ANALISA ENERGI PADA SISTEM PENGERING ANYAMAN ATA BERBAHAN BAKAR BRIKET SABUT KELAPA DENGAN MEMVARIASIKAN TIPE RAK PENGERING.
SKRIPSI
ANALISA ENERGI PADA SISTEM PENGERING ANYAMAN
ATA BERBAHAN BAKAR BRIKET SABUT KELAPA DENGAN
MEMVARIASIKAN TIPE RAK PENGERING
Oleh :
I Nyoman Adi Sastrawan
1004305019
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
v
ANALISA ENERGI PADA SISTEM PENGERING ANYAMAN
ATA BERBAHAN BAKAR BRIKET SABUT KELAPA DENGAN
MEMVARIASIKAN TIPE RAK PENGERING
Oleh : I Nyoman Adi SastrawanPembimbing : Ir. Nengah Suarnadwipa, MT.
Dr.Ir. I Wayan Bandem Adnyana, M.Erg
ABSTRAKSI
Untuk membantu pengrajin ata dalam menghadapi musim hujan , meningkatkan jumlah hasil produk anyaman, dan menjaga kualitas produksi yang dihasilkan, telah dibuat alat pengering yang memanfaatkan kompor biomassa sebagai sumber dari uap panasnya. Dimana untuk meningkatkan performansi alat pengering dilakukan pengujian dengan menggunakan type rak yang berbeda.
Penelitian ini memakai bahan bakar briket sabut kelapa, dan dilakukan dengan memvariasikan type rak, yaitu menggunakan type rak plat datar dan type rak berlubang. Pengujian dilakukan sekali untuk satu type rak. Dalam pengujian ini, material yang dikeringkan adalah anyaman ata. Waktu untu k pengujian ini adalah 270 menit. Kemudian hasil dirata-ratakan untuk selanjutnya dilakukan perhitungan agar mendapatkan energi berguna (Ėuse),
energi suplai (Ėin), energi keluar cerobong (ĖLC), energi keluar abu (ĖLA), energi
keluar kompor (ĖLTK), energi keluar saluran penghubung (ĖLTS), energi keluar ruang
pengering (ĖLTP).
Dari hasil pengujian dan perhitungan yang telah dilakukan, variasi tipe rak plat datar dapat menghasilkan energi berguna (Ėuse) lebih baik daripada
menggunakan type rak berlubang. Sedangkan energi yang terbuang (Ėloss) dan energi
masuk (Ėin) lebih besar type rak berlubang daripada type rak plat datar.
Kata Kunci :Analisa Energi, Tipe rak, Anyaman ata, Alat Pengering, Briket Sabut Kelapa.
(7)
vi
ENERGY ANALYSIS SYSTEM BASED FUEL DRYER WOVEN
ATA COCONUT HUSK BRIQUETTES BY VARYING THE RAK
TYPE DRYER
Author : I Nyoman Adi Sastrawan Guidance : Ir. Nengah Suarnadwipa, MT.
Dr.Ir. I Wayan Bandem Adnyana, M.Erg
ABSTRACT
To help artisans ata in the face of the rainy season, increase the number of results webbing products, and maintain the quality of the resulting production, has made a dryer that utilizes biomass stoves as a source of steam heat, Where to increase dryer performance testing us ing different types of shelves.
The study used the coconut husk fuel briquettes, and carried out by varying the type of rack, that is using flat plate type rack and type perforated shelves. Testing is done once for one type of rack. The time for this test is 270 minutes. Then the results were averaged for further calculations in order to obtain useful energy (Ėuse), energy supply (Ėin), energy out chimney (ĖLC),
energy out ash (ĖLA), energy out stove (ĖLTK), energy exit conduit (ĖLTS),
energy out of the drying chamber (ĖLTP).
From the results of tests and calculations have been carried out, various types of flat plate rack can generate useful energy (Ėuse) is better than using
type perforated shelves. While energy is wasted (Ėloss) and the incoming
energy (Ėin) larger type than the type of rack shelves perforated flat plate.
(8)
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi yang berjudul :
“Analisa Energi Pada Sistem Pengering Anyaman Ata Berbahan Bakar Briket Sabut Kelapa Dengan Memvariasikan Tipe Rak Pengering”
Dalam penyusunan proposal skripsi ini penulis tidak sediki t mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. I Nyoman Suprapta Winaya, ST, Masc, Ph.D, selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Udayana. 2. Bapak Ir. Nengah Suarnadwipa, MT, selaku Dosen Pembimbing I
dalam penulisan proposal skripsi ini.
3. Bapak Dr. Ir. Wayan Bandem Adnyana, M.Erg, selaku Dosen Pembimbing II dalam penulisan proposal skripsi ini.
4. Bapak Si Putu Gunawan Tista, ST.MT, selaku koordinator Skripsi Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Udayana.
5. Prof. Dr. Ir. I Gusti Bagus Wijaya Kusuma selaku Dosen Pembimbing Akademik.
6. Bapak/Ibu dosen serta staf pegawai Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Udayana.
7. Semua pihak dan kawan-kawan Jurusan Teknik Mesin yang telah membantu dalam penyelesaian proposal skripsi.
8. Orang tua dan keluarga penulis atas segala dukungan moril, materil maupun spiritual yang telah diberikan.
Penulis menyadari bahwa proposal skripsi ini tentu jauh dari kesempurnaan mengingat keterbatasan pengetahuan dan referensi yang penulis miliki. Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya konstruktif
(9)
viii
sangat penulis harapkan dari berbagai pihak. Sekali lagi penulis mengucapkan banyak terima kasih dan penulis mohon maaf apabila ada kekurangan ataupun kesalahan dalam penulisan proposal skripsi ini.
Bukit Jimbaran, ...
