Kampanye Pengendalian Emosi Remaja di Jejaring Sosial.

(1)

ABSTRAK

(Kata Kunci : Pengendalian Emosi, Remaja, Jejaring Sosial)

Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Pada masa ini, seseorang mengalami berbagai perubahan fisik maupun psikis yang mempengaruhi pola berpikir mereka. Pada masa ini juga, seseorang dihadapkan pada beberapa situasi nyata yang dapat memunculkan berbagai emosi yang berbeda-beda. Kurangnya kemampuan remaja untuk mengendalikan luapan emosi yang muncul di dalam diri mereka, ditambah dengan berbagai tuntutan dari pihak luar yang mengharuskan remaja untuk dapat bertanggung jawab dan berpikir secara rasional, menyebabkan remaja cenderung melampiaskan emosi mereka ke perkataan dan perbuatan sehari-hari. Kemajuan teknologi dan standar budaya di masyarakat mengakibatkan akses ke jejaring sosial sebagai wadah interaksi di dunia maya semakin mudah. Jejaring sosial yang mudah diakses tersebut dapat disalahgunakan oleh remaja sebagai sarana pelampiasan emosi mereka.

Berdasarkan latar belakang di atas, perlu diadakan sebuah kampanye yang bertujuan memberikan berbagai informasi positif kepada remaja, berkaitan dengan pengendalian emosi remaja di jejaring sosial. Kampanye yang dilakukan akan berpusat di lingkungan sekolah menengah pertama, mengingat sebagian besar waktu siswa SMP dalam sehari dihabiskan di lingkungan sekolah.


(2)

Bentuk media yang digunakan sepanjang kampanye antara lain poster, brosur, dan beberapa jenis gimmick sebagai media fisik, dan page resmi kampanye di beberapa jejaring sosial sebagai media digital.

Dengan adanya kampanye ini, diharapkan remaja dapat lebih bersikap positif dalam menggunakan jejaring sosial sebagai salah satu media interaksi di dunia maya.


(3)

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah 1

1.2 Rumusan Masalah 4

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan 4

1.4 Tujuan Perancangan 5

1.5 Tehnik Pengumpulan Data 5

1.6 Sistematika Penulisan 6

1.7 Skema Perancangan 8

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Kampanye 9


(4)

2.7 Pengendalian Emosi Pada Remaja 21

BAB III URAIAN DATA DAN ANALISIS

3.1 Uraian Data 29

3.2 Analisis Data 38

BAB IV PEMECAHAN MASALAH

4.1 Konsep Komunikasi 44

4.2 Konsep Kreatif 45

4.3 Konsep Media 48

4.4 Hasil Karya 52

4.5 Budget Kampanye 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 75

5.2 Saran 77


(5)

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 1.1 Skema Perancangan 8

Diagram 4.1 Timeline Kampanye 48

Diagram 4.2 Budget Kampanye: Poster dan Brosur 73


(6)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Model Kampanye Nowak dan Warmeryd 11 Gambar 3.1 Logo Dinas Pendidikan Kota Bandung 29

Gambar 4.1 Logo Kampanye 46

Gambar 4.2 Font pada Media Kampanye 47

Gambar 4.3 Poster Awareness 1 52

Gambar 4.4 Poster Awareness 2 53

Gambar 4.5 Poster Awareness 3 54

Gambar 4.6 Brosur Awareness 1-4 56

Gambar 4.7 Brosur Awareness 5-8 57

Gambar 4.8 Poster Informing 1 59

Gambar 4.9 Poster Informing 2 60

Gambar 4.10 Poster Informing 3 61

Gambar 4.11 Brosur Informing 1-4 63

Gambar 4.12 Brosur Informing 5-8 64

Gambar 4.13 Poster Reminding 1 66


(7)

Gambar 4.15 Gimmick: Badge 69

Gambar 4.16 Gimmick: Sticker 70

Gambar 4.17 Page Resmi Kampanye di Jejaring Sosial Facebook 72 Gambar 4.18 Page Resmi Kampanye di Jejaring Sosial Twitter 72


(8)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Periode remaja merupakan periode peralihan antara masa anak-anak dan dewasa. Periode remaja merupakan masa kritis karena individu yang berada pada masa tersebut mengalami berbagai perubahan biologis dan psikologis dalam proses pencarian identitas diri, juga dalam menghadapi tantangan untuk memecahkan berbagai persoalan hidup. Pada masa tersebut pula remaja dihadapkan secara langsung pada situasi-situasi nyata yang dapat dikatakan merupakan sebuah proses pematangan kepribadian sebelum mereka beranjak dewasa.

