KEBERMAKNAAN PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP MENJAHIT DI SKB SLEMAN TERHADAP WARGA BELAJAR DALAM AKTIVITAS BERWIRAUSAHA.

(1)

KEBERMAKNAAN PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP MENJAHIT DI SKB SLEMAN TERHADAP WARGA BELAJAR DALAM AKTIVITAS

BERWIRAUSAHA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Aji Samanta Kurniadi Nyaman NIM 11102244022

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

MOTTO

Berwirausaha mampu membuat semua orang bahagia, dengan berwirausaha kita mampu membuka lapangan usaha

(Penulis)

Kekurangan dana jangan membuatmu berputus asa dalam berwirausaha, karena semangat dan etos kerja akan membawa kesuksesan

(Penulis)

Hidup itu perlu keterampilan agar kita mampu mengembangkan kreativitas (Penulis)


(6)

PERSEMBAHAN

Atas Karunia Allah SWT

Karya ini akan saya persembahkan untuk:

1. Ayahanda, Ibunda tercinta yang telah mencurahkan segenap kasih sayangnya

dan memanjatkan do’a – do’a yang mulia untuk keberhasilan penulis dalam

menyusun karya ini.

2. Almamaterku Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan yang begitu besar.

3. Jurusan Pendidikan Luar Sekolah yang telah memberikan kesempatan untuk belajar dan pengalaman yang luar biasa.


(7)

KEBERMAKNAAN PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP MENJAHIT DI SKB SLEMAN TERHADAP WARGA BELAJAR DALAM AKTIVITAS

BERWIRAUSAHA Oleh

Aji Samanta Kurniadi Nyaman NIM 11102244022

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk : 1) Mendeskripsikan bagaimana pelaksanaan program pendidikan kecakapan hidup menjahit di SKB Sleman. 2) Mendeskripsikan hasil program pendidikan kecakapan hidup (PKH) menjahit di SKB Sleman terkait dengan aktivitas wirausaha warga belajar. 3) Mendeskripsikan dampak program PKH menjahit di SKB Sleman terkait dengan aktivitas wirausaha warga belajar. 4) Mendeskripsikan faktor yang mempengaruhi program PKH menjahit di SKB Sleman dalam upaya mendorong aktivitas wirausaha warga belajar. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif kualitatif . Subyek penelitian yaitu warga belajar dan pengelola program PKH menjahit. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan reduksi data, display data, dan penarikan kesimpulan. Sedangkan keabsahan data menggunakan trianggulasi sumber. Hasil penelitian ini diantaranya yaitu : 1) Pelaksanaan program pendidikan kecakapan hidup menjahit di SKB Sleman. 2) Hasil program PKH menjahit mencakup peningkatan pengetahuan, hasil produk, kecakapan personal, kecakapan sosial, kecakapan akademik, dan kecakapan vokasional. 3) Dampak ekonomi program PKH menjahit yaitu berkurangnya jumlah pengeluaran. Sedangkan dampak sosial yaitu perubahan perilaku, keterampilan, pengetahuan, sikap, status atau perubahan sosial, dan interaksi sosial warga belajar terhadap orang lain dan masyarakat luas. 4) Faktor pendukung yaitu tersedianya sarana, tutor berpengalama, situasi dan lingkungan kondusif, dan tidak dipungut biaya. Sedangkan faktor penghambat yaitu jumlah sasaran terbatas, usia warga belajar berbeda-beda, kemampuan tutor yang kurang maksimal, dan pengetahuan warga belajar yang berbeda-beda.


(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan proposal skripsi yang berjudul “Kebermaknaan Pendidikan Kecakapan Hidup Menjahit Di SKB Sleman Terhadap Warga Belajar Dalam Aktivitas Berwirausaha”.

Penulis menyadari bahwa penulisan proposal skripsi ini tidak akan berjalan lancar tanpa adanya bantuan, bimbingan, serta motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah memberikan kesempatan penulis untuk melaksanakan kuliah di Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah memberikan fasilitas dan kemudahan sehingga studi saya berjalan lancar. 3. Ketua Jurusan Pendidikan Luar Sekolah yang telah memberikan kelancaran di

dalam penyusunan skripsi ini.

4. Dr. Iis Prasetyo, MM, pembimbing skripsi yang telah berkenan mengarahkan dan membimbing penyusunan skripsi.

5. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Luar Sekolah, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan.

6. Bapak Drs. Yunaidi, kepala SKB Sleman, yang telah memberikan ijin dan bantuan untuk penelitian.

7. Seluruh Pamong SKB Sleman serta alumni warga belajar kursus menjahit di SKB Sleman yang telah berkenan membantu dalam penelitian.

8. Bapak dan Ibu ku atas do’a, perhatian, kasih sayang, dan segala dukungannya. 9. Adikku Wahyu dan Aulia terimakasih atas doa, perhatian, kasih sayang dan


(9)

10. Sahabat-sahabatku Zunardi, Aghni, Fikri, Bayu, dan Dita yang telah memberikan masukan dan motivasi untuk penulisan penelitian serta dukungan yang diberikan selama ini.

11. Teman-teman kos Karangwaru Ria, Ryan, Adri, dan lain-lain yang selalu memberi semangat dan motivasi.

12. Teman-teman Jurusan Pendidikan Luar Sekolah angkatan 2011 yang memberikan bantuan dan motivasi perjuangan meraih kesuksesan.

13. Semua pihak yang tidak dapat penulis tuliskan satu-persatu, yang telah membantu dan mendukung penyelesaian penulisan skripsi ini.

Akhirnya penulis berharap semoga seluruh dukungan yang diberikan dapat menjadi amal dan mendapatkan balasan kebaikan dari Allah SWT dan semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak terutama pemerhati Pendidikan Luar Sekolah dan pendidikan masyarakat serta para pembaca umumnya. Amin.

Yogyakarta, Januari 2016


(10)

DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

SURAT PERNYATAAN ... iii

PENGESAHAN... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 11

C. Batasan Masalah ... 12

D. Rumusan Masalah ... 12

E. Tujuan Penelitian ... 13

F. Manfaat Penelitian ... 13

BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka ... 15

1. Pendidikan Nonformal ... . 15

2. Hasil Dan Dampak Program ... 19

3. Konsep Pendidikan Kecakapan Hidup... 35

4. Keterampilan Menjahit ... 45

5. Kewirausahaan ... 51

B. Kerangka Fikir Penelitian ... 60


(11)

BAB III. METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ... 66

B. Penentuan Subyek Penelitian ... 66

C. Setting Penelitian ... 68

D. Teknik Pengumpulan Data ... 68

E. Instrumen Penelitian ... 73

F. Teknik Analisis Data ... 73

G. Keabsahan Data ... 76

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 77

1. Sejarah Berdirinya SKB Sleman ... 77

2. Kedudukan, Visi, Tugas Pokok, Dan Fungsi SKB Sleman ... 79

3. Struktur Organisasi SKB Sleman... 82

4. Program SKB Sleman ... 84

5. Sarana Dan Prasarana SKB Sleman ... 86

B. Data Hasil Penelitian ... 87

1. Pelaksanaan Program Pendidikan Kecakapan Hidup Menjahit di SKB Sleman ... 87

a. Pelaksanaan Program Pendidikan Kecakapan Hidup Menjahit. 87 b. Bagaimana Pembelajaran Pendidikan Kecakapan Hidup Menjahit ... 87

2. Hasil Program Pendidikan Kecakapan Hidup Menjahit Terhadap Aktivitas Wirausaha Warga Belajar ... 88

a. Peningkatan Pengetahuan Warga Belajar Mengenai Menjahit Setelah Mengikuti Program PKH ... . 88

b. Hasil Produk Warga Belajar Setelah Mengikuti Pelatihan Menjahit... ... 96

c. Kecakapan Personal Yang Dimiliki Warga Belajar Setelah Mengikuti Pelatihan Menjahit... ... 99

d. Kecakapan Sosial Yang Dimiliki Warga Belajar Setelah Mengikuti Pelatihan Menjahit... ... 101

e. Kecakapan Akademik Yang Dimiliki Warga Belajar Setelah Mengikuti Pelatihan Menjahit... ... 102


(12)

f. Kecakapan Vokasional Yang Dimiliki Warga Belajar Setelah

Mengikuti Pelatihan Menjahit... ... 104

3. Dampak Program Pendidikan Kecakapan Hidup Menjahit Di SKB Sleman Terkait Dengan Aktivitas Wirausaha Warga Belajar ... 107

a. Dampak Ekonomi Warga Belajar Setelah Mengikuti Program Pendidikan Kecakapan Hidup Menjahit ... 107

b. Dampak Sosial Warga Belajar Setelah Mengikuti Program Pendidikan Kecakapan Hidup Menjahit ... 109

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Program Pendidikan Kecakapan Hidup Menjahit Di SKB Sleman Terkait Dengan Aktivitas Wirausaha Warga Belajar ... 109

a. Faktor Pendorong Dan Penghambat Pembelajaran Keterampilan Menjahit ... 109

b. Faktor Yang Mendorong Peserta Didik Untuk Mengikuti Pembelajaran Keterampilan Menjahit ... 113

C. Pembahasan ... 114

1. Pelaksanaan Program Pendidikan Kecakapan Hidup Menjahit di SKB Sleman ... 114

2. Hasil Program Pendidikan Kecakapan Hidup Menjahit Di SKB Sleman Terkait Dengan Aktivitas Wirausaha Warga Belajar ... 115

3. Dampak Program Pendidikan Kecakapan Hidup Menjahit Di SKB Sleman Terkait Dengan Aktivitas Wirausaha Warga Belajar ... 123

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Program Pendidikan Kecakapan Hidup Menjahit Di SKB Sleman Terkait Dengan Aktivitas Wirausaha Warga Belajar ... 126

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... ... 128

B. Saran ... ... 132

DAFTAR PUSTAKA ... 133


(13)

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama ... 3

Tabel 2. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan ... 6

Tabel 3. Teknik Pengumpulan Data ... 72

Tabel 4. Program SKB Sleman ... 85

Tabel 5. Sarana SKB Sleman ... 86

Tabel 6. Prasarana SKB Sleman ... 86


(14)

DAFTAR GAMBAR

hal Gambar 1. Keterkaitan Fungsional Antar Komponen Program

Pendidikan Non Formal ... 22 Gambar 2. Skema Rincian Life Skills ...

Gambar 3. Bagan Kerangka Berfikir ... Gambar 4. Bagan Stuktur Organisasi SKB Sleman ...