(10)
ix
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ... iii
LEMBAR PERNYATAAN ... iv
ABSTRAKSI ... v
ABSTRACT ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang… ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 3
1.3 Batasan Masalah ... 3
1.4 Tujuan Penelitian ... 4
1.5 Manfaat Penelitian ... 4
BAB II LANDASAN TEORI ... 5
2.1 Gambaran Umum Ata... 5
2.1.1 Proses Produksi Pembuatan Kerajinan Ata ... 5
2.2 Biomassa ... 7
2.2.1 Sabut Kelapa ... 8
2.2.2 Sabut Kelapa Sebagai Energi Alternatif ... 9
2.3 Pengenalan Sistem Pengeringan ... 10
2.3.1 Prinsip Dasar Pengeringan ... 10
2.3.2 Pepindahan Massa ... 13
2.4 Perpindahan Panas ... 14
2.4.1 Perpindahan Panas Konduksi ... 14
2.4.2 Perpindahan Panas Konveksi ... 15
2.4.3 Perpindahan Panas Radiasi ... 17
2.5 Udara Pengering ... 18
2.5.1 Aliran Udara Pengering ... 18
2.6 Kelembaban Udara ... 18
2.7 Sistem Pengering Buatan ... 19
2.8 Stack Effect ... 20
2.9 Nilai Kalor ... 20
2.10 Kesetimbangan Energi ... 22
2.11 Laju Massa Bahan Bakar ... 24
2.12 Performansi Pengeringan... 25
BAB III METODE PENELITIAN ... 26
(11)
x
3.2 Jumlah Populasi (variable) ... 26
3.2.1 Variabel Terikat ... 26
3.2.2 Variabel Bebas ... 26
3.3 Alat dan Bahan ... 27
3.3.1 Alat ... 27
3.3.2 Bahan Penelitian ... 33
3.4 Instalasi Penelitian ……….. ... 33
3.4.1 Pembuatan Briket Sabut Kelapa ... 33
3.4.2 Bomb Calorimeter ... 34
3.5 Rancangan Penelitian ………. ... 37
3.5.1 Spesifikasi Alat ... 38
3.5.2 Deskripsi Alat ... 39
3.6 Diagram Alir Penelitian ……… ... 41
3.7 Metode Pengolahan Data ……….. ... 42
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 43
4.1 Analisa Data ……….. ... 43
4.2 Data Hasil Pengamatan ……….. .. 43
4.3 Perhitungan Data Variasi Tipe Rak Plat Datar.. ... 44
4.4 Perhitungan Data Variasi Tipe Rak Berlubang……… ... 54
4.5 Perbandingan Data Hasil Perhitungan Rak Plat Datar Dan Rak Berlubang…... 63
4.6 Distribusi Temperatur……… ... 69
4.7 Perbandingan Distribusi Temperatur……… ... 72
BAB V PENUTUP ... 74
5.1 Kesimpulan ……….. ... 74
5.2 Saran ……….. ... 74
DAFTAR PUSTAKA………. 75
(12)
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Contoh Jenis Kerajinan Ata Yang Dihasilkan ... 2
Gambar 2.1 Berbagai Bentuk Kerajinan Ata... ... 5
Gambar 2.2 Diagram Alir Proses Produksi Kerajinan Ata ... 6
Gambar 2.3 Sabut Kelapa ... 9
Gambar 2.4 T-V Diagram ... 12
Gambar 2.5 Perpindahan Panas Konduksi Pada Dinding Datar ... 15
Gambar 2.6 Perpindahan Panas Konveksi Dari Permukaan Media Padat Ke Fluida Mengalir ... 16
Gambar 2.7 Sistem pengeringan ... 22
Gambar 3.1 Timbangan Digital ... 28
Gambar 3.2 Kamera Digital ... 28
Gambar 3.3 Thermokopel ... 28
Gambar 3.4 Stopwatch ... 29
Gambar 3.5 Korek Api ... 29
Gambar 3.6 Minyak Tanah ……….. ... 30
Gambar 3.7 Alat Penghalus Sabut Kelapa ... 30
Gambar 3.8 Alat Pencetak Briket ……… ... 31
Gambar 3.9 Kompor ... 31
Gambar 3.10 Baskom ... 32
Gambar 3.11 Panci ... 32
Gambar 3.12 Alat Uji Bomb Calorimeter ... 36
Gambar 3.13 Skematik Rancangan Penelitian Menggunakan R ak Pengering Type Plat Datar ... 37
Gambar 3.14 Skematik Rancangan Penelitian Menggunakan Rak Pengering Type Kisi ... 38
Gambar 3.15 Diagram Alir Penelitian ... 41
Gambar 4.1 Grafik Perbandingan Laju Energi Masuk ... 64
Gambar 4.2 Perbandingan Laju Energi Berguna ... 65
Gambar 4.3 Grafik Perbandingan Laju Energi Losses Pada Kompor ... 66
Gambar 4.4 Perbandingan Laju Energi Losses Pada Saluran Penghubung ... 67
Gambar 4.5 Perbandingan Laju Energi Losses Pada Ruang Pengering .. 68
Gambar 4.6 Laju Energi Losses Pada Cerobong ... 69
Gambar 4.7 Grafik waktu terhadap Tin ... 70
Gambar 4.8 Grafik waktu terhadap Tout ... 70
Gambar 4.9 Grafik waktu terhadap penurunan massa ... 71
(13)
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Tabel Ultimate Analysis Of Biomassa... 8 Tabel 4.1 Data hasil pengujian tipe rak plat datar... 43 Tabel 4.2 Data hasil pengujian tipe rak berlubang... 44 Tabel 4.3 Perbandingan data hasil pengolahan rak plat datar dan rak
(14)
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Gambar rancangan alat... 77 Lampiran 2. Gambar pembuatan briket... ... 86 Lampiran 2. Gambar Pembuatan alat... ... 86 Lampiran 2. Gambar proses melapisi alat dengan material glasswool dan
aluminium foil... 87 Lampiran 2. Gambar proses pembuatan pellet... 87 Lampiran 3. Gambar pengujian nilai kalor masing-masing bahan bakar.. 88 Lampiran 3. Gambar menimbang massa bahan bakar ... 88 Lampiran 4. Gambar menimbang massa anyaman ata... 89 Lampiran 4. Gambar meletakkan anyaman ata ke ruang pengeringan
menggunakan plat datar... 89 Lampiran 5. Gambar proses memasukkan bahan bakar ke dalam kompor. 90 Lampiran 5. Gambar meletakkan anyaman ata ke ruang pengeringan
menggunakan tipe rak berlubang... 90 Lampiran 5. Tabel saturated water... ... 91 Lampiran 5. Hasilpengujian nilai kalor... 92
(15)
(16)
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Biomassa adalah bahan organik yang berasal dari makhluk hidup, baik tumbuh-tumbuhan, hewan ataupun limbah pertanian, salah satunya ialah biomassa dari sabut kelapa. Di daerah Jembrana banyak ditumbuhi pohon kelapa dan sabut kelapanya digunakan sebagai bahan bakar untuk memasak, hal ini dilakukan karena ketersediaan minyak tanah yang langka dan harganya mahal, serta semakin sulit memperoleh kayu bakar. Proses pengolahannya sangat sederhana yaitu sabut kelapa yang sudah kering langsung dipakai sebagai bahan bakar. Dalam teknologi konversi termal biomassa, proses pembakaran langsung merupakan proses yang paling mudah apabila dibandingkan dengan lainnya. Biomassa dari sabut kelapa selain digunakan untuk memasak, dapat juga digunakan untuk membantu proses pengeringan berbagai karya tangan berupa anyaman, khususnya anyaman ata. Sebelum digunakan sebagai bahan bakar, sebaiknya sabut kelapa diolah terlebih dahulu menjadi briket, agar lebih efisien saat dipergunakan sebagai bahan bakar. Adapun alasan mengapa digunakan sabut kelapa sebagai bahan bakar, yaitu:
1. Bahan bakar sabut kelapa cukup tersedia dan mudah diperoleh.
2. Sabut kelapa merupakan limbah dari pengolahan buah kelapa apabila tidak digunakan.
3. Nilai kalor bahan bakar sabut kelapa memenuhi persyaratan untuk menghasilkan panas yang dibutuhkan.
4. Sisa pembakaran bahan bakar dapat digunakan serbagai pupuk untuk tanaman pohon kelapa.
5. Harga lebih ekonomis.
Ata atau sering disebut Ate memiliki bahasa latin ligodium scandens merupakan salah satu hasil dari hutan di Indonesia yang dipergunakan sebagai bahan
(17)
2
baku dari pembuatan kerajinan, peralatan rumah tangga dan lain-lain. Salah satu bentuk kerajinan tersebut, seperti yang ditunjukkan (gambar 1.1) dibawah ini.
Gambar 1.1 Contoh Jenis Kerajinan Ata Yang Dihasilkan
Proses pembuatan produk kerajinan seperti ini yaitu, bahan baku ata dipilih ukurannya terlebih dahulu, kemudian dikerjakan atau dianyam pada saat bahan tersebut masih basah atau masih mengandung kadar air yang cukup, agar pada saat bahan tersebut dianyam, bahan tidak mudah patah atau bahan masih dalam keadaan elastis. Setelah selesai dianyam, maka produk akan siap untuk dikeringkan. Proses pengeringannya masih menggunakan pengeringan sistem alami, yaitu dari bantuan panas sinar matahari dengan cara meletakkannya dibawah terik sinar matahari. Kendala dari proses pengeringan sistem alami ini yaitu, cuaca panas yang diharapkan sewaktu-waktu bisa berubah menjadi berawan ataupun hujan. Untuk membantu ataupun menemukan solusi masalah seperti ini, dibutuhkan semacam alat pengering untuk produk tersebut. Alat pengeringan yang dimaksud berupa tungku yang didalamnya terdapat rak untuk meletakkan produk kerajinan ata dan sebuah kompor biomassa untuk menghasilkan dan mengalirkan suhu panas atau asap hasil pembakaran di dalam kompor ke tungku pengering. Dengan begitu kadar air yang terkandung di dalam produk kerajinan ata tersebut akan berkurang.
Dalam hal pemesanan yang semakin meningkat dan kualitas produksi yang dihasilkan bisa tetap terjaga, menggunakan alat pengering adalah solusi yang tepat. Sehingga kualitas produksi akan tetap terjaga dan jumlah produk yang dihasilkan akan bertambah, tergantung kapasitas penyimpanan di dalam tungku pengering dan jumlah bahan bakar yang digunakan.
(18)
3
Sebelumnya sudah ada penelitin pengeringan ata tentang performansi alat pengering menggunakan kompor biomassa berbahan bakar sekam padi dengan variasi tata letak, diperoleh hasil bahwa, tata letak selang seling (staggered) menghasilkan performansi terbaik (Febby 2013). Penelitian yang sudah dilakukan oleh Febby, belum diteliti mengenai performansi alat pengering dengan variasi type rak yang menggunakan bahan bakar biomassa briket sabut kelapa. Maka dari itu, agar dapat meningkatkan kualitas produk anyaman ata dari sisi kualitas pengeringan dan texture produk, maka dilakukanlah penelitian tentang pengaruh variasi type rak pengering terhadap performansi alat pengering ata berbahan bakar briket sabut kelapa.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam tugas akhir ini, adapun permasalahan yang akan dibahas adalah bagaimana pengaruh briket sabut kelapa sebagai bahan bakar kompor biomassa terhadap performansi yang dihasilkan alat pengering dengan memakai tipe rak yang berbeda.
1.3 Batasan Masalah
Agar penelitian ini dapat mencapai sasaran yang diinginkan dan pembahasan tidak terlalu meluas, maka permasalahan akan dibatasi sebagai berikut:
1. Temperatur lingkungan diasumsikan konstan.
2. Massa briket dan kerapatan briket sabut kelapa diasumsikan sama 3. Ukuran Anyaman ata diasumsikan sama
4. Kadar air pada batang ata diasumsikan sama. 5. Aliran steady-state dan stedy-flow
(19)
4
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa energi pada sistem pengering anyaman ata yang meliputi energi berguna, energi suplai, , , Ėloss kompor, Ėloss saluran penghubung, Ėloss tungku pengering, distribusi
temperatur ruang pengering terhadap tipe rak pengering.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Dengan menggunakan kompor biomassa dapat memacu penduduk sekitar untuk dapat memanfaatkan potensi energi limbah yang ada di sekitar mereka. 2. Sebagai solusi dalam penanganan limbah pertanian.
3. Membantu memecahkan masalah pengrajin ata tentang pengeringan ata pada saat musim hujan dan memperkenalkan teknologi pengeringan.
4. Mendapatkan kualitas ata yang dihasilkan lebih baik.
5. Manfaat untuk penulis adalah karya tulis ini menjadi syarat untuk kelulusan tingkat Setrata Satu (S1) serta menambah pengetahuan baru dalam kaitan ilmu pengetahuan, teknologi dan energi baru.
(20)
5
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Gambaran Umum Ata
Ata adalah salah satu tumbuh-tumbuhan melilit jenis pakis yang banyak tumbuh di daerah hutan. Dahulu di Bali tumbuhan ata biasanya digunakan sebagai bahan tali. Seiring dengan perkembangan zaman, sudah terdapat banyaknya jenis dan bahan tali sintetik, sehingga peranan ata mulai berkurang. Pada saat ini ata tidak lagi digunakan sebagai bahan tali, melainkan dipakai untuk bahan baku kerajinan anyaman. Di Bali ataupun diluar bali, sudah banyak pengrajin ata yang mengolah ata menjadi barang seni, sihingga mempunyai nilai tinggi dengan kualitas ekspor. Seperti pada (gambar 2.1) dibawah ini.