Dalam menghadapi berbagai situasi nyata secara langsung, remaja dituntut untuk dapat bertindak secara tepat dan bertanggung jawab. Hal ini bagi sebagian besar remaja dinilai cukup sulit untuk dilakukan. Pada periode remaja, perubahan biologis dan psikologis dalam diri remaja ikut berperan dalam memicu munculnya berbagai emosi, apalagi ditambah dengan pengaruh dari luar seperti tuntutan dari keluarga atau pengaruh teman-teman sebaya. Pengaruh-pengaruh yang muncul secara terus menerus tersebut membuat remaja merasakan berbagai emosi yang bertransisi secara cepat dan seringkali keluar secara mendadak. Tidak heran sebagian dari kalangan remaja merasa kewalahan ketika menghadapi ‘luapan emosional’ yang berlebihan, beragam, dan muncul terus menerus, padahal mereka diminta untuk dapat bereaksi tidak hanya dengan mengandalkan emosi saja, melainkan juga pemikiran rasional yang dibutuhkan untuk mengambil keputusan di dunia nyata.

Berbagai ‘luapan emosi’ yang cenderung kurang stabil ini seringkali berdampak pada reaksi yang dikeluarkan oleh remaja berdasarkan emosi yang ada pada saat itu juga, misalnya saja remaja pria yang sedang marah karena ejekan salah satu temannya


(9)

dapat secara tiba-tiba memukul teman yang mengejeknya tanpa pikir panjang, atau remaja wanita dapat menangis tersedu-sedu dalam jangka waktu yang cukup lama hanya karena hal sepele yang menyinggung perasaannya. Reaksi-reaksi ini kemudian secara tidak langsung membentuk perilaku remaja yang bersangkutan, yang kemudian disebut perilaku sosial. Perilaku sosial, yang merupakan kumpulan dari reaksi yang sering muncul dalam diri remaja, dapat bergerak ke arah negatif maupun positif tergantung reaksi-reaksi pembentuknya. Perilaku sosial remaja yang positif biasanya muncul karena remaja yang bersangkutan mampu secara konstan memunculkan berbagai reaksi positif atas emosi yang keluar ketika menghadapi situasi tertentu. Sebaliknya perilaku sosial remaja yang negatif (marah-marah, mudah tersinggung, rapuh, atau bahkan dapat mencapai perilaku sosial negatif yang lebih ekstrem seperti perbuatan anarki, penyalahgunaan obat-obatan terlarang, dan perbuatan seksual yang menyimpang) biasanya muncul karena remaja yang bersangkutan cenderung bereaksi negatif atau tidak mampu mengendalikan reaksi mereka atas emosi yang muncul ketika menghadapi situasi tertentu (emosi-emosi yang tergolong negatif contohnya adalah amarah, rasa cemas, sedih, atau putus asa). Bila melihat kedua perbandingan perilaku sosial tersebut, dapat dikatakan reaksi atau respon remaja terhadap emosi yang muncul merupakan hal yang perlu diperhatikan untuk membentuk perilaku sosial dan kepribadian dewasa yang positif. Reaksi atau respon tersebut sebenarnya sangat dipengaruhi oleh kemampuan seseorang dalam mengendalikan emosinya. Seseorang dengan tingkat kemampuan pengendalian emosi yang rendah, akan memunculkan reaksi yang didominasi oleh jenis emosi yang muncul sebelumnya, atau dengan kata lain reaksi yang berdasarkan pemikiran emosional. Reaksi seperti ini cenderung berkaitan dengan penilaian yang kurang


(10)

yang muncul dan menghasilkan penilaian atau reaksi yang juga didasari dengan pemikiran logis.

Secara nyata, pengendalian emosi juga sangat mempengaruhi remaja dari segi pencapaian prestasi, kondisi kesehatan, dan mudah tidaknya remaja terpengaruh oleh pengaruh dari luar dirinya. Pengaruh-pengaruh dari luar tersebut sebenarnya merupakan faktor dominan yang sangat mempengaruhi berbagai sisi perkembangan emosional dan kepribadian remaja. Yang menjadi masalah adalah pengaruh-pengaruh yang biasanya sebagian besar berasal dari teman sebaya atau sumber-sumber di luar keluarga tersebut dapat dikatakan meragukan, tidak berdasar, kurang tepat, atau bahkan dapat menjerumuskan remaja ke arah yang salah.

