Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Fenomena Lesbian dalam Kajian Jender (Realita Lesbian di-Manado dikaji dalam kajian Jender) T1 712008004 BAB IV
66
BAB IV
ANALISA KRITIS TERHADAP REALITA LESBIAN DI MANADO
4.1 Pengantar
Keberadaan kaum lesbian di Indonesia saat ini belum terlalu mendapat perhatian dari masyarakat khususnya gereja dalam hal ini. Melihat perkembangannya yang cukup pesat dalam bermasyarakat, fenomena kaum lesbian ini perlu ditindak-lanjuti khususnya oleh gereja, karena tidak sedikit dari mereka beragama Kristen.
Dalam pembahasan bab ini, penulis akan memaparkan analisa kritis terhadap realita lesbian yang ada di kota Manado yang di kaji dalam kajian jender. Dimana peneliti sebelumnya telah melakukan penelitian di Jemaat GMIM “Betani” Sindulang – Singkil, Manado dengan 5 narasumber seorang lesbian, dan beberapa anggota jemaat. Dalam bab ini juga penulis akan menuliskan refleksi teologis dari permasalahan lesbian yang ada.
4.2 Analisa kritis
4.2.1 Faktor penyebab seorang menjadi lesbian
Berdasarkan hasil penelitian, observasi, dan wawancara yang dipaparkan pada bab sebelumnya yakni bab 3, peneliti mengelompokan penyebab atau latar belakang seorang menjadi lesbian seperti yang disimpulkan oleh Tan dalam Mengenal Perbedaan Orientasi
Seksual Remaja Puteri.78
a. Pengaruh keadaan keluarga dan kondisi hubungan orang tua
Adapun beberapa narasumber yang memiliki latar belakang keadaan keluarga adalah; 1. Acha (Nama disamarkan)
78
(2)
67
Pada dasarnya Acha telah memiliki kesadaran sendiri mengenai identitas dirinya yang berbeda. Tapi kemudian keadaan seperti ini didukung dengan kondisi orang tuanya yang sering bertengkar dan cuek, sehingga tidak ada bentuk perhatian dan kontrol yang seharusnya dilakukan oleh orang tua. Selain itu, faktor ketiadaan sikap penerimaan dari saudara laki-lakinya membuatnya menyimpan sedikit rasa benci pada laki-laki.
2. Grita dan Dila (Nama disamarkan)
Pengalaman pahit Grita karena absennya figure ayah dan renggangnya hubungan mereka menjadi point penting keputusannya menjadi lesbi. Selain itu Dila yang juga dikecewakan oleh suaminya.
Menurut peneliti, Keluarga sangat berperan penting dalam proses kehidupan anak, khususnya proses sosialisasi anak diluar rumah. Apa yang ia peroleh di dalam rumah, kemudian diinterpretasikan melalui tindakan saat berada diluar rumah. Hal ini menjadi pemicu terjadinya kegiatan-kegiatan yang dapat memicu terjadinya kenakalan, khusunya dalam proses bergaul lesbian yang berasal dari keluarga yang kurang harmonis, sebab mendapat kasih sayang yang terbatas.
Menurut Setiadi dan Usman dalam buku pengantar sosiologi, pengaruh keluarga dalam proses tumbuh kembang anggotanya, merupakan hal yang sangat penting. Sebab keluarga merupakan institusi yang paling berpengaruh terhadap proses sosialisasi79. Hal ini dimungkinkan sebab berbagai kondisi keluarga sebagaimana yang diungkap Setiadi dan Usman; Pertama. Keluarga merupakan kelompok primer yang selalu bertatap muka di antara anggotanya, sehingga dapat selalu mengikuti perkembangan anggota-anggotanya. Kedua, orang tua memiliki kondisi yang tinggi untuk mendidik anak-anaknya, sehingga menimbulkan hubungan
79
M. Elly Setiadi dan Kolip Usman. Pengantar Sosiologi: Pemahaman Fakta Dan Gejala Permasalahan
(3)
68
emosional yang hubungan ini sangat memerlukan proses sosialisasi. Ketiga, adanya hubungan sosial yang tetap, maka dengan sendirinya orang tua memiliki perenan yang penting terhadap proses sosialisasi.80
b. Pengalaman Seksual yang buruk
Dari 5 informan yang penulis teliti, terdapat 1 informan yang mempunyai pengalaman buruk dengan laki-laki. Korban pemerkosaan dialami oleh Sinta (Nama samaran) ketika berada di bangku SMA dengan saudara laki – lakinya yang menjadikan Sinta kini menjadi pendiam dan benci kepada laki – laki. Hubungan dengan orang tua yang tidak intens membuat Sinta memiliki jarak dalam berkomunikasi dengan orang tuanya. Selain itu Sinta sering dikecewakan oleh orang-orang disekitarnya pada tahap relasi yang lebih serius, khususnya dengan laki-laki. Padahal Sinta mengharapkan hubungan yang baik.
Dari 5 informan lesbian beberapa mengatakan esensi penyebab yang sebenarnya adalah masalah kejiwaan, karena para lesbian ini sesungguhnya telah kehilangan jati dirinya sebagai seorang wanita. Dalam konteks mahluk sosial dan hakikat penciptaannya para wanita lesbi mengalami suatu ketakutan baik disadari atau tidak disadari terhadap para pria, karena merasa sisi kelembutan dan keibuannya bagai terabaikan ketika berhubungan dengan seorang pria, sehingga hal ini pun akhirnya mendorong seorang wanita terbuai untuk memuaskan sisi kelembutannya dari pihak yang mengerti, dan hanya perempuan pula-lah yang mampu memahami kelembutan seperti apa yang diimpikan oleh seorang wanita. Trauma kekerasan seksual dan ketak-acuhan para pria inilah salah satu yang menjadi latar-belakang umum seseorang menjadi lesbian.
