Pondok Pesantren Al Futuh Dusun Sekargeneng Desa Bakalanpule Kecamatan Tikung Kabupaten Lamongan dalam menyiarkan agama Islam di Lamongan.
(17)
10
E. Pendekatan dan Kerangka Teori
Berbicara tentang perspektif teori, masing-masing perspektif digunakan untuk mempersepsi yang penting dan menjadikan penelitian tetap berjalan. Peneliti yang baik sangat berhati-hati dalam penggalian data atau sumber dan penggunaan teori yang tepat agar penelitiannya berjalan dengan baik dan bersifat ilmiah. Pada dasarnya setiap penelitian memerlukan kerangka referensi yang matang, yakni memuat alat-alat analitis yang akan meningkatkan kemampuan untuk mengerjakan data. Oleh sebab itu, pengkajian sejarah memerlukan teori dan metodologi. Metodologi dalam sejarah diharapkan dapat melakukan penyesuaian dalam perbaikan kerangka konseptual dan teoretis sebagai alat analitis. Hal ini dapat dilakukan dengan meminjam berbagai alat analitis dari ilmu-ilmu sosial.
Multidimensionalitas sejarah perlu ditampilkan agar gambaran menjadi lebih bulat dan menyeluruh sehingga dapat dihindari kesepihakan atau determinisme. Yang penting dari implikasi metodologis adalah pengungkapan dimensi-dimensi memerlukan pendekatan yang lebih kompleks, ialah pendekatan multidimensional.11 Oleh sebab itu, sejarawan yang akan menerapkan metodologi ini, diharapkan menguasai berbagai alat analitis yang dipinjam dari ilmu sosial.
Sehubungan dengan penelitian Sejarah Perkembangan Pondok Pesantren Al Futuh dusun Sekargeneng desa Bakalanpule kecamatan Tikung kabupaten Lamongan 1991-2014 M relevan sekali dengan ilmu bantu dalam
11
(18)
11
bidang sosiologi. Sosiologi merupakan ilmu sosial yang objeknya masyarakat. Masyarakat merupakan kumpulan manusia yang bercampur dalam waktu yang sama, sadar akan kesatuan serta memiliki suatu sistem hidup bersama.12 Sosiologi merupakan ilmu sosial yang kategoris, murni, abstrak, empiris, rasional dan bersifat umum.
Objek kajian sosiologi adalah masyarakat baik dilihat dari sudut pandang hubungan antar manusia maupun proses yang tumbuh dari hubungan manusia dalam masyarakat tersebut. Masyarakat memiliki kebutuhan akan pendidikan sehingga menimbulkan lembaga-lembaga kemasyarakatan seperti pondok pesantren, taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah-sekolah menengah, perguruan-perguruan tinggi, pemberantasan buta huruuf dan lain sebagainya.13 Ilmu bantu sosiologi tersebut diharapkan dapat meneropong masalah perkembangan pondok pesantren Al Futuh baik dalam hal sistem pendiidikan, sosial dan keagamaan.
Dalam peneilitian ini, terjadi pekembangan pada lembaga pendidikan yakni pondok pesantren Al Futuh. Fokusnya perkembangan sistem pendidikan dari salaf menuju modern. Dari pemaparan tadi, teori yang dianggap penulis sesuai dengan penelitian ini yakni teori modernisasi. Lahirnya teori modernisasi dilatarbelakangi oleh teori evolusi dan fungsionalisme. Teori evolusi menggambarkan perkembangan masyarakat dalam dua hal yakni menganggap bahwa perubahan sosial merupakan gerakan searah dan membaurkan antara pandangan subjektifnya tentang nilai dan tujuan akhir
12
Soerjono Soekamto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), 25.
13
(19)
12
perubahan sosial. Contohnya masyarakat berkembang dari masyarakat primitif menuju masyarakat maju, dari yang awalnya tidak tahu menjadi tahu. Perkembangan menuju bentuk masyarakat modern merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari.
Teori fungsionalisme tidak lepas dari pemikiran Talcott Parsons yang memandang masyarakat seperti organ tubuh manusia. Pertama, struktur tubuh manusia memiliki bagian yang saling terhubung satu sama lain. Oleh karena itu, masyarakat mempunyai berbagai kelembagaan yang saling terkait satu sama lain. Kedua, setiap bagian tubuh manusia memiliki fungsi yang jelas dan khas, demikian pula setiap bentuk kelembagaan dalam masyarakat.14
Modernitas berarti upaya terus menerus perbaikan kehidupan dan upaya mencapai kemajuan.15 Para pendukung teori modernisasi memandang bahwa masyarakat akan mengalami perubahan secara linier yakni selaras, serasi dan seimbang dari unsur masyarakat paling kecil sampai pada perubahan keseluruhan dari tradisional menuju modern. Menurut Wilbert dalam bukunya Soerjono Soekamto dikatakan bahwa pada dasarnya pengertian modernisasi mencakup suatu transformasi total dari kehidupan bersama yang tradisional atau pra modern dalam arti teknologi serta organisasi sosial ke arah pola-pola ekonomis dan politis yang menandai negara-negara
14
Wikipedia bahasa Indonesia, “Teori modernisasi”, dalam
https://id.wikipedia.org/wiki/Teori_modernisasi (2 September 2015).
15
Achmad Fedyani Saifuddin (ed.), Pengantar Teori-teori Sosial: Dari Teori Fungsionalisme Hingga Pst-Modernisme (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2010), 38.
(20)
13
Barat yang stabil.16 Modernisasi termasuk bentuk perubahan sosial yang terarah dan berdasarkan pada suatu perencanaan atau disebut social planning.
Dalam hal ini, teori modernisasi dianggap peneliti sesuai dengan judul penelitian Sejarah Perkembangan Pondok Pesantren Al Futuh Dusun Sekargeneng Desa Bakalanpule Kecamatan Tikung Kabupaten Lamongan Tahun 1991-2014. Teori ini memandang bahwa masyarakat akan mengalami perkembangan secara linier yakni selaras, serasi dan seimbang dari unsur masyarakat paling kecil sampai keseluruhan, dari tradisional menuju modern. Kemajuan bangsa lain yang non muslim, lebih lazim disebut Barat, termasuk sebagian masyarakat Asia yang sudah maju, namun hendaklah tidak dijadikan penghalang bagi kemajuan dunia Islam.17
Pondok pesantren Al Futuh juga mengalami perkembangan dalam perjalanan waktu. Pada awalnya pondok Al Futuh menggunakan sistem sorogan- weton dan klasikal madrasah, namun seiring berjalannya waktu pondok ini juga mendirikan lembaga formal seperti Sekolah Menengah Kejuruan, Sekolah Menengah Pertama dan lain-lain. Adanya lembaga formal ini bertujuan untuk menambah wawasan dan menjawab tantangan dunia karena tidak hanya ilmu agama saja yang dibutuhkan namun ilmu umum juga diperlukan agar dapat bersaing dengan yang lain.
16
Soerjono Soekamto, Sosiologi Suatu Pengantar, 330-331.
17
Iskandar Engku dan Siti Zubaidah, Sejarah Pendidikan Islami (Bandung: Remaja Rosdakarya),
(21)
14
F. Penelitian Terdahulu
Pada dasarnya penelitian tentang pondok pesantren cukup banyak, namun penelitian yang membahas tentang pondok pesantren Al Futuh belum ada yang meneliti baik dari segi sistem pengajaran, peran kiai maupun yang lainnya. Peneliti merasa perlu adanya penelitian tentang pondok pesantren Al Futuh sehingga peneliti memutuskan untuk mengambil judul Sejarah Perkembangan Pondok Pesantren Al Futuh Dusun Sekargeneng Desa Bakalanpule Kecamatan Tikung Kabupaten Lamongan Tahun 1991-2014. Akan tetapi peneliti memerlukan penelitian terdahulu sebagai pedoman dalam penulisan skripsi, diantaranya:
1. Peranan K.H. Abdurrahman Syamsuri dalam Mengembangkan Pondok Pesantren Muhammadiyah Karangasem Paciran Lamongan (1948-1997 M) oleh Hamam Nashirudin lulusan tahun 2014.
2. Aktivitas Dakwah di Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Desa Kranji Kecamatan Kabupaten Lamongan oleh Badrul Ibad lulusan tahun2014.
3. Pondok Pesantren As-Syar’i Darul Hikam Brebek Dalem Waru Sidoarjo: Studi Sejarah dan Aktivitas Sosial Pondok Peantren As-Syar’i Darul Hikam Terhadap Masyarakat Brebek oleh Aan Bahrudin lulusan tahun 2011.
(22)
15
G. Metode Penelitian
Metode penelitian yang akan dilakukan penulis dalam penelitian Sejarah Perkembangan Pondok Pesantren Al Futuh Dusun Sekargeneng Desa Bakalanpule Kecamatan Tikung Kabupaten Lamongan diantaranya:
1. Heuristik yakni proses yang dilakukan peneliti untuk mengumpulkan sumber-sumber atau jejak-jejak sejarah. Sumber yang bisa digunakan penulis dalam penelitian tersebut diantaranya terdiri dari sumber primer dan sumber sekunder sebagai penunjang dari sumber primer.
