INTELLECTUAL CAPITAL DISCLOSURE DI NEGARA INDONESIA, BELANDA, AUSTRALIA DAN INGGRIS.

(1)

commit to user

INTELLECTUAL CAPITAL DISCLOSURE

DI NEGARA

INDONESIA, BELANDA, AUSTRALIA DAN INGGRIS

(Studi pada Perusahaan-Perusahaan Manufaktur di tahun 2010)

SKRIPSI

Disusun Guna Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret Surakarta

Disusun oleh: Bayu Aji Setyoko

F0310013

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2015


(2)

commit to user

ii

ABSTRAK

INTELLECTUAL CAPITAL DISCLOSURE DI NEGARA INDONESIA, BELANDA, AUSTRALIA DAN INGGRIS

BAYU AJI SETYOKO NIM. F0310013

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah pengaruh Corporate Governance terhadap tingkat pengungkapan modal intelektual (Intellectual Capital Disclosure). Variabel independen yang digunakan adalah corporate governance (yang diproksikan menjadi board composition, role duality, management ownership) dan country. Profitability, size leverage dan auditor menjadi variabel kontrol dalam penelitian ini.

Pengukuran variabel dependen yakni Intellectual Capital Disclosure

menggunakan indeks intellectual capital disclosure dengan total 61 item

pengungkapan yang terbagi menjadi 3 sub, yaitu Human Capital, Structural

Capital dan Relational Capital. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 217 annual report perusahaan manufaktur yang berasal dari empat negara yakni Indonesia, Belanda, Australia dan Inggris di tahun 2012. Hasil dari

penelitian menunjukkan bahwa board composition berpengaruh negatif terhadap

tingkat Intellectual Capital Disclosure, sedangkan role duality, management

ownership dan country tidak berpengaruh terhadap tingkat Intellectual Capital Disclosure

Kata Kunci : Corporate Governance, Intellectual Capital Disclosure, Agency Theory, Board Composition


(3)

commit to user

iii

ABSTRACT

INTELLECTUAL CAPITAL DISCLOSURE DI NEGARA INDONESIA, BELANDA, AUSTRALIA DAN INGGRIS

BAYU AJI SETYOKO NIM. F0310013

The purpose of this study was to determine how the influence of corporate governance on the level of disclosure of intellectual capital disclosure. Independent variables used is corporate governance (that proxy into board composition, role duality, management ownership) and country. Profitability, leverage size and auditors become a variable control in this study.

Measurement of the dependent variable Intellectual Capital Disclosure using intellectual capital disclosure index with a total of 61 items of disclosure which is divided into 3 sub, namely Human Capital, Structural Capital and Relational Capital. The sample used in this study are 217 manufacturing company annual reports from four countries, namely Indonesia, the Netherlands, Australia and the UK in 2012. The results of the study showed that the board composition negatively affect on level of Intellectual Capital Disclosure, while the role duality, management ownership and the country did not affect on level of Intellectual Capital Disclosure

Keywords : Corporate Governance, Intellectual Capital Disclosure, Agency Theory, Board Composition


(4)

commit to user


(5)

commit to user


(6)

commit to user


(7)

commit to user

vii

MOTTO

nyatakanlah dalam segala hal keinganmu kepada Allah dalam doa dan

(Filipi 4:6)

(Amsal 23:18)

bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu,

(Amsal 3:5-6)

Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh


(8)

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan untuk :

1. Tuhan YME, atas segala berkat dan penyertaan yang senantiasa Engkau

berikan

2. Ayah dan Ibu serta Kakak tercinta, atas segala bentuk dukungan dan doa

yang telah diberikan

3. Dosen Pembimbing Skripsi

4. Teman-teman Akuntansi Angkatan 2010


(9)

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Salam Sejahtera

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat, karunia dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

Intellectual Capital Disclosure di Negara Indonesia, Belanda, Australia dan Inggris

memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari bahwa keberhasilan dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak, baik bantuan secara moral maupun material, secara langsung maupun tak langsung. Maka dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Ravik Karsidi. M.S., Selaku Rektor Universitas

Sebelas Maret.

2. Bapak Dr. Wisnu Untoro, M.S selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Bapak Drs. Santoso Tri Hananto, M.Si., Ak selaku Ketua Jurusan

Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Bapak Agung Nur Probohudono, SE., M.Si., PhD., Ak. selaku dosen

pembimbing skripsi yang tak kenal lelah memberi motivasi dan semangat pada setiap bimbingannya untuk segera menyelesaikan skripsi.


(10)

commit to user

x

Terimakasih Pak atas kesabarannya serta pengalaman hidup yang sudah Bapak bagikan.

