Analisis Potensi Sisa Sampah Pasar Menjadi Pupuk Kompos Di Pasar Sayur Baturiti.

(1)

UNIVERSITAS UDAYANA

ANALISIS POTENSI SISA SAMPAH PASAR MENJADI

PUPUK KOMPOS DI PASAR SAYUR BATURITI

NI LUH PUTU SILVY VIDALIANI NIM. 1220025086

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2016


(2)

ii

UNIVERSITAS UDAYANA

ANALISIS POTENSI SISA SAMPAH PASAR MENJADI

PUPUK KOMPOS DI PASAR SAYUR BATURITI

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT

NI LUH PUTU SILVY VIDALIANI NIM. 1220025086

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2016


(3)

iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui dan diperiksa dihadapan Tim Penguji Skripsi

Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Denpasar, 13 Juli 2016

Pembimbing

I Gede Herry Purnama, S.T., M.T., M.IDEA NIP. 19760215 200003 1 004


(4)

iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah dipresentasikan dan diujikan dihadapan Tim Penguji Skripsi

Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Denpasar, 13 Juli 2016 Tim Penguji Skripsi

Ketua (Penguji I)

Sang Gede Purnama, SKM.,M.Sc NIP. 19760215 200003 1 004

Anggota (Penguji II)

Made Ayu Hitapretiwi Suryadhi,SSI.,M.Hsc NIP. 19810404 20060 4 1005


(5)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya dapat diselesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Potensi Sisa Sampah Pasar menjadi Pupuk Kompos di Pasar Sayur Baturiti” ini tepat pada waktunya.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian Skripsi ini, karena penulis mendapat berbagai bantuan, petunjuk, serta saran dari berbagai pihak, antara lain:

1. dr. I Md Ady Wirawan, MPH., Ph.D. selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana.

2. I Gede Herry Purnama, S.T., M.T., M.IDEA. selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu dalam memberikan masukan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

3. I Gede Sarjana dan Ni Kadek Ernawati selaku orang tua penulis yang telah memberikan semangat dan dukungan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

4. Bapak/Ibu dosen dan seluruh staf pegawai Program Studi Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan arahan, saran dan bantuannya dalam penyusunan skripsi ini.

5. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana angkatan 2012 yang telah bersama-sama saling membantu dan memberikan semangat dalam penyusunan skripsi ini.


(6)

vi

6. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum mencapai kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Demikian penelitian ini disusun semoga dapat memberikan manfaat bagi penulis dan pihak lain yang menggunakan.

Denpasar, Juli 2016 Penulis


(7)

vii

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN Skripsi, Juli 2016

Ni Luh Putu Silvy Vidaliani

ANALISIS POTENSI SISA SAMPAH PASAR MENJADI PUPUK KOMPOS DI PASAR SAYUR BATURITI

ABSTRAK

Pasar merupakan salah satu tempat penyumbang sampah organik terbanyak, yang sering kali belum dilakukan pengelolaan sampah dengan baik. Pasar Sayur Baturiti merupakan salah satu pasar yang menjadi pusat pendistribusian sayur di Bali. Penelitian ini bertujuan untuk dapat melakukan pemanfaatan sisa sampah sayur menjadi kompos dan untuk dapat mengetahui kualitas dari pupuk kompos yang dihasilkan.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuasi eksperimental. Sisa sampah pasar dimanfaatkan menjadi kompos dengan pemberian starter yang berbeda-beda (EM4, Gula, Kompos Jadi dan Nasi) dan satu kontrol dengan menggunakan metode pengomposan keranjang takakura dan dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali.

Kadar C/N rasio pada kompos dengan penambahan starter maupun tanpa starter berada pada rentangan nilai ambang batas yaitu pada rentangan (10-25). Kadar P tersedia dari sisa sampah sayur menjadi kompos menunjukkan bahwa kadar P tersedia terbaik pada kompos dengan starter EM4 sebesar 991,27 sedangkan yang terendah pada kompos tanpa starter (kontrol) sebesar 84,86. Kadar K tersedia dari sisa sampah sayur menjadi kompos menunjukkan bahwa kadar K tersedia terbaik pada kompos dengan starter Nasi sebesar 4053,02 sedangkan yang terendah pada kompos tanpa starter (kontrol) sebesar 206,73. Kadar pH dari sisa sampah sayur menjadi kompos menunjukkan bahwa kadar pH dari masing-masing kompos dengan penambahan starter maupun tanpa starter memiliki pH netral.