80
(4)
69
Pengaruh seksual yang buruk ini menguatkan teori feminisme radikal yang mengecam penindasan atas fisik perempuan. Peran dari tubuh dan sesualitas bagi teori ini mempunyai tempat yang sangat penting, karena penindasan berawal dari dominasi atas tubuh dan seksualitas perempuan yang ditemui di ranah privat. Teori feminis radikal ini berpegang pada “the personal is political” (yang pribadi adalah yang politis), yang berarti bahwa berbagai penindasan dalam sistem patriakhi yang terjadi di ruang pribadi/privat juga merupakan penindasan di bidang publik. Menurut Millet dalam tulisan Tong, usulan yang di ajukan untuk menuju kepada kesetaraan jender adalah jika ada pengadopsian pemahaman androgini, menolak kontrol atas tubuh, melakukan penyadaran serta edukasi tentang konsep patriakhi dan dampaknya.81
c. Pengaruh Lingkungan
Lingkungan mempunyai andil yang cukup besar dalam perkembangan karakter seseorang. Dari beberapa narasumber yang diwawancarai, faktor lingkungan atau pengaruh terhadap lingkungan juga menjadi penyebab seseorang menjadi lesbi selain dari faktor keadaan keluarga dan kondisi hubungan orang tua dan seksaul. Dalam kasus Erli (Nama disamarkan), keberadaan orang lain didekatnya ketika Erli sedang berada dalam kondisi membutuhkan perhatian, tak pelak menjadi pemicu. Selain itu intensitasnya yang cukup tinggi berada dekat komunitas lesbian juga membuatnya terpengaruh. Hal sama juga terjadi pada Dila. Kebiasaannya berada dalam komunitas lesbi ketika masih tidak menjalin hubungan dengan lawan jenis ternyata dapat mempengaruhinya mengambil keputusan sebagai lesbi. Demikian pula dengan Grita yang sedari kecil dia memang banyak mendapat informasi tentang lesbian karena tinggal dalam
81
Rosemarie Putnam Tong. Feminist Thought: Pengantar Paling Komprehensif kepada Aliran Utama
(5)
70
lingkungan yang mayoritas lesbian. Setiap hari memperhatikan gerak-gerik, ekspresi dan pengalaman-pengalaman hidup lesbian. Sehingga pada akhirnya mempengaruhi identitas dirinya; Dila yang berawal dari absennya figur ibu dalam hidupnya, membuatnya tumbuh dalam didikan kemaskulinan ayahnya namun sangat tertarik pada kelembutan perempuan dari interaksi pergaulannya.
Sebuah kalimat bijak menyatakan bahwa, “Jika ingin mengenal seseorang, maka terlebih dahulu lihatlahlah teman-temannya”. Interaksi didalamnya terjadi sosialisasi. Sosiolog Robert Lawang dalam tulisan Setiadi dan Usman membagi sosialisasi menjadi dua macam82: pertama sosialisasi primer yaitu proses sosialisasi yang terjadi pada saat usia seseorang masih usia balita. Pada fase ini anak dibekali pengetahuan tentang orang-orang yang berada di lingkungan sosial sekitarnya melalui interaksi, seperti dengan ayah, ibu, kakak dan anggota keluarga lainnya. Kedua, sosialisasi sekunder, yaitu sosialisasi yang berlangsung setelah sosialisasi primer, yaitu semenjak usia 4 tahun hingga selama hidupnya. Jika proses sosialisasi primer dominasi peran keluarga sangat kuat, akan tetapi dalam sosialisasi sekunder proses pengenalan akan tata kelakuan adalah lingkungan sosialnya, seperti teman sepermainan, teman sejawat, sekolah, orang lain yang lebih dewasa hingga pada proses pengenalan adat istiadat yang berlaku dilingkungan sosialnya. Dalam proses ini, seorang individu akan memperoleh berbagai pengalaman dari lingkungan sosial yang bisa saja terdapat perbedaan bentuk atau pola-pola kelakuan yang ada di antara lingkungan sosial keluarganya. Pada fase ini sang anak akan melakukan identifikasi terutama tentang pola-pola di lingkungan sosial di luar lingkungan keluarganya.
82
(6)
71
Dengan demikian, berdasarkan hasil penelitian, observasi dan wawancara di lapangan, peneliti menemukan bahwa keadaan keluarga, kondisi hubungan orang tua dan lingkunganlah yang sangat berperan secara dominan dalam mempengaruhi seseorang memutuskan dirinya sebagai lesbian. Kurangnya perhatian dari keluarga serta bebasnya seorang anak bergaul di lingkungan yang buruk maka besar kemungkinan seorang anak dapat mengikuti keadaan lingkungannya. Peneliti menyikapi, keluarga seharusnya berusaha untuk mempersiapkan bekal selengkap-lengkapnya kepada anak dengan memperkenalkan tingkah laku, sikap, keyakinan, cita-cita, dan nilai-nilai yang dianut dalam masyarakat serta mempelajari peranan yang diharapkan akan dijalankan mereka.
4.2.2 Sudut pandang studi jender terhadap realita lesbian di Jemaat
Bangsa Indonesia pada umumnya, dan jemaat GMIM “Betani” pada khusunya menganut budaya ke-Timur-an yang masih sangat kental dan dijunjung tinggi, serta sangat kental dengan sopan santunnya, prilaku yang baik dan masih menganut paham patriarkhi dimana kaum laki - laki yang memegang kendali. Namun dengan adanya komunitas lesbian, seolah-olah ingin menunjukkan bahwa perempuan pun mampu untuk memimpin dan ingin diakui keberadaannya. Kesetaraan jender merupakan modal awal dari kaum perempuan untuk mendobrak budaya patriarkhi yang selama ini masih kental dalam berjemaat. Kehidupan kita sebagai individu, sejak kita memasuki keluarga pada saat lahir, melalui pendidikan, kultur pemuda, dan ke dalam dunia kerja dan kesenangan, perkawinan dan kita mulai membentuk keluarga sendiri, memberi pesan yang jelas kepada kita bagaimana orang “normal” berperilaku sesuai dengan jendernya.83
83
Julia Cleves Mosse. Gender dan Pembangunan. (Yogyakarta: Rifka Annisa Women’s Crisis Center dan Pustaka Pelajar, 1996)
(7)
72
Mengalisa tanggapan jemaat GMIM “Betani” mengenai tanggapan terhadap lesbian dalam jemaat, peneliti kaitkan menurut teori nature dan nurture, karena konstruksi sosial budaya jender, seorang perempuan yang karena dia lahir dengan jenis kelamin perempuan maka dia pun kemudian dibentuk untuk menjadi seorang perempuan sesuai dengan kriteria yang berlaku dalam suatu masyarakat dan budaya dimana dia lahir dan dibesarkan, misalnya bahwa karena dia dilahirkan sebagai seorang perempuan maka sudah menjadi “kodrat” pula bagi dia untuk menjadi sosok yang cantik, anggun, irrasional, emosional dan sebagainya. Penanaman citra bahwa seorang perempuan itu lebih cocok berperan sebagai seorang ibu dengan segala macam tugas domestiknya yang selalu dikatakan sebagai “urusan perempuan”, seperti membersihkan rumah, mengurus suami dan anak, memasak, berdandan dan sebagainya.