5. Prof. Drs. Djoko Suhardjanto,M.Com (Hons), PhD, Akt. selaku dosen

pembimbing akademis yang telah sabar dalam memberikan bimbingan selama proses perkuliahan.

6. Bapak dan Ibu staf pengajar Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan

Bisnis Universitas Sebelas Maret Surakarta atas ilmu pengetahuan dan pengalaman hidup yang telah dibagikan.

7. Kedua orang tua tercinta, Alm. Bapak Bambang Ari Setyadhi dan Ibu

Wahyu Budihastuti yang telah sepenuh hati membesarkan dan menyayangi anak-anaknya. Semoga kelak anakmu ini dapat membalas semua pengorbanan yang telah kalian berikan.

8. Kakak tersayang, Wimbo Pambudi Wicaksono yang selalu memberikan

semangat serta memberi berbagai masukan dalam proses pembuatan skripsi ini.

9. Pacar tercinta, Mutia Ayu Krismanda yang tak henti-hentinya untuk

memberi semangat setiap penulis merasa malas, terimakasih atas segala bentuk dukungan dan doanya.

10.Teman-teman Akuntansi B angkatan 2010 Yudi, Rio, Jon, Kholid, Oki,

Indro, Fidsa, Mahatma, Ben, Rizky, Pay, Lulu, Binta, Dewi, Suci, Ocha, Dela, Meri, Fitri, Tika, Fatin, Ika, Isna, Alifta. Terimakasih atas kebersamaan dan kerjasamanya selama 4 tahun sekelas bersama.


(11)

commit to user

xi

11.Seluruh teman-teman Akuntansi A dan Akuntansi C, Agus, Haris, Khalid,

Jaka, Gabul, Dian, Bogel dan lain-lain. Terimakasih sudah jadi partner futsal, badminton, touring dan lain-lain.

12.Keluarga besar PMK FEB UNS yang telah memberi kesempatan untuk

melayani dan memuliakan Tuhan sepenuh hati.

13.Teman-teman Sosial Dua Smansa lulusan 2010 Lohan, Yono, Dexa,

Uceng, Gembul, Canggih, Tsalist, Husni dan lain-lain. Terimakasih atas dukungan doa, semangat dan kebersamaan dalam suka maupun duka.

14.Teman-teman ngegame bareng, Adit, Rama, Jon, Krisna dan lain-lain yang

selalu mengingatkan untuk memprioritaskan skripsi dibanding ngegame :D

15.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah

banyak membantu terselesaikannya penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun sehingga dapat digunakan sebagai bahan evaluasi oleh penulis maupun penelitian-penelitian selanjutnya. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua yang sudah berkenan membacanya.

Surakarta, 21 Januari 2015


(12)

commit to user

xii

DAFTAR ISI

Halaman

i ii iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING iv

HALAMAN PENGESAHAN v

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS vi

HALAMAN MOTTO vii

HALAMAN PERSEMBAHAN viii

KATA PENGANTAR ix

DAFTAR ISI xii

DAFTAR TABEL xv

DAFTAR GAMBAR xvi

DAFTAR LAMPIRAN xvii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Rumusan Masalah

1.3. Tujuan Penelitian . 7

1.4. Manfaat Penelitian 7


(13)

commit to user

xiii

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

2.1. Tinjauan Pustaka 9

2.1.1. Agency Theory 9

2.1.2. Intellectual Capital Disclosure 11

2.1.3. Corporate Governance . 13

2.2. Penelitian-Penelitian Sebelumnya 15

2.3. Kerangka Pemikiran . 17

2.4. Pengembangan Hipotesis 18

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Populasi dan Sampel 22

3.2. Sumber Data .... 23

3.3. Definisi Operasional Variabel ... 23

3.3.1. Variabel Independen 23

3.3.2. Variabel Dependen 24

3.3.3 Variabel Kontrol 25

3.4. Teknik Analisis Data 26

3.4.1. Statistik Deskriptif 26

3.4.2. Uji Asumsi Klasik ... 26


(14)

commit to user

xiv

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Data ... 32

4.2. Hasil dan Analisis Data . 33

4.2.1. Uji Kualitas Data ... 33

4.2.1.1. Statistik Deskriptif . 33

4.2.1.2. Uji Asumsi Klasik 38

1) Uji Normalitas Data .. 38

2) Uji Autokorelasi 39

3) Uji Heteroskedastisitas .. 39

4) Uji Multikoliniearitas . 41

4.2.2. Hasil Pengujian Hipotesis . 42

4.2.2.1. Uji Signifikansi-F .. 42

4.2.2.2. Uji Signifikansi-t ... 43

4.2.2.3. Koefisien Determinasi (Adjusted R2) . 44

4.3 Pembahasan .... 45

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan 50

5.2. Implikasi ... 51

5.3. Keterbatasan .. 51

5.4. Saran .. 52

DAFTAR PUSTAKA .. 53


(15)