Gambar 2.1 Berbagai Bentuk Kerajinan Ata
2.1.1 Proses Produksi Pembuatan Kerajinan Ata
Proses produksi pada dasarnya adalah suatu kegiatan dimana konversi bahan baku (input produksi) menjadi produk (output produksi). Dalam proses produksi kerajinan anyaman ata, yang dilakukan dalam kegiatan usaha tersebut hanya memerlukan peralatan yang relatif sederhana, karena lebih banyak memanfaatkan keahlian tangan manusia untuk menciptakan hasil karya yang memiliki nilai seni tinggi. Tahapan yang dilalui dalam proses produksi kerajinan ata, seperti terlihat pada (gambar 2.2) diagram alir dibawah:
(21)
6
Secara umum, terdapat 3 tahap penting dalam proses pembuatan kerajinan ata, yaitu persiapan, penganyaman, pengeringan/pengasapan.
a) Persiapan
Tahap persiapan merupakan tahapan awal untuk membuat kerajinan ata. Persiapan yang dimaksud adalah penyiapan bahan baku kerajinan. Apabila bahan baku telah tersedia maka proses pembuatan kerajinan ata dapat dilakukan.
b) Penganyaman
Setelah bahan baku yang diperlukan tersedia, proses selanjutnya adalah menganyam bahan baku yang tersedia untuk dibentuk menjadi produk yang diinginkan. Jenis – jenis produk yang dihasilkan bisa bermacam – macam sesuai dengan pesanan, namun adapula bentuk – bentuk baru yang dihasilkan pengrajin hasil dari keterampilan, kreativitas dan kemampuan seni dari para pengrajin.
c) Pengeringan/pengasapan
Setelah ata dianyam menjadi bentuk yang diinginkan, selanjutnya dilakukan tahap pengeringan untuk mengurangi kandungan air yang terdapat pada ata sehingga produk yang dihasilkan tidak berjamur
Pemesanan / Order
Pembersihan Penganyaman
Pengeringan/pengasapan
Pengepakan Persiapan bahan
Pengiriman Barang Bagian Produksi
Gambar 2.2 Diagram Alir Proses Produksi Kerajinan Ata
(22)
7
ketika diekspor. Proses pengeringan ata dilakukan dengan cara pengasapan agar warna yang dihasilkan juga lebih bagus. Ata diletakan di dalam oven lalu diasapi oleh asap yang dihasilkan dari kompor biomassa. Kurang lebih waktu yang diperlukan dalam proses ini adalah satu hari.
2.2 Biomassa
Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses fotosintetis, baik berupa produk maupun buangan. Melalui fotosintesis, karbondioksida di udara ditransformasi menjadi molekul karbon lain (misalnya gula dan selulosa) dalam tumbuhan. Energi kimia yang tersimpan dalam tanaman dan hewan (akibat memakan tumbuhan atau hewan lain) atau dalam kotorannya dikenal dengan nama bio-energi. Contoh biomassa antara lain adalah tanaman, pepohonan, rumput, ubi, limbah pertanian, limbah hutan, limbah perkebunan, tinja dan kotoran ternak. Umumnya biomassa yang digunakan untuk diambil energinya adalah biomassa yang nilai ekonomisnya rendah atau merupakan limbah setelah diambil produk primernya.
Kandungan utama biomassa adalah karbon, oksigen, dan hidrogen. Hal ini ditunjukkan pada tabel 2.1. tentang ultimate analysis of biomass. Pada tabel tersebut memperlihatkan komposisi dari 13 biomassa. Rumus kimia dari biomassa umumnya diwakili oleh CxHyOz. Nilai koefisien dari x, y dan z ditentukan oleh masing-masing
(23)
8
Tabel 2.1 Ultimate analysis of Biomassa (Raveendran et.al.)(Sumber : Raveendran
dkk.1995,Tercantum dalam Badeau Pierre)
2.2.1 Sabut Kelapa
Sabut (serabut) kelapa atau dalam bahasa jawa biasa disebut sepet merupakan bagian yang cukup besar dari buah kelapa, yaitu 35% dari berat keseluruhan buah. Sabut kelapa terdiri dari serat dan gabus yang menghubungkan satu serat dengan serat lainnya. Serat adalah bagian yang berharga dari sabut. Setiap butir kelapa mengandung serat 525 gram (75% dari sabut), dan gabus 175 gram (25% dari sabut). Sabut kelapa ini banyak dimanfaatkan sebagai kerajinan tangan maupun sebagai media tanam, sabut kelapa juga digunakan sebagai bahan bakar pengganti kayu oleh para penduduk desa.
Dari hasil uji proximate dan ultimate dapat diketahui sifat-sifat bahan dasar dari sabut kelapa, sifat-sifat bahan dasarnya meliputi, kadar air 2,45%, kadar abu 1,34%, fixed carbon 21,62%, volatile metter 74,59%, dan Nilai kalornya 3497,24 Cal/g. Dari komposisi tersebut dapat kita simpulkan bahwa nilai kalor yang dimiliki sabut kelapa masih cukup besar sehingga layak untuk pembuatan briket.
(24)
9
POTENSI KELAPA DI BALI
PRODUKSI 2012 (TON) 68.676
PRODUKSI 2011 (TON) 66.747
PRODUKSI 2010 (TON) 66.665
PRODUKSI 2009 (TON) 67.793
PRODUKSI 2008 (TON) 67.877
Sumber Data: Bali Dalam Angka 2013 BPS Provinsi Bali
Jl. Raya Puputan (Renon) No 1, Denpasar 80226 Telp (0361) 238159
Fax (0361) 238162
Updated: 10-4-2015 .
Gambar 2.3 Sabut Kelapa
2.2.2 Sabut Kelapa Sebagai Sumber Energi Alternatif
Sebagai limbah dari hasil produksi, sabut kelapa memang sering kali menimbulkan persoalan tersendiri. Di samping penyimpanannya merampas ruang-ruang terbuka proses penghancurannya juga sangat lambat, sehingga jika tidak mendapat perlakuan segera, bisa menimbulkan gangguan lingkungan. Padahal sabut kelapa sangat potensial bila digunakan sebagai sumber energi alternativ yang murah bagi masyarakat.
Namun pemanfaatannya sebagai bahan bakar, selain kompor minyak maupun kompor gas. Disamping itu penggunaan sabut kelapa sabagai bahan bakar
(25)
10
masih kurang praktis jika masih dalam bentuk utuh. Biasanya yang menggunakan sabut kelapa sebagai bahan bakar adalah industri pembuatan batu bata atau kerajinan keramik yang lain. Padahal jika sabut kelapa ini diubah menjadi bentuk lain agar lebih praktis dalam penggunaannya sebagai bahan bakar maka ini akan menjadi sebuah potensi yang sangat bagus, karena sabut kelapa mudah dicari dan harganya pun dapat dikatakan murah. Bentuk lain dari sabut kelapa agar lebih praktis dalam penggunaannya sebagai bahan bakar adalah dengan mengolahnya lebih lanjut sebagai briket.