Dalam hal pembedaan laki-laki dan perempuan berlandaskan jender mungkin tidak akan mendatangkan masalah jika tidak ada pembedaan dalam jender atau ketidak-adilan jender (gender inequalities) baik bagi kaum laki-laki maupun bagi kaum perempuan. Meskipun pada akhirnya ketidakadilan itu lebih banyak dirasakan oleh kaum perempuan. Ketidakadilan jender tersebut antara lain termanifestasi pada penempatan perempuan dalam stratifikasi sosial masyarakat, yang pada kelanjutannya telah menyebabkan kaum perempuan mengalami ketidak-adilan jender.
Dari penelitian, observasi dan wawancara, peneliti menyikapi bahwa dari realita lesbian yang terjadi di jemaat perlu di analisa menurut pemahaman studi jender yang ada, dimana studi jender berperan dalam melihat adanya manifestasi ketidakadilan terhadap perempuan yang ditimbulkan oleh adanya asumsi jender sebagai berikut:
1. Menurut Fakih dalam buku analisis jender, adanya marginalisasi (kemiskinan ekonomi) terhadap kaum perempuan. Meskipun tidak setiap marginalisasi perempuan
(8)
73
yang disebabkan oleh ketidakadilan jender, yang dipersoalkan dalam analisis jender adalah marginalisasi yang disebabkan oleh perbedaan jender.84 Seperti dalam kasus yang di alami Sinta ( bukan nama sebenarnya ) seorang anak perempuan yang dalam keluarganya selalu mendapat perlakuan tidak adil dari orang tua, karena orang tua lebih memihak kepada anak laki-laki.
2. Pendapat Fakih dalam hal terjadinya subordinasi pada salah satu jenis sex yang umumnya pada kaum perempuan yan dalam hal ini rumah tangga, masyarakat, maupun negara, bahkan gereja banyak kebijakan dibuat tanpa “menganggap penting” kaum perempuan. Dari observasi lapangan peneliti menemukan beberapa kesimpulan dari pendapat jemaat tentang perempuan yang mengatakan bahwa wanita pada akhirnya akan ke dapur, sehingga untuk apa wanita itu sekolah tinggi-tinggi dan juga menganggap bahwa wanita itu lemah, dan tidak bisa melakukan pekerjaan laki-laki. 3. Mutali’in menanggapi mengenai pelabelan negative (stereotype) terhadap jenis
kelamin tertentu, terutama kaum perempuan dan akibat dari stereotype itu terjadi diskriminasi serta berbagai ketidakadilan lainnya.85 Dalam berjemaat di GMIM “Betani” banyak sekali stereotype yang dilabelkan pada kaum perempuan yang akibatnya membatasi, menyulitkan, memiskinkan dan merugikan kaum perempuan. Misalnya dalam hal bergereja di GMIM, jarang ditemukan seorang ketua wilayah perempuan.
4. Kekerasan (violence) terhadap jenis kelamin tertentu, umumnya perempuan, karena perbedaan jender. Menurut Fakih, kekerasan di sini mulai dari kekerasan fisik seperti pemerkosaan dan pemukulan, sampai kekerasan dalam bentuk yang lebih halus seperti pelecehan (seksual harassment) dan penciptaan ketergantungan. Peneliti menyikapi bahwa manifestasi ketidak-adilan terhadap perempuan yang dalam hal
84
Mansour Fakih. Analisi Gender & Transformasi Sosial, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996), 12-23
85
(9)
74
mengalami kekerasan yang pada akhirnya kekerasan atau pelecehan seksual ini yang sering menjadi alasan utama seorang wanita menjadi penyuka sesama jenis atau lesbian.
5. Karena peran jender, pekerjaan perempuan adalah mengelola rumah tangga, banyak perempuan menanggung beban kerja domestik lebih banyak dan lebih lama. Dengan kata lain “peran jender” perempuan yang menjaga dan memelihara kerapian tersebut telah mengakibatkan tumbuhnya tradisi dan keyakinan masyarakat bahwa mereka harus bertanggung jawab atas terlaksananya keseluruhan pekerjaan domestik. Sosialisasi peran jender tersebut menjadikan rasa bersalah bagi perempuan yang tidak melakukannya, sementara bagi kaum laki-laki, tidak saja merasa bukan tanggung jawabnya, bahkan dibanyak tradisi dilarang untuk berpartisipasi. Meskipun demikian secara ekonomi dan secara sosial starusnya di dalam masyarakat dianggap kurang berharga dan rendah.86
Manifestasi ketidakadilan itu tersosialisasi baik kaum laki-laki maupun perempuan secara mantap, yang lambat laun baik laki-laki maupun perempuan menjadi terbiasa dan akhirnya percaya bahwa peran jender itu seolah-olah menjadi kodrat. Lambat laun terciptalah suatu struktur dan sistem ketidak-adilan jender yang diterima dan sudah tidak lagi dapat dirasakan adanya sesuatu yang salah.
Peneliti menyikapi bahwa Mutali’in dan Fakih melalui model manifestasi ketidak-adilan mau menyimpulkan bahwa mayoritas yang menjadi korban ketidakketidak-adilan jender adalah kaum perempuan, analisis jender seharusnya hanya menjadi alat perjuangan kaum perempuan, namun analisis jender justru menjadi alat gerakan feminisme untuk menjelaskan sistem ketidakadilan. Lebih lanjut, analisis jender ini memungkinkan gerakan feminisme memfokuskan pada relasi (struktur) jender serta keluar dari pemikiran yang memfokuskan
86
(10)
75
pada ”perempuan”, dengan demikian yang menjadi agenda utama setiap usaha perubahan sosial tidak sekedar menjawab kebutuhan praktis atau merubah kondisi kaum perempuan, melainkan juga menjawab kebutuhan strategis kaum perempuan, yakni memperjuangkan posisi kaum perempuan.