commit to user

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Hasil Pemilihan Sampel

Tabel 2 Hasil Uji Statistik Deskriptif .. 34

Tabel 3 Hasil Uji Oneway ANOVA .... 35

Tabel 4 Tabel Disclosure Per Item ... 36

Tabel 4 Hasil Uji Normalitas Data ... 38

Tabel 5 Hasil Uji Autokorelasi .... 39

Tabel 6 Hasil Uji Multikoliniearitas . 41

Tabel 7 Hasil Uji Signifikansi-F ... 42

Tabel 8 Hasil Uji Signifikansi-t 43


(16)

commit to user

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian 18


(17)

commit to user

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Daftar Sampel Penelitian Hasil Uji SPSS


(18)

commit to user

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Agency Theory

Jensen and Meckling (1976) mendefinisikan hubungan keagenan sebagai sebuah kontrak di mana satu orang atau lebih (prinsipal) melibatkan orang lain (agen) untuk melakukan beberapa layanan atas nama mereka yang melibatkan pendelegasian beberapa wewenang pengambilan keputusan kepada agen. Prinsipal akan memberikan informasi sukarela (voluntary disclosure) hanya jika tindakan tersebut meningkatkan kesejahteraan mereka atau dengan kata lain jika manfaat pengungkapan tersebut 85% lebih tinggi dari biaya yang dikeluarkan untuk pengungkapan itu (Eisenhardt, 1989). Ketika agen bertindak untuk prinsipal, hal tersebut menyerupai perilaku seperti melakukan pekerjaan untuk kepentingan prinsipal atau bertindak sebagai perwakilan prinsipal atau karyawan (Mitnick, 1973)

Doherty and Quinn (1999) mengungkapkan hal yang senada bahwa agency theory didasarkan pada konsep hubungan prinsipal-agen dimana di dalam hubungan tersebut prinsipal mewakili individu, atau kelompok individu, yang berada dalam kontrol satu set fungsi ekonomi atau aset dalam beberapa bentuk kepemilikan atau hak milik. Sedangkan Adams (1994) berpendapat bahwa teori agensi adalah bagian dari kelompok teori-teori positivis yang berasal dari literatur ekonomi keuangan. Ini menyimpulkan bahwa perusahaan terdiri dari hubungan kontrak antara pemilik sumber daya ekonomi (prinsipal) dengan manajer (agen)


(19)

commit to user

yang dibebani menggunakan dan mengendalikan sumber-sumber milik perusahaan. Pendekatan klasik untuk memahami teori keagenan secara historis mengikuti rute hubungan prinsipal-agen, yang mengasumsikan bahwa prinsipal dan agen akan berusaha untuk memaksimalkan posisi mereka melalui interpretasi

Menurut Zu and Kaynak (2012) asumsi penting yang mendasari teori agensi adalah bahwa :

Ada konflik tujuan potensial antara prinsipal dan agen

Masing-masing pihak bertindak berdasarkan kepentingan sendiri Sering ada asimetri informasi antara prinsipal dan agen

Agen cenderung lebih menolak resiko daripada prinsipal Efisiensi adalah kriteria efektivitas

Maijoor (2000) menyatakan bahwa isu-isu corporate governance seperti

pemantauan mekanisme (monitoring mechanism) sangat berhubungan dengan teori keagenan. Teori ini menyatakan bahwa pemisahan kepemilikan dan fungsi manajemen menyebabkan konflik antara principal dengan agen dimana manajer dapat mengejar kepentingan mereka sendiri dengan mengorbankan para pemegang saham/prinsipal (Ugurlu, 2000). Perbedaan kepentingan antara manajer dan pemegang saham ini dapat menciptakan asimetri informasi dan mengakibatkan biaya agensi (agency cost) (Farrer and Ramsay, 1998). Dalam hubungan keagenan, biasanya prinsipal akan berusaha untuk meminimalkan biaya agensi, seperti penentuan, penghargaan dan monitoring, serta pembuatan kebijakan perilaku agen, sementara agen bekerja untuk memaksimalkan penghargaan dan mengurangi kontrol prinsipal (Fleisher, 1991). Menurut


(20)

commit to user

Probohudono (2012) prinsipal dapat membatasi masalah agensi dengan menetapkan insentif untuk agen (agency costs) dan dengan menciptakan biaya monitoring yang dirancang untuk mengontrol perilaku agen.