Dari sisi momentum saat ini adalah saat yang paling tepat untuk mempromosikan sabut kelapa sebagai salah satu sumber energi alternatif. Jika ini dilakukan, bukan saja memberikan pilihan pada masyarakat menyangkut pemenuhan sumber energi yang murah meriah, pada saat yang sama, juga memberi solusi mengelola sabut kelapa dengan mengedepankan asas manfaat. Momentumnya juga dapat dikatakan tepat karena masyarakat kini tengah dihadapkan pada pilihan sulit dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari mereka, menyusul kenaikan harga bahan bakar minyak.
2.3 Pengenalan Sistem Pengeringan 2.3.1 Prinsip Dasar Pengeringan
Pada dasarnya pengeringan adalah suatu proses pemindahan panas dan uap air secara simultan yang memerlukan energi untuk menguapkan kandungan air yang dipindahkan dari permukaan bahan yang dikeringkan oleh media pengering yang biasanya berupa panas. Biasanya proses pengeringan merupakan suatu proses akhir dari suatu deretan operasi proses dan setelah pengeringan bahan siap untuk disimpan, dijual, atau diolah kembali.
Berdasarkan sumbernya, faktor yang mempengaruhi pengeringan dibedakan menjadi 2 yaitu :
(26)
11
1. Faktor internal, yaitu faktor yang mempengaruhi pengeringan yang berasal dari material itu sendiri, faktor-faktor tersebut ialah ukuran material dan kadar awal air material.
2. Faktor eksternal, yaitu faktor yang mempengaruhi pengeringan yang berasal dari luar material. Faktor-faktor tersebut ialah perbedaan suhu dan kelembaban antara material dan udara pengering dan kecepatan aliran udara pengering.
Berdasarkan atas proses kontak antara media pengering dengan bahan yang akan dikeringkan, maka pengeringan dapat dibedakan menjadi :
1. Pengeringan langsung (Direct drying), disini bahan yang dikeringkan langsung berhubungan dengan bahan yang dipanaskan.
2. Pengeringan tidak langsung (Indirect drying), udara panas berhubungan dengan bahan melalui perantara, umumnya berupa dinding – dinding atau tempat meletakkan bahan. Bahan akan kontak langsung dengan panas secara konduksi.
Berdasarkan cara pemindahan bahan yang dikeringkan, maka proses pengeringan dibedakan menjadi 2 yaitu :
1. Pengeringan Kontinyu (Continuous Drying)
Bahan yang dikeringkan dilewatkan pada alat pengering secara berkesinambungan dengan kapasitas dan kecepatan tetap. Jenis-jenis alat pengering dengan metode kontinyu antar lain pengering terowongan (tunnel dryer), pengeringan drum (drum dryer), pengeringan putar (rotary dryer), pengering semprot (spray dryer).
2. Pengeringan Tumpukan (Batch Drying)
Pada proses ini bahan yang dikeringkan ditampung dalam suatu wadah, kemudian baru dikeringkan dan bahan dikeluarkan setelah mencapai keadaan kering, kemudian dilanjutkan dengan memasukkan bahan berikutnya.
Pengeringan merupakan proses penguapan kandungan air dalam bahan dengan waktu tertentu sesuai dengan kondisi udara di sekitarnya. Pada prinsipnya
(27)
12
pengeringan merupakan suatu proses pemindahan panas dan perpindahan massa uap air secara simultan. Panas sensibel diperlukan untuk menaikkan temperature material yang dikeringkan, sedangkan panas laten diperlukan untuk menguapkan kandungan air yang terdapat pada material. Uap air dipindahkan dari permukaan bahan yang dikeringkan oleh media pengering yang biasanya berupa panas.
Gambar 2.4 T-V diagram (sumber : Yunus, A. Cengel. 1997)
Secara singkat proses yang terjadi dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Proses Pemanasan, pada tahap ini terjadi kenaikan temperature substansi yang dipanaskan sebagai akibat adanya penambahan energy kalor dari luar. Sekalipun sebenarnya terjadi proses penambahan volume, namun perubahan volume yang terjadi sangat kecil maka dianggap bahwa kondisi volume konstan. Adapun energy yang ditambahkan pada proses ini adalah berupa sensibel heat.
2. Proses perubahan fase, sekalipun pada tahapan ini memerlukan banyak energy (latent heat), namun seluruh energy yang diterima oleh substansi tidak menimbulkan perubahan temperature karena dimanfaatkan untuk terjadinya proses penguapan cairan yang terkandung dalam substansi yang dipanaskan (perubahan fase dari cair menjadi uap air).
Pemanasan T
Perubahan fase
Pembuangan uap
(28)
13
3. Proses pembuangan uap bersamaan dengan udara buang, pada tahap ini uap air dibuang keluar ruangan pengering bersamaan dengan aliran udara buang.
Pada dasarnya rangkaian proses yang terjadi selama pengeringan meliputi dua proses sebagai berikut:
• Proses perpindahan panas. • Proses perpindahan massa.
2.3.2 Perpindahan Massa
Proses pengeringan utamanya ditentukan dari besarnya perpindahan massa dari material yang dikeringkan ke fluida pengering, adapun proses perpindahan massa ini tergantung dari beberapa faktor antara lain :
a) Koefisien perpindahan massa (hm)
Perpindahan massa yang berhubungan dengan proses pengeringan adalah secara konveksi.
b) Perbedaan konsentrasi air (ΔCA) antara fluida pengering dan material
yang dikeringkan.
Perpindahan massa pada material dapat terjadi secara difusi, yaitu proses perpindahan massa dari bagian dalam material ke bagian permukaan material dan dilanjutkan dengan perpindahan massa secara konveksi, yaitu proses perpindahan massa dari material ke fluida pengering (udara) yang mengalir. Sehingga perpindahan massa secara konveksi dirumuskan sebagai berikut:
Na = hm.A. (CAS - CA∞) (kmol/s)...(2.1)
Dimana:
hm =koefisien perpindahan massa konveksi (m/s)
(29)
14
CAS =Konsentrasi molar air (uap air) di permukaan material (kmol/m3).
CA∞ =Konsentrasi molar uap air di udara pengering (kmol/m3)
Laju pengeringan tergantung pada besarnya laju perpindahan massa konveksi dari permukaan material menuju udara pengering. Laju perpindahan massa konveksi tergantung pada koefisien perpindahan massa konveksi (hm), besar kecilnya hm
tergantung pada temperature rata – rata udara pengering dan kecepatan aliran fluida (udara) pengering. Makin besar kecepatan dan tinggi temperature udara pengering maka semakin besar hm, semakin besar pula laju perpindahan massa konveksi.