40 63 82


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Deskripsi Informan Penelitian ... 135

Lampiran 2. Pedoman Dokumentasi ... 137

Lampiran 3. Pedoman Wawancara Pengelola ... 138

Lampiran 4. Pedoman Wawancara Warga Belajar ... 143

Lampiran 5. Catatan Lapangan ... 148

Lampiran 6. Analisis Data ... 197

Lampiran 7. Dokumentasi Foto. ... 223

Lampiran 8. Daftar Peserta PKH Menjahit ... 229

Lampiran 9. Kurikulum Program Kursus Menjahit Tingkat Dasar ... 230


(16)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Semakin maju suatu negara semakin banyak orang terdidik dan banyak pula orang yang menganggur. Tidak adanya keseimbangan antara jumlah pengangguran, jumlah tenaga kerja, dan lapangan kerja menyebabkan banyaknya permasalahan perekonomian yang ada di Indonesia. Pada saat itulah mulai dirasakan pentingnya dunia wirausaha untuk mengurangi jumlah pengangguran yang terjadi di negara maju dan berkembang. Pembangunan akan lebih berhasil jika ditunjang oleh wirausahawan yang dapat membuka lapangan kerja karena kemampuan pemerintah sangat terbatas. Pemerintah tidak mampu menggarap semua pembangunan karena sangat banyak membutuhkan anggaran belanja, personalia, dan pengawasan. Oleh sebab itu, wirausaha merupakan potensi pembangunan, baik dalam jumlah maupun dalam mutu usaha itu sendiri.

Berwirausaha sebenarnya merupakan sebuah kegiatan yang mudah dan menyenangkan jika dilakukan dengan semangat dan tekun. Banyak wirausahawan yang sukses dan berhasil dengan usaha yang dia lakukan karena dalam melaksanakan usahanya dia melakukan dengan semangat dan tekun. Kesuksesan dan keberhasilan dalam berwirausaha akan didapat bila wirausahawan itu semangat dan tekun.

Berwirausaha juga merupakan sebuah upaya dimana seseorang mampu mengembangkan ide-ide kreatifnya dalam usahanya. Seorang wirausahawan yang sukses, memiliki banyak ide-ide kreatif dalam dirinya.


(17)

Kreatifitas yang ada dalam diri seorang wirausaha bisa tertanam sejak lahir dan juga bisa terasah karena pengalamannya selama berwirausaha.

Seorang wirausaha yang tidak memiliki kreatifitas dalam mengembangkan usahanya maka kemungkinan besar usaha yang dilakukan akan mudah gugur dalam persaingan pasar. Jiwa-jiwa wirausaha memang penting ada dalam diri seorang wirausaha yang ingin sukses. Bila kita tidak memiliki jiwa wirausaha atau keahlian lain maka kita bisa menjadi seorang pengangguran.

Wirausaha mengajarkan kita untuk membantu sesama. Dengan menjadi seorang wirausahawan, kita mampu membuka lapangan kerja untuk orang lain. Sangat menguntungkan bila kita mampu menjadi seorang wirausahawan. Akan tetapi dalam berwirausaha juga harus teliti dan konsentrasi agar nantinya tidak tergelincir kedalam kegagalan. Kegagalan yang dialami wirausahawan terkadang bisa membuatnya bosan untuk berwirausaha kembali.

Pengangguran sebenarnya mampu diatasi dengan wirausaha. Banyak wirausahawan yang sukses dan mampu menolong warga disekitar tempat wirausahanya untuk menjadi karyawannya. Wirausahawan seperti itu patut dicontoh oleh wirausahawan lainnya. Sebagai wirausahawan jangan hanya mengambil pegawai dari negara lain yang mungkin dianggap lebih ahli dari pada warga sekitar tempat wirausahanya.


(18)

Pengangguran dinegara Indonesia bisa dikatakan sangat ironis, bisa dilihat pada tabel 1 mengenai jumlah pengangguran diIndonesia pada tahun 2012-2014.

Tabel 1. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama, 2012-2014

Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama, 2012-2014

Jenis Kegiatan Utama

Satua n

2012*) 2013*) 2014**

) Februa ri Agust us Februa ri Agust us Februa ri

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

1. Angkatan Kerja Juta

Orang 122,74 120,32 123,64 120,17 125,32 Bekerja Juta

Orang 115,08 113,01 116,44 112,76 118,17

Pengangguran

Juta

Orang 7,66 7,31 7,20 7,41 7,15

2. Tingkat Partisipasi

Angkatan Kerja % 69,60 67,78 69,16 66,77 69,17

3. Tingkat Pegangguran

Terbuka % 6,24 6,07 5,82 6,17 5,70

4. Pekerjaan Tidak Penuh

Juta

Orang 36,48 35,17 36,65 37,74 36,97 Setelah

Pengangguran

Juta

Orang 11,48 12,74 13,72 11,00 10,57

Paruh Waktu Juta

Orang 21,60 22,43 22,93 26,74 26,40 *) Februari 2012-Agustus 2013 merupakan hasil backcasting dari penimbang Proyeksi Penduduk yang digunakan pada Februari 2014

**) Estimasi ketenagakerjaan Februari 2014 menggunakan penimbangan hasil Proyeksi Penduduk

Sumber: http://www.bps.go.id


(19)

turunnya jumlah pengangguran yang terjadi di Indonesia menandakan bahwa masih kurangnya lapangan pekerjaan yang ada di Indonesia.

Selain karena kurangnya perhatian pemerintah akan pengangguran dan perhatian terhadap wirausahawan yang ada di Indonesia, ada empat sebab kenapa wirausaha sulit untuk bertumbuh di Indonesia. Menurut

Pratomo (2014) dalam artikelnya yang berjudul “Empat Sebab Jumlah Wirausaha Indonesia Sulit Bertumbuh”, Ada empat sebab wirausaha sulit

untuk bertumbuh di Indonesia. Pertama, sistem pendidikan tidak mendukung seseorang menjadi wirausaha. Kedua, wirausaha di Indonesia ingin sukses secara instan. Pengusaha atau wirausahawan di Indonesia yang masih pemula akan menemukan banyak hambatan di awal usahanya. Ketiga, wirausaha pemula kerap terlalu ambisius. Keempat, wirausaha kecil minim inovasi.

Sistem pendidikan yang tidak mendukung untuk berwirausaha di Indonesia. Sistem pendidikan di Indonesia yang terfokus pada kurikulum yang didalamnya menuntut agar peserta didik dapat mempelajari materi yang bertujuan agar mereka bekerja di Pemerintahan atau sebagai pegawai negeri justru membuat peserta didik enggan untuk mempelajari tentang wirausaha.

Wirausaha ingin sukses secara instan itu sangat tidak baik. Pengusaha pemula harusnya memiliki etos kerja yang tinggi dan memiliki sifat keras atau tahan banting. Penyakit pada pengusaha pemula yaitu mereka ingin membesarkan usahanya secara instan. Membesarkan usaha


(20)

secara instan akan membuat seorang pengusaha pemula jatuh lebih sakit saat mereka mengalami permasalahan dan tidak bisa menyelesaikannya. Akibat dari sifat ini, banyak pengusaha pemula yang gagal.

Wirausaha pemula harusnya tidak perlu terlalu terpecah pada banyak cabang yang ingin dilakukan dalam usahanya. Pengusaha muda yang masih pemula harus terfokus dalam menjalankan suatu usahanya dan tidak boleh bercabang dan ingin cepat kaya. Jika seorang pengusaha muda tidak fokus dalam usahanya, dia bisa tergelincir dan gagal dalam berwirausaha. Akibat dari sikap yang terlalu ambisius ini menyebabkan pengusaha muda gagal dan bisa-bisa dia terpuruk dalam kesehariannya.

Pengusaha kecil minim sekali inovasi. Pelaku usaha kecil yang ada di Indonesia harus cerdik dalam melihat kebutuhan masyarakat dan mampu berinovasi mengikuti perubahan zaman. Inovasi ini diperlukan untuk bisa bersaing dengan wirausaha lainnya di tengah persaingan yang semakin ketat di segala lini, ditambah lagi kini ada perdagangan bebas.

Faktor lain yang menyebabkan wirausaha kurang berkembang di Indonesia yaitu kurangnya motivasi berwirausaha. Motivasi yang kurang baik dari dalam diri maupun dari luar diri sendiri seperti dukungan orang sekitar memang menjadi sebuah kendala bila ingin melakukan sebuah wirausaha. Dengan adanya motivasi, segala kemungkinan akan bisa terwujud. Menjadi seorang wirausaha sukses memerlukan motivasi yang luar biasa agar memperoleh hasil yang luar biasa, karena dengan memiliki


(21)

motivasi yang luar biasa seorang wirausaha bisa menghargai segala proses pencapaian hasil yang maksimal dari usahanya.

Masih rendahnya tingkat pendidikan yang ditempuh oleh masyarakat Indonesia merupakan masalah yang menyebabkan kurangnya minat berwirausaha. Bisa dilihat tingkat pendidikan pada tahun 2012-2014 menurut Badan Pusat Statistik (2014) Indonesia, rata-rata orang Indonesia setelah menempuh pendidikan di sekolah dasar dia langsung bekerja. Menurut peraturan pemerintah, seharusnya mereka menyelesaikan pendidikan wajib 9 tahun terlebih dahulu sebelum bekerja. Masyarakat yang seharusnya bisa berwirausaha justru tidak mengetahui tentang cara berwirausaha karena pendidikan mereka rendah.

Tabel 2. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan, 2012-2014 (juta orang) Pendidikan Tertinggi

yang Ditamatkan

2012*) 2013*) 2014**)

Februar i Agustu s Februar i Agustu s Februar i

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

SD ke bawah 57,33 55,62 54,49 53,81 55,31

Sekolah Menengah

Pertama 20,34 20,27 20,36 20,56 21,06

Sekolah Menengah

Atas 17,34 17,4 17,95 17,88 18,91

Sekolah Menengah

Kejuruan 9,55 9,61 10,32 9,97 10,91

Diploma I/II/III 3,15 3,01 3,25 2,93 3,13

Universitas 7,37 7,10 8,07 7,61 8,85

Jumlah 115,08 113,01 116,44 112,76 118,17 *) Februari 2012-Agustus 2013 merupakan hasil backcasting dari penimbang Proyeksi Penduduk yang digunakan pada Februari 2014

**) Estimasi ketenagakerjaan Februari 2014 menggunakan penimbangan hasil Proyeksi Penduduk


(22)

Sumber: http://www.bps.go.id

Berdasarkan tabel 2 dapat kita lihat bahwa masyarakat yang bekerja lebih banyak dari sekolah menengah pertama dan SD ke bawah. Menandakan bahwa minimnya tingkat pendidikan bagi para bekerja sehingga mereka tidak mampu meningkatkan life skill mereka dalam berwirausaha.

Kurangnya pendidikan kecakapan hidup, menyebabkan mereka sulit untuk memperoleh bahkan menciptakan sebuah usaha. Banyaknya pengangguran di Indonesia karena pendidikan kecakapan hidup di sekolah formal yang belum diterapkan. Lembaga formal seharusnya bisa memberikan pendidikan kecakapan hidup yang sesuai untuk perkembangan masyarakat, tapi pada kenyataannya pendidikan kecakapan hidup masih kurang.