Kurangnya kejelasan informasi atau pengaruh meragukan dari berbagai sumber secara tidak langsung juga mempengaruhi cara penyelesaian atau bahkan pelampiasan emosi yang meluap ke berbagai hal. Kemajuan teknologi dan budaya social networking menuntut masyarakat untuk beradaptasi dengan berinteraksi di dunia maya –termasuk kalangan remaja– salah satunya adalah lewat berbagai media jejaring sosial seperti Facebook atau Twitter. Lewat jejaring sosial tersebut, remaja dapat ‘menjalin pertemanan’ dengan berbagai macam user yang aktif di jejaring sosial, baik mereka yang di dunia nyata merupakan kenalan atau kerabat dekat hingga orang asing yang tidak pernah bertatap muka secara langsung di dunia nyata.

Karena sifatnya yang mudah diakses (termasuk dapat diakses dari telepon genggam), jejaring sosial ini dapat menjadi tempat pelampiasan atau tempat menumpahkan pikiran emosional yang sedang melanda diri remaja. Susahnya bertatap muka dengan teman dekat untuk menceritakan berbagai masalah yang sedang dialami juga mempengaruhi digunakannya jejaring sosial sebagai wadah subtitusi dari teman-teman terdekat. Apalagi remaja yang sedang menghadapi masalah atau menghadapi situasi emosional cenderung membutuhkan perhatian tertentu dari orang lain. Pada akhirnya, mereka menumpahkan atau melampiaskan berbagai luapan emosi ke jejaring sosial secara langsung (biasanya tanpa pikir panjang, karena pikiran emosional memang cenderung muncul secara tiba-tiba, mendadak, dan bersifat kuat),


(11)

dengan harapan akan mendapatkan perhatian atau feedback dari teman-teman di jejaring sosial (biasanya berupa comment pada posting yang bersangkutan).

Berdasarkan fakta tersebut, penyampaian informasi-informasi yang berkaitan dengan pengendalian emosi remaja di jejaring sosial dengan sumber-sumber berupa teori, pendapat ahli, dan penelitian yang dapat dibuktikan kebenarannya perlu disampaikan secara langsung kepada kalangan remaja. Selain agar remaja tidak hanya melampiaskan pikiran emosionalnya ke jejaring sosial, melainkan berusaha menyelesaikan atau meredakan emosinya terlebih dahulu, juga agar tidak terjerumus ke arah yang salah (seperti berbagai kasus penipuan yang menimpa remaja (perampokan atau perilaku seksual yang menyimpang) akibat berinteraksi dengan orang asing di jejaring sosial) dan mempraktekkan informasi yang belum tentu benar, penyampaian informasi tersebut dapat membantu remaja untuk menghadapi berbagai situasi yang menuntut pengendalian emosi, sebelum mereka secara bebas menumpahkannya ke jejaring sosial dan membantu remaja untuk dapat mengendalikan emosinya secara mandiri dalam proses transisinya menjadi individu dengan kepribadian yang lebih dewasa dan matang. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah: bagaimana cara menyampaikan informasi-informasi tersebut secara tepat kepada kalangan remaja?

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara menyampaikan informasi-informasi yang berkaitan dengan pengendalian emosi remaja di jejaring sosial secara efektif dan tepat sasaran


(12)

paling umum digunakan yaitu Facebook dan Twitter. Proses pencarian data berupa pembagian quesioner dan wawancara narasumber akan dilakukan di wilayah kota Bandung. Penyelesaian masalah, terutama pada perancangan kampanye, akan dilihat dan dilaksanakan dari segi Desain Komunikasi Visual.

1.4 Tujuan Perancangan

1. Merancang media kampanye yang dapat menyampaikan informasi-informasi yang berkaitan dengan pengendalian emosi remaja di jejaring sosial secara efektif dan tepat sasaran.