Sumber primer berbentuk dokumen-dokumen yang didapat penulis diantaranya sebagaimana terlampir terdiri dari fotocopy Kartu Keluarga pengasuh pondok pesantren Al Futuh dusun Sekargeneng desa Bakalanpule kecamatan Tikung kabupaten Lamongan, piagam Pondok Pesantren Al Futuh oleh Departemen Agama Republik Indonesia, piagam Perpanjangan Izin Penyelenggaraan Sekolah Swasta oleh Pemerintah Kabupaten Lamongan Dinas Pendidikan Kabupaten Lamongan, piagam Penyelenggaraan Madrasah Diniyah Wustho oleh Kementrian Agama Kantor Kabupaten Lamongan, Surat Keterangan Akta Tanah Pondok Pesatren Al Futuh Sekargeneng Bakalanpule Tikung Lamongan;
Selain sumber primer berupa dokumen, penulis juga menggunakan sumber visual yang merupakan benda-benda peninggalan yang masih disaksikan atau sesuatu yang berbentuk dan berwujud yang dapat membantu sejarah dalam menjelaskan peristiwa pada masa lampau. Sumber visual yang dapat digunakan penulis diantaranya prasasti
(23)
16
Peresmian pondok pesantren Al Futuh dusun Sekargeneng desa Bakalanpule kecamatan Tikung kabupaten Lamongan dan prasasti Peresmian Ikatan Jamiyyah Ziarah Wali Sanga Al Futuh. Bangunan pondok pesantren Al Futuh dan lembaga formal SMP Diniyah NU, SMK Al Futuh, PAUD Al Ittihad dan TK Al Azhariyyah juga termasuk dalam sumber visual.
Selain sumber primer yang dipaparkan diatas, penulis juga menggunakan sumber lisan yakni melakukan wawancara langsung dengan pelaku sejarah, diantaranya wawancara dengan pengasuh pondok pesantren Al Futuh dan istrinya, pengurus pondok pesantren Al Futuh, alumni pondok pesantren Al Futuh, guru SMP Diniyah NU, guru SMK Al Futuh, guru TK Al Azharriyah dan guru PAUD Al Ittihad Al Futuh dusun Sekargeneng desa Bakalanpule kecamatan Tikung kabupaten Lamongan
Adapun sumber sekunder dapat dilakukan perolehan di perpustakaan berupa literatur-literatur yang mendukung dalam melakukan penelitian terkait sejarah perkembangan pondok pesantren Al Futuh
diantaranya buku Pembaruan Pesantren karya Abd A’la, Integrasi Sekolah
Ke dalam Sistem Pendidikan Pesantren karya Masjkur Anhari, Madrasah dan Tantangan Modernitas karya Malik Fajar dan lain-lain.
2. Verifikasi atau Kritik Sumber
a. Kritik intern: Sumber yang penulis gunakan termasuk sumber yang kredibel karena sudah melalui pengujian sesuai dengan hukum metode sejarah, baik sumber yang berupa tulisan maupun lisan.
(24)
17
kesaksian yang diberikan oleh sumber terpercaya dengan inti pernyataannya sesuai dengan dokumen yang ada maka sumber tersebut bersifat kredibel. Kritik intern dilakukan untuk mengetahui kebenaran dan keabsahan sumber. Informasi yang didapat penulis bersifat kredibel, salah satunya yakni perolehan hasil wawancara dengan pelaku sejarah yakni K.H. Abdullah Hasan selaku pengasuh pondok pesantren Al Futuh.
b. Kritik ektern: Sumber yang penulis gunakan memiliki keauntetikan karena sumber yang didapat berupa fotocopy beberapa surat izin penyelenggaraan lembaga pendidikan dari Departemen Agama Republik Indonesia dan Kementrian Agama Kantor Kabupaten Lamongan. Adapun sumber yang didapat penulis dari hasil wawancara juga dapat dibuktikan keauntetikannya karena termasuk orang yang sezaman dan ikut terlibat dalam peristiwa tersebut.
3. Interpretasi dan penafsiran
Interpretasi sejarah sering disebut juga dengan analisis sejarah. Dalam hal ini, ada dua metode yang digunakan yakni analisis dan sintesis. Analisis berarti menguraikan dan sistesis berarti menyatukan.18 Sejarawan berupaya untuk mengurai kembali sumber-sumber yang didapat dan telah diuji kebenarannya terdapat saling kesenambungan atau berhubungan antara sumber yang satu dengan yang lain dengan dibantu oleh teori konseptual dan alat analisis sejarah.
18
(25)
18
4. Historiografi: menyusun atau merekonstruksi fakta yang telah tersusun yang didapatkan dari penafsiran sejarawan terhadap sumber-sumber sejarah dalam bentuk tertulis. Hal ini diaktualisasikan dengan penulisan skripsi.
H. Sistematika Bahasan
Untuk memudahkan penulisan skripsi ini, penulis membaginya dalam beberapa bab yakni:
Bab I berisi pendahuluan meliputi latarbelakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penelitian terdahulu, metode penelitian, landasan teori dan sistematika pembahasan.
Bab II yakni Pondok Pesantren Al Futuh Sekargeneng Bakalanpule Tikung Lamongan. Dalam bab ini akan dibahas tentang letak geografis dan kondisi penduduk dusun Sekargeneng Bakalanpule Tikung Lamongan, asal-usul munculnya pendidikan Islam di Indonesiadan sejarah berdirinya pondok pesantren Al Futuh Tahun1991.
Bab III yakni Perkembangan Pondok Pesantren Al Futuh Sekargeneng Bakalanpule Tikung Lamongan. Dalam bab ini akan dibahas tentang beberapa lembaga formal nanungan pondok pesantren Al Futuh diantaranya SMP Diniyah NU Tikung Tahun 1997, SMK Al Futuh Tahun 2014 serta TK Al Azhariyyah Tahun 2011 dan PAUD Al Ittihad Tahun 2009. Didalamnya dibahas tentang sejarah singkat berdirinya lembaga-lembaga formal pondok pesantren Al Futuh, visi dan misi serta jumlah murid yang bersekolah di
(26)
19
lembaga formal tersebut. Dalam bab ini juga membahas tentang integrasi sistem pendidikan sekolah dalam pesantren.
Bab IV yakni dinamika pondok pesantren Al Futuh dalam kehidupan keagamaan dan sosial pendidikan masyarakat dusun Sekargeneng Bakalanpule Tikung Lamongan. Di dalamnya akan dibahas tentang aktifitas sosial pendidikan dan keagamaan.
Bab V yakni penutup yang berisi kesimpulan dan saran. Kesimpulan merupakan jawaban dari rumusan masalah.
(27)
BAB II
PONDOK PESANTREN AL FUTUH SEKARGENENG BAKALANPULE TIKUNG LAMONGAN
A. Letak Geografis dan Kondisi Penduduk Dusun Sekargeneng Bakalanpule Tikung Lamongan
Letak geografis adalah letak suatu daerah dilihat dari posisi daerah pada bola bumi dibandingkan dengan posisi daerah lain. Letak geografis juga ditentukan oleh letak astronomis, geologis, fisiografis dan sosial budaya.1 Kabupaten Lamongan merupakan sebuah kabupaten di provinsi Jawa Timur yang berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah utara, kabupaten Gresik sebelah timur, sebelah selatan berbatasan dengan kabupaten Mojokerto dan Jombang serta kabupaten Bojonegoro dan Tuban berada di sebelah barat.
Secara geografis kabupaten Lamongan terletak antara 6º 51' 54" sampai dengan 7º 23' 6" lintang selatan dan antara 112º 4' 41" sampai dengan 112º 33' 12" bujur timur.2 Secara administratif, kabupaten Lamongan terdiri dari 27 kecamatan dengan Lamongan sebagai ibukotanya. Setiap kecamatan di kabupaten Lamongan memiliki perbedaan tinggi dari permukaan air laut yang berbeda-beda. Kawasan Lamongan selatan ketinggian dari permukaan air laut lebih tinggi dibanding kawasan Lamongan utara. Wilayah yang
1Geoku indo, “Arti dan Pengertian Letak Geografis Indonesia”, dalam
http://indo-geografi.blogspot.co.id/2011/11/arti-dan-pengertian-letak-geografis.html (6 November 2015)
2Lutfin Fana, “Statistik Daerah Kabupaten Lamongan”, (Lamongan: BPS Kabupaten Lamongan,
(28)
21
tercatat memiliki ketinggian tertinggi di kabupaten Lamongan adalah kecamatan Ngimbang dengan 81,79 m.3
Tikung merupakan satu diantara 27 kecamatan yang ada di kabupaten Lamongan. Luas wilayah Tikung kurang lebih 5,34 km² dengan jumlah penduduk kurang lebih 38.807 jiwa. Kecamatan Tikung terdiri dari 13 desa, 68 dusun 80 RW (Rukun Warga) dan 246 RT (Rukun Tetangga). Tikung terletak di sebelah selatan dari ibu kota Lamongan dengan jarak kurang lebih 7 km ke arah Mojokerto.4 Adapun letak geografis kecamatan Tikung yakni sebelah selatan berbatasan dengan kecamatan Mantup dan kecamatan Balongpanggang, sebelah barat kecamatan Kembangbahu, sebelah timur kecamatan Sarirejo dan sebelah utara berbatasan dengan kecamatan Lamongan.
Tabel 2. 1 Penduduk menurut Agama Kecamatan Tikung Tahun 20135 Kode
Desa
Desa/Kelurahan Islam Protes- Tan
Katolik Hindu Budha Lai n
001 Kelolarum 1.987 - 4 - - -
002 Soko 4.079 - 6 - - -
003 Balongwangi 3.397 - 4 - - -
004 Wonokromo 3.448 - - - - -
005 Takerankla-ting 3.578 - 5 - - -
006 Botoputih 2.030 - - - - -
007 Dukuhagung 3.031 - - - - -
008 Pengumbul-anadi 2.691 - - - - -
009 Bakalanpule 3.350 12 - - - -
010 Gumining-Rejo 1.893 3 4 - - -
011 Jotosanur 4.053 - - - - -
012 Jatirejo 3.861 4 - - -
013 Tambak-Rigadung 5.224 6 4 2 - -
Jumlah 42.622 21 31 2 - -
3
Ibid., 1.