Program pembelajaran dalam pendidikan formal maupun non formal sebenarnya wajib memberikan keterampilan kecakapan hidup. Pembelajaran kecakapan hidup itu diharapkan agar peserta didik memiliki bekal untuk dapat bekerja dan berusaha yang dapat mendukung kehidupan mereka menuju kesejahteraan mereka. Keterampilan kecakapan hidup yang mereka miliki diharapkan mampu menghilangkan kebiasaan dan pola pikir mereka yang tidak tetap, selain itu juga untuk menyadarkan potensi diri yang mereka miliki dan mensyukurinya.


(23)

Beberapa prinsip pelaksanaan life skill education ,yaitu : (1) etika sosio-religius bangsa yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila dapat diintegrasikan, (2) pembelajaran menggunakan prinsip learning to know, learning to do, learning to be, learning to live together and learning to cooperate, (3) pengembangan potensi wilayah dapat direfleksikan dalam penyelenggaraan pendidikan, (4) penetapan manajemen berbasis masyarakat, kolaborasi semua unsur terkait yang ada dalam masyarakat, (5) paradigma learning for life dan school for work dapat menjadi dasar kegiatan pendidikan, sehingga memiliki pertautan dengan dunia kerja, (6) penyelenggaraan pendidikan harus senantiasa mengarahkan peserta didik agar : (a) membantu mereka untuk menuju hidup sehat dan berkualitas, (b) mendapatkan pengetahuan dan wawasan yang lebih luas, dan (c) memiliki akses untuk mampu memenuhi standar hidupnya secara layak (Direktorat Pendidikan Menengah Umum, 2002).

Pelaksanaan pendidikan kecakapan hidup yang dilakukan di Indonesia sudah sangat banyak tetapi bukan belum mencapai tujuan pelaksanaan pelatihan. Hasil dari pelatihan memang sanggup mengolah kemampuan yang ada pada dirinya sendiri, tetapi belum mampu mengelola dirinya sendiri untuk bersaing dengan dunia usaha yang berjalan saat ini. Hal ini karena pendidikan pelatihan yang dilaksanakan oleh pendidikan sekolah maupun pendidikan luar sekolah hanya mempersiapkan untuk saat ini bukan untuk perkembangan kedepannya.

Pelaksanaan pelatihan yang belum sesuai dengan manajemen program pelaksanaannya juga merupakan masalah kenapa pendidikan kecakapan hidup belum bisa dikatakan berhasil dengan maksimal. Pelaksanaan yang dilakukan di lembaga nonpemerintahan yang hanya bertujuan untuk mendapatkan warga belajar dan mendapatkan pemasukan untuk usahanya kadang kurang memperhatikan kebutuhan warga belajar


(24)

akan kesiapannya menghadapi persaingan kedepannya setelah mengikuti pelatihan.

Lembaga kursus biasanya hanya terfokus pada tujuan mereka yaitu agar warga belajar mampu menyelesaikan kompetensi dasar dari apa yang telah dibuat lembaga penyelenggara. Lembaga penyelenggara tidak memprogram agar pelaksanaan program itu berdasar pada kebutuhan akan masa yang akan datang tetapi hanya berdasar pada kompetensi yang telah penyelenggara buat.

Kurang pemahaman tentang manajemen program biasanya akan mempengaruhi tingkat keberhasilan suatu pelaksanaan program. Bagaimana suatu lembaga mampu memanajemen program secara maksimal dan berdasar pada kebutuhan sekarang dan yang akan datang perlu diterapkan. Manajemen antar anggota penyelenggara juga harus diperhatikan, karena jika penyelenggara juga tidak maksimal maka besar kemungkinan pelaksanaan program tidak berhasil maksimal.

Salah satu contoh tempat penyelenggaraan program pendidikan keterampilan menjahit yaitu Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat, di tempat tersebut pelaksanaannya kurang menghasilkan hasil yang maksimal. Penyelenggaraan yang sangat terbatas oleh ruang dan waktu pelaksanaan hanya sekedar menyalurkan hobi warga belajar saja, tanpa berdasar pada kebutuhan warga belajar. Kurang maksimalnya penyelenggaraan program membuat warga belajar hanya menyalurkannya sebagai hobi bukan kebutuhan mereka.


(25)

Di Yogyakarta banyak sekali lembaga baik Formal maupun Non Formal yang mengadakan program pendidikan kecakapan hidup. Salah satu lembaga yang peneliti ambil sebagai tempat penelitian yaitu Lembaga SKB Sleman yang berlokasi di daerah Berbah Kabupaten Sleman. Alasan peneliti melakukan penelitian di SKB Sleman karena ingin mengkaji program pendidikan kecakapan hidup menjahit yang diselenggarakan di SKB Sleman.

Penyelenggaraan program pendidikan di SKB sleman terdiri dari program keterampilan menjahit, keterampilan bordir, dan keteramilan tata rias rambut. Penyelenggaraan program ini di SKB Sleman bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan warga belajar dan warga belajar juga mampu menjadi seorang wirausahawan setelah selesai mengikuti program pelatihan.

Penyelenggaraan program pendidikan kecakapan hidup di SKB Sleman dilaksanakan setiap tahun dengan menggunakan dana APBD. Peserta program ada yang sudah memiliki usaha dan ada yang baru ingin mendirikan usaha dan ada juga yang belum memiliki niat untuk usaha sehingga mereka mengikuti program kecakapan hidup ini. Diharapkan dengan mengikuti program ini mereka menjadi semakin termotivasi untuk berwirausaha. Termotivasinya warga belajar untuk menjadi seorang wirausahawan diharapkan juga mampu mengurangi jumlah pengangguran dan juga mampu membuka lapangan kerja untuk orang-orang yang masih menganggur.


(26)

Warga belajar program pendidikan kecakapan hidup menjahit di SKB Sleman sebelum mengikuti pelatihan merupakan masyarakat biasa dan bukan seorang wirausaha, meskipun ada beberapa yang menjadi seorang wirausaha kecil-kecilan. Kurangnya kesadaran akan pentingnya pendidikan kecakapan hidup menyebabkan rendahnya kesadaran mengelola sumber daya yang dimiliki oleh diri sendiri maupun dari alam. Sebagian besar warga belajar yang mengikuti program kecakapan hidup menjahit adalah ibu-ibu rumah tangga, buruh, dan pedagang dengan penghasilan rendah. Warga masih kurang percaya diri dan kurangnya pendidikan untuk melakukan sebuah wirausaha.

Program kecakapan hidup menjahit sampai saat ini belum menunjukkan dampak yang nyata bagi warga belajar baik dari segi ekonomi maupun sosial. Begitu juga di SKB Sleman sampai saat ini masih belum ada data mengenai keberhasilan dalam menjalankan program kecakapan hidup menjahit. Dengan demikian perlu adanya pengkajian yang dapat menunjukkan bagaimana kebermaknaan dari program tersebut terhadap warga belajar. Maka sebuah pertanya besar yang muncul adalah bagaimana kebermaknaan program pendidikan kecakapan hidup menjahit terhadap aktivitas berwirausaha warga belajar.

B. Identifikasi Masalah

1. Masih banyak pengangguran di Indonesia.

2. Kurangnya kreatifitas berwirausaha menyebabkan pengusaha pemula mudah gugur dalam persaingan berwirausaha.


(27)

3. Sistem pendidikan yang kurang mendukung untuk berwirausaha di Indonesia.

4. Sebagian besar wirausaha Indonesia menginginkan berwirausaha sukses secara instan.

5. Wirausaha pemula tidak fokus pada satu tujuan dalam melakukan usahanya.

6. Pengusaha kecil minim inovasi.

7. Kurangnya motivasi dalam berwirausaha.

8. Kurangnya pendidikan kecakapan hidup dalam bidang wirausaha. 9. Manajemen program pendidikan kecakapan hidup yang belum sesuai

dengan kriteria pelaksanaan program pendidikan kecakapan hidup. 10.Program pendidikan kecakapan hidup menjahit belum menunjukkan

dampak yang jelas bagi warga belajar. C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah diatas dan agar penelitian ini lebih terfokus dan mendalam, maka permasalahan dalam penelitian ini dibatasi pada “Kebermaknaan Pendidikan Kecakapan Hidup Menjahit di SKB Sleman Terhadap Warga Belajar Dalam Aktivitas

Berwirausaha”.

D. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pelaksanaan program pendidikan kecakapan hidup menjahit di SKB Sleman.


(28)

2. Bagaimana hasil program pendidikan kecakapan hidup menjahit di SKB Sleman terkait dengan aktivitas wirausaha warga belajar.

3. Bagaimana dampak program pendidikan kecakapan hidup menjahit di SKB Sleman terkait dengan aktivitas wirausaha warga belajar.

4. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi program pendidikan kecakapan hidup menjahit di SKB Sleman dalam upaya mendorong aktivitas wirausaha warga belajar.

E. Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan bagaimana pelaksanaan program pendidikan kecakapan hidup menjahit di SKB Sleman.

2. Mendeskripsikan hasil program pendidikan kecakapan hidup menjahit di SKB Sleman terkait dengan aktivitas wirausaha warga belajar. 3. Mendeskripsikan dampak program pendidikan kecakapan hidup

menjahit di SKB Sleman terkait dengan aktivitas wirausaha warga belajar.

4. Mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi program pendidikan kecakapan hidup menjahit di SKB Sleman dalam upaya mendorong aktivitas wirausaha warga belajar.

F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat bagi Peneliti

Diharapkan dengan adanya penelitian ini, peneliti mampu menggambarkan keadaan yang terjadi di lapangan paska program pendidikan kecakapan hidup pada warga belajar di SKB Sleman. Hasil


(29)

penelitian ini juga diharapkan memberikan pengetahuan mendalam kepada peneliti agar mampu melaksanakan atau membuat program pendidikan kecakapan hidup dengan benar dan sesuai dengan kebutuhan dan keadaan masyarakat.

2. Manfaat bagi Lembaga

Manfaat penelitian ini bagi lembaga yaitu agar lembaga SKB Sleman khususnya mengetahui apa saja kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan program pendidikan kecakapan hidup dalam meningkatkan aktivitas wirausaha warga belajar. Hasil penelitan ini juga mampu sebagai acuan dalam mengevaluasi program pendidikan kecakapan hidup yang akan dilaksanakan pada tahun berikutnya.


(30)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka

1. Pendidikan Nonformal

Pendidikan merupakan cara untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh seorang makhluk sosial. Pendidikan bagi manusia sebagai makhluk sosial sangat penting, karena dengan pendidikan yang dimiliki manusia dapat berkembang dalam suatu kelompok masyarakat besar maupun kecil. Pendidikan juga merupakan hal yang harus dimiliki oleh manusia untuk bekalnya di hari akhir atau hari kiamat.