(8)

viii SCHOOL OF PUBLIC HEALTH

MEDICAL FACULTY UDAYANA UNIVERSITY HEALTH ENVIRONMENT Skripsi, July 2016

Ni Luh Putu Silvy Vidaliani

ANALYSIS OF POTENTIAL MARKET WASTE INTO COMPOST IN BATURITI VEGETABLE MARKET

ABSTRACT

Market is one of the biggest contributors to organic waste which is often has no good waste management. Baturiti Vegetable Market (Pasar Sayur Baturiti) is one of markets for vegetable distribution center in Bali. This study aims to be able to reuse the vegetable garbage into compost and to be able analyze the quality of the compost produced.

This study use quasi experimental method. The market waste is managed into compost by administering different starter (EM4, sugar, and rice Compost So) and a control using takakura basket composting methods and repetition is done as much as three times.

Levels of C/N ratio in the compost with or without the addition of starter is in the range of a threshold value that is in (10-25). P level which is available from the vegetable waste into compost shows that the best P levels available in compost with EM4 starter at 991.27, while the lowest are the compost without starter (control) at 84,86. K level which is available from the vegetable waste into compost shows that the best K levels available in compost with Rice starter at 4053.02 and the lowest are in the compost without starter (control) at 206,73. The pH level of from the remaining vegetable waste into compost shows that the pH level of compost with or without the addition of starter has a neutral pH.


(9)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... Error! Bookmark not defined.

HALAMAN JUDUL DENGAN SPESIFIKASI ... ii

PERNYATAAN PERSETUJUAN ... iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Pertanyaan Penelitian ... 4

1.4 Tujuan ... 4

1.4.1 Tujuan umum ... 4

1.4.2 Tujuan khusus ... 5

1.5 Manfaat penelitian ... 5

1.5.1 Manfaat teoritis ... 5

1.5.2 Manfaat praktis... 5


(10)

x

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Sampah ... 7

2.2 Sampah organik ... 7

2.3 Prinsip 3R ... 8

2.4 Definisi kompos... 8

2.5 Prinsip Pengomposan ... 9

2.6 Manfaat kompos ... 9

2.7 Metode Komposting Takakura ... 10

2.8 Definisi Starter/MOL... 10

2.9 Standar Kualitas Pupuk Kompos ... 11

2.10 Metode Penelitian Eksperimental ... 13

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 15

3.1 Kerangka Konsep ... 15

3.2 Hipotesis ... 16

3.3 Variabel dan Definisi Operasional ... 16

3.3.1 Variabel ... 16

3.3.2 Definisi Operasional... 16

BAB IV METODE PENELITIAN ... 19

4.1 Desain Penelitian ... 19

4.2 Langkah-langkah kegiatan... 20

4.2.1 Lokasi dan waktu penelitian... 20

4.2.2 Subjek penelitian ... 20

4.2.3 Pengumpulan data ... 20

4.2.4 Persiapan alat dan bahan ... 21

4.2.5 Proses pembuatan starter ... 21

4.2.6 Proses pembuatan kompos ... 22

4.2.7 Tahap analisis laboratorium ... 23

4.2.8 Teknik analisis data ... 23

BAB V HASIL PENELITIAN... 24

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 24

5.2 Riwayat Penelitian ... 25


(11)

xi

5.4 Rata-rata kadar C/N rasio, P tersedia, K tersedia dan pH ... 29

BAB VI PEMBAHASAN ... 30

6.1 Kadar C/N rasio dari sisa sampah sayur menjadi kompos dengan starter EM4, Gula, Kompos Jadi, Nasi dan Kontrol ... 30

6.2 Kadar P tersedia dari sisa sampah sayur menjadi kompos dengan starter EM4, Gula, Kompos Jadi, Nasi dan Kontrol ... 31

6.3 Kadar K tersedia dari sisa sampah sayur menjadi kompos dengan starter EM4, Gula, Kompos Jadi, Nasi dan Kontrol ... 32

6.4 Kadar pH dari sisa sampah sayur menjadi kompos dengan starter EM4, Gula, Kompos Jadi, Nasi dan Kontrol ... 33

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 35

7.1 Simpulan ... 35

7.2 Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 37


(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1Standar Kualitas Pupuk Kompos menurut SNI 19-7030-2004 ... 12

