Elemen Kurikulum Pendidikan Daerah Tertinggal - Lengkap dengan Administrasi Pembelajarannya | Guru Modern - Dokumen Pedia 10 PLK PERBATASAN

(1)

MODEL KURIKULUM

BAGI PESERTA DIDIK PENDIDIKAN DASAR

YANG TINGGAL

DI DAERAH PERBATASAN NEGARA

PUSAT KURIKULUM

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL


(2)

ABSTRAK

Indonesia memiliki wilayah perbatasan dengan banyak negara, baik perbatasan darat (kontinen) maupun laut (maritim). Batas darat wilayah Republik Indonesia berbatasan langsung dengan Malaysia, Papua Nugini (PNG), dan Timor Leste. Wilayah laut Indonesia berbatasan dengan 10 negara, yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Australia, Timor Leste, dan Papua Nugini (PNG). Secara umum kondisi sebagian besar wilayah perbatasan di Indonesia masih merupakan daerah tertinggal dengan sarana dan prasarana sosial dan ekonomi yang masih sangat terbatas. Kondisi pendidikan di wilayah perbatasan juga sangat memprihatinkan, selain sarana dan prasarana yang kurang juga tenaga pendidik yang tersedia sangat kurang. Hal ini diperparah lagi karena pada umumnya masyarakat yang tinggal di daerah perbatasan berada pada garis kemiskinan dan banyak yang berorientasi pada negara tetangga.

Berdasarkan pada Undang-Undang No. 20 tahun 2003 Pasal 32 ayat (2), Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009 dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2006, Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas mengembangkan model kurikulum layanan khusus bagi peserta didik di daerah perbatasan. Kegiatan ini bertujuan untuk memberdayakan peran serta stake holder di daerah perbatasan negara dalam peningkatkan mutu pendidikan dan mutu pembelajaran sesuai dengan standar mutu pendidikan nasional. Secara khusus kegiatan ini bertujuan untuk membantu sekolah yang berada di daerah perbatasan dalam menyusun dan mengembangkan kurikulumnya.

Model kurikulum ini dikembangkan dan diujicobakan di 3 (tiga) daerah perbatasan, yaitu di Kalimantan Timur (Kecamatan Sebatik, Kabupaten Nunukan), Kalimantan Barat (Kecematan Entikong, Kabupaten Sanggau) dan Nusa Tenggara Timur (Kecamatan Tasi Feto Timur, Kabupaten Belu). Unsur yang terlibat dalam penyusunan model ini adalah Direktorat Pendidikan Dasar, Pusat Penelitian, MABES Angkatan Darat, Kepala Sekolah dan Guru di daerah perbatasan. Pengembangan Konsep dilakukan di Pusat dan Pengembangan Model KTSP dilaksanakan di sekolah-sekolah model.

Untuk dapat menghasilan model kurikulum yang diinginkan, dalam penyusunan model kurikulum ini prosesur pelaksanaan kegiatannya dimulai dengan penyusunan desain, melakukan identifikasi lapangan, penyusunan draft model, penyusunan model, ujicoba model, analisis hasil ujicoba, perbaikan model, presentasi model, penyempurnaan model dan finalisasi model.

Dalam penyusunan model kurikulum bagi peserta didik yang tinggal di daerah perbatasan ini terdapat hal-hal yang bisa dijadikan temuan, diantaranya adalah semangat Kepala Sekolah dan guru untuk melaksanakan PBM sangat tinggi walaupun dengan kondisi yang serba terbatas. Terjadinya akulturasi budaya yang disinyalir dapat menurunkan rasa cinta tanah air dan menyempitnya wawasan kebangsaan masyarakat di daerah perbatasan. Model kurikulum bagi peserta didik yang tinggal di daerah perbatasan pendidikan dasar ini diharapkan dapat membantu para kepala sekolah dan guru dalam menyusunan kurikulumnya. Akan tetapi tentu saja model ini tidak serta merta bisa diterapkan di daerah perbatasan secara umum. Untuk itu perlu pengguna model ini agar menyesuaikan dengan kondisi dan situasi di daerah masing-masing.


(3)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

DAFTAR ISI... ii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Landasan Hukum... 3

C. Tujuan ………... 4

D. Ruang Lingkup... 5

BAB II PENGERTIAN DAN KARAKTERISTIK DAERAH PERBATASAN NEGARA ... 6

A. Pengertian ... 6

B. Karakteristik Daerah Perbatasan... 8

BAB III MODEL KURIKULUM LAYANAN KHUSUS PENDIDIKAN DASAR BAGI PESERTA DIDIK DI DAERAH PERBATASAN ... 14

A. Pendekatan Tematik ... 14

B. Pendekatan Pembelajaran ... 16

C. Muatan Lokal ... ... 16

D. Pengembangan Diri ... 16

E. Pembiasaaan ... 17

F. Ekstrakurikuler ... 17

G. Visi dan Misi ... 17

H. Pendidikan Kecakapan Hidup ... 17

I. Rambu-Rambu Penyusunan KTSP... 17

BAB IV PENUTUP... 22

DAFTAR PUSTAKA... 23

LAMPIRAN

1. Kurikulum SDN 1 Sebatik 2. Kurikulum SDN 01 Semanget


(4)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai sekitar 81.900 kilometer, memiliki wilayah perbatasan dengan banyak negara, baik perbatasan darat (kontinen) maupun laut (maritim). Batas darat wilayah Republik Indonesia berbatasan langsung dengan Malaysia, Papua Nugini (PNG), dan Timor Leste. Perbatasan darat Indonesia tersebar di 3 pulau, 4 provinsi, dan 15 kabupaten/kota yang masing-masing memiliki karakteristik perbatasan yang berbeda-beda. Demikian pula dengan negara tetangga perbatasan yang memiliki karakteristik berbeda, baik dari segi kondisi sosial, ekonomi, politik maupun budaya. Wilayah laut Indonesia berbatasan dengan 10 negara, yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Australia, Timor Leste, dan Papua Nugini (PNG). Pada umumnya, wilayah perbatasan laut berupa pulau-pulau terluar yang berjumlah 92 pulau, termasuk pulau-pulau kecil. Beberapa di antaranya masih perlu penataan dan pengelolaan secara lebih intensif karena masih mempunyai permasalahan dengan negara tetangga.

Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM-Nasional 2004--2009) telah menetapkan arah dan pengembangan wilayah perbatasan negara sebagai salah satu program prioritas pembangunan nasional. Pembangunan wilayah perbatasan memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan misi pembangunan nasional, terutama untuk menjamin keutuhan dan kedaulatan wilayah, mempertahankan keamanan nasional, serta meningkatkan kesejahteraan rakyat di wilayah perbatasan. Paradigma baru tentang pengembangan wilayah-wilayah perbatasan adalah dengan mengubah arah kebijakan pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi inward looking menjadi outward looking sehingga wilayah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga. Pendekatan pembangunan wilayah perbatasan negara menggunakan pendekatan kesejahteraan (prosperity approach) dengan tidak

meninggalkan pendekatan keamanan (security approach), sedangkan program

pengembangan wilayah perbatasan (RPJM Nasional 2004--2009) bertujuan (a) menjaga keutuhan wilayah NKRI melalui penetapan hak kedaulatan NKRI yang dijamin oleh hukum internasional; (b) meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat dengan menggali potensi ekonomi, sosial dan budaya, serta keuntungan lokasi geografis yang sangat strategis untuk berhubungan dengan negara tetangga.

Penanganan perbatasan selama ini memang belum dapat dilakukan secara optimal dan kurang terpadu, serta seringkali terjadi tarik-menarik kepentingan antarberbagai pihak, baik secara horizontal, sektoral maupun vertikal dan yang lebih memprihatinkan lagi keadaan masyarakat di sekitar daerah perbatasan negara yang lepas dari perhatian. Penanganan masalah daerah batas negara hanya menjadi domain pemerintah pusat, pemerintah daerah pun mengeluh karena merasa masyarakat perbatasan tidak mendapat perhatian. Mereka pun tidak mengetahui siapa yang bertanggung jawab dalam pembinaan masyarakat di perbatasan. Siapa yang harus menyediakan dan memelihara infrastruktur di daerah perbatasan, terutama daerah-daerah yang sulit dijangkau, bahkan mereka tidak tahu batas fisik negara mereka.


(5)

Kenyataan di lapangan ditemukan bahwa banyak kebijakan yang tidak saling mendukung dan/atau kurang sinkron satu sama lain. Dalam hal ini, masalah koordinasi yang kurang mantap dan terpadu menjadi sangat perlu untuk ditelaah lebih lanjut. Koordinasi dalam pengelolaan kawasan perbatasan seharusnya melibatkan banyak instansi, departemen/LPND), baik instansi terkait di tingkat pusat maupun antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Dengan adanya wilayah yang bersinggungan atau berbatasan langsung dengan negara-negara tetangga, tentu diperlukan kajian tersendiri karena adanya perbedaan karakteristik ekonomi, politik, keamanan, sosial, dan budaya. Untuk itu, pemerintah perlu lebih memperhatikan kebutuhan masyarakat yang tinggal di daerah perbatasan negara dalam segala bidang. Salah satu bidang yang memerlukan perhatian khusus adalah layanan pendidikan bagi peserta didik yang tinggal di daerah perbatasan. Untuk menangani pendidikan di wilayah perbatasan tentu tidak bisa hanya bergantung pada kebijakan pemerintah pusat. Pemerintah daerah juga mempunyai peranan penting untuk ikut memikirkannya melalui undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri, dan peraturan daerah. Salah satu produk hukum pemerintah pusat yang berkaitan dengan pendidikan adalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah berhak mengarahkan, membimbing, membantu, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun prinsip penyelenggaraan pendidikan, antara lain adalah

1) demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa;

2) satu-kesatuan sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna;

3) pemberian keteladanan, pembangunan kemauan, dan pengembangan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran;

4) pengembangan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat; dan

5) penyelenggaraan pendidikan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.