1.5 Teknik Pengumpulan Data Observasi

Penulis mengadakan observasi ke beberapa Sekolah Menengah Pertama di kota Bandung. Observasi dilakukan dengan mengamati perilaku siswa-siswi pada periode tertentu, yaitu selama jam pelajaran dan jam istirahat. Pada proses observasi ini, dapat dilihat beberapa jenis emosi yang muncul beserta reaksi yang umum terjadi pada kalangan remaja.

Pembagian Kuesioner

Penulis diberi izin untuk menyebarkan kuesioner ke sejumlah responden yang merupakan siswa-siswi dari beberapa Sekolah Menengah Pertama di kota Bandung (SMP Bina Bakti, SMPK 1 BPK Penabur, SMPK 2 BPK Penabur, SMP Trinitas Bandung). Hasil kuesioner yang didapatkan oleh penulis merupakan perwakilan dari kecenderungan kalangan remaja dengan segmentasi yang sama di kota Bandung, dan menjadi salah satu dasar utama dalam pembahasan masalah.


(13)

Wawancara

Penulis juga melakukan wawancara ke beberapa narasumber dengan profesi yang

berkaitan dengan topik yang dibahas, yaitu Psikolog sekaligus Ketua Badan

Pengembangan Pelatihan – Sumber Daya Manusia Universitas Kristen Maranatha Ibu Jacqueline M. Tj., M.Psi, Ketua Program Studi Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bapak Robert O. Rajagukguk, Ph.D, Psikolog, dan Dosen Psikologi Anak Universitas Kristen Maranatha Ibu Jane Savitri, M.Si. Data hasil wawancara digunakan oleh penulis sebagai data pendukung dalam pembahasan masalah.

Studi Literatur

Penulis melakukan studi literatur untuk mengetahui teori-teori yang berkaitan dengan topik yang dibahas, studi kasus yang telah dilakukan, dan penelitian-penelitian yang sudah dilakukan oleh pihak yang terpercaya, untuk kemudian menjadikan data hasil penelitian tersebut sebagai data pendukung dalam pembahasan masalah.

1.6 Sistematika Penulisan BAB I Pendahuluan

Bab ini berisi tentang uraian latar belakang masalah yang mendasari penulisan laporan, rumusan masalah, ruang lingkup pembahasan, tujuan perancangan yang akan dicapai, teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis, skema


(14)

BAB III Uraian Data dan Analisis

Bab ini terdiri dari subbab uraian data yang berisi data mengenai institusi permberi proyek, data hasil kuesioner beserta kesimpulan yang dapat diambil dari data tersebut, data hasil wawancara dengan narasumber yang telah ditentukan sebelumnya. Sedangkan pada subbab Analisis data, terdapat analisa SWOT dan STP dari Kampanye yang akan dilakukan.

BAB IV Pemecahan Masalah

Bab ini berisi tentang strategi pemecahan masalah yang mencakup strategi komunikasi (ide besar), strategi kreatif (pendekatan), strategi visual (jenis huruf yang digunakan, bentuk, gaya, warna), dan strategi media (jangkauan, budget), serta hasil perancangan mulai dari sketsa hingga penerapan ke dalam media.

BAB V Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisi kesimpulan dari perancangan kampanye secara keseluruhan dan saran yang mencakup masukan sidang, rekomendasi, dan arahan pengembangan ke beberapa pihak terkait.


(15)

(16)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Sebagian besar remaja merupakan individu yang menyimpan banyak potensi yang dapat dikembangkan lebih lanjut, namun potensi pada diri remaja tersebut sangat dipengaruhi oleh berbagai pengaruh dari dalam diri remaja sendiri (gejolak emosi yang kurang stabil, yang mampu membuat remaja enggan untuk mengembangkan dirinya lebih lanjut) maupun dari luar diri remaja (berbagai tuntutan dunia nyata, peraturan-peraturan yang kurang membebaskan, relasi dengan teman sebaya, juga pengaruh-pengaruh asing lainnya yang kurang jelas kebenarannya). Berbagai pengaruh dan situasi yang ada pada diri remaja cenderung membuat remaja untuk merasakan berbagai luapan emosi yang berbeda dan membuat remaja memunculkan reaksi tertentu sebagai respon atas emosi yang melanda dirinya. Reaksi yang dimunculkan tersebut dapat berupa reaksi positif dan negatif. Reaksi negatif yang seringkali muncul dari diri remaja adalah pelampiasan emosi ke berbagai bentuk perbuatan atau perkataan yang negatif (dengan berbuat kasar pada teman, merusak benda-benda di sekitarnya, berkata-kata kurang pantas, dan sebagainya).

