Tinjauan Yuridis Tanggung Jawab Profesi Pejabat Pembuat Akta Tanah Atas Pensertipikatan Tanah Milik Adat.

(1)

ABSTRAK

Tanah merupakan kebutuhan primer manusia, untuk itu harus didaftarkan guna memperoleh jaminan kepastian hukum bagi kepemilikannya dengan tertib administrasi, karena tanah menjadi tempat bagi kehidupan manusia untuk menjalani kegiatan dan tinggal, dengan mendirikan bangunan hunian atau tempat ia berusaha dan menghasilkan daya kehidupannya. Tanah dalam kaitan dengan UUPA merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia karena menentukan keberadaan dan keberlangsungan hubungan dan perbuatan hukum, baik dari segi individu maupun dampak bagi orang lain. Mengenai kepemilikan hak atas tanah seharusnya diatur agar tidak menimbulkan konflik kepentingan dalam masyarakat, penguasaan dan penggunaan tanah disebut dengan hukum tanah. Hak penguasaan atas tanah dapat diartikan sebagai lembaga hukum, jika belum dihubungkan dengan tanah dan subyek tertentu. Proses pensertipikatan tanah girik merupakan upaya mendapatkan kepastian hukum bagi pemilik hak atas tanah.

Penelitian yang digunakan untuk proses pensertipikatan tanah girik yang akan dibahas menggunakan metode yuridis normatif yaitu penelitian hukum yang menitik beratkan pada data sekunder, berupa peraturan perundang-undangan, literatur tentang hukum, teori hukum, hukum tanah, pendaftaran tanah.

Penelitian dilengkapi dengan wawancara terhadap PPAT yang menangani kasus tanah girik tersebut, banyak kendala yang menghambat proses pensertipikatan diantaranya pemalsuan data kepemilikan hak atas tanah girik sehingga proses pensertipikatan menjadi terhenti. Untuk itu dibutuhkan PPAT yang teliti agar proses pensertipikatan yang menjadi wewenangnya dapat diselesaikan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.


(2)

ABSTRACT

Land possession is the most needed by people nowadays need to be registered legally to receive safety guaranty from legal certainty with the orderly administration, since the land is a place for human life to undergo activities and stay, building things occupancy or the place to produce in their life. Land regarding Agrarian Law in Indonesia is important to determines the existence and the sustainability relation and legal action in both term individuals and impact for another. The ownership of land rights should arranged by good regulation to avoid conflicts of interest in the comunity of land use. The rights of land possession can be defined as legal institution, if not talking about land and particular subject.

This research about girik land as indigenous possession land certification is using juridical normative method in legal research. This research focus on legislation, literature about land law, legal theory and legal registry implementation.

Research comes with a result that handling girik’s land comes with much obstacles in the process of inhibiting certification such as falsification of data ownership rights over the land , so that the girik land certification process is stalled. For that it needs a thorough process from the PPAT that his/her jurisdiction to complete the process in accordance with the prevailing regulations.


(3)

Pengesahan Pembimbing ……….. iii

Persetujuan Skripsi ……….. iv

Abstrak ……….. v

Kata Pengantar ……….. vii

Daftar Isi ……….. ix

Daftar Lampiran ……….. xi

BAB I PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang ……….. 1

B. Rumusan Masalah dan Identifikasi Masalah ………. 7

C. Tujuan Penelitian ……….. 7

D. Kegunaan Penelitian ……….. 8

E. Kerangka Pemikiran ……….. 9

F. Metode Penelitian ……….. 17

G. Sistematika Penulisan ……….. 22

BAB II PROSES PENDAFTARAN TANAH DALAM UPAYA PENSERTIPIKATAN HAK ATAS TANAH 26 A. Pendaftaran tanah berdasarkan Ketentuan PP Nomor 24 Tahun 1997 ………... 26

B. Proses Pensertipikatan tanah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 ……. 41

C. Pensertipikatan tanah sebagai upaya kepastian hukum ………. 47

BAB III TANGGUNG JAWAB YURIDIS PPAT DALAM PROSES PENSERTIPIKATAN HAK ATAS TANAH 56 A. Peran PPAT dalam penanganan masalah pertanahan di Indonesia ……… 56

B. Hubungan kontraktual antara PPAT dan klien dalam penanganan masalah pertanahan ……... 69

C. Tanggung jawab PPAT dengan proses pensertipikatan ……… 76

D. Macam-macam bentuk perbuatan hukum ………. 84

BAB IV ANALISIS PERTANGGUNG JAWABAN PPAT DALAM MENJALANKAN TUGAS DAN JABATAN BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 37 TAHUN 1998 DAN KODE ETIK PPAT 86 A. Tugas dan Wewenang PPAT dalam Pensertipikatan Tanah ………... 86


(4)

A. Kesimpulan ……….. 100

B. Saran ……….... 102

DAFTAR PUSTAKA ……….. 104

Lampiran ……….. 106


(5)

Halaman Lampiran I Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 ………. 106 Lampiran II Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 ………. 122 Lampiran III Peraturan Menteri Negara Agraria

Kepala BPN Nomor 3Tahun 1997 ………... 150 Lampiran IV Kode Etik PPAT ….……….. 213


(6)

CURRICULUM VITAE

Nama : Nancy Basuki

Alamat : Jl. Imam Bonjol 15, Bandung

Tempat/tanggal lahir : Bandung, 1 Oktober 1959 Nomor Telepon : +62 22 250 6551

Nomor Celular : +62 81 220 26303 Riwayat Pendidikan

SD : SD PANDU, lulus tahun 1973

SMP : SMP PANDU, lulus tahun 1976

SMA : SMAK II BPK, lulus tahun 1979

Pengalaman

Seminar Quo Vadis Hukum Bisnis, September 2009

Seminar Aspek Hukum Penanaman Modal di Indonesia, 16 September 2011 Seminar Strategic Natural Resources Investment in Indonesia, 3 Juni 2012 Seminar Public Lecture Biblical Worldview, 25-26 Juli 2012

Seminar Hukum Investasi dan perdagangan Indonesia dalam menyongsong era perdagangan bebas kawasan Asia Tenggara, 20-21 November 2012

Organisasi:

Ketua WKRI Cabang Katedral St. Petrus 2002 - 2005 Wakil Ketua WKRI Cabang Katedral St. Petrus 2008 - 2011 Ketua WKRI Cabang Katedral St. Petrus 2011 – 2014

Bandung 10 Desember 2012

Nancy Basuki 0988001


(7)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Republik Indonesia sebagai Negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 amandemennya, dalam Pasal 28 H ayat ( 2 ) yang berbunyi :

“ Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan ”.

Upaya dimaksud sebagai langkah dalam menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum, bagi legalitas warga negara dibutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa atau perbuatan hak yang diselenggarakan melalui jabatan tertentu, termasuk pensertipikatan atas suatu objek tanah.

Berkaitan dengan menjamin kepastian dan status hak-hak atas tanah, Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria memerintahkan kepada Pemerintah untuk melaksanakan pendaftaran tanah, yang dalam rangka pelaksanaan pendaftaran tanah tersebut sebagaimana diatur di dalam Pasal 3 huruf (a) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang berbunyi :

“ Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak- hak lain


(8)

yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan ”.