Jensen and Meckling (1976) mendefinisikan agency cost sebagai jumlah

dari :

1. Pengeluaran monitoring oleh prinsipal

2. Pengularan terikat oleh agen

3. Kerugian residual

2.1.2 Intellectual Capital Disclosure

Intellectual capital adalah istilah yang diberikan untuk mengkombinasikan intangible asset dari pasar, property intelektual, infrastruktur dan pusat manusia yang menjadikan suatu perusahaan dapat berfungsi (Abeysekera, 2006). Intellectual capital adalah materi intelektual (pengetahuan, informasi, property intelektual, pengalaman) yang dapat digunakan untuk menciptakan kekayaan. Ini adalah suatu kekuatan akal kolektif atau seperangkat pengetahuan yang berdaya guna (Stewart, 1997).

Definisi yang dibuat oleh para pakar tidak sama, namun dapat diambil kesimpulan bahwa intellectual capital merupakan bagian dari intagible asset. Hal ini sesuai dengan pendapat Mouritsen (1998) yang menyebutkan bahwa intellectual capital menyangkut kapasitas pengetahuan luas yang dimiliki oleh organisasi. Pengetahuan yang luas bagi organisasi ini bermanfaat bagi organisasi dalam menyikapi perubahan-perubahan tertentu dalam dunia bisnisnya.


(21)

commit to user

Secara umum berbagai pendapat para pakar dan organisasi tersebut dapat

disimpulkan bahwa intellectual capital secara garis besar terdiri dari ( Sveiby,

1997) :

1. Human Capital

Fitz-Enz (2000) mendeskripsikan human capital sebagai

kombinasi dari tiga faktor, yaitu: 1) karakter atau sifat yang dibawa ke pekerjaan, misalnya intelegensi, energi, sikap positif, keandalan, dan komitmen, 2) kemampuan seseorang untuk belajar, yaitu kecerdasan, imajinasi, kreatifitas dan bakat dan 3) motivasi untuk berbagi informasi dan pengetahuan, yaitu semangat tim dan orientasi tujuan.

2. Structural Capital

Structural Capital merupakan aset perusahaan yang berupa

pemilikan sistem software, jaringan distribusi, dan supply chain

perusahaan. Petras (1996) menyebutkan bahwa structural capital juga

meliputi kemampuan perusahaan dalam menjangkau pasar.

3. Relational Capital

Relational capital atau customer capital merupakan hubungan baik yang dijalin oleh perusahaan dengan pihak luar (Petras, 1996), dan juga pengetahuan mengenai rantai alur pasar suatu produk, pelanggan, pemasok, dan menjalin hubungan baik dengan pemerintah (Bontis, 2000).

Di Indonesia sendiri, fenomena intellectual capital mulai berkembang

terutama setelah munculnya PSAK No. 19 (revisi 2000) tentang asset tak


(22)

commit to user

berwujud adalah asset non-moneter yang dapat diidentifikasi dan tidak

mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan atau menyerahkan barang atau jasa, disewakan kepada pihak lainnya, atau untuk tujuan administratif (IAI, 2007). Ada empat kriteria yang harus dipenuhi agar suatu asset

dapat dikategorikan sebagai asset tak berwujud: (a) asset tersebut dapat

diidentifikasi, implikasinya asset tersebut dapat dijual, dipertukarkan, atau

disewakan; (b) perusahaan memiliki kontrol atas asset tersebut; (c) asset tak

berwujud akan memberikan manfaat bagi perusahaan di masa yang akan datang; (d) harga perolehan asset tersebut dapat diukur secara andal.

2.1.3 Corporate Governance

Corporate governance merupakan sesuatu yang secara langsung mempengaruhi operasional perusahaan atau sebagai sistem dimana perusahaan diarahkan dan dikendalikan. Secara singkat,corporate governance dapat diartikan sebagai sesuatu yang mengendalikan perusahaan (Cadbury, 1992). Sedangkan Sternberg (2004) memandang corporate governance secara lebih khusus, yakni sebagai alat bagi para pemegang saham dalam menentukan dan memperbaiki pencapaian tujuan mereka.

Rezaee (2007) mengemukakan pendapat bahwa manfaat atau fungsi dari corporate governance antara lain sebagai berikut :

a. Fungsi Pengawasan (Oversight Function)

b. Fungsi Pengelolaan (Managerial Function)

c. Fungsi Kepatuhan (Compliance Function)


(23)

commit to user

e. Fungsi Pemberian Nasehat hukum & Keuangan (Legal & Financial

Advisory)

f. Fungsi audit Eksternal ( External Audit Function)

g. Fungsi Monitoring (Monitoring Function)

Menurut Hastuti (2005), corporate governance diperlukan untuk

mengurangi permasalahan keagenan antara pemilik dan manajer. Corporate

governance pada dasarnya berisi prinsip tata kelola perusahaan yang baik. Prinsip-prinsip tersebut antara lain :

1. Keadilan (fairness) yang meliputi :

(a) Perlindungan bagi seluruh hak pemegang saham (b) Perlakuan yang sama bagi para pemegang saham. 2. Transparansi (transparancy) yang meliputi :

(a) Pengungkapan informasi yang bersifat penting

(b) Informasi harus disiapkan, diaudit dan diungkapkan sejalan dengan pembukuan yang berkualitas

(c) Penyebaran informasi harus bersifat adil, tepat waktu dan efisien.