Komunitas lesbian di Manado sudah tidak dapat dipungkiri lagi keberadaannya, meskipun keberadaan mereka kerap kali ditolak oleh masyarakat sekitar mereka. Keberadaan komunitas lesbian yang dianggap suatu penyimpangan, melanggar norma agama serta menentang kodrat yang menyebabkan belum bisanya komunitas tersebut diterima sepenuhnya oleh masyarakat dan negara. Keberadaan komunitas lesbian yang terpinggirkan tersebut masih dianggap seperti suatu “penyakit menular” yang harus dihindari. Dengan gaya berpakaian seorang butch yang dipandang aneh oleh masyarakat, serta pencitraan mereka (komunitas lesbian) yang kurang baik di mata masyarakat, menyebabkan adanya penolakan pengakuan dari masyarakat pada umumnya.
Menurut hasil penelitian yang ada, peneliti menemukan bahwa pada umumnya, kaum homoseksual yang ada di Indonesia saat ini khususnya di Manado mempunyai sex role yang cenderung berubah-ubah. Karena itu, tampak pada lesbian, sifat gaya kelaki-lakiannya. Walaupun ini disembunyikan, namun akan tetap tampak karakter laki-lakinya. Itu hanya disebabkan lesbian cenderung lebih tertutup karena adanya tuntutan budaya yang mengarahkan pada tataran hidup normatif. Menurut penelitian, ada juga kemungkinan bahwa para lesbian ini awalnya hanya ingin merasakan nikmatnya berhubungan seksual, namun mereka takut mengalami kehamilan. Sebab itulah, mereka akhirnya jatuh ke dalamnya.
Menurut pengamatan peneliti, ketidak-adilan yang dialami kaum perempuan dalam hal ini kaum lesbian di Manado menuntut adanya kesetaraan jender. Dimana mereka bebas untuk menentukan identitas diri mereka sesungguhnya dengan tidak ada lagi manifestasi
(11)
76
ketidak-adilan jender terhadap perempuan. Kaum lesbian ini menganggap bahwa penyimpangan jender yang mereka alami itu adalah sebuah akibat dari manifestasi ketidak-adilan jender itu sendiri. Mereka menganggap diri mereka “orang yang dipinggirkan” karena orientasi seksual mereka yang berbeda. Begitu juga di Manado pada umumnya dan di jemaat GMIM “Betani” secara khusus, sampai saat ini belum mendapatkan pengakuan dan penerimaan sepenuhnya dari masyarakat. Mereka (kaum lesbian) kerap mendapatkan beragam bentuk ketidakadilan, seperti kekerasan psikis, seksual, maupun ekonomi, yang terjadi baik itu di dalam rumah, sekolah, tempat bekerja, tempat ibadah dan masyarakat sekitar. Mereka juga mendapatkan beragam stigma/label, seperti sebutan ”abnormal”, ”sakit”, ”dosa”, ”kotor”, dan lain-lain sebutan. Kondisi ini menjadikan sebagian lesbian akhirnya lebih memilih menutup diri dan hidup dengan identitas yang bukan sesungguhnya dan hanya membuka jati diri di kalangan mereka sendiri.
Berdasarkan teori Queer yang dipaparkan oleh Butler; “ gender is a kind of imitation
for witch there is no original; in fact, it is a kind of imitation that produce the very notion of the original as an effect and consequence of imitation it self”. Butler menegaskan bahwa
tidak ada identitas jender dibalik ekspresi jender.87 Butler juga menolak koherensi yang tetap antara identitas jender dan identitas seksual. Jender adalah sebuah peniruan sehingga tidak ada yang asli. Ketika seorang telah diidentifikasi sebagai perempuan, maka ia akan meniru-niru performansi perempuan. Dalam hal ini Peneliti menyikapi bahwa Teori Queer berkenaan dengan relasi-relasi yang aneh atau yang tidak biasa seperti para kaum lesbian. Teori queer berakar dari materi bahwa identitas tidak bersifat tetap dan stabil. Identitas bersifat historis dan dikonstruksi secara sosial. Dalam konteks teori, teori ini dapat digolongkan sebagai sesuatu yang anti identitas. Ia bisa dimaknai sebagai sesuatu yang tidak normal atau aneh. Dalam teori ini terdapat tiga makna intelektual dan politik, meskipun sulit membuat
87
(12)
77
batasannya. Melalui hal ini Queer mengisyaratkan bahwa sesungguhnya kaum lesbian di jemaat mengalami perlakuan tidak adil dibanding kaum heteroseksual pada umumnya.
Karakter kehidupan seorang lesbian sebenarnya sama seperti aktor dalam memerankan sebuah film, dimana dalam keseharian seorang aktor sesungguhnya berbeda dengan apa yang diperankannya. Namun, tidak sering akibat peranan yang dilakoninya aktor tersebut mendapat pendiskriminasian dari masyarakat luas. Jemaat atau masyarakat dalam hal ini seharusnya melihat mereka lebih jelas dari dekat dan kemudian berhenti mendiskriminasi mereka. Stigma atau pandangan jemaat terhadap mereka inilah yang perlu di ubah. Perubahan tersebut melibatkan studi jender untuk membuka pemikiran yang baru. Jender adalah istilah yang merujuk pada seperangkat karakteristik yang dipandang manusia sebagai hal yang membedakan antara lelaki dan wanita, dari hal biologis seperti jenis kelamin sampai dengan peran sosial dan identitas gender. Jemaat seharusnya mampu mengaplikasikan pemahaman studi jender terhadap kaum lesbian.
4.3 Refleksi Teologis
Pada bagian ini, peneliti akan memaparkan sebuah refleksi dari penyimpangan sekusal / orientasi sesksual yang berbeda tersebut yang terjadi pada perempuan. Lesbian, adalah merupakan orientasi seksual yang berbeda yang terjadi pada perempuan. Penyimpangan ini membuat mereka menjadi kaum minoritas atau kaum yang dipinggirkan dari kehidupan heteroseksual.