Secara lebih rinci di dalam UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 32 Ayat (2) tentang Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan bahwa pendidikan layanan khusus ialah pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi. Masyarakat terpencil yang dimaksud termasuk di dalamnya masyarakat yang tinggal di daerah perbatasan antarnegara. Di era otonomi dan desentralisasi, sistem pendidikan nasional dituntut untuk melakukan berbagai perubahan, penyesuaian, dan pembaruan dalam rangka mewujudkan pendidikan yang otonom dan demokratis yang memberikan perhatian pada keragaman dan mendorong partisipasi masyarakat tanpa kehilangan wawasan pendidikan.

Sejalan dengan peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan, berbagai program telah dicanangkan. Program-program tersebut bertujuan (a) meningkatkan ketersediaan jumlah pendidik dan tenaga kependidikan, buku-buku sumber yang mengacu pada KTSP, serta sarana prasarana pendukung proses kegiatan belajar mengajar terutama sarana transportasi dan informasi serta jaringan listrik yang memadai; (b) meningkatkan kualifikasi dan kompetensi; (c) meningkatkan kemampuan untuk melaksanakan


(6)

administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan dan pembelajaran pada satuan pendidikan; (d) membina dan mengembangkan karier; serta (e) meningkatkan kesejahteraan, penghargaan, dan perlindungan dalam rangka perluasan dan pemerataan akses, peningkatan mutu, relevansi dan daya saing, serta pengelolaan yang akuntabel.

B. Landasan Hukum

1. Undang-Undang Dasar 1945

a. Pasal 28B Ayat (1) menyatakan bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan mendapatkan manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya serta demi kesejahteraan umat manusia.

b. Pasal 31

Ayat (1) mengamanatkan bahwa setiap warga berhak mendapatkan pendidikan. Ayat (2) mengharuskan setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.

2. UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 5 tentang Sistem Pendidikan Nasional

a. Ayat (1) menyatakan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.

b. Ayat (3) menyatakan bahwa warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus.

3. UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 32 Ayat (2) tentang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa pendidikan layanan khusus ialah pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi. 4. Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

a. Pasal 1 menyebutkan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan

dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.

b. Pasal 48 menyatakan bahwa pemerintah wajib menyelenggarakan

pendidikan dasar minimal 9 tahun untuk semua anak.

c. Pasal 49 berbunyi negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan.

d. Pasal 53 Ayat (1) menyatakan bahwa pemerintah bertanggung jawab memberikan biaya pendidikan dan/atau bantuan cuma-cuma atau pelayanan khusus bagi anak dari keluarga kurang mampu, anak terlantar, dan anak yang bertempat tinggal di daerah terpencil.

e. Pasal 53 Ayat (2) berbunyi pertanggungjawaban pemerintah sebagaimana

dimaksud dalam Ayat (1) termasuk pula mendorong masyarakat untuk berperan aktif.

5. Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999--2004 Bab IV Butir G mengenai pengembangan dan pembangunan daerah perbatasan mengamanatkan “Meningkatkan pembangunan di seluruh daerah perbatasan terutama di kawasan Indonesia timur dan wilayah tertinggal lainnya yang berdasarkan pada prinsip desentralisasi dengan aturan daerah”.


(7)

a.Pasal 19 Ayat (1) menyatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, perkembangan fisik, dan psikologis peserta didik. b.Pasal 42 Ayat (1) menyatakan bahwa setiap satuan pendidikan wajib memiliki

sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.

7. UU 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen

a. Bab I Pasal 1 Ayat (1) menyebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

b. Bab II Pasal 2 Ayat (1) menyatakan bahwa guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

8. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22, 23, 24 Tahun 2006 tentang Standar Isi, Standar Kompetensi Lulusan, dan Standar Pelaksanaan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 24 Tahun 2006 tentang pelaksanaan standar isi dan standar kompetensi lulusan, salah satu tugas Pusat Kurikulum adalah mengembangkan dan mengujicobakan model kurikulum untuk pendidikan layanan khusus bagi kelompok masyarakat tertentu yang memiliki keterbatasan akses untuk memperoleh layanan pendidikan meskipun mereka tinggal di daerah tertentu, termasuk peserta didik yang tinggal di daerah perbatasan antarnegara.

Salah satu kelemahan dan kendala mutu pendidikan di perbatasan Negara Republik Indonesia adalah terjadinya kesenjangan, baik aspek infrastruktur, sosial maupun pendidikan. Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan tersebut, Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Depdiknas mencoba membantu sekolah untuk dapat menyusun kurikulumnya. Untuk itu dipandang perlu untuk disusun suatu model kurikulum bagi peserta didik yang tinggal di daerah perbatasan pendidikan dasar.

C. Tujuan

Secara umum pengembangan model kurikulum ini bertujuan memberdayakan peran serta stake holder di daerah perbatasan negara dalam peningkatkan mutu pendidikan dan mutu pembelajaran sesuai dengan standar mutu pendidikan nasional. Secara khusus kegiatan ini bertujuan

1. mengembangkan model-model kurikulum di tingkat pendidikan dasar untuk peserta didik yang tinggal di daerah perbatasan negara;

2. memecahkan masalah pembelajaran yang dihadapi dengan berbagi pengalaman dan belajar dari praktik model-model pembelajaran yang sudah diterapkan di sekolah percontohan;

3. menyusun model kurikulum untuk peserta didik pada jenjang pendidikan sekolah


(8)

4. meningkatkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan kompetensi guru-guru SD dalam mengelola KBM kelas melalui penerapan model-model inovasi pembelajaran.

D. Ruang Lingkup

Ruang lingkup kegiatan ini dibatasi pada persoalan bagaimana SD di perbatasan negara dapat menerapkan kurikulum yang sesuai dengan Permen No. 24 Tahun 2006 dan memiliki kurikulum yang baik dan mampu mengatasi ketertinggalan dari daerah lain. Adapun yang menjadi sasaran dalam kegiatan ini adalah kepala sekolah, guru di SD perbatasan negara, dan peserta didik di SD perbatasan negara.

Sekolah yang dijadikan model dalam penyusunan kurikulum ini berada di 3 (tiga) daerah perbatasan, yaitu di Kalimantan Timur (Kecamatan Sebatik, Kabupaten Nunukan), Kalimantan Barat (Kecematan Entikong, Kabupaten Sanggau) dan Nusa Tenggara Timur (Kecamatan Tasi Feto Timur, Kabupaten Belu). Unsur yang terlibat dalam penyusunan model ini adalah Direktorat Pendidikan Dasar, Pusat Penelitian, MABES Angkatan Darat, Kepala Sekolah dan Guru di daerah perbatasan..


(9)

BAB II

PENGERTIAN DAN KARAKTERISTIK PERBATASAN

A. Pengertian 1. Kurikulum

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Konsep yang diatur dalam kurikulum tidak bersifat kaku dan stagnan, melainkan suatu gagasan yang bersifat dinamis dan progresif, terutama dalam memenuhi kebutuhan perkembangan anak dalam berbagai aspek, kondisi perubahan sosio-antropologis, dalam ilmu pengetahuan, serta teknologi, khususnya dalam bidang ilmu pendidikan dan/atau pembelajaran. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. Pengembangan kurikulum secara diversifikasi dimaksudkan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan pada satuan pendidikan dengan kondisi dan kekhasan potensi yang ada di daerah. Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan

a. peningkatan iman dan takwa;

b. peningkatan akhlak mulia;

c. peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;

d. keragaman potensi daerah dan lingkungan;

e. tuntutan pembangunan daerah dan nasional;

f. tuntutan dunia kerja;

g. perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;

h. agama;

i. dinamika perkembangan global; serta

j. persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.

Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh pemerintah. Relevansi pengembangan kurikulum pendidikan dasar dan menengah disesuaikan dengan setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah.

2. Pendidikan Layanan Khusus

Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 32 Ayat (2) tentang Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan bahwa pendidikan layanan khusus ialah pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi. Masyarakat terpencil yang dimaksud di atas adalah termasuk di dalamnya masyarakat yang tinggal di daerah perbatasan antarnegara.