3. Dapat dipertanggungjawabkan (accountability) yang meliputi meliputi

pengertian bahwa :

(a) Anggota dewan direksi harus bertindak mewakili kepentingan perusahaan dan para pemegang saham

(b) Penilaian yang bersifat independen terlepas dari manajemen (c) Adanya akses terhadap informasi yang akurat, relevan dan tepat


(24)

commit to user

4. Pertanggungjawaban (responsibility) meliputi :

(a) Menjamin dihormatinya segala hak pihak-pihak yang

berkepentingan

(b) Para pihak yang berkepentingan harus mempunyai kesempatan untuk mendapatkan ganti rugi yang efektif atas pelanggaran hak-hak mereka

(c) Dibukanya mekanisme pengembangan prestasi bagi keikutsertaan pihak yang berkepentingan

(d) Jika diperlukan, para pihak yang berkepentingan harus mempunyai akses terhadap informasi yang relevan.

2.2 Penelitian-Penelitian Sebelumnya

Terkait penelitian sebelumnya mengenai Intellectual Capital Disclosure,

Li, Pike dan Haniffa (2008) meneliti mengenai hubungan antara Intellectual

Capital Disclosure dengan Corporate Governance di Inggris dengan sampel 100 perusahaan listing di bursa efek Inggris. Hasilnya dari 5 variabel independen dan

3 variabel kontrol hanya 1 variabel independen yakni role duality yang tidak

memiliki hubungan dengan Intellectual Capital Disclosure, sedangkan variabel

lainnya memiliki hubungan positif terhadap Intellectual Capital Disclosure. Hidalgo, Garcia-Meca dan Martinez (2011) melakukan penelitian terkait

mengenai hubungan antara Intellectual Capital Disclosure dengan Corporate

Governance dengan 2 variabel independen yakni board size dan ownership structure. Hasil yang berbeda dengan penelitian Li, Pike dan Haniffa dimana penelitian ini menghasilkan hubungan yang negatif antara peningkatan


(25)

commit to user

kepemilikan saham investor institusional terhadap Intellectual Capital Disclosure,

sedangkan peningkatan board size menjadi 15 orang memiliki hubungan positif

terhadap Intellectual Capital Disclosure.

Pada periode yang sama, Taliyang dan Jusop (2011) juga meneliti

hubungan Corporate Governance dengan Intellectual Capital Disclosure dengan

sampel 150 perusahaan listing di Malaysia. Corporate Governance diproksikan

dengan board composition, role of duality, size of audit committee, dan frequency of audit committee meetings. Hasil penelitian ini adalah hanya 1 variabel yang

berpengaruh positif terhadap tingkat Intellectual Capital Disclosure, yakni

frequency of audit committee meetings. Sedangkan 3 variabel lainnya yakni board composition, role of duality, dan size of audit committee tidak berpengaruh secara

signifikan terhadap Intellectual Capital Disclosure. Penelitian ini juga

menghasilkan temuan lain bahwa perusahaan-perusahaan di Malaysia sadar akan

pentingnya Intellectual Capital Disclosure namun mereka tidak menyadari/tidak

mengerti bagaimana mengukur, melaporkan dan mengungkapkan informasi ini di dalam laporan tahunan mereka.

Setelah itu, Ramadan dan Majdalany (2013) melakukan penelitian

mengenai pengaruh Corporate Governance terhadap Intellectual Capital

Disclosure dengan sampel annual report tahun 2010 bank-bank yang telah listing

dalam bursa efek di Uni Emirat Arab. Item-item Corporate Governance yang

digunakan sebagai variabel independen antara lain bank size, leverage,

profitability, board size dan ownership structure. Hasilnya menunjukkan bahwa bank size dan leverage berpengaruh positif terhadap Intellectual Capital Disclosure, sedangkan profitability berpengaruh negatif terhadap tingkat


(26)

commit to user

Intellectual Capital Disclosure. Variabel lainnya seperti board size, ownership structure, market listing age dan bank age tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap tingkat Intellectual Capital Disclosure di Uni Emirat Arab.