4 “Tikung, Lamongan”, dalam
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Tikung,_Lamongan. (6 November 2015).
5“
Kecamatan Tikung Dalam Angka 2014” (Badan Pusat Statistik Kabupaten Lamongan, 2014),
(29)
22
Bakalanpule merupakan salah satu desa yang ada di kecamatan Tikung dengan luas wilayah 302,8 ha, terdiri dari 8 dusun dengan jumlah penduduk kurang lebih 2900 jiwa. Sarana dan prasarana yang dapat digunakan untuk menuju desa Bakalanpule menggunakan transportasi kendaraan roda empat dan sepeda motor atau ojek. Adapun mata pencaharian terbesar dan hasil produksi penduduk desa Bakalanpule adalah petani dengan produk padi dan polowijo. Aparat pemerintahan desa Bakalanpule saat ini dipimpin oleh kepala desa yang bernama Sutrisno dan sekretaris desa bernama M. Firman.
Mata pencaharian warga kecamatan Tikung rata-rata adalah petani pemilik, buruh tani, peternak besar dan peternak unggas. Kecamatan Tikung memiliki sektor industri rumah tangga diantaranya:
1. Batu bata dan pengrajin tenun Tikar yang terdapat di desa Jotosanur
2. Pengrajin tas dari bahan Enceng Gondok dan pengrajin Bordir yaitu di desa Pengumbulanadi
3. Industri tenun Tikar di desa Jatirejo
Dibawah ini merupakan tabel mata pencaharian warga desa Bakalanpule.6
6
Profil dan Potensi Desa Bakalanpule”, dalam
(30)
23
Tabel 2.2 Mata Pencaharian Pokok Penduduk Desa Bakalanpule Tikung Lamongan.
Mata Pencaharian Pokok
Jenis Pekerjaan Laki-laki Perempuan
Petani 607 orang 724 orang
Buruh Tani 277 orang 379 orang
Pegawai Negeri Sipil 36 orang 16 orang
Peternak 12 orang 6 orang
Montir 4 orang 0 orang
Dokter swasta 0 orang 2 orang
Perawat swasta 3 orang 5 orang
Bidan swasta 0 orang 5 orang
TNI 14 orang 0 orang
POLRI 8 orang 0 orang
Pengusaha kecil, menengah dan besar 210 orang 16 orang
Dosen swasta 2 orang 1 orang
Pedagang Keliling 26 orang 14 orang
Pembantu rumah tangga 0 orang 17 orang
Dukun Tradisional 0 orang 1 orang
Arsitektur/Desainer 1 orang 0 orang
Karyawan Perusahaan Swasta 272 orang 491 orang Karyawan Perusahaan Pemerintah 134 orang 198 orang Purnawirawan/Pensiunan 28 orang 21 orang Pengrajin industri rumah tangga lainnya 3 orang 2 orang
Jumlah Total Penduduk 3.535 orang
Pondok Pesantren Al Futuh terletak di dusun Sekargeneng desa Bakalanpule kecamatan Tikung kabupaten Lamongan dengan batas utara yakni dusun Gumining Rejo, selatan kecamatan Mantup, sebelah barat kecamatan Kembangbahu dan sebelah timur berbatasan dengan Waduk Pule Selatan.
Pondok pesantren Al Futuh cukup terkenal di kecamatan Tikung. Banyak warga Tikung yang mendaftarkan anaknya untuk belajar di sekolah formal naungan pondok pesantren Al Futuh. Suasana pondok pesantren Al Futuh terbilang sejuk dan asri karena bangunannya berdiri kokoh di tengah
(31)
24
hamparan sawah. Pondok pesantren Al Futuh berdiri diatas tanah wakaf dengan luas tanah 2050 m². Tanah ini merupakan tanah wakaf dari Bapak Noerkasim H. P. Aboe. Pondok pesantren Al Futuh tidak berada tepat di pinggir jalan raya melainkan dari jalan raya masuk ke gapura Al Futuh menuju dusun Sekargeneng. Pondok ini masih dikelilingi sawah sehingga pemandangannya indah dan sejuk serta tidak terkontaminasi dengan asap jalan raya dan jauh dari keramaian kota.
Untuk mempermudah menemukan lokasi pondok pesantren Al Futuh, maka penulis menyajikan denah lokasi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara teoritis denah adalah gambar yang menunjukkan letak kota, jalan, rumah, bangunan dan lain-lain. maka fungsi denah adalah membantu seseorang menemukan suatu tempat, lokasi atau bangunan yang dituju. Adanya denah memudahkan untuk menemukan tempat tujuan karena denah menyediakan informasi yang lengkap mengenai suatu tempat.7 Berikut denah lokasi pondok pesantren Al Futuh Sekargeneng Bakalanpule Tikung Lamongan.
7
Yuli, ”Manfaat Denah Dalam Kehidupan Sehari Hari” dalam http://manfaat.co.id/manfaat-denah
(32)
25
Gambar 2. 1 Denah Lokasi Pondok Pesantren Al-Futuh
KOTA LAMONGAN J ln. R aya M antup Jln. R aya M antup Gardu PLN Kucur Pasar Sidoharjo Lamongan Waduk Joto Sanur
Dusun Gumining Rejo
Pasar Hewan
Dusun Pule Indah Bag. Utara Toko Rizqi Mulia Waduk Pule Selatan Dusun Pule Indah
Jln. Menuju Kec Sarirejo
Kantor Kec Tikung POLSEK TIKUNG
Kecamatan Mantup Jln. Menuju Kecamatan Kembangabahu
U
S
(33)
26
B. Asal-usul Munculnya Pendidikan Islam di Indonesia
Pada abad ke 13 Islam mulai berkembang dan membentuk komunitas muslim di Jawa, dengan banyaknya kaum Islam maka proses pendidikan dan pengajaran pun mulai dilakukan di tempat-tempat khusus guna mefasilitasi proses pengajaran. Model pendidikan yang muncul diantaranya pendidikan langgar dan pesantren. Langgar merupakan bangunan sederhana sebagai tempat ibadah dan pengajaran agama Islam yang ada di perkampungan muslim. Pengajaran agama yang dilaksanakan di langgar merupakan pengajaran permulaan dan bersifat elementer. Materi yang diajarkan biasanya berupa pengenalan abjad dalam huruf Arab atau membaca Alquran yang dilakukan dengan cara mengikuti dan menirukan bacaan guru.8 Setelah h}atam pengajian Alquran, barulah diajarkan beberapa kitab dari berbagai disiplin ilmu keislaman. Langgar merupakan sarana kegiatan keagamaan yang dianggap strategis dalam upaya perluasan pendidikan Islam.
Adapun model pendidikan lain yakni pesantren. Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang rata-rata tumbuh di daerah pedesaan sebagai kelanjutan pengajaran di langgar. Murid-murid yang belajar di pesantren diasramakan dalam satu tempat yang dikenal dengan nama pondok sehingga lembaga ini biasa disebut pondok pesantren. Dalam buku Sejarah Peradaban Islam di Indonesia, disinyalir bahwa sistem pondok pesantren merupakan tindak lanjut dari sistem asrama yang digunakan oleh umat Hindu zaman dulu. Dalam sistem ini, para Brahmana dan siswanya tinggal dalam satu atap.
8
(34)
27
Brahmana tersebut tidak mendapat upah, tetapi ia mendapatkan penghormatan yang tinggi serta ketaataan dari para muridnya. Hal ini juga terjadi pada kiai yang tidak mendapatkan upah dan beliau tinggal bersama santri-santrinya dalam satu asrama.
Pendapat lain mengatakan bahwa sistem pendidikan pesantren dipengaruhi oleh model pendidikan agama Jawa (Abad 8-9 M) yang merupakan perpaduan antara kepercayaan Animisme, Hinduisme dan Budhisme. Model pendidikan agama Jawa itu disebut pawiyatan berbentuk asrama dengan rumah guru yang disebut Ki-ajar di tengah-tengahnya sedang muridnya disebut cantrik.9 Mereka tinggal bersama layaknya hubungan keluarga yang erat dan harmonis.
Munculnya pesantren di Jawa bersamaan dengan kedatangan wali sanga yang menyebarkan Islam di daerah tersebut. Menurut catatan sejarah, tokoh yang pertama kali mendirikan pesantren adalah Syaikh Maulana Malik Ibrahim. Pola tersebut kemudian dikembangkan dan dilanjutkan oleh para wali yang lain.10 Penjabaran diatas dapat dikatakan bahwa pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di Jawa.