(10)

3. Pendidikan Dasar

Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengatakan bahwa

a. pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.

b. pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI)

atau yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs) atau yang sederajat.

c. ketentuan mengenai pendidikan dasar, seperti tercantum pada Ayat (1) dan Ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

4. Hakikat Daerah Perbatasan

Dalam Rencana Induk Pengelolaan Perbatasan Negara ini yang dimaksud dengan batas negara adalah sebagai berikut.

a. Perbatasan negara adalah wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berbatasan dengan negara lain dan batas-batas wilayahnya yang ditentukan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b. Pengelolaan perbatasan negara adalah kegiatan pelayanan, pemberdayaan, dan pembangunan terhadap wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang secara geografis berbatasan langsung dengan negara tetangga.

c. Batas laut teritorial (BLT) adalah kedaulatan suatu negara pantai yang meliputi ruang udara di atas laut teritorial serta dasar laut teritorial Indonesia.

d. Batas zona ekonomi eksklusif (ZEE) adalah suatu daerah di luar dan berdampingan dengan laut teritorial. Lebar ZEE tidak melebihi 200 mil laut dari garis pangkal. Sesuai dengan ketentuan yang terdapat di dalam ZEE, Indonesia mempunyai hak berdaulat atas eksplorasi dan eksploitasi pelestarian dan pengelolaan sumber daya alam (hayati dan nonhayati) di dasar, di bawah, dan di atas laut, serta kegiatan lain, seperti energi dari air, arus, dan angin.

e. Batas landas kontinen (BLK) adalah landas kontinen yang meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya dari daerah di bawah permukaan laut yang terletak di luar laut teritorial sepanjang kelanjutan alamiah wilayah daratan hingga pinggiran laut tepi kontinen atau hingga jarak 200 mil laut dari garis pangkal dalam hal pinggiran luar tepi kontinen tidak mencapai jarak tersebut. Garis batas luar kondisi kontinen pada dasar laut tidak melebihi 350 mil laut dari garis pangkal atau tidak melebihi 100 mil laut dari garis kedalaman (isobath) 2500 m, kecuali untuk elevasi dasar laut yang merupakan bagian alamiah tepian kontinen, seperti pelataran (plateau), tanjakan (rise), puncak (caps), ketinggian yang datar (banks), dan puncak gunung yang bulat (spurs).

f. Batas zona tambahan (BZT) adalah zona tambahan (configuous zone) dan tidak

melebihi 24 mil laut dari garis pangkal yang telah ditetapkan. Negara pantai dapat melaksanakan pengawasan yang diperlukan (wewenang terbatas) dalam zona tambahan untuk

1) mencegah pelanggaran peraturan perundang-undangan bea cukai, fiskal, dan imigrasi di dalam wilayah laut teritorial; dan

2) menghukum pelanggaran peraturan perundang-undangan bea cukai, fiskal, dan imigrasi yang dilakukan di dalam wilayah laut teritorial.


(11)

g. Batas zona perikanan khusus (Special Fisheries Zone/SFZ), adalah zona pemanfaatan perikanan yang ditentukan secara khusus oleh dua negara atau lebih berdasarkan perjanjian internasional. Berdasarkan perjanjian antara Indonesia dan Australia, Indonesia memperoleh zona perikanan khusus di Nusa Tenggara Timur, yaitu sekitar Pulau Pasir (Ashmore riff, Australia).

h. Pulau terluar adalah pulau yang terletak paling luar pada perairan yurisdiksi Republik Indonesia.

i. Zonasi wilayah pengembangan perbatasan adalah pembagian zona wilayah pengembangan berdasarkan tipologi wilayah pengembangan, yaitu wilayah perbatasan perekonomian maju, perekonomian menengah yang berorientasi pada Free Port Zone (FPZ) dan Free Trade Zone (FTZ).

j. Wilayah perbatasan adalah wilayah geografis yang berhadapan dengan negara tetangga, di mana penduduk yang bermukim di wilayah tersebut disatukan melalui hubungan sosio-ekonomi dan sosio-budaya dengan cakupan wilayah administratif tertentu setelah ada kesepakatan dengan negara yang berbatasan. k. IMS-GT (Indonesia Malaysia Singapora–Growth Triangle) adalah kerja sama

ekonomi yang terletak pada titik-titik yang bersinggungan secara langsung dengan tiga negara (three junction point), yaitu Republik Indonesia, Malaysia, dan Singapura.

l. IMT-GT (Indonesia Malaysia Thailand–Growth Triangle) adalah kerja sama ekonomi yang terletak pada titik-titik yang bersinggungan secara langsung dengan tiga negara (three junction point), yaitu Republik Indonesia, Malaysia, dan Thailand di laut Andaman.

m. Pos pemeriksaan lintas batas (PPLB) adalah pos untuk pemeriksaan CIQS (Custom, Immigration, Quarantine, and Security) bagi masyarakat yang berdomisili di perbatasan atau warga negara tetangga yang ingin melintas. n. Pos lintas batas (PLB) adalah area yang diperuntukan bagi penduduk yang

berdomisili di wilayah perbatasan atau warga negara tetangga yang ingin melintas atau hanya sekadar berkunjung.

o. Demarkasi adalah pembatasan satu negara dengan negara lain yang berbatasan dengan darat.

p. Delimitasi adalah pembatasan satu negara dengan negara lain yang berbatasan dengan laut.

B. Karakteristik Perbatasan

1. Karakteristik Perbatasan secara Umum

Jika dikaji lebih dalam, problematika yang dihadapi oleh hampir semua daerah yang berada di garis batas (border lines) memiliki 5 (lima) isu pokok yang selama ini dilontarkan (Kaseipo, 2002). Pertama, kurangnya infrastruktur yang sangat membatasi warga komunitas-komunitas daerah perbatasan berkomunikasi ke luar, begitu juga “tertutupnya” kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Kedua, kemiskinan (dalam skala nasional) banyak mewarnai kehidupan masyarakat perbatasan karena rendahnya sumber daya manusia dan program-program pembangunan yang dapat dilakukan di daerah-daerah perbatasan. Kebijakan yang terlalu sentralistis selama tiga dekade telah membuat ketidakberdayaan masyarakat, terutama mereka yang tinggal di daerah terpencil. Ketiga, dari sisi pemerintahan, kelemahan sistem pengawasan dan mental birokrat yang buruk telah ikut menumbuhkan praktik-praktik penyelundupan


(12)

(barang dan manusia) melalui pos-pos lintas batas. Keempat, terdapat kesenjangan sosial dan ekonomi antara penduduk perbatasan negara tetangga (seperti di Sarawak) dan masyarakat warga negara Indonesia (contoh di Entikong, Kalimantan Barat). Kelima, keterbatasan teknologi untuk pengelolaan sumber daya alam (hasil pertanian, hutan, dan pertambangan) sehingga nilai barang begitu rendah dan banyak potensi yang berada di daerah perbatasan dicuri oleh pengusaha negara tetangga, seperti kasus illegal logging di Kalimantan Barat (Haba, 2003).

Secara umum kondisi sebagian besar wilayah perbatasan di Indonesia masih merupakan daerah tertinggal dengan sarana dan prasarana sosial dan ekonomi yang masih sangat terbatas. Pandangan di masa lalu bahwa daerah perbatasan merupakan wilayah yang perlu diawasi secara ketat karena menjadi tempat persembunyian para pemberontak telah menjadikan paradigma pembangunan di daerah perbatasan lebih berorientasi pada keamanan daripada kesejahteraan. Sebagai wilayah perbatasan, beberapa daerah belum tersentuh oleh dinamika pembangunan sehingga pada umumnya masyarakatnya berada pada garis kemiskinan dan banyak yang berorientasi pada negara tetangga. Di lain pihak, salah satu negara tetangga, yaitu Malaysia telah membangun pusat-pusat pertumbuhan dan koridor perbatasan melalui berbagai kegiatan ekonomi dan perdagangan yang telah memberikan keuntungan, baik bagi pemerintah maupun masyarakatnya. Demikian juga Timor Leste, tidak tertutup kemungkinan di masa datang dalam waktu yang relatif singkat melalui pemanfaatan dukungan internasional, akan menjadi 3 negara yang berkembang pesat sehingga jika tidak diantisipasi Provinsi NTT yang berada di perbatasan dengan negara tersebut akan tetap tertinggal.

Dengan diberlakukannya perdagangan bebas, baik Asean maupun internasional serta kesepakatan dan kerja sama ekonomi, baik regional maupun bilateral, peluang ekonomi di beberapa wilayah perbatasan darat dan laut menjadi lebih terbuka dan perlu menjadi pertimbangan dalam upaya pengembangan wilayah tersebut. Kerja sama subregional, seperti AFTA (Asean Free Trade Area), IMS-GT (Indonesia Malaysia Singapora–Growth Triangle), IMT-GT (Indonesia Malaysia Thailand– Growth Triangle), BIMP-EAGA (Brunei, Indonesia, Malaysia, Philipina-East Asian Growth Area), dan AIDA (Australia Indonesia Development Area) perlu dimanfaatkan secara optimal sehingga memberikan keuntungan yang berimbang bagi kedua belah pihak. Untuk melaksanakan berbagai kerja sama ekonomi internasional dan subregional tersebut, Indonesia perlu menyiapkan berbagai kebijakan dan langkah serta program pembangunan yang menyeluruh dan terpadu sehingga Indonesia tidak akan tertinggal dari negara-negara tetangga yang menyebabkan sumber daya alam yang tersedia, terutama di wilayah perbatasan akan mengalir ke luar tanpa memberikan keuntungan bagi masyarakat dan pemerintah. Sarana dan prasarana ekonomi dan sosial yang dibutuhkan dalam rangka pelaksanaan kerja sama bilateral dan subregional perlu disiapkan. Penyediaan sarana dan prasarana tersebut tentu membutuhkan biaya yang sangat besar. Oleh karena itu, diperlukan penentuan prioritas, baik lokasi maupun waktu pelaksanaannya.