Tabel 2.2 Standar Teknis Kualitas Pupuk Organik ... 13

Tabel 5.1 Kadar C/N rasio, P tersedia, K tersedia dan pH dengan starter EM4 27 Tabel 5.2 Kadar C/N rasio, P tersedia, K tersedia dan pH dengan starter Gula ... 27

Tabel 5.3 Kadar C/N rasio, P tersedia, K tersedia dan pH dengan starter Kompos Jadi ... 28

Tabel 5.4 Kadar C/N rasio, P tersedia, K tersedia dan pH dengan starter Nasi ... 28

Tabel 5.5 Kadar C/N rasio, P tersedia, K tersedia dan pH tanpa starter (kontrol) ... 29


(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian ... 15 Gambar 2 Kerangka Dasar Pengembangan Model ... 19


(14)

xiv

DAFTAR SINGKATAN

DKP : Dinas Kebersihan dan Pertamanan MOL : Mikro Organisme Lokal

SNI : Standar Nasional Indonesia TPA : Tempat Pembuangan Akhir TPS : Tempat Penampungan Sementara Kepmentan : Keputusan Menteri Pertanian Kepmen : Keputusan Menteri

C/N : Carbon/Nitrogen

P : Phospor

K : Kalium


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Uji Laboratorium Lampiran 2. Dokumentasi kegiatan


(16)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penumpukan sampah yang disebabkan oleh bertambahnya populasi manusia semakin menyebar luas baik di daerah perkotaan maupun pedesaan.Limbah atau sampah merupakan material sisa yang tidak di inginkan setelah berakhirnya suatu proses atau kegiatan (Wardana, 2007). Terdapat dua jenis sampah yaitu sampah organik dan anorganik. Sampah menjadi masalah yang sangat penting di bidang kesehatan karena sampah yang tidak dikelola dengan baik dapat membawa dampak buruk pada kondisi kesehatan manusia dan juga lingkungan sekitar. Tumpukan sampah yang dibiarkan akan mendatangkan banyak penyakit yang berasal dari serangga atau hewan yang hidup di dalam sampah tersebut.

Ditengah kepadatan penduduk dan banyaknya aktifitas masyarakat yang menghasilkan sampah, penanganan yang dilakukan terhadap sampah masih kurang maksimal. Sampah yang tidak mendapatkan penanganan serius dapat mengakibatkan pencemaran , baik polusi udara, air maupun tanah yang akan berkaitan dengan kesehatan masyarakat. Bersih atau kotornya lingkungan sangat dipengaruhi oleh manusia yang berada di lingkungan itu (Dwiyatmo, 2007).

Untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu dilakukannya penelitian yang dapat merubah sampah menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat. Salah satunya yang dapat dilakukan adalah pemanfaatan sampah khususnya sampah organik yang dapat di olah menjadi bahan baku pupuk kompos sehingga dapat mengurangi pembuangan sampah dan dapat membantu penyediaan pupuk untuk petani. Sebenarnya


(17)

2

permasalahan sampah bisa dikurangi jika penanganannya dimulai dari rumah ke rumah dengan cara mengolahnya menjadi kompos.

Sampah organik yang dikomposkan dan digunakan pada lahan pertanian perlu adanya pengawasan dan pengaturan tertentu. Namun apabila kompos tersebut diproduksi dan diedarkan secara luas untuk dijual, maka diperlukan suatu regulasi agar kompos yang diperjualbelikan tersebut memenuhi standar mutu yang dapat diterima. Upaya perlindungan terhadap petani perlu dilaksanakan melalui uji kualitas pupuk organik di laboratorium. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya pemalsuan pupuk serta menjamin mutu pupuk sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (Tantri P.T.N dkk, 2016).

Salah satu tempat yang banyak menghasilkan sampah khususnya sampah organik adalah pasar, dan salah satu pasar penyumbang sampah organik yang juga berada di daerah pertanian sayur-sayuran adalah pasar sayur Baturiti yang terletak di desa Baturiti, kecamatan Baturiti, kabupaten Tabanan. Pasar sayur Baturiti merupakan pasar yang baru-baru ini diresmikan oleh pemerintah setempat sebagai pasar sayur khusus di Baturiti.