Tujuan pendaftaran tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 3 huruf ( a) merupakan tujuan utama pendaftaran tanah yang diperintahkan oleh Pasal 19 ayat( 1 ) dan ( 2 ) , Undang-undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 yang berbunyi :

1. “Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan Pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Undang-undang;

2. “Pendaftaran tersebut dalam ayat ( 1 ) Pasal ini meliputi : a.Pengukuran, perpetaan dan pembukaan tanah;

b.Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;

c.Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat”.

Menurut pendapat A.P.Parlindungan, pendaftaran tanah tersebut bukan hanya untuk kepastian hukum tetapi juga untuk perlindungan hukum bagi para pemiliknya, dan terselenggaranya pendaftaran tanah secara baik merupakan dasar dan perwujudan tertib administrasi di bidang pertanahan. Tertib administrasi berarti juga bahwa seluruh berkas-berkas dari Kantor Pertanahan tersebut harus tersimpan dengan baik dan teratur sehingga sangat mudah sekali jika akan mencari suatu data yang diperlukan, terbukti dari adanya sejumlah buku-buku yang tersedia dalam menunjang pendaftaran tersebut1. Pejabat yang diperintahkan dan ditetapkan untuk melaksanakan pendaftaran tanah adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat ( 2 ) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang berbunyi :


(9)

“ Dalam melaksanakan pendaftaran tanah Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dan pejabat lain yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu menurut Peraturan Pemerintah ini dan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan ”.

Pejabat sebagaimana dimaksud dimana antara lain diberi yang kewenangan untuk membuat alat bukti mengenai perbuatan hukum tersebut mengenai hak atas tanah dan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun yang akan dijadikan dasar pendaftaran. Alat bukti yang dibuat oleh seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah antara lain adalah Akta Jual Beli, atas perbuatan hukum hak atas tanah tersebut.

Proses pendaftaran tanah milik adat untuk menjadi sertifikat hak atas tanah adalah merupakan proses yang tidak mudah, dan memerlukan waktu yang relatif lama, umumnya terdapat kendala atau hambatan, baik secara administrasi maupun fakta-fakta di lapangan, atau bisa juga hambatan yang disebabkan kelalaian dari Pejabat Pembuat Akta Tanah selaku pejabat yang dipercaya oleh masyarakat untuk melaksanakan tugas tersebut. Hambatan yang sering terjadi yang berkaitan dengan surat-surat yang masih dalam bentuk girik/

letter C adalah banyak girik-girik/ letter C yang dipalsukan oleh Pejabat atau

perangkat desa setempat, sehingga dalam proses pensertipikatan di Badan Pertanahan Nasional di mana letak tanah tersebut menjadi tersendat dan lama. Penyelesaian proses pensertipikatan hak atas tanah memerlukan ketelitian dan kehati-hatian. Hal ini yang menyebabkan salah satu hambatan dalam proses


(10)

pensertipikatan tanah milik adat. Selain pemalsuan surat-suratnya kadang- kadang obyek tanahnya tidak ada, sehingga hanya terdapat surat-suratnya saja. Berkaitan dengan hal ini, banyak masyarakat yang mempercayakan pengurusan dan proses sertipikat tersebut kepada seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah. Disini munculah peran Pejabat Pembuat Akta Tanah, untuk membantu masyarakat melaksanakan proses pensertipikatan atas tanah yang masih berstatus hak milik adat.

Kasus yang penulis kemukakan adalah atas proses pensertipikatan atas milik adat, Persil 89 D III, Girik Nomor 1029, yang terletak di Desa Cimerang, Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, seluas kurang lebih 68 M2 (enam puluh delapan meter persegi). Data girik yang dipunyai oleh oleh pemilik dengan data yang terdapat di buku C Desa tidak sama, sehingga proses pensertipikatan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah tidak dapat diselesaikan.

Berkaitan dengan kasus tersebut apakah sanksi dapat dikenakan terhadap Pejabat Pembuat Akta Tanah tersebut apabila tidak dapat menyelesaikan proses pensertipikatannya? Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam hal ini berkaitan dengan tugasnya adalah melaksanakan pelayanan kepentingan umum yang merupakan hakikat tugas bidang pemerintahan yang didasarkan pada asas memberikan dan menjamin adanya rasa kepastian hukum bagi para warga anggota masyarakat. Dalam Bidang tertentu tugas itu dipercayakan kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah sehingga masyarakat akan percaya bahwa akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat akta Tanah yang tersebut dapat memberikan kepastian hukum bagi para warganya. Adanya kewenangan yang


(11)

diberikan oleh Undang-undang dan kepercayaan (trust) dari masyarakat yang dilayani itulah yang menjadi dasar tugas dan fungsi Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam lalu lintas hukum2. Pejabat Pembuat Akta Tanah merupakan jabatan tertentu dalam menjalankan profesi demi tercapainya kepastian hukum. Jasa Pejabat Pembuat Akta Tanah makin meningkat sebagai salah satu kebutuhan Hukum masyarakat. Masyarakat membutuhkan jasa Pejabat Pembuat Akta Tanah untuk melakukan perbuatan-perbuatan hukum tertentu maupun hal-hal yang berkaitan dengan tanah, pensertipikatan maupun pendaftaran- pendaftaran tanah atau pemeliharaan data tanah yang lainnya.

Profesi Pejabat Pembuat Akta Tanah yang biasanya juga berprofesi sebagai Notaris adalah merupakan profesi yang menjalankan kekuasaan di bidang hukum privat dan mempunyai peran penting dalam membuat akta-akta otentik yang mempunyai kekuatan pembuktian sempurna dan oleh karena jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah merupakan jabatan kepercayaan, maka Pejabat Pembuat Akta Tanah harus berperilaku baik. Perilaku Pejabat Pembuat Akta Tanah yang baik dapat dijiwai pelayanan yang berintikan penghormatan terhadap martabat manusia pada umumnya dan martabat Pejabat Pembuat Akta Tanah pada khususnya. Pengemban profesi Pejabat Pembuat Akta Tanah mempunyai tujuan yang diatur dalam Pasal 4 Anggaran Dasar Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah yakni sebagai berikut :

1. “Memajukan dan mengembangkan ilmu hukum pada umumnya, khususnya ilmu serta pengetahuan di bidang agrarian dan/atau yang berhubungan dengan lembaga Pejabat Pembuat Akta Tanah;

2

. Paulus Effendi Lotulung. Perlindungan Hukum bagi Notaris selaku Pejabat Umum dalam menjalankan Tugasnya,. Upgrading Refreshing Course Ikatan Notaris Indonesia. Bandung: 2003. hlm. 2.


(12)

2. Memperat hubungan kerja dan saling pengertian antar Pejabat Pembuat Akta Tanah dengan masyarakat dan instansi terkait;

3. Menghimpun para Pejabat Pembuat Akta Tanah di seluruh Indonesia dalam suatu wadah perkumpulan, untuk meningkatkan kualitas dan persaudaraan sesama Pejabat Pembuat Akta Tanah;

4. Meningkatkan profesionallitas para Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam pengabdiannya kepada masyarakat, bangsa dan Negara3.”

Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah merupakan jabatan kepercayaan, yang luhur dan mulia, yang tentunya sebagai salah satu pengabdi hukum berkewajiban untuk turut menegakan hukum sesuai dengan profesinya, dengan menyumbangkan tenaga, pikiran serta melakukan tugasnya dengan amanah, jujur, seksama, mandiri, dan tidak berpihak. Tentunya Pejabat Pembuat Akta Tanah harus berperilaku baik, perilaku Pejabat Pembuat Akta Tanah yang baik dapat mengatur mengenai hal-hal yang harus ditaati oleh seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam menjalankan jabatannya dan juga di luar menjalankan jabatannya. Hal ini berlaku terhadap Pejabat pembuat Akta Tanah, sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar Perkumpulan Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah khususnya dalam Pasal 4 ayat (5) yang berbunyi 4 :

“ Meningkatkan profesionalisme para Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam pengabdiannya kepada masyarakat, bangsa dan Negara.”

Atas permasalahan yang diuraikan diatas, penulis tertarik dan ingin mengetahui lebih lanjut, sejauh mana seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagai pejabat yang mempunyai harkat yang luhur dan mulia, apabila lalai dalam menjalankan tugas dan jabatanya kepada masyarakat dapat dituntut atau

3. Anggaran Dasar Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, Berdasarkan Keputusan Kongres Ke IV IPPAT ( Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah), Surabaya, 30 Agustus – 01 September 2007. 4

. Anggaran Dasar Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, Berdasarkan Keputusan Kongres Ke IV IPPAT, Surabaya, 30 Agustus – 01 September 2007.


(13)

diberikan sanksi sesuai dengan tugas dan jabatannya sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah.

B. Rumusan masalah dan Identifikasi masalah Rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini adalah:

“ BAGAIMANA TANGGUNG JAWAB PROFESI PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH ATAS PENSERTIPIKATAN TANAH MILIK ADAT ? ”

Berdasarkan rumusan masalah diatas dapat diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana tugas dan kewenangan PPAT dalam proses pensertipikatan tanah berdasarkan ketentuan normatif atau kode etik profesi PPAT ?

2. Bagaimana tanggung jawab dari PPAT dalam menjalankan tugas dan kewenangan berdasarkan ketentuan normatif dan kode etik yang berlaku apabila melalaikan kewajiban dalam proses pensertipikatan ?

3. Bagaimana sanksi yang dapat dikenakan kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah yang diberi kepercayaan untuk melaksanakan pensertipikatan tanah milik adat ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui dan memahami sejauh mana Pejabat Pembuat Akta Tanah telah melaksanakan tugas dan kewenangannya dalam proses


(14)

pensertipikatan tanah milik adat khususnya objek tanah Persil 89 D III, Girik Nomor 1029 yang terletak di Desa Cimerang Kecamatan Padalarang, bila di ditinjau dari ketentuan normatif atau kode etik profesi PPAT.

2. Untuk mengetahui dan memahami sejauh mana tanggung jawab dari PPAT dalam menjalankan tugas dan kewenangannya berdasarkan ketentuan normatif atau kode etik yang berlaku terhadap profesi PPAT.

3. Untuk mengetahui dan memahami sanksi-sanksi yang dapat dikenakan terhadap PPAT apabila pejabat pembuat akta tanah melalaikan tugasnya. D. Kegunaan Penelitian

Penulisan dan penelitian ini diharapkan dapat berguna dan memberi manfaat bagi pihak pihak terkait, baik secara teoritis maupun secara praktis antara lain :

1. Secara teoritis

a.Untuk mengetahui dan memahami mekanisme dan proses pensertipikatan yang berasal dari Tanah Adat dan memberikan sumbangan bagi perkembangan hukum dibidang pertanahan pada umumnya dan pengetahuan mengenai pendaftaran tanah.

b.Memberikan manfaat yang nyata untuk kemajuan dan pengembangan ilmu hukum, khususnya hukum perjanjian dan lebih khususnya lagi mengenai pendaftaran tanah.

c.Memberikan sumbangan pemikiran dari sudut perspektif penulis mengenai perlindungan hukum bagi masyarakat, apabila terdapat Pejabat Pembuat akta Tanah yang lalai dalam menjalankan jabatannya, berdasarkan


(15)

Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah serta Kode Etik Pejabat Pembuat Akta Tanah. 1. Secara praktis memberikan masukan kepada masyarakat atas tugas dan

jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah antara lain:

a.Memberikan sumbangan pemikiran bagi para peneliti khususnya yang sedang memperdalam hal yang berkaitan dengan pendaftaran tanah khususnya proses pensertipikatan atas tanah hak milik adat.

b.Memberikan sumbangan bagi pemerintah untuk menciptakan peraturan khususnya untuk perlindungan bagi masyarakat yang akan menggunakan Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam melakukan proses pensertifikatan maupun perbuatan hukum yang lain.

c.Memberikan sumbangan pemikiran bagi para praktisi hukum dalam mendalami aspek hukum perlindungan bagi Pejabat Pembuat Akta Tanah akan lebih berhati-hati dalam menjalankan tugas dan jabatan atau profesinya.

E. KERANGKA PEMIKIRAN 1. Kerangka teoritis

Kerangka teoritis yang dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau batasan-batasan tentang teori-teori yang dipakai sebagai landasan penelitian yang akan dilakukan. Berikut teori-teori yang menjadi batasan penulisan skripsi ini:


(16)

a. Teori Hukum Pembangunan, Mochtar Kusumaatmadja berpendapat bahwa hukum merupakan keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, juga mencakup lembaga-lembaga (institutions) dan proses-proses (prosesses) yang mewujudkan berlakunya kaidah-kaidah itu dalam kenyataan. Pengertian ini menujukkan bahwa Mochtar telah membangun dan memperkuat teori hukumnya yakni Hukum bukan hanya norma tetapi juga institusi5.

Mochtar menekankan arti kepekaan hukum terhadap kondisi dan

gejala-gejala kemasyarakatan dan pandangannya tentang fungsi hukum sebagai sarana pembangunan merupakan sumbangan penting dari Eugen Ehrlich

dan Roscoe Pound yang berasal dari aliran hukum pragmatis. Teori

hukum pembangunan Mochtar kemudian lebih merupakan transformasi dari teori hukum.Yang dikemukakan dari teori hukum Roscoe Pound. Tetapi hal yang sangat penting harus diberi perhatian lebih adalah transformasi teori hukum Pound. Mochtar dengan sangat menyatakan bahwa ia menolak konsepsi mekanis dari konsepsi “law as a tool of

social engineering” dan karenanya menggantikan istilah “alat” (a tool)

itu dengan istilah sarana. Jika direduksi maka tujuan utama hukum adalah untuk mewujudkan ketertiban ( order ). Tujuan ini sejalan dengan fungsi utama hukum yaitu mengatur, ketertiban merupakan fakta dan kebutuhan objektif bagi setiap masyarakat Indonesia. Kepastian hukum sebagai tujuan hukum, menurut anggapan mereka ketertiban atau

5

.Lili Rasjidi, I.B.Wyasa. Hukum sebagai suatu sistem, Bandung : Remaja Rosdakarya , 1993,hlm. 126.