Wali sanga adalah tokoh-tokoh penyebar Islam di Jawa abad XVI yang telah berhasil Islam pada masyarakat. Mereka secara berturut-turut adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Drajat, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan Muria dan Sunan Gunung Jati. Wali
9
Ibid., 142
10Add A’la,
(35)
28
dalam bahasa Inggris pada umumnya diartikan dengan saint, sementara sanga
dalam bahasa Jawa berarti sembilan.11
Syaikh Maulana Malik Ibrahim merupakan penyebar dan pembuka jalan masuknya Islam di tanah Jawa, hal ini berbeda dengan putranya Raden Rahmat (Sunan Ampel) yang tinggal melanjutkan misi suci perjuangan ayahnya kendati tantangan yang dihadapinya tidak kecil. Ketika Raden Rahmat berjuang, kondisi religio-sosial masyarakat Jawa lebih terbuka dan toleran untuk menerima ajaran baru yang dikumandangkan dari tanah Arab. Ia memanfaatkan momentum tersebut dengan memainkan peran yang menentukan proses Islamisasi, termasuk mendirikan pusat pendidikan dan pengajaran, yang kemudian dikenal dengan pesantren Kembang Kuning Surabaya.12
Pendiri pesantren pertama di Jawa menjadi teka-teki tersendiri dalam menganalisis hal tersebut. Lembaga Research Islam (Pesantren Luhur) mengatakan bahwa Maulana Malik Ibrahim merupakan adanya dasar pertama berdirinya pesantren. Adapun Raden Rahmatullah merupakan wali pembina pertama di Jawa Timur. Pondok ini diilhami oleh bentuk dan sistem pendidikan yang ada dalam agama Hindu (padepokan/mandalap-mandala) dengan fungsi utama untuk menggembleng/mendidik para santri untuk menyiarkan agama Islam.13
11 Abdurrahman Mas’ud,
Dari Haramain ke Nusantara: Jejak Intelektual Arsitek Pesantren (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), 57.
12
Qomar, Pesantren, 9.
13 Tim Penyusun, “Dinamika Pendidikan Islam di Jawa Timur”, (Badan Perpustakaan dan
(36)
29
Pesantren berjuang melawan perbuatan maksiat seperti perkelahian, perampokkan, pelacuran, perjudian dan sebagainya. Akhirnya pesantren berhasil membasmi maksiat itu, kemudian mengubahnya menjadi masyarakat yang aman, tentram dan rajin beribadah.14 Pesantren mengalami perkembangan secara terus menerus dan menghadapi beberapa rintangan hingga dapat diterima oleh kalangan masyarakat sebagai media dalam mencerdaskan, menciptakan kedamaian dan membantu keadaan sosial serta psikis masyarakat Indonesia.
Pada masa penjajahan Belanda, pihak imperialis tidak hanya menguasai Indonesia dalam segi politik, ekonomi dan militer tetapi juga ingin mewujudkan keinginannya dalam menyebarkan agama Kristen. Pada 1932 keluar aturan yang berupaya memberantas serta menutup madrasah dan sekolah yang tidak ada izinnya atau memberi pelajaran yang tidak disukai oleh pemerintah.15 Pada masa penjajahan Jepang, pesantren berselisih faham
dengan imperialis. Hal ini dkarenakan adanya penolakan kiai Hasyim Asy’ari
dalam melakukan Saikere yakni penghormatan terhadap kaisar Jepang Tenno Haika yang dianggap sebagai keturunan dewa Amaterasu. Pada peristiwa tersebut, kiai Hasyim ditangkap dan dipenjarakan. Para santri tidak terimma atas perlakuan tentara Jepang, kemudian ribuan santri melakukan demontrasi dan menentang keras pemerintahan Jepang di Indonesia.
Dari kejadian tersebut, pihak Jepang merasa tidak mendapatkan keuntungan bahkan dapat menghambat misinya dalam merekrut rakyat
14
Abubakar Aceh, Sejarah Hidup K.H.A. Wahid Hasyim dan Karangan Islam (Jakarta, 1957), 77.
15
(37)
30
Indonesia untuk melawan sekutu. Jepang memandang bahwa Kiai sangat berpengaruh di mata warga Indonesia oleh karena itu Jepang akhirnya
membebaskan kiai Hasyim Asy’ari. Menurut Selo Sumarjan, sebagai upaya
menjaring simpati kaum Muslimin Indonesia, preferensi diberikan kepada pemimpin Islam (kiai pesantren).16
Pesantren mengalami masa penyegaran di era kemerdekaan. Pesantren merasakan suasana baru tanpa adanya pembatasan-pembatasan. Kemerdekaan merupakan masa dimana semua sistem pendidikan dapat berkembang secara bebas, terbuka dan demokratis. Masyarakat Indonesia memiliki semangat untuk belajar dan menempuh pendidikan setinggi-tingginya. Pemerintah membuka saluran-saluran pendidikan yang sebelumnya tersumbat oleh kaum penjajah ketika menguasai Indonesia. Eksistensi pesantren di Indonesia telah melewati beberapa pengalaman berliku-liku. Tantangan- tantangan besar telah dihadapi dengan strategi-strategi yang handal sehingga sampai sekarang pesantren diakui sebagai aset Indonesia dalam hal potensi pembangunan lingkup dunia pendidikan. Menurut Sumarsono hal ini disebabkan telah melembaganya pesantren di dalam masyarakat.17
Sejak tahun 1853 eksistensi pondok pesantren cukup terkenal di Nusantara. Jumlah santri dari tahun ke tahun semakin meningkat. Pada tahun 1981 telah terdaftar 5.661 pondok pesantren dengan 938.597 santri.18 Lembaga pendidikan pondok pesantren banyak didapati dikalangan pedesaan
16
Selo Sumarjan, Perubahan Sosial di Yogyakarta (Jakarta: YIIS, 1986), 287.
17
Sumarsono Mestoko, Pendidikan di Indonesia dari Jaman ke Jaman (Jakarta: Balai Pustaka, 1986), 232.
18
M Yacub, Pondok Pesantren dan Pembangunan Masyarakat Desa (Bandung: ANGKASA,
(38)
31
daripada perkotaan. Namun dengan eksistensi dan semangatnya dalam menyebarkan Islam, pondok pesantren mulai bergema di kota-kota. Bahkan anak-anak yang tinggal di kota terkadang menimba ilmu atau mondok kilat
pada saat liburan.
Terdapat penggolongan pesantren berdasarkan besar kecilnya jumlah santri dan sistem pengajaran atau materi pengajaran. Madrasah sangat erat kaitannya dengan pondok pesantren namun tidak semua madrasah dapat digolongkan pesantren. Pesantren merupakan sarana pendidikan untuk mendalami ilmu agama melalui sekolah atau madrasah berasrama. Kharisma kiai juga berperan penting dalam kemajuan jumlah santri. Ditinjau dari segi sistem pengajaran atau materi pengajaran, pondok pesantren dibagi menjadi empat diantaranya:
1. Pesantren Salafi merupakan sistem pesantren yang menggunakan metode pengajaran dengan bersumber pada kitab-kitab Klasik Islam atau Kitab Kuning dengan huruf Arab gundul. Pendidikan madrasah dengan menggunakan sistem sorogan juga dipraktikkan dan menjadi sendi utama yang perlu diterapkan. Pengetahuan non agama atau ilmu pengetahuan umum tidak diajarkan di pondok pesantren Salafi.
2. Pesantren Khalafi merupakan sistem pesantren dengan mempraktikkan sistem madrasah pengajaran secara klasikal, yakni memasukkan ilmu umum dan beberapa ketrampilan dalam kurikulum pendidikan. Pondok pesantren Khalafi biasanya menaungi sekolah-sekolah umum namun masih menggunakan kitab-kitab klasik untuk dijadikan rujukan.
(39)
32
3. Pesantren Kilat merupakan suatu pelatihan yang merupakan program dari pondok pesantren bagi para remaja atau kaum muda untuk memperdalam ilmu agama dalam batas waktu yang ditentukan. Pada umumnya para santri pesantren kilat merupakan pelajar sekolah yang non pesantren.
Mereka mengisi masa liburan terutama liburan puasa Ramaḍan untuk menimba ilmu di pondok pesantren. Pesantren ini bertujan untuk melatih sikap kemandirian dan mendekatkan diri kepada Allah.
4. Pesantren Terintegrasi: model ini biasanya seperti latihan-latihan yang ditujukan untuk peningkatan vokasional yang biasanya dikembangkan oleh Balai Latihan Kerja Depnaker, Balai Pengembanagan Belajar Pendidikan Masyarakat dan lain-lain. program itu diintegrasikan begitu rupa dengan inti latihan kepesantrenan. Peserta dalam model ini biasanya mereka yang drop out atau para pencari kerja.19
Perkembangan pondok pesantren dari tahun ke tahun semakin bertambah. Hal ini juga terjadi di kabupaten Lamongan. Pada awalnya Sunan Drajat yang merupakan putra kedua dari Sunan Ampel menimba ilmu dan belajar agama kepada ayahnya kemudian hijrah ke desa Drajat Lamongan dan mendirikan pesantren di sana. Beliau menekankan sikap dermawan, menyantuni anak yatim dan fakir miskin serta mengajarkan banyak ilmu Islam di desa tersebut. Keberhasilan pesantren dalam mendidik masyarakat muslim, menjadikan dunia pesantren tumbuh dan berkembang. Kabupaten Lamongan mulai memunculkan pesantren-pesantren salah satunya yakni pondok
19
(40)
33
pesantren Al Futuh dusun Sekargeneng desa Bakalanpule kecamatan Tikung kabupaten Lamongan yang merupakan obyek kajian yang akan diteliti oleh penulis.
C. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Al Futuh Sekargeneng Bakalanpule Tikung Lamongan
K.H. Abdullah Hasan merupakan pendiri pondok pesantren Al Futuh dusun Sekargeneng desa Bakalanpule kecamatan Tikung kabupaten Lamongan. Beliau lahir di Lamongan 17 Agustus 1962. Beliau menuntut ilmu di Madrasah Ibtidaiyah Popanjagan Turi kemudian melanjutkan ke pesantren Langitan selama beberapa tahun. Setelah itu beliau pulang dan menikah dengan seorang wanita cantik bernama Siti Aminah pada tanggal 9 November 1989. Pada saat itu Kiai Hasan berusia 27 tahun sedangkan istrinya berusia 24 tahun.
