Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pariwisata bagi Masyarakat Lokal D 902009101 BAB IX

Pariwisata Bagi Masyarakat Lokal 

Bab 9
Kesimpulan
Sambutan masyarakat sangat positif terhadap kehadiran
pariwisata di Bunaken, Kimabajo, dan Tangkoko. Kehadiran
pariwisata mempunyai dampak langsung terhadap pemenuhan
kebutuhan ekonomi sehari-hari (livelihood) masyarakat. Sebagian
besar masyarakat yang ada di tiga lokasi ini pada awalnya hanya
mengandalkan pendapatan mereka dari kegiatan bertani dan
nelayan namun kehadiran pariwisata telah memberi kesempatan
mendapatkan sumber pendapatan alternatif bagi rumah tangga
mereka. Masyarakat lokal mempunyai kesadaran baru dengan
merubah rumah tempat tinggal menjadi homestay. Ada juga yang
membangun penginapan (lodge) sederhana atau membuka usaha
menjual kebutuhan sehari-hari, hasil penangkapan laut, kerajinan
tangan, pulsa, internet, sablon T-shirt, kartu pos, dan bekerja di
resort. Peranan LSM sangat besar memberdayakan masyarakat
dalaam memanfaatkan peluang ekonomi tersebut. Harus diakui
pengembangan wisata telah merubah perilaku sosial ekonomi
masyarakat lokal yang sebelumnya pasif menjadi lebih aktif yaitu

adanya gairah untuk berusaha.
Keterlibatan masing-masing anggota rumah tangga dalam
kegiatan pariwisata dapat dilihat sebagai upaya dari rumah tangga
memaksimalkan pendapatan rumah tangga (Becker,1965) dan
pengamanan ekonomi rumah tangga dikala krisis (Mandel,1968).
Pariwisata telah membuka peluang ekonomi baru bagi masyarakat
sekitar baik langsung sebagai pekerja maupun sebagai pengusaha.
Masyarakat bukan saja berpartisipasi dalam kegiatan pariwisata
bahkan ada yang rela menjual kebunnya untuk pembangunan
resort, atau memindahkan jalan desa karena jalan desa yang lama
akan dibangun resort. Pengorbanan masyarakat tersebut karena
211 
 

Pariwisata Bagi Masyarakat Lokal 

mereka berharap pengembangan pariwisata akan memperbaiki
nasib dan keturunan mereka. Lebih lanjut kehadiran pariwisata
juga membuka pergeseran status sosial masyarakat yang tadinya
petani kemudian menjadi pegawai.

Walaupun kehadiran dari sejumlah obyek wisata telah
menarik penduduk lokal masuk dalam pasar kerja dan dunia usaha
namun kita tidak dapat berharap adanya perubahan ekonomi
secara drastis bagi masyarakat lokal. Hal ini karena pariwisata
Sulawesi Utara memang berbasis pada natural resources sehingga
perubahan ekonomi masyarakat lokal tidak dapat diharapkan
harus berkembang dengan cepat. Pengalaman pariwisata Bali dan
Jogyakarta sedikit berbeda. Budaya Bali dan Jawa yang unik telah
menyebabkan berkembangnya mass tourism yang lebih cepat
berdampak pada perekonomian masyarakat.
Secara umum mereka memang telah menerima kehadiran
pariwisata, namun ada juga kelompok masyarakat yang merasa
tidak memperoleh manfaat dari pengembangan pariwisata. Para
pekerja resort di Bunaken merasa penghasilan yang mereka
peroleh tidak sebanding dengan waktu yang mereka curahkan
bagi tugas pekerjaan mereka. Ada perasaan mereka dieksploiatsi
pengusaha tapi mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Namun di lain
pihak ada gejala masyarakat berkompromi dengan pemilik modal
walaupun tuntutan pemilik modal sudah menyentuh hal-hal yang
sensitif. Hal ini terjadi di Kimabajo karena sumber livelihood

mereka sangat tergantung dari usaha yang berkembang di sana.
Memang livelihood menjadi suatu pokok bahasan yang
menarik ketika akan dikaitkan dengan pengembangan pariwisata.
Ketika livelihood dari suatu masyarakat sangat tergantung pada
pemilik modal maka mereka akan kompromi karena tidak ingin
sumber penghasilan mereka terancam. Keadaan ini tidak terjadi
jika masyarakat mempunyai sumber pendapatan dari sektor lain
yang juga menjanjikan sehingga posisi masyarakat akan semakin
212 
 