Kondisi perbatasan di Indonesia berbeda satu sama lainnya, baik dari segi wilayah perbatasan kontinen dan laut, maupun antarperbatasan di darat. Kondisi sosial, ekonomi, budaya, dan politis negara tetangga yang berbatasan pun berbeda. Di


(13)

beberapa negara kondisi sosial dan ekonominya ada yang lebih baik, sebagian relatif sama, dan sebagian lagi relatif lebih terbelakang sehingga dalam penanganannya masing-masing diperlukan kebijakan khusus dan strategis serta pendekatan yang berbeda. Namun demikian, terdapat kebijakan dasar (umum) sebagai payung dari seluruh kebijakan dan strategi yang berlaku secara nasional untuk seluruh wilayah perbatasan, baik darat maupun laut (pulau-pulau kecil terluar). Secara umum dalam pengembangan wilayah perbatasan diperlukan pola atau kerangka penanganan wilayah perbatasan yang menyeluruh (holistic) yang meliputi berbagai sektor dan kegiatan pembangunan serta koordinasi dan kerja sama yang efektif mulai dari pemerintah pusat sampai ke tingkat kabupaten/kota. Pola penanganan tersebut dapat dijabarkan melalui penyusunan kebijakan dari tingkat makro sampai ke tingkat mikro dan disusun berdasarkan proses yang partisipatif, baik secara horizontal di pusat maupun vertikal dengan pemerintah daerah, sedangkan jangkauan pelaksanaannya bersifat strategis sampai dengan operasional.

Berdasarkan misi yang diemban, kebijakan umum pengembangan wilayah perbatasan negara adalah sebagai berikut.

a. Penataan batas darat dan laut perbatasan negara dalam rangka menjaga dan mempertahankan kedaulatan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia Beberapa wilayah perbatasan masih memiliki permasalahan garis batas dengan negara tetangga yang hingga kini masih dalam proses pembahasan melalui beberapa perundingan bilateral. Di beberapa lokasi telah terjadi pergeseran pilar batas yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk kepentingan atau keuntungan kelompok tertentu sehingga merugikan negara. Penguasaan beberapa bagian wilayah NKRI oleh negara tetangga telah terjadi di beberapa wilayah perbatasan karena garis batas negara belum jelas dan tegas. Demikian pula kehilangan titik dasar (base point) di pulau tertentu yang disebabkan oleh kehilangan pulau tersebut, baik secara alamiah maupun oleh penambangan pasir ilegal dan tidak terkendali.

b. Pengembangan wilayah perbatasan dengan pendekatan kesejahteraan dan keamanan secara serasi dan bersamaan

Pembangunan wilayah perbatasan pada saat ini mulai berkembang dengan kondisi keamanan regional yang relatif stabil dan ancaman pemberontak yang relatif berkurang. Oleh karena itu, aspek sosial, ekonomi, dan budaya juga perlu dipertimbangkan, selain aspek keamanan, seperti yang berkembang di masing-masing wilayah dan kepentingan ekonomi secara nasional. Pada masa lampau pendekatan yang digunakan lebih menekankan pada aspek keamanan yang sesuai dengan kondisi dan paradigma yang digunakan pada saat itu. Namun, untuk saat ini beberapa negara tetangga telah mengembangkan wilayah perbatasannya sebagai pusat-pusat pertumbuhan ekonomi. Dengan pendekatan kesejahteraan yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menambah pendapatan negara perlu dijadikan landasan bagi penyusunan perencanaan berbagai kegiatan pembangunan.

c. Peningkatan pertahanan dan keamanan

Hal itu diperlukan untuk melakukan pengawasan yang efektif terhadap seluruh wilayah perbatasan, menangggulangi berbagai pelanggaran hukum yang terjadi di wilayah perbatasan, serta mengantisipasi berbagai ancaman dari luar. Meskipun peningkatan armada dan aparat sampai ke tingkat yang optimal sulit dilakukan oleh pemerintah pada saat ini, peningkatan kapasitas armada dan


(14)

aparat perlu terus diupayakan sampai mencapai tingkat yang memadai. Di samping peningkatan jumlah armada dan aparat hingga jumlah yang memadai belum optimal, peningkatan sarana dan prasarana khusus di perbatasan diperlukan untuk mengawasi arus keluar masuk, baik manusia maupun barang dari dan ke luar wilayah NKRI. Peningkatan jumlah aparat dan sarana prasarana harus diiringi pula dengan upaya penegakan hukum dengan tidak pandang bulu terhadap pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di wilayah perbatasan. Pembangunan pos-pos keamanan di sepanjang perbatasan dan patroli keamanan di wilayah perbatasan juga perlu ditingkatkan karena makin banyak pelanggaran yang terjadi berupa kegiatan ilegal di wilayah perbatasan.

d. Pemberian perhatian yang lebih besar pada wilayah perbatasan sebagai ”halaman depan” negara dan pintu gerbang internasional

Selama ini wilayah perbatasan lebih banyak dipandang sebagai wilayah “belakang” yang harus dijaga dari ancaman keamanan pemberontak, penyelundup, dan gerombolan lain yang dianggap sebagai pengacau keamanan. Oleh karena itu, perbatasan menjadi wilayah yang terlupakan, tertinggal dan terpencil, tempat bagi perdagangan ilegal, dan tidak tersentuh oleh kegiatan pembangunan. Dengan diperhatikannya wilayah perbatasan sebagai “halaman depan” negara dan pintu gerbang internasional bagi kegiatan ekonomi, perlu adanya penataan ruang, pembangunan prasarana dan sarana yang diperlukannya, dan peliharaan lingkungan agar pihak investor tertarik dan berniat mengembangkannya sebagai kawasan ekonomi dan perdagangan kedua negara. Kebijakan tersebut sejalan dengan kebijakan yang telah diterapkan oleh beberapa negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura.

e. Peningkatan mutu pendidikan

Yang tidak kalah penting dari semua kebijakan yang telah dilakukan adalah perlu adanya penanganan khusus untuk meningkatkan mutu pendidikan di daerah perbatasan negara karena rata-rata peserta didik yang tinggal di daerah perbatasan negara relatif tertinggal jika dibandingkan dengan daerah lain apalagi jika dibandingkan dengan negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura.

2. Kondisi Perbatasan Saat Ini

Pada umumnya daerah perbatasan belum mendapat perhatian secara proporsional. Kondisi tersebut terbukti dari kurangnya sarana prasarana pengamanan daerah perbatasan dan aparat keamanan di perbatasan. Hal itu telah menyebabkan terjadinya berbagai permasalahan, seperti perubahan batas-batas wilayah, penyelundupan barang dan jasa, serta kejahatan transnasional (transnational crimes). Kondisi umum daerah perbatasan dapat dilihat dari berbagai aspek. a. Aspek Ideologi

Kurangnya akses pemerintah, baik pusat maupun daerah ke kawasan perbatasan dapat menyebabkan masuknya pemahaman ideologi lain, seperti paham komunis dan liberal kapitalis yang mengancam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dari rakyat Indonesia.

Pada saat ini penghayatan dan pengamalan Pancasila sebagai ideologi negara dan falsafah hidup bangsa tidak disosialisasikan dengan gencar seperti dulu lagi


(15)

Oleh karena itu, diperlukan suatu metode pembinaan ideologi Pancasila secara terus-menerus yang tidak bersifat indoktrinasi dan yang paling penting adanya keteladanan dari para pemimpin bangsa.

b. Aspek Politik

Kehidupan sosial ekonomi di daerah perbatasan pada umumnya dipengaruhi oleh kegiatan negara tetangga. Kondisi tersebut berpotensi untuk mengundang kerawanan di bidang politik. Meskipun orientasi masyarakat masih terbatas pada bidang ekonomi dan sosial, terutama apabila kehidupan ekonomi masyarakat daerah perbatasan masih bergantung pada perekonomian negara tetangga, hal itu pun selain dapat menimbulkan kerawanan di bidang politik juga dapat menurunkan harkat dan martabat bangsa. Situasi politik yang terjadi di negara tetangga, seperti Malaysia (Serawak & Sabah) dan Philipina Selatan akan turut memengaruhi situasi keamanan daerah perbatasan.

c. Aspek Ekonomi

Daerah perbatasan merupakan daerah tertinggal (terbelakang) yang disebabkan, antara lain oleh

1) lokasi yang relatif terisolasi (terpencil) dengan tingkat aksesibilitas yang rendah;

2) rendahnya tingkat pendidikan dan kesehatan masyarakat;

3) rendahnya tingkat kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat daerah perbatasan (jumlah penduduk miskin dan desa tertinggal); dan

4) langkanya informasi tentang pemerintah dan pembangunan masyarakat di daerah perbatasan (blank spot).

d. Aspek Sosial Budaya

Globalisasi dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat, teknologi informasi dan komunikasi terutama internet, dapat mempercepat masuk dan berkembangnya budaya asing ke dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Pengaruh budaya asing tersebut banyak yang tidak sesuai dengan kebudayaan kita dan membahayakan ketahanan nasional karena dapat mempercepat dekulturasi yang bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila. Masyarakat daerah perbatasan cenderung lebih cepat terpengaruh oleh budaya asing karena intensitas hubungan dan kehidupan ekonomi mereka sangat bergantung pada negara tetangga.

e. Aspek Pertahanan dan Keamanan

Daerah perbatasan merupakan wilayah pembinaan yang luas dengan pola penyebaran penduduk yang tidak merata sehingga menyebabkan rentang kendali pemerintah, pengawasan, dan pembinaan teritorial sulit dilaksanakan dengan mantap dan efisien. Seluruh bentuk kegiatan atau aktivitas yang ada di daerah perbatasan apabila tidak dikelola dengan baik akan berdampak terhadap kondisi pertahanan dan keamanan di tingkat regional, bahkan internasional, baik secara langsung maupun tidak langsung. Daerah perbatasan rawan akan penyelundupan dan tindakan kriminal lainnya sehingga perlu adanya kerja sama yang terpadu antarinstansi terkait dalam penanganannya.