Kemajuan teknologi, terutama munculnya budaya social networking menjadikan jejaring sosial sebagai media interaksi sekunder antar individu (setelah interaksi tatap muka), termasuk di kalangan remaja. Kurangnya pengawasan dan bimbingan orang tua atau kalangan dewasa terhadap perilaku remaja di jejaring sosial dapat membuat remaja menyalahgunakan jejaring sosial atau bahkan menjadi korban penyalahgunaan jejaring sosial oleh pihak-pihak tertentu. Penyalahgunaan yang sering dilakukan oleh remaja adalah menggunakan jejaring sosial sebagai sarana pelampiasan emosi atau sarana pencarian perhatian lewat posting yang kurang baik.


(17)

Bentuk-bentuk umum pelampiasan emosi remaja yang sering terjadi di jejaring sosial antara lain penggunaan kata-kata kasar yang disebabkan karena berbagai kejadian di kehidupan sehari-hari remaja, remaja cenderung mencari perhatian teman dengan mengunggah status emosional yang berlebihan (biasanya berhubungan dengan relasi lawan jenis atau teman sebaya), dan cenderung mengeluh karena kurangnya pemenuhan kebutuhan tertentu oleh orang tua. Bentuk-bentuk penyalahgunaan tersebut justru menggangu teman-teman sekitar yang melihat di jejaring sosial, bahkan dapat mengundang pihak-pihak asing yang memberi perhatian palsu demi mencari keuntungan tertentu dari remaja.

Berdasarkan fakta-fakta di atas, perlu dirancang sebuah kampanye yang sederhana, menarik, dapat dicerna oleh remaja dalam bentuk visual yang ringan namun tetap tepat sasaran, dan memiliki ‘posisi setara’ dengan remaja yang lebih bersifat mengajak daripada memerintah atau memberi nasehat. Kampanye juga dibuat dengan memperhatikan berbgai ciri pada diri remaja, yang ditranslasikan ke dalam bentuk visual.

Kampanye dibagi ke dalam tahap berbeda sesuai dengan informasi yang disampaikan. Pada tahap awal kampanye (tahap awareness), untuk memupuk kesadaran remaja, disampaikan bahwa kebiasaan posting negatif pada remaja sebenarnya bersifat menggaggu dan kurang tepat (lewat ilustrasi yang berlebihan), sedangkan pada tahap utama kampanye (tahap informing), disampaikan dampak-dampak postif dari kebiasaan posting yang benar dan ajakan untuk melakukan kebiasaan tersebut. Diharapkan remaja pada tahap ini mendapatkan dorongan yang sesuai untuk memulai kebiasaan posting yang benar. Pada tahap terakhir kampanye


(18)

5.2 Saran

Remaja hendaknya mulai membiasakan diri menilai berbagai situasi dengan pandangan yang positif dan bereaksi dengan pemikiran yang positif. Luapan emosi memang terbukti sering muncul pada diri sebagian besar remaja, dan pelampiasan emosi yang meluap pada perbuatan atau perkataan yang kurang pantas (termasuk lewat posting di jejaring sosial) tidak menyelesaikan masalah atau situasi yang dihadapi, namun dengan berlatih untuk mengendalikan emosi-emosi tersebut atau mengubah emosi-emosi yang cenderung negatif ke bentuk-bentuk perbuatan atau perkataan yang positif, remaja dapat menyelesaikan masalah dengan lebih lancar dan dapat membentuk karakter diri yang sifatnya positif.

Pihak sekolah dan orang tua perlu mulai mengadaptasikan dirinya dengan perkembangan teknologi dan kebiasaan-kebiasaan yang terjadi di kehidupan sehari-hari remaja. Hal ini akan berdampak pada cara penyampaian masukan atau nasehat ke dalam diri remaja (mengingat remaja cenderung kurang suka dengan larangan atau petuah). Remaja perlu dimengerti oleh orang di sekitarnya, dan pandangan kalangan orang yang lebih dewasa akan membantu remaja dalam menghadapi berbagai situasi yang menuntut remaja untuk bersikap rasional (hal ini dirasa sulit mengingat remaja seringkali larut dalam pemikiran emosional yang kurang stabil) apabila dismpaikan dengan cara yang tepat atau sesuai.