Pariwisata Bagi Masyarakat Lokal 

kuat. Livelihood dilihat sebagai strategi masyarakat miskin untuk
memenuhi berbagai kebutuhan pokok mereka. Dalam perspektif
ini masyarakat miskin bukanlah orang yang tidak mempunyai
kemampuan menolong diri sendiri, tapi mereka adalah makhluk
yang secara aktif berusaha keluar dari situasi kemiskinan yang
melanda mereka. Perspektif ini berbeda dengan pandangan elitis
yang melihat orang miskin adalah masyarakat yang harus ditolong

karena jika dibiarkan mereka akan punah (Acril Prasetyo, 2009).
Konflik yang ada dalam pengembangan pariwisata tidak
dapat dihindari (Ashley,2003). Selain pada aras kemasyarakatan,
konflik dapat berlangsung pada aras kebijakan. Kawasan Bunaken
misalnya, masuk dalam pengawasan departemen kehutanan di
Jakarta, sehingga segala kebijakan yang berhubungan dengan
Bunaken ditentukan oleh Jakarta, namun pemerintah daerah Kota
Manado, yang datang dengan semangat otonomi daerah, akhirnya
mengijinkan pembangunan resort yang tentunya bertentangan
dengan kebijakan pemerintah pusat di Jakarta. Konflik juga terjadi
antara masyarakat dengan pengusaha. Masuknya pemodal besar
dari Manado mematikan usaha masyarakat lokal. Konflik antara
pengusaha lokal dengan pedagang ikan dari luar yang mengisi
kebutuhan ikan untuk resort. Konflik juga terjadi antara nelayan
lokal yang menyewakan perahunya untuk ke Bunaken dengan
pihak resort yang menyediakan perahu dan peralatan yang baru
dan lebih lengkap.
Kehadiran pariwisata telah mengubah perilaku masyarakat
lokal yang lebih peduli terhadap alam. Pada masa awal sebelum
kawasan Bunaken dan sekitarnya berkembang menjadi kawasan

pariwisata, masyarakat tidak peduli terhadap kerusakan alam.
Daerah ini didiami masyarakat yang kegiatan ekonomi utamanya
sebagai nelayan yang pekerjaannya sudah terbiasa menyelam dan
membom ikan, mengambil terumbu karang, dan pengumpul ikan
hias. Setelah pariwisata berkembang sebagian dari mereka sudah
menjadi guide, pemilik perahu katamarang yang disewakan pada
213 
 

Pariwisata Bagi Masyarakat Lokal 

turis, dan penyedia homestay bagi pariwisata. Perubahan perilaku
ini sangat baik bagi pelestarian lingkungan dan ekologi laut.
Masyarakat juga ikut dalam kegiatan konservasi seperti
membersihkan pantai dan pemeliharaan fauna dan flora di lokasi
konservasi yang menjadi objek wisata. Masyarakat terlibat juga
dalam penanaman mangrove, dan pengaturan pintu air disaat
pasang surut, membangun jalan setapak di lingkungan pesisir
untuk member kemungkinan turis bersosialisai bersama dengan
masyarakat sekitar. Partisipasi masyarakat memelihara lingkungan

adalah gambaran dari spontanitas masyarakat sendiri dan bukan
karena adanya himbauan penguasa lokal. Munculnya kesadaran
masyarakat untuk menjaga lingkungan karena penduduk sadar
lingkungan yang lestari mendorong pariwisata di tempat mereka.
Ketika pariwisata berkembang, ekonomi di komunitas tersebut
akan bergairah kembali.
Masyarakat menyerah ketika berhadapan dengan sampah
kiriman dari Kota Manado. Ini merupakan masalah serius karena
sampah itu bukan saja mengancam pantai tapi sudah mengancam
tempat penyelaman Bunaken. Sebenarnya masalah sampah ini
harus menjadi urusan pemerintah tapi tampaknya pemerintah
belum mau berbuat apa-apa karena masih bingung mencari solusi.
Namun hal ini tidak mungkin dibiarkan terus berlarut karena
tingkat polusinya semakin tinggi. Jika sampah ini dibiarkan suatu
ketika obyek wisata selam Bunaken akan ditinggalkan wisatawan
karena sudah tidak menarik lagi.