K.H. Abdullah Hasan dikaruniai 8 anak diantaranya 4 laki-laki dan 4 perempuan.20 Putra pertama bernama Alil Mafakir lahir di Lamongan 25 April 1995 kemudian putrinya bernama Firqotun Najiyah lahir di Lamongan 09 Desember 1996. Furoin merupakan putra anak ketiga lahir di Lamongan 16 Maret 1998. Anak keempat Mohammad lahir di Lamongan 20 September
1999, anak kelima Ufuqil A’la laki-laki lahir di Lamongan 18 Februari 2002, Hanik lahir di Lamongan 11 Februauri 2004. Ziyadatul Bayan anak ketujuh lahir di Lamongan 08 Mei 2005 dan anak ke delapan Silatul Atiyyah lahir di Lamongan 13 Maret 2007.
20
(41)
34
Nama istri KH Abdullah Hasan adalah Siti Aminah lahir di Lamongan 01 Oktober 1965. Sekarang KH Abdullah Hasan berusia 53 tahun sedangkan istrinya berusia 50 tahun. KH Abdullah Hasan asli warga Goa Popanjangan sedangkan istrinya asli Telogo Anyar. Kemudian keduanya hijrah ke dusun Sekargeneng desa Bakalanpule kecamatan Tikung kabupaten Lamongan.21
Pondok pesantren Al Futuh didirikan pada tahun 1991 oleh K.H. Abdullah Hasan. Pondok Al Futuh bertempat di dusun Sekargeneng desa Bakalanpule Kecamatan Tikung Kabupaten Lamongan. Pada tahun 1997 didirikan sebuah yayasan yang diberi nama Yayasan Pendidikan Agama Islam Pondok Pesantren Al Futuh, akte notarisnya dibuat oleh Siti Reynar, S.H pada tanggal 17 September 1997 Nomor 15. Anggaran dasarnya telah didaftarkan pada Kepaniteraan Pengadilan Negeri Lamongan dengan Nomor: 14/1997/PN.LAMONGAN pada tanggal 2 Oktober 1997.
K.H. Abdullah dikenal memiliki hati yang lembut, sopan santun serta solidaritas yang tinggi pada semua orang, karena sikap baiknya tersebut warga dusun Sekargeneng memberi gelar Hasan kepada beliau yang artinya baik. Beliau lebih dikenal dengan nama K.H. Abdullah Hasan.22 Selain iitu, K.H. Abdullah Hasan memiliki sikap loyalitas yang tinggi terhadap sesama bahkan banyak tetangga merasa senang dengan kedatangan K.H. Hasan di Sekargeneng guna menyebarkan ilmu dan berjuang di jalan Allah.
Pondok pesantren Al Futuh mulai dibangun pada tahun 1990 dan diresmikan pada tahun 1991. Awalnya K.H. Dawud yang merupakan tokoh
21
Siti Aminah, Wawancara, Lamongan, 12 November 2015.
22
(42)
35
agama di Glugu memberi informasi kepada K.H. Hasan bahwa ada tanah yang akan di wakofkan di Sekargeneng Bakalanpule Tikung Lamongan. Dari informasi ini kemudian K.H. Hasan mendatangi lokasi dan memilih tanah tersebut untuk didirikan sebuah pondok yang diberi nama pondok pesantren Al Futuh. Penamaan Al Futuh merupakan pemberian dari guru K.H. Hasan yakni Almarhum K.H. Faqih pemangku pondok pesantren Langitan. Adapun hubungan yang terjalin antara K.H. Dawud Glugu dengan K.H. Hasan yakni sahabat akrab.
Dalam rangka mendirikan pondok pesantren, tentu tidak semudah yang dibayangkan. Banyak sekali halangan dan rintangan yang harus dihadapi oleh K.H. Abdullah Hasan. Sebagian masyarakat dusun Sekargeneng ada yang mendukung dan ada juga yang menentang K.H. Hasan dalam mendirikan pondok pesantren di Sekargeneng.23 Akan tetapi semangat dan kerja keras tetap dijalankan oleh K.H. Abdullah Hasan, beliau memegang teguh kesabaran dan tawakal karena dengan niat dan sikap yang baik akan melahirkan hasil yang baik. Beliu tidak pernah menghiraukan cercaan dan hinaan dari warga yang kontra dengan pemikiran K.H. Hasan.
Meski ada sebagian warga dusun Sekargeneng yang tidak suka dengan kedatangan beliau, namun beliau tetap menjalin hubungan baik dengan semua orang. Beliau juga menjalin silaturahmi dengan gurunya yakni almarhum K.H. Abdullah Faqih. Sebelum beliau wafat, kiai Hasan sering berkunjung dan menyambung silaturahmi dengan kiai Faqih. Pendirian pondok pesantren Al
23
(43)
36
Futuh juga mendapatkan banyak dukungan dari kiai Faqih. Bahkan nama pesantren Al Futuh merupakan pemberian dari Almarhum K.H. Faqih Langitan.
Pada tahun 1993 K.H Abdullah sowan kale ngalap barokah pada K.H Abdullah Faqih pengasuh pondok pesantren Langitan Tuban. K.H Abdullah Hasan pernah menimba ilmu di pondok pesantren Langitan. Beliau mendapat
wangsit dari K.H. Abdullah Faqih bahwa K.H. Abdullah Hasan diperbolehkan mendirikan pondok pesantren yang memiliki kesamaan dengan pondok Langitan namun tidak diperbolehkan memiliki kesamaan persis dengan pondok Langitan. K.H. Faqih menganjurkan kepada K.H. Hasan agar mendirikan pondok pesantren sesuai keinginan dan kebutuhan masyarakat.24
Dari hasil pertemuan antara Kiai Faqih dengan Kiai Hasan inilah yang menjadikan pondok Al Futuh dan Langitan memiliki kemiripan dan juga perbedaan. Dalam segi pengajaran kedua pondok ini memiliki kesamaan yakni menggunakan sistem sorogan dan weton. Bahkan kitab yang digunakan di pondok Langitan juga digunakan di pondok Al Futuh sebagai acuan dalam proses belajar mengajar. Namun yang membedakan dua pondok tersebut terletak pada adanya lembaga formal di bawah naungan pesantren. Pondok Langitan tergolong pesantren Salaf karena masih menggunakan sistem pengajaran tradisional yakni weton dan sorogan. Berbeda dengan pondok pesantren Al Futuh. Pondok ini selain menggunakan sistem pengajaran tradisional weton dan sorogan dalam madrasah diniyah namun pondok ini juga
24
(44)
37
menaungi lembaga-lembaga formal diantaranya PAUD Al Ittihad, TK Al Azhariyyah dan SMP Diniyah NU hingga SMK Al Futuh yang semuanya menggunakan sistem pengajaran serta kurukulum KTSP.
Setelah pondok pesantren berdiri, kemudian muncullah lembaga non formal yakni Madrasah Diniyah Al Futuh. Kemudian berdirilah SMP Diniyah NU pada tahun 1998, SMK Al Futuh pada tahun 2012 dan TK Al Azhariyyah tahun 2011 serta PAUD Al Ittihad tahun 2009. Adanya lembaga-lembaga formal serta non formal yang ada di pondok pesantren Al Futuh, menjadikan banyak masyarakat yang berminat mendaftarkan putra-putrinya untuk belajar di pondok pesantren sekaligus di sekolah formal Al Futuh.
Kesederhanaan pesantren zaman dulu terlihat dalam segi bangunan, metode, bahan kajian, perangkat belajar dan lainnya. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh kondisi masyarakat dan perekonomian pada saat itu. Pesantren zaman dulu hubungan yang terjalin antara kiai dan santri sangat erat layaknya anak kandung dengan orang tuanya. Akan tetapi pesantren zaman sekarang agak berbeda. Hal ini dilatarbelakangi oleh kondisi dan ekonomi. Pesantren zaman sekarang, kiai dan santri-santrinya jarang bertemu dikarenakan jadwal yang padat serta banyaknya jumlah santri sehingga tidak tersedia waktu untuk bercakap-cakap atau musyawarah dengan kiai secara langsung, hanya sebatas pengurus dan pengasuh pondok saja yang dapat bertatap muka.
Para santri yang menimba ilmu di pesantren zaman dulu tidak dipungut biaya administrasi karena santri dan kiai sama-sama hidup dalam
(45)
38
kesederhanaan dengan bertani dan berdagang sehingga hasil yang didapat digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Akan tetapi seiring berjalannya waktu, perubahan terjadi dikarenakan kebutuhan ekonomi yang terus meningkat dan kondisi masyarakat zaman dulu berbeda dengan sekarang. Rata-rata mata pencaharian di Lamongan dulunya hanya bertani, berdagang di pasar dan nelayan namun sekarang banyak warga Lamongan yang bekerja di pabrik, pegawai negeri dan lain-lain. Bahkan kebutuhan zaman sekarang dan dulu sangat berbeda. Pondok pesantren dulu cukup menggunakan lampu ublik
sebagai media penerangan, namun di era sekarang membutuhkan listrik untuk menyalakan lampu sebagai sarana penenrangan. Hal ini juga yang menjadikan pondok-pondok pesantren zaman sekarang memungut biaya administrasi bagi para santri.
Adapun tujuan didirikannya Pondok Pesantren Al Futuh Sekargeneng Bakalanpule Tikung Lamongan diantaranya:
1. Mempersiapkan kader bangsa yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, berakhlakul karimah, cerdas dan trampil sehingga mampu mengamalkan syariat Islam dengan berhaluan Ahlusunnah wal Jamaah 2. Membantu Pemerintah pada sektor pendidikan demi terciptanya
kader-kader bangsa yang handal dengan bermoral serta beradat istiadat dan bertanggungjawab.