(17)

keteraturan tidak mungkin terwujud tanpa adanya garis-garis perilaku kehidupan yang pasti. Keteraturan hanya akan ada jika ada kepastian hukum dan untuk adanya kepastian hukum haruslah dibuat dalam bentuk yang pasti pula (tertulis). Hukum dapat dijebak oleh sifatnya yang kaku dan (rigid) sehingga akan sulit mengantisipasi perkembangan atau merekayasa masyarakat. Maka kepastian hukum yang dimaksud adalah kepastian yang fleksibel bukan dalam arti dapat ditafsir secara luas, melainkan bersifat lengkap, konkret, prediktif, dan antisipastif6.

b. Teori Teori tentang Tujuan Hukum antara lain7:

1) Teori Etis.

Hukum bertujuan mewujudkan keadilan, Pendapat dari Aristoteles. Keadilan Ius Suum Cuique Tribuere. Hukum mempunyai tugas yang suci yaitu memberi kepada setiap orang yang ia berhak menerimanya8. 2) Teori Ethic. ( Geny )9.

Hukum adalah mencapai Keadilan, tujuan hukum ditentukan oleh unsur keyakinan seseorang yang dinilai etis. Adil atau tidak, benar atau salah. Tumpuan dari teori ini hukum berada pada sisi batin seseorang. Kesadaran etis yang berada pada tiap-tiap batin orang menjadi ukuran untuk menentukan warna keadilan dan kebenaran.

6

.Lili Rasjidi,Op.Cit.,hlm.127 .

7. Bahan Diktat Pengantar Ilmu Hukum. Bandung: Fakultas Hukum. Universitas Kristen Maranatha 2011

8

. Wawan Muhwan Hariri. Pengantar Ilmu Hukum. Bandung: Pustaka Ceria,2012,hlm. 47. 9. Ibid, hlm. 47.


(18)

3) Teori Utilitas.( Jeremy Bentham )

Hukum bertujuan mewujudkan manfaat sosial sebesar-besarnya bagi sebanyak mungkin orang. Mewujudkan ketertiban dan kepastian hukum untuk memberikan faedah sebanyak-banyaknya.

Teori Kepentingan (Utilitarianisme Theory ) dari Jeremy Bentham.

Jeremy Bentham dalam bukunya “Introduction to the Morals and

Legislation” berpendapat bahwa hukum bertujuan untuk mewujudkan

semata-mata apa yang berfaedah bagi orang. Menurut Teori Utilitas, tujuan hukum ialah menjamin adanya kebahagiaan sebesar-besarnya pada orang sebanyak-banyaknya.

Utilitarianisme dikembangkan oleh Jeremy Bentham (1784

1832). Dalam ajarannya Ultilitarianisme itu pada intinya adalah : “ Bagaimana menilai baik atau buruknya kebijaksanaan sospol, ekonomi dan legal secara moral ” atau dapat dikatakan “ bagaimana menilai kebijakan publik yang memberikan dampak baik bagi sebanyak mungkin orang secara moral ”.

Etika Ultilitarianisme, kebijaksanaan dan kegiatan bisnis sama – sama bersifat teologis. Artinya keduanya selalu mengacu pada tujuan dan mendasar pada baik atau buruknya suatu keputusan. Keputusan Etis identic Utilitarianisme dan, Keputusan Bisnis identik Kebijakan Bisnis. Ada dua kemungkinan dalam menentukan kebijakan publik yaitu kemungkinan diterima oleh sebagian kalangan atau menerima kutukan dari sekelompok orang atas ketidaksukaan atas


(19)

kebijakan yang dibuat. Bentham menemukan dasar yang paling objektif dalam menentukan kebijakan umum atau publik yaitu apakah kebijakan atau suatu tindakan tertentu dapat memberikan manfaat atau hasil yang berguna atau bahkan sebaliknya memberi kerugian untuk orang-orang tertentu. Kriteria yang sekaligus menjadi pegangan objektif etika Utilitarianisme adalah manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang. Dengan kata lain, kebijakan atau tindakan yang baik dan tepat dari segi etis menurut Utilitarianisme adalah kebijakan atau tindakan yang membawa manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang atau tindakan yang memberika kerugian bagi sekecil orang/ kelompok tertentu.

Atas dasar ketiga kriteria tersebut, etika Utilitarianisme memiliki tiga pegangan yaitu :

a) Tindakan yang baik dan tepat secara moral; b) Tindakan yang bermanfaat besar;

c) Manfaat yang paling besar untuk paling banyak orang. Dari ketiga prinsip di atas dapat dirumuskan sebagai berikut: “ Bertindaklah sedemikian rupa, sehingga tindakan itu mendatangkan keuntungan sebesar mungkin bagi sebanyak orang mungkin ”.

4) Teori Perdamaian.

Hukum bertujuan menata masyarakat secara damai, karena hukum menghendaki perdamaian, yaitu adanya keselarasan dan keseimbangan antara ketenteraman dan ketertiban.


(20)

5) Teori Pengayoman. (Sahardjo)

Tujuan hukum adalah mengayomi manusia, baik secara aktif maupun pasif, secara pasif dimaksudkan untuk menciptakan kondisi kemasyarakatan dalam proses yang berlangsung secara wajar. Adapun maksud secara pasif adalah mengupayakan pencegahan atas upaya yang sewenang-wenang dan penyalahgunaan hak secara tidak adil. Usaha mewujudkan pengayoman ini diantaranya :

a ) “ Mewujudkan ketertiban dan keteraturan; b ) Mewujudkan kedamaian sejati;

c ) Mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia; d ) Mewujudkan Kesejahteraan seluruh rakyat ”.

Hukum bertujuan untuk mengayomi manusia, melindungi manusia secara pasif dengan mencegah kesewenang-wenangan dan pelanggaran hak, dan melindungi secara aktif.

Sehingga apabila teori-teori tersebut diatas dihubungkan dengan peran Pejabat Pembuat Akta Tanah saat ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat, baik untuk membantu membuat akta-akta perjanjian, akta – akta peralihan maupun membantu segala sesuatu yang berkaitan dengan tanah. Hal ini tentunya sangat berkaitan erat dengan tanggung jawab, karena pada prinsipnya segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang baik dengan sengaja maupun tidak dari seorang profesi hukum. Dengan suatu amanah yang menyangkut perlindungan nasib seseorang, maka tanggung jawab yang berat diletakan di atas bahu anggota profesi


(21)

hukum yang bersangkutan. Tanggung jawab yang harus dibebankan kepada seorang profesi hukum dalam menjalankan tugas dan jabatan profesinya tidak ringan. Oleh karena itu, terhadap tanggung jawab profesi hukum diperlukan suatu lingkup yang jelas agar segala perbuatan yang dilakukan karena jabatannya dapat dipertanggung jawabkan. Tentunya yang akan berfaedah bagi masyarakat secara adil dan tertib, maka tanggung jawab profesi Pejabat Pembuat Akta Tanah harus dapat sesuai dengan tujuan hukum.