Dari hasil wawancara yang dilakukan kepada sekretariat Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kabupaten Tabanan, diperkirakan volume sampah yang dihasilkan oleh pasar sayur Baturiti ini selama sebulan mencapai 30m3. Sampah yang dihasilkan oleh pasar sayur Baturiti ini di tampung oleh satu Tempat Pembuangan Sementara (TPS) yang memiliki volume tampung 6m3, dan sampah ini di angkut 6 hari sekali oleh petugas DKP Kabupaten Tabanan. Pengangkutan dilakukan oleh petugas DKP Kabupaten Tabanan dan sampah dikirim ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kerambitan, Tabanan yang memiliki jarak yang lumayan jauh dari Pasar Sayur Baturiti.


(18)

3

Permasalahan mengenai banyaknya produksi sampah yang dihasilkan di Pasar Sayur Baturiti dan juga jarak dengan TPA yang sangat jauh menjadi permasalahan yang perlu dipertimbangkan. Adanya pengolahan sampah sayur di Pasar Sayur Baturiti untuk dijadikan pupuk kompos menjadi solusi yang dapat digunakan untuk dapat mengatasi permasalahan mengenai penumpukan sampah yang ada di Pasar Sayur Baturiti dan juga dapat mengurangi umur pemakaian TPA karena volume sampah yang dibuang ke TPA dapat dikurangi. Pengelolaan sampah yang hanya mengandalkan proses kumpul, angkut lalu buang masih menyisakan masalah yaitu pada keterbatasan pengadaan lahan untuk TPA (Mulyati, Dewi Shofi dkk, 2011).

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Mr. Koji Takakura yang merupakan peniliti dari Jepang. Pada awalnya Mr. Takakura melakukan penelitian di Surabaya untuk mencari sistem pengolahan sampah organik yang cocok selama kurang lebih setahun. Proses pengomposan dengan keranjang takakura merupakan proses pengomposan aerob, dimana udara dibutuhkan sebagai asupan penting dalam proses pertumbuhan mikroorganisme yang menguraikan sampah menjadi kompos (Kurniati W, 2013).

Dengan volume sampah yang dihasilkan oleh pasar sayur Baturiti yang lumayan banyak dan 95% dari sampah yang dihasilkan adalah sampah organik akan sangat memungkinkan untuk di lakukan pengelolaan sampah tersebut untuk dapat di jadikan pupuk kompos sekaligus dapat membantu petani sayur di daerah tersebut didalam pemenuhan kebutuhan pupuk untuk tanaman mereka. Ada banyak metode yang dapat dilakukan dalam pengolahan sampah sayur untuk dijadikan pupuk kompos salah satunya adalah pegomposan dengan keranjang takakura. Teknik pengomposan keranjang takakura telah banyak digunakan oleh rumah tangga di


(19)

4

berbagai kota-kota besar di Indonesia (Rezagama, 2015).Namun sebelum pupuk kompos hasil olahan sampah sayur ini dipergunakan ada baiknya agar pupuk kompos ini di uji kandungannya dan di bandingkan dengan standar persyaratan teknis minimal pupuk organic padat menurut Peraturan Menteri Pertanian Nomer 70 tahun 2011 yang ada. Ada beberapa parameter yang diuji untuk mengetahui kualitas pupuk kompos yang dihasilkan.

1.2 Rumusan Masalah

Untuk mengetahui bagaimana potensi pemanfaatan sampah organik bila dimanfaatkan menjadi pupuk kompos dan untuk mengetahui bagaimana kualitas pupuk kompos yang dibuat dengan starter yang berbeda-beda.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Bagaimanakah kualitas limbah sampah sayur dimanfaatkan sebagai pupuk kompos dengan pemberian starter yang berbeda-beda?

1.4 Tujuan

1.4.1 Tujuan umum

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan kualitas sampah sayur menjadi kompos dari starter yang berbeda-beda dengan standar teknis kualitas pupuk organik padat menurut Keputusan Menteri Pertanian No.70 tahun 2011 dan SNI 19-7030-2004.


(20)

5

1.4.2 Tujuan khusus

1. Bertujuan untuk mengetahui kadar C/N rasio dari sisa sampah sayur menjadi kompos denga penambahan starter EM4, starter gula, starter kompos jadi, starter nasi dan tanpa starter (kontrol).

2. Bertujuan untuk mengetahui kadar P tersedia dari sisa sampah sayur menjadi kompos denga penambahan starter EM4, starter Gula, starter Kompos Jadi, starter Nasi dan tanpa starter (kontrol).