Pendidikan yang dialami oleh manusia itu terdiri dari tiga jenis, yaitu pendidikan formal, informal, dan nonformal. Pendidikan formal merupakan pendidikan yang biasanya dilakukan dilingkungan sekolah atau pemerintahan. Pendidikan informal merupakan pendidikan yang dilakukan atau dijalani dilingkungan keluarga atau lingkungan sekitar manusia itu tinggal. Pendidikan nonformal yaitu pendidikan yang dilakukan dengan tujuan untuk membantu memperlancar program pendidikan formal. Pendidikan nonformal biasa dilakukan oleh lembaga pemerintahan atau lembaga swasta.

Menurut UU No. 20 tahun 2003 Bab VI Pasal 13 Ayat 1 jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.


(31)

Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.

Menurut Sudjana (2001:13) menyebutkan bahwa pendidikan luar sekolah merupakan salah satu dari sekian banyak istilah yang muncul dalam studi kependidikan pada akhir tahun tujuh puluhan. Istilah-istilah pendidikan yang berkembang ditingkat internasional mulai saat itu adalah : pendidikan sepanjang hayat ( life long education), pendidikan pembaharuan (recurrent education), pendidikan abadi (permanent education), pendidikan nonformal (nonformal education), pendidikan informal (informal education), pendidikan masyarakat (community education), pendidikan perluasan (extension education), pendidikan massa (mass education), pendidikan sosial (social education), pendidikan orang dewasa (adult education), dan pendidikan berkelanjutan (continuing education).

Enesco (1972) menjelaskan bahwa pendidikan luar sekolah mempunyai derajat keketatan dan keseragaman yang lebih rendah dibanding dengan tingkat keketatan dan keseragaman pendidikan sekolah.

Pendidikan luar sekolah memiliki bentuk dan isi program yang bervariasi, sedangkan pendidikan sekolah pada umumnya memiliki bentuk dan isi program yang seragam untuk setiap satuan, jenis, dan jenjang pendidikan. Hal ini yang membedakan keunggulan antara pendidikan luar sekolah dan pendidikan sekolah.

Dalam pendidikan luar sekolah terdapat pendekatan yang sering digunakan sebagai alat untuk mengidentifikasi dan menganalisi program-program pendidikan luar sekolah yang disebut dengan taksonomi. Taksonomi adalah alat bagi pengambil keputusan, penentu kebijakan, dan pengelola pendidikan untuk membuat penggolongan


(32)

program pendidikan luar sekolah. Taksonomi biasa disebut dengan klasifikasi berdasarkan hirarki.

Menurut Coombs dan Ahmed (1974) dalam Sudjana (2001 : 17-18) mengelompokkan program-program pendidikan luar sekolah yang berkaitan dengan pengentasan kemiskinan di daerah pedesaan kedalam empat kategori, yaitu

1. Pendekatan pendidikan perluasan (extension approach) 2. Pendekatan latihan (training approach)

3. Pendekatan pengembangan swadaya masyarakat (the co-operative self-help approach)

4. Pendekatan pembangunan terpadu (integrated development approach).

Program pendidikan luar sekolah yang bermacam-macam dan menjadi tanggung jawab berbagai pihak merupakan hal mengapa pendidikan luar sekolah dikatakan fleksibel. Program yang dilaksanakan oleh berbagai pihak menyesuaikan dengan kebutuhan yang diperlukan oleh masyarakat sekitar, sehingga pendidikan luar sekolah disetiap daerah memiliki corak yang berbeda-beda. Hal ini akan membantu dalam mengevaluasi sebuah program yang relevan apakah butuh pembaharuan atau akan dihentikan. Kajian pendidikan luar sekolah secara yuridis terdapat dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas bagian kelima pasal 26 ayat 1 sampai 7, yang berbunyi sebagai berikut :

1. Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.

2. Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.


(33)

3. Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.

4. Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis.

5. Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

6. Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.

7. Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Penyelenggaraan program pendidikan kecakapan hidup menjahit di SKB Sleman merupakan salah satu dari bentuk program pendidikan luar sekolah yang bertujuan untuk memakmurkan dan mensejahterakan masyarakat khususnya masyarakat Kabupaten Sleman. Program kecakapan hidup menjahit diharapkan mampu meningkatkan jumlah wirausaha di Kabupaten Sleman sehingga warga kurang mampu dan pengangguran semakin berkurang.

Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) merupakan sebuah wadah dari pemeritah yang bersifat non formal dengan tujuan untuk membantu menuntaskan masalah dalam pendidikan formal yang belum teratasi. Sanggar kegiatan belajar mendapatkan dana dari pemerintah untuk


(34)

membuat program yang bertujuan membantu mensejahterakan masyarakat yang kurang mampu.

2. Hasil dan Dampak Program a. Pengertian Program

Menurut Sudjana (2006:313) mengatakan bahwa program adalah kegiatan yang diselenggarakan oleh perorangan, lembaga, instansi dengan dukungan sarana dan prasarana yang diorganisasi dan dilakukan dengan maksud untuk meningkatkan kesejahteraan hidup manusia. Program dalam sebuah pembelajaran dapat berwujud nyata seperti materi pembelajaran atau berwujud abstrak seperti prosedur, jadwal kegiatan atau sederet hal lain yang meningkatkan kinerja. Menurut Suharsimi Arikunto (2007:3), program didefinisikan sebagai suatu unit atau kesatuan kegiatan yang merupakan realisasi atau implementasi dari suatu kebijakan, berlangsung dalam proses yang berkesinambungan, dan terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan sekelompok orang.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa program adalah suatu sistem kesatuan kegiatan yang diselenggarakan oleh perorangan, lembaga, institusi sebagai implementasi dari suatu kebijakan yang diorganisasi dan berlangsung dalam proses yang berkesinambungan dengan harapan dapat mendatangkan hasil atau pengaruh.


(35)

Terdapat tiga pengertian dalam menentukan sebuah program, yaitu :

1. Realisasi atau implementasi sebuah kebijakan. 2. Terjadi dalam waktu yang relatif lama.

3. Terjadi dalam organisasi yang melibatkan sekelompok orang.

Pendidikan luar sekolah menurut Sudjana (2006:4) dapat diartikan sebagai kegiatan yang disusun secara terencana dan memiliki tujuan, sasaran, isi dan jenis kegiatan, pelaksana kegiatan, proses kegiatan, waktu, fasilitas, alat-alat, biaya, dan sumber-sumber pendukung lainnya. Pendidikan kegiatan luar sekolah merupakan sebuah kegiatan yang sistematik dimana kegiatan yang dilakukan memiliki komponen, proses, dan tujuan program. Untuk mencapai program pendidikan luar sekolah yang diharapkan, dalam proses penyelenggaraannya harus terdapat unsur-unsur belajar mengajar. Unsur-unsur dalam belajar mengajar program pendidikan luar sekolah menurut sepuluh pendidikan patokan masyarakat dalam Sudjana (2006:4), terdiri atas kelompok belajar, tujuan belajar, warga belajar, sumber belajar, sarana belajar, pamong belajar, ragi belajar, panti belajar, dana belajar, dan hasil belajar.

Program pendidikan kecakapan hidup menjahit merupakan implementasi dari kebijakan pemerintah dalam upaya


(36)

meningkatkan kesejahteraan dan meningkatkan kecakapan hidup masyarakat. Hal ini dilakukan oleh pemerintah agar warga masyarakat mampu membuka peluang usaha kecil untuk mensejahterakan hidupnya dan orang-orang yang ada disekitarnya. Penyelenggaraan program pendidikan kecakapan menjahit ini bisa dilaksanakan di PKBM, SKB, dan lembaga pendidikan luar sekolah lainnya.

b. Komponen Program

Program merupakan suatu sistem atau satu kesatuan dari komponen yang terkait satu dengan yang lain untuk mencapai sebuah tujuan yang telah ditetapkan. Program terdiri dari komponen-komponen yang saling berkaitan dan saling menunjang dalam rangka mencapai suatu tujuan. Komponen program adalah bagian-bagian program yang saling terkait dan merupakan faktor penentu dalam berhasilnya suatu program yang telah direncanakan. Pendidikan merupakan sebuah program yang terdiri dari beberapa komponen yang bekerja dalam sebuah sistem. Komponen-komponen yang berada dalam suatu program saling bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan pendidikan yang diinginkan. Menurut Sudjana (2006:88) komponen-komponen pendidikan luar sekolah adalah masukan lingkungan (environmental input), masukan sarana (instrumental input), masukan mentah (raw input), proses (processes), keluaran (output),


(37)

masukan lain (other input), dan pengaruh (outcome). Kaitan fungsional antar komponen program pendidikan non formal secara sistemik dikemukakan dalam gambar 1 berikut ini.

Gambar 1. Keterkaitan Fungsional Antar Komponen Program Pendidikan Non Formal. Sumber: D. Sudjana (2006:89) Masukan lingkungan meliputi lingkungan alam, lingkungan sosial budaya, dan lingkungan kelembagaan. Lingkungan alam program pendidikan non formal meliputi lingkungan alam hayati seperti flora dan fauna dan lingkungan alam non hayati yang meliputi tanah, air, mineral, cuaca, sungai, dan sebagainya. Selain masukan alam hayati dan non hayati juga terdapat masukan lingkungan buatan yang meliputi pemukiman, alat transportasi, pasar, dan sebagainya. Lingkungan sosial budaya meliputi kondisi kependudukan dengan berbagai potensi yang ada didalamnya. Perubahan termasuk dalam masukan lingkungan, sebagi contoh orang yang tadinya menganggur menjadi seorang wirausahawan

Masukan Lingkungan

Proses

Masukan Lain

Keluaran Masukan

Sarana

Masukan Mentah

Pengaruh


(38)

sukses. Lingkungan kelembagaan terdiri atas instansi pemerintahan, perusahaan, lembaga swadaya masyarakat, dan organisasi kemasyarakatan yang terkait dengan program.

Masukan sarana terdiri dari kurikulum atau program pembelajaran, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana serta dana atau biaya. Kurikulum atau program pembelajaran mencakup tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode dan teknik pembelajaran, media pembelajaran, serta alat evaluasi hasil belajar. Tenaga kependidikan yang berupa tutor dan narasumber teknis harus memiliki kemampuan dan kompetensi dalam proses pembelajaran yang mencakup kemampuan dasar, akademik, personal, sosial, dan profesional. Tenaga kependidikan lainnya adalah pengelola satuan pendidikan non formal, penyelenggara program, pengawas dan penilik, penguji, teknisi sumber belajar, dan pengembang pendidikan non formal. Sarana dan prasarana terdiri dari lokasi pembelajaran, gedung dan perlengkapan pembelajaran, dan sebagainya. Dana atau biaya merupakan sarana yang sangat penting dalam penyelenggaraan program.