2. Kerangka Konseptual

Batasan-batasan serta pengertian yang akan digunakan oleh penulis dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :

a.Hukum adalah suatu ketentuan-ketentuan yang menjadi peaturan hidup masyarakat yang bersifat mengendalikan, mencegah, mengikat dan memaksa. Hukum adalah menetapkan sesuatu atas sesuatu yang lain, yaitu menetapkan sesuatu yang boleh dikerjakan, harus dikerjakan dan terlarang dikerjakan10.

b.Penerapan hukum hakikatnya adalah penyelenggaraan pengaturan hubungan hukum setiap kesatuan hukum dalam suatu masyarakat hukum11.

c. Proses pensertipikatan tanah milik adat adalah salah satu yang diatur dalam pendaftaran tanah, yaitu :

10

Wawan Muhwan Hariri,.op.cit.hlm. 19. 11

Lili Rasjidi, Ida Bagus Wyasa Putra. Hukum Sebagai Suatu Sistem. Bandung: Fikahati Aneska.2012.


(22)

“ Serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengelolaan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta atau daftar mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya12”.

Pendaftaran tanah secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara individual atau massal.

Pendaftaran tanah untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah, yang terdapat dalam Undang-undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 Pasal 19 dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 1 tentang Pendaftaran Tanah.

Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah selanjutnya disebut PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. Untuk mencapai suatu kepastian hukum dan keadilan tersebut apabila dikaitkan dengan profesi dan tugas Pejabat Pembuat Akta Tanah maka merupakan salah satu untuk mencapai tujuan pembangunan di bidang hukum, diperlukan adanya penegakan disiplin dan penegakan hukum, salah satu penegakan itu dapat dilakukan di lingkungan profesi hukum, khususnya profesi hukum notaris.13

12. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, Pasal 1 ayat( 1) dan(11) tentang Pendaftaran Tanah.

13

. Nico,S.H.M.Kn.Tanggungjawab Notaris selaku Pejabat Umum. Centre for Documentation and Studies of Business Law (CDSBL).2003.hlm. 261.


(23)

Anggaran Dasar berdasarkan Keputusan Kongres ke IV IPPAT, Surabaya, 30 Agustus - 01 September 2007 dan Anggran Rumah Tangga Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah Berdasarkan Keputusan Rapat Kerja Nasional I, Jakarta 05 Desember 2008.

F. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan oleh penulis dengan menggunakan metode penelitian Yuridis Normatif, yaitu penelitian hukum yang menitikberatkan pengkajian data pustaka sebagai data sekunder, berupa hukum positif yang mengatur, karena penulisan dan penelitian ini adalah hukum atau kaedah. Pengertian kaedah meliputi asas-asas hukum, kaedah dalam arti sempit (value), peraturan hukum konkret. Penelitian yuridis normatif adalah penelitian yang berobjekan pada hukum normatif, berupa asas-asas hukum, system hukum, taraf sikronisasi vertikal dan horisontal.

Metode yuridis normatif juga disebut sebagai penelitian doktrinal yaitu14: Suatu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis dalam buku maupun hukum yang diputuskan hakim melalui proses pengadilan. Berdasarkan metode tersebut, peneliti harus melakukan pengkajian secara logis terhadap ketentuan hukum yang dapat dianggap relevan dengan pelaksanaan proses pensertipikatan tanah milik adat yang dikaitkan dengan kelalaian dari Pejabat Pembuat Akta Tanah, apakah kelalaian pemprosesan sertipikat tersebut Pejabat pembuat Akta Tanah dapat di tuntut. Dalam penulisan dan penelitian skripsi ini

14

.Amirrudin dan Zainal Asikin. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Grafiti Press.2006.hlm. 118.


(24)

penulis menggunakan sifat penelitian, pendekatan penelitian, jenis data, teknik pengumpulan data dan analisis data sebagai berikut :

1. Sifat Penelitian

Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan secara deskriptif analitis, yaitu menggambarkan hal-hal atau peristiwa yang sedang diteliti dan berkaitan dengan peraturan perundang-undangan, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah serta Kode Etik dan Anggaran Dasar Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Dalam penulisan dan penelitian ini penulis mencoba untuk menggambarkan dan memaparkan bagaimana prosedur dan proses pensertipikatan tanah milik adat, yang proses tersebut dilaksanakan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah, yang dalam hal ini telah lalai dalam melaksanakan tugasnya, sehingga akan dipaparkan sejauhmana Pejabat Pembuat Akta Tanah yang telah lalai dalam menjalankan tugas dan kewajibannya dapat dituntut, berdasarkan aturan-aturan dan Undang-Undang yang mengaturnya.

2. Pendekatan Penelitian.

Penulisan dan penelitian skripsi ini dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan penelitian konseptual (conceptual approach) dan pendekatan Undang-Undang (statute approach). Pendekatan konseptual digunakan berkenaan dengan konsep-konsep yuridis yang berkaitan


(25)

dengan prinsip keadilan dan ketertiban yang harus diperhatikan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam melaksanakan proses pensertipikatan tanah milik adat. Sedangkan pendekatan secara perundang-undangan digunakan berkenaan dengan peraturan hukum yang mengatur proses pensertipikatan tanah milik adat yang berkenaan dengan peraturan hukum tentang pendaftaran tanah. Yang dalam penulisan dan penelitian ini adalah proses pensertipikatan tanah atas objek tanah persil 89 D III, girik nomor 1029, yang terletak di Desa Cimerang, Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, yang dilaksanakan oleh seorang Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

3. Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh dari Perundang-undangan, buku-buku dilengkapi denganh data primer berupa wawancara secara langsung dengan Pejabat Pembuat Akta Tanah pemegang protokol yang melaksanakan proses sertipikatnya, guna mendukung penulisan penelitian ini. Data sekunder bisa berupa literatur, karya ilmiah orang lain, bahan diktat, komentar para ahli, dan buku-buku data-data serta surat-surat asli atas objek tanah dari Desa dan Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Bandung Barat serta dari pembahasan tentang materi original.

Data Sekunder tersebut akan didukung pula dengan data-data primer, dimana data tersebut adalah data yang diperoleh langsung dari data-data


(26)

serta surat-surat asli atas objek tanah dari Desa Cimerang, Kecamatan Padalarang dan Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Bandung Barat serta Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah pemegang protokol Notaris yang melaksanakan.

4. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data. a.Teknik Pengumpulan Data

Data Sekunder diperoleh dengan cara sebagai berikut : 1) Studi kepustakaan

Studi Kepustakaan dilakukan untuk mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori, pendapat-pendapat yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti penulis. Berkenaan dengan metode penelitian yang penulis gunakan, maka penulis melakukan dengan memakai teknik studi kepustakaan yang merupakan data sekunder yang berasal dari berbagai bahan-bahan hukum sebagai berikut :

a) Data sekunder bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan proses pensertipikatan tanah atas objek tanah persil 89 D III, girik nomor 1029, yang terletak di Desa Cimerang, Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, yang dilaksanakan oleh seorang Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang berkaitan dengan peraturan perundang-undangan, yakni Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok Pokok Agraria, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah,


(27)

Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah serta Kode Etik dan Anggaran Dasar Pejabat Pembuat Akta Tanah.

b.) Data sekunder bahan hukum sekunder yang berupa buku-buku literatur tentang hukum, hukum tanah, pendaftaran tanah, teori hukum, pertanggung jawaban PPATserta hasil-hasil penelitian berupa tulisan-tulisan di bidang tanah, bahan-bahan seminar, artikel, warkah atas tanah.

c) Data sekunder berupa hukum tersier yang berupa ensiklopedia, kamus hukum, kamus bahasa, majalah, serta media massa.