Kebijakan
Kebijakan yang dibuat pemerintah lebih fokus pada upaya
konservasi dan mengabaikan peran masyarakat lokal. Pemerintah

Provinsi dan Pemerintah pusat membuat program pengembangan
wilayah-wialyah pesisir dan peningkatan konservasi oleh Balai
Taman Nasional Bunaken. Pemerintah telah membuat berbagai
program konservasi tapi kurang melibatkan penduduk lokal. Hal
214 
 

Pariwisata Bagi Masyarakat Lokal 

inilah yang meyebabkan sikap penduduk sedikit kritis dengan
pemerintah. Kebijakan konservasi seperti ini hanya berlangsung
jangka pendek selama dana masih tersedia, namun dalam jangka
panjang masih menjadi tanda tanya. Tapi jika masyarakat sudah
dilibatkan dalam konservasi sejak awal, mereka akan menjaga
lingkungan karena berkaitan dengan masa depan mereka
Kebijakan pariwisata dalam era otonomi daerah sering
tidak seiring dengan keinginan masyarakat. Ketika Pemerintah
Daerah Kota Manado mendesak mengurus Bunaken mereka
membuat kebijakan memberikan ijin pembangunan resort di
kawasan konservasi yang harus dilindungi. Suatu kebijakan yang

dahulu sama sekali dihindari demi pelestarian Bunaken. Kebijakan
ini menuai konflik dengan masyarakat Bunaken. Keputusan
Pemerintah Kota ini melukai hati rakyat Bunaken karena mereka
merasa sudah lama mengikuti anjuran Pemerintah, sekarang
dengan datangnya investor, hanya investor yang diuntungkan di
sana. Masyarakat merasa tidak ada keberpihakan Pemerintah
kepada mereka. Pemerintah Kota Manado hanya menambang
biaya izin di Bunaken, tanpa ada upaya memberikan proyek untuk
pengembangan masyarakat di kawasan Bunaken.
Kebijakan pemerintah dalam rangka pemberdayaan belum
menyentuh masyarakat lokal. Contoh yang menarik adalah
Bunaken dan sekitarnya. daerah ini berkembang tanpa kebijakan
yang signifikan dari pemerintah daerah. Dengan kata lain,
Bunaken berkembang atas kekuatan masyarakat sendiri. Dalam
hal kebijakan Pemerintah untuk pengembangan pariwisata harus
diakui bahwa Pemerintah lokal belum melakukan usaha-usaha
pengembangan infrastruktur pada destinasi pariwisata seperti
Bunaken. Padahal daerah ini sangat membutuhkan pembangunan
dermaga dan terminal pemberangkatan wisatawan yang ada di
sekitar pelabuhan Manado.


215 
 

Pariwisata Bagi Masyarakat Lokal 

Dalam hal pembangunan sektor pariwisata, pemerintah
seharusnya menyediakan infrastruktur dasar. Pariwisata sendiri
tidak mungkin berkembang jika infrastruktur belum siap. Karena
dana terbatas pemerintah lebih banyak membangun infrastruktur
jalan di Kimabajo dan Tangkoko. Untuk Bunaken pemerintah
sudah membangun pelabuhan pendaratan dahulu, namun salah
satu kendala pengembangan pariwisata adalah pengadaan listrik.
Dalam hal ini perlu kebijakan yang lebih sungguh-sungguh untuk
pengadaan listrik, walaupun sebagian tahun ini juga sudah mulai
diberikan listrik tenaga surya sebagai bentuk tanggung jawab
pengembangan masyarakat (Community Social Responsibility)
dari PT PLN.
Modal sosial berperan besar dalam pengembangan
pariwisata di Sulawesi Utara. Masyarakat yang mempunyai ikatan