2.4 Perpindahan Panas
Perpindahan panas atau heat transfer adalah ilmu untuk meramalkan energi atau proses perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan temperatur di antara benda atau material, dimana energi yang berpindah tersebut dinamakan kalor atau panas (heat). Panas akan berpindah dari medium yang bertemperatur lebih tinggi ke medium yang temperaturnya lebih rendah. Perpindahan panas ini berlangsung terus sampai ada kesetimbangan temperatur diantara kedua medium tersebut. Perpindahan panas dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, yaitu perpindahan panas secara konduksi, konveksi, dan radiasi.
2.4.1 Perpindahan Panas Konduksi
Perpindahan panas konduksi adalah perpindahan panas yang terjadi akibat adanya perbedaan temperatur antara permukaan yang satu dengan permukaan yang lain pada suatu media padat atau pada media fluida yang diam.
Konsep yang ada pada konduksi adalah merupakan aktivitas atomik dan molekuler. Sehingga peristiwa yang terjadi pada konduksi adalah perpindahan energi dari partikel yang lebih energetik (molekul lebih berenergi/bertemperatur tinggi) menuju partikel yang kurang energetik (molekul kurang berenergi/ bertemperatur lebih rendah), akibat adanya interaksi antara partikel-partikel tersebut.
Untuk kondisi perpindahan panas keadaan steady melalui dinding datar satu dimensi seperti ditunjukan pada gambar 2.5.
(30)
15
Gambar 2.5 Perpindahan panas konduksi pada dinding datar Sumber : (Incropera, Frank P and DeWitt, David P., 1996)
Persamaan laju konduksi dikenal dengan Hukum Fourier tentang Konduksi (Fourier Low of Heat Conduction), yang persamaan matematikanya sebagai berikut:
qkond =
dx dT kA
... (2.2) dimana :
qkond = Laju perpindahan panas konduksi (W)
k = Konduktivitas thermal bahan (W/m.K)
A = Luas penampang tegak lurus terhadap arah aliran panas (m2)
dx dT
= Gradien temperatur pada penampang tersebut (K/m)
Tanda negatif (-) diselipkan agar memenuhi Hukum Kedua Termodinamika, yaitu bahwa panas mengalir dari media yang bertemperatur lebih tinggi menuju media yang temperaturnya lebih rendah.
2.4.2 Perpindahan Panas konveksi
Perpindahan panas konveksi adalah perpindahan panas yang terjadi akibat adanya perbedaan temperatur dari suatu permukaan media padat menuju fluida yang mengalir (bergerak) atau sebaliknya. Suatu fluida memiliki temperatur, T, yang bergerak dengan kecepatan, u, di atas permukaan media padat (Gambar 2.6). Temperatur media padat lebih tinggi dari temperatur fluida, maka akan terjadi perpindahan panas konveksi dari media padat ke fluida yang mengalir.
(31)
16
Gambar 2.6 Perpindahan panas konveksi dari permukaan media padat ke fluida yang mengalir Sumber: (Incropera dan DeWitt, 3rd ed.)
Laju perpindahan panas konveksi adalah merupakan Hukum Newton tentang pendinginan (Newton’s Law of Cooling) yaitu:
qkonv = h.As.(Ts - T) ... (2.3)
dimana :
qkonv = Laju perpindahan panas konveksi (W)
h = Koefisien perpindahan panas konveksi ( W/m2.K) As = Luas permukaan perpindahan panas (m2)
Ts = Temperatur permukaan (K)
T = Temperatur fluida (K)
Menurut aliran fluidanya, perpindahan panas konveksi dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Konveksi paksa (forced convection), terjadi bila aliran fluidanya disebabkan oleh gaya luar, seperti : blower, pompa, atau kipas angin.
2. Konveksi alamiah (natural convection), terjadi bila aliran fluidanya disebabkan oleh efek gaya apungnya (buoyancy forced effect). Pada fluida, temperatur berbanding terbalik/berlawanan dengan massa jenis (density). Dimana, makin tinggi temperatur fluida maka makin rendah massa jenis fluida tersebut, sebaliknya makin rendah temperatur maka makin tinggi massa jenisnya. Fluida dengan temperatur lebih tinggi akan menjadi lebih ringan karena massa jenisnya mengecil maka akan naik mengapung di atas fluida yang lebih berat.
(32)
17
2.4.3 Perpindahan Panas Radiasi
Proses perpindahan panas secara radiasi (pancaran) adalah suatu proses perpindahan energy panas yang terjadi dari benda yang bertemperatur tinggi menuju benda dengan temperatur lebih rendah dengan tanpa melalui suatu medium perantara. (Kreith 1986).
Pada proses perpindahan energy panas secara radiasi ini semua permukaan pada temperature tertentu mengemisikan energi dalam bentuk gelombang elektromagnetik, proses perpindahan panas secara radiasi dapat pula terjadi pada dua media yang dibatasi oleh media yang bersuhu lebih dingin daripada keduanya (Cengel 1997). Sehingga dapat disimpulkan bahwa perpindahan panas secara radiasi adalah mekanisme perpindahan panas yang terjadi melalui gelombang elektro magnetic yang terjadi pada suatu permukaan dengan emisivitas antara nol dan satu.
Laju perpindahan panas radiasi atau panas yang diemisika oleh permukaan suatu benda riil (nyata) adalah :
q RADIASI = ε σ Ts4 A...(2.4) Dimana:
q RADIASI = laju perpindahan panas secara radiasi (Watt)
ε = emisivitas permukaan benda.
σ = konstanta Stevan – Boltzmann (5,67 . 10-8) (W/ ) Ts =Temperatur permukaan benda, selalu dalamabsolut (K)
A = Luas permukaan perpindahan panas radiasi (m2) Tsur = Temperatur surrounding (K)
Laju perpindahan panas radiasi netto antara permukaan benda yang bertemperatur lebih tinggi menuju permukaan media yang bertemperatur lebih rendah atau sebaliknya dinyatakan dengan :
(33)
18
q RAD. NETTO = ε A σ (Ts4- Tsur4) jika Tsur <Ts...(2.5)
q RAD. NETTO = ε A σ (Tsur4- Ts4) jika Tsur >Ts...(2.6)
2.5 Udara Pengering
Fluida adalah suatu zat atau substansi yang akan mengalami deformasi secara berkesinambungan apabila menerima gaya geser walaupun gaya geser yang diterimanya tersebut sangat kecil. Fluida terdiri dari komposisi molekul – molekul dalam gerakan konstan.