2. Studi Lapangan

Studi Lapangan dilakukan untuk mendapatkan data primer yang berfungsi untuk mendukung data sekunder. Upaya untuk mendapatkan data primer dilakukan dengan wawancara.

Wawancara adalah teknik dimana pengumpulan data dilakukan dengan bertatap muka secara langsung antara responden dengan penulis untuk mengadakan tanya jawab secara lisan untuk menjadi responden dalam penelitiannnya.

b. Teknik Analisis Data.

Teknik analisis data yang digunakan adalah kualitatif. Menurut pendapat Sunaryati Hartono, pendekatan kualitatif adalah pendekatan


(28)

yang membahas mengenai cara-cara menganalisis terhadap data yang dikumpulkan dilakukan dengan cara-cara atau analisis atau penafsiran (interprestasi) hukum yang dikenal, seperti penafsiran otentik, penafsiran menurut tata bahasa ( gramatikal ), penafsiran sistematis, penafsiran sosiologis, penafsiran teleologis, penafsiran fungsional ataupun penafsiran futuristik15.

Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukan di atas maka skripsi ini menggunakan kombinasi metode pendekatan konseptual dan pendekatan perundang-undangan yang mendasari penelitian pada data sekunder, sedangkan data primer yang didapat akan dijadikan sebagai data pendukung dan pelengkap. Teknik pengumpulan data adalah menggunakan teknik studi lapangan, sedangkan untuk teknik analisis data penulis menggunakan teknik analisis data kualitatif.

G.Sistematika Penulisan BAB I

PENDAHULUAN

Bab ini diawali dengan Latar Belakang Masalah, Perumusan dan Identifikasi Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Kerangka Pemikiran, Metode Penelitian yang terdiri dari Sifat Penelitian, Pendekatan Penelitian, Jenis Data serta Teknik Pengumpulan Data dan Teknik Analisis Data dan diakhiri dengan Sistematika Penulisan.

15

. Sunaryati Hartono. Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad ke 20.Bandung: Alumni.Tahun 1994.hlm 14.


(29)

BAB II

PROSES PENDAFTARAN TANAH DALAM UPAYA PENSERTIPIKATAN HAK ATAS TANAH

Bab ini penulis akan menjelaskan dan memaparkan proses dan prosedur pendaftaran tanah tanah milik adat sampai menjadi sertipikat hak atas tanah secara teortis. Serta akan menguraikan dan menjelaskan yang disebut dengan jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, menjelaskan bagaimana peran dari Pejabat Pembuat Akta Tanah, tugas dan tanggung jawab akan dipaparkan secara terperinci dari berbagai sudut pandang, baik sudut pandang hukum yang mengatur maupun sudut pandang pendapat para ahli. Kemudian akan dikaitkan antara prosedur pensertipikatan dengan tugas dan jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, dikaji dan diukur bagaimana mengenai kelalaiannya dalam menjalankan tugas dan jabatannya. Bagaimana pertanggungjawabannya selaku pejabat yang telah dipercayakan untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya apabila lalai.

BAB III

TANGGUNG JAWAB PPAT DALAM PROSES PENSERTIPIKATAN HAK ATAS TANAH

Pada Bab III, penulis akan menjelaskan hal-hal yang berkaitan erat dengan proses pensertipikatan apakah proses pensertipikatan tersebut telah dilakukan dan dilaksanakan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah sesuai dengan yang diatur oleh Undang-undang maupun peraturan-peraturan yang berlaku.

Penulis juga akan menjelaskan apakah Pejabat Pembuat Akta Tanah dapat dikenakan sanksi apabila tidak melaksanakan profesi dan tugasnya dengan


(30)

baik, sesuai dengan aturan aturan yang berlaku. Dan bagaimana seharusnya Pejabat Pembuat Akta Tanah melaksanakan tugas dan profesinya dalam mengemban amanat masyarakat.

BAB IV

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DALAM MENJALANKAN TUGAS DAN JABATANYA BERDASARKAN PERATURAN JABATAN PEMBUAT AKTA TANAH DAN KODE ETIK PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH.

Dalam Bab IV, penulis akan menganalisis berdasarkan identifikasi masalah, yang akan dibahas secara terperinci dan detail. Penulis akan menganalisis sejauh mana pejabat pembuat akta tanah telah menjalankan tugasnya khususnya dalam melaksanakan proses pensertipikatan tanah milik adat sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku. Dan perlindungan hukum apa yang dapat diberikan oleh Negara kepada masyarakat yang menggunakan jasa Pejabat Pembuat Akta Tanah. Menjelaskan bahwa sejauhmana kelalaian pejabat pembuat akta tanah dalam melaksanakan proses pensertipikatan tanah milik adat. Serta menjelaskan bahwa bagaimana pertanggungjawaban Pejabat Pembuat Akta Tanah dapat dituntut apabila lalai dalam menjalankan tugasnya. Yang ditinjau dari aturan-aturan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


(31)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini, penulis menarik beberapa kesimpulan yang merupakan jawaban atas identifikasi masalah diatas setelah dilakukan proses analisis- analisis. Penulis pun memberikan beberapa rekomendasi atau saran yang bersifat konkrit, dapat digunakan dan dapat diterapkan.


(32)

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Tugas dan kewenangan PPAT dalam proses pensertifikatan tanah secara normatif sesuai Pasal 2 dan Pasal 3 PP Nomor 37 tahun 1998 adalah melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak atas satuan rumah susun dengan kewenangan membuat akta otentik. Adapun tugas dan kewenangan berdasarkan Pasal 2 dan Pasal 3 merupakan hal yang krusial dikarenakan pembuatan akta harus dihadiri oleh para pihak yang melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan atau orang yang dikuasakan olehnya dengan surat kuasa tertulis, dengan menghadirkan sekurang-kurangnya 2 orang saksi yang memenuhi syarat bertindak sebagai saksi dalam suatu perbuatan hukum yang antara lain member kesaksian keberadaan dokumen dalam pembuatan akta. PPAT wajib membacakan akta kepada para pihak dengan member penjelasan mengenai isi dan maksud pembuatan akta, dan prosedur pendaftaran yang harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku sesuai dengan ketentuan PPAT sebagai pejabat umum maka akta yang dibuat diberi kedudukan sebagai akta yang otentik.