sosial yang kuat bekerja sama melakukan pelestarian lingkungan.
Selain itu modal sosial yang kuat membuat masyarakat mampu
menghadang pekerja dari luar. Dalam sebuah komunitas yang
masih menjujung tinggi kekerabatan, dicurigai mereka akan saling
membantu satu dengan yang lain. Oleh karena itu masalah yang
dihadapi oleh seorang anggota masyarakat merupakan masalah
bersama. Pengembangan kegiatan pariwisata tidak dilihat hanya
menguntungkan bagi para individu tapi juga masyarakat secara
menyeluruh. Inilah yang menjadi modal dasar mereka secara
bersama menjaga lingkungan mereka, dan menjaga ketenangan
wisatawan. Solidaritas sosial adalah kata kunci dalam hal ini.
Manfaat langsung yang dirasakan adalah berkembangnya
solidaritas sosial dalam komunitas masyarakat lokal. Meskipun
pengusaha pengembang wisata berhasil membangun hubungan
sosial yang baik dengan masyarakat lokal, namun karena
pengusaha wisata biasanya pendatang tetap memandang mereka
sebagai orang luar. Dalam relasi sosial sehari- hari masyarakat
lokal membedakan orang dalam dan orang luar (in and out group
216 
 


Pariwisata Bagi Masyarakat Lokal 

feeling). Perasaan orang dalam dan orang luar sampai pada aras
tertentu dapat dimengerti sebagai klaim atas hak sebagai orang
lokal. Ketika pariwisata berkembang dan masyarakat menjadi
penonton dan bahkan tersingkir, maka mereka akan memaknai ini
sebagai perampokan atas hak masyarakat lokal. Situasi seperti ini
yang kemudian memicu konflik di antara masyarakat dengan
pengusaha. Oleh karena itu pemerintah perlu membuat kebijakan
yang bisa menjamin hak masyarakat lokal berpartisipasi dalam
kegiatan pariwisata.
Di sini akan muncul masalah pengembangan kapasitas
masyarakat lokal agar turut berpartisipasi dalam pengembangan
pariwisata. Penelitian ini menujukan bahwa ada masalah dengan
kapasitas masyarakat untuk berpartisipasi. Hal ini yang membuat
pengusaha mendatangkan pekerja dari luar karena ketrampilan
yang dibutuhkan mereka belum dapat disiapkan masyarakat lokal.
Masyarakat masih mau mentolerir pekerja luar sepanjang tidak
bisa dipenuhi masyarakat lokal. Saya menyebutnya kondisi ini
sebagai akomodasi sosial. Akomodasi sosial adalah suatu situasi
mentolerir kehadiran orang luar dalam kehidupan masyarakat
lokal.
Konsep akomodasi sosial dapat menjelaskan hubungan
masyarakat lokal dan para pengusaha pengembang. Pengusaha
pengembang adalah orang luaran yang datang ke wilayah
masyarakat lokal untuk membangun dan hidup secara layak
bersama penduduk. Dalam hal ini penduduk mengharapkan
kehadiran pengusaha pengembang membawa berkah untuk
mereka. Dengan kata lain, hadirnya pengembang wisata di
wilayah tertentu akan diakomodir sejauh membawa perubahan
ekonomi bagi masyarakat di sekitar. Jika tidak ada manfaat
kehadiran pengusaha luar maka situasi ini akan bersifat konflik
laten (latent conflict). Adanya kenyataan bahwa para wanita,
anak-anak atau pemuda-pemudi setempat dapat diperkerjakan di
lokasi wisata dan muncul usaha warung kecil-kecilan semua itu
217 
 