2.3 Kerangka Pemikiran

Variabel independen dalam penelitian ini adalah Corporate Governance,

yang diproksikan dengan Board composition, Ownership Structure dan Role

duality. Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah Intellectual Capital Disclosure, dan Profitability, Company Size, Leverage, Auditor, Country sebagai variabel kontrol.

GAMBAR 1

KERANGKA PEMIKIRAN PENELITIAN

Board Composition

Role Duality

Managerial Ownership

Country

Intellectual Capital Disclosure 1. Profitability

2. Size 3. Leverage 4. Auditor

(+) H1

(-) H2

(-) H3

(+) H4


(27)

commit to user

2.4 Pengembangan Hipotesis

2.4.1 Board composition

Langberg dan Sivaramakrishnan (2008) mengatakan bahwa komposisi dewan (board composition) yang lebih baik mempunyai kecenderungan untuk menjadikan laporan keuangan lebih akurat yang nantinya akan mengarah pada meningkatnya kemampuan analis untuk menginterpretasikan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure). Menurut Boediono (2005), komposisi dewan komisaris merupakan salah satu karakteristik dewan yang berhubungan dengan kandungan informasi laba. Melalui perannya dalam menjalankan fungsi pengawasan, komposisi dewan dapat mempengaruhi pihak manajemen dalam menyusun laporan keuangan sehingga dapat diperoleh suatu laporan laba yang berkualitas. Adanya komisaris independen diharapkan mampu meningkatkan

peran dewan komisaris sehingga tercipta corporate governance di dalam

perusahaan. Adanya direksi dari luar dapat menengahi masalah yang terjadi antar

manajer internal dan melaksanakan tugas-tugas yang berkaitan dengan agency

problem yang serius antara manajer dengan claimant residual, seperti penetapan kompensasi eksekutif dan pencarian pengganti manajer puncak (Fama and Jensen, 1983). Oleh karena itu, suatu dewan yang efektif untuk pemantauan relatif mempunyai lebih banyak komposisi direksi dari luar, struktur kepemilikan ganda dan ukuran yang kecil (Jensen, 1993). Hasil penelitian dari Li, Pike dan Haniffa

(2008)juga memberi bukti bahwa board composition memiliki hubungan positif

terhadap intellectual capital disclosure

H1 = Board composition memiliki hubungan positif terhadap Intellectual Capital Disclosure


(28)

commit to user

2.4.2 Role duality

Salah satu aspek tata kelola yang berpotensi menimbulkan masalah adalah epribadian yang dominan dalam memimpin sebuah perusahaan dapat merugikan kepentingan pemegang saham, dan fenomena ini telah ditemukan terkait dengan pengungkapan yang buruk (Forker, 1992). Pemusatan pengambilan keputusan yang dihasilkan dari peran dualitas (role duality) akan merusak pengawasan dewan dan peran pemerintahan, termasuk kebijakan pengungkapan. Pemisahan peran akan memberikan dampak penting yakni pemeriksaan dan keseimbangan pada perilaku manajemen (Blackburn, 1994). Penelitian Gul dan Leung (2002) juga memberikan bukti

bahwa peran dualitas berpengaruh negatif terhadap voluntary disclosures.

Menurut Jensen (1993), memiliki individu yang berbeda yang memegang

jabatan CEO dan chairperson (chairman) akan meningkatkan kemampuan

monitoring direksi. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dibuat hipotesis sebagai berikut :

H2 = Role duality memiliki hubungan negatif terhadap Intellectual Capital Disclosure

2.4.3 Managerial ownership

Kepemilikan manajemen adalah ada tidaknya saham yang dimiiki oleh manajemen dalam perusahaan. Tingkat pengungkapan informasi akan berkurang bila kepemilikan dimiliki oleh pihak manajemen karena permintaan akan informasi juga akan berkurang (Chau dan Gray, 2002). Asosiasi negatif antara managerial ownership dan pengungkapan dapat terjadi karena dengan semakin


(29)

commit to user

besarnya managerial ownership, monitoring yang dilakukan oleh pemegang

saham telah dilakukan sendiri oleh manajemen sehingga manajemen tidak perlu banyak melakukan pengungkapan kepada pihak lainnya. Peminimalisasian pengungkapan tersebut merupakan bentuk pengurangan agency cost akibat adanya managerial ownership (Eng dan Mak, 2003). Penelitian Ruland et al. (1990) juga

menemukan adanya asosiasi negatif antara managerial ownership dengan tingkat

pengungkapan. Sama halnya dengan Eng dan Mak (2003) yang juga menemukan

asiosiasi negatif antara managerial ownership dengan pengungkapan. Berdasarkan

penjelasan tersebut dapat dibuat hipotesis sebagai berikut :