3. Bertujuan untuk mengetahui K tersedia dari sisa sampah sayur menjadi kompos dengan penambahan starter EM4, starter Gula, starter Kompos Jadi, starter Nasi dan tanpa starter (kontrol).

4. Bertujuan untuk mengetahui pH dari sisa sampah sayur menjadi kompos denga penambahan starter EM4, starter Gula, starter Kompos Jadi, starter Nasi dan tanpa starter (kontrol).

1.5 Manfaat penelitian 1.5.1 Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai penambahan teori dan juga sebagai bahan perbandingan untuk penelitian selanjutnya mengenai pengolahan limbah organik.

1.5.2 Manfaat praktis

1. Bagi pembaca, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu dan pengetahuan mengenai potensi pemanfaatan sampah organik untuk dijadikan pupuk kompos dari starter yang berbeda.

2. Bagi masyarakat sekitar Pasar Sayur Baturiti, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan masyarakat mengenai pemanfaatan limbah


(21)

6

organik yang dijadikan pupuk kompos dengan starter yang berbeda sehingga masyarakat dapat membuat pupuk kompos organik ini secara mandiri.

1.6 Ruang lingkup penelitian

Penelitian ini mempunyai ruang lingkup kesehatan masyarakat bidang kesehatan lingkungan. Cakupan penelitian ini di Pasar Sayur Baturiti, Tabanan dan uji laboratorium untuk mengetahui kualitas kompos dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana.


(22)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sampah

Sampah merupakan zat- zat atau benda-benda yang sudah tidak terpakai lagi, baik berupa bahan buangan yang berasal dari rumah tangga maupun dari pabrik sebagai sisa industri (Kamariah, 2005). Menurut definisi World Health Organization (WHO) sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya (Chandra, 2006). Undang-Undang Pengelolaan Sampah Nomor 18 tahun 2008 menyatakan sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau dari proses alam yang berbentuk padat.

2.2 Sampah organik

Sampah organik domestik adalah sampah yang berasal dari pemukiman antara lain sisa makanan, daun, buah-buahan dan sisa sayuran. Sampah organik memiliki prosentase terbesar dalam keseluruhan produksi sampah dibanding sampah anorganik maupun sampah yang mengandung limbah berbahaya. Sampah organik dapat diolah dengan teknik pengomposan. Pengomposan merupakan dekomposisi terkontrol, proses alamiah penguraian bahan- bahan organik sisa. Pengomposan mentransformasi material organik mentah menjadi bahan stabil secara biologi yang mengandung substansi humus (Cooperband dalam Rezagama, 2015).


(23)

8

2.3 Prinsip 3R

Prinsip 3R adalah prinsip utama dalam pengelolaan sampah mulai dari sumbernya, melalui berbagai langkah yang mampu mengurangi jumlah sampah yang dibuang ke TPA. Adapun prinsip 3R tersebut adalah:

1. Reduce yang berarti mengurangi. Misalnya dengan membawa tas belanja sendiri saat ke pasar sehingga dapat mengurangi penggunaan plastik dan dapat mengurangi timbulan sampah.

2. Reuse yang berarti pemakaian ulang. Misalkan menulis pada kedua sisi kertas dan juga menggunakan botol isi ulang.

3. Recycle yang berarti daur ulang. Sampah kertas yang sudah tidak terpakai lagi dapat di daur ulang menjadi kertas baru. Sampah organic dapat dibuat kompos dan digunakan sebagai penyubur tanaman.

Pemilahan sampah merupakan kunci didalam pengelolaan sampah. Pemilahan sampah dapat dikelompokan menjadi dua bagian besar yaitu sampah organik dan sampah non organik. (Mulyati, Dewi Shofi dkk, 2011).

2.4 Definisi kompos

Kompos adalah zat akhir suatu proses fermentasi tumpukan sampah/serasah tanaman dan adakalanya pula termasuk bangkai binatang. Sesuai dengan humifikasi fermentasi suatu pemupukan dicirikan oleh hasil bagi C/N yang menurun. Bahan-bahan mentah yang biasa digunakan seperti ; merang, daun, sampah dapur, sampah kota dan lain-lain dan pada umumnya mempunyai hasil bagi C/N yang melebihi 30 (Sutedjo, 2002).Kompos juga merupakan istilah untuk pupuk organik buatan manusia yang dibuat dari proses pembusukan sisa-sisa buangan makhluk hidup (tanaman maupun hewan). Proses pengomposan berjalan secara aerobik dan


(24)

9

anaerobik yang saling menunjang pada kondisi lingkungan tertentu, yang disebut dengan proses dekomposisi (Yuwono dalam Kurniati W, 2013).