Kehidupan manusia sesungguhnya telah di kodratkan untuk hidup berpasangan satu dengan yang lain. Namun, pada kenyataannya ada suatu orientasi seksual yang berbeda sehingga seorang merasa lebih nyaman dengan sesama jenisnya. Orientasi seksual yang berbeda ini terjadi pada laki-laki dan perempuan. Orientasi seksual yang berbeda ini disebut dengan homoseksual.
(13)
78
Menurut pendapat seorang pendeta yang peneliti wawancarai, yakni Pdt. J.Sualang mengatakan bahwa Alkitab sesungguhnya menyatakan kepada kita agar hidup dalam perdamaian dengan semua orang. Sebagai orang-orang Kristen kita dapat melakukannya dengan semua orang, termasuk dengan mereka yang homoseksual. Seperti yang kita ketahui beberapa mereka yang mengklaim sebagai orang-orang Kristen yang mengajak untuk membenci dan berlaku kasar terhadap mereka yang homoseksual, dan juga berpijak pada posisi menentang mereka yang menganjurkan hal demikian, dengan kata lain orang Kristen tidak boleh melakukan pelecehan dan bersikap kasar terhadap mereka yang homoseksual.
Alkitab dengan jelas mengecam perilaku homoseksualitas sebagai dosa dan orang-orang Kristen yang mengikuti semua firman Tuhan dengan serius harus juga mengecam perilaku ini sebagai dosa. Melalui ayat – ayat dalam Alkitab misalnya, Imamat 18:22; “Janganlah engkau tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan perempuan, karena itu suatu kekejian.”, dan juga beberapa ayat dalam Alkitab yang lain misalnya Imamat 20:13 yang mengungkapkan bahwa bila ada persetubuhan sesama jenis akan di hukum mati;
“Bila seorang laki-laki tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan perempuan, jadi keduanya melakukan suatu kekejian, pastilah mereka dihukum mati dan darah mereka tertimpa kepada mereka sendiri”.
Dalam I Korintus 6 :9-10 mengungkapkan bahwa orang yang dianggap banci atau penyuka sesama jenis tidak akan mendapat tempat dalam kerajaan Allah;
“...Atau tidak tahukah kamu, bahwa orang-orang yang tidak adil tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah? Janganlah sesat! Orang cabul, penyembah berhala, orang berzinah, banci, orang pemburit,pencuri, orang kikir, pemabuk, pemfitnah dan penipu tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah.”
Juga dalam Roma 1:26-28 yang menegaskan bahwa persetubuhan sesama jenis merupakan sebuah kesesatan yang membuat Allah murka hingga mengutuk mereka yang melakukan hal itu;
(14)
79
“Karena itu Allah menyerahkan mereka kepada hawa nafsu yang memalukan, sebab isteri-isteri mereka menggantikan persetubuhan yang wajar dengan yang tak wajar.Demikian juga suami-suami meninggalkan persetubuhan yang wajar dengan isteri mereka dan menyala-nyala dalam berahi mereka seorang terhadap yang lain, sehingga mereka melakukan kemesuman, laki-laki dengan laki-laki, dan karena itu mereka menerima dalam diri mereka balasan yang setimpal untuk kesesatan mereka.Dan karena mereka tidak merasa perlu untuk mengakui Allah, maka Allah menyerahkan mereka kepada pikiran-pikiran yang terkutuk, sehingga mereka melakukan apa yang tidak pantas”
Dari pernyataan-pernyataan dalam ayat Alkitab di atas, yang sangat jelas menentang homoseksualitas, sangat sulit melihat bahwa Alkitab mendukung adanya homoseksualitas. Kebenarannya adalah Tuhan menciptakan laki – laki dan perempuan, bukan laki-laki dan laki-laki, atau wanita dengan wanita. Namun, dalam Alkitab penyimpangan ini adalah dosa.
Seorang yang diketahui homoseksual tidak berarti kita tidak dapat mengasihinya atau berdoa baginya. Lesbian adalah sebuah dosa yang sama dengan dosa lainnya, yang hanya dapat diatasi dengan satu jalan yakni pertobatan. Dosa itu harus diletakan pada salib dan bertobat. Orang-orang Kristen harus berdoa bagi keselamatan homoseksual seperti halnya berdoa bagi orang lainnya yang terlibat dalam sebuah dosa. Mereka harus memperlakukan kelompok homoseksual dengan sikap hormat yang sama sebagaimana terhadap orang lainnya karena suka atau tidak, mereka diciptakan dalam citra Tuhan. Akan tetapi ini tidak berarti bahwa orang-orang Kristen harus menyetujui perbuatan dosa mereka.
Homoseksualitas pada perempuan maupun pada laki-laki tidak pernah disebutkan dalam Alkitab sebagai perilaku yang dapat diterima, bilamana perilaku ini dijalankan oleh individu-individu yang memiliki hubungan saling mencintai satu sama lain. Homoseksualitas selalu dikecam. Tindakan-tindakan homoseksualitas bukanlah perilaku alamiah dan mereka melawan ketetapan ciptaan Tuhan.
Dalam Perjanjian Lama dikatakan bahwa manusia diciptakan didunia ini bepasang-pasangan (Kej 1:27) yang kemudian Tuhan memerintahkan manusia untuk beranak cucu dan memenuhi bumi (Ay.28). Secara seksual, manusia tidak akan mungkin menghasilkan
(15)
80
keturunan jika tidak berhubungan dengan lawan jenisnya. Oleh karena itu penulis menganggap bahwa kaum lesbian adalah kaum yang menentang perintah dan ketetapan dari Tuhan.
Banyak alasan bagi kaum lesbian untuk menutupi latar belakang mereka sebagai seorang homoseksual. Misalnya dengan mengatakan bahwa orientasi seksual mereka yang berbeda sudah ada sejak lahir, namun sesungguhnya sebagian besar dari kaum lesbian ini adalah hasil dari ketidak-adilan jender secara psikologis, misalnya karena kurangnya keharmonisasian dalam keluarga, atau kurangnya kasih dan perhatian dari orang tua terhadap anaknya, dan bahkan mungkin karena kekerasan seksual di masa lalu yang pernah dialami.