H3 = Managerial ownership memiliki hubungan negatif terhadap Intellectual Capital Disclosure

2.4.4 Country

Meek, Roberts and Gray (1995) mengungkapkan bahwa country

(negara/wilayah) merupakan salah satu faktor yang dapat menjelaskan tingkat voluntary disclosure (pengungkapan sukarela). Penelitian Probohudono (2012)

juga membuktikan bahwa country berpengaruh secara positif terhadap Risk Index

Disclosure, kaitannya dengan voluntary disclosures

H4 = Country berpengaruh secara positif terhadap tingkat Intellectual Capital Disclosure


(1)

commit to user

4. Pertanggungjawaban (responsibility) meliputi :

(a) Menjamin dihormatinya segala hak pihak-pihak yang berkepentingan

(b) Para pihak yang berkepentingan harus mempunyai kesempatan untuk mendapatkan ganti rugi yang efektif atas pelanggaran hak-hak mereka

(c) Dibukanya mekanisme pengembangan prestasi bagi keikutsertaan pihak yang berkepentingan

(d) Jika diperlukan, para pihak yang berkepentingan harus mempunyai akses terhadap informasi yang relevan.

2.2 Penelitian-Penelitian Sebelumnya

Terkait penelitian sebelumnya mengenai Intellectual Capital Disclosure, Li, Pike dan Haniffa (2008) meneliti mengenai hubungan antara Intellectual Capital Disclosure dengan Corporate Governance di Inggris dengan sampel 100 perusahaan listing di bursa efek Inggris. Hasilnya dari 5 variabel independen dan 3 variabel kontrol hanya 1 variabel independen yakni role duality yang tidak memiliki hubungan dengan Intellectual Capital Disclosure, sedangkan variabel lainnya memiliki hubungan positif terhadap Intellectual Capital Disclosure.

Hidalgo, Garcia-Meca dan Martinez (2011) melakukan penelitian terkait mengenai hubungan antara Intellectual Capital Disclosure dengan Corporate Governance dengan 2 variabel independen yakni board size dan ownership structure. Hasil yang berbeda dengan penelitian Li, Pike dan Haniffa dimana penelitian ini menghasilkan hubungan yang negatif antara peningkatan


(2)

commit to user

kepemilikan saham investor institusional terhadap Intellectual Capital Disclosure,

sedangkan peningkatan board size menjadi 15 orang memiliki hubungan positif terhadap Intellectual Capital Disclosure.

Pada periode yang sama, Taliyang dan Jusop (2011) juga meneliti hubungan Corporate Governance dengan Intellectual Capital Disclosure dengan sampel 150 perusahaan listing di Malaysia. Corporate Governance diproksikan dengan board composition, role of duality, size of audit committee, dan frequency of audit committee meetings. Hasil penelitian ini adalah hanya 1 variabel yang berpengaruh positif terhadap tingkat Intellectual Capital Disclosure, yakni

frequency of audit committee meetings. Sedangkan 3 variabel lainnya yakni board composition, role of duality, dan size of audit committee tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Intellectual Capital Disclosure. Penelitian ini juga menghasilkan temuan lain bahwa perusahaan-perusahaan di Malaysia sadar akan pentingnya Intellectual Capital Disclosure namun mereka tidak menyadari/tidak mengerti bagaimana mengukur, melaporkan dan mengungkapkan informasi ini di dalam laporan tahunan mereka.

Setelah itu, Ramadan dan Majdalany (2013) melakukan penelitian mengenai pengaruh Corporate Governance terhadap Intellectual Capital Disclosure dengan sampel annual report tahun 2010 bank-bank yang telah listing dalam bursa efek di Uni Emirat Arab. Item-item Corporate Governance yang digunakan sebagai variabel independen antara lain bank size, leverage, profitability, board size dan ownership structure. Hasilnya menunjukkan bahwa

bank size dan leverage berpengaruh positif terhadap Intellectual Capital Disclosure, sedangkan profitability berpengaruh negatif terhadap tingkat


(3)

commit to user

Intellectual Capital Disclosure. Variabel lainnya seperti board size, ownership structure, market listing age dan bank age tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap tingkat Intellectual Capital Disclosure di Uni Emirat Arab.

2.3 Kerangka Pemikiran

Variabel independen dalam penelitian ini adalah Corporate Governance, yang diproksikan dengan Board composition, Ownership Structure dan Role duality. Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah Intellectual Capital Disclosure, dan Profitability,Company Size, Leverage, Auditor, Country

sebagai variabel kontrol.