2.5 Prinsip Pengomposan

Prinsip pengomposan adalah untuk menurunkan rasio C/N bahan organik hingga sama dengan C/N tanah (<20). Semakin tinggi rasio C/N bahan organik maka proses pengomposan atau perombakan bahan semakin lama. Waktu yang dibutuhkan bervariasi dari satu bulan hingga beberapa tahun tergantung bahan dasar. Proses perombakan bahan organik terjadi secara biofisiko-kimia, melibatkan aktivitas biologi mikroba dan mesofauna. Secara alami proses peruraian tersebut bisa dalam keadaan aerob (dengan O2) maupun anaerob (tanpa O2) (Setyorini.D, 2003).

2.6 Manfaat kompos

Kompos merupakan multivitamin untuk tanah dan tanaman. Rachman Sutanto (2002) menyatakan bahwa dengan pupuk organik sifat fisik, kimia dan biologi tanah menjadi lebih baik. Selain itu kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek:

Aspek Ekonomi: menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah, mengurangi volume/ukuran limbah, memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya.

Aspek Lingkungan: mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah dan pelepasan gas metana dari sampah organik yang membusuk akibat bakteri metanogen I tempat pembuangan sampah, mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan.


(25)

10

Aspek bagi tanah/tanaman: meningkatkan kesuburan tanah, memperbaiki struktur dan karakteristik tanah, meningkatkan kapasitas penyerapan air oleh tanah, meningkatkan aktivitas mikroba tanah, meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi dan jumlah panen), menyediakan hormone dan vitamin bagi tanaman, menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman.

2.7 Metode Komposting Takakura

Metode komposting Takakura merupakan salah satu metode komposting yang sering digunakan di dalam pembuatan pupuk kompos. Metode komposting Takakura menggunakan alat berupa keranjang berventilasi yang berisi bakteri pengurai, dilengkapi dengan dua bantal sekam untuk sirkulasi udara dan menjaga agar sampah tetap kering dan kelembabannya cukup. Metode komposting dengan keranjang takakura ini memiliki kelebihan yaitu mudah dilakukan, murah, tidak berbau, tidak memerlukan lahan yang luas dan ramah lingkungan (DPC PKS, 2008). Metode kompos keranjang Takakura ini merupakan salah satu metode pengomposan hasil penelitian seorang ahli Jepang yang bernama Mr. Koji Takakura. Pada awalnya Mr. Koji Takakura ini melakukan penelitian di Surabaya untuk mencari sebuah system pengelolaan sampah organic yang cocok yang dilakukan selama kurang lebih setahun (Kurniati W, 2013).

2.8 Definisi Starter/MOL

Starter atau sering disebut Mikro Organisme Lokal (MOL) adalah larutan hasil dari fermentasi yang berbahan dasar dari sumber daya yang telah tersedia. Larutan starter/MOL mengandung unsur hara mikro dan makro dan juga mengandung bakteri yang berpotensi sebagai perombak bahan organic, perangsang


(26)

11

pertumbuhan, dan sebagai agen pengendali hama dan penyakit tanaman, sehingga starter/MOL dapat digunakan sebagai pendekomposer, pupuk hayati dan sebagai pestisida organik (Purwasasmita, 2009).

2.9 Standar Kualitas Pupuk Kompos

Kompos adalah bentuk akhir dari bahan-bahan organik sampah domestik setelah mengalami dekomposisi. Kematangan kompos ditunjukan oleh beberapa hal , yaitu: C/N rasio mempunyai nilai (10-20), suhu sesuai dengan suhu air tanah, berwarna kehitaman dan tekstur seperti tanah, berbau tanah.

Unsur mikro nilai-nilai ini dikeluarkan berdasarkan:

1. Konsentrasi unsur-unsur mikro yang penting untuk pertumbuhan tanaman (khusunya Cu, Mo, Zn)

2. Logam berat yang dapat membahayakan manusia dan lingkungan tergantung pada konsentrasi maksimum yang diperbolehkan dalam tanah seperti dalam table spesifikasi kompos dari sampah organik domestik. Kompos yang dibuat tidak mengandung bahan sktif pestisida yang dilarang sesuai dengan Kepmen Pertanian No 434. 1/KPTS/TP.27017/2001 tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Pestisida pada Pasal 6 mengenai Jenis-jenis Pestisida yang mengandung bahan aktif yang telah dilarang (Badan Standarirasi Nasional, 2004).