Rata-rata tenaga pengajar yang ikut berperan dalam meramaikan dunia pesantren Al Futuh merupakan lulusan dari pesantren Langitan. Dari fenomena tersebut dapat dikatakan bahwa alumni dari pesantren Langitan
(46)
39
yang berdomisili di Tikung bekerjasama membaur menjadi satu untuk berjalan tegak di jalan Allah dalam menyiarkan Islam yang diprakarsai oleh K.H. Abdullah Hasan. Pada awalnya jumlah santri hanya berkisar puluhan namun di tahun 2014 sudah terbilang lumayan yakni berkisar pada ratusan namun belum mencapai ribuan. Banyak upaya yang dilakukan baik dari pihak pengurus pondok maupun pengurus lembaga formal untuk menjadikan pesantren Al Futuh unggul dan terdepan baik dari segi moral maupun material. K.H. Abdullah Hasan menjalin hubungan baik tidak hanya pada umat Islam namun beliau juga berteman baik dengan orang-orang Kristen. Beliau merujuk pada sikap Rasulullah. Nabi Muhammad bahkan berdagang dengan kaum Yahudi, namun hal tersebut tidak membuktikan bahwa keduanya sama. Akidah ataupun keyakinan tetap dipegang teguh oleh Rasululllah untuk mengimani Allah dan menjadikan Islam sebagai agama yang Rahmata lil Alamīn. Dari fenomena inilah K.H. Hasan tidak membeda-bedakan dalam hal berkomunikasi dan bersosialisasi. Beliau berteman dengan siapa saja selama tidak mendatangkan keburukan. Bahkan pondok pesantren Al Futuh mendapatkan bantuan air bersih dari orang Kristen berkewarganegaraan Australia.25
Bangunan pondok pesantren Al Futuh Sekargeneng Bakalanpule Tikung Lamongan sudah memenuhi persyaratan menjadi lembaga pendidikan karena memiliki beberapa bangunan dengan fungsinya. Bangunan-bangunan
25
(47)
40
tersebut diantaranya muṣalah, madrasah, dalem (rumah kiai), asrama dan lain-lain.
1. Langgar atau surau atau masjid Al Futuh
Pada awal kedatangan Islam di Indonesia, para pemuka agama mendirikan tempat khusus guna melakukan ibadah berjamaah bersama masyarakat setempat. Islam datang sebagai agama baru karena sebelumnya mayoritas masyarakat Jawa beragama hindu dan budha. Penggunaan bahasa Arab dianggap agak sulit sehingga para pemuka agama menyelenggarakan pendidikan guna mempermudah pemahaman dan pengenalan Islam bagi masyarakat setempat. Pada saat itu, masjid memiliki fungsi ganda yakni sebagai tempat ibadah dan belajar.
Masjid Al Futuh berdiri di tengah-tengah dengan batas sebelah selatan bangunan SMP Diniyah NU Tikung, sebelah utara rumah kiai (dalem), sebelah timur lapangan SMP Diniyah NU Tikung dan sebelah barat asrama putra putri Al Futuh. Selain berfungsi sebagai tempat ibadah,
muṣalah Al Futuh juga berfungsi sebagai tempat untuk melaksanakan beberapa acara rutin seperti istighosah, pengajian kitab kuning, selawatan dan lain-lain.
2. Asrama
Seiring berjalannya waktu jumlah santri yang mempelajari Islam semakin banyak, begitu juga dengan pondok pesantren Al Futuh. Pada awalnya jumlah santri yang belajar di pondok Al Futuh terbilang sedikit,
(48)
41
sekitar 10 orang namun lama kelamaan jumlah santri semakin banyak sehingga perlu membangun asrama penginapan santriwan santriwati.
Penyediaan asrama sebagai penginapan santri yang merupakan sarana yang disediakan di pondok pesantren menimbulkan beberapa kendala diantaranya kebutuhan lahan bangunan, pembiayaan, penyediaan air, perluasaan dapur, perencanaan pembangunan dan sebagainya. Hal inilah yang menuntut adanya pembayaran SPP Pondok untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang ada.
Pondok pesantren Al Futuh memiliki dua asrama yakni asrama
putra dan putri. Kedua asrama tersebut dipisahkan oleh bangunan muṣalah yang terletak di tengah-tengah. Santri putra dilarang bertemu dengan santri putri tanpa izin dari pihak pengurus. Hal ini merupakan tata tertib pondok pesantren dan berdampak positif bagi para santri agar tidak terjerumus dalam pergaaulan bebas.
3. Madrasah
Madrasah lahir pada pada abad ke 20 ditandai dengan munculnya Madrasah Mambaul Ulum Kerajaan Surakarta 1905 dan sekolah adabiyah yang didirikan oleh Syaikh Abdullah Ahmad di Sumatera Barat pada 1909.26 Secara berangsur-angsur madrasah mengalami penyempurnaan. Munculnya madrasah dalam dunia pesantren menegaskan bahwa keterlibatan pendidikan Islam ikut mewarnai dan berbenah diri serta memperbaiki sistem pendidikannya. Bahkan dapat dikatakan pada saat itu
26
(49)
42
ketika Indonesia dijajah Belanda, madrasah merupakan institusi tandingan lembaga pendidikan tradisional dengan model pendidikan Belanda.
4. Sekolah Umum Sebagai Pemantapan Pembaruan
Respon masyarakat pada mutu pendidikan cukup memuaskan. Mayoritas masyarakat Indonesia ikut berpartisipasi dalam menjamin kelangsungan proses pendidikan bagi anak sekolah agar putra-putri Indonesia memiliki masa depan gemilang. Lembaga-lembaga pendidikan umum terus mengalami perkembangan, bahkan lembaga-lembaga tersebut didukung oleh pesantren.
Rata-rata orang tua ingin putra-putrinya beajar mengaji di pesantren serta mendapat pelajaran umum di lembaga formal dengan harapan kelak di masa yang akan datang dapat memberikan jaminan keutuhan pribadi santri. Selain itu, pengetahuan umum dan pelajaran Islam dapat tertanam dengan baik maka santri dapat mengembangkan potensi intelektualnya melalui sistem pelajaran yang modern.
Menurut M. Dawam Rahardjo dalam bukunya Mujamil Qomar menegaskan bahwa pada 1974 an tidak sedikit pesantren yang madrasahnya menjadi sekolah negeri, paling tidak merubah kurikulumnya dengan berpedoman pada kurikulum Departemen Pendidikan dan Kebudayaan an Departemen Agama sehingga dalam pesantren-pesantren timbul sekolah-sekolah semacam SD, SMP, SMA, ST, STM, PGA, Madrasah Thanawiyah dan sebagainya.27
27
(50)
43
Arus globalisasi kini mulai menjamah dunia pendidikan, hal ini senantiasa mendorong pesantren-pesantren tetap eksis dan mencari inisiatif untuk menjawab tantangan dunia, meskipun dengan melakukan metode penyerapan. Penyerapan kelembagaan di kalangan pesantren dalam situasi ini tidak menghapus bentuk lembaga yang lama. Bentuk kelembagaan yang lama masih dilestarikan sebagai bagian dari komponen pesantren. Adanya pelajaran-pelajaran umum pada lembaga pendidikan formal bertujuan untuk memenuhi minat murid terhadap pendidikan modern. Adanya koalisi lembaga pendidikan formal pada naungan pondok peantren terjadi hanya pada konteks proses perkembangan dalam bentuk penambahan bukan merubah secara keseluruhan. Menurut Manfred Ziemek menyatakan bahwa telah berlangsung proses evolusi dari pesantren yang bersifat keagamaan murni menjadi sekuler.28
Integrasi pendidikan pesantren dan pendidikan jalur luar sekolah baik secara fungsional maupun institusional senantiasa diusahakan. Sebab jika keduanya berjalan kurang terpadu maka sasaran pendidikan akan terhambat. Hal demikian sudah ditunjukkan oleh sejarah dimana penjajah memaksakan secara mutlak berlakunya sistem pendidikan sekolah saja dengan menekan (mendiskreditkan) perkembangan pendidikan pribumi yakni pendidikan pesantren.29
28
Manfried Ziemek, Pesantren dalam Perubahan Sosial (Jakarta: P3M, 1986), 182.
29Sa’id Aqil Siradj dkk,
Pesantren Masa Depan: Wacana Pemberdayaan dan Transdormasi Pesantren (Bandung: Pustaka Hidayah IKAPI, 1999), 184.
(51)
BAB III
PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN AL FUTUH SEKARGENENG BAKALANPULE TIKUNG LAMONGAN
Pesantren memiliki banyak pengertian sesuai dengan pandangan masing-masing pihak. Menurut Masjkur Anhari pesantren dalam arti sebagai lembaga pendidikan non formal yang hanya mempelajari ilmu agama yang bersumber pada kitab kuning atau kitab kitab klasik, maka materi kurikulumnya mencakup ilmu
Tauhīd, Tafsīr, ilmu Tafsīr, HadIth, ilmu fiqh, ushūl al-Fiqh, ilmu Tas}awuf, ilmu
Akhlaq, Bahasa Arab yang mencakup Nahwu, Sharaf, Balāghah, Badi’, Bayān, Mantīq dan Tajwīd.1
Hal ini juga berlaku bagi pondok pesantren Al Futuh karena didalamnya juga diajarkan ilmu-ilmu agama seperti nahwu, sharaf dan lain-lain.