(16)

f. Aspek Pendidikan

Kondisi pendidikan di wilayah perbatasan negara pada umumnya masih kurang baik terutama disebabkan oleh kurangnya sarana dan prasarana pendidikan. Di beberapa lokasi murid harus menempuh perjalanan yang cukup jauh dengan berjalan kaki, bahkan ada juga yang harus menggunakan transportasi sungai untuk mencapai sekolah. Masalah lain adalah rendahnya dukungan orang tua terhadap kemajuan pendidikan anaknya, bahkan ada anak yang keluar dari sekolah karena harus bekerja membantu orang tuanya melaut dan berkebun. Kendala lain adalah jumlah guru yang sedikit sehingga guru harus mengajar di beberapa tingkatan kelas. Komite sekolah sudah melakukan upaya, yaitu dengan merekrut guru honorer, tetapi kebanyakan di antara mereka tidak memenuhi kualifikasi karena berlatar belakang pendidikan SMA/MA.

Pemerintah sudah berupaya meningkatkan kesejahteraan guru perbatasan dengan memberikan tunjangan kemahalan, tunjangan guru daerah terpencil, tetapi karena biaya hidup yang tinggi membuat nilai uang yang didapat guru tersebut menjadi kecil. Dengan demikian, minat guru untuk bekerja di wilayah tersebut juga menjadi rendah. Kondisi sarana dan prasarana pendidikan di daerah perbatasan sangat beragam dan kompleks, seperti (1) akses jalan ke sekolah di daerah perbatasan pada umumnya sangat buruk, (2) belum ada listrik, (3) bangunan gedung yang kurang layak, dan (4) sarana pendukung lain yang sangat memprihatinkan.

Di berbagai kecamatan yang ada di wilayah perbatasan, dukungan sarana dan prasarana yang berhubungan dengan pendidikan sangat memprihatinkan, terutama yang ada di kecamatan Kabupaten Nunukan, seperti yang terjadi di Kecamatan Krayan yang mengalami kendala dalam pendistribusian soal ketika ujian nasional berlangsung. Hal itu disebabkan oleh keterbatasan transportasi yang hanya bisa dilayani dengan menggunakan transportasi udara dengan jadwal penerbangan yang tidak menentu dan sangat bergantung pada kondisi pesawat.

Dengan melihat kondisi pendidikan secara umum yang terjadi di daerah perbatasan, perlu diupayakan suatu bentuk model kurikulum yang sesuai dengan kondisi, situasi, dan karakteristik daerah tersebut.


(17)

BAB III

MODEL KURIKULUM BAGI PESERTA DIDIK YANG TINGGAL DI DAERAH PERBATASAN PENDIDIKAN DASAR

Model kurikulum layanan khusus pendidikan dasar bagi peserta didik di daerah perbatasan negara ini diarahkan untuk membantu SD perbatasan negara dalam merancang kurikulum, khususnya pada proses pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang memenuhi kebutuhan dan karakteristik perkembangan-anak khas perbatasan negara. Melalui upaya itu diharapkan akan memberikan pencerahan pada pendidik di perbatasan yang berhadapan dengan negara yang cenderung maju (seperti Singapura dan Malaysia) untuk mengembangkan variasi proses pembelajaran yang dapat memberikan kesempatan kepada anak untuk memperoleh sejumlah pengalaman belajar secara aktif (active learning), kreatif (creative learning), dan menyenangkan (fun) melalui penggunaan katalisator pameran kelas berupa

pemajangan alat peraga yang sesuai dengan tema sebagai display stimulus, pemajangan

hasil karya siswa sebagai display hasil karya siswa, dan kegiatan yang mampu meningkatkan wawasan kebangsaan anak didik SD di wilayah perbatasan yang berhadapan dengan negara yang sedang berkembang (Papua Nugini, Timor Timor, dan Filipina), yang secara umum kondisi pendidikannya tertinggal dari daerah lain di Indonesia.

Untuk dapat mengembangkan model kurikulum yang sesuai dengan kondisi perbatasan, perlu dilakukan langkah-langkah yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik dan karakteristik daerah perbatasan. Langkah dalam pembuatan kurikulum ini secara umum mengikuti rambu-rambu yang sudah ada yang dikeluarkan oleh Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP) yang konteknya disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik sekolah yang ada di daerah perbatasan negara.

Penekanan dalam penyusunan kurikulum di daerah perbatasan yang harus dilakukan sekolah hendaknya mempunyai berbedaan yang lebih jelas. Penekanan tersebut adalah sebagai berikut.

A. Pendekatan Tematik

1. Pendekatan Tematik untuk Kelas I, II, dan III

Pembelajaan tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman yang bermakna kepada peserta didik. Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan (Poerwadarminta, 1983). Tema diharapkan akan memberikan banyak keuntungan kepada peserta, yaitu

a. peserta didik mudah memusatkan perhatiannya pada suatu tema tertentu;

b. peserta didik mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antarmata pelajaran dalam tema yang sama;

c. pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan;

d. kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengaitkan mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi peserta didik;

e. peserta didik lebih mampu merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas;

f. peserta didik lebih bergairah dalam belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata untuk mengembangkan kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari mata pelajaran lain; dan


(18)

g. guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara tematik dapat dipersiapkaan sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga pertemuan, sisa waktu dapat digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan.

2. Karakteristik Pembelajaran Terpadu Bentuk Tematik

Sebagai suatu model pembelajaran di sekolah dasar, pembelajaran tematik memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut.

a. Pembelajaran tematik berpusat pada peserta didik (student centered). Hal ini sesuai dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan peserta didik sebagai subjek belajar, sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator, yaitu memberikan kemudahan-kemudahan kepada peserta didik untuk melakukan aktivitas belajar.

b. Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langsung kepada peserta didik (direct experiences). Dengan pengalaman langsung tersebut, peserta didik dihadapkan pada sesuatu yang nyata (konkret) sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak.

c. Dalam pembelajaran tematik pemisahan antarmata pelajaran menjadi tidak begitu jelas. Fokus pembelajaran diarahkan pada pembahasan tema-tema yang paling dekat yang berkaitan dengan kehidupan peserta didik.

d. Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, peserta didik mampu memahami konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal itu diperlukan untuk membantu peserta didik dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

e. Pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel) sehingga guru dapat mengaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lain, bahkan mengaitkannya dengan kehidupan peserta didik dan dengan keadaan lingkungan tempat sekolah dan peserta didik berada.

3. Terpadu Bentuk Tematik

a. Landasan filosofis dalam pembelajaran tematik sangat dipengaruhi oleh tiga aliran filsafat, yaitu (1) progresivisme, (2) konstruktivisme, dan (3) humanisme.

Aliran progresivisme memandang proses pembelajaran perlu ditekankan pada pembentukan kreativitas, pemberian sejumlah kegiatan, suasana yang alamiah

(natural), dan memperhatikan pengalaman peserta didik. Aliran

konstruktivisme melihat pengalaman langsung peserta didik (direct experiences) sebagai kunci dalam pembelajaran. Menurut aliran tersebut, pengetahuan adalah hasil konstruksi atau bentukan manusia. Manusia mengonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan objek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya. Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seorang guru kepada anak, tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing peserta didik. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus-menerus. Keaktifan peserta didik yang diwujudkan oleh rasa ingin tahu sangat berperan dalam

perkembangan pengetahuannya. Aliran humanisme melihat peserta didik dari

segi keunikan atau kekhasannya, potensinya, dan motivasi yang dimilikinya. b. Landasan psikologis dalam pembelajaran tematik terutama berkaitan dengan


(19)

perkembangan diperlukan terutama dalam menentukan isi atau materi pembelajaran tematik yang diberikan kepada peserta didik agar tingkat keluasan dan kedalamannya sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik. Psikologi belajar memberikan kontribusi dalam hal bagaimana isi atau materi pembelajaran tematik tersebut disampaikan kepada peserta didik dan bagaimana pula peserta didik harus mempelajarinya.

c. Landasan yuridis dalam pembelajaran tematik berkaitan dengan berbagai kebijakan atau peraturan yang mendukung pelaksanaan pembelajaran tematik di sekolah dasar. Landasan yuridis tersebut adalah UU No. 23 Pasal 9 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya. Undang-Undang No. 20 Bab V Pasal 1b Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya.