GAMBAR 1

KERANGKA PEMIKIRAN PENELITIAN

Board Composition

Role Duality

Managerial Ownership

Country

Intellectual Capital Disclosure

1. Profitability

2. Size

3. Leverage

4. Auditor

(+) H1

(-) H2

(-) H3

(+) H4


(4)

commit to user

2.4 Pengembangan Hipotesis

2.4.1 Board composition

Langberg dan Sivaramakrishnan (2008) mengatakan bahwa komposisi dewan (board composition) yang lebih baik mempunyai kecenderungan untuk menjadikan laporan keuangan lebih akurat yang nantinya akan mengarah pada meningkatnya kemampuan analis untuk menginterpretasikan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure). Menurut Boediono (2005), komposisi dewan komisaris merupakan salah satu karakteristik dewan yang berhubungan dengan kandungan informasi laba. Melalui perannya dalam menjalankan fungsi pengawasan, komposisi dewan dapat mempengaruhi pihak manajemen dalam menyusun laporan keuangan sehingga dapat diperoleh suatu laporan laba yang berkualitas. Adanya komisaris independen diharapkan mampu meningkatkan peran dewan komisaris sehingga tercipta corporate governance di dalam perusahaan. Adanya direksi dari luar dapat menengahi masalah yang terjadi antar manajer internal dan melaksanakan tugas-tugas yang berkaitan dengan agency problem yang serius antara manajer dengan claimant residual, seperti penetapan kompensasi eksekutif dan pencarian pengganti manajer puncak (Fama and Jensen, 1983). Oleh karena itu, suatu dewan yang efektif untuk pemantauan relatif mempunyai lebih banyak komposisi direksi dari luar, struktur kepemilikan ganda dan ukuran yang kecil (Jensen, 1993). Hasil penelitian dari Li, Pike dan Haniffa (2008)juga memberi bukti bahwa board composition memiliki hubungan positif terhadap intellectual capital disclosure

H1 = Board composition memiliki hubungan positif terhadap Intellectual Capital Disclosure


(5)

commit to user

2.4.2 Role duality

Salah satu aspek tata kelola yang berpotensi menimbulkan masalah adalah epribadian yang dominan dalam memimpin sebuah perusahaan dapat merugikan kepentingan pemegang saham, dan fenomena ini telah ditemukan terkait dengan pengungkapan yang buruk (Forker, 1992). Pemusatan pengambilan keputusan yang dihasilkan dari peran dualitas (role duality) akan merusak pengawasan dewan dan peran pemerintahan, termasuk kebijakan pengungkapan. Pemisahan peran akan memberikan dampak penting yakni pemeriksaan dan keseimbangan pada perilaku manajemen (Blackburn, 1994). Penelitian Gul dan Leung (2002) juga memberikan bukti bahwa peran dualitas berpengaruh negatif terhadap voluntary disclosures.

Menurut Jensen (1993), memiliki individu yang berbeda yang memegang jabatan CEO dan chairperson (chairman) akan meningkatkan kemampuan

monitoring direksi. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dibuat hipotesis sebagai berikut :

H2 = Role duality memiliki hubungan negatif terhadap Intellectual Capital Disclosure

2.4.3 Managerial ownership

Kepemilikan manajemen adalah ada tidaknya saham yang dimiiki oleh manajemen dalam perusahaan. Tingkat pengungkapan informasi akan berkurang bila kepemilikan dimiliki oleh pihak manajemen karena permintaan akan informasi juga akan berkurang (Chau dan Gray, 2002). Asosiasi negatif antara


(6)

commit to user

besarnya managerial ownership, monitoring yang dilakukan oleh pemegang saham telah dilakukan sendiri oleh manajemen sehingga manajemen tidak perlu banyak melakukan pengungkapan kepada pihak lainnya. Peminimalisasian pengungkapan tersebut merupakan bentuk pengurangan agency cost akibat adanya

managerial ownership (Eng dan Mak, 2003). Penelitian Ruland et al. (1990) juga menemukan adanya asosiasi negatif antara managerial ownership dengan tingkat pengungkapan. Sama halnya dengan Eng dan Mak (2003) yang juga menemukan asiosiasi negatif antara managerialownership dengan pengungkapan. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dibuat hipotesis sebagai berikut :

H3 = Managerial ownership memiliki hubungan negatif terhadap Intellectual Capital Disclosure

2.4.4 Country

Meek, Roberts and Gray (1995) mengungkapkan bahwa country

(negara/wilayah) merupakan salah satu faktor yang dapat menjelaskan tingkat

voluntary disclosure (pengungkapan sukarela). Penelitian Probohudono (2012) juga membuktikan bahwa country berpengaruh secara positif terhadap Risk Index Disclosure, kaitannya dengan voluntary disclosures

H4 = Country berpengaruh secara positif terhadap tingkat Intellectual Capital Disclosure