2.5.1 Aliran Udara Pengeringan
Pada proses pengering ini menggunakan proses aliran alami (Natural Flow) yaitu menggunakan cerobong sebagai pengalir udara, sehingga laju aliran massa (mass flow rate) udara dipengaruhi oleh efek gaya apung. (Bouyancy Force Effect). Dengan laju aliran massa udara yang alami memungkinkan udara pengering mencapai temperatur yang lebih tinggi, sehingga udara pengering dapat mengeringkan dengan lebih efisien.
Fungsi aliran udara pengering adalah :
- Sebagai perantara gelombang panas melintasi permukaan luarmaterial, sehingga yang terkandung pada material terevaporasi.
- Membawa uap air yang terevaporasi dari permukaan materialmenuju cerobong pembuangan udara bercampur uap.
2.6 Kelembaban Udara (Air Humidity)
Material memiliki kemampuan untuk menyerap dan melepaskan kandungan air. Oleh karena itu penting untuk dapat mengetahui tingkat kelembaban udara sekitarnya.
(34)
19
Adapun macam – macam kelembaban udara, adalah sebagai berikut :
a) Kelembaban Udara Absolut (Absolute Humidity, ω)
Kelembaban udara absolut adalah nilai jumlah kandungan uap air dalam satu kilogram udara (gr/Kg). Namun nilai kelembaban udara absolut ini sangat dipengaruhi oleh panas termal udara, namun demikian nilainya tidak mengalami perubahan saat mengalami pemanasan ataupun pendinginan. Pada temperatur tinggi, udara cenderung menghisap kelembaban (uap air)
b) Kelembaban Udara Relatif (Relative Humidity, Ф)
Adalah jumlah persentase kandungan uap air yang dihitung atas dasar udara berkandungan maksimum (udara jenuh). Kelembaban relatif pada udara jenuh harus selalu 100%. Kelembaban udara relatif akan menurun bila udara dipanaskan dan meningkat bila udara didinginkan. Dengan catatan bahwa jumlah kandungan air yang ada pada udara tidak mengalami perubahan.
2.7 Sistem Pengering Buatan
System pengering buatan berbeda dengan system pengering secara alami (Natural Air Drying), pada system ini proses pengeringan tidak sepenuhnya bergantung pada kondisi cuaca. Sirkulasi gerakan dan arah angin yang mengandung energy panas udara yang mengalir baik proses aliran paksa maupun alami, bila udara dalam ruangan terlalu lembab udara tersebut dapat dibuang melalui saluran pembuangan (damper) untuk kemudian digantikan dengan udara baru yang tidak terlalu lembab.
Sifat pengering buatan dibuat untuk mendapatkan beberapa nilai positif yang tidak dapat dicapai oleh sistem pegeringan secara, alami, misalnya:
1. Proses pengeringan tidak sepenuhnya bergantung pada panas matahari atau kondisi musim.
(35)
20
2. Dengan singkatnya proses pengeringan, kapasitas pengeringan dapatditingkatkan.
3. Proses pengeringan dapat terjadi secara kontinyu dan dapat dilakukan sewaktu – waktu sesuai keinginan.
4. Bahan yang dikeringkan akan lebih aman dari gangguan luar yang dapat merusak bahan atau produk, seperti : debu, hewan, gangguan cuaca dan lain- lain.
5. Penggunaan filter udara pada saluran udara masuk memungkinkan bahwaudara pengeringan benar – benar bersih dari kotaran, debu dan lainnya.
2.8 Stack Effect
Stack efek adalah pergerakan udara ke dan dari cerobong asap, tumpukan gas buang, dan didorong oleh kemampuan mengapung. Apung terjadi karena perbedaan tekanan antara dalam ruangan dorongan kerapatan udara bebas yang disebabkan oleh perbedaan suhu dan kelembapan. Hasilnya adalah positif atau negatif (gaya apung). Semakin besar perbedaan termal dan ketinggian struktur, semakin besar kekuatan daya apung, dan dengan demikian efek tumpukan yang disebut sebagai “efek cerobong asap” akan membantu mendorong ventilasi alami dan infiltrasi.
2.9 Nilai Kalor
Nilai kalor adalah suatu angka yang menyatakan jumlah panas/kalori yang dihasilkan dari proses pembakaran sejumlah bahan bakar tertentu dengan udara/oksigen menurut Yelina,dkk (2000). [14]
Nilai kalor dapat dicari dengan menggunakan alat bomb calorimeteruntuk mengetahui selisih perubahan temperature dalam proses pembakaran dan data tersebut dapat dihitung dengan rumus :
(36)
21
HHV = ...(2.8) LHV = ...(2.9)
Dimana :
HHV = Nilai kalor atas bahan bakar (kal/gr)
C = Nilai kalor standarisasi dari natrium benzoid acid (kal/˚C)
= (T2-T1) selisih antara temperatur akhir dengan temperatur awal (˚C)
LHV = Nilai kalor bawah bahan bakar (kal/gr)
X = Massa H2O yang terbentuk selama proses pembakaran
persatuan massa bahan bakar (gr H2O/grbb)
(37)
22
2.10 Kesetimbangan Energi
Kesetimbangan energi yang terjadi pada sistem pengering (alat pengering dan kompor biomassa) seperti gambar 2.7 dibawah ini:
Gambar 2.7 Sistem Pengeringan
Keterangan :
= Laju energi bahan bakar (kJ/s)
= Laju energi losses pada abu (kJ/s)
= Laju energi losses pada cerobong (kJ/s)
= Laju panas losses pada transmisi dinding kompor (kJ/s) = Laju panas losses pada transmisi dinding pengering (kJ/s)
= Laju panas losses pada transmisi penghubung kompor dengan ruang pengering (kJ/s)
(38)
23
Kesetimbangan energi pada sistem pengering:
=
+
...(2.10)Dimana:
= Laju energi masuk sistem pengering (kJ/s)
= Laju energi tersimpan dalam sistem (kJ/s)
= Laju energi keluar sistem (kJ/s)
Asumsi :
= 0, karena sistem steady state
Maka persamaan diatas:
=
...(2.11)=
+
...,...(2.12)=
...(2.13)
Maka:
=
+
...(2.14)Laju energi losses pada cerobong:
=
(
+
) Cp . Tc ...