Penekanan pada pembelajaran tematik menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan yang mampu meningkatkan rasa nasionalisme peserta didik, meningkatkan wawasan kebangsaan, dan meningkatkan rasa cinta tanah air yang disesuaikan dengan karakteristik daerah perbatasan tanpa mengurangi kompetensi dasar yang ada pada standar isi. Dalam menentukan tema, sekolah dapat memilih tema-tema yang sesuai dengan kondisi lingkungan, sosial, dan budaya setempat. Untuk kelas satu dimungkinkan menggunakan bahasa ibu sebagai bahasa pengantar untuk mempermudah siswa dalam memahami materi pelajaran.

B. Pendekatan Pembelajaran

Kelas IV, V, dan VI, menggunakan pendekatan mata pelajaran. Penekanan pada mata pelajaran diusahakan mampu meningkatkan rasa nasionalisme peserta didik, meningkatkan wawasan kebangsaan peserta didik, dan rasa cinta tanah air melalui penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar sebagai bahasa pengantar dalam proses KBM.

C. Muatan lokal

Muatan lokal wajib yang paling cocok untuk daerah perbatasan adalah Bahasa Inggris karena di daerah perbatasan mobilisasi penduduk dengan negara tetangga sangat tinggi. Akulturasi budaya dan bahasa menjadi suatu tuntutan bagi masyarakat di daerah perbatasan untuk menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar. Akan tetapi, yang menjadi kendala adalah tidak adanya guru SD yang khusus mengajar bahasa Inggris serta jumlah guru yang ada sangat terbatas. Untuk itu bagi daerah yang mengalami kesulitan dalam melaksanakan muatan lokal Bahasa Inggris bisa memilih muatan lokal yang sesuai dengan kondisi, potensi, dan karakteristik yang disesuaikan dengan potensi daerah yang ada serta dengan kultur dan letak geografis daerah perbatasan.

D. Pengembangan Diri

Pengembangan diri diarahkan pada pembinaan anak yang memiliki kemampuan, keterampilan, kreativitas, dan kesiapan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan siap untuk menghadapi persaingan di era globalisasi.


(20)

E. Pembiasaan

Pembiasaan ditekankan pada kegiatan yang dapat meningkatkan proses pembentukan akhlak mulia sehingga anak didik mempunyai daya penangkal dalam menghadapi akses negatif dari proses akulturasi budaya di perbatasan negara. Pada umumnya kegiatan pembiasaan dilakukan dengan cara spontan, rutin, keteladanan dan terprogram,

F. Ekstrakurikuler

Kegiatan ekstrakurikuler hendaknya dipilih yang dapat meningkatkan rasa nasionalisme, wawasan kebangsaan, dan rasa cinta tanah air peserta didik melalui kegiatan Paskibra, Pramuka, Paduan Suara, Seni Tari Tradisional, Seni Tari Nusantara, Olahraga Bela Diri yang sesuai dengan budaya khas perbatasan.

G. Visi dan Misi

Dalam menentukan visi sekolah harus ditentukan terlebih dahulu arah kebijakan sekolah melalui penentuan prioritas program (benang merah kekuatan atau permasalahan sekolah). Hal itu bisa dilakukan dengan menggunakan analisis pengambilan keputusan. Sebelum dirumuskan kalimat misi perlu ditentukan kata-kata kunci atau sasaran yang akan dicapai yang terdapat dalam misi yang sudah ditentukan kemudian dirumuskan dalam kalimat misi yang akan dicapai.

H. Pendidikan Kecakapan Hidup

Pendidikan kecakapan hidup hendaknya menjadi prioritas sekolah karena tingkat putus sekolah dan interaksi sosial sangat tinggi di wilayah perbatasan negara. Untuk itu diperlukan keterampilan khusus yang dapat menunjang eksistensi mereka dalam kehidupan bermasyarakat, seperti kerajinan tenun tradisional dan anyaman yang dapat menjadi bekal hidup mereka dalam masyarakat. Aspek kecakapan hidup yang dikembangkan meliputi kecakapan pribadi atau personal, sosial, akademik, dan vokasional.

I. Rambu-Rambu Penyusunan KTSP

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

berisi penggambaran profil sekolah, letak geografis, dan alasan mengapa harus menyusun kurikulum.

B. Landasan

berisi landasan hukum yang digunakan dalam menyusun kurikulum.

C. Tujuan Penyusunan Kurikulum

memuat tujuan-tujuan yang melandasi perlunya pembuatan kurikulum.

D. Prinsip Pengembangan Kurikulum

pengembangan kurikulum ini berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut.

1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, serta kepentingan peserta didik dan lingkungannya.

2. Beragam dan terpadu.

3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan.


(21)

6. Belajar sepanjang hayat.

7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.

8. Meningkatkan rasa kebangsaan dan cinta tanah air peserta didik.

BAB II VISI, MISI, DAN TUJUAN PENDIDIKAN

A. Visi

1. Berorientasi ke depan.

2. Dikembangkan bersama oleh seluruh warga sekolah.

3. Merupakan perpaduan antara langkah strategis dan sesuatu yang dicita-citakan. 4. Dinyatakan dalam kalimat yang padat bermakna.

5. Dapat dijabarkan ke dalam tujuan dan indikator keberhasilannya. 6. Berbasis nilai.

7. Membumi (kontekstual). B. Misi

Misi merupakan penjabaran dari visi. C. Tujuan Pendidikan

1. Tujuan Umum

berisi tujuan umum pendidikan secara keseluruhan yang harus dicapai oleh satuan pendidikan.

2. Tujuan Khusus

berisi sejumlah tujuan yang akan dicapai oleh sekolah secara periodik. BAB III STRUKTUR DAN MUATAN KURIKULUM

A. Struktur Kurikulum

Mata pelajaran yang harus ada dalam struktur kurikulum adalah Pendidikan Agama, Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Seni Budaya dan Keterampilan, Pendidikan Jasmani, dan Olahraga.

B. Muatan Lokal

Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Substansi mata pelajaran muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan disesuaikan dengan karakteristik daerah masing-masing.

Muatan lokal merupakan bagian dari struktur dan muatan kurikulum yang terdapat di dalam Standar Isi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Keberadaan mata pelajaran muatan lokal merupakan bentuk penyelenggaraan pendidikan yang tidak terpusat sebagai upaya agar penyelenggaraan pendidikan di masing-masing daerah lebih menekankan pada relevansi dan kebutuhan daerah yang bersangkutan. Hal itu sejalan dengan upaya peningkatan mutu pendidikan nasional sehingga keberadaan mata pelajaran muatan lokal mendukung dan melengkapi mata pelajaran yang lain. Muatan lokal merupakan mata pelajaran sehingga satuan pendidikan harus mengembangkan standar kompetensi dan kompetensi dasar untuk setiap jenis muatan lokal yang diselenggarakan. Satuan pendidikan dapat menyelenggarakan satu mata pelajaran muatan lokal setiap semester. Itu berarti bahwa dalam satu tahun satuan pendidikan dapat diselenggarakan dua mata pelajaran muatan lokal. Pelaksanaan pembelajaran muatan lokal dapat dilaksanakan secara berkesinambungan sesuai dengan kompetensi yang dicapai.


(22)

C. Pengembangan Diri

Pengembangan diri adalah kegiatan yang dilakukan di luar jam belajar efektif yang harus disesuaikan dengan kondisi dan situasi sekolah, tujuannya adalah untuk mengembangkan potensi diri, minat, dan bakat peserta didik agar mampu mengaktualisasikan diri melalui kegiatan ekstrakurikuler.

D. Pembiasaan

Pembiasaan merupakan proses pembentukan akhlak dan penanaman/pengamalan ajaran agama serta budi pekerti. Pada umumnya kegiatan pembiasaan ini terdiri atas spontan, rutin, teladan, dan terprogram.

E. Pengaturan Beban Belajar

Beban belajar yang digunakan ialah sistem paket sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum berikut ini.

Kelas Satuan Jam

Pembelajaran/Menit

Jumlah Jam per Minggu

Minggu

Efektif Waktu

I 35 26 40 1.040

II 35 27 40 1.080

III 35 28 40 1.120

IV 35 36 40 1.440

V 35 36 40 1.440

VI

35 36 40 1.440

Pengaturan alokasi waktu untuk setiap mata pelajaran yang terdapat pada semester ganjil dan genap dalam satu tahun ajaran dapat dilakukan secara fleksibel dengan jumlah beban belajar yang tetap. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan. Pemanfaatan jam pembelajaran tambahan mempertimbangkan kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi, di samping dimanfaatkan untuk mata pelajaran lain yang dianggap penting yang tidak terdapat di dalam struktur kurikulum yang tercantum di dalam standar isi.