Pariwisata Bagi Masyarakat Lokal 

dapat dipandang sebagai media meredam kemungkinan adanya
konflik, bersamaan dengan perasaan out group feeling. Pada
tataran ini in and out group feeling masih dapat diterima dan tidak
memunculkan konflik terbuka.
Belajar dari studi ini penulis lalu berpendapat bahwa
pariwisata akan menjadi sebuah industri yang berkelanjutan,
humanistik, ekologis sepanjang masyarakat diberdayakan secara
sosial dan ekonomi. Pemberdayaan masyarakat merupakan kunci
dari mata-rantai kegiatan pariwisata. Terutama jika kita ingin
membangun pariwisata yang berbasis sosial. Elemen kebijakan dan
peraturan yang jelas merupakan komponen supra struktur
pariwisata yang esensil. Pariwisata hanya berfungsi jika komponen
yang substansif seperti program pelestarian sumber daya alam dan
lingkungan objek wisata digarap dengan baik bersama komponen
masyarakat.
Pemberdayaan yang dilakukan dalam rangka membuat
orang lokal menjadi tuan di rumah sendiri. Dalam banyak kasus
masyarakat lokal bisa menjadi asing di tempat mereka karena
mereka hanya menjadi penonton kegiatan pariwisata yang ada di
sana. Ketika masyarakat lokal tergusur yang terjadi adalah mereka
masuk dalam belenggu kemiskinan. Hal ini sudah kita saksikan di
beberapa tempat di Indonesia. Ketika masyarakat tergusur dari
suatu tempat karena pariwisata, sebenarnya kita secara tidak
langsung menghancurkan salah satu elemen daya tarik pariwisata
itu sendiri.
Dari sini jelas pariwisata membutuhkan penduduk lokal
dan penduduk lokal membutuhkan pariwisata. Penduduk lokal
menjadi daya tarik wisatawan tapi pada saat yang sama kehadiran
wisatawan membawa dampak ekonomi kepada penduduk lokal.
Bali adalah kasus yang bisa menjadi suatu contoh pengembangan
pariwisata yang mengintegrasikan penduduk dalam kebijakan
pengembangan pariwisata itu sendiri. Penduduk dan wisatawan
218 
 

Pariwisata Bagi Masyarakat Lokal 

dapat hidup berdampingan dalam suatu hubungan yang saling
membutuhkan. Para wisatawan membutuhkan akomodasi murah
yang bisa disediakan penduduk dan pada saat yang sama pula
kehadiran wisatawan memberi pendapatan ekonomi kepada
penduduk.

Topik Penelitian Lanjutan
Penelitian ini berfokus kepada manfaat pengembangan
pariwisata terhadap masyarakat lokal yang tinggal di sekitar obyek
wisata. Masih berhubungan dengan masyarakat lokal adalah topik
tentang pekerja anak dalam pengembangan pariwisata. Selama ini
yang menjadi perhatian kita juga adalah keterlibatan perempuan
tapi kita belum tahu banyak tentang keterlibatan anak dan
perempuan dalam kegiatan pariwisata.
Topik lain yang adalah juga menarik adalah konflik yang
mungkin berkembang dalam masyarakat karena pengembangan
pariwisata. Dalam penelitian saya konflik yang muncul adalah
antara penduduk lokal dengan pengusaha, namun kita belum tahu
banyaknya konflik di dalam masyarakat sendiri.
Topik berikut yang menurut saya pula cukup baik adalah
transformasi sosial yang mungkin terjadi dengan pengembangan
pariwisata. Penelitian saya tentang kondisi penduduk lokal tidak
membahas sama sekali tentang transformasi sosial. Saya kira topik
ini akan menjadi menarik karena biasanya ada perubahan sosial
yang berlangsung dengan cepat di wilayah wisata karena kontak
antara masyarakat lokal dan wisatawan.
Topik terakhir yang juga menantang adalah bagaimana
mengidentifikasi sumberdaya lokal dalam pariwisata. Penelitian
saya belum menyentuh aspek ini dan saya berharap agar ada
peneliti yang tertarik untuk melihat lanjut bagaimana masyarakat
memanfaatkan berbagai sumber yang ada untuk melayani pasar
pariwisata yang berkembang di sana.

219 
 

Pariwisata Bagi Masyarakat Lokal 

Gambar 9.1
Taman Nasional Bunaken,Surga Warisan Dunia

Gambar 9.2
Peneliti dengan Macaca di Taman Wisata Tangkoko

220