(27)

12

Tabel 2.1Standar Kualitas Pupuk Kompos menurut SNI 19-7030-2004

Sumber : SNI 19-7030-2004

Namun menurut Peraturan Menteri Pertanian No.70 tahun 2011 tentang pupuk organik, dijabarkan bahwa kualitas pupuk organik yang memenuhi syarat teknis adalah sebagai berikut:


(28)

13

Tabel 2.2 Standar Teknis Kualitas Pupuk Organik

Sumber : Peraturan Menteri Pertanian NO.70 TH.2011

2.10 Metode Penelitian Eksperimental

Metode penelitian eksperimental merupakan suatu metode yang dilakukan secara sengaja oleh peneliti dengan memberikan suatu perlakuan tertentu terhadap subjek penelitian yang nantinya akan dilakukan pengamatan dan pengukuran suatu dampak. Penelitian ini merupakan penelitian kausal dimana hasil penelitian dibuktikan melalui suatu perbandingan yakni kelompok eksperimen dengan


(29)

14

kelompok kontrol atau kondisi subjek yang sesudah dan sebelum diberikan perlakuan (Jaedun, 2011). Menurut Borg dan Gall (1983), penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan dengan pengontrolan secara ketat terhadap variabel-variabel di luar eksperimen sehingga dapat diandalkan keilmiahannya.

Ada 3 jenis penelitian eksperimental yaitu: weak eksperimental , true eksperimental dan quasi eksperimental. Di dalam penelitian ini menggunakan desain

quasi eksperimental yang bertujuan untuk mendekati perkiraan untuk keadaan yang dapat dicapai melalui eksperimen yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol dan/atau memanipulasi seluruh variabel- variabel yang relevan. Peneliti harus secara jelas memahami kompromi- kompromi yang ada pada validitas internal dan eksternal, rancangannya, dan bertindak di dalam keterbatasan-keterbatasan tertentu.


(1)

anaerobik yang saling menunjang pada kondisi lingkungan tertentu, yang disebut dengan proses dekomposisi (Yuwono dalam Kurniati W, 2013).

2.5 Prinsip Pengomposan

Prinsip pengomposan adalah untuk menurunkan rasio C/N bahan organik hingga sama dengan C/N tanah (<20). Semakin tinggi rasio C/N bahan organik maka proses pengomposan atau perombakan bahan semakin lama. Waktu yang dibutuhkan bervariasi dari satu bulan hingga beberapa tahun tergantung bahan dasar. Proses perombakan bahan organik terjadi secara biofisiko-kimia, melibatkan aktivitas biologi mikroba dan mesofauna. Secara alami proses peruraian tersebut bisa dalam keadaan aerob (dengan O2) maupun anaerob (tanpa O2) (Setyorini.D, 2003).

2.6 Manfaat kompos

Kompos merupakan multivitamin untuk tanah dan tanaman. Rachman Sutanto (2002) menyatakan bahwa dengan pupuk organik sifat fisik, kimia dan biologi tanah menjadi lebih baik. Selain itu kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek:

Aspek Ekonomi: menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah, mengurangi volume/ukuran limbah, memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya.

Aspek Lingkungan: mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah dan pelepasan gas metana dari sampah organik yang membusuk akibat bakteri metanogen I tempat pembuangan sampah, mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan.


(2)

Aspek bagi tanah/tanaman: meningkatkan kesuburan tanah, memperbaiki struktur dan karakteristik tanah, meningkatkan kapasitas penyerapan air oleh tanah, meningkatkan aktivitas mikroba tanah, meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi dan jumlah panen), menyediakan hormone dan vitamin bagi tanaman, menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman.