(19)

DAFTAR PUSTAKA

B. Lynn, Adele. 2005. EQ Difference. New York: Amacom Books

Goleman, Daniel. 1996. Emotional Intelligence. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Gunarsa, Singgih D. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta:

Gunung Mulia

Kiwanuka-Tondo, James. 2002. The influence of organizational characteristics and campaign design elements on communication campaign quality: evidence from 91 Ugandan AIDS campaigns. United States: Department of Communication Sciences, University of Connecticut Storrs

McQuail, Dennis. 1987. Mass Communication Theory: An Introduction. New York: SAGE Publications Ltd

Mulyana, Dedi. 2000. Pengantar Ilmu Komunikasi. Bandung: Rosadakarya

Papalia, Diane et al. 2006. Adult Development and Aging. New York: McGraw-Hill

Pfau, Michael and Parrott, Roxanne. 1993. Persuasive Communication Campaigns. Canada: Pearson Education


(20)

Venus, Antar. 2009. Manajemen Kampanye. Bandung: Simbiosa Rekatama Media Besta Besuki


(1)

(2)

75

Universitas Kristen Maranatha

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Sebagian besar remaja merupakan individu yang menyimpan banyak potensi yang dapat dikembangkan lebih lanjut, namun potensi pada diri remaja tersebut sangat dipengaruhi oleh berbagai pengaruh dari dalam diri remaja sendiri (gejolak emosi yang kurang stabil, yang mampu membuat remaja enggan untuk mengembangkan dirinya lebih lanjut) maupun dari luar diri remaja (berbagai tuntutan dunia nyata, peraturan-peraturan yang kurang membebaskan, relasi dengan teman sebaya, juga pengaruh-pengaruh asing lainnya yang kurang jelas kebenarannya). Berbagai pengaruh dan situasi yang ada pada diri remaja cenderung membuat remaja untuk merasakan berbagai luapan emosi yang berbeda dan membuat remaja memunculkan reaksi tertentu sebagai respon atas emosi yang melanda dirinya. Reaksi yang dimunculkan tersebut dapat berupa reaksi positif dan negatif. Reaksi negatif yang seringkali muncul dari diri remaja adalah pelampiasan emosi ke berbagai bentuk perbuatan atau perkataan yang negatif (dengan berbuat kasar pada teman, merusak benda-benda di sekitarnya, berkata-kata kurang pantas, dan sebagainya).

Kemajuan teknologi, terutama munculnya budaya social networking menjadikan jejaring sosial sebagai media interaksi sekunder antar individu (setelah interaksi tatap muka), termasuk di kalangan remaja. Kurangnya pengawasan dan bimbingan orang tua atau kalangan dewasa terhadap perilaku remaja di jejaring sosial dapat membuat remaja menyalahgunakan jejaring sosial atau bahkan menjadi korban penyalahgunaan jejaring sosial oleh pihak-pihak tertentu. Penyalahgunaan yang sering dilakukan oleh remaja adalah menggunakan jejaring sosial sebagai sarana pelampiasan emosi atau sarana pencarian perhatian lewat posting yang kurang baik.


(3)

Bentuk-bentuk umum pelampiasan emosi remaja yang sering terjadi di jejaring sosial antara lain penggunaan kata-kata kasar yang disebabkan karena berbagai kejadian di kehidupan sehari-hari remaja, remaja cenderung mencari perhatian teman dengan mengunggah status emosional yang berlebihan (biasanya berhubungan dengan relasi lawan jenis atau teman sebaya), dan cenderung mengeluh karena kurangnya pemenuhan kebutuhan tertentu oleh orang tua. Bentuk-bentuk penyalahgunaan tersebut justru menggangu teman-teman sekitar yang melihat di jejaring sosial, bahkan dapat mengundang pihak-pihak asing yang memberi perhatian palsu demi mencari keuntungan tertentu dari remaja.

Berdasarkan fakta-fakta di atas, perlu dirancang sebuah kampanye yang sederhana, menarik, dapat dicerna oleh remaja dalam bentuk visual yang ringan namun tetap tepat sasaran, dan memiliki ‘posisi setara’ dengan remaja yang lebih bersifat mengajak daripada memerintah atau memberi nasehat. Kampanye juga dibuat dengan memperhatikan berbgai ciri pada diri remaja, yang ditranslasikan ke dalam bentuk visual.