2. Tanggung jawab dari PPAT dalam menjalankan tugas dan kewenangan berdasarkan ketentuan normatif dan kode etik, PPAT


(33)

menjalankan perubahan sistim publikasi negatif menjadi positif melalui data fisik dan yuridis melalui kegiatan pendaftaran tanah dengan teliti dan penuh tanggung jawab. Kode Etik PPAT bagaimanapun menuntut seorang PPAT untuk bekerja penuh tanggung jawab, mandiri, jujur,dan tidak berpihak. Dalam kasus pensertipikatan ini PPAT tidak teliti melaksanakan pemeriksaan data yang didapat dari Kepala Desa. PPAT terlalu mempercayakan pekerjaan pemeriksaan kepada karyawannya, sehingga adanya data yang dipalsukan tidak diketahuinya, data yang tidak sesuai menyebabkan proses di Badan Pertanahan Nasional menjadi terhenti dan tidak dapat dilaksanakan. Karena PPAT terdahulu pensiun dari jabatannya maka proses pensertipikatan dialihkan pada PPAT pengganti, setelah ditelusuri barulah terungkap faktor yang menjadi kendala terhentinya proses pensertipikatan ini, terbukti peran PPAT yang teliti adalah amat penting. Peranan PPAT dalam memberikan perlindungan dan kepastian hukum terhadap Hak atas tanah adalah dengan memeriksa secara seksama berkas yang diajukan pemohon dan mengembalikannya bila kurang lengkap atau kurang kuat secara hukum tesebut yang dapat merugikan berbagai pihak. Tindakan itu akan lebih tepat bila disertai dengan penjelasan yang logis dan jelas sehingga dapat diterima oleh pihak pemohon. Perlindungan hukum sebenarnya dimaksudkan untuk melindungi kepentingan umum dalam upaya mewujudkan negara sejahtera. Perlindungan hukum merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh setiap orang, instansi pemerintah atau swasta


(34)

dalam pemenuhan, dan perlindungan hak-hak individu atau kelompok masyarakat. Perlindungan hukum ini merupakan tanggung jawab pemerintah. Negara akan menjadi kuat apabila masyarakatnya memperoleh perlindungan yang baik.

3. PPAT yang tidak teliti dalam memproses pensertipikatan bila ada pengaduan dari masyarakat dapat dikenakan sanksi berupa teguran, tetapi dalam prakteknya hal itu hampir tidak pernah dilaksanakan, sanksi yang dikenakan hanyalah berupa sanksi sosial: karena masyarakat tidak akan lagi mempercayakan pensertipikatan kepada PPAT tersebut. Sanksi lain yang akan dikenakan kepada PPAT yang terbukti lalai dalam menjalankan tugasnya berupa sanksi teguran dari Majelis Pengawas Daerah (MPD) selain itu akan hilang kepercayaan dari masyarakat terhadap PPAT yang bersangkutan.

B. SARAN

Bagi Akademisi skripsi ini untuk memberikan wacana bagi Dosen dan mahasiswa Civitas Akademika dalam kajian hukum agraria.

Bagi Praktisi untuk mengkaji tanggung jawab PPAT dalam hubungan kontraktual dengan klien.


(35)

Bagi masyarakat agar dapat mengetahui peran PPAT dalam proses pensertipikatan dan terutama untuk kewaspadaan dalam transaksi khususnya yang masih berstatus tanah Girik.

Bagi klien untuk mengetahui tanggung jawab PPAT dalam jasa yang diberikan.


(36)

DAFTAR PUSTAKA A. BUKU

A.P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah-Tanah dan Konversi Hak Milik Atas

Tanah Menurut UUPA, Bandung: Alumni, 1998.

A.P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah Indonesia, Bandung : Mandar Maju, 1999. A.P. Parlindungan, Komentar atas Undang-Undang Pokok Agraria, Bandung:

Mandar Maju, 2008

Amirrudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum,Jakarta: Grafiti Press, 2006.

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Himpunan Peraturan Peraturan

Hukum Tanah, Jakarta: Djambatan, 2008

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang

Pokok Agraria,isi dan pelaksanaannya, Jakarta: Djambatan, 2008

Effendi Perangin angin, Hukum Agraria di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo, 1994

Habib Adjie, Bernas bernas Pemikiran dibidang Notaris dan PPAT, Bandung: Mandar Maju, 2012

Habib Adjie, Sekilas Dunia Notaris dan PPAT Indonesia, Bandung: Mandar Maju 2009

Handri Rahardjo, Hukum Perjanjian di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Yusticia, 2009

Lili Rasjidi, I.B Wyasa, Hukum sebagai suatu system, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993 Nico, Tanggungjawab Notaris selaku Pejabat Umum, Yogyakarta: Centre for

Documentation and Studies of Business Law (CDSBL), 2003.

Paulus Effendi Lotulung, Perlindungan Hukum bagi Notaris selaku Pejabat

Umum dalam menjalankan Tugasnya, Bandung: Upgrading Refreshing

Course Ikatan Notaris Indonesia, 2003.

Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum pada Akhir abad ke 20, Bandung: Alumni. 1994


(37)

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Undang-undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960

Anggaran Dasar Ikatan Pejabat Pembuat Akta, berdasarkan Keputusan Kongres Ke IV IPPAT, Surabaya, 30 Agustus – 01 September 2007.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Pejabat Pembuat

Akta Tanah.

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah

Peraturan Kepala BPN No. 23 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala BPN No. 1 Tahun 2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pembuat Akta Tanah.

C. JURNAL, MAJALAH, MAKALAH, INTERNET

Bahan Diktat. Pengantar Ilmu Hukum. Fakultas Kristen Maranatha Bandung.

Indra Gumelar, ”Sertipikat”, 2010

(http://eleveners.wordpress.com/2010/05/22/sertipikat/)

D. LAMPIRAN

Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997

Peraturan Menteri Negara Agraria Kepala BPN Nomor 3Tahun 1997 Kode Etik PPAT


(1)

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Tugas dan kewenangan PPAT dalam proses pensertifikatan tanah secara normatif sesuai Pasal 2 dan Pasal 3 PP Nomor 37 tahun 1998 adalah melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak atas satuan rumah susun dengan kewenangan membuat akta otentik. Adapun tugas dan kewenangan berdasarkan Pasal 2 dan Pasal 3 merupakan hal yang krusial dikarenakan pembuatan akta harus dihadiri oleh para pihak yang melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan atau orang yang dikuasakan olehnya dengan surat kuasa tertulis, dengan menghadirkan sekurang-kurangnya 2 orang saksi yang memenuhi syarat bertindak sebagai saksi dalam suatu perbuatan hukum yang antara lain member kesaksian keberadaan dokumen dalam pembuatan akta. PPAT wajib membacakan akta kepada para pihak dengan member penjelasan mengenai isi dan maksud pembuatan akta, dan prosedur pendaftaran yang harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku sesuai dengan ketentuan PPAT sebagai pejabat umum maka akta yang dibuat diberi kedudukan sebagai akta yang otentik.