2.7 Metode Komposting Takakura

Metode komposting Takakura merupakan salah satu metode komposting yang sering digunakan di dalam pembuatan pupuk kompos. Metode komposting Takakura menggunakan alat berupa keranjang berventilasi yang berisi bakteri pengurai, dilengkapi dengan dua bantal sekam untuk sirkulasi udara dan menjaga agar sampah tetap kering dan kelembabannya cukup. Metode komposting dengan keranjang takakura ini memiliki kelebihan yaitu mudah dilakukan, murah, tidak berbau, tidak memerlukan lahan yang luas dan ramah lingkungan (DPC PKS, 2008). Metode kompos keranjang Takakura ini merupakan salah satu metode pengomposan hasil penelitian seorang ahli Jepang yang bernama Mr. Koji Takakura. Pada awalnya Mr. Koji Takakura ini melakukan penelitian di Surabaya untuk mencari sebuah system pengelolaan sampah organic yang cocok yang dilakukan selama kurang lebih setahun (Kurniati W, 2013).

2.8 Definisi Starter/MOL

Starter atau sering disebut Mikro Organisme Lokal (MOL) adalah larutan hasil dari fermentasi yang berbahan dasar dari sumber daya yang telah tersedia. Larutan starter/MOL mengandung unsur hara mikro dan makro dan juga mengandung bakteri yang berpotensi sebagai perombak bahan organic, perangsang


(3)

pertumbuhan, dan sebagai agen pengendali hama dan penyakit tanaman, sehingga starter/MOL dapat digunakan sebagai pendekomposer, pupuk hayati dan sebagai pestisida organik (Purwasasmita, 2009).

2.9 Standar Kualitas Pupuk Kompos

Kompos adalah bentuk akhir dari bahan-bahan organik sampah domestik setelah mengalami dekomposisi. Kematangan kompos ditunjukan oleh beberapa hal , yaitu: C/N rasio mempunyai nilai (10-20), suhu sesuai dengan suhu air tanah, berwarna kehitaman dan tekstur seperti tanah, berbau tanah.

Unsur mikro nilai-nilai ini dikeluarkan berdasarkan:

1. Konsentrasi unsur-unsur mikro yang penting untuk pertumbuhan tanaman (khusunya Cu, Mo, Zn)

2. Logam berat yang dapat membahayakan manusia dan lingkungan tergantung pada konsentrasi maksimum yang diperbolehkan dalam tanah seperti dalam table spesifikasi kompos dari sampah organik domestik. Kompos yang dibuat tidak mengandung bahan sktif pestisida yang dilarang sesuai dengan Kepmen Pertanian No 434. 1/KPTS/TP.27017/2001 tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Pestisida pada Pasal 6 mengenai Jenis-jenis Pestisida yang mengandung bahan aktif yang telah dilarang (Badan Standarirasi Nasional, 2004).


(4)

Tabel 2.1Standar Kualitas Pupuk Kompos menurut SNI 19-7030-2004

Sumber : SNI 19-7030-2004

Namun menurut Peraturan Menteri Pertanian No.70 tahun 2011 tentang pupuk organik, dijabarkan bahwa kualitas pupuk organik yang memenuhi syarat teknis adalah sebagai berikut:


(5)

Tabel 2.2 Standar Teknis Kualitas Pupuk Organik

Sumber : Peraturan Menteri Pertanian NO.70 TH.2011

2.10 Metode Penelitian Eksperimental

Metode penelitian eksperimental merupakan suatu metode yang dilakukan secara sengaja oleh peneliti dengan memberikan suatu perlakuan tertentu terhadap subjek penelitian yang nantinya akan dilakukan pengamatan dan pengukuran suatu dampak. Penelitian ini merupakan penelitian kausal dimana hasil penelitian dibuktikan melalui suatu perbandingan yakni kelompok eksperimen dengan


(6)

kelompok kontrol atau kondisi subjek yang sesudah dan sebelum diberikan perlakuan (Jaedun, 2011). Menurut Borg dan Gall (1983), penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan dengan pengontrolan secara ketat terhadap variabel-variabel di luar eksperimen sehingga dapat diandalkan keilmiahannya.

Ada 3 jenis penelitian eksperimental yaitu: weak eksperimental , true eksperimental dan quasi eksperimental. Di dalam penelitian ini menggunakan desain

quasi eksperimental yang bertujuan untuk mendekati perkiraan untuk keadaan yang dapat dicapai melalui eksperimen yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol dan/atau memanipulasi seluruh variabel- variabel yang relevan. Peneliti harus secara jelas memahami kompromi- kompromi yang ada pada validitas internal dan eksternal, rancangannya, dan bertindak di dalam keterbatasan-keterbatasan tertentu.