Masukan mentah warga belajar degan berbagai karakter psikis, fisik, dan fungsional. Karakter psikis warga belajar mencakup kebutuhan belajar, pengalaman, struktur kognisi, keinginan, dan aspirasi. Karakter fisik warga belajar mencakup jumlah, jenis kelamin, dan kondisi jasmaniah. Karakteristik


(39)

fungsional mencakup pekerjaan, status ekonomi sosial, dan teman bergaul.

Proses adalah interaksi masukan sarana, terutama antara tutor dan narasumber teknis dengan peserta didik, melalui proses atau kegiatan belajar yaitu aktivitas narasumber dan tutor membelajarkan warga belajar dan warga belajar melakukan kegiatan belajar. Pembelajaran dilakukan secara partisipatif yaitu tutor dan narasumber teknis melibatkan warga belajar dalam kegiatan identifikasi kebutuhan, perumusan tujuan pembelajaran, penyusunan program pembelajaran, pelaksanaan program pembelajaran, serta evaluasi terhadap proses, hasil, dan dampak pembelajaran.

Keluaran adalah lulusan pendidikan non formal. Keluaran dapat dilihat secara kualitas dan kuantitas lulusan program setelah mengalami pembelajaran. Kuantitas adalah jumlah lulusan yang berhasil menyelesaikan proses pembelajaran dalam program pendidikan, sedangkan kualitas adalah perubahan tingkah laku peserta didik yang meliputi ranah afeksi, kognisi, dan psikomotor. Masukan lain adalah sumber-sumber yang memungkinkan lulusan dapat menerapkan hasil belajar dalam kehidupannya. Masukan lain dapat digolongkan kedalam bidang usaha, pekerjaan, dan aktifitas kemasyarakatan. Masukan lain dalam bidang usaha seperti lapangan usaha, permodalan, bahan baku, pemasaran,


(40)

pendampingan, dan sebagainya. Masukan lain dibidang pekerjaan seperti lapangan kerja, bimbingan kerja, bimbingan karir, latihan lanjutan, dan sebagainya. Masukan lain dibidang kegiatan masyarakat seperti paguyuban warga belajar, pelibatan dalam pembangunan masyarakat, status sosial, dan jejaring kemitraan. Menurut Sudjana (2006:95) pengaruh adalah dampak yang dialami warga belajar atau lulusan setelah memperoleh masukan dari dukungan lain. Pengaruh dapat diukur kedalam tiga aspek kehidupan yaitu pertama, peningkatan kesejahteraan dengan indikator pemilikan usaha atau pekerjaan, pendapatan, pendidikan, dan sebagainya. Kedua, upaya membelajarkan orang lain baik perorangan, kelompok, dan komunitas. Ketiga, keikutsertaan dalam kegiatan sosial dan pembangunan masyarakat seperti partisipasi buah pikiran, tenaga, harta, dan keterampilan.

Komponen-komponen program pendidikan non formal yang telah diuraikan diatas merupakan suatu sistem yang saling berkaitan dan saling menunjang dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Komponen-komponen tersebut merupakan bagian-bagian program yang merupakan faktor penentu keberhasilan sebuah program. Dengan demikian, pendidikan non formal dikatakan lengkap apabila mencakup seluruh komponen tersebut.


(41)

c. Pengertian Hasil Program

Menurut Kamus Besar Bahasa Idonesia, hasil merupakan sesuatu yang diadakan. Menurut Djamarah (2000:45) mengatakan bahwa hasil adalah prestasi dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individu maupun kelompok. Hasil tidak akan pernah dihasilkan selama seseorang tidak melakukan sesuatu.

Menurut Nasution (1995:25) megemukakan bahwa hasil adalah suatu perubahan pada diri individu. Perubahan yang dimaksud bukan hanya perubahan pengetahuan, tetapi juga perubahan sikap, keterampilan, dan sosial yang dimiliki oleh sesorang yang telah mengikuti suatu kegiatan.

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa hasil merupakan suatu perubahan yang diperoleh setelah seseorang melakukan kegiatan yang dikerjakan dan diciptakan serta terjadinya perubahan sikap, keterampilan dan sosial setelah mengikuti sebuah program.

Hasil program adalah suatu perubahan yang diperoleh setelah seseorang mengikuti program. Hasil program biasanya berdampak pada pengetahuan dan keterampilan peserta yang mengikuti program tersebut. Hasil program merupakan keluaran dari suatu program yang telah direncanakan.


(42)

d. Indikator Keberhasilan Program

Keberhasilan program pembelajaran berarti ketuntasan dalam pelaksanaan program dan ketuntasan dalam proses pembelajaran. Keberhasilan sebuah program dibuktikan dengan tercapainya kompetensi yang meliputi pengetahuan, keterampilan, sikap atau nilai dalam diri seorang peserta didik. Fungsi dari ketuntasan belajar yaitu untuk memastikan semua peserta didik menguasai dasar serta indikator yang terdapat dalam kurikulum program.

Patokan ketuntasan program mengacu pada standar kompetensi dan kompetensi dasar serta indikator yang terdapat dalam kurikulum program. Ketuntasan dalam pembelajaran berkaitan dengan standar pelaksanaannya yang melibatkan pendidik dan peserta didik. Kriteria keberhasilan adalah ukuran tingkat pencapaian prestasi belajar yang mengacu pada kompetensi yang ditetapkan. Secara umum, kriteria keberhasilan adalah : (1) keberhasilan peserta didik menyelesaikan serangkaian tes, (2) setiap keberhasilan dihubungkan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar, (3) ketercapaian keterampilan vokasional. Menurut Mimin Haryati (2007:22) pada umumnya tujuan pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi tiga aspek yaitu ranah kognitif, psikomotor, dan afektif. Secara eksplisit ketiga aspek tersebut tidak bisa dipisahkan satu sama lain.


(43)

1. Aspek kognitif

Tujuan aspek kogitif berorientasi kepada kemampuan berfikir yang menyangkut intelektual sederhana seperti mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan masalah. Pada pembelajaran pendidikan kecakaan hidup menjahit tujuan kognitif yang diharapkan yaitu : (1) peserta didik dapat mengidentifikasi pengertian menjahit dan manfaatnya, (2) peserta didik dapat mengidentifikasi alat dan bahan yang digunakan untuk menjahit, dan (3) peserta didik mampu menjelaskan langkah-langkah dalam prroses menjahit.

2. Aspek psikomotor

Tujuan pada aspek psikomotor adalah agar tubuh bergerak dan memiliki reaksi-reaksi fisik. Tujuan aspek psikomotor yang diharapkan dalam pendidikan kecakapan hidup menjahit yaitu : (1) peserta didik dapat menunjukan hasil dari menjahitnya, (2) peserta didik dapat menunjukkan alat dan bahan yang digunakan untuk menjahit, dan (3) peserta didik mampu menunjukkan ukuran dalam membuat sebuah hasil jahitan.

3. Aspek afektif

Aspek afektif sangat menentukan keberhasilan peserta didik mencapai ketuntasan dalam proses pembelajaran. Tujuan


(44)

aspek afektif yang diharapkan dalam proses pembelajaran pendidikan kecakapan hidup menjahit yaitu : (1) peserta didik mampu menjelaskan pengertian menjahit dan cara membuat bordir, (2) peserta didik mengidentifikasi alat dan bahan yang digunakan untuk menjahit, dan (3) peseta didik mampu menjelaskan langkah-langkah yang dilakukan dalam membuat sebuah hasil menjahit.

Keberhasilan dalam program pendidikan kecakapan hidup menjahit juga memiliki tujuan, antara lain :

a. Agar peserta didik memiliki keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang dibutuhkan dalam memasuki dunia kerja b. Agar peserta didik memiliki motivasi dan etos kerja yang

tinggi serta dapat menghasilkan karya-karya yang bagus c. Agar peserta didik memiliki kesadaran yang tinggi tentang

pentingnya pendidikan untuk dirinya sendiri maupun anggota keluarganya

d. Agar peserta didik mampu mensejahterakan hidupnya e. Agar berkurangnya kesenjangan sosial

f. Agar berkurangnya jumlah pengangguran

Menurut konsep pendidikan kecakapan hidup, tingkat keberhasilan dapat dilihat melalui 4 kecakapan yaitu kecakapan personal, sosial, akademik, dan vokasional. Kecakapan personal mencakup dua kecakapan yaitu kecakapan mengenal diri dan


(45)

kecakapan berfikir rasional. Dalam kecakapan personal, tingkat keberhasilan bisa dilihat melalui bagaimana peserta didik dapat mengenal dirinya sendiri dan menghargai dirinya sendiri serta peserta didik mampu mengembangkan potensi yang ada dalam diri individu secara optimal.

Kecakapan sosial atau bisa disebut dengan kecakapan antar personal. Kecakapan sosial mencakup kecakapan komunikasi dan bekerjasama. Keberhasilan dilihat melalui kecakapan ini yaitu dengan melihat bagaimana peserta didik mampu berkomunikasi dengan baik kepada pendidik dan sesama peserta didik. selain itu, kecakapan sosial juga dilihat dari bagaimana peserta didik dapat bekerjasama dalam menghasilkan sebuah produk.

Kecakapan akademik sering disebut dengan kemampuan berfikir ilmiah. Keberhasilannya dapat ditentukan dengan bagaimana prestasi akademik peserta didik saat mengikuti program tersebut. Kecakapan akademik sudah lebih mengarah kepada kegiatan yang bersifat keilmuan.

Kecakapan vokasional sering juga disebut kecakapan kejuruan. Kecakapan vokasional biasanya dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan potensi sumber daya alam maupun sumber daya manusianya. Keberhasilan kecakapan ini yaitu peserta didik mampu mengetahui kebutuhan masyarakat sekitar dan mampu


(46)

memanfaatkannya sebagai sebuah usaha untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

e. Pengertian Dampak Program

Dampak adalah gambaran dari nilai suatu program. Dampak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pengaruh kuat yang mendatangkan akibat baik negatif maupun positif. Menurut Djudju Sudjana (2006:95) menyatakan bahwa dampak (outcome) yang dialami warga belajar atau lulusan setelah memperoleh dukungan dari masukan lain. Masukan dalam bidang ini dapat digolongkan kedalam bidang bisnis, pekerjaan, dan aktifitas kemasyarakatan.

Pada dasarnya, dampak mengacu pada manfaat yang diperoleh dalam jangka panjang seperti peningkatan pengetahuan, efisiensi produksi, peningkatan lingkungan hidup, keuntungan finansial, dan sebagainya. Bagaimana seseorang mampu memanfaatkan hasil dari pekerjaan yang telah dia lakukan.

Pembahasan tentang dampak, tidak terlepas dari pembahasan mengenai keluaran dan pengaruh. Keluaran mencakup kuantitas lulusan disertai kualitas perubahan perilaku yang didapat setelah melewati proses pembelajaran. Perubahan tersebut seperti perubahan dalam hal kognitif, afektif, dan psikomotor yang sesuai dengan kebutuhan belajarnya.