Kampanye dibagi ke dalam tahap berbeda sesuai dengan informasi yang disampaikan. Pada tahap awal kampanye (tahap awareness), untuk memupuk kesadaran remaja, disampaikan bahwa kebiasaan posting negatif pada remaja sebenarnya bersifat menggaggu dan kurang tepat (lewat ilustrasi yang berlebihan), sedangkan pada tahap utama kampanye (tahap informing), disampaikan dampak-dampak postif dari kebiasaan posting yang benar dan ajakan untuk melakukan kebiasaan tersebut. Diharapkan remaja pada tahap ini mendapatkan dorongan yang sesuai untuk memulai kebiasaan posting yang benar. Pada tahap terakhir kampanye (tahap reminding), target kampanye diajak untuk terus melakukan kebiasaan posting yang benar bahkan setelah kampanye selesai. Adanya poster reminding dan gimmick yang berfungsi sebagai pengingat (yang diharapkan akan terus digunakan sehari-hari) merupakan usaha yang dilakukan pada tahap akhir agar pesan atau ajakan dari kampanye ini meninggalkan bekas pada diri masing-masing target kampanye dan dapat mengubah kebiasaan buruk posting negatif menjadi kebiasaan posting positif yang juga mempengaruhi pembentukan karakter dalam diri remaja.


(4)

77

Universitas Kristen Maranatha 5.2 Saran

Remaja hendaknya mulai membiasakan diri menilai berbagai situasi dengan pandangan yang positif dan bereaksi dengan pemikiran yang positif. Luapan emosi memang terbukti sering muncul pada diri sebagian besar remaja, dan pelampiasan emosi yang meluap pada perbuatan atau perkataan yang kurang pantas (termasuk lewat posting di jejaring sosial) tidak menyelesaikan masalah atau situasi yang dihadapi, namun dengan berlatih untuk mengendalikan emosi-emosi tersebut atau mengubah emosi-emosi yang cenderung negatif ke bentuk-bentuk perbuatan atau perkataan yang positif, remaja dapat menyelesaikan masalah dengan lebih lancar dan dapat membentuk karakter diri yang sifatnya positif.

Pihak sekolah dan orang tua perlu mulai mengadaptasikan dirinya dengan perkembangan teknologi dan kebiasaan-kebiasaan yang terjadi di kehidupan sehari-hari remaja. Hal ini akan berdampak pada cara penyampaian masukan atau nasehat ke dalam diri remaja (mengingat remaja cenderung kurang suka dengan larangan atau petuah). Remaja perlu dimengerti oleh orang di sekitarnya, dan pandangan kalangan orang yang lebih dewasa akan membantu remaja dalam menghadapi berbagai situasi yang menuntut remaja untuk bersikap rasional (hal ini dirasa sulit mengingat remaja seringkali larut dalam pemikiran emosional yang kurang stabil) apabila dismpaikan dengan cara yang tepat atau sesuai.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

B. Lynn, Adele. 2005. EQ Difference. New York: Amacom Books

Goleman, Daniel. 1996. Emotional Intelligence. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Gunarsa, Singgih D. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta:

Gunung Mulia

Kiwanuka-Tondo, James. 2002. The influence of organizational characteristics and campaign design elements on communication campaign quality: evidence from 91 Ugandan AIDS campaigns. United States: Department of Communication Sciences, University of Connecticut Storrs

McQuail, Dennis. 1987. Mass Communication Theory: An Introduction. New York: SAGE Publications Ltd

Mulyana, Dedi. 2000. Pengantar Ilmu Komunikasi. Bandung: Rosadakarya

Papalia, Diane et al. 2006. Adult Development and Aging. New York: McGraw-Hill

Pfau, Michael and Parrott, Roxanne. 1993. Persuasive Communication Campaigns. Canada: Pearson Education

Rajasundaram, C.V. 1981. Manual of Development Communication. Singapore: Asian Mass Communication Research and Information Centre

Santrock, John W. 2007. Adolescence, Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga Surbakti, E.B. 2009. Kenalilah Anak Remaja Anda. Jakarta: Elex Media Komputindo


(6)

79

Universitas Kristen Maranatha

Venus, Antar. 2009. Manajemen Kampanye. Bandung: Simbiosa Rekatama Media Besta Besuki