F. Ketuntasan Belajar Minimal

Ketuntasan belajar setiap indikator yang telah ditetapkan dalam suatu kompetensi dasar berkisar antara 0--100%. Kriteria ideal ketuntasan untuk masing-masing indikator adalah 75%. Satuan pendidikan harus menentukan kriteria ketuntasan minimal dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan rata-rata peserta didik serta kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran. Satuan pendidikan diharapkan meningkatkan kriteria ketuntasan belajar secara terus-menerus untuk mencapai kriteria ketuntasan ideal.


(23)

No. Mata Pelajaran Kriteria

Angka Huruf

1. Pendidikan Agama Islam

2. Pendidikan Kewarganegaraan

3. Bahasa Indonesia

4. Matematika

5. Ilmu Pengetahuan Alam

6. Ilmu Pengetahuan Sosial

7. Seni Budaya dan Keterampilan

8. Penjas dan Orkes

9.

Mulok: a. Perkebunan b. Bahasa Inggris

c. Keterampilan Komputer G. Kenaikan Kelas dan Kelulusan

1. Kenaikan Kelas:

Kenaikan kelas dilaksanakan pada setiap akhir tahun pelajaran Kriteria kenaikan kelas adalah sebagai berikut.

a. Siswa dinyatakan naik kelas setelah menyelesaikan seluruh program pembelajaran pada dua semester di kelas yang diikuti.

b. Tidak terdapat nilai di bawah Standar Ketuntasan Belajar Minimal (SKBM) tiga mata pelajaran yang meliputi

1) Pendidikan Agama Islam 2) Pendidikan Kewarganegaraan 3) Bahasa Indonesia

Memiliki nilai minimal baik (6,5) untuk aspek kepribadian pada semester yang diikuti.

2. Kriteria Kelulusan

Mengacu pada standar penilaian yang dikembangkan oleh BSNP PP 19/2005 Pasal 72 Ayat (1) dan standar penilaian sekolah peserta didik dinyatakan lulus apabila

a. menyelesaikan seluruh program pembelajaran;

b. memperoleh nilai minimal baik untuk seluruh kelompok mata pelajaran Agama Islam, Kewarganegaraan, Matematika, IPA, IPS, Bahasa Indonesia, Seni Budaya dan Keterampilan, Penjas, Orkes, Bahasa Inggris, dan Keterampilan Komputer sesuai dengan standar kelulusan minimal;

c. lulus ujian sekolah; dan d. lulus ujian nasional. H. Pendidikan Kecakapan Hidup

Pendidikan kecakapan hidup dalam pengembangannya terintegrasi dengan semua mata pelajaran. Aspek kecakapan hidup yang dikembangkan meliputi kecakapan pribadi, kecakapan sosial,kecakapan akademik, dan kecakapan vokasional.

Rincian aspek kecakapan hidup yang dikembangkan, yaitu a. kecakapan pribadi (personal)

b. kecakapan sosial c. kecakapan akademik


(24)

dengan persentase kegiatan lebih menekankan kepada kecakapan sosial karena intensitas interaksi dengan warga pribumi dan warga asing sangat tinggi.

I. Pendidikan Berbasis Keunggulan Global dan Lokal

Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global adalah pendidikan yang memanfaatkan keunggulan lokal dan kebutuhan daya saing global dalam aspek ekonomi, budaya, bahasa, teknologi informasi dan komunikasi, ekologi, dan lain-lain, yang semuanya bermanfaat bagi pengembangan kompetensi peserta didik. Kurikulum untuk semua tingkat satuan pendidikan dapat memasukkan pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global.

Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global dapat merupakan bagian dari semua mata pelajaran dan juga dapat menjadi mata pelajaran muatan lokal. Pendidikan berbasis keunggulan lokal dapat diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan formal lain dan/atau nonformal yang sudah memperoleh akreditasi. J. Kalender Pendidikan

Satuan pendidikan dasar dan menengah dapat menyusun kalender pendidikan sesuai dengan kebutuhan daerah, karakteristik sekolah, kebutuhan peserta didik dan masyarakat, dengan memperhatikan kalender pendidikan sebagaimana yang dimuat di dalam Standar Isi.

K. Contoh Model KTSP

1. KURIKULUM SD 01 SEI NYAMUK

2. KURIKULUM SD INPRES MOTAAIN TASI FETO TIMUR

3. KURIKULUM SD 01 SEMANGET ENTIKONG

4. LAMPIRAN :

1) PERANGKAT PEMBELAJARAN TEMATIK KELAS I,II, DAN III 2) SILABUS DAN RPP MATA PELAJARAN UNTUK KELAS IV.


(25)

BAB IV PENUTUP

Daerah perbatasan merupakan kawasan khusus sehingga dalam penanganannya memerlukan pendekatan yang khusus pula. Hal itu disebabkan oleh semua bentuk kegiatan atau aktivitas yang ada di daerah perbatasan jika tidak dikelola dengan baik akan berdampak terhadap kondisi pertahanan dan keamanan di tingkat regional dan internasional, baik secara langsung maupun tidak langsung. Permasalahan yang timbul sering disebabkan oleh adanya kesenjangan sosial di dalam masyarakat sehingga hal itu yang perlu dihindari, terutama bagi masyarakat di daerah perbatasan. Penanganan yang mungkin dilakukan adalah dengan pendekatan adat, tetapi jika sudah menyangkut stabilitas dan keamanan nasional, hal tersebut menjadi urusan pemerintah.

Khusus penanganan di bidang pendidikan diperlukan suatu kegiatan yang berdampak sangat luas dan menyeluruh terutama yang mampu meningkatkan mutu dan kualitas sekolah di berbagai tingkatan, pendidik, serta peserta didik sehingga membangkitkan kembali kebanggaan sebagai bangsa Indonesia dan rasa cinta terhadap tanah air sendiri. Di samping berupaya membuat model kurikulum khas perbatasan diperlukan juga katalisator yang bisa mempercepat pembangunan kualitas pendidikan, sekurang-kurangnya dapat menyejajarkan kualitas pendidikan di daerah perbatasan dengan negara tetangga.


(26)

DAFTAR PUSTAKA

Andjioe, Michael. 2001. Pengelolaan PPLB Entikong Kabupaten Sanggau Provinsi

Kalimantan Barat. http://www.perbatasan.com/.

A., Pellindou P. Jack. 2002. Peningkatan Kerja Sama Perbatasan Antarnegara guna

Memperlancar Arus Perdagangan di Daerah Frontierd dalam Rangka Pemulihan Ekonomi Nasional. Jakarta: Lemhanas.

BAPPENAS. RPJM. Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2004—2009.

Bobbi de Porter. 2001. Quantum Teaching. Bandung: Kaifa.

DEPDIKNAS. 2003. Undang–Undang Sistem Pendidikan Nasional 2003 (SISDIKNAS)

Hari, Sabarno. 2001. Kebijakan/Strategi Penataan Batas dan Pengembangan Wilayah

Perbatasan. http://www.perbatasan.com.

Biro Pusat Statistik. 2006. Nunukan dalam Angka. Jakarta: Biro Pusat Statistik.

Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005, Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional 2004-2009

Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2004. Standar Nasional Pendidikan.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22, 23, 24, Standar Isi, Standar Kompetensi

Lulusan, 2006.

Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28b dan Pasal 31

Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Undang-Undang No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen


(1)

6. Belajar sepanjang hayat.

7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. 8. Meningkatkan rasa kebangsaan dan cinta tanah air peserta didik. BAB II VISI, MISI, DAN TUJUAN PENDIDIKAN

A. Visi

1. Berorientasi ke depan.

2. Dikembangkan bersama oleh seluruh warga sekolah.

3. Merupakan perpaduan antara langkah strategis dan sesuatu yang dicita-citakan. 4. Dinyatakan dalam kalimat yang padat bermakna.

5. Dapat dijabarkan ke dalam tujuan dan indikator keberhasilannya. 6. Berbasis nilai.

7. Membumi (kontekstual). B. Misi

Misi merupakan penjabaran dari visi. C. Tujuan Pendidikan

1. Tujuan Umum

berisi tujuan umum pendidikan secara keseluruhan yang harus dicapai oleh satuan pendidikan.

2. Tujuan Khusus

berisi sejumlah tujuan yang akan dicapai oleh sekolah secara periodik. BAB III STRUKTUR DAN MUATAN KURIKULUM

A. Struktur Kurikulum

Mata pelajaran yang harus ada dalam struktur kurikulum adalah Pendidikan Agama, Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Seni Budaya dan Keterampilan, Pendidikan Jasmani, dan Olahraga.

B. Muatan Lokal

Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Substansi mata pelajaran muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan disesuaikan dengan karakteristik daerah masing-masing.

Muatan lokal merupakan bagian dari struktur dan muatan kurikulum yang terdapat di dalam Standar Isi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Keberadaan mata pelajaran muatan lokal merupakan bentuk penyelenggaraan pendidikan yang tidak terpusat sebagai upaya agar penyelenggaraan pendidikan di masing-masing daerah lebih menekankan pada relevansi dan kebutuhan daerah yang bersangkutan. Hal itu sejalan dengan upaya peningkatan mutu pendidikan nasional sehingga keberadaan mata pelajaran muatan lokal mendukung dan melengkapi mata pelajaran yang lain. Muatan lokal merupakan mata pelajaran sehingga satuan pendidikan harus mengembangkan standar kompetensi dan kompetensi dasar untuk setiap jenis muatan lokal yang diselenggarakan. Satuan pendidikan dapat menyelenggarakan satu mata pelajaran muatan lokal setiap semester. Itu berarti bahwa dalam satu tahun satuan pendidikan dapat diselenggarakan dua mata pelajaran muatan lokal.