(47)

Pengaruh merupakan tujuan akhir kegiatan pendidikan. Pengaruh menurut Djuju Sudjana (2006:95) meliputi :

1. Peningkatan taraf dan kesejahtraan hidup dengan indikator pemilikan pekerjaan atau usaha, pendapatan, pendidikan, penampilan diri, dan sebagainya. Dalam hal ini, dengan adanya suatu program akan membantu meningkatkan taraf dan kesejahteraan warga belajarnya.

2. Upaya membelajarkan orang baik kepada perorangan, kelompok, dan komunitas. Dalam hal ini, pengaruh yang diharapkan yaitu terjadinya sebuah transfer ilmu yang bermanfaat untuk mengembangkan ilmu yang telah dimilikinya.

3. Keikutsertaan dalam kegiatan sosial atau pembangunan masyarakat dalam wujud partisipasi buah fikiran, tenaga, harta benda, dan dana. Diharapkan nantinya warga belajar yang telah melewati proses keluaran mempunyai pemikiran yang siap disumbangkan kedalam ide-ide guna mengembangkan masyarakatnya.

Berdasarkan pada tiga pengertian diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa dampak program adalah perubahan yang mendatangkan akibat baik negatif maupun positif yang dialami warga belajar serta ditandai dengan perubahan perilaku, keterampilan, pengetahuan, sikap, status atau perubahan kehidupan


(48)

sebagai hasil program setelah memperoleh dukungan dari masukan lainnya.

f. Dampak Ekonomi Penyelenggaraan Program Pendidikan Dampak ekonomi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pengaruh suatu penyelenggaraan kegiatan terhadap perekonomian. Sesuatu dapat bernilai ekonomi bila dapat menambah penghasilan atau mendapat suatu pekerjaan dari keterampilan yang dimilikinya kemudian mendapatkan uang sehingga mengalami peningkatan dalam hal kesejahteraan ekonomi. Kesejahteraan ekonomi adalah suatu kondisi dimana seseorang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri seperti kebutuhan primer serta terjadinya keseimbangan antara banyaknya kebutuhan dengan ketersediaan alat untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Dilihat dari sudut pandang ekonomi, dapat diasumsikan bahwa semakin tinggi pendapatan seseorang maka semakin tinggi tingkat kesejahtraannya karena semakin mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan ekonominya. Seseorang yang sebelumnya tidak memiliki keterampilan tertentu, sehingga sulit dalam mendapatkan penghasilan, maka setelah seseorag memperoleh keterampilan tertentu orang tersebut akan meningkatkan nilai ekonominya.

Untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, seseorang harus memiliki peghasilan atau uang. Penghasilan atau uang akan


(49)

didapatkan jika orang tersebut berusaha untuk mendapatkannya. Untuk dapat bekerja dengan baik seseorang harus memiliki bekal terlebih dahulu. Baik bekal secara materi maupun keterampilan yang diperoleh melalui pendidikan.

Mempelajari dan mengikuti sebuah pelatihan kecakapan hidup menjahit akan mampu mendorong dan memberi keterampilan untuk modal bekerja. Dengan adanya modal bekerja, warga belajar akan mampu meningkatkan perekonomian keluarganya dan meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Pentingnya belajar yaitu agar mampu bersaing dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

g. Dampak Sosial Penyelenggaraan Program Pendidikan

Sosial menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah hal-hal yang berkenaan dengan khal-halayak, masyarakat, dan umum serta memiliki arti berupa kata sifat suka menolong dan memperhatikan orang lain. Sosial merupakan masyarakat yang suka menolong dan saling memperhatikan kepentingan umum yang ada dilingkungan tempatnya.

Pada hakekatnya manusia merupakan makhluk sosial yang mempunyai kebutuhan untuk saling berhubungan dan berinteraksi antara yang satu dengan yang lainnya dalam kehidupan bermasyarakat. Seseorang tidak dapat dipisahkan dengan


(50)

masyarakat karena seorang manusia tidak mampu melakukan aktifitasnya sendirian tanpa bantuan orang lain.

Dampak sosial penyelenggaraan program yaitu suatu keluaran dimana seseorang akan mampu beriteraksi dengan baik dalam kehidupan bermasyarakat. Interaksi yang baik akan mampu meningkatkan nilai sosial seseorang dalam lingkungan tempat tinggalnya. Penyelenggaraan program diharapkan mampu menumbuhkan jiwa-jiwa sosial dalam masyarakat, bukan mementingkan diri sendiri atau individualis.

3. Konsep Pendidikan Kecakapan Hidup

a. Pengertian Pendidikan Kecakapan Hidup

Konsep life skill merupakan salah satu fokus analisis dalam pengembangan kurikulum pendidikan yang menekankan pada kecakapan hidup atau bekerja. Life skills memiliki makna yang lebih luas dari employability skills dan vocational skills. Pendidikan kecakapan hidup juga diartikan sebagai upaya untuk meningkatkan kehidupan manusia dengan meningkatkan keterampilan yang dimiliki olehnya.

Menurut Tim BBE Depdiknas (2002: 9) Kecakapan Hidup adalah kecakapan yang dimiliki seseorang untuk berani menghadapi problema hidup dan kehidupan dengan wajar tanpa merasakan tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi untuk mengatasinya. Sehingga pendidikan


(51)

kecakapan hidup berdasarkan pengertian-pengertian diatas merupakan usaha untuk membantu peserta didik untuk mencapai kompetensi baik berupa pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai agar mampu memecahkan permasalahan, dapat hidup secara mandiri, serta proaktif dalam menghadapi permasalahan yang ada. Pendidikan kecakapan hidup diberikan guna peserta didik mampu berfikir secara aktif, kreatif, serta produktif agar nantinya mereka mampu bertindak dan bersikap saat mereka dihadapkan dalam suatu kondisi tertentu. Mereka mampu mengenali diri dan lingkungan mereka untuk nantinya dapat mengambil sikap.

Brolin (1989) menjelaskan bahwa (Anwar, 2004: 20)

life skills constitute a continumof knowledge and aptitude that are necessary for a person to function effectively and to avoild interupptions of employment experience. Dengan demikian life skills dapat dinyatakan sebagai kecakapan untuk hidup.

Life skills semata-mata tidak hanya memiliki kemampuan tertentu saja namun life skills juga harus memiliki kemampuan pendukungnya misalnya saja seperti membaca, menulis, menghitung, serta memecahkan masalah. Pada dasarnya life skills membantu peserta didik untuk mengembangkan kemampuan yang mereka miliki, serta potensi yang ada pada diri mereka sehingga mereka mampu menghadapi problematika yang terjadi dalam kehidupan mereka serta mampu memecahkannya.


(52)

Menurut Depdiknas (2003) dalam Anwar (2004: 21) mengatakan bahwa ciri pembelajaran life skill adalah :

1. Terjadi proses identifikasi kebutuhan belajar.

Dalam proses pembelajaran life skill, sebelumnya melakukan identifikasi kebutuhan belajar terlebuh dahulu untuk melihat apa saja yang dibutuhkan oleh masyarakat. 2. Terjadi proses penyadaran untuk belajar bersama.

Dalam pembelajarannya, pemberian motivasi selalu diberikan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya belajar life skill.

3. Terjadi keselarasan kegiatan belajar untuk mengembangkan diri, belajar, usaha mandiri, dan usaha bersama.

Proses pembelajarannya saling berkolaborasi satu sama lain, sehingga adanya hasil yang maksimal dalam proses pembelajaran.

4. Terjadi proses penguasaan kecakapan personal, kecakapan sosial, vokasional, akademik, manajerial, dan kewirausahaan.

Pembelajarannya memberikan keterampilan penguasaan kecakapan personal, sosial, vokasional, dan sebagainya. 5. Terjadi proses pemberian pengalaman dalam melakukan


(53)

Terjadinya interaksi antara pendidik dan peserta didik sehingga saling berbagi pengalaman yang memungkinkan peserta didik untuk memahami pembelajaran dengan maksimal.

6. Terjadi proses interaksi saling belajar dari ahli.

Adanya interaksi timbal balik dalam proses pembelajaran. 7. Terjadi proses penilaian kompetensi.

Adanya ujian atau evaluasi dalam pembelajaran life skill guna menilai mutu kinerja dan hasil yang diperoleh peserta didik.

8. Terjadi pendampingan teknis untuk bekerja atau membentuk usaha bersama.

Setelah selesai mengikuti program, diharapkan adanya pendampingan guna membantu mengimplementasi pembelajaran yang telah diberikan dalam proses pembelajaran life skill.

Program pembelajaran baik dalam jalur pendidikan formal maupun pendidikan non formal wajib memberikan keterampilan pilihan life skill oleh narasumber teknis, sehingga dengan memiliki keterampilan tersebut diharapkan para peserta didik dapat memiliki bekal untuk dapat bekerja dan berusaha yang dapat mendukung pencapaian taraf hidup yang lebih baik.


(54)

Beberapa prinsip pelaksanaan life skill education, yaitu :

1. Etika sosio religius bangsa yang berdasarkan nilai-nilai pancasila dapat diintegrasikan.

2. Pembelajaran menggunakan prinsip lerning to know, learning to do, learning to be, learning to live together, and learning to cooperate.

3. Pengembangan potensi wilayah dapat direfleksikan dalam penyelenggaraan pendidikan.

4. Penetapan manajemen berbasis masyarakat, kolaborasi semua unsur terkait yang ada dalam masyarakat.

5. Paradigma learning for life dan school for work dapat menjadi dasar kegiatan pendidikan, sehingga memiliki pertautan dengan dunia kerja.

6. Penyelenggaraan pendidikan harus senantiasa mengarahkan peserta didik agar : (a) membantu mereka untuk menuju hidup sehat dan berkualitas, (b) mendapatkan pengetahuan dan waawasan yang lebih luas, dan (c) memiliki akses untuk mampu memenuhi standar hidupnya secara layak (Direktorat Pendidikan Menengah Umum, 2002).

Dari prinsip diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan life skill memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Pembelajaran life skill mencakup berbagai macam subjek dari yang masih muda hingga yang sudah lanjut usia.

b. Konsep Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills)

Departemen Pendidikan Nasional membagi life skills menjadi 4 jenis yakni : 1) kecakapan personal (personal skills) yang mencakup kecakapan mengenal diri (self awareness) dan kecakapan berfikir rasional, 2) kecakapan sosial (social skills), 3) kecakapan akademik (academic skills), dan 4) kecakapan vokasional (vocational skills) (Anwar, 2004: 28).