Perlakuan homokseksual untuk pertama kalinya dalam Alkitab dapat kita baca dalam Kejadian 18:20 yang mengatakan; “Sesudah itu berfirmanlah TUHAN: "Sesungguhnya banyak keluh kesah orang tentang Sodom dan Gomora dan sesungguhnya sangat berat dosanya.” Demikian juga dalam Kejadian 19:24-25 mengatakan;
“Kemudian TUHAN menurunkan hujan belerang dan api atas Sodom dan Gomora, berasal dari TUHAN, dari langit; dan ditunggangbalikkan-Nyalah kota-kota itu dan Lembah Yordan dan semua penduduk kota-kota serta tumbuh-tumbuhan di tanah.”
Asal mula penyimpangan naluri bersadarkan perspektif firman Tuhan, tersirat dalam Kejadian 8:21 yang mengatakan; “Aku takkan mengutuk bumi ini lagi karena manusia, sekalipun yang ditimbulkan hatinya adalah jahat dari sejak kecilnya”. Kalimat “jahat dari sejak kecil” hendak menggambarkan bahwa kecenderungan hati manusia adalah menyimpang dari jalan & kehendak Tuhan. Hal itu sinkron dengan penjelasan dari kitab Roma yang mengatakan bahwa semua orang telah berbuat dosa (Roma 3:23). Dapat disimpulkan bahwa penyebab utama penyimpangan orientasi seksual adalah keberdosaan manusia. Hal itu yang kemudian mempengaruhi segala aspek pemicu baik psikologis dan sosial.
Penyimpangan ini dapat berubah atau dipulihkan, namun itu semua berakar dari diri seorang lesbian itu sendiri ingin berubah atau tidak. Dengan adanya pendampingan yang
(16)
81
intens bagi mereka, maka besar kemungkinan bagi mereka untuk dapat dipulihkan. Kaum minoritas ini tidak dapat disalahkan, mereka hadir dengan berbagai latar belakangnya masing-masing, yang perlu disalahkan dalam hal ini adalah sikap penolakan kaum heteroseksual terhadap keberadaan mereka.
Menurut peneliti, meskipun Alkitab secara lantang mengatakan bahwa perilaku mereka adalah dosa, namun kita manusia tetaplah harus hidup dalam kasih, terutama pada kaum yang terpinggirkan ini dengan tidak menjauhi mereka melainkan membantu mereka mengubah cara pandang kehidupan mereka. Membantu mereka memang tidaklah mudah, membutuhkan usaha yang besar, karena mengubah kebiasaan seseorang adalah sesuatu hal yang sukar. Sedikit orang yang menyukai akan perubahan. Karena lebih mudah bagi seorang untuk tetap berada pada sesuatu yang sudah kita kenal meskipun menyakitkan, dari pada memasuki suatu perubahan tanpa adanya kepastian. Perubahan membutuhkan kesabaran seperti menanam benih jagung. Untuk menanam benih jagung dibutuhkan kesabaran serta usaha untuk menyiraminya, mengolah tanahnya, mencabut gulma-gulma, dan merawat tanaman itu. Apabila tiba saatnya, seorang pemenang akan memetik hasilnya. Demikian juga dengan kita, jika kita dengan kesabaran dan usaha untuk mengubah seorang homoseksual, maka akan tiba saatnya bagi kita untuk berhasil.
4.4 Kesimpulan
Pada kenyataannya beberapa dari masyarakat ada yang sudah menerima keberadaan mereka, tetapi pada umumnya masyarakat masih belum bisa menerima keberadaan komunitas tersebut. Di Indonesia pada umumnya dan di Manado pada khususnya, masih banyak yang menganggap kaum homoseksual khususnya lesbian itu sebagai penyimpangan seksual
sterotype negative terhadap homoseksual, hal ini disebut homophobia. Munculnya eksistensi
(17)
82
yang terpinggirkan dengan kondisi masyarakat saat ini. Komunitas ini sebagai simbol perlawanan dan eksistensi mereka dalam menunjukkan simbol kebebasan dari segala macam aturan dan norma ke-Timur-an yang serba mengikat. Mereka mencoba melepaskan diri dari suatu bentuk kemapanan, identitas sosial. Mereka ingin menampilkan sesuatu yang baru dan lain yang diyakini sebagai gaya hidup/life style.
Berdasarkan pandangan Kekristenan, Homoseksualitas adalah salah satu dari banyak kemungkinan dosa-dosa yang dapat menguasai manusia. 1 Korintus 6:9 memproklamasikan bahwa para pelaku homoseksual tidak akan masuk kedalam kerajaan Tuhan. Homoseksualitas bukanlah dosa yang lebih besar daripada dosa-dosa lainnya. Semua dosa adalah kejahatan dimata Tuhan. Homoseksualitas salah satu dari banyak dosa yang terdaftar dalam I Korintus 6:9-10 yang mengakibatkan seseorang terpisah dari kerajaan Tuhan. Pengampunan Tuhan juga tersedia bagi homoseksual sebagaimana kepada penzinah, penyembah berhala, pembunuh, pencuri, dan sebagainya. Tuhan juga menjanjikan kekuatan untuk kemenangan atas dosa, termasuk homoseksualitas, bagi semua orang yang percaya kepada Yesus Kristus untuk keselamatan mereka ( IKorintus 6:11 ; 2 Korintus 5:17).
(1)
77
batasannya. Melalui hal ini Queer mengisyaratkan bahwa sesungguhnya kaum lesbian di jemaat mengalami perlakuan tidak adil dibanding kaum heteroseksual pada umumnya.
Karakter kehidupan seorang lesbian sebenarnya sama seperti aktor dalam memerankan sebuah film, dimana dalam keseharian seorang aktor sesungguhnya berbeda dengan apa yang diperankannya. Namun, tidak sering akibat peranan yang dilakoninya aktor tersebut mendapat pendiskriminasian dari masyarakat luas. Jemaat atau masyarakat dalam hal ini seharusnya melihat mereka lebih jelas dari dekat dan kemudian berhenti mendiskriminasi mereka. Stigma atau pandangan jemaat terhadap mereka inilah yang perlu di ubah. Perubahan tersebut melibatkan studi jender untuk membuka pemikiran yang baru. Jender adalah istilah yang merujuk pada seperangkat karakteristik yang dipandang manusia sebagai hal yang membedakan antara lelaki dan wanita, dari hal biologis seperti jenis kelamin sampai dengan peran sosial dan identitas gender. Jemaat seharusnya mampu mengaplikasikan pemahaman studi jender terhadap kaum lesbian.