Pesantren merupakan sarana untuk mengembangkan Islam dan berfungsi sebagai pusat penyebaran Islam dan mencetak kader-kader pemimpin Islam pada masa yang akan datang sehingga pengetahuan tentang Islam sangat diperhatikan dan disiapkan pada lembaga pendidikan Islam yakni pondok pesantren. Dalam metode pembelajaran di pesantren terkenal dengan metode sorogan dan bandongan atau wetonan. Metode sorogan yakni model pengajian dimana para santri membaca kitab pelajaran sedangkan sang kiai mendengarkan sambil membenarkan jika terdapat kesalahan. Metode ini dianggap metode pengajaran yang sulit karena dibutuhkan kesabaran, ketelitian dan kemahiran disiplin ilmu pada setiap santri.
1
Masjkur Anhari, Integrasi Sekolah Ke dalam Sistem Pendidikan Pesantren: Tinjauan Filososfis
(52)
45
Metode bandongan atau weton merupakan metode pengajaran dimana sang kiai membacakan dan menjelaskan isi kitab. Para santri mengelilingi guru dengan mendengarkan, memaknai dan mencatat keterangan pada kitab maupun buku catatan lain. Dalam sistem ini sekelompok murid mendengarkan seorang guru yang membaca, menerjemahkan dan menerangkan dan seringkali mengulas buku-buku Islam dalam bahasa Arab.2
Adapun karakterisrik pendidikan pesantren secara keseluruhan terdiri dari beberaa poin dantaranya materi pelajaran dan metode pengajaran yang umumnya pesantren mengajarkan kajian-kajian kitab kuning dengan metode pengajaran sorogan dan weton atau bandongan. Poin berikutnya yakni jenjang pendidikan. Dalam dunia pesantren jenjang pendidikan tidak dibatasi, namun kenaikan tingkat santri berdasarkan pada pengajaran mata pelajaran tertentu yang ditandai dengan tamatnya kitab yang dikaji.
Seiring berjalannya waktu, fungsi pesantren berjalan secara dinamis. Pada awalnya, pesantren berfungsi sebagai lembaga sosial dan penyebaran agama Islam. Namun dalam buku yang berjudul Manajemen Pondok Pesantren didalamnya terdapat pendapat Azyumardi Azra yang menawarkan tiga fungsi pesantren yaitu (1) transmisi dan transfer ilmu-ilmu Islam (2) pemeliharaan tradisi
Islam dan (3) reproduksi ulama’.3
Untuk mencapai sistem pendidkan yang baik, maka pesantren memerlukan pembaruan-pembaruan pendidikan dengan mengikuti Ilmu pengetahuan dan teknologi dalam memenuhi tuntutan masyarakat.
2
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai (Jakarta: LP3ES), 28.
3
Sulthon Masyhud dan Khusnurdilo, Manajemen Pondok Pesantren (Jakarta: Diva Pustaka, 2005), 90.
(53)
46
Masyarakat pada umumnya tidak hanya memerlukan ilmu agama sebagai benteng keimanan tetapi juga ilmu umum untuk menyesuaikan diri pada situasi dan kondisi di era globalisasi. Inovasi sistem pendidikan diperlukan agar pelayanan yang diberikan pesantren tetap up-to-date. Inovasi pendidikan tersebut dapat menyangkut beberapa aspek antara lain berkaitan dengan kurikulum, materi pembelajaran, metode pembelajaran, sarana penunjang seperti peralatan yang memadai baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya.4
Untuk menjawab fenomena di era globalisasi, maka pondok Al Futuh muncul dengan pembaruan dalam hal pendidikan. Selain mengajarkan ilmu-ilmu agama, pesantren Al Futuh juga menaungi lembaga-lembaga formal sebagai jawaban atas tuntutan kebutuhan masyarakat. Pendidikan dan pengajaran berbagai disiplin ilmu perlu untuk diterapkan. Pengembangan ilmu-ilmu umum tidak hanya bersifat sebagai pelengkap, melainkan akan diaktualisasikan penuh dengan ilmu syariah sehingga dapat mengokohkan keberadaan pondok pesantren dalam menghadapi tantangan globalisasi.
Pondok pesantren Al Futuh merupakan salah satu pondok pesantren yang ada di Jawa Timur yang ikut berpartisipasi dalam penyebaran Islam di era modern. Manajemen pendidikan pesantren merupakan icon penting dalam eksistensi pesantren. Tanpa adanya hal tersebut, maka orientasi ke depan menjadi kurang jelas dan pesantren tidak akan memiliki visi misi sehingga kebijakan-kebijakan pesantren akan bersifat sesaat. Pondok Al Futuh merupakan pondok pesantren yang dapat menyeimbangi permasalahan-permasalahan di era modern.
4
(54)
47
Pondok ini tidak hanya mengajarkan ilmu agama yang diintgrasikan dalam madrasah diniyah, melainkan menaungi beberapa lembaga pendidikan yang bersifat umum diantaranya PAUD Al Ittihad, TK Al Azhariyah, SMP Diniyah NU Tikung dan SMK Al Futuh.
A. SMP Diniyah NU Ponpes Al Futuh Tahun 1997
SMP NU Diniyah Tikung memiliki visi dan misi yang jelas dan praktis diantaranya visi SMP Diniyah Al-Futuh adalah unggul dalam mutu, berprestasi, berakhlakul karimah dengan berpijak pada budaya pesantren. Adapun misi SMP Diniyah NU Al Futuh diantaranya:
1. Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara efektif dan efisisen 2. Menumbuhkan semangat keunggulan secara intensif
3. Menumbuhkan sikap kompetitif kepada siswa untuk meraih prestasi tinggi 4. Menumbuhkan semangat keterpaduan antara sekolah dengan budaya
pondok pesantren Al Futuh
SMP Diniyah NU berdiri pada tahun 1997. SMP ini menganut kurikulum KTSP oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lamongan. SMP Al Futuh memiliki perbedaan dengan SMP-SMP yang lain yakni didalamnya diajarkan beberapa materi keislaman diantaranya sebagai berikut:
(55)
48
Tabel 3.1 Materi Keislaman SMP Diniyah NU Tikung5 No Kelas Kitab yang Digunakan
1 7 SMP Mabadek Juz 1, Nurul Yaqin Juz 1, Akhlaq Lilbanain, Amsilatu Tasrif, Nahwu Wadek, Madarijul Durus Arabiyah, Aqidatul Awam Hidayatus Sibyan
2 8 SMP Mabadek Juz 2, Nurul Yaqin Juz 2, Akhlaq Lilbanain Juz 2, Amsilatu Tasrif, Nahwu Jurumiyah, Muhawaroh Hadist, Aqidatul Islamiyah, Tuhfatul Atfal
3 9 SMP Mabadek Juz 3, Nurul Yaqin Juz 3, Akhlaq Lilbanain Juz 3, Amsilatu Tasrif, Nahwu Imriti, Muhawaroh Hadi Juz 2, Jawahirul Kalamiyah, Hidayatul Mustafid.
Jumlah santri tahun ini yang bermukim sebanyak 160 santri. Seiring perkembangan zaman, pondok pesantren yang dulunya hanya melaksanakan pendidikan agama tradisional sekarang banyak yang menaungi lembaga-lembaga formal. Pendidikan formal diselenggarakan dalam bentuk madrasah atau sekolah umum dengan harapan dapat mengembangkan dan membina para santri agar mendapatkan pengetahuan agama dan umum baik berupa ketrampilan praktis maupun pengetahuan akademis.
Sistem pendidikan di sekolah-sekolah pada dasarnya merupakan komponen pendidikan yang saling terkait dalam mencapai tujuan pendidikan. Dalam hal ini akan dibahas sedikit tentang komponen-komponen sistem pendidikan diantaranya:
1. Pelaku pendidikan yang terdiri dari kepala sekolah, guru, pegawai administrasi dan murid
5
(56)
49
2. Sarana perangkat kelas seperti gedung sekolah, lapangan olahraga, asrama, ruang laboratorium dan lain-lain
3. Sarana perangkat lunak: kurikulum, buku perpustakaan, pusat dokumentasi, metode, tujuan, evaluasi dan sebagainya yang merupakan alat-alat pendidikan.6
Gambar 3.1 Struktur Organisasi SMP Diniyyah NU Tikung
6
Masjkur Anari, Integrasi Sekolah Ke dalam Sistem Pendidikan Pesantren, 36.
Pengurus Kepala Sekolah DIKNAS
Khusnul Aruf, S.
Wakil Kepala Sekolah Muhammad S.Pd I
Bendahara Siti Kunsiah S.Pd I
TU/Tata Usaha Ahmad Shodiq S.Pd I
Waka Kurikulum Waka Kesiswaan Waka Sarpras Waka
Humas
Petugas Lain Kord. Bp/Bk
Laboratorium Pustakawan
GURU Wali Kelas IX
Wali Kelas VIII Wali Kelas VII
(1)
76
dikarenakan untuk menjawab tuntutan serta kebutuhan masyarakat di zaman sekarang. Oleh sebab itu, pondok pesantren tidak hanya mengajarkan ilmu agama melainkan ilmu umum juga diajarkan dengan diaktualisasikan pada pendirian beberapa lembaga formal diantaranya PAUD Al Ittihad tahun 2009, TK Al Azhariyah tahun 2011, SMP Diniyah NU tahun 1997 dan SMK Al Futuh tahun 2012 dan baru diresmikan tahun 2014.