(55)

Gambar 2. Skema Rincian Life Skills (Anwar, 2004:28)

a) Kecakapan Personal

Kecakapan personal ini mencakup dua kecakapan yaitu kecakapan mengenal diri (self awareness) dan kecakapan berfikir rasional (thinking skills). Kecakapan personal ini termasuk dalam kecakapan General Life Skills. Pertama, kecakapan mengenal diri pada dasarnya merupakan penghayatan diri sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, anggota masyarakat dan warga negara serta menyadari dan mensyukuri kelebihan dan kekurangan yang dimiliki, sekaligus menjadikannya sebagai modal dalam meningkatkan dirinya sebagai individu yang bermanfaat bagi diri sendiri dan

Kecakapan Berfikir Rasional Kecakapan Mengenal Diri

Life Skill

Kecakapan Akademik

Kecakapan Vokasional

Kecakapan Sosial Kecakapan

Personal General

Life Skills


(56)

lingkungannya (Anwar. 2004: 29). Berdasarkan uraian di atas kecakapan mengenal diri ini merupakan kecakapan yang bertujuan agar setiap individu atau warga belajar mampu mengenali dirinya sendiri dan mampu menghargai dirinya sendiri, sehingga nantinya mereka dapat menerima kelebihan dan kekurangan mereka.

Kedua, kecakapan berfikir rasional mencakup antara lain: kecakapan menggali dan menemukan informasi, kecakapan mengolah informasi dan mengambil keputusan serta kecakapan memecahkan masalah secara kreatif (Anwar. 2004: 29). Sehingga dalam kecakapan berfikir rasional ini pada dasarnya kecakapan yang terkait dengan penggalian dan penemuan informasi yang mana hal tersebut nantinya dapat dijadikan untuk memecahkan masalah. Keterampilan yang diberikan pada life skills haruslah dilandasi oleh keterampilan belajar karena untuk membelajarkan masyarakat perlu adanya dukungan dari pihak-pihak luar (eksternal) untuk mengembangkan potensi yang ada dalam diri peserta didik atau individu secara optimal.

Dari berbagai uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kecakapan pesonal merupakan kecakapan yang diperlukan oleh setiap individu dalam dirinya untuk mampu mengembangkan potensi yang ada dalam diri individu secara optimal, sehingga


(57)

setiap individu mampu memecahkan setiap persoalan yang mereka hadapi.

b)Kecakapan Sosial

Kecakapan sosial ini disebut juga kecakapan antar personal. kecakapan sosial ini juga tergolong dalam General Life Skills. Kecakapan sosial mencakup antara lain kecakapan komunikasi dengan empati dan kecakapan bekerjasama. Kecakapan komunikasi dengan empati disini maksudnya bukan hanya sekedar menyampaikan pesan namun yang terpenting adalah isi dan juga cara penyampaian yang baik yang akan menumbuhkan hubungan harmonis. Sedangkan kecakapan kerjasama disini maksudnya individu saling menghargai dan tolong menolong dalam kehidupan sehari-hari. Karena pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain

1) Kecakapan Berkomunikasi dengan Empati

Kecakapan berkomunikasi bisa dengan menggunakan lisan, tulisan, dan juga alat teknologi. Komunikasi yang baik akan membawakan suasana menjadi nyaman dalam membicarakan sebuah program.

2) Kecakapan Bekerjasama

Dalam kecakapan bekerjasama yang diperlukan adalah rasa saling percaya dan menghargai satu sama lain.


(58)

Dalam bekerjasama tidak ada yang mengutamakan kepentingan individu diatas kepentingan kelompok. c) Kecakapan Akademik

Kecakapan akademik sering juga disebut dengan kemampuan berfikir ilmiah. Kecakapan akademik tergolong dalam spesifik life skills. Kecakapan akademik pada dasarnya merupakan pengembangan dari kecakapan berfikir rasional masih bersifat umum, kecakapan akademik sudah lebih mengarah kepada kegiatan yang bersifat akademik/keilmuan.

Cakupan dari kecakapan akademik diantaranya kecakapan melakukan identifikasi variabel dan menjelaskan hubungannya pada suatu fenomena tertentu (identifying variables and describing relationship among them), merumuskan hipotesis terhadap suatu rangkaian kejadian (constructing hypotheses), serta merancang dan melaksanakan penelitian untuk membuktikan sesuatu gagasan atau keingintahuan (Anwar, 2004: 31).

Kecakapan akademik ini sudah mengarah pada kecakapan yang lebih pada keilmuan dimana cakupannya pun juga berupa kecakapan yang bersifat akademik bukan lagi secara umum seperti pada kecakapan berfikir rasional. Karena kecakapan akademik ini memang sudah lebih dikhususkan.


(59)

d)Kecakapan Vokasional

Kecakapan vokasional sering juga disebut dengan kecakapan kejuruan. Dimana dapat diartikan kecakapan yang dikaitkan dengan bidang pekerjaan tertentu yang terdapat di masyarakat. Kecakapan vokasional biasanya dalam pelaksanaan pembelajarannya disesuaikan dengan potensi sumber daya alam maupun sumber daya manusianya. Hal tersebut juga disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat sekitar.

Pemberdayaan dalam bentuk pelatihan vocational skills dilakukan melalui delapan tahapan karakteristik seperti yang diajukan Kindervatter dalam Anwar (2007: 193) pada Rinjani (2013: 38), yaitu (1) belajar dilakukan dalam bentuk kelompok kecil, (2) pemberian tanggung jawab lebih besar kepada warga belajar selama kegiatan pembelajaran berlangsung, (3) kepemimpinan kelompok diperankan oleh warga belajar, (4) sumber belajar bertindak selaku tutor pada umumnya kegiatan produksi/demonstrasi diperankan oleh warga belajar, (5) proses kegiatan belajar berlangsung secara demokratis, (6) adanya kesatuan pandangan dan langkah antara warga belajar dengan tutor dalam mencapai tujuan pembelajaran, (7) menggunakan teknik pembelajaran (demonstrasi, penugasan, ceramah, dan tanya jawab), (8) bertujuan akhir untuk meningkatkan status


(60)

sosial ekonomi warga belajar melalui penguasaan vocational skills dan kemandirian belajar, bekerja serta berusaha.

Kecakapan vokasional ini termasuk dalam golongan spesific life skills. Keempat kecakapan yang telah disebutkan di atas dalam pelaksanaannya tidak berfungsi secara terpisah-pisah namun menyatu menjadi sebuah tindakan individu yang melibatkan aspek fisik, mental, emosional, dan intelektual.

4. Keterampilan Menjahit a. Pengertian keterampilan

Keterampilan merupakan kata yang tidak asing dalam kehidupan kita sehari-hari, namun seringkali kita tidak bisa mengartikannya. Keterampilan dapat diartikan sebagai suatu kecakapan atau kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan baik dan cermat. Keterampilan juga dapat disebut sebagai suatu kecakapan, kecekatan, dan kemampuan praktis dibidang tertentu yang diperoleh melalui proses pembelajaran dan latihan guna mengembangkan bakat dan potensi serta kemampuan.

Menurut Purba TK (1982:3) mengatakan bahwa pengertian keterampilan juga identik dengan keterlatihan, kecekatan, kepandaian, kecakapan, kelincahan, ketangkasan, keprigelan, dan keundagian. Dengan kata lain, keterampilan adalah kebolehan bertindak dengan cepat dan tepat disebut terampil. Manusia


(61)

memang harus memiliki keterampilan agar mampu bersaing dengan manusia lainnya dalam kehidupan sehari-hari.

Keterampilan juga merupakan suatu usaha untuk melatih individu atau kelompok supaya memiliki pengetahuan dan keahlian agar mampu menghasilkan sesuatu yang dimanfaatkan dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari seperti membuat taplak meja. Keterampilan juga mempunyai peran penting dalam kehidupan manusia, karena dengan keterampilan yang dimiliki seseorang dapat bekerja atau membuka usaha sendiri untuk memenuhi kebutuhannya.

b. Aspek-aspek keterampilan

Dalam kehidupan seseorang memerlukan keterampilan untuk mengetahui gambaran mengenai pekerjaan yang akan diperoleh. Menurut Purba TK (1982:5), menjelaskan bahwa keterampilan terdiri dari beberapa tingkatan yaitu kejuruan, keterampilan prakejuruan, keterampilan akademis, dan keterampilan umum. Terdapat beberapa aspek yang dapat menjadi faktor penentu seseorang mengetahui keterampilan apa yang mampu dilakukan. Aspek-aspek tersebut terdiri dari kegiatan keterampilan, jenis keterampilan, dan tingkat keterampilan.

c. Pengertian Menjahit

Menurut Kamus besar Bahasa Indonesia menjahit diartikan sebagai meletakkan (menyambung, mengelem, dan sebagainya)


(62)

dengan jarum dan benang. Menurut Munzayannah (2001:185) mendefinisikan menjahit sebagai suatu cara membuat pakaian yang dapat dilakukan dengan tangan atau mesin jahit. Menjahit juga diartikan sebagai salah satu langkah kerja dalam pembuatan pakaian yang dilakukan setelah menggunting bahan dan mengukur ukuran yang akan dibuat.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa menjahit adalah suatu proses mengolah tekstil dengan menggunakan alat yang kemudian menjadi sebuah busana. Sedangkan pengertian dari keterampilan menjahit adalah suatu kecekatan, kecakapan, dan kemampuan praktis dibidang pengolahan bahan tekstil dengan menggunakan suatu alat berupa jarum dan benang sehingga menjadi sebuah busana.

d. Penyelenggaraan Program Kursus Menjahit

Menjahit menjadi sebuah kegiatan yang sebenarnya mampu mengurangi jumlah pengangguran dan juga mampu menjadikan sebagai lahan untuk usaha. Seiring dengan semakin majunya dunia desain pakaian, seharusnya kegiatan menjahit juga harus maju. Semakin maju dunia desain pakaian, maka semakin ahli dan semakin banyak cara yang digunakan untuk membuat sebuah hasil desain yang berupa pakaian.

Menghadapi hal diatas, penyelenggara program kursus menjahit memerlukan tahapan yang diperlukan dalam


(63)

melaksanakan program kursus menjahit. Tahapan tersebut antara lain yaitu tahap persiapan, pelaksanaan, dan tindak lanjut. Tahapan tersebut saling berkaitan satu sama lain untuk melihat hasil dari sebuah program tersebut.

Menurut Sukarja (2012:11-15) kegiatan program pendidikan kecakapan hidup diselenggarakan dalam tiga tahapan yaitu persiapan, pelaksanaan, dan tidak lanjut.

a. Tahap Persiapan

Tahapan persiapan meliputi perencanaan fisik, perencanaan kegiatan, dan perencanaan evaluasi.