4.3 Refleksi Teologis
Pada bagian ini, peneliti akan memaparkan sebuah refleksi dari penyimpangan sekusal / orientasi sesksual yang berbeda tersebut yang terjadi pada perempuan. Lesbian, adalah merupakan orientasi seksual yang berbeda yang terjadi pada perempuan. Penyimpangan ini membuat mereka menjadi kaum minoritas atau kaum yang dipinggirkan dari kehidupan heteroseksual.
Kehidupan manusia sesungguhnya telah di kodratkan untuk hidup berpasangan satu dengan yang lain. Namun, pada kenyataannya ada suatu orientasi seksual yang berbeda sehingga seorang merasa lebih nyaman dengan sesama jenisnya. Orientasi seksual yang berbeda ini terjadi pada laki-laki dan perempuan. Orientasi seksual yang berbeda ini disebut dengan homoseksual.
(2)
78
Menurut pendapat seorang pendeta yang peneliti wawancarai, yakni Pdt. J.Sualang mengatakan bahwa Alkitab sesungguhnya menyatakan kepada kita agar hidup dalam perdamaian dengan semua orang. Sebagai orang-orang Kristen kita dapat melakukannya dengan semua orang, termasuk dengan mereka yang homoseksual. Seperti yang kita ketahui beberapa mereka yang mengklaim sebagai orang-orang Kristen yang mengajak untuk membenci dan berlaku kasar terhadap mereka yang homoseksual, dan juga berpijak pada posisi menentang mereka yang menganjurkan hal demikian, dengan kata lain orang Kristen tidak boleh melakukan pelecehan dan bersikap kasar terhadap mereka yang homoseksual.
Alkitab dengan jelas mengecam perilaku homoseksualitas sebagai dosa dan orang-orang Kristen yang mengikuti semua firman Tuhan dengan serius harus juga mengecam perilaku ini sebagai dosa. Melalui ayat – ayat dalam Alkitab misalnya, Imamat 18:22; “Janganlah engkau tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan perempuan, karena itu suatu kekejian.”, dan juga beberapa ayat dalam Alkitab yang lain misalnya Imamat 20:13 yang mengungkapkan bahwa bila ada persetubuhan sesama jenis akan di hukum mati;
“Bila seorang laki-laki tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan perempuan, jadi keduanya melakukan suatu kekejian, pastilah mereka dihukum mati dan darah mereka tertimpa kepada mereka sendiri”.
Dalam I Korintus 6 :9-10 mengungkapkan bahwa orang yang dianggap banci atau penyuka sesama jenis tidak akan mendapat tempat dalam kerajaan Allah;
“...Atau tidak tahukah kamu, bahwa orang-orang yang tidak adil tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah? Janganlah sesat! Orang cabul, penyembah berhala, orang berzinah, banci, orang pemburit,pencuri, orang kikir, pemabuk, pemfitnah dan penipu tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah.”
Juga dalam Roma 1:26-28 yang menegaskan bahwa persetubuhan sesama jenis merupakan sebuah kesesatan yang membuat Allah murka hingga mengutuk mereka yang melakukan hal itu;
(3)
79
“Karena itu Allah menyerahkan mereka kepada hawa nafsu yang memalukan, sebab isteri-isteri mereka menggantikan persetubuhan yang wajar dengan yang tak wajar.Demikian juga suami-suami meninggalkan persetubuhan yang wajar dengan isteri mereka dan menyala-nyala dalam berahi mereka seorang terhadap yang lain, sehingga mereka melakukan kemesuman, laki-laki dengan laki-laki, dan karena itu mereka menerima dalam diri mereka balasan yang setimpal untuk kesesatan mereka.Dan karena mereka tidak merasa perlu untuk mengakui Allah, maka Allah menyerahkan mereka kepada pikiran-pikiran yang terkutuk, sehingga mereka melakukan apa yang tidak pantas”
Dari pernyataan-pernyataan dalam ayat Alkitab di atas, yang sangat jelas menentang homoseksualitas, sangat sulit melihat bahwa Alkitab mendukung adanya homoseksualitas. Kebenarannya adalah Tuhan menciptakan laki – laki dan perempuan, bukan laki-laki dan laki-laki, atau wanita dengan wanita. Namun, dalam Alkitab penyimpangan ini adalah dosa.
Seorang yang diketahui homoseksual tidak berarti kita tidak dapat mengasihinya atau berdoa baginya. Lesbian adalah sebuah dosa yang sama dengan dosa lainnya, yang hanya dapat diatasi dengan satu jalan yakni pertobatan. Dosa itu harus diletakan pada salib dan bertobat. Orang-orang Kristen harus berdoa bagi keselamatan homoseksual seperti halnya berdoa bagi orang lainnya yang terlibat dalam sebuah dosa. Mereka harus memperlakukan kelompok homoseksual dengan sikap hormat yang sama sebagaimana terhadap orang lainnya karena suka atau tidak, mereka diciptakan dalam citra Tuhan. Akan tetapi ini tidak berarti bahwa orang-orang Kristen harus menyetujui perbuatan dosa mereka.
Homoseksualitas pada perempuan maupun pada laki-laki tidak pernah disebutkan dalam Alkitab sebagai perilaku yang dapat diterima, bilamana perilaku ini dijalankan oleh individu-individu yang memiliki hubungan saling mencintai satu sama lain. Homoseksualitas selalu dikecam. Tindakan-tindakan homoseksualitas bukanlah perilaku alamiah dan mereka melawan ketetapan ciptaan Tuhan.
