PENGARUH METODE PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS PADA SISWA SMA.

(1)

PENGARUH METODE PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS

PADA SISWA SMA

(Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas XI IPA di SMAN 1 Kota Sukabumi)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh

TRI SULISTIANI YULIZA NIM. 0602136

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

PENGARUH METODE PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING

TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS

PADA SISWA SMA

Oleh

Tri Sulistiani Yuliza

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Tri Sulistiani Yuliza 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Juni 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian,


(3)

TRI SULISTIANI YULIZA

PENGARUH METODE PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS

PADA SISWA SMA

(Penelitian Kuasi Eksperimen pada Siswa Kelas XI IPA di SMAN 1 Kota Sukabumi)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:

Pembimbing I

Prof. Dr. H. Nanang Priatna, M.Pd. NIP. 196303311988031001

Pembimbing II

Dr. Elah Nurlaelah, M.Si. NIP.196411231991032002

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Matematika

Drs. Turmudi, M.Ed., M.Sc., Ph.D. NIP. 196101121987031003


(4)

ii

Tri Sulistiani Yuliza, 2013

ABSTRAK

Tri Sulistiani Yuliza. (0602136). Pengaruh Metode Pembelajaran Penemuan Terbimbing terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis pada Siswa SMA.

Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen yang dilakukan pada siswa kelas XI IPA di salah satu SMA Negeri kota Sukabumi semester ganjil tahun ajaran 2012/2013. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah: 1) Untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis pada siswa SMA yang mendapat pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing lebih baik dari siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan metode ekspositori; 2) Untuk mengetahui sikap siswa terhadap penggunaan metode pembelajaran penemuan terbimbing dalam pembelajaran matematika. Desain penelitian ini adalah desain penelitian kelompok kontrol pretes-postes. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan dua kelas sebagai sampel penelitian yang dipilih secara acak kelas. Kelas pertama memperoleh pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing dan kelas kedua memperoleh pembelajaran matematika dengan metode ekspositori. Data hasil penelitian diperoleh dari instrumen tes, angket, dan lembar observasi. Pengolahan data kuantitatif (pretes dan postes) dilakukan dengan bantuan program SPSS versi 16. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis pada siswa SMA yang mendapatkan pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing lebih baik dari siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan metode ekspositori; 2) Semua siswa bersikap positif terhadap penggunaan metode pembelajaran penemuan terbimbing dalam pembelajaran matematika.


(5)

iii

Tri Sulistiani Yuliza, 2013

ABSTRACT

Tri Sulistiani Yuliza. (0602136). The Effect of Guided Discovery Learning

Method on High School Students’ Mathematical Problem Solving

This research is a quasy experimental research which conducted towards students of grade XI science in one of senior high school in Sukabumi during the first semester of 2012/2013. The purposes of this study are: 1) to find out if an improvement of mathematical problem solving on high school students with guided discovery learning method is better than student with expository learning method; 2) to find out students’ attitude towards the use of guided discovery learning method in learning mathematics. The design of this research is using control group with pretest-postest. This research is conducted by 2 (two) classes as research samples chosen randomly. The first class gets mathematics learning with guided discovery learning method and second class gets mathematics learning with expository learning method. The data is taken from test instrument, questionnaire and observation sheet. Quantitative data processing (pretest and posttest) is done using SPSS version 16. The conclusions of this research are: 1) an improvement of mathematical problem solving on high school students with guided discovery learning is better than students with expository learning method; 2) All students show positive attitude towards the use of guided discovery learning method in learning mathematics.


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 6

A. Masalah dan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 6

B. Teori Konstruktivisme ... 10

C. Metode Pembelajaran Penemuan Terbimbing ... 11

D. Pembelajaran dengan Metode Ekspositori ... 17

E. Hipotesis Penelitian ... 17

BAB III METODE PENELITIAN ... 18

A. Metode Penelitian ... 18

B. Desain Penelitian ... 18

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 19

D. Definisi Operasional ... 19

E. Instrumen Penelitian ... 20

F. Prosedur Penelitian ... 28

G. Analisis Data ... 29

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 35

A. Analisis Data Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 36

B. Analisis Data Angket Siswa ... 44

C. Data Hasil Lembar Observasi ... 46

D. Pelaksanaan Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing ... 46


(7)

F. Pembahasan Hasil Penelitian ... 52

BAB V PENUTUP ... 55

A. Kesimpulan ... 55

B. Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 56

LAMPIRAN ... 59 DAFTAR RIWAYAT HIDUP


(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Pedoman Penskoran Kemampuan Pemecahan Masalah ... 10

Tabel 3.1 Kriteria Validitas Butir Soal Menurut Guilford ... 22

Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas Butir Soal ... 23

Tabel 3.3 Kriteria Derajat Reliabilitas Soal... 24

Tabel 3.4 Kriteria Daya Pembeda... 25

Tabel 3.5 Hasil Perhitungan Daya Pembeda Soal ... 25

Tabel 3.6 Klasifikasi Indeks Kesukaran Soal ... 26

Tabel 3.7 Hasil Perhitungan Indeks Kesukaran Soal ... 27

Tabel 3.8 Rekapitulasi Hasil Uji Instrumen Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 27

Tabel 3.9 Kriteria Gain Ternormalisasi ... 30

Tabel 3.10 Klasifikasi Hasil Analisis Data Angket ... 33

Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Data Pretes Kemampuan Pemecahan Ma-salah Matematis ... 36

Tabel 4.2 Output Uji Normalitas Data Pretes ... 38

Tabel 4.3 Output Uji Mann-Whitneys Data Pretes ... 39

Tabel 4.4 Statistik Deskriptif Data Postes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 40

Tabel 4.5 Output Uji Normalitas Data Postes ... 41

Tabel 4.6 Output Uji Perbedaan Dua Rata-rata Data Postes ... 41

Tabel 4.7 Statistik Deskriptif Data Gain Ternormalisasi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 44


(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 4.1 Aktivitas Guru Membimbing Siswa ... 48 Gambar 4.2 Aktivitas Siswa Pada Saat Berdiskusi ... 48 Gambar 4.3 Aktivitas Perwakilan Siswa Pada Saat Mempresentasikan

Hasil Diskusi ... 49 Gambar 4.4 Aktivitas Observer Pada Saat Mengamati Aktivitas Siswa ... 50 Gambar 4.5 Aktivitas Siswa Pada Saat Guru Menjelaskan Materi

Pembelajaran ... 51 Gambar 4.6 Aktivitas Siswa Pada Saat Menyelesaikan Soal ... 51 Gambar 4.7 Aktivitas Siswa Pada Saat Menuliskan Jawaban Soal ... 52


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran A Instrumen Penelitian ... 59

Lampiran A.1 RPP Kelas Kontrol (Metode Ekspositori) ... 60

Lampiran A.2 RPP Kelas Eksperimen (Metode Penemuan Terbimbing) .. 69

Lampiran A.3 Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 80

Lampiran A.4 Kisi-Kisi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis (Sebelum Uji Coba Instrumen) ... 103

Lampiran A.5 Kisi-kisi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis (Setelah Diperbaiki) ... 107

Lampiran A.6 Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis (Pretes-Postes) ... 111

Lampiran A.7 Kunci Jawaban Soal Tes ... 114

Lampiran A.8 Kisi-kisi Angket Siswa ... 126

Lampiran A.9 Angket Siswa ... 127

Lampiran A.10 Lembar Observasi ... 129

Lampiran B Uji Coba Instrumen ... 135

Lampiran B.1 Validitas ... 136

Lampiran B.2 Reliabilitas ... 142

Lampiran B.3 Daya Pembeda ... 146

Lampiran B.4 Indeks Kesukaran ... 148

Lampiran B.5 r Tabel (Pearson Product Moment) ... 151

Lampiran C Data Hasil Tes dan Non Tes ... 153

Lampiran C.1 Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 154

Lampiran C.2 Tabel Persentase Hasil Pengisian Angket ... 155


(11)

Lampiran C.4 Tabel Hasil Lembar Observasi ... 158

Lampiran D Contoh Hasil Pembelajaran ... 160

Lampiran D.1 Contoh Hasil Pretes Kelas Metode Ekspositori ... 161

Lampiran D.2 Contoh Hasil Pretes Kelas Metode Penemuan Terbimbing 163 Lampiran D.3 Contoh Hasil Postes Kelas Metode Ekspositori ... 164

Lampiran D.4 Contoh Hasil Postes Kelas Metode Penemuan Terbimbing 167 Lampiran D.5 Contoh Hasil Angket Siswa ... 169

Lampiran D.6 Contoh Hasil Lembar Observasi ... 173

Lampiran D.7 Contoh Hasil Lembar Kerja Siswa... 179

Lampiran E Surat Penelitian ... 201

Lampiran E.1 Surat Tugas Pembimbing ... 202

Lampiran E.2 Surat Permohonan Izin Penelitian ... 203

Lampiran E.3 Surat Rekomendasi Penelitian dari Dinas Pendidikan kota Sukabumi ... 204


(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Memecahkan suatu masalah dapat dikatakan sebagai aktivitas dasar manusia. Karena sebagian besar dalam menjalani aktivitasnya, manusia berhadapan dengan masalah. Masalah tersebut dapat muncul dalam kehidupan pribadi maupun sosial. Oleh karena memecahkan masalah merupakan aktivitas dasar manusia maka kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu kemampuan yang berperan penting dalam kehidupan.

Pendidikan adalah salah satu bidang yang berperan penting dalam mengembangkan kemampuan-kemampuan sumber daya manusia (SDM). Karena pendidikan merupakan upaya sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara yang dinyatakan dalam pasal 1 UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Syaripudin, 2006: 156). Salah satu lembaga yang mengelola penyelenggaraan kegiatan pendidikan adalah sekolah. Sementara itu, inti dari penyelenggaraan pendidikan di sekolah, dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran.

Salah satu kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah adalah pembelajaran matematika. Tujuan dari pembelajaran matematika (Depdiknas, 2006) adalah agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.


(13)

2

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Berdasarkan uraian tersebut, salah satu kemampuan yang harus dimiliki siswa setelah mengikuti pembelajaran matematika adalah kemampuan dalam memecahkan masalah. Dan kemampuan-kemampuan lainnya yang harus dimiliki oleh siswa, ditujukan agar siswa dapat menggunakan kemampuan tersebut dalam memecahkan masalah. Sehingga dapat dikatakan bahwa fokus utama dalam pembelajaran matematika adalah mengembangkan kemampuan pemecahan masalah (Depdiknas dalam Syaban, 2009).

Akan tetapi, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa masih belum memuaskan. Hasil penelitian yang dilakukan Sumarmo (Rahmah, 2011) terhadap siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kota Bandung, secara umum kemampuan pemecahan masalah pada siswa SMA kelas XI masih belum memuaskan yaitu sekitar 30%-50% dari skor Ideal. Begitu pula dengan hasil pengamatan yang dilakukan oleh Setiahati (2008, 3) terhadap siswa di salah satu SMA Negeri di kota Bandung menunjukkan bahwa siswa tidak terbiasa dengan soal-soal pemecahan masalah, sehingga saat siswa dihadapkan pada soal pemecahan masalah, siswa tidak bisa membuat model matematis dari masalah yang disediakan, tidak bisa menentukan kombinasi dan aturan-aturan yang dipelajari sebelumnya untuk dipakai dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Sama halnya dengan hasil pengamatan Setiahati, berdasarkan wawancara informal dengan guru matematika di salah satu SMA Negeri kota Sukabumi menyatakan bahwa kemampuan siswa di beberapa kelas pada beberapa mata pelajaran termasuk matematika tidak terlalu baik, khususnya jika siswa berhadapan dengan soal yang memerlukan lebih dari satu langkah


(14)

3

penyelesaian. Mengingat kemampuan pemecahan masalah sangat penting dan merupakan fokus utama dalam pembelajaran matematika maka guru sebaiknya mencari solusi permasalahan ini.

Salah satu hal yang memberikan pengaruh terhadap kemampuan siswa setelah belajar adalah proses pembelajaran yang diimplementasikan kepada siswa. Dalam memecahkan masalah khususnya masalah dalam matematika, siswa harus paham apa yang menjadi masalah dan menentukan rumus atau teorema apa yang dapat digunakan untuk menyelesaikan suatu masalah berdasarkan data yang diberikan di dalam soal. Karena itu, proses pembelajaran yang terjadi di dalam kelas harus dapat mendorong siswa untuk mengembangkan kemampuan berfikirnya.

Salah satu langkah yang dapat dilakukan guru dalam merencanakan proses pembelajaran adalah menentukan metode pembelajaran. Metode pembelajaran yang biasa digunakan guru dalam kegiatan pembelajaran adalah metode ekspositori. Pada tahun lima puluhan banyak pendidik matematika berpendapat bahwa metode ini hanya menyebabkan siswa belajar menghafal yang tidak banyak makna/tidak banyak mengerti (Ruseffendi, 2006: 290). Apabila pendapat pendidik matematika ini benar, siswa akan kesulitan dalam menyelesaikan masalah matematis.

Pada saat ini pandangan tentang pembelajaran telah mengalami perkembangan. Menurut Muhsetyo (2007) seiring dengan perkembangannya, strategi pembelajaran dari berpusat pada guru (teacher centered) menjadi berpusat pada siswa (student centered) maka berkembang pula cara pandang terhadap bagaimana siswa belajar dan memperoleh pengetahuan. Mereka secara individual ataupun berkelompok, dapat membangun sendiri pengetahuan mereka dari berbagai sumber belajar di sekitar mereka, tidak hanya berasal dari guru. Teori ini dinyatakan sebagai teori konstruktivisme. Dengan adanya teori ini, maka dalam pembelajaran tentunya lebih menitikberatkan pada partisipasi dan keaktifan siswa, karena siswa membangun pengetahuan mereka sendiri.

Untuk mengikuti perkembangan teori belajar, para ahli telah banyak mengembangkan metode-metode pembelajaran. Salah satu contoh metode


(15)

4

pembelajaran yang mengacu pada teori konstruktivisme adalah metode penemuan terbimbing. Dalam metode penemuan terbimbing, materi atau rumus tidak disajikan secara utuh oleh guru, sehingga dalam kegiatan pembelajaran terdapat peran aktif siswa dalam membangun konsep/rumus dan guru hanya bertindak sebagai fasilitator. Guru hanya akan memberi bantuan petunjuk jika diperlukan.

Penemuan terbimbing merupakan salah satu metode pembelajaran yang bersifat konstruktivistik dan bernuansa pemecahan masalah (Muhsetyo, 2007). Di dalam kegiatan pembelajaran ini, guru menyajikan materi dalam bentuk masalah atau pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan yang diberikan ini akan menuntun siswa untuk menemukan teori/rumus. Menurut Muhsetyo (2007: 26) siswa akan terbiasa dan cerdas memecahkan masalah setelah mereka memperoleh banyak latihan menyelesaikan masalah dan menurut Tim MKPBM (2001: 93) untuk memperoleh kemampuan dalam pemecahan masalah, seseorang harus memiliki banyak pengalaman dalam memecahkan masalah. Dengan diberikannya masalah sebagai pembimbing siswa untuk menemukan rumus/teori dan pemecahan masalah diharapkan siswa memiliki banyak pengalaman dalam memecahkan masalah sehingga terbiasa dan cerdas dalam memecahkan masalah. Untuk menguji kebenaran dari pernyataan-pernyataan yang telah dipaparkan, maka harus dilakukan penelitian.

Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang ”Pengaruh metode pembelajaran penemuan terbimbing terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis pada siswa SMA”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut “Bagaimana pengaruh metode pembelajaran penemuan terbimbing terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis pada siswa SMA?”.

Rumusan masalah di atas, dijabarkan dalam pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:


(16)

5

1. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis pada siswa SMA yang mendapatkan pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing lebih baik dari siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan metode ekspositori?

2. Bagaimana sikap siswa terhadap penggunaan metode pembelajaran penemuan terbimbing dalam pembelajaran matematika?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis pada siswa SMA yang mendapat pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing lebih baik dari siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan metode ekspositori.

2. Untuk mengetahui sikap siswa terhadap penggunaan metode pembelajaran penemuan terbimbing dalam pembelajaran matematika.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dapat tercapai melalui penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Menambah pengetahuan bagi peneliti tentang bagaimana mengaplikasikan metode penemuan terbimbing dalam pembelajaran matematika.

2. Diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis pada siswa SMA.

3. Memberikan variasi ataupun suasana baru dalam kegiatan pembelajaran matematika sehingga pembelajaran tidak monoton dan tidak mengalami kejenuhan.


(17)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan sebab akibat. Pada penelitian ini, variabel bebasnya adalah penggunaan metode pembelajaran penemuan terbimbing dan variabel terikatnya adalah kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Penelitian seperti ini merupakan penelitian eksperimen. Akan tetapi karena pengambilan sampel tidak memungkinkan untuk dilakukan secara acak siswa maka penelitian yang dilakukan dapat dikatakan sebagai penelitian kuasi eksperimen (Ruseffendi, 2005: 35).

B. Desain Penelitian

Desain penelitian yang akan digunakan yaitu desain penelitian kelompok kontrol pretes-postes. Pada desain penelitian ini subjek tidak dikelompokkan secara acak siswa tetapi acak kelas. Pada penelitian ini dilibatkan dua kelompok (kelas) yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Sebelum diberikan perlakuan pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, kedua kelompok tersebut diberikan pretes (tes awal) untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematis awal siswa, setelah itu kedua kelompok diberikan perlakuan dan setelah perlakuan kedua kelompok diberikan postes (tes akhir) untuk mengetahui peningkatan yang terjadi pada kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.

Penelitian ini menggunakan desain penelitian (Ruseffendi, 2005: 50) seperti dibawah ini:

A O X O

A O O

Keterangan :

A = Pemilihan sampel penelitian secara acak kelas O = Pretes = Postes


(18)

19

X = Pembelajaran dengan Metode Penemuan Terbimbing

Kelas eksperimen mendapatkan pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing sedangkan kelas kontrol mendapat pembelajaran dengan metode ekspositori.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA di SMAN 1 Kota Sukabumi. Di sekolah tersebut kelas XI IPA terdiri dari tujuh kelas. Satu kelas diantaranya adalah kelas unggul sedangkan enam kelas lainnya adalah kelas biasa. Menurut guru-guru di SMA Negeri 1 kota Sukabumi termasuk guru matematika enam kelas XI IPA tersebut memiliki kemampuan setara. Dari enam kelas XI IPA yang ada, dipilih dua kelas untuk menjadi kelas kontrol dan kelas eksperimen sebagai sampel dalam penelitian ini. Setelah dilakukan pemilihan secara acak kelas, terpilih XI IPA 4 sebagai kelas eksperimen dan kelas XI IPA 5 sebagai kelas kontrol.

D. Definisi Operasional

Berdasarkan kajian pustaka istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini didefinisikan sebagai berikut:

1. Metode pembelajaran penemuan terbimbing adalah metode pembelajaran di mana siswa diikutsertakan dalam menemukan atau mengkonstruksi pengetahuannya, dengan bahan ajar yang disajikan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan/masalah yang dapat membimbing siswa menemukan teori/rumus dan penyelesaian/pemecahan masalah matematis.

2. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa adalah kemampuan siswa menyelesaikan soal yang berhubungan dengan materi yang telah diajarkan, memuat tantangan, dan tidak dapat diselesaikan dengan menggunakan prosedur rutin yang telah diketahui siswa. Adapun indikator-indikator pemecahan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah langkah-langkah pemecahan masalah yang dikemukakan oleh Polya yaitu:

a. Memahami masalah, diantaranya siswa dapat mengidentifikasi unsur yang diketahui, yang ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan


(19)

20

b. Membuat rencana penyelesaian masalah

c. Melaksanakan rencana, yaitu kemampuan dalam melakukan perhitungan. d. Memeriksa kembali hasil kebenaran jawaban

3. Pembelajaran dengan metode ekspositori adalah pembelajaran yang dimulai dengan guru menjelaskan suatu konsep, dilanjutkan dengan menanyakan di mana ketidakpahamanan siswa terhadap konsep, lalu guru memberikan contoh-contoh pengerjaan soal aplikasi konsep itu, kemudian guru memberikan soal-soal lain untuk siswa.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini terdiri atas instrumen pembelajaran dan instrumen pengumpulan data. Berikut ini adalah penjelasan mengenai instrumen penelitian yang akan digunakan:

1. Instrumen Pembelajaran

Instrumen pembelajaran yang digunakan adalah RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) dan LKS (Lembar Kerja Siswa). RPP merupakan rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Standar Isi dan telah dijabarkan dalam silabus (Depdiknas, 2008: 162). Beberapa komponen di dalam RPP diantaranya adalah:

a. Tujuan Pembelajaran yaitu kompetensi yang harus dicapai siswa setelah mengikuti pembelajaran. Tujuan pembelajaran yang tercantum dalam RPP adalah kemampuan siswa dalam pemecahan masalah matematis.

b. Materi Pembelajaran tentang kaidah pencacahan (aturan perkalian, permutasi dan kombinasi)

c. Metode Pembelajaran, untuk kelas kontrol yaitu metode pembelajaran ekspositori dan untuk kelas eksperimen yaitu metode pembelajaran penemuan terbimbing.

d. Sumber Belajar, untuk kelas kontrol adalah buku/LKS yang biasa digunakan oleh guru. Sedangkan untuk kelas eksperimen adalah LKS rancangan yang disesuaikan dengan metode pembelajaran penemuan terbimbing dan materi


(20)

21

pembelajaran. Masalah/pertanyaan-pertanyaan yang ada di dalam LKS dirancang agar membimbing siswa menemukan rumus aturan perkalian, permutasi dan kombinasi. Sebelum LKS ini digunakan, isi dari LKS dikonsultasikan kepada dosen pembimbing. LKS disajikan di dalam lampiran. e. Penilaian, terdiri dari teknik penilaian atau instrumen penilaian ketercapaian

tujuan pembelajaran.

2. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data terdiri dari intrumen tes dan instrumen non tes (skala sikap atau angket dan lembar observasi). Penjelasan dari instrumen-instrumen yang akan digunakan adalah sebagai berikut:

a. Instrumen tes

Tes yang akan digunakan berupa tes uraian yang bertujuan untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Tes ini diberikan dua kali, baik pada kelas kontrol maupun kelas eksperimen, yaitu tes awal (pretes) dan tes akhir (postes). Tes awal dilakukan untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematis siswa sebelum mendapatkan pembelajaran, sementara tes akhir dilakukan untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematis siswa setelah mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan metode penemuan terbimbing untuk kelas eksperimen dan metode ekspositori untuk kelas kontrol. Instrumen tes disajikan di dalam lampiran.

Sebelum instrumen tes digunakan, instrumen tersebut dikonsultasikan terlebih dahulu kepada dosen pembimbing. Setelah itu instrumen tes diujicobakan kepada siswa yang telah mempelajari materi pembelajaran kelas XI. Uji coba instrumen tes dilakukan pada siswa kelas XII IPA 7 di SMA Negeri 1 kota Sukabumi. Banyaknya siswa yang mengikuti uji coba adalah 31 siswa. Setelah data skor hasil uji coba diperoleh, data tersebut dianalisis untuk mengetahui validitas, reliabilitas, indeks kesukaran dan daya pembeda dari setiap butir soal.

1) Validitas Butir Soal

Suatu alat evaluasi disebut valid (absah atau sahih) (Suherman, 2003:102) apabila alat tersebut mampu mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi. Untuk mengetahui validitas butir soal, setelah diujicobakan dihitung koefisien korelasi


(21)

22

antara skor butir soal dengan skor total. Koefisien korelasi ini dihitung dengan menggunakan rumus korelasi produk moment angka kasar atau rumus korelasi Pearson (Suherman, 2003: 119) sebagai berikut:

 

2 2

2

 

2

Y Y N X X N Y X XY N rxy            Keterangan:

rxy = koefisien korelasi antara X dan Y N = banyaknya peserta tes

X = skor setiap butir soal Y = skor total

Proses perhitungan dari koefisien korelasi disajikan pada Lampiran. Untuk mengetahui tinggi, sedang, atau rendahnya validitas butir soal, nilai koefisien korelasi yang telah diperoleh diinterpretasikan dengan kriteria yang disajikan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1

Kriteria Validitas Butir Soal Menurut Guilford (Suherman, 2003: 113)

Kriteria Interpretasi

00 , 1 90

,

0 rxy  Validitas sangat tinggi (sangat baik) 90

, 0 70

,

0 rxy  Validitas tinggi (baik)

70 , 0 40

,

0 rxy  Validitas sedang (cukup)

40 , 0 20

,

0 rxy  Validitas rendah (kurang)

00 ,

0 rxy 0,20 Validitas sangat rendah rxy 0,00 Tidak Valid

Tabel 3.1 hanya digunakan untuk menentukan kriteria validitas butir soal. Sedangkan untuk mengetahui apakah setiap butir soal valid atau tidak, perlu dilakukan pengujian signifikansi validitas butir soal. Pengujian signifikansi validitas butir soal dilakukan dengan kriteria (Priyatno, 2008: 119) sebagai berikut:

 Jika r hitung ≥ r tabel, maka soal tersebut dinyatakan valid.  Jika r hitung < r tabel, maka soal tersebut dinyatakan tidak valid.


(22)

23

Nilai r tabel yang digunakan adalah nilai r tabel pada tingkat sigifikansi 0,05 dengan uji 2 sisi dan jumlah peserta uji coba instrumen (N) = 31. Nilai-nilai r tabel terlampir pada lampiran. Hasil uji validitas butir soal disajikan pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2

Hasil Uji Validitas Butir Soal

No. Soal Koefisien Korelasi (rhitung) Kriteria Validitas r tabel Hasil Uji Validitas

1 0,585 Validitas Sedang

0,355

Valid

2 0,699 Validitas Sedang Valid

3 0,622 Validitas Sedang Valid

4 0,583 Validitas Sedang Valid

5 0,421 Validitas Sedang Valid

6 0,645 Validitas Sedang Valid

7 0,573 Validitas Sedang Valid

8 0,608 Validitas Sedang Valid

2) Reliabilitas Soal

Suatu alat evaluasi disebut reliabel jika hasil evaluasi tersebut relatif tetap (konsisten atau ajeg) jika digunakan untuk subjek yang sama (Suherman, 2003: 131).

Rumus yang digunakan untuk mencari koefisien reliabilitas soal bentuk uraian adalah dengan rumus Alpha (Suherman, 2003: 153) sebagai berikut:

               

2

2 11 1 1 t i s s n n r Keterangan:

r11 = koefisien reliabilitas n = Banyak butir soal

si2 = Jumlah varians skor setiap butir soal st2 = Varians skor total

Varians skor setiap butir soal dan varians skor total dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

si2 =

2( )2

dan st2 =


(23)

24

dengan x adalah skor butir soal dan y skor total.

Tolok ukur untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas alat evaluasi merupakan tolok ukur yang dibuat oleh J.P. Guilford (Suherman, 2003:139). Tolok ukur interpretasi derajat reliabilitas alat evaluasi disajikan pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3

Kriteria Derajat Reliabilitas Soal

Kriteria Interpretasi

r110,20 Derajat reliabilitas sangat rendah 40

, 0 20

,

0 r11 Derajat reliabilitas rendah 70

. 0 40

.

0 r11 Derajat reliabilitas sedang 90

, 0 70

,

0 r11 Derajat reliabilitas tinggi

90 ,

0 r111,00 Derajat reliabilitas sangat tinggi

Setelah dilakukan perhitungan terhadap koefisien reliabilitas dengan rumus Alpha diperoleh nilai koefisien reliabilitas sama dengan 0,68 artinya reliabilitas soal sedang. Proses perhitungan dari nilai koefisien reliabilitas disajikan pada lampiran.

3) Daya Pembeda

Daya pembeda sebuah butir soal (Suherman, 2003 : 159-161) adalah kemampuan butir soal itu untuk membedakan antara testi (siswa) yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Untuk mengetahui daya pembeda setiap butir soal bentuk uraian digunakan rumus (Depdiknas dalam Kusmaydi, 2010) sebagai berikut:

DP = � −�

� � � � �

Keterangan: DP = Daya pembeda

� = Rata-rata siswa pada kelompok atas � = Rata-rata siswa pada kelompok bawah

Klasifikasi interpretasi untuk daya pembeda (Suherman, 2003: 161) disajikan pada Tabel 3.4.


(24)

25

Tabel 3.4 Kriteria Daya Pembeda

Kriteria Interpretasi

DP0,00 Sangat jelek

20 , 0 00

,

0 DP Jelek

40 , 0 20

,

0  DP Cukup

70 , 0 40

,

0  DP Baik

00 , 1 70

,

0 DP Sangat baik

Banyaknya siswa yang mengikuti uji coba soal ada 31 siswa. Untuk menentukan siswa kelompok atas dan kelompok bawah, data skor siswa diurutkan dari yang terbesar hingga terkecil. Karena banyaknya siswa yang mengikuti uji coba lebih dari 30 maka kelompok subjek termasuk kelompok besar. Menurut para ahli untuk kelompok besar (Suherman, 2003: 162) banyaknya siswa kelompok atas 27% dan banyaknya siswa kelompok bawah 27% dari banyaknya siswa yang mengikuti uji coba. Karena 27% dari 31 sama dengan 8,37 maka siswa yang termasuk dalam kelompok atas adalah 8 siswa dengan skor tertinggi dan siswa yang termasuk dalam kelompok bawah adalah 8 siswa dengan skor terendah.

Proses perhitungan dari daya pembeda setiap butir soal disajikan pada Lampiran. Hasil perhitungan daya pembeda butir soal disajikan pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5

Hasil Perhitungan Daya Pembeda Soal

No. Soal Daya Pembeda Keterangan

1 0,625 Baik

2 0,65 Baik

3 0,2125 Cukup

4 0,4375 Baik

5 0,45 Baik

6 0,2125 Cukup

7 0,0875 Jelek


(25)

26

Dari Tabel 3.5 dapat diketahui bahwa, soal nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 8 memiliki daya pembeda baik atau cukup, sedangkan soal nomor 7 memiliki daya pembeda jelek. Karena soal nomor 7 memiliki daya pembeda jelek maka soal nomor 7 diganti. Soal yang diganti/direvisi dilampirkan pada Lampiran.

4) Indeks Kesukaran

Derajat kesukaran suatu butir soal dinyatakan dengan bilangan yang disebut indeks kesukaran (Difficulty Index). Rumus yang digunakan untuk menentukan indeks kesukaran butir soal bentuk uraian, sebagai berikut (Depdiknas dalam Kusmaydi, 2010):

�� = �

Keterangan : IK= Indeks Kesukaran

� = Rata-rata Skor Butir Soal b = Skor Maksimal Butir Soal

Klasifikasi indeks kesukaran soal (Suherman, 2003: 170) yang digunakan, disajikan pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6

Klasifikasi Indeks Kesukaran Soal

Kriteria Interpretasi

IK 0,00 soal terlalu sukar 30

, 0 00

,

0 IK soal sukar

70 , 0 30

,

0 IK soal sedang

00 , 1 70

,

0 IK soal mudah

IK1,00 soal terlalu mudah

Perhitungan dari indeks kesukaran setiap butir soal disajikan pada Lampiran dan hasil perhitungan indeks kesukaran butir soal disajikan pada Tabel 3.7.


(26)

27

Tabel 3.7

Hasil Perhitungan Indeks Kesukaran Soal

Rekapitulasi hasil uji coba instrumen tes kemampuan pemecahan masalah matematis secara keseluruhan disajikan pada Tabel 3.8.

Tabel 3.8

Rekapitulasi Hasil Uji Instrumen Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Soal Validitas Reliabilitas Daya Pembeda

Tingkat Kesukaran

Keterangan

1 Valid

Sedang

Baik Mudah Dipakai

2 Valid Baik Sedang Dipakai

3 Valid Cukup Sukar Dipakai

4 Valid Baik Mudah Dipakai

5 Valid Baik Sedang Dipakai

6 Valid Cukup Sukar Dipakai

7 Valid Jelek Sukar Diganti

8 Valid Cukup Sukar Dipakai

b. Instrumen non tes

Instrumen non tes yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu: angket dan lembar observasi. Berikut ini adalah penjelasan dari masing-masing instrumen non tes :

1) Angket Siswa

Angket ini digunakan untuk mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan metode penemuan terbimbing. Angket ini diberikan kepada siswa kelas eksperimen setelah pembelajaran

No. Soal Indeks Kesukaran Tingkat Kesukaran

1 0,8 Mudah

2 0,565 Sedang

3 0,116 Sukar

4 0,829 Mudah

5 0,571 Sedang

6 0,116 Sukar

7 0,077 Sukar


(27)

28

selesai. Model skala sikap yang akan digunakan adalah model skala Likert yang terdiri dari 5 pilihan jawab, yaitu: SS (Sangat Setuju), S (Setuju), N (Netral), TS (Tidak Setuju), dan STS (Sangat Tidak Setuju). Angket siswa disajikan pada Lampiran.

2) Lembar Observasi

Lembar observasi yang akan digunakan pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas pembelajaran (aktivitas guru dan siswa) yang terjadi di dalam kelas eksperimen (metode penemuan terbimbing). Lembar observasi aktivitas guru dan siswa disajikan pada lampiran.

F. Prosedur Penelitian

Prosedur dalam penelitian ini terdiri dari 4 tahapan, yaitu: tahap persiapan, tahap pelaksanaan, tahap analisis data, dan tahap pembuatan kesimpulan. Penjelasan dari keempat tahap tersebut adalah sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan

Beberapa kegiatan yang dilakukan pada tahap persiapan, yaitu:

a.Melakukan observasi ke sekolah yang akan dijadikan tempat penelitian. b.Menetapkan pokok bahasan yang akan digunakan untuk penelitian.

c.Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), bahan ajar penelitian dalam bentuk LKS, instrumen tes dan instrumen non tes dengan bimbingan dari dosen pembimbing.

d.Meminta surat permohonan ijin untuk melakukan penelitian di SMA Negeri 1 kota Sukabumi.

e.Meminta surat rekomendasi dari Dinas Pendidikan kota Sukabumi untuk melakukan penelitian di SMA Negeri 1 kota Sukabumi.

f. Meminta ijin untuk melakukan penelitian di SMA Negeri 1 kota Sukabumi dengan memberikan surat dari UPI dan Dinas Pendidikan kota Sukabumi. g.Melakukan uji coba instrumen tes.

h.Merevisi instrumen tes 2. Tahap Pelaksanaan


(28)

29

a.Memberikan tes awal (pretes) pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. b.Implementasi metode pembelajaran. Pembelajaran dilakukan sesuai jadwal

pembelajaran matematika di sekolah.

c.Melaksanakan observasi pada kelas eksperimen.

d.Memberikan tes akhir (postes) pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. e.Pengisian angket oleh siswa kelas eksperimen.

3. Tahap analisis data

Beberapa kegiatan yang dilakukan pada tahap analisis data, yaitu:

a.Mengumpulkan hasil data kuantitatif dan data kualitatif dari kedua kelas. b.Mengolah dan menganalisis data yang diperoleh, untuk menjawab

rumusan masalah dalam penelitian ini. 4. Tahap pembuatan kesimpulan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap pembuatan kesimpulan adalah membuat kesimpulan jawaban atas rumusan masalah yang telah dipaparkan berdasarkan hasil analisis data yang telah diperoleh.

G. Analisis Data

Analisis dilakukan terhadap dua kelompok data, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif yaitu berupa hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dan data kualitatif yang diperoleh dari angket atau skala sikap dan lembar observasi.

1. Analisis Data Kuantitatif

Analisis data kuantitatif dilakukan dengan uji statistik dengan bantuan software SPSS versi 16 terhadap data pretes, postes atau gain. Analisis data pretes dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis pada kedua kelas sebelum mendapatkan pembelajaran. Apabila telah diketahui tidak terdapat perbedaan antara kemampuan pemecahan masalah matematis pada kedua kelas sebelum pembelajaran maka analisis data postes dapat dilakukan untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematis kedua kelas setelah pembelajaran dan untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis pada kedua kelas. Sedangkan analisis


(29)

30

data gain dilakukan untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis apabila telah diketahui bahwa terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis antara kedua kelas. Gain dihitung dengan rumus sebagai berikut:

gain = skor postes – skor pretes

Selanjutnya dilakukan penghitungan gain ternormalisasi untuk mengetahui kualitas peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada kedua kelas. Gain yang ternormalisasi (normalized gain) yang dihitung dengan rumus (Hake, 1998) sebagai berikut:

Gain ternormalisasi (g) = � � −� � � � ( )

� � � −� � � � ( )

Setelah itu, gain ternormalisasi tersebut diinterpretasikan dengan kriteria yang disajikan pada Tabel 3.9.

Tabel 3.9

Kriteria Gain Ternormalisasi (Hake, 1998)

Indeks Gain (g) Kriteria

g < 0,30 Rendah

0,30 ≤ g < 0,70 Sedang

g 0,70 Tinggi

Berikut ini adalah langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis data kuantitatif:

a. Menghitung statistik deskriptif data pretes, postes, dan gain ternormalisasi dari kedua kelas untuk mengetahui nilai terendah, nilai tertinggi, rata-rata, standar deviasi dan variansi data.

b. Melakukan uji normalitas data pretes, postes, atau gain dengan uji Shapiro-Wilk atau uji Kolmogorov-Smirnov. Dengan rumusan hipotesis sebagai berikut:

H0 : Data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. H1 : Data sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal.


(30)

31

Dan kriteria pengujian berdasarkan nilai signifikansi (Uyanto, 2009: 40) sebagai berikut:

 Jika nilai signifikansi ≥ 0,05, maka H0 diterima

 Jika nilai signifikansi < 0,05, maka H0 ditolak

c. Jika data kedua sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal, maka dilanjutkan dengan uji homogenitas yaitu dengan uji Levene. Dengan tujuan untuk mengetahui apakah data sampel berasal dari populasi yang memiliki varians yang sama. Berikut ini adalah rumusan hipotesis uji homogenitas: H0 : Kedua kelompok data mempunyai variansi populasi yang sama. H1 : Kedua kelompok data mempunyai variansi populasi yang berbeda.

Dan kriteria pengujian berdasarkan nilai signifikansi (Uyanto, 2009) sebagai berikut:

 Jika nilai signifikansi ≥ 0,05, maka H0 diterima

 Jika nilai signifikansi < 0,05, maka H0 ditolak

d. Jika data kedua sampel berasal dari populasi berdistribusi normal dan variansi data kedua kelompok sama, selanjutnya dilakukan uji perbedaan dua rata-rata menggunakan statistik parametrik dengan uji t (Independent Sample T Test). Sedangkan jika data kedua sampel berasal dari populasi berdistribusi normal tetapi variansi data kedua kelompok berbeda, selanjutnya dilakukan uji perbedaan dua rata-rata menggunakan statistika parametrik dengan uji t’ (Independent Sample T Test). Berikut ini adalah rumusan hipotesis uji perbedaan dua rata-rata pretes (uji dua sisi/uji dua pihak/two-tailed):

H0 : �1 = �2 H1 : �1 ≠ �2

Dengan kriteria pengujian berdasarkan nilai signifikansi (Uyanto, 2009: 138) sebagai berikut:

 Jika nilai signifikansi ≥ 0,05, maka H0 diterima

 Jika nilai signifikansi < 0,05, maka H0 ditolak

Sedangkan rumusan hipotesis untuk uji perbedaan dua rata-rata postes atau gain (uji satu sisi/uji satu pihak/one-tailed):


(31)

32

H1 : �1 > �2

Dengan kriteria pengujian berdasarkan nilai signifikansi (Uyanto, 2009: 145 ) sebagai berikut:

 Jika 1

2nilai signifikansi (two-tailed) ≥ 0,05, maka H0 diterima

 Jika 1

2nilai signifikansi (two-tailed) < 0,05, maka H0 ditolak

e. Jika paling sedikit satu kelompok data sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal, maka uji perbedaan dua rata-rata dilakukan dengan statistik non parametrik yaitu dengan uji Mann-Whitney. Berikut ini adalah rumusan hipotesis untuk uji perbedaan hasil pretes dengan uji Mann-Whitney (uji dua sisi/uji dua pihak/two-tailed):

H0 : Tidak terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis antara siswa kelas eksperimen (penemuan terbimbing) dan kelas kontrol (ekspositori) sebelum perlakuan pembelajaran

H1 : Terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis antara siswa kelas eksperimen (penemuan terbimbing) dan kelas kontrol (ekspositori) sebelum perlakuan pembelajaran

Dengan kriteria pengujian berdasarkan nilai signifikansi (Uyanto, 2009) sebagai berikut:

 Jika nilai signifikansi ≥ 0,05, maka H0 diterima

 Jika nilai signifikansi < 0,05, maka H0 ditolak

Sedangkan rumusan hipotesis untuk uji perbedaan hasil postes atau gain dengan uji Mann-Whitney (uji satu sisi/uji satu pihak/one-tailed):

H0 : Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas eksperimen (penemuan terbimbing) setelah pembelajaran tidak lebih baik dari siswa kelas kontrol (ekspositori).

H1 : Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas eksperimen (penemuan terbimbing) setelah pembelajaran lebih baik dari siswa kelas kontrol (ekspositori).

Dengan kriteria pengujian berdasarkan nilai signifikansi (Uyanto, 2009: 318) sebagai berikut:


(32)

33

 Jika 1

2nilai signifikansi (two-tailed) ≥ 0,05, maka H0 diterima

 Jika 1

2nilai signifikansi (two-tailed) < 0,05, maka H0 ditolak

2. Analisis Data Kualitatif (Analisis Angket)

Hal pertama yang dapat dilakukan dalam analisis data kualitatif adalah dengan menghitung persentase jawaban dari sikap siswa terhadap setiap butir pernyataan di dalam angket. Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

% 100  

n f P

Keterangan:

P = Persentase Jawaban f = Frekuensi Jawaban n = Banyak Responden

Persentase yang diperoleh ditafsirkan berdasarkan kriteria yang dikemukakan Riduwan (Puspitasari, 2009: 45) sebagai berikut:

Tabel 3.10

Klasifikasi Hasil Analisis Data Angket

Kriteria Interpretasi

0 % Tak seorangpun

1 % - 24 % Sebagian kecil

25 % - 49 % Hampir setengahnya

50% Setengahnya

51 % - 74 % Sebagian besar

75 % - 99 % Hampir seluruhnya

100 % Seluruhnya

Selanjutnya data angket juga diolah dengan teknik penskoran. Menurut Suherman (2003:190) teknik penskoran digunakan untuk mentranfer skala kualitatif ke skala kuantitatif. Teknik penskoran jawaban angket yang digunakan pada angket ini merupakan teknik penskoran yang paling sering dipakai. Untuk pernyataan yang bersifat positif, jawaban SS diberi skor 5, S diberi skor 4, N


(33)

34

diberi skor 3, TS diberi skor 2 dan STS diberi skor 1. Sedangkan untuk pernyataan yang bersifat negatif, jawaban SS diberi skor 1, S diberi skor 2, N diberi skor 3, TS diberi skor 4 dan STS diberi skor 5.

Setelah data angket diolah dengan teknik penskoran, dihitung skor semua subjek dan skor alternatif jawaban netral dari semua butir pernyataan. Menurut Suherman (2003:191) siswa dikatakan bersikap positif jika skor subjek lebih besar dari skor alternatif jawaban netral. Sebaliknya siswa dikatakan bersikap negatif jika skor subjek kurang dari skor alternatif jawaban netral.


(34)

55 Tri Sulistiani Yuliza, 2013

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Berikut ini adalah beberapa kesimpulan hasil penelitian, yang diperoleh dari hasil analisis setiap data pelaksanaan penelitian:

1. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis pada siswa SMA yang mendapatkan pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing lebih baik dari siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan metode ekspositori. 2. Semua siswa bersikap positif terhadap penggunaan metode penemuan

terbimbing dalam pembelajaran matematika.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan maka dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut:

1. Guru dapat menggunakan metode penemuan terbimbing sebagai salah satu metode pembelajaran alternatif agar pembelajaran bisa lebih bervariasi dan tidak membuat jenuh. Hal ini sejalan dengan pendapat Observer dan hasil pengolahan data angket yang menunjukkan bahwa semua siswa bersikap positif terhadap penggunaan metode pembelajaran penemuan terbimbing. 2. Berdasarkan kajian pustaka, pembelajaran dengan metode penemuan

terbimbing membutuhkan waktu yang cukup lama dan tidak semua materi pembelajaran cocok disampaikan dengan metode pembelajaran ini. Sehingga kemungkinan tidak dapat digunakan pada setiap pertemuan.


(35)

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Z. (2008). Meningkatkan Motivasi Berprestasi, Kemampuan Pemecahan Masalah, dan Hasil Belajar Siswa kelas IV SD melalui Pembelajaran Matematika Realistik dengan Strategi Kooperatif Di Kabupaten Lamongan. Disertasi Doktor pada Pendidikan Matematika Sekolah Pasca Sarjana UPI: tidak diterbitkan.

Castronova, J. A. (2002). Discovery Learning for the 21st Century: What is it and how does it compare to traditional learning in the 21st Century. Tersedia: http://teach.valdosta.edu/are/Litreviews/vol1no1/castronova_litr.pdf [6 Maret 2011]

Depdiknas. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22, 23 dan 24 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta : Depdiknas.

Depdiknas. (2008). Materi Pelatihan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta : Depdiknas.

Djarwanto. (1996). Mengenal Beberapa Uji Statistik dalam Penelitian. Yogyakarta : Liberty.

Hake, R.R (1998). Interactive-Engagement Vs Traditional Methods: A Six-Thousand Student.Survey Of Mechanics Test Data For Introductory Physics Courses. Dalam American Journal of Physics vol 66 [Online].

Tersedia : http://www.physics.indiana.edu/~sdi/ajpv3i.pdf [3 Januari 2013]

Hudojo, H. (2001). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang : JICA

Hudojo, H. (2005). ). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang : UM PRESS.

Jacob, C. (2010). Pemecahan Masalah MatematisSuatu Telaah Perspekif Teoritis dan Praktis. Lokakarya pada guru SMP dan SMA di Subang tanggal 8 Juli 2010. Tidak diterbitkan

Kusmaydi. (2010). Pembelajaran Matematika Realistik untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP. Tesis pada Pendidikan Matematika Sekolah Pasca Sarjana UPI: tidak diterbitkan.


(36)

57

Markaban. (2008). Model Penemuan Terbimbing pada Pembelajaran Matematika SMK. [Online]. Tersedia: http://www.p4tkmatematika.org/download/ [7 Februari 2011]

Muhsetyo, G. dkk. (2007). Pembelajaran Matematika SD. Jakarta : Universitas Terbuka

Pannen, P. dkk. (2001). Konstruktivisme dalam Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka

Priyatno, D. (2008). 5 Jam Belajar Olah Data dengan SPSS 17. Yogyakarta: Andi Yogyakarta

Polya, G. (1957). How To Solve It. [Online]. Tersedia: http://serl.iiit.ac.in/cs6600/book.pdf [4 April 2011]

Puspitasari, R. (2010). Penerapan Model Pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP) Dalam Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMP. Skripsi pada FPMIPA UPI: tidak diterbitkan

Rahmah, G. A. (2011). Model Pembelajaran Matematisasi Berjenjang terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMA. Skripsi pada FPMIPA UPI: tidak diterbitkan

Ruseffendi, E.T. (2005). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito

Ruseffendi, E.T. (2006). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito

Setiahati. (2008). Brain Based Learning dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMA. Skripsi pada FPMIPA UPI: Tidak diterbitkan

Shadiq, F. (2011). Pentingnya Pemecahan Masalah. [Online]. Tersedia: http://p4tkmatematika.org/2011/03/pentingnya-pemecahan-masalah-di-smp/ [4 April 2011]

Suderadjat, H. (2002). Pendidikan berbasis luas (BBE) yang berorientasi pada kecakapan hidup (Life Skill). Bandung: CV. Cipta Cekas Grafika.


(37)

58

Suparno, P. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam pendidikan. Yogyakarta: Kanisius

Susilana, dkk .(2006). Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan FIP UPI

Syaban, M. (2009). Menumbuhkembangkan Daya Matematis Siswa. [Online]. Tersedia:http://educare.e-fkipunla.net[2 September 2010]

Syaripudin, T. (2006). Landasan Pendidikan. Bandung: FIP UPI

Syofiana, M. (2009). Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematik Siswa MTs melalui Pembelajaran dengan Metode Penemuan Terbimbing Berbasis Masalah Kontekstual. Tesis pada Pendidikan Matematika Sekolah Pasca Sarjana UPI: tidak diterbitkan.

Tim MKPBM. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA

Uyanto, S. (2009). Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Yogyakarta: Graha Ilmu

Wena, M. (2009). Strategi pembelajaran inovatif kontemporer: suatu tinjauan konseptual operasional. Jakarta: Bumi Aksara

Widdiharto, R. (2004). Model-model Pembelajaran Matematika SMP. [Online]. Tersedia:

http://www.p4tkmatematika.org/download/smp/ModelPembelajaran.pdf[2 September 2010]


(1)

33

 Jika 1

2

nilai signifikansi (two-tailed)

≥ 0,05, maka H0 diterima

 Jika 1

2

nilai signifikansi (two-tailed) < 0,05, maka H

0 ditolak

2. Analisis Data Kualitatif (Analisis Angket)

Hal pertama yang dapat dilakukan dalam analisis data kualitatif adalah dengan menghitung persentase jawaban dari sikap siswa terhadap setiap butir pernyataan di dalam angket. Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

% 100

 

n f P

Keterangan:

P = Persentase Jawaban f = Frekuensi Jawaban n = Banyak Responden

Persentase yang diperoleh ditafsirkan berdasarkan kriteria yang dikemukakan Riduwan (Puspitasari, 2009: 45) sebagai berikut:

Tabel 3.10

Klasifikasi Hasil Analisis Data Angket

Kriteria Interpretasi

0 % Tak seorangpun

1 % - 24 % Sebagian kecil

25 % - 49 % Hampir setengahnya

50% Setengahnya

51 % - 74 % Sebagian besar

75 % - 99 % Hampir seluruhnya

100 % Seluruhnya

Selanjutnya data angket juga diolah dengan teknik penskoran. Menurut Suherman (2003:190) teknik penskoran digunakan untuk mentranfer skala kualitatif ke skala kuantitatif. Teknik penskoran jawaban angket yang digunakan pada angket ini merupakan teknik penskoran yang paling sering dipakai. Untuk


(2)

34

Tri Sulistiani Yuliza, 2013

Pengaruh Metode Pembelajaran Penemuan Terbimbing Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Pada Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

diberi skor 3, TS diberi skor 2 dan STS diberi skor 1. Sedangkan untuk pernyataan yang bersifat negatif, jawaban SS diberi skor 1, S diberi skor 2, N diberi skor 3, TS diberi skor 4 dan STS diberi skor 5.

Setelah data angket diolah dengan teknik penskoran, dihitung skor semua subjek dan skor alternatif jawaban netral dari semua butir pernyataan. Menurut Suherman (2003:191) siswa dikatakan bersikap positif jika skor subjek lebih besar dari skor alternatif jawaban netral. Sebaliknya siswa dikatakan bersikap negatif jika skor subjek kurang dari skor alternatif jawaban netral.


(3)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berikut ini adalah beberapa kesimpulan hasil penelitian, yang diperoleh dari hasil analisis setiap data pelaksanaan penelitian:

1. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis pada siswa SMA yang mendapatkan pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing lebih baik dari siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan metode ekspositori. 2. Semua siswa bersikap positif terhadap penggunaan metode penemuan

terbimbing dalam pembelajaran matematika.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan maka dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut:

1. Guru dapat menggunakan metode penemuan terbimbing sebagai salah satu metode pembelajaran alternatif agar pembelajaran bisa lebih bervariasi dan tidak membuat jenuh. Hal ini sejalan dengan pendapat Observer dan hasil pengolahan data angket yang menunjukkan bahwa semua siswa bersikap positif terhadap penggunaan metode pembelajaran penemuan terbimbing. 2. Berdasarkan kajian pustaka, pembelajaran dengan metode penemuan

terbimbing membutuhkan waktu yang cukup lama dan tidak semua materi pembelajaran cocok disampaikan dengan metode pembelajaran ini. Sehingga kemungkinan tidak dapat digunakan pada setiap pertemuan.


(4)

56 Tri Sulistiani Yuliza, 2013

Pengaruh Metode Pembelajaran Penemuan Terbimbing Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Pada Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Z. (2008). Meningkatkan Motivasi Berprestasi, Kemampuan Pemecahan

Masalah, dan Hasil Belajar Siswa kelas IV SD melalui Pembelajaran Matematika Realistik dengan Strategi Kooperatif Di Kabupaten Lamongan.

Disertasi Doktor pada Pendidikan Matematika Sekolah Pasca Sarjana UPI: tidak diterbitkan.

Castronova, J. A. (2002). Discovery Learning for the 21st Century: What is it and

how does it compare to traditional learning in the 21st Century. Tersedia:

http://teach.valdosta.edu/are/Litreviews/vol1no1/castronova_litr.pdf [6 Maret 2011]

Depdiknas. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22, 23 dan 24

tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta : Depdiknas.

Depdiknas. (2008). Materi Pelatihan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

(KTSP). Jakarta : Depdiknas.

Djarwanto. (1996). Mengenal Beberapa Uji Statistik dalam Penelitian. Yogyakarta : Liberty.

Hake, R.R (1998). Interactive-Engagement Vs Traditional Methods: A

Six-Thousand Student.Survey Of Mechanics Test Data For Introductory Physics Courses. Dalam American Journal of Physics vol 66 [Online].

Tersedia : http://www.physics.indiana.edu/~sdi/ajpv3i.pdf [3 Januari 2013] Hudojo, H. (2001). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika.

Malang : JICA

Hudojo, H. (2005). ). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang : UM PRESS.

Jacob, C. (2010). Pemecahan Masalah MatematisSuatu Telaah Perspekif Teoritis

dan Praktis. Lokakarya pada guru SMP dan SMA di Subang tanggal 8 Juli

2010. Tidak diterbitkan

Kusmaydi. (2010). Pembelajaran Matematika Realistik untuk Meningkatkan

Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP.

Tesis pada Pendidikan Matematika Sekolah Pasca Sarjana UPI: tidak diterbitkan.


(5)

57

Markaban. (2008). Model Penemuan Terbimbing pada Pembelajaran Matematika

SMK. [Online]. Tersedia: http://www.p4tkmatematika.org/download/ [7

Februari 2011]

Muhsetyo, G. dkk. (2007). Pembelajaran Matematika SD. Jakarta : Universitas Terbuka

Pannen, P. dkk. (2001). Konstruktivisme dalam Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka

Priyatno, D. (2008). 5 Jam Belajar Olah Data dengan SPSS 17. Yogyakarta: Andi Yogyakarta

Polya, G. (1957). How To Solve It. [Online]. Tersedia: http://serl.iiit.ac.in/cs6600/book.pdf [4 April 2011]

Puspitasari, R. (2010). Penerapan Model Pembelajaran Missouri Mathematics

Project (MMP) Dalam Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMP. Skripsi pada FPMIPA

UPI: tidak diterbitkan

Rahmah, G. A. (2011). Model Pembelajaran Matematisasi Berjenjang terhadap

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMA. Skripsi pada

FPMIPA UPI: tidak diterbitkan

Ruseffendi, E.T. (2005). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Eksakta

Lainnya. Bandung: Tarsito

Ruseffendi, E.T. (2006). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan

Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito

Setiahati. (2008). Brain Based Learning dalam Pembelajaran Matematika untuk

Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMA.

Skripsi pada FPMIPA UPI: Tidak diterbitkan

Shadiq, F. (2011). Pentingnya Pemecahan Masalah. [Online]. Tersedia: http://p4tkmatematika.org/2011/03/pentingnya-pemecahan-masalah-di-smp/ [4 April 2011]

Suderadjat, H. (2002). Pendidikan berbasis luas (BBE) yang berorientasi pada

kecakapan hidup (Life Skill). Bandung: CV. Cipta Cekas Grafika.


(6)

58

Tri Sulistiani Yuliza, 2013

Pengaruh Metode Pembelajaran Penemuan Terbimbing Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Pada Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Suparno, P. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam pendidikan. Yogyakarta: Kanisius

Susilana, dkk .(2006). Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan FIP UPI

Syaban, M. (2009). Menumbuhkembangkan Daya Matematis Siswa. [Online]. Tersedia:http://educare.e-fkipunla.net[2 September 2010]

Syaripudin, T. (2006). Landasan Pendidikan. Bandung: FIP UPI

Syofiana, M. (2009). Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematik Siswa MTs

melalui Pembelajaran dengan Metode Penemuan Terbimbing Berbasis Masalah Kontekstual. Tesis pada Pendidikan Matematika Sekolah Pasca

Sarjana UPI: tidak diterbitkan.

Tim MKPBM. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA

Uyanto, S. (2009). Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Yogyakarta: Graha Ilmu Wena, M. (2009). Strategi pembelajaran inovatif kontemporer: suatu tinjauan

konseptual operasional. Jakarta: Bumi Aksara

Widdiharto, R. (2004). Model-model Pembelajaran Matematika SMP. [Online]. Tersedia:

http://www.p4tkmatematika.org/download/smp/ModelPembelajaran.pdf[2 September 2010]