2. Tanggung jawab dari PPAT dalam menjalankan tugas dan kewenangan berdasarkan ketentuan normatif dan kode etik, PPAT


(2)

101

menjalankan perubahan sistim publikasi negatif menjadi positif melalui data fisik dan yuridis melalui kegiatan pendaftaran tanah dengan teliti dan penuh tanggung jawab. Kode Etik PPAT bagaimanapun menuntut seorang PPAT untuk bekerja penuh tanggung jawab, mandiri, jujur,dan tidak berpihak. Dalam kasus pensertipikatan ini PPAT tidak teliti melaksanakan pemeriksaan data yang didapat dari Kepala Desa. PPAT terlalu mempercayakan pekerjaan pemeriksaan kepada karyawannya, sehingga adanya data yang dipalsukan tidak diketahuinya, data yang tidak sesuai menyebabkan proses di Badan Pertanahan Nasional menjadi terhenti dan tidak dapat dilaksanakan. Karena PPAT terdahulu pensiun dari jabatannya maka proses pensertipikatan dialihkan pada PPAT pengganti, setelah ditelusuri barulah terungkap faktor yang menjadi kendala terhentinya proses pensertipikatan ini, terbukti peran PPAT yang teliti adalah amat penting. Peranan PPAT dalam memberikan perlindungan dan kepastian hukum terhadap Hak atas tanah adalah dengan memeriksa secara seksama berkas yang diajukan pemohon dan mengembalikannya bila kurang lengkap atau kurang kuat secara hukum tesebut yang dapat merugikan berbagai pihak. Tindakan itu akan lebih tepat bila disertai dengan penjelasan yang logis dan jelas sehingga dapat diterima oleh pihak pemohon. Perlindungan hukum sebenarnya dimaksudkan untuk melindungi kepentingan umum dalam upaya mewujudkan negara sejahtera. Perlindungan hukum merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh setiap orang, instansi pemerintah atau swasta


(3)

dalam pemenuhan, dan perlindungan hak-hak individu atau kelompok masyarakat. Perlindungan hukum ini merupakan tanggung jawab pemerintah. Negara akan menjadi kuat apabila masyarakatnya memperoleh perlindungan yang baik.

3. PPAT yang tidak teliti dalam memproses pensertipikatan bila ada pengaduan dari masyarakat dapat dikenakan sanksi berupa teguran, tetapi dalam prakteknya hal itu hampir tidak pernah dilaksanakan, sanksi yang dikenakan hanyalah berupa sanksi sosial: karena masyarakat tidak akan lagi mempercayakan pensertipikatan kepada PPAT tersebut. Sanksi lain yang akan dikenakan kepada PPAT yang terbukti lalai dalam menjalankan tugasnya berupa sanksi teguran dari Majelis Pengawas Daerah (MPD) selain itu akan hilang kepercayaan dari masyarakat terhadap PPAT yang bersangkutan.

B. SARAN

Bagi Akademisi skripsi ini untuk memberikan wacana bagi Dosen dan mahasiswa Civitas Akademika dalam kajian hukum agraria.

Bagi Praktisi untuk mengkaji tanggung jawab PPAT dalam hubungan kontraktual dengan klien.


(4)

103

Bagi masyarakat agar dapat mengetahui peran PPAT dalam proses pensertipikatan dan terutama untuk kewaspadaan dalam transaksi khususnya yang masih berstatus tanah Girik.

Bagi klien untuk mengetahui tanggung jawab PPAT dalam jasa yang diberikan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA A. BUKU

A.P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah-Tanah dan Konversi Hak Milik Atas

Tanah Menurut UUPA, Bandung: Alumni, 1998.

A.P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah Indonesia, Bandung : Mandar Maju, 1999. A.P. Parlindungan, Komentar atas Undang-Undang Pokok Agraria, Bandung:

Mandar Maju, 2008

Amirrudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum,Jakarta: Grafiti Press, 2006.

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Himpunan Peraturan Peraturan

Hukum Tanah, Jakarta: Djambatan, 2008

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang

Pokok Agraria,isi dan pelaksanaannya, Jakarta: Djambatan, 2008

Effendi Perangin angin, Hukum Agraria di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo, 1994

Habib Adjie, Bernas bernas Pemikiran dibidang Notaris dan PPAT, Bandung: Mandar Maju, 2012

Habib Adjie, Sekilas Dunia Notaris dan PPAT Indonesia, Bandung: Mandar Maju 2009

Handri Rahardjo, Hukum Perjanjian di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Yusticia, 2009

Lili Rasjidi, I.B Wyasa, Hukum sebagai suatu system, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993 Nico, Tanggungjawab Notaris selaku Pejabat Umum, Yogyakarta: Centre for

Documentation and Studies of Business Law (CDSBL), 2003.

Paulus Effendi Lotulung, Perlindungan Hukum bagi Notaris selaku Pejabat

Umum dalam menjalankan Tugasnya, Bandung: Upgrading Refreshing

Course Ikatan Notaris Indonesia, 2003.

Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum pada Akhir abad ke 20, Bandung: Alumni. 1994


(6)

105

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Undang-undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960

Anggaran Dasar Ikatan Pejabat Pembuat Akta, berdasarkan Keputusan Kongres Ke IV IPPAT, Surabaya, 30 Agustus – 01 September 2007.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Pejabat Pembuat

Akta Tanah.

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah

Peraturan Kepala BPN No. 23 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala BPN No. 1 Tahun 2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pembuat Akta Tanah.

C. JURNAL, MAJALAH, MAKALAH, INTERNET

Bahan Diktat. Pengantar Ilmu Hukum. Fakultas Kristen Maranatha Bandung. Indra Gumelar, ”Sertipikat”, 2010

(http://eleveners.wordpress.com/2010/05/22/sertipikat/)

D. LAMPIRAN

Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997

Peraturan Menteri Negara Agraria Kepala BPN Nomor 3Tahun 1997 Kode Etik PPAT


Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak dalam Peralihan Hak Atas Tanah oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah)

9 135 135

TANGGUNG JAWAB PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH SEMENTARA (PPAT SEMENTARA) DALAM PEMBUATAN AKTA JUAL BELI TANAH BESERTA AKIBAT HUKUMNYA

11 68 87

PROBLEMATIKA YURIDIS PENGGUNAAN BLANKO AKTA PPAT OLEH PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH.

0 0 12

Tanggung Jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Dan Pejabat Pembuat Akta Sementara (PPAT Sementara) Dalam Pembuatan Akta Jual Beli Tanah Beserta Akibat Hukumnya Dari Segi Hukum Agraria

0 1 3

Tanggung Jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Dan Pejabat Pembuat Akta Sementara (PPAT Sementara) Dalam Pembuatan Akta Jual Beli Tanah Beserta Akibat Hukumnya Dari Segi Hukum Agraria

0 0 29

Tanggung Jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Dan Pejabat Pembuat Akta Sementara (PPAT Sementara) Dalam Pembuatan Akta Jual Beli Tanah Beserta Akibat Hukumnya Dari Segi Hukum Agraria

0 0 16

Tanggung Jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Dan Pejabat Pembuat Akta Sementara (PPAT Sementara) Dalam Pembuatan Akta Jual Beli Tanah Beserta Akibat Hukumnya Dari Segi Hukum Agraria

0 0 1

Tanggung Jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Dan Pejabat Pembuat Akta Sementara (PPAT Sementara) Dalam Pembuatan Akta Jual Beli Tanah Beserta Akibat Hukumnya Dari Segi Hukum Agraria

0 0 6

PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PPAT

1 1 6

TESIS TANGGUNG JAWAB PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH TERHADAP NOMINAL TRANSAKSI DALAM AKTA JUAL BELI

0 0 83