1) Perencanaan Fisik

Pada perencanaan fisik terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun sebuah perencanaan fisik antaralain :

a) Menyusun desain kursus b) Pembahasan desain pelatihan

c) Menyiapkan SK tentang kepanitiaan dan tim fasilitator pelatihan

d) Mengadakan rapat teknis untuk membahas sebuah kepanitiaan

e) Mengadakan rapat persiapan f) Menyiapkan kurikulum g) Menyiapkan materi/bahan ajar


(64)

h) Menyiapkan lokasi yang akan digunakan sebagai tempat pelatihan

i) Menyiapkan sarana dan prasana pendukung j) Menyiapkan peserta atau warga belajar k) Menyiapkan fasilitator

l) Menyiapkan ATK

Jika semua hal-hal diatas telah dipenuhi maka perencanaan fisik sebuah kursus akan berjalan dengan maksimal.

2) Perencanaan Kegiatan

Perencanaan kegiatan meliputi koordinasi dengan instansi-instansi yang akan terkait dengan kegiatan kursus. Perencanaan kegiatan juga meliputi persiapan administrasi seperti surat-surat dan format-format yang diperlukan dalam kegiatan kursus serta menyiapkan jadwal untuk evaluasi program tersebut.

3) Perencanaan Evaluasi

Pada tahap ini, hal yang dipersiapkan yaitu instrumen evaluasi pelatihan yang meliputi evaluasi peserta, fasilitator, dan penyelenggaraan.

b. Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan merupakan proses pelaksanaan program PKH yang dilakukan selama 20 hari dengan total waktu 80 jam


(65)

pelajaran @45 menit. Proses pembelajaran PKH menjahit dibagi menjadi tiga tahap yaitu pembukaan, kegiatan inti, dan penutup.

c. Tahap Tindak Lanjut

Tindak lanjut sebuah program menjahit bertujuan untuk mengetahui dampak yang diperoleh oleh peserta didik setelah mengikuti program.

e. Indikator Keberhasilan Program Kursus Menjahit

Keberhasilan sebuah program dapat kita ketahui setelah program tersebut selesai dilaksanakan. Mengukur sebuah keberhasilan sebuah program juga memerlukan parameter atau indikator dalam menilai sebuah keberhasilan program. Menurut Sukarja (2012:16) menyebutkan ada dua indikator keberhasilan program pendidikan kecakapan hidup menjahit tingkat dasar antara lain :

1) Minimal 90% peserta didik belajar tuntas mengikuti program kursus menjahit tingkat dasar.

2) Minimal 50% lulusan mampu berusaha mandiri atau bekerja pada dunia usaha.

Penilaian keberhasilan sebuah program juga berbeda-beda karena berdasar pada kurikulum yang dibuat saat perencanaan program. Indikator keberhasilan peserta didik dalam mengikuti program pelatihan kecakapan hidup menjahit juga dilihat saat ujian yang meliputi (1) kesesuaian dengan desain, (2) ketepatan ukuran,


(66)

(3) teknik menjahit, (4) teknik penyelesaian, (5) teknik penyeterikaan/pressing,(6) pengemasan, (7) kerapian, dan (8) kebersihan (Sukarja, 2013:46) .

Berdasarkan indikator keberhasilan yang telah ditentukan itu, sebuah penyelenggaraan program dapat melakukan evaluasi untuk menilai bagaimana kinerja dan meningkatkan kinerja yang akan datang.

5. Kewirausahaan

a. Pengertian Kewirausahaan

Peter F. Drucker mengatakan bahwa kewirausahaan merupakan kemampuan dalam menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda. Zimmerer mengartikan kewirausahaan sebagai suatu proses penerapan kreativitas dan inovasi dalam memecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk memperbaiki kehidupan (usaha).

Dari kedua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kewirausahaan merupakan suatu kemampuan dalam hal menciptakan kegiatan usaha. Kemampuan menciptakan memerlukan adanya kreativitas dan inovasi yang terus menerus untuk menemukan sesuatu yang berbeda dari yang sudah ada sebelumnya. Kreativitas dan inovasi tersebut pada akhirnya mampu memberikan kontribusi bagi masyarakat banyak. Seorang wirausahawan harus memiliki kemampuan yang kreatif dan


(67)

inovatif dalam menemukan dan menciptakan berbagai ide. Setiap pikiran dan langkah wirausahawan adalah bisnis.

Secara sederhana arti wirausahawan (entrepreneur) adalah orang yang berjiwa berani mengambil resiko untuk membuka usaha dalam berbagai kesempatan. Berjiwa berani mengambil risiko artinya bermental mandiri dan berani memulai usaha, tanpa diliputi rasa takut atau cemas sekalipun dalam kondisi tidak pasti.

Keuntungan menjadi seorang wirausaha antara lain :

 Terbuka peluang untuk menjapai tujuan yang dikehendaki sendiri.

 Terbuka peluang untuk mendemonstrasikan kemampuan serta potensi seseorang secara penuh.

 Terbuka peluang untuk memperoleh manfaat dan keuntungan secra maksimal.

 Terbuka peluang untuk membantu masyarakat dengan usaha-usaha konkrit.

Menurut Buchari alma (18:2013), terdapat lima tipe pokok wiraswasta yaitu :

1. Wiraswasta sebagai vak, “captain of industry”, di suatu bidang tertentu, di mana ia membaktikan prestasi teknik dan mengadakan penemuan ataupun peniruan.


(68)

2. Wiraswasta sebagai orang bisnis, yang terus menerus secara tekun menganalisa kebutuhan dan selera masyarakat, menimbulkan kebutuhan-kebutuhan baru melalui reklame. 3. Wiraswasta sebagai orang uang, yang mengumpulkan dan

menyalurkan dana, memberikan concern, yang pada pokoknya bergerak di pasaran uang dan modal.

4. Wiraswasta sebagai social engineer, pengusaha yang berusaha mengikat para pekerjanya melalui berbagai karya sosial (welfareworks), baik atas pertimbangan moral ataupun berdasarkan perhitungan zakelijk, yaitu mengelakkan kerugian yang diakibatkan pertukaran personil yang terlalu kerap dan cepat.

5. Wiraswasta sebagai manajer, yang memajukan usahanya dengan menggunakan pengetahuan-pengetahuan bisnis modern dan memperhitungkan sepenuhnya azas efisiensi. b. Strategi dalam pendidikan kewirausahaan

Pendidikan kewirausahaan adalah satu program pendidikan yang menggarap aspek kewirausahaan sebagai bagian penting dalam pembekalan kompetensi anak didik. Pendidikan kewirausahaan ini diharapkan dapat menjadi nilai tambah bagi anak didik terkait dengan peranannya dalam kehidupan.

Keterampilan kewirausahaan merupakan sebuah kemampuan yang dimiliki seseorang, dalam hal ini peserta didik


(1)

(2)

(3)

(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman, dkk. (1985). Minat Baca Murid SD di Jawa Timur. Malang:Proyek Penelitian Bahasa dan Sastra

Darmono. (2001). Manajemen dan Tata kerja Perpustakaan Sekolah. Jakarta: PT.Grasindo.

Departemen Pendidikan Nasional. (2006). Panduan penyelenggaraan Taman Bacaan Masyarakat. Jakarta: Depdiknas.

---. (2005). Pedoman Pengelolaan Taman Bacaan Masyarakat. Jakarta: Depdiknas.

Departemen Pendidikan Masyarakat. (2010). Taman Bacaan Masyarakat KREATIF. Kemendiknas.

Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur. (2012). Metode penelitian kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Hastuti, Sri. 1985. Bunga Rampai Pelaksanaan Pengajaran Bahasa Indonesia di SPG. Yogyakarta: FBPS IKIP Yogyakarta.

Gol A Gong & Agus M. (2011). Gempa Literasi Dari Kampung Untuk Nusantara. jakarta:kpg.


(5)

Inkeles, Alex. (1983). Ekploring individual modernity. Diakses dari https://books.google.co.in/books?id=lO9HWog7v2gC&printsec=frontcover #v=onepage&q&f=false. Pada minggu 22 maret 2015

Kalida, Muhsin. (2012). Jogja Taman Bacaan Masyarakat Kreatif. Yogyakarta : FTBM DIY.

Kalida, Muhsin. (2012). Fundraising Taman Bacaan Masyarakat. Yogyakarta : ASWAJA.

Kemendikbud. (2012). Petunjuk Teknis Penguatan TBM dan Tata Cara Memperoleh Dana Bantuan Social dari Direktorat Pembinaan Pendidikan Masyarkat. Diakses dari http://www.paudni.kemdiknas.go.id/wp-content/uploads/2012/02/07.-BantuanPenguatan-TBM.pdf=Juni-2012. Pada Minggu 22 maret 2015

Kemendikbud (2015). Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Rintisan. diakses dari http://www.paudni.kemdikbud.go.id/bindikmas/site-page/taman-bacaan-masyarakat-tbm-rintisan. pada Rabu 25 maret 2015.

Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal, dan Informal. (2012). Petunjuk Teknis Pengajuan dan Pengelolaan Taman Bacaan Masyarakat. Diakses dari http://www.scribd.com/doc/124646940/Juknis-Bantuan-Perluasan-Dan-Penguatan-Taman-Bacaan-Masyarakat-Tbm#scribd. Pada 9 november 2015

Mulyadi, Septiarti. S. W. & Kuntoro, Sodiq A. (2008). Pengembangan budaya Baca melalui Taman Bacaan Masyarakat yang Berorientasi Kebijakan Pembangunan Pendidikan Non Formal dan Informal. Yogyakarta: FIP-UNY.

Moleong, Lexy . (2005). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja. Mustofa Kamil. (2011). Pendidikan Nonformal Pengembangan Melalui Pusat

Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM). Bandung: ALFABETA.

Nasution, S. (1988). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito. Nurhayati, dkk. 2009. Pembelajaran membaca. diakses pada 6 nov 2015

Reitz, Joan M. (2004).Dictionary for Library for Library and Information Scienc. Westport: Libraries Unlimited.

Sihombing, Umberto. (1999). Pendidikan Luar Sekolah Kini dan Masa Depan. Jakarta: PD. Mahkota.


(6)

Soeatminah, dkk. (1989). Pedoman Penyelenggaraan Perpustakaan Sekolah. Yogyakarta. UPT IKIP Yogyakarta.

Sutarno, NS. (2006). Manajemen Perpustakaan: suatu pendekatan praktik. Jakarta: Sagung Seto.

Sugiyono, (2009), “Metode Penelitian Kuantitatif Kualitati fdan R&D”, CV Alfabeta: Bandung.

Suharsimi, Arikunto. (2003). Manajeman Pendidikan Kualitatif. Bandung :Alfabeta

Surakhmad, Winarno. (1982). Cara Belajar Terbaik di Universitas. Bandung: Tarsito.

Syamsudin. (1978). Pokok-pokok Bahan Pendidikan dan Latihan Bimbingan Minat Baca. Ypgyakarta: Pusdiklat Perpustakaan IKIP Yogyakarta

Tatang M. Amrin et al. (2011). Manajemen Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press. Undang-undang Republik Indonesia no 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan

nasional.

Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.