Dalam Perjanjian Lama dikatakan bahwa manusia diciptakan didunia ini bepasang-pasangan (Kej 1:27) yang kemudian Tuhan memerintahkan manusia untuk beranak cucu dan memenuhi bumi (Ay.28). Secara seksual, manusia tidak akan mungkin menghasilkan
(4)
80
keturunan jika tidak berhubungan dengan lawan jenisnya. Oleh karena itu penulis menganggap bahwa kaum lesbian adalah kaum yang menentang perintah dan ketetapan dari Tuhan.
Banyak alasan bagi kaum lesbian untuk menutupi latar belakang mereka sebagai seorang homoseksual. Misalnya dengan mengatakan bahwa orientasi seksual mereka yang berbeda sudah ada sejak lahir, namun sesungguhnya sebagian besar dari kaum lesbian ini adalah hasil dari ketidak-adilan jender secara psikologis, misalnya karena kurangnya keharmonisasian dalam keluarga, atau kurangnya kasih dan perhatian dari orang tua terhadap anaknya, dan bahkan mungkin karena kekerasan seksual di masa lalu yang pernah dialami.
Perlakuan homokseksual untuk pertama kalinya dalam Alkitab dapat kita baca dalam Kejadian 18:20 yang mengatakan; “Sesudah itu berfirmanlah TUHAN: "Sesungguhnya banyak keluh kesah orang tentang Sodom dan Gomora dan sesungguhnya sangat berat dosanya.” Demikian juga dalam Kejadian 19:24-25 mengatakan;
“Kemudian TUHAN menurunkan hujan belerang dan api atas Sodom dan Gomora, berasal dari TUHAN, dari langit; dan ditunggangbalikkan-Nyalah kota-kota itu dan Lembah Yordan dan semua penduduk kota-kota serta tumbuh-tumbuhan di tanah.”
Asal mula penyimpangan naluri bersadarkan perspektif firman Tuhan, tersirat dalam Kejadian 8:21 yang mengatakan; “Aku takkan mengutuk bumi ini lagi karena manusia, sekalipun yang ditimbulkan hatinya adalah jahat dari sejak kecilnya”. Kalimat “jahat dari sejak kecil” hendak menggambarkan bahwa kecenderungan hati manusia adalah menyimpang dari jalan & kehendak Tuhan. Hal itu sinkron dengan penjelasan dari kitab Roma yang mengatakan bahwa semua orang telah berbuat dosa (Roma 3:23). Dapat disimpulkan bahwa penyebab utama penyimpangan orientasi seksual adalah keberdosaan manusia. Hal itu yang kemudian mempengaruhi segala aspek pemicu baik psikologis dan sosial.
Penyimpangan ini dapat berubah atau dipulihkan, namun itu semua berakar dari diri seorang lesbian itu sendiri ingin berubah atau tidak. Dengan adanya pendampingan yang
(5)
81
intens bagi mereka, maka besar kemungkinan bagi mereka untuk dapat dipulihkan. Kaum minoritas ini tidak dapat disalahkan, mereka hadir dengan berbagai latar belakangnya masing-masing, yang perlu disalahkan dalam hal ini adalah sikap penolakan kaum heteroseksual terhadap keberadaan mereka.
Menurut peneliti, meskipun Alkitab secara lantang mengatakan bahwa perilaku mereka adalah dosa, namun kita manusia tetaplah harus hidup dalam kasih, terutama pada kaum yang terpinggirkan ini dengan tidak menjauhi mereka melainkan membantu mereka mengubah cara pandang kehidupan mereka. Membantu mereka memang tidaklah mudah, membutuhkan usaha yang besar, karena mengubah kebiasaan seseorang adalah sesuatu hal yang sukar. Sedikit orang yang menyukai akan perubahan. Karena lebih mudah bagi seorang untuk tetap berada pada sesuatu yang sudah kita kenal meskipun menyakitkan, dari pada memasuki suatu perubahan tanpa adanya kepastian. Perubahan membutuhkan kesabaran seperti menanam benih jagung. Untuk menanam benih jagung dibutuhkan kesabaran serta usaha untuk menyiraminya, mengolah tanahnya, mencabut gulma-gulma, dan merawat tanaman itu. Apabila tiba saatnya, seorang pemenang akan memetik hasilnya. Demikian juga dengan kita, jika kita dengan kesabaran dan usaha untuk mengubah seorang homoseksual, maka akan tiba saatnya bagi kita untuk berhasil.
4.4 Kesimpulan
Pada kenyataannya beberapa dari masyarakat ada yang sudah menerima keberadaan mereka, tetapi pada umumnya masyarakat masih belum bisa menerima keberadaan komunitas tersebut. Di Indonesia pada umumnya dan di Manado pada khususnya, masih banyak yang menganggap kaum homoseksual khususnya lesbian itu sebagai penyimpangan seksual
sterotype negative terhadap homoseksual, hal ini disebut homophobia. Munculnya eksistensi
(6)
82
yang terpinggirkan dengan kondisi masyarakat saat ini. Komunitas ini sebagai simbol perlawanan dan eksistensi mereka dalam menunjukkan simbol kebebasan dari segala macam aturan dan norma ke-Timur-an yang serba mengikat. Mereka mencoba melepaskan diri dari suatu bentuk kemapanan, identitas sosial. Mereka ingin menampilkan sesuatu yang baru dan lain yang diyakini sebagai gaya hidup/life style.
Berdasarkan pandangan Kekristenan, Homoseksualitas adalah salah satu dari banyak kemungkinan dosa-dosa yang dapat menguasai manusia. 1 Korintus 6:9 memproklamasikan bahwa para pelaku homoseksual tidak akan masuk kedalam kerajaan Tuhan. Homoseksualitas bukanlah dosa yang lebih besar daripada dosa-dosa lainnya. Semua dosa adalah kejahatan dimata Tuhan. Homoseksualitas salah satu dari banyak dosa yang terdaftar dalam I Korintus 6:9-10 yang mengakibatkan seseorang terpisah dari kerajaan Tuhan. Pengampunan Tuhan juga tersedia bagi homoseksual sebagaimana kepada penzinah, penyembah berhala, pembunuh, pencuri, dan sebagainya. Tuhan juga menjanjikan kekuatan untuk kemenangan atas dosa, termasuk homoseksualitas, bagi semua orang yang percaya kepada Yesus Kristus untuk keselamatan mereka ( IKorintus 6:11 ; 2 Korintus 5:17).