3. Dinamika pondok pesantren Al Futuh dalam kehidupan sosial pendidikan dan keagamaan masyarakat dusun Sekargeneng diaktualisasikan dengan penyelenggaraan beberapa kegiatan diantaranya bakti sosial dengan memberikan keringanan biaya SPP pondok bagi santri yang kurang mampu, mengadakan pelatihan-pelatihan bagi masyarakat sekitar pondok pesantren seperti sablon, cetak batik, membuat kue dan lain-lain. Kegiatan sosial pendidikan lain yakni adanya Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Al Futuh yang memiliki beberapa program diantaranya Keaksaraan fungsional, Paket A, Paket B, Paket C, pendidikan keterampilan, TBM, Bimbel dan kursus. Adapun aktivitas keagamaannya yakni istighosah yang dilaksanakan bersama masyarakat dusun Sekargeneng dan sekitarnya setiap dua minggu sekali usai sholat jumat di muṣalah pondok pesantren Al Futuh, selawat nariyah yang dilakukan tiap malam kamis di muṣalah pondok pesantren Al Futuh yang dipimpin langsung oleh Kiai Abdullah Hasan dan ziarah wali sanga yang
(2)
77
dilakukan tiap satu tahun sekali. Kegiatan lain yang diikuti oleh masyarakat sekitar pondok pesantren yakni pengajian kitab Jalalain.
B. Saran
Hal-hal yang penulis paparkan dalam skripsi ini, sebagian kecil merupakan sejarah dan perkembangan pondok pesantren Al Futuh dusun Sekargeneng desa Bakalanpule kecamatan Tikung kabupaten Lamongan yang termasuk bagian dari kegiatan perkembangan dakwah Islamiyah di Lamongan. Skripsi yang penulis susun tentu masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis mengharapakan masukan dan kritikan yang bersifat membangun dan memperbaiki dari berbagai pihak sebagai upaya untuk melakukan penyempurnaan skripsi sebagai karya tulis ilmiah yang layak untuk dibaca dan dikaji banyak orang.
Penulis juga menaruh harapan besar terhadap pesantren-pesantren yang ada di Indonesia khususnya pondok pesantren Al Futuh, agar di masa depan pesantren dapat tetap eksis dan tersebar ke segala Nusantara. Pesantren mempunyai kesan keagamaan dengan tradisi pendidikan Islam yang tradisional, namun kedepannya pesantren tidak hanya mengajarkan agama tapi juga dapat menyeimbangkan dengan kebutuhan masyarakat dalam mengenyam pendidikan umum.
(3)
DAFTAR PUSTAKA
A’la, Abd. Pembaruan Pesantren. Yogyakarta: PT LkiS, 2006.
Aceh, Abubakar. Sejarah Hidup K.H.A. Wahid Hasyim dan Karangan Islam. Jakarta, 1957.
Anhari, Masjkur. Integrasi Sekolah Ke dalam Sistem Pendidikan Pesantren: Tinjauan Filososfis dalam Prespektif Islam. Surabaya: Diantama, 2006. Aqil Siradj, Sa’id dkk. Pesantren Masa Depan: Wacana Pemberdayaan dan
Transdormasi Pesantren. Bandung: Pustaka Hidayah IKAPI, 1999.
Badan Perpustakaan dan Kerasipan Provinsi Jawa Timur. “Dinamika Pendidikan
Islam di Jawa Timur”. 2011.
Bahrudin, Aan. “Pondok Pesantren As-Syar’i Darul Hikam Brebek Dalem -Waru-Sidoarjo: Studi Sejarah dan Aktivitas Sosial Pondok Pesantren As-Syar’i Darul Hikam Terhadap Masyarakat Brebek”. Skripsi, IAIN Sunan Ampel Fakultas Adab, Surabaya, 2011.
Burhanuddin, Jajat. Mencetak Muslim Modern: Peta Pendidikan Islam Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006.
Departemen Agama RI, Al-quran dan Terjemahanya, Surabaya: Mekar, 2008. Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren. Jakarta: LP3ES, 1994.
Engku, Iskandar dan Siti Zubaidah. Sejarah Pendidikan Islami. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014.
Fajar, Malik. Madrasah dan Tantangan Modernitas. Bandung: Mizan 1998. Fana, Lutfin. “Statistik Daerah Kabupaten Lamongan”. Lamongan: BPS
Kabupaten Lamongan, 2014.
Fedyani Saifuddin, Achmad (ed.). Pengantar Teori-teori Sosial: Dari Teori Fungsionalisme Hingga Pst-Modernisme. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2010.
Kadis, “Bantuan Sosial Pendidikan Keterampilan Berbasis Kewirausahaan Sablon Plastik”. Proposal PKBM. 2013.
(4)
______ ,“Kegiatan Pembelajaran Program Penuntasan Buta Aksara”. Proposal PKBM. 2014.
Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Balai Pustaka Jakarta 2005.
Kartodrdjo, Sartono. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1992.
L. Karim, Rusli. Muhammadiyah: Pola engembangan Pendidikan Muhammadiyah Setelah Orde Baru. Jakarta:Rajawali Press, 1990.
Madjid, Nurcholis. Buletin Bina Pesantren. Jakarta: Departemen Agama RI, 2009. Mas’ud, Abdurrahman. Dari Haramain ke Nusantara: Jejak Intelektual Arsitek
Pesantren. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006.
Masyhud, Sulthon dan Khusnurdilo. Manajemen Pondok Pesantren. Jakarta: Diva Pustaka, 2005.
Mestoko, Sumarsono. Pendidikan di Indonesia dari Jaman ke Jaman. Jakarta: Balai Pustaka, 1986.
Nazaruddin, Seri Monografi Pondok Pesantren dan Angkatan Kerja, Proyek Pembinaan dan Bantuan Kepada Pondok Pesantren. Jakarta: Departemen Agama RI , 1985/1986.
Qomar, Mujamil. Pesantren: Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokrasi. PT Gelora Aksara Pratama.
Soekamto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012.
_______, Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers, 1986.
Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3. Yogyakarta: KANISIUS, 1981.
Soeryopratondo, Soeparlan dan Mustofa Syarif, Kapita Selekta Pondok Pesantren. Jakarta: Paryu Barkah.
Sumarjan, Selo. Perubahan Sosial di Yogyakarta. Jakarta: YIIS, 1986.
Tim Penyususn. “Kecamatan Tikung Dalam Angka 2014”. Badan Pusat Statistik Kabupaten Lamongan, 2014.
(5)
Turmudi, Endang. Perselingkuhan Kiai dan Kekuasaan. Yogyakarta: PT LkiS Pelangi Aksara, 2004.
Yacub, M. Pondok Pesantren dan Pembangunan Masyarakat Desa. Bandung: ANGKASA, 1993.
Yusuf, Mundzirin (ed.). Sejarah Peradaban Islam di Indonesia. 2006. Ziemek, Manfried. Pesantren dalam Perubahan Sosial. Jakarta: P3M, 1986. Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1992.
Sumber internet:
“Profil dan Potensi Desa Bakalanpule”, dalam
http://lamongankab.go.id/instansi/tikung/profil-desa/potensi-desa-bakalanpule/. 6 November 2015.
“Tikung, Lamongan”, dalam https://id.m.wikipedia.org/wiki/Tikung,_Lamongan. 6 November 2015.
“Ziarah Wali Songo”, dalam
https://ziarahwalisongo.wordpress.com/ziarah-kubur/. 07 Desember 2015.
Ahmad Iftah Sidiq, “Tafsir Jalalain:Karya Agung Dua Ilmuan Pengagung Agama”
dalam www.thohiriyyah.com/2010/10/tafsir-jalalain-karya-agung-dua-ilmuan-pengagung-agama.html . 07 Desember 2015.
Geoku indo, “Arti dan Pengertian Letak Geografis Indonesia”, dalam http://indo-geografi.blogspot.co.id/2011/11/arti-dan-pengertian-letak-geografis.html. 6 November 2015.
http://jatim.kemenag.go.id/index.php?a=berita&id=222852. 19 September 2015.
http://www.alkhoirot.net/2011/09/ponpes-langitan-tuban-jawatimur.html#sthash.v8V0Zuwa.dpuf .19 September 2015. https://id.wikipedia.org/wiki/Teori_modernisasi. 2 September 2015.
Irfan, ”Makalah Shalawat”, dalam irfannurs.blogspot.co.id/2013/12/makalah -shalawat.html?m=1. 26 Desember 2013.
Kamus Besar Bahasa Indonesia 1991 dalam
http://nieesaha.blogspot.co.id/2009/01/definisi-perkembangan.html . 19 September 2015.
(6)
Yuli, ”Manfaat Denah Dalam Kehidupan Sehari Hari” dalam http://manfaat.co.id/manfaat-denah. 8 Juni 2015.
Wawancara
K.H. Abdulah Hasan, pengasuh pondok pesantren Al Futuh dusun Sekargeneng Ibu Siti Aminah, istri K.H. Abdullah Hasan
Bapak Khairul, pengurus Ikatan Jamiyyah Ziarah Walisanga
Bapak Hanif, guru SMP Diniyah NU Tikung pondok pesantren Al Futuh Bapak Khoiruddin, guru SMK Al Futuh pondok pesantren Al Futuh Ibu Nur Asiyah, guru TK Al Azhariyyah pondok pesantren Al Futuh Ibu Titin Zumrotul, guru PAUD Al Ittihad pondok pesantren Al Futuh Bapak Kadis, ketua PKBM Al Futuh pondok pesantren Al Futuh
Ilmiyatul Mufidah, alumni pondok pesantren Al Futuh pondok pesantren Al Futuh Eka Agustina, santri pondok pesantren Al Futuh Sekargeneng