(2)

C. Pengembangan Diri

Pengembangan diri adalah kegiatan yang dilakukan di luar jam belajar efektif yang harus disesuaikan dengan kondisi dan situasi sekolah, tujuannya adalah untuk mengembangkan potensi diri, minat, dan bakat peserta didik agar mampu mengaktualisasikan diri melalui kegiatan ekstrakurikuler.

D. Pembiasaan

Pembiasaan merupakan proses pembentukan akhlak dan penanaman/pengamalan ajaran agama serta budi pekerti. Pada umumnya kegiatan pembiasaan ini terdiri atas spontan, rutin, teladan, dan terprogram.

E. Pengaturan Beban Belajar

Beban belajar yang digunakan ialah sistem paket sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum berikut ini.

Kelas Satuan Jam Pembelajaran/Menit

Jumlah Jam per Minggu

Minggu

Efektif Waktu

I 35 26 40 1.040

II 35 27 40 1.080

III 35 28 40 1.120

IV 35 36 40 1.440

V 35 36 40 1.440

VI

35 36 40 1.440

Pengaturan alokasi waktu untuk setiap mata pelajaran yang terdapat pada semester ganjil dan genap dalam satu tahun ajaran dapat dilakukan secara fleksibel dengan jumlah beban belajar yang tetap. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan. Pemanfaatan jam pembelajaran tambahan mempertimbangkan kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi, di samping dimanfaatkan untuk mata pelajaran lain yang dianggap penting yang tidak terdapat di dalam struktur kurikulum yang tercantum di dalam standar isi.

F. Ketuntasan Belajar Minimal

Ketuntasan belajar setiap indikator yang telah ditetapkan dalam suatu kompetensi dasar berkisar antara 0--100%. Kriteria ideal ketuntasan untuk masing-masing indikator adalah 75%. Satuan pendidikan harus menentukan kriteria ketuntasan minimal dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan rata-rata peserta didik serta kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran. Satuan pendidikan diharapkan meningkatkan kriteria ketuntasan belajar secara terus-menerus untuk mencapai kriteria ketuntasan ideal.


(3)

No. Mata Pelajaran Kriteria Angka Huruf 1. Pendidikan Agama Islam

2. Pendidikan Kewarganegaraan 3. Bahasa Indonesia

4. Matematika

5. Ilmu Pengetahuan Alam 6. Ilmu Pengetahuan Sosial 7. Seni Budaya dan Keterampilan 8. Penjas dan Orkes

9.

Mulok: a. Perkebunan b. Bahasa Inggris

c. Keterampilan Komputer G. Kenaikan Kelas dan Kelulusan

1. Kenaikan Kelas:

Kenaikan kelas dilaksanakan pada setiap akhir tahun pelajaran Kriteria kenaikan kelas adalah sebagai berikut.

a. Siswa dinyatakan naik kelas setelah menyelesaikan seluruh program pembelajaran pada dua semester di kelas yang diikuti.

b. Tidak terdapat nilai di bawah Standar Ketuntasan Belajar Minimal (SKBM) tiga mata pelajaran yang meliputi

1) Pendidikan Agama Islam 2) Pendidikan Kewarganegaraan 3) Bahasa Indonesia

Memiliki nilai minimal baik (6,5) untuk aspek kepribadian pada semester yang diikuti.

2. Kriteria Kelulusan

Mengacu pada standar penilaian yang dikembangkan oleh BSNP PP 19/2005 Pasal 72 Ayat (1) dan standar penilaian sekolah peserta didik dinyatakan lulus apabila

a. menyelesaikan seluruh program pembelajaran;

b. memperoleh nilai minimal baik untuk seluruh kelompok mata pelajaran Agama Islam, Kewarganegaraan, Matematika, IPA, IPS, Bahasa Indonesia, Seni Budaya dan Keterampilan, Penjas, Orkes, Bahasa Inggris, dan Keterampilan Komputer sesuai dengan standar kelulusan minimal;

c. lulus ujian sekolah; dan d. lulus ujian nasional. H. Pendidikan Kecakapan Hidup

Pendidikan kecakapan hidup dalam pengembangannya terintegrasi dengan semua mata pelajaran. Aspek kecakapan hidup yang dikembangkan meliputi kecakapan pribadi, kecakapan sosial,kecakapan akademik, dan kecakapan vokasional.

Rincian aspek kecakapan hidup yang dikembangkan, yaitu a. kecakapan pribadi (personal)


(4)

dengan persentase kegiatan lebih menekankan kepada kecakapan sosial karena intensitas interaksi dengan warga pribumi dan warga asing sangat tinggi.

I. Pendidikan Berbasis Keunggulan Global dan Lokal

Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global adalah pendidikan yang memanfaatkan keunggulan lokal dan kebutuhan daya saing global dalam aspek ekonomi, budaya, bahasa, teknologi informasi dan komunikasi, ekologi, dan lain-lain, yang semuanya bermanfaat bagi pengembangan kompetensi peserta didik. Kurikulum untuk semua tingkat satuan pendidikan dapat memasukkan pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global.

Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global dapat merupakan bagian dari semua mata pelajaran dan juga dapat menjadi mata pelajaran muatan lokal. Pendidikan berbasis keunggulan lokal dapat diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan formal lain dan/atau nonformal yang sudah memperoleh akreditasi. J. Kalender Pendidikan

Satuan pendidikan dasar dan menengah dapat menyusun kalender pendidikan sesuai dengan kebutuhan daerah, karakteristik sekolah, kebutuhan peserta didik dan masyarakat, dengan memperhatikan kalender pendidikan sebagaimana yang dimuat di dalam Standar Isi.

K. Contoh Model KTSP

1. KURIKULUM SD 01 SEI NYAMUK

2. KURIKULUM SD INPRES MOTAAIN TASI FETO TIMUR 3. KURIKULUM SD 01 SEMANGET ENTIKONG

4. LAMPIRAN :

1) PERANGKAT PEMBELAJARAN TEMATIK KELAS I,II, DAN III 2) SILABUS DAN RPP MATA PELAJARAN UNTUK KELAS IV.


(5)

BAB IV PENUTUP

Daerah perbatasan merupakan kawasan khusus sehingga dalam penanganannya memerlukan pendekatan yang khusus pula. Hal itu disebabkan oleh semua bentuk kegiatan atau aktivitas yang ada di daerah perbatasan jika tidak dikelola dengan baik akan berdampak terhadap kondisi pertahanan dan keamanan di tingkat regional dan internasional, baik secara langsung maupun tidak langsung. Permasalahan yang timbul sering disebabkan oleh adanya kesenjangan sosial di dalam masyarakat sehingga hal itu yang perlu dihindari, terutama bagi masyarakat di daerah perbatasan. Penanganan yang mungkin dilakukan adalah dengan pendekatan adat, tetapi jika sudah menyangkut stabilitas dan keamanan nasional, hal tersebut menjadi urusan pemerintah.

Khusus penanganan di bidang pendidikan diperlukan suatu kegiatan yang berdampak sangat luas dan menyeluruh terutama yang mampu meningkatkan mutu dan kualitas sekolah di berbagai tingkatan, pendidik, serta peserta didik sehingga membangkitkan kembali kebanggaan sebagai bangsa Indonesia dan rasa cinta terhadap tanah air sendiri. Di samping berupaya membuat model kurikulum khas perbatasan diperlukan juga katalisator yang bisa mempercepat pembangunan kualitas pendidikan, sekurang-kurangnya dapat menyejajarkan kualitas pendidikan di daerah perbatasan dengan negara tetangga.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Andjioe, Michael. 2001. Pengelolaan PPLB Entikong Kabupaten Sanggau Provinsi Kalimantan Barat. http://www.perbatasan.com/.

A., Pellindou P. Jack. 2002. Peningkatan Kerja Sama Perbatasan Antarnegara guna Memperlancar Arus Perdagangan di Daerah Frontierd dalam Rangka Pemulihan Ekonomi Nasional. Jakarta: Lemhanas.

BAPPENAS. RPJM. Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2004—2009. Bobbi de Porter. 2001. Quantum Teaching. Bandung: Kaifa.

DEPDIKNAS. 2003. Undang–Undang Sistem Pendidikan Nasional 2003 (SISDIKNAS) Hari, Sabarno. 2001. Kebijakan/Strategi Penataan Batas dan Pengembangan Wilayah

Perbatasan. http://www.perbatasan.com.

Biro Pusat Statistik. 2006. Nunukan dalam Angka. Jakarta: Biro Pusat Statistik. Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009

Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2004. Standar Nasional Pendidikan.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22, 23, 24, Standar Isi, Standar Kompetensi Lulusan, 2006.

Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28b dan Pasal 31

Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Undang-Undang No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen