KAJIAN PEMBINAAN AKHLAK MULIA SISWA MELALUI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER ROHANI ISLAM (ROHIS) DI SEKOLAH: Studi Kasus di SMA Negeri 1 Lembang-Bandung Barat.

(1)

Ani Nuryani, 2012

DAFTAR ISI

Halaman

SURAT PERNYATAAN... i

ABSTRAK... ii

KATA PENGANTAR... iii

UCAPAN TERIMA KASIH... v

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah... 6

C. Tujuan Penelitian... 7

D. Manfaat Penelitian... 8

E. Struktur Organisasi... 8

BAB II PEMBINAAN AKHLAK MULIA SISWA MELALUI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER ROHIS... 10 A. Pembinaan Akhlak Mulia... 10

B. Perkembangan Akhlak dan Karakteristik Remaja... 22

C. Pembinaan Akhlak Mulia sebagai Pendidikan Umum... 27

D. Pembinaan Akhlak Mulia melalui Ekstrakurikuler... 32

E. Penelitian Terdahulu... 46

BAB III METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN... 48

A. Definisi Operasional... 48

B. Metode dan Pendekatan Penelitian... 50

C. Tehnik Pengumpulan Data... 57

D. Tahapan-tahapan Penelitian... 62

E. Analisis dan Interpretasi Data... 66


(2)

Ani Nuryani, 2012

Kajian Pembinaan Akhlak Mulia Siswa Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler Rohani Islam (Rohis) Di

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 72

A. Deskripsi Lokasi Penelitian... 72

B. Deskripsi Hasil Penelitian... 77

C. Pembahasan Hasil Penelitian... 99

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI... 112

A. Kesimpulan... 112

B. Rekomendasi... 115

DAFTAR PUSTAKA... 116


(3)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan pada hakikatnya adalah untuk membantu peserta didik agar dapat mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya sehingga menjadi manusia yang utuh atau sempurna. Hakikat pendidikan tersebut tertuang dalam fungsi dan tujuan pendidikan Nasional sebagaimana diungkapkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Bab II pasal 3 yang menyatakan bahwa:

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Adanya kata-kata berakhlak mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, bertanggungjawab dan demokratis dalam tujuan pendidikan nasional tersebut menunjukkan bahwa pendidikan bukan sekedar transfer of knowledge akan tetapi lebih utama dari itu yakni agar peserta didik memiliki sikap dan perilaku yang menjungjung tinggi nilai moral/akhlak mulia.

Materi nilai moral/akhlak sebenarnya sudah ada pada beberapa mata pelajaran di sekolah yakni mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dan Pendidikan Agama Islam (PAI). Materi akhlak pada mata pelajaran PAI cukup banyak, hal ini dapat dilihat dari kurikulum KTSP 2006 PAI SMA/SMK di


(4)

roja’, menjaga kelestarian lingkungan hidup, adil, ridho, amal soleh, menghargai karya orang lain, menghindari dosa-dosa besar (syirik, zina, durhaka kepada orang tua, minum khamar, bunuh diri, lesbian/homosex), persatuan, kerukunan dan lain-lain. Dengan demikian dari aspek nilai moral/akhlak, PAI memiliki tanggung jawab besar untuk dapat merealisasikan tujuan Pendidikan Nasional tersebut. namun yang menjadi pertanyaan mengapa nilai-nilai moral/akhlak belum juga mampu mendasari sikap dan perilaku peserta didik. Padahal tujuan penyelenggaraan PAI sebagaimana diungkapkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Agama Islam pada Sekolah (Dirjen PAIS) Kementerian Agama (Kemenag) (2011: 2) “bahwa penyelenggaraan Pendidikan Agama Islam di sekolah harus menjadi landasan moral, etik, dan spiritual yang kuat dalam membentuk pribadi siswa agar menjadi muslim yang bermoral, beretika, dan taat beribadah.”

Dalam mengemban misi tersebut, PAI melakukan proses pembelajaran melalui dua program yaitu program intakurikuler dan ekstrakurikuler. Namun demikian program pembelajaran intrakurikuler PAI saat ini belum dapat mencapai tujuan sesuai yang diharapkan sebagaimana diakui oleh Dirjen PAIS (2011: 1)

“bahwa prestasi dan kompetensi peserta didik di lembaga pendidikan pada mata pelajaran PAI saat ini umumnya belum mencapai tingkat kompetensi yang menggembirakan. Indikasinya antara lain adalah rendahnya kejujuran, kerjasama, kasih sayang, toleransi, disiplin, termasuk juga dalam aspek integritas keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT.”


(5)

Peserta didik pada tingkat satuan pendidikan SMP dan SMA terindikasi banyak melakukan penyimpangan perilaku yang tidak sesuai dengan norma agama, norma hukum, dan norma susila, seperti terlibat narkoba, minum-minuman keras, tawuran, dan pergaulan bebas yang terkesan menjadi trend kehidupan anak remaja. Sebagaimana data yang diungkapkan oleh KPAI (Komisi perlindungan Anak Indonesia) 2010, sebanyak 32% remaja usia 14-18 tahun di kota-kota besar di Indonesia seperti Surabaya, Jakarta, Medan dan Bandung pernah berhubungan seks di luar nikah (Syiahali, 2011).

Data dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada tahun 2010 menyebutkan 51% remaja di Jabodetabek telah melakukan seks pra nikah, artinya dari 100 remaja 51 0rang sudah tidak perawan. Hasil lain dari survey Komnas Perempuan bahwa siswa SMP dan SMA ternyata 93,7 % pernah melakukan ciuman, 21,2 % remaja SMP pernah melakukan aborsi, dan 97 % remaja SMP dan SMA pernah melihat film porno (Heniputra, 2010).

Fakta-fakta tersebut menunjukkan ketidakberhasilan sekolah dalam pembinaan nilai moral peserta didik. Azra (2002: 2-4) menyebutkan beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya krisis nilai moral pada peserta didik saat ini, yaitu:

1. Sekolah sebagai sistem sosial tidak berfungsi dengan baik dalam pembinaan nilai dan moral peserta didik. Sekolah dan lingkungan tidak lagi mendidik peserta didik memahami diri untuk berbuat sesuatu yang berdasarkan nilai-nilai moral dan akhlak di mana mereka mendapatkan koreksi tentang tindakannya, salah atau benar.

2. Proses pendewasaan diri peserta didik tidak berlangsung dengan baik di lingkungan sekolah. Hal ini disebabkan guru kurang paham dalam menjabarkan tugas-tugas profesional.


(6)

3. Proses pembelajaran di sekolah sangat membelenggu perkembangan peserta didik, di mana sekolah berorientasi mengejar target agar siswanya lulus seratus persen.

4. Dalam proses pembelajaran di sekolah peserta didik dihadapkan pada nilai yang bertentangan, di mana sekolah menginformasikan nilai-nilai normatif sementara di lingkungan sekitar mereka dihadapkan pada nilai pragmatis-amoral.

Faktor-faktor kelemahan dalam pembelajaran nilai moral di sekolah tersebut dialami dalam pembelajaran intrakurikuler PAI, seperti yang diungkapkan Towaf (Ismail, 2008: 2) bahwa pendekatan yang digunakan masih cenderung normatif, kurang kreatifnya guru agama dalam menggali metode yang bisa dipakai untuk Pendidikan Agama menyebabkan pelaksanaan pembelajaran cenderung monoton.

Arif (2002: 7) mengatakan bahwa:

Persoalan-persoalan selalu menyelimuti dunia pendidikan sampai saat ini adalah seputar tujuan dan hasil yang tidak sejalan dengan kebutuhan masyarakat, metode pembelajaran yang statis dan kaku, sikap dan mental pendidik yang dirasa kurang mendukung proses dan materi pembelajaran yang kurang progresif.

Abdullah (Ismail, 2008: 2) seorang pakar keislaman menyoroti kelemahan kegiatan pendidikan agama yang selama ini berlangsung di sekolah. Ia mengatakan bahwa:

Salah satu kelemahan dari kegiatan tersebut adalah kurang konsen terhadap persoalan bagaimana mengubah pengetahuan agama yang kognitif menjadi makna dan nilai yang perlu di internalisasikan dalam diri siswa melalui berbagai cara, media dan forum. Pembelajaran lebih menitik beratkan pada aspek korespondensi tekstual yang lebih menekankan hafalan teks-teks keagamaan.

Kelemahan-kelemahan pembelajaran intrakurikuler PAI sebagaimana diungkapkan para pakar di atas bukan tanpa alasan, akan tetapi memiliki beberapa alasan dari mulai terbatasnya alokasi waktu, target pencapaian kurikulum sampai


(7)

pada kuatnya pengaruh perkembangan teknologi informasi dan faktor lingkungan masyarakat. Sebagaimana diungkapkan oleh Dirjen PAIS (2011:2) yakni:

1. Terbatasnya jumlah alokasi waktu yang tersedia dalam standar isi kurikulum untuk pembelajaran intrakurikuler Pendidikan Agama Islam; 2. Proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah kurang mampu

mengembangkan potensi, watak, akhlak mulia, dan kepribadian siswa. Di samping itu, kegiatan intrakurikuler juga kuran berorientasi kepada pembentukan moral dan akhlakul karimah yang seharusnya diberikan dalam bentuk pengalaman dan latihan-katihan.

3. Perkembangan global bidang teknologi, informasi, dan telekomunikasi pada sisi lian memiliki implikasi negatif bagi penyelenggaraan Pendidikan Agama Islam di sekolah.

4. Faktor lingkungan masyarakat dan lingkungan keluarga juga sering menjadi kendala bagi keberhasilan penyelenggaraan Pendidikan Agama Islam di sekolah.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka diperlukan upaya untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan tersebut baik terhadap program pembelajaran intrakurikuler di kelas itu sendiri maupun melalui kegiatan lain berupa ekstrakurikuler.

Adapun program kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan yang dapat membantu mengembangkan siswa sesuai dengan bakat dan minat mereka sebagaimana diungkapkan oleh Danial (2011: 630) bahwa kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran dan pelayanan konseling untuk membantu mengembangkan siswa sesuai dengan bakat dan minat mereka. Kegiatan ekstrakurikuler berupa kegiatan pengayaan dan perbaikan yang berkaitan dengan program intrakurikuler, yang diarahkan untuk memantapkan pembentukan kepribadian dan juga untuk lebih mengaitkan antara pengetahuan yang diperoleh dalam program intrakurikuler dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan.


(8)

Kegiatan ekstrakurikuler di sekolah banyak ragamnya di antaranya Palang Merah Remaja (PMR), Patroli Keamanan Sekolah (PKS), Bandung Karate Club (BKC), volley ball, futsal, pramuka, Karya Ilmiah Remaja (KIR), dan Rohani Islam (ROHIS).

ROHIS merupakan ekstrakurikuler yang berhubungan dengan mata pelajaran PAI dan salah satu programnya adalah pembinaan akhlak mulia, sehingga penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian apakah kegiatan ekstrakurikuler ROHIS dapat menjadi solusi alternatif dan berpengaruh terhadap pembinaan akhlak mulia siswa sehingga tujuan penyelenggaraan PAI di sekolah dan tujuan pendidikan nasional sebagaimana disebutkan di atas dapat tercapai. Namun demikian dalam kegiatannya diperlukan konsep, jenis kegiatan dan target yang ingin dicapai, sehingga kegiatan ekstrakurikuler ROHIS dapat terlaksana secara efektif. Oleh karenanya penelitian ini diarahkan pada kajian kegiatan ekstrakurikuler dengan judul: Kajian Pembinaan Akhlak Mulia Siswa Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler Rohani Islam (ROHIS) (Studi di SMA Negeri 1 Lembang).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka pertanyaan penelitiannya sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran konsep kegiatan ekstrakurikuler ROHIS di SMA Negeri 1 Lembang dalam pembinaan akhlak mulia siswa?

a. Fungsi dan tujuan program kegiatan ekstrakurikuler ROHIS b. Sasaran program kegiatan ekstrakurikuler ROHIS


(9)

c. Materi dan jenis kegiatan ekstrakurikuler ROHIS d. Jadwal kegiatan ekstrakurikuler ROHIS

2. Apakah pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler ROHIS di SMA Negeri 1 Lembang menunjukkan langkah-langkah pembinaan akhlak mulia?

a. Langkah-langkah penyusunan perencanaan kegiatan ekstrakurikuler ROHIS

b. Proses kegiatan ekstrakurikuler ROHIS di SMA Negeri 1 Lembang c. Metode kegiatan ekstrakurikuler ROHIS di SMA Negeri 1 Lembang d. Sistem evaluasi kegiatan

3. Akhlak mulia apakah yang dihasilkan dari program ekstrakurikuler ROHIS di SMA Negeri 1 Lembang?

4. Apakah faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan program pembinaan akhlak mulia melalui ekstrakurikuler ROHIS?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian mengenai pembinaan akhlak mulia siswa melalui kegiatan ekstrakurikuler ROHIS memiliki tujuan sebagai berikut yaitu:

1. Untuk mendeskripsikan konsep kegiatan ekstrakurikuler ROHIS di SMA Negeri 1 Lembang dalam pembinaan akhlak mulia siswa.

2. Untuk mendeskripsikan apakah langkah-langkah kegiatan ekstrakurikuler ROHIS telah menunjukkan langkah-langkah pembinaaan akhlak mulia. 3. Untuk memaparkan akhlak mulia seperti apa yang dihasilkan melalui


(10)

4. Untuk mendeskripsikan faktor pendukung dan faktor penghambat dalam pelaksanaan program ekstrakurikuler ROHIS.

D. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi Kementrian Agama dalam menyusun kebijakan umum pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler keagamaan.

2. Bagi UPI khususnya Program Studi Pendidikan Umum dapat bermanfaat bagi pengembangan khazanah keilmuan.

3. Memberikan kontribusi bagi sekolah khususnya SMA Negeri 1 Lembang untuk perbaikan kualitas kegiatan ekstrakurikuler ROHIS.

4. Memberikan masukan bagi sekolah lain yang belum memiliki kegiatan ekstrakurikuler ROHIS agar mengembangkan kegiatan ini dalam rangka pembinaan akhlak mulia siswa.

E. Struktur Organisasi

Bab 1 pada penelitian ini dimulai dari latar belakang adanya distorsi antara tujuan pendidikan nasional dengan hasil pendidikan yang tidak sesuai dengan tujuan pendidikan itu sendiri, hal ini ditandai dengan perilaku pelajar khususnya di kalangan remaja berupa tindakan immoral seperti tawuran, pergaulan bebas, gang motor dan lain-lain. Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan upaya untuk membina perilaku siswa (akhlak mulia), salah satunya melalui kegiatan ekstrakurikuler ROHIS. Kemudian dirumuskan permasalahan bagaimana


(11)

pembinaan akhlak mulia siswa melalui kegiatan ekstrakurikuler Rohis di SMA Negeri 1 Lembang, tujuan penelitian dan manfaat penelitian.

Pada bab II penulis mengkaji teori dari berbagai literatur yang berhubungan dengan pembinaan akhlak mulia, metode, dan kegiatan ekstrakurikuler ROHIS.Selanjutnya untuk menghasilkan penelitian yang valid dan reliabel maka penulis merancang penelitian pada bab III yang meliputipendekatan, metode, tehnik pengumpulan data, tahap-tahap penelitian dan tehnik analisis data.Selanjutnya penulis mendeskripsikan dan membahas hasil penelitian berdasarkan rumusan masalah yang telah ditentukan.Penelitian ini berakhir pada bab V yang berisi tentang kesimpulan dan saran.


(12)

BAB III

METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN

A. Definisi Operasional

Agar tidak terdapat kesalahpahaman atau kekeliruan dalam penelitian ini, maka perlu adanya definisi istilah (definisi operasional) sebagai berikut:

1. Kajian

Yaitu suatu proses penyelidikan untuk mendalami sesuatu (KBBI, 1995: 431). Yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah proses pembinaan akhlak mulia siswa.

2. Pembinaan.

Pembinaan adalah proses, perbuatan, cara membina, usaha, tindakan, dan kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik (KBBI, 1995: 134). Yang dimaksud pembinaan dalam penelitian ini adalah proses pembinaan akhlak mulia siswa.

3. Akhlak Mulia

Arti akhlak secara bahasa berarti tabi’at, kelakuan, perangai, tingkah laku dan adat kebiasaan. Menurut istilah ialah sifat yang tertanam di dalam diri yang dapat mengeluarkan suatu perbuatan dengan senang dan mudah tanpa pemikiran, penelitian dan paksaan. Sedangkan Akhlak menurut ajaran Islamadalah suatu ilmu yang membahas tata nilai, hukum-hukum dan prinsip-prinsip tententu untuk mengenal pasti sifat keutamaan untuk dihayati dan diamalkan, dan mengenal pasti


(13)

sifat-sifat tercela untuk dijauhi dengan tujuan membersihkan jiwa berasaskan wahyu Ilahi agar mencapai keridloan Alloh SWT (Ridlwaanullah) (Sauri, 2011: 18).

4. Ekstrakurikuler Rohis

Ekstrakurikuler yaitu kegiatan pendidikan yang diselenggarakan di luar mata pelajaran dan pelayanan konseling untuk membantu mengembangkan siswa sesuai dengan bakat dan minat mereka (Danial, 2011: 630). Sedangkan ROHIS adalah organisasi Islam sebagai sub dari Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) yang kegiatannya mendukung intrakurikuler keagamaan, dengan memberikan pendidikan, pembinaan, dan pengembangan potensi siswa-siswi muslim agar menjadi insan beriman, bertaqwa kepada Allah SWT, dan berakhlak mulia dengan mengimplementasikan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari (Dirjen PAIS, 2009: 10-11).

5. SMA Negeri 1 Lembang

SMA Negeri 1 Lembang yang dimaksud adalah Sekolah Menengah Atas yang berstatus Negeri dan merupakan SMA Negeri pertama yang berada di Kecamatan Lembang, berlokasi di Jl. Maribaya No. 68 Desa Kayuambon Kec. Lembang Kab. Bandung Barat.


(14)

B. Metode dan Pendekatan Penelitian

1) Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif atau disebut juga penelitian kualitatif. Menurut Moleong (2011: 6) penelitian kualitatif adalah:

Penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll. Secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.

Pendekatan kualitatif dipilih karena peneliti menganggap penelitian ini didasarkan atas fenomenologis yang pada dasarnya bertujuan untuk memperoleh pemahaman dan pengertian tentang perilaku manusia ditinjau dari faktor perilaku manusia itu sendiri yakni akhlak mulia siswa. Fenomenologis mempelajari pengalaman manusia dalam kehidupan yang mempercayai bahwa kebenaran akan terungkap melalui upaya menyelami interaksi perilaku manusia, dan akhirnya memperoleh kesimpulan tentang apa yang penting, dinamis dan berkembang. Nasution (1992: 5) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif pada hakekatnya mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya.

Selain itu pemilihan pendekatan kualitatif didasarkan pada karakteristiknya/ciri-cirinya sangat cocok dengan masalah yang menjadi fokus penelitian. Ciri-ciri penelitian kualitatif menurut Moleong (2011: 8-13) adalah sebagai berikut:


(15)

a) Latar alamiah: Penelitian kualitatif melakukan penelitian pada latar alamiah atau pada konteks dari suatu keutuhan (entity), karena kenyataan-kenyataan tidak dapat difahami jika dipisahkan dari konteksnya.

b) Manusia sebagai alat (instrumen): dalam penelitian kualitatif, peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan alat pengumpul data yang utama. Pada waktu mengumpulkan data di lapangan, peneliti berperan serta aktif dalam kegiatan kemasyarakatan atau disebut dengan pengamatan berperan serta (participan observation).

c) Metode kualitatif: Penelitian kualitatif menggunakan metode kualitatif yaitu pengamatan , wawancara, atau penelaahan dokumen.

d) Analisis data secara induktif: Analisis data secara induktif ini digunakan karena beberapa alasan. Pertama, proses induktif lebih dapat menemukan kenyataan-kenyataan jamak sebagai yang terdapat dalam data. Kedua, analisis induktif lebih dapat membuat hubungan peneliti-responden menjadi eksplisit, dapat dikenal, dan akuntabel. Ketiga, analisis demikian lebih dapat menguraikan latar secara penuh. Keempat, analisis induktuf lebih dapat menemukan pengaruh besar yang mempertajam hubungan-hubungan. Kelima, dapat memperhitungkan nilai-nilai secara eksplisit sebagai bagaian dari struktur analitik.

e) Teori dari Dasar (Grounded theory): penelitian kualitatif lebih menghendaki arah bimbingan penyusunan teori substantif yang berasal dari data, yaitu dari sejumlah data yang banyak dikumpulkan dan saling berhubungan.


(16)

f) Deskriptif: data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Hal itu disebabkan oleh adanya penerapan metode kualitatif. Selain itu, semua yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti.

g) Lebih mementingkan proses daripada hasil,: penelitian kualitatif lebih banyak mementingkan segi proses daripada hasil. Hal ini disebabkan oleh hubungan bagian-bagian yang sedang diteliti akan jauh lebih jelas apabila diamati dalam proses.

h) Adanya batas yang ditentukan oleh fokus: penelitian kualitatif menghendaki ditetapkan adanya batas dalam penelitian atas dasar fokus yang timbul sebagai masalah dalam penelitian.

i) Adanya kriteria khusus untuk keabsahan data : penelitian kualitatif meredefinisikan validitas, reliabilitas, objektivitas dalam versi lain dibandingkan dengan yang lazim digunakan dalam penelitian klasik. j) Desain yang bersifat sementara: penelitian kualitatif menyusun desain

yang secara terus-menerus disesuaikan dengan kenyataan di lapangan. Jadi, tidak menggunakan desain yang telah disusun secara ketat dan kaku. k) Hasil penelitian dirundingkan dan disepakati bersama: penelitian kualitatif menghendaki agar pengertian dan hasil interpretasi yang diperoleh dirundingkan dan disepakati oleh manusia yang dijadikan sebagai sumber data.

Berdasarkan ciri-ciri tersebut di atas, maka peneliti dapat berkomunikasi secara langsung dengan subjek yang diteliti serta dapat mengamati mereka


(17)

sejak awal sampai akhir proses penelitian. Fakta atau data itulah yang nantinya diberi makna sesuai dengan teori-teori yang terkait dengan fokus masalah yang diteliti.

Adapun metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik, mengingat yang menjadi tujuan dari penelitian adalah menggambarkan fenomena aktual yang sedang terjadi. Yang dimaksud dengan fenomena dalam penelitian ini adalah data lapangan yang berkenaan dengan: 1) Pembinaan akhlak mulia siswa, dan 2) Kegiatan ekstrakurikuler Rohani Islam (Rohis).

Metode deskriptif analitik digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam kegiatan penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis data yang diperoleh dari hasil pengamatan. Hal tersebut sebagaimana diungkapkan oleh Surachmad (1992: 131) tentang penyelidikan deskriptif

sebagai berikut: “Penyelidikan deskriptif digunakan apabila bertujuan untuk

mendeskripsikan atau menjelaskan peristiwa atau kejadian-kejadian yang ada pada masa sekarang”.

2) Sumber dan Jenis Data

Sumber data utama dalam penelitian kualitatif menurut Lofland dan Lofland (Moleong, 2011: 157) adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Kata-kata dan tindakan dalam konteks penelitian ini yaitu yang dilakukan oleh warga SMA Negeri 1 Lembang (Kepala Sekolah, guru, pembina ROHIS dan siswa itu sendiri) yang menjadi subjek penelitian. Selain itu, dimanfaatkan pula berbagai


(18)

dokumen resmi yang mendukung seperti program kegiatan ekstrakurikuler, jadwal kegiatan, profil sekolah, buku sumber, data base siswa, foto kegiatan dan lain-lain.

Pencatatan sumber data utama melalui wawancara dan pengamatan berperanserta (Observasi partisipatori) merupakan hasil gabungan dari kegiatan melihat, mendengar dan bertanya secara terarah terhadap subjek penelitian di SMA Negeri 1 Lembang

3) Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian dalam penelitian kualitatif ini adalah peneliti itu sendiri, sehingga peneliti langsung menjadi pengamat dan pembaca situasi berlangsungnya kegiatan ekstrakurikuler Rohis yang ada di SMA Negeri 1 Lembang. Manusia sebagai instumen dalam penelitian kualitatif menurut Moleong (2011: 169) karena memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a) Responsif: Manusia sebagai instrumen responsif terhadap lingkungan dan terhadap individu yang berperan serta dalam lingkungan, serta bersifat interaktif terhadap orang dalam lingkungannya.

b) Dapat menyesuaikan diri: Manusia sebagai instrumen dapat menyesuaikan diri pada keadaan dan situasi pengumpulan data.

c) Menekankan keutuhan: Manusa sebagai instrumen memanfaatkan imajinasi dan kreativitasnya dan memandang dunia ini sebagai suatu keutuhan. Agar merasakan keutuhan yang ada, peneliti hendaknya membenamkan dirinya secara utuh ke dalam lingkungan yang baru dan menahan keputusan nilainya sendiri.


(19)

d) Mendasarkan diri atas perluasan dan pengetahuan: Manusia sebagai instrumen penelitian mempunyai kemampuan untuk memperluas dan meningkatkan pengetahuan berdasarkan pengalaman-pengalaman yang diperolehnya.

e) Memproses data secepatnya: kemampuan lain yang dimiliki manusia sebagai instrumen adalah memproses data secepatnya, menyusunnya kembali, mengubah arah inkuiri atas dasar penemuannya, merumuskan hipotesis, dan mengetes hipotesis pada respondennya.

f) Memanfaatkan kesempatan untuk mengklarifikasikan dan mengikhtisarkan: Manusia sebagai instrumen memiliki kemampuan untuk menjelaskan sesuatu yang kurang difahami oleh subjek atau responden. Selain itu kemampuan mengikhtisarkan informasi yang banyak diceritakan oleh responden dalam wawancara.

g) Memanfaatkan kesempatan untuk mencari respon yang tidak lazim dan idiosinkratik: Manusia sebagai instrumen memiliki pula kemampuan untuk

menggali informasi yang lain dari yang lain, yang tidak direncanakan semula, yang tidak diduga terlebih dahulu, atau yang tidak lazim terjadi.

4) Sampling dan Satuan Kajian

Tehnik sampling dalam penelitian kualitatif jelas berbeda dengan yang nonkualitatif. Pada penelitian nonkualitatif sampel dipilih dari suatu populasi sehingga dapat digunakan untuk mengadakan generalisasi karena mewakili ciri-ciri suatu populasi. Sedangkan dalam penelitian kualitatif tidak ada sampel acak tetapi sampel bertujuan (purposif sample). Hal ini dimaksudkan


(20)

untuk menjaring informasi sebanyak mungkin dari berbagai macam sumber dan bangunannya (contructions). Adapun ciri-ciri sampel purposif menurut Moleong (2011: 224) sebagai berikut:

a) Rancangan sampel yang muncul: Sampel tidak dapat ditentukan atau ditarik terlebih dahulu.

b) Pemilihan sampel secara berurutan: Tujuan memperoleh variasi sebanyak-sebanyaknya hanya dapat dicapai apabila pemilihan satuan sampel dilakukan setelah sebelumnya dijaring dan dianalisis.

c) Penyesuaian berkelanjutan dari sampel: Pada mulanya setiap sampel dapat sama kegunaannya. Namun, sesudah makin banyak informasi yang didapat maka sampel makin dipilih sesuai fokus penelitian.

d) Pemilihan berakhir jika sudah terjadi pengulangan: Jika tidak ada lagi informasi yang dijaring, dan mulai terjadi pengulangan informasi, maka penarikan sampel pun sudah harus dihentikan.

Satuan kajian biasanya ditetapkan dalam rancangan penelitian. Kadang-kadang satuan kajian bersifat perseorangan seperti siswa, guru, dan kepala sekolah. Satuan kajian dalam konteks penelitian ini adalah warga SMA Negeri 1 Lembang yang meliputi kepala sekolah, guru, pembina ekstrakurikuler dan siswa. Adapun sasaran penelitian dari masing-masing satuan kajian tersebut sebagai berikut:

a) Kepala Sekolah

 Dalam mengembangkan visi, Misi dan Program Sekolah yang berhubungan dengan proses pembinaan akhlak mulia di sekolah.


(21)

 Dalam mengembangkan program kegiatan ekstrakurikuler.

 Dalam menata lingkungan sekolah yang kondusif sebagai upaya pembinaan akhlak mulia,

b) Guru

 Dalam melaksanakan kegiatan ekstrakurikuler yang mendukung pembinaan akhlak mulia siswa.

 Dalam mendukung upaya pembinaan

c) Pembina Ekstrakurikuler; dalam mengembangkan program-program kegiatan ektrakurikuler Rohis yang mampu menarik minat siswa dan berpengaruh terhadap pengembangan akhlak mulia siswa

d) Siswa; dalam mengembangkan potensi yang dimiliki dan mengembangkan eksistensi dalam kegiatan ektrakurikuler rohis, dan sejauhmana pembinaan akhlak yang ada di ektrakurikuler rohis berpengaruh terhadap akhlak dan perilaku siswa dalam kehidupan sehari-hari.

C. Tehnik Pengumpulan Data

1. Observasi

Alwasilah (2009: 211) mengungkap bahwa observasi adalah pengamatan sistematis dan terencana yang bertujuan untuk memperoleh data yang dikontrol validitas dan reliabilitasnya.Teknik observasi dalam penelitian ini dilakukan untuk mengamati berbagai hal yang berkaitan dengan pembinaan akhlak mulia melalui ekstrakurikuler Rohis agar peneliti mendapatkan pemahaman yang tidak terucapkan (tacit understanding) melalui wawancara dengan responden. Bahkan menurut Alwasilah (2009: 154-155) teknik


(22)

observasi memungkinkan peneliti menarik kesimpulan (inferensi) ihwal makna dan sudut pandang responden, kejadian, peristiwa, atau proses yang diamati.

Guba dan Lincoln (Moleong, 20011: 174) mengemukakan beberapa alasan mengapa dalam penelitian kualitatif observasi dimanfaatkan sebesar-besarnya, antara lain sebagai berikut:

a) Tehnik pengamatan ini didasarkan atas pengamatan secara langsung, karena pengamatan langsung merupakan alat yang ampuh untuk mengetes suatu kebenaran.

b) Tehnik pengamatan juga memungkinkan melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan sebenarnya.

c) Pengamatan memungkinkan peneliti mencatat peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan pengetahuan proposisional maupun pengetahuan yang langsung diperoleh dari data.

d) Memanfaatkan pengamatan untuk menjaga adanya kekeliruan atau bias terhadap data yang diperoleh.

e) Tehnik pengamatan memungkinkan peneliti mampu memahami situasi-situasi rumit yang mungkin terjadi ketika peneliti ingin memperhatikan beberapa tingkah laku sekaligus.

f) Dalam kasus-kasus tertentu di mana tehnik komunikasi lainnya tidak memungkinkan, pengamatan dapat menjadi alat yang sangat bermanfaat.


(23)

Secara intensif teknik observasi ini digunakan untuk memperoleh data mengenai kegiatan pembinaan akhlak mulia siswa melalui ekstrakurikuler Rohis di SMA Negeri 1 Lembang antara lain upaya-upaya sekolah, guru, pembina Rohis, anggota Rohis baik dalam kontek program maupun dalam bentuk ucapan dan perbuatan yang mengandung unsur akhlak mulia.

Jenis observasi yang digunakan adalah observasi non sistematis, yakni tidak menggunakan pedoman buku yang berisi daftar yang mungkin dilakukan oleh guru dan siswa, tetapi pengamatan dilakukan spontan dengan cara mengamati apa adanya pada saat guru/pembina Rohis melakukan pembinaan akhlak mulia serta ucapan dan perilaku siswa sebagai akibat dari peran pembina/guru.

2. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Maksud mengadakan wawancara.Peneliti dalam penelitian kualitatif adalah sekaligus sebagai instrumen, sehingga fasilitas yang dimilikinya seperti sepasang mata, telinga, dan lisannya merupakan alat untuk berkomunikasi dan mendapatkan data yang diharapkan. Melalui teknik wawancara diharapkan peneliti dapat memperoleh data mengenai ekstrakurikuler Rohis, motivasi menjadi anggota Rohis, kegiatan-kegiatan Rohis, dan lain-lain, seperti ditegaskan oleh Lincoln dan Guba (Moleong: 2011: 186), bahwa wawancara dilakukan untuk mengkonstruksi mengenai


(24)

orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain.

Selanjutnya Lincoln dan Guba dalam Alwasilah (2009: 195) mengungkapkan lima langkah penting dalam melakukan wawancara, yakni: a. Menentukan siapa yang akan di interview.

b. Menyiapkan bahan-bahan interview . c. Langkah-langkah pendahuluan.

d. Mengatur kecepatan menginterview dan mengupayakan agar tetap produktif.

e. Mengakhiri interview

Berdasarkan langkah-langkah tersebut, langkah pertama yang dilakukan oleh peneliti adalah menentukan siapa saja yang akan di interview. Dalam hal ini peneliti akan mewawancarai antara lain kepala sekolah, guru, pembina ekstrakurikuler, Tata Usaha, dan siswa. Selanjutnya peneliti akan membuat daftar pertanyaan yang akan diajukan kepada interviewee, berikut mengatur kecepatan dalam melakukan wawancara.

3. Dokumentasi

Teknik dokumentasi dilakukan untuk memperoleh data yang tidak terungkap melalui wawancara dan observasi. Data tersebut dapat berupa photo, arsip sekolah, bulletin, perangkat pembelajaran, piagam, dan lain-lain. Sebagaimana diungkapkan Guba dan Lincoln (Moleong, 2011: 216) dokumen sebagai setiap bahan tertulis ataupun film yang digunakan dalam penelitian sebagai sumber data. Dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data


(25)

dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan bahkan untuk meramalkan. Dokumentasi dijadikan sebagai tehnik dalam pengumpulan data dengan alasan sebagai berikut:

a. Dokumen dan record digunakan karena merupakan sumber yang stabil, kaya, dan mendorong.

b. Berguna sebagai bukti untuk suatu pengujian.

c. Keduanya berguna dan sesuai dengan penelitian kualitatif karena sifatnya yang alamiah, sesuai dengan konteks, lahir dan berada dalam konteks.

d. Record relatif murah dan tidak sukar diperoleh, tetapi dokumen harus

dicari dan ditemukan.

e. Keduanya tidak reaktif sehingga sukar ditemukan dengan teknik kajian isi.

f. Hasil pengkajian isi akan membuka kesempatan untuk lebih memperluas tubuh pengetahuan terhadap sesuatu yang diselidiki.

Dalam penelitian ini, teknik dokumentasi dilakukan untuk mengetahui dokumen tentang bagaimana kegiatan ekstrakurikuler Rohani Islam (ROHIS) yang ada di SMA Negeri 1 Lembang sebelum peneliti melakukan penelitian lebih lanjut. Dokumen yang diperlukan berbentuk profil sekolah dan program kerja ekstrakurikuler ROHIS yang dapat diperoleh dari kepala sekolah, guru, tata usaha, dan pembina ekstrakurikuler.


(26)

Studi Pustaka dapat dilakukan untuk mengumpulkan informasi berupa data ilmiah dari berbagai literatur yang berhubungan dengan Pendidikan Umum, ekstrakurikuler, pembinaan akhlak, karakterististik anak SMA, dan metode penelitian kualitatif. Sebagaimana diungkapkan Hadisubroto (2007: 28) bahwa studi pustaka dipergunakan untuk mendapatkan teori-teori, konsep-konsep sebagai bahan pembanding, penguat atau penolak terhadap temuan hasil penelitian untuk mengambil kesimpulan.

D. Tahapan-tahapan Penelitian

Langkah-langkah penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini mengacu pada tahapan yang dikemukakan oleh Nasution (1996: 33) yang terdiri dari: (1) Tahap orientasi; (2) Tahap Eksplorasi; dan (3) Tahap “member check”. Berikut penjelasan masing-masing tahap.

1. Tahap Orientasi.

Tahap ini merupakan tahap awal penelitian yang bertujuan untuk mengetahui gambaran secara umum tentang masalah-masalah yang akan diteliti. Tahap ini merupakan kegiatan untuk memperoleh informasi yang seluas-luasnya mengenai hal-hal yang bersifat umum dan berkenaan dengan masalah penelitian. Oleh karena itu peneliti melakukan kunjungan dan pendekatan kepada kepala sekolah, guru, pembina ekstrakurikuler Rohis dan beberapa siswa sehingga didapatkan hal-hal yang menarik dan menonjol dari kegiatan pembinaan akhlak mulia melalui kegiatan ektrakurikuler Rohis di SMA Negeri 1 Lembang. Dari informasi awal yang telah diperoleh selanjutnya dianalisis dan dikonsultasikan


(27)

dengan pembimbing untuk menentukan, memperjelas dan mempertajam fokus masalah dalam penelitian.

Untuk menjalin hubungan yang harmonis sehingga responden merasa nyaman, tidak mencurigai dan terbuka maka peneliti melakukan pendekatan dengan cara:

a) Menjelaskan maksud dan tujuan penelitian yaitu untuk mengembangkan khasanah ilmu pengetahuan yang tidak akan berpengaruh terhadap kedudukan atau jabatan seseorang.

b) Melakukan kunjungan berulang-ulang.

c) Menjaga etika penelitian, seperti menjaga kerahasiaan informasi, menggunakan bahasa yang dipahami, dan mengikuti aturan-aturan yang berlaku di lokasi penelitian.

Adapun tahap Orientasi menurut Moleong (2011: 127-148) adalah merupakan tahap pralapangan yang terdiri dari, pertama menyusun rancangan penelitian, kedua mengurus perizinan penelitian, ketiga menjajaki dan menilai lapangan, keempat memilih dan memanfaatkan informan, kelima menyiapkan perlengkapan penelitian.

Pada tahap ini peneliti memulai penelitian dengan menyusun proposal penelitian kemudian mendiskusikannya dengan pembimbing akademik, setelah mendapatkan persetujuan dari pembimbing akademik selanjutnya diajukan kepada ketua prodi untuk diseminarkan. Setelah dinyatakan diterima untuk dilanjutkan penelitian oleh para penguji. Langkah berikutnya berikutnya yaitu mengajukan pembimbing dan perijinan penelitian sebagai dasar untuk turun ke lapangan. Berbekal surat ijin dari Direktur Pascasarjana, peneliti melapor kepala SMA


(28)

Negeri 1 Lembang untuk memberitahukan dan memperoleh ijin lokasi penelitian sekaligus menjajaki keadaan lapangan, memilih dan menetapkan informan yang diperlukan. Langkah berikutnya peneliti mempersiapkan perlengkapan penelitian seperti pedoman observasi, pedoman wawancara, kamera, tape recorder dan lain-lain.

2. Tahap Eksplorasi

Tahap eksplorasi merupakan tahap mengumpulkan data. Pada tahap ini peneliti mulai menggali data secara intensif sesuai dengan tehnik pengumpulan data yang telah dipersiapkan sebelumnya.

Tahap ini disebut juga sebagai pekerjaan lapangan yang menurut Basrowi dan Suwandi (2008: 88) dibagi atas tiga bagian yaitu (1) memahami latar penelitian dan persiapan diri; (2) memasuki lapangan; dan (3) berperan serta sambil mengumpulkan data.

Pada tahap ini peneliti berusaha untuk memahami latar penelitian, dengan melakukan interaksi dan lebih mengakrabkan diri dengan responden sehingga peneliti dapat menentukan strategi berperanserta dengan latar yang akan diteliti. Kemudian peneliti mulai mempersiapkan diri untuk memasuki lapangan mulai dari penyesuaian penampilan, etika sampai pada target waktu agar efektif dan efisien. Langkah berikutnya dalam tahap ini adalah memasuki lapangan. Pada tahap ini peneliti memelihara keakraban pergaulan sehingga tidak ada dinding pemisah (rapport) dengan subjek, mempelajari bahasa responden, dan berbaur dengan komunitas yang sedang diteliti.


(29)

Berperan serta dalam kegiatan mereka sambil mengumpulkan data yang diperlukan merupakan langkah berikutnya dalam tahap ini. Peneliti berusaha terlibat dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang ada di ekstrakurikuler Rohis seperti menjadi pemateri pada saat tidak ada pemateri lain sambil mengumpulkan data melalui observasi, dan wawancara dengan anggota Rohis. Setiap informasi yang diberikan responden selalu dicek kebenarannya dengan responden lain dalam hal ini digunakan teknik triangulasi, yaitu membandingkan dan mengecek balik derajat kebenaran informasi atau data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara maupun dokumentasi.

3. Tahap member check

Member check dilakukan untuk mengecek kebenaran data yang diberikan,

sehingga data yang diperoleh dapat dipercaya kebenarannya. Menurut Nasution (1996: 112) “Data itu harus diakui dan diterima kebenarannya oleh sumber informasi, dan selanjutnya data tersebut juga harus dibenarkan oleh sumber data

lain atau informan lain”. Pengecekan data ini dilakukan dengan cara hasil

pengamatan dan wawancara yang telah dituangkan dalam bentuk laporan, diperbanyak, dibagikan kepada responden untuk dibaca dan dinilai kesesuaiannya dengan informasi yang telah diberikan kemudian kesalahan dan kekeliruan dikoreksi. Dengan demikian responden dapat memeriksa kebenaran laporan itu, sehingga hasil penelitian lebih dapat dipercaya.


(30)

E. Analisis dan Interpretasi Data

Proses analisis dan interpretasi data dalam penelitian ini dimulai dengan menelaah seluruh data yang berhasil dikumpulkan, baik dari hasil wawancara, pengamatan, maupun dari studi dokumentasi yang sudah tertuang dalam catatan lapangan untuk kepentingan pengembangan teori atau sebagai masukan bagi pengembangan pedoman kegiatan ekstrakurikuler Rohis. Menurut Moleong (2011: 248) analisis data kualitatif adalah:

Upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.

Pengolahan dan penganalisaan data dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman peneliti terhadap masalah yang sedang diteliti dan upaya memahami maknanya yakni kajian pembinaan akhlak mulia siswa melalui kegiatan ekstrakurikuler Rohis. Dalam konteks penelitian ini, peneliti mengadaptasi analisis data kualitatif sebagaimana disarankan oleh Moleong (2011: 248) sebagai berikut:

1) Mencatat hasil temuan lapangan, dengan cara memberi kode agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri.

2) Mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, mensintesiskan, membuat ikhtisar, dan membuat indeksnya.

3) Memikirkan agar kategori data itu mempunyai makna, mencari dan menemukan pola dan hubungan-hubungan, serta membuat temuan-temuan umum.


(31)

F. Kriteria dan Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data 1. Kriteria Keabsahan Data

Pemeriksaan keabsahan data pada penelitian kualitatif merupakan dasar untuk menyanggah balik terhadap tuduhan yang mengatakan penelitian ini tidak ilmiah, dengan peneliti melaksanakan pemeriksaan terhadap keabsahan data sesuai dengan tekniknya maka hasil penelitian benar-benar dapat dipertanggungjawabkan.

Moleong (2011 : 324) mengemukakan bahwa untuk menetapkan keabsahan (trustworthiness) data diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan pada beberapa kriteria, yaitu derajat kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan (dependability), dan kepastian (confirmability).

a. Credibility (Kepercayaan)

Credibility merupakan istilah kriteria keabsahan data pada penelitian

kualitatif menggantikan istilah validitas internal pada penelitian nonkualitatif yang berfungsi untuk melaksanakan inkuiri dan mempertunjukkan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian.

b. Transferability (Keteralihan)

Transferability (keteralihan) merupakan istilah untuk menggantikan

validitas eksternal pada penelitian nonkualitatif, berbeda dengan validitas eksternal yang menyatakan bahwa generalisasi dapat dilakukakan pada setiap konteks penelitian, pada penelitian kualitatif, transferability (keteralihan) bergantung pada kesamaan konteks dengan cara mengumpulkan kejadian


(32)

empiris tentang kesamaan konteks. Peneliti dalam penelitian ini tidak melakukannya karena tidak bermaksud melakukan generalisasi/keteralihan. c. Dependability (Kebergantungan)

Dependability merupakan istilah untuk menggantikan reliabilitas pada

penelitian nonkualitatif, Reliabilitas berarti jika suatu studi dilakukan pengulangan dan mendapatkan hasil yang sama maka studi tersebut telah mencapai reliabilitas. Pada penelitian kualitatif suatu realitas itu bersifat majemuk atau ganda, dinamis atau selalu berubah, sehingga tidak ada yang konsisten dan berulang seperti semula. Karena itu bagi Guba dan Lincoln (Alwasilah, 2009: 187) tidaklah perlu untuk mengeksplisitkan persyaratan reliabilitas. Mereka menyarankan penggunaan istilah dependability atau konsistensi, yakni keterhandalan atau kebergantungan.

d. Confirmability (Kepastian)

Confirmability berasal dari konsep objektivitas menurut nonkualitatif

yakni suatu penelitian dikatakan objektif bergantung pada persetujuan beberapa orang terhadap pandangan, pendapat dan hasil penemuan seseorang, semakin banyak orang yang setuju maka penelitian tersebut semakin obyektif sehingga dapat dikatakan objektifitas akan tergantung pada orangnya. Sedangkan Confirmability (kepastian) penekanan bukan pada orangnya melainkan pada datanya.


(33)

2. Teknik pemeriksaan data

Setelah menetapkan kriteria keabsahan data pada penelitian ini, peneliti kemudian melakukan teknik pemeriksaan data, Adapun teknik yang dapat dilakukan sebagaimana diungkap Moleong (2011: 327) yaitu dengan: 1) Perpanjangan keikutsertaan, 2) Ketekunan pengamatan 3) Triangulasi, 4) Pengecekan sejawat, 5) Kecukupan referensi, 6) Kajian kasus negatif, dan 7) Pengecekan anggota, 8) Uraian rinci, 9) Audit kebergantungan dan 10) Audit kepastian.

Bagan 3.1

Kriteria dan Pemeriksaan Keabsahan Data

Kriteria Teknik Pemeriksaan

Credibility

(derajat kepercayaan)

(1) Perpanjangan keikut-sertaan (2) Ketekunan pengamatan (3) Triangulasi

(4) Pengecekan sejawat (5) Kecukupan Referensi (6) Kajian kasus negatif (7) Pengecekan anggota Transferability

(keteralihan)

(8) Uraian Rinci Dependability

(Kebergantungan)

(9) Audit Kebergantungan Confirmability

(Kepastian)

(10) Audit Kepastian

Peneliti dalam penelitian ini menggunakan teknik ketekunan pengamatan, pengecekan keanggotaan, triangulasi dan Auditing/Audit Trail.

a) Ketekunan pengamatan, dalam penelitian ini, peneliti mengadakan pengamatan dengan teliti, rinci dan berkesinambungan untuk mendapatkan kedalaman terhadap fokus penelitian.


(34)

b) Pengecekan Anggota yakni peneliti mengumpulkan para peserta yang telah ikut menjadi sumber data dan mengecek kebenaran data dan interpretasinya. Dalam istilah lain teknik pengecekan data sama dengan member chek dan sudah dijelaskan pada tahapan penelitian

c) Triangulasi adalah pemeriksaan keabsahan data yang diperoleh dengan

cara memanfaatkan sesuatu yang lain untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data yang ada. Hal ini dilakukan dengan cara:

1) Membandingkan hasil observasi dengan wawancara dan dokumentasi. 2) Membandingkan hasil wawancara dengan responden lain.

3) Membandingkan dokumen dengan dokumen lain.

4) Mengambil data dalam waktu yang berbeda dan berkali-kali.

c). Auditing atau dalam istilah lain Audit Trail dilakukan untuk membuktikan tingkat kebenaran data yang diperoleh untuk dijadikan bahan laporan. Setiap data yang ditampilkan disertai dan didukung oleh keterangan dengan menunjukkan sumbernya, sehingga dapat dibuktikan dengan cara menelusuri sumber dan kebenarannya. Adapun langkah-langkah yang dilakukan pada audit trail adalah sebagai berikut:

1) Peneliti mengecek kesalahan-kesalahan di dalam metode atau prosedur yang digunakan pada saat penelitian dan dalam mengambil keputusan. 2) Peneliti memeriksa catatan-catatan yang ditulis oleh peneliti sendiri.


(35)

3) Peneliti mengkonsultasikan hasil temuan penelitian kepada pembimbing untuk menilai kredibilitas metode pengumpul data, temuan dan interpretasi yang dibuat.


(36)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, analisis data dan pembahasan mengenai kajian pembinaan akhlak mulia siswa melalui kegiatan ekstrakurikuler Rohani Islam (ROHIS) yang meliputi tentang program kegiatan ekstrakurikuler, pelaksanaan, hasil yang dicapai sampai kepada faktor pendukung dan kendala yang di hadapi oleh pembina ekstrakurikuler ROHIS di SMA Negeri 1 Lembang. Maka dapat penulis simpulkan sebagai berikut:

1. Program kegiatan ekstrakurikuler ROHIS

Program kegiatan ekstrakurikuler ROHIS di SMA Negeri 1 Lembang terdiri dari tujuan dan fungsi, sasaran, jenis dan jadwal kegiatan. Secara umum program ini bertujuan agar anggota ROHIS memiliki perilaku atau akhlak yang mulia sesuai dengan tujuan undang-undang sistem pendidikan nasional No. 23 Tahun 2003. Selain itu memiliki fungsi mengembangkan pengetahuan agama peserta didik yang hanya mereka dapat dua jam dalam sepekan.

Sasaran program kegiatan ini adalah siswa siswi SMA Negeri 1 Lembang kelas X-XII yang beragama Islam dan mempunyai semangat untuk memperluas pengetahuan di bidang keagamaan. Adapun jenis-jenis kegiatan nya adalah seperti: mentoring, tilawah dan tahsin, Bahasa Arab, mabit, rihlah, majalah dinding, bakti sosial, Peringatan Hari Besar Islam (PHBI), pesantren kilat (Bulan ramadhan), dan sholat dhuha. Jenis kgiatan tersebut dilakukan


(37)

secara terjadwal yakni ada yang setiap akhir semester, setiap minggu, setip hari senin-kamis dan ada yang berdasarkan kalender.

2. Pelaksanaan program kegiatan ekstrakurikuler ROHIS

Pelaksanaan program ekstrakurikuler ROHIS di SMA Negeri 1 Lembang terbagi menjadi 2 bagian, yaitu:

a. Kegiatan yang di ikuti oleh seluruh keluarga besar SMA Negeri 1 Lembang, seperti keputrian, dan PHBI (maulid Nabi SAW, Isra’ Mi’raj, Idul Adha, dan pesantren kilat).

b. Kegiatan yang hanya diikuti oleh anggota ROHIS, yaitu: ta’aruf (perkenalan), tilawah dan tahsin, TBTQ (Tes Baca Tulis al-Qur’an), mentoring, MABIT (Malam Pembinaan Iman dan Taqwa), baksos dan bersih-bersih masjid.

Proses kegiatan tersebut di atas agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan, maka para pembina ROHIS menggunakan metode yang dinilai cukup efektif yaitu dengan metode ceramah, diskusi, tanya jawab, latihan dan keteladanan.

3. Hasil yang dicapai dalam pelaksanaan program kegiatan ekstrakurikuler

ROHIS terhadap pembinaan akhlak siswa.

Hasil yang dicapai oleh siswa siswi yang aktif di kegiatan ekstrakurikuler ROHIS dapat terlihat dari ketaatan mereka dalam melaksanakan sholat fardlu yang lima waktu, yang akhwat (perempuan) sudah banyak yang menutup aurat (berjilbab) dan tidak berpakaian ketat, dan mereka


(38)

bertanggung jawab ketika dipercaya oleh sekolah untuk menyelenggarakan suatu kegiatan.

4. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Pelaksanaan Program

Ekstrakurikuler ROHIS a. Faktor Pendukung

1) Kebijakan pihak sekolah yang menjadikan Ektrakurikuler Rohis menjadi Ekstrakurikuler pilihan wajib di SMA Negeri 1 Lembang. 2) Alumni SMA Negeri 1 Lembang yang mendedikasikan dirinya untuk

membina adik-adik kelasnya terutama dalam mengembangkan kegiatan Ekstrakurikuler Rohis.

3) Adanya organisasi “Rumah Rohis” pada tingkat Kecamatan dan Kabupaten yang salah satu kegiatannya membina alumni dari masing-masing almamater untuk menjadi mentor/murabbi.

b. Faktor Penghambat dan Solusinya

1) Sumber Daya Manusia (SDM) yang masih kurang karena rasio anggota dengan pembina 1:30 yang semestinya 1:10. Solusi. Solusinya yaitu dengan cara merekrut alumni lebih banyak dan meningkatkan kaderisasi.

2) Waktu kegiatan yang bersamaan dengan kesibukan belajar siswa. Solusinya setiap kelompok membuat kesepakatan waktu luang yang dapat digunakan secara bersama.

3) Keterbatasan dana dalam melaksanakan kegiatan, Solusinya anggota mencari sponsor dari luar dengan cara menyebarkan proposal.


(39)

B. Rekomendasi

1) Kementerian Agama sebagai lembaga yang membidangi pendidikan agama di sekolah hendaknya membuat pedoman yang jelas dan melakukan pendampingan terhadap pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler keagamaan.

2) Dinas Pendidikan setempat hendaknya memberikan dukungan baik moril maupun materil terhadap keberlangsungan kegiatan ekstrakurikuler Rohis dan mengharuskan kepada setiap sekolah menyelenggarakan kegiatan Rohis untuk pembinaan akhlak siswa.

3) Kepala Sekolah hendaknya membuat kebijakan untuk menjadikan ekstrakurikuler Rohis sebagai ekstrakurikuler yang wajib diikuti oleh seluruh siswa sehingga perubahan akhlak mulia siswa lebih terlihat 4) Guru-guru hendaknya memiliki integritas yang tinggi dalam melakukan

fungsi-fungsi terutama memberikan keteladanan terhadap siswa-siswanya, karena akan berdampak terhadap pembentukan akhlak mulia siswa

5) Pembina Ekstrakurikuler Rohis hendak melakukan koordinasi dengan stakeholder pendidikan baik di Kementerian Agama maupun Dinas Pendidikan setempat sehingga Rohis diperhitungkan keberadaaannya.


(40)

DAFTAR PUSTAKA

AlGhazali (1995). Ihya’ ‘Ulumuddin. Beirut, Libanon: Daarul Fikr

Alwasilah, A.C. (2009). Pokoknya Kualitatif: Dasar-dasar Merancang dan Melakukan Penelitian Kualitatif. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya

An Nahlawi, A (2004). Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan masyarakat. Jakarta: Gema Insani.

Arief, Armai (2002). Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Pers.

Azra, A (2002). Paradigma Baru Pendidikan Nasional,Rekonstruksi dan Demokrasi. Jakarta: Buku Kompas

Basrawi dan Suwandi (2008). Memahami penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta

Bungin, Burhan (2008). Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Danial, E. (2011). Sinergi Ekstrakurikuler untuk Character Building di Sekolah dalam Pendidikan Karakter: Nilai Inti bagi Upaya Pembinaan Kepribadian Bangsa. Bandung: Widaya Aksara Press.

Dirjen PAIS dan Depdiknas (2009). Panduan Pelaksanaan Rohani Islam. Jakarta: Kemenag dan Kemendiknas.

Dirjen PAIS (2011). Pengembangan Ekstrakurikuler PAI. Jakarta: Kemenag RI Hadisubroto, S. (1982) Pokok-pokok Pengumpulan Data, Analisis Data dan

Rekomendasi dalam Penelitian Kualitatif, Bandung: IKIP Bandung.

Hadisubroto, S. (2007) Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kualitatif. UNS Press.

Hakam, A. K. (2000). Pendidikan Nilai. MKDU Press

Hakam, A. K. (2007). Bunga Rampai Pendidikan Nilai. UPI Bandung

Hakam, A. K. (2010). Pengembangan Model Pembudayaan Nilai Moral di Sekolah Dasar. Disertasi Doktor pada PU/ Nilai UPI Bandung.


(41)

Hatta, Ahmad (2009) Tafsir Qur’an Per kata. Jakarta: Maghfiroh Pustaka.

Havighurst J. R (1952) “Social Foundation of General Education”, dalam The Fifty-First of Yearbook the National Society for The Study Of Education, Chicago: The University of chicago Press.

Hendra, Agus (2008). Pembinaan Akhlak Mulia Siswa di Sekolah melalui Mata Pelajaran PKn. Tesis pada Prodi PU UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Henry, N.B. (Eds) (1952). The Fifty-First Yearbook of One General Education. Chicago: The University of Chicago Press.

Hermansyah (2005). Pembelajaran Ekstrakurikuler dalam Pembinaan Perilaku Santun Siswa. Tesis pada Prodi PU UPI Bandung: tidak diterbitkan

Hurlock. (1997). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga

Idrus, Ali. (2009). Manajemen Pendidikan Global, Visi, Misi dan Adaptasi. Jakarta: Gaung Persada.

Ikhwanuddin (2010). Konsep Akhlak Perspektif al Ghazali. Makalah Pascasarjana Institut Studi Islam Darussalam (ISID) Gontor-Ponorogo

Ilyas, Y. (2005). Kuliah Ibadah. Yogyakarta: LPPI.

Ismail, SM. (2008). Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM, Semarang: Rasail Media Group

Kamus Besar Bahasa Indonesia, (1995). Edisi Kedua, Jakarta, Balai Pustaka Kementerian Agama RI, (2011). Pengembangan Ekstrakurikuler PAI.Yogyakarta:

Dirjen PAIS Kemenag.

Makiyah, Mia (2008). Peningkatan Akhlak Mulia Siswa melalui Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI). Tesis pada Prodi PU UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Miskawaih, Ibnu (1994). Menuju Kesempurnaan Akhlak. Bandung: Mizan

McConnel, T. R (1952). General Education: An Analysis, in The Fifty-First of Yearbook the National Societey for The Study Of Education, Chicago: The University of Chicago Press.

Moleong, L. J (2011). Metode Penelitian kualitatif. Bandung: Rosdakarya Mulyana, R. (2004). Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta


(42)

Nasution, S. (1992). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Bandung: PT Tarsito

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 22 Th. 2006,tentang Standar Isi Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

Philip H.P. (1964). Realm Of Meaning a Philosophy Of the Curriculum Of General Education. New York.

Sajirun. M. (2011). Manajemen Halaqah Efektif, Solo: PT Era Adicitra Intermedia Sauri Sofyan (2011). Filsafat dan Teosofat Akhlak. Bandung: Rizki Press

Sauri Sofyan (2011). Meretas Pendidikan Nilai. Bandung: Arfino Raya

Sinaga, Hasanudin dan Zaharudin. (2004). Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Sopiatin Popi (2010). Manajemen Belajar Berbasis Kepuasan Siswa. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia

Surachmad, W (1992). Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung: Tarsito

Suryosubroto, B. (2009). Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: PT Rineka Cipta

Sutisna, Oteng (1985). Administrasi Pendidikan, Dasar Teoretika untuk Praktik Profesional. Bandung: Angkasa

Sutrisno, Heru (2009). Kasus Perilaku Pelanggaran Disiplin Siswa di sekolah Ditinjau dari Kerangka Teori Sosiologi Fungsionalisme. Jurnal Pendidikan Inovatif. Malang

Sugiono. (2005). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Al-Fabeta.

Tafsir, A (2010). Filsafat Pendidikan Islami. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Undang-Undang RI No 20 (2003). Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Fokus

Media

Udin, T. (2006). Peran dan Langkah Pembina Pramuka dalam Menanamkan Sikap Disiplin. Tesis pada Prodi PU UPI Bandung: tidak diterbitkan

Wahyudin, et all (2009). Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: PT. Gramedia Widia Sarana Indonesia


(43)

Referensi dari internet:

Heniputra. (2010, Desember 2). About Us:heniputra.com. Diakses 30 Januari 2012, dari heniputra.com: http://heniputra.com/pergaulan-bebas-ancam-martabat-perempuan.html

Syiahali. (2011, Juli 28). About Us:Wordpress. Diakses 30 Januari 2012, dari wordpress web site: http://www.syiahali.wordpress.com

Wikipedia. (2011, Mei 28). About Us:Wikipedia. Diakses 30 Januari 2012, dari Wikipedia: http://www.id.wikipedia.org/wiki/ekstrakurikuler


(1)

114 bertanggung jawab ketika dipercaya oleh sekolah untuk menyelenggarakan suatu kegiatan.

4. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Pelaksanaan Program Ekstrakurikuler ROHIS

a. Faktor Pendukung

1) Kebijakan pihak sekolah yang menjadikan Ektrakurikuler Rohis menjadi Ekstrakurikuler pilihan wajib di SMA Negeri 1 Lembang. 2) Alumni SMA Negeri 1 Lembang yang mendedikasikan dirinya untuk

membina adik-adik kelasnya terutama dalam mengembangkan kegiatan Ekstrakurikuler Rohis.

3) Adanya organisasi “Rumah Rohis” pada tingkat Kecamatan dan Kabupaten yang salah satu kegiatannya membina alumni dari masing-masing almamater untuk menjadi mentor/murabbi.

b. Faktor Penghambat dan Solusinya

1) Sumber Daya Manusia (SDM) yang masih kurang karena rasio anggota dengan pembina 1:30 yang semestinya 1:10. Solusi. Solusinya yaitu dengan cara merekrut alumni lebih banyak dan meningkatkan kaderisasi.

2) Waktu kegiatan yang bersamaan dengan kesibukan belajar siswa. Solusinya setiap kelompok membuat kesepakatan waktu luang yang dapat digunakan secara bersama.

3) Keterbatasan dana dalam melaksanakan kegiatan, Solusinya anggota mencari sponsor dari luar dengan cara menyebarkan proposal.


(2)

115 B. Rekomendasi

1) Kementerian Agama sebagai lembaga yang membidangi pendidikan agama di sekolah hendaknya membuat pedoman yang jelas dan melakukan pendampingan terhadap pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler keagamaan.

2) Dinas Pendidikan setempat hendaknya memberikan dukungan baik moril maupun materil terhadap keberlangsungan kegiatan ekstrakurikuler Rohis dan mengharuskan kepada setiap sekolah menyelenggarakan kegiatan Rohis untuk pembinaan akhlak siswa.

3) Kepala Sekolah hendaknya membuat kebijakan untuk menjadikan ekstrakurikuler Rohis sebagai ekstrakurikuler yang wajib diikuti oleh seluruh siswa sehingga perubahan akhlak mulia siswa lebih terlihat 4) Guru-guru hendaknya memiliki integritas yang tinggi dalam melakukan

fungsi-fungsi terutama memberikan keteladanan terhadap siswa-siswanya, karena akan berdampak terhadap pembentukan akhlak mulia siswa

5) Pembina Ekstrakurikuler Rohis hendak melakukan koordinasi dengan stakeholder pendidikan baik di Kementerian Agama maupun Dinas Pendidikan setempat sehingga Rohis diperhitungkan keberadaaannya.


(3)

116 DAFTAR PUSTAKA

AlGhazali (1995). Ihya’ ‘Ulumuddin. Beirut, Libanon: Daarul Fikr

Alwasilah, A.C. (2009). Pokoknya Kualitatif: Dasar-dasar Merancang dan

Melakukan Penelitian Kualitatif. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya

An Nahlawi, A (2004). Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan masyarakat. Jakarta: Gema Insani.

Arief, Armai (2002). Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Pers.

Azra, A (2002). Paradigma Baru Pendidikan Nasional,Rekonstruksi dan

Demokrasi. Jakarta: Buku Kompas

Basrawi dan Suwandi (2008). Memahami penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta

Bungin, Burhan (2008). Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Danial, E. (2011). Sinergi Ekstrakurikuler untuk Character Building di Sekolah dalam Pendidikan Karakter: Nilai Inti bagi Upaya Pembinaan Kepribadian Bangsa. Bandung: Widaya Aksara Press.

Dirjen PAIS dan Depdiknas (2009). Panduan Pelaksanaan Rohani Islam. Jakarta: Kemenag dan Kemendiknas.

Dirjen PAIS (2011). Pengembangan Ekstrakurikuler PAI. Jakarta: Kemenag RI Hadisubroto, S. (1982) Pokok-pokok Pengumpulan Data, Analisis Data dan

Rekomendasi dalam Penelitian Kualitatif, Bandung: IKIP Bandung.

Hadisubroto, S. (2007) Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kualitatif. UNS Press.

Hakam, A. K. (2000). Pendidikan Nilai. MKDU Press

Hakam, A. K. (2007). Bunga Rampai Pendidikan Nilai. UPI Bandung

Hakam, A. K. (2010). Pengembangan Model Pembudayaan Nilai Moral di

Sekolah Dasar. Disertasi Doktor pada PU/ Nilai UPI Bandung.


(4)

117 Hatta, Ahmad (2009) Tafsir Qur’an Per kata. Jakarta: Maghfiroh Pustaka.

Havighurst J. R (1952) “Social Foundation of General Education”, dalam The Fifty-First of Yearbook the National Society for The Study Of Education,

Chicago: The University of chicago Press.

Hendra, Agus (2008). Pembinaan Akhlak Mulia Siswa di Sekolah melalui Mata

Pelajaran PKn. Tesis pada Prodi PU UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Henry, N.B. (Eds) (1952). The Fifty-First Yearbook of One General Education. Chicago: The University of Chicago Press.

Hermansyah (2005). Pembelajaran Ekstrakurikuler dalam Pembinaan Perilaku

Santun Siswa. Tesis pada Prodi PU UPI Bandung: tidak diterbitkan

Hurlock. (1997). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga

Idrus, Ali. (2009). Manajemen Pendidikan Global, Visi, Misi dan Adaptasi. Jakarta: Gaung Persada.

Ikhwanuddin (2010). Konsep Akhlak Perspektif al Ghazali. Makalah Pascasarjana Institut Studi Islam Darussalam (ISID) Gontor-Ponorogo

Ilyas, Y. (2005). Kuliah Ibadah. Yogyakarta: LPPI.

Ismail, SM. (2008). Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM, Semarang: Rasail Media Group

Kamus Besar Bahasa Indonesia, (1995). Edisi Kedua, Jakarta, Balai Pustaka Kementerian Agama RI, (2011). Pengembangan Ekstrakurikuler PAI.Yogyakarta:

Dirjen PAIS Kemenag.

Makiyah, Mia (2008). Peningkatan Akhlak Mulia Siswa melalui Mata Pelajaran

Pendidikan Agama Islam (PAI). Tesis pada Prodi PU UPI Bandung: tidak

diterbitkan.

Miskawaih, Ibnu (1994). Menuju Kesempurnaan Akhlak. Bandung: Mizan

McConnel, T. R (1952). General Education: An Analysis, in The Fifty-First of

Yearbook the National Societey for The Study Of Education, Chicago: The

University of Chicago Press.

Moleong, L. J (2011). Metode Penelitian kualitatif. Bandung: Rosdakarya Mulyana, R. (2004). Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta


(5)

118 Nasution, S. (1992). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Bandung: PT

Tarsito

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 22 Th. 2006,tentang Standar Isi Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

Philip H.P. (1964). Realm Of Meaning a Philosophy Of the Curriculum Of

General Education. New York.

Sajirun. M. (2011). Manajemen Halaqah Efektif, Solo: PT Era Adicitra Intermedia Sauri Sofyan (2011). Filsafat dan Teosofat Akhlak. Bandung: Rizki Press

Sauri Sofyan (2011). Meretas Pendidikan Nilai. Bandung: Arfino Raya

Sinaga, Hasanudin dan Zaharudin. (2004). Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Sopiatin Popi (2010). Manajemen Belajar Berbasis Kepuasan Siswa. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia

Surachmad, W (1992). Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung: Tarsito

Suryosubroto, B. (2009). Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: PT Rineka Cipta

Sutisna, Oteng (1985). Administrasi Pendidikan, Dasar Teoretika untuk Praktik

Profesional. Bandung: Angkasa

Sutrisno, Heru (2009). Kasus Perilaku Pelanggaran Disiplin Siswa di sekolah

Ditinjau dari Kerangka Teori Sosiologi Fungsionalisme. Jurnal

Pendidikan Inovatif. Malang

Sugiono. (2005). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Al-Fabeta.

Tafsir, A (2010). Filsafat Pendidikan Islami. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Undang-Undang RI No 20 (2003). Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Fokus

Media

Udin, T. (2006). Peran dan Langkah Pembina Pramuka dalam Menanamkan

Sikap Disiplin. Tesis pada Prodi PU UPI Bandung: tidak diterbitkan

Wahyudin, et all (2009). Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: PT. Gramedia Widia Sarana Indonesia


(6)

119 Referensi dari internet:

Heniputra. (2010, Desember 2). About Us:heniputra.com. Diakses 30 Januari 2012, dari heniputra.com: http://heniputra.com/pergaulan-bebas-ancam-martabat-perempuan.html

Syiahali. (2011, Juli 28). About Us:Wordpress. Diakses 30 Januari 2012, dari wordpress web site: http://www.syiahali.wordpress.com

Wikipedia. (2011, Mei 28). About Us:Wikipedia. Diakses 30 Januari 2012, dari Wikipedia: http://www.id.wikipedia.org/wiki/ekstrakurikuler


Dokumen yang terkait

Pengaruh Kegiatan Rohani Islam (Rohis) terhadap Sikap Beragama Siswa Kelas IX SMP Negeri 14 Tangerang Selatan

1 10 122

Pembinaan pengamalan ajaran agama islam melalui kegiatan rohis di SMP Negeri Ciputat

1 8 99

Hubungan antara kegiatan ekstrakurikuler rohis dengan prestasi belajar PAI di SMA Muhammadiyah 3 Jakarta

4 22 109

Pengaruh kegiatan rohis dalam peningkatan sikap keberagamaan siswa : studi kasus di MAN 11 Jakarta

1 26 131

PENYELENGGARAAN EKSTRAKURIKULER ROHANI ISLAM (ROHIS) DALAM MENUMBUHKAN SIKAP KEBERAGAMAAN SISWA Penyelenggaraan Ekstrakurikuler Rohani Islam (Rohis) Dalam Menumbuhkan Sikap Keberagamaan Siswa Di SMA Negeri 1 Ampel Tahun Ajaran 2014/2015.

0 3 15

PENYELENGGARAAN EKSTRAKURIKULER ROHANI ISLAM (ROHIS) DALAM MENUMBUHKAN SIKAP KEBERAGAMAAN SISWA Penyelenggaraan Ekstrakurikuler Rohani Islam (Rohis) Dalam Menumbuhkan Sikap Keberagamaan Siswa Di SMA Negeri 1 Ampel Tahun Ajaran 2014/2015.

0 3 13

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER RELIGIUS MELALUI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER KEROHANIAN ISLAM (ROHIS) Implementasi Pendidikan Karakter Religius Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler Kerohanian Islam (ROHIS) (Studi Kasus di SMA Negeri 1 Baturetno Kabupaten Wonog

0 4 20

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER RELIGIUS MELALUI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER KEROHANIAN ISLAM (ROHIS) Implementasi Pendidikan Karakter Religius Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler Kerohanian Islam (ROHIS) (Studi Kasus di SMA Negeri 1 Baturetno Kabupaten Wonog

0 1 16

PEMBINAAN KARAKTER KEWARGANEGARAAN MELALUI EKSTRAKURIKULER ROHANI ISLAM.

1 6 49

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER ROHANI ISLAM (ROHIS) DAN PEMBIASAAN KEAGAMAAN SMA NEGERI SE-KOTA SALATIGA TAHUN PELAJARAN 20152016

0 0 176