...(2.15)Laju energi losses pada abu:
=
x C
px
...(2.16)
Dimana:
= Laju energi losses pada cerobong (kJ/s)
= Laju energi losses pada abu (kJ/s)
= Laju massa abu (Kg/s)
= Laju massa flue gas (Kg/s)
= Laju massa air pada ata yang terbuang/menguap (Kg/s)
= kalor jenis pada tekanan kontas (udara)
(39)
24
= Temperatur abu (˚C)
Laju energi losses pada kompor:=
=
...(2.17) Laju energi losses pada saluran penghubung kompor dengan tungku pengering=
=
...(2.18) Laju energi losses pada tungku pengering=
=
...(2.19) Rtotal =...(2.20) Dimana:
A = Luas Penampang (m2 )
R1 = Tahanan termal pada plat besi (K/W)
R2 = Tahanan termal pada glass wool (K/W)
LB = Tebal material glass wool (m)
LA = Tebal material plat besi (m)
KB = Konduktifitas termal glass wool (w/m.k)
KA = Konduktifitas termal plat besi (w/m.k)
Tsin = Temperatur dalam dinding (˚C)
Tsout = Temperatur luar dinding (˚C)
2.11 Laju Massa Bahan Bakar
Laju massa bahan bakar dapat dihitung menggunakan rumus : = Laju massa bahan bakar (kg/s)
(40)
25
bb = ...(2.21)
imana :
mawal = Massa awal bahan bakar (kg)
msisa = Massa sisa bahan bakar (kg)
t = Waktu proses pengeringan (s)
2.12 Performansi Pengeringan
Performansi pengeringan dengan memanfaatkan energi panas dari kompor biomassa meliputi parameter berikut ini :
a. Energi panas berguna ), yaitu jumlah energi kalor yang digunakan untuk menguapkan masa air pada material persatuan waktu, dinyatakan dalam bentuk persamaan sebagai berikut :
= = (W) ...(2.22)
Dimana ;
= Laju energi panas berguna (kJ/s)
=Energi penguap (kJ/s)
=Laju massa air pada ata yang terbuang/menguap (kg/s) = didapat dari tabel saturated water yang dimana diasumsikan suhu material yang dipanaskan (kal/gr)
b. Sumber Energi dari bahan bakar yang memasuki rak pengering secara matematis ditulis dalam persamaan sebagaimana berikut ini :
= bb . HHV (W) ...(2.23)
Dimana :
= Laju energi bahan bakar yang dipergunakan (kJ/s)
bb=Laju massa bahan bakar yang dipergunakan (kg/s)
(1)
2. Dengan singkatnya proses pengeringan, kapasitas pengeringan dapatditingkatkan.
3. Proses pengeringan dapat terjadi secara kontinyu dan dapat dilakukan sewaktu – waktu sesuai keinginan.
4. Bahan yang dikeringkan akan lebih aman dari gangguan luar yang dapat merusak bahan atau produk, seperti : debu, hewan, gangguan cuaca dan lain- lain.
5. Penggunaan filter udara pada saluran udara masuk memungkinkan bahwaudara pengeringan benar – benar bersih dari kotaran, debu dan lainnya.
2.8 Stack Effect
Stack efek adalah pergerakan udara ke dan dari cerobong asap, tumpukan gas buang, dan didorong oleh kemampuan mengapung. Apung terjadi karena perbedaan tekanan antara dalam ruangan dorongan kerapatan udara bebas yang disebabkan oleh perbedaan suhu dan kelembapan. Hasilnya adalah positif atau negatif (gaya apung). Semakin besar perbedaan termal dan ketinggian struktur, semakin besar kekuatan daya apung, dan dengan demikian efek tumpukan yang
disebut sebagai “efek cerobong asap” akan membantu mendorong ventilasi alami dan
infiltrasi.
2.9 Nilai Kalor
Nilai kalor adalah suatu angka yang menyatakan jumlah panas/kalori yang dihasilkan dari proses pembakaran sejumlah bahan bakar tertentu dengan udara/oksigen menurut Yelina,dkk (2000). [14]
Nilai kalor dapat dicari dengan menggunakan alat bomb calorimeteruntuk mengetahui selisih perubahan temperature dalam proses pembakaran dan data tersebut dapat dihitung dengan rumus :
(2)
HHV
=
...(2.8) LHV = ...(2.9) Dimana :HHV = Nilai kalor atas bahan bakar (kal/gr)
C = Nilai kalor standarisasi dari natrium benzoid acid (kal/˚C) = (T2-T1) selisih antara temperatur akhir dengan temperatur
awal (˚C)
LHV = Nilai kalor bawah bahan bakar (kal/gr)
X = Massa H2O yang terbentuk selama proses pembakaran
persatuan massa bahan bakar (gr H2O/grbb)
(3)
2.10 Kesetimbangan Energi
Kesetimbangan energi yang terjadi pada sistem pengering (alat pengering dan kompor biomassa) seperti gambar 2.7 dibawah ini:
Gambar 2.7 Sistem Pengeringan
Keterangan :
=
Laju energi bahan bakar(kJ/s)
=
Laju energi losses pada abu(kJ/s)
=
Laju energi losses pada cerobong(kJ/s)
= Laju panas losses pada transmisi dinding kompor
(kJ/s)
= Laju panas losses pada transmisi dinding pengering
(kJ/s)
= Laju panas losses pada transmisi penghubung kompor dengan ruang pengering
(kJ/s)
(4)
Kesetimbangan energi pada sistem pengering:
=
+
...(2.10)Dimana:
= Laju energi masuk sistem pengering (kJ/s)
= Laju energi tersimpan dalam sistem (kJ/s)
= Laju energi keluar sistem (kJ/s)
Asumsi :
= 0, karena sistem steady state
Maka persamaan diatas:
=
...(2.11)=
+
...,...(2.12)=
...(2.13) Maka:=
+
...(2.14)Laju energi losses pada cerobong:
=
(
+
) C
p. T
c ...(2.15)Laju energi losses pada abu:
=
x C
px
...(2.16)Diman
a:
=
Laju energi losses pada cerobong (kJ/s)=
Laju energi losses pada abu (kJ/s)=
Laju massa abu (Kg/s)=
Laju massa flue gas (Kg/s)=
Laju massa air pada ata yang terbuang/menguap (Kg/s)=
kalor jenis pada tekanan kontas (udara)(5)
=
Temperatur abu (˚C)Laju energi losses pada kompor: =
=
...(2.17) Laju energi losses pada saluran penghubung kompor dengan tungku pengering=
=
...(2.18) Laju energi losses pada tungku pengering=
=
...(2.19) Rtotal =...(2.20) Diman
a:
A = Luas Penampang (m2 )
R1 = Tahanan termal pada plat besi (K/W)
R2 = Tahanan termal pada glass wool (K/W)
LB = Tebal material glass wool (m)
LA = Tebal material plat besi (m)
KB = Konduktifitas termal glass wool (w/m.k)
KA = Konduktifitas termal plat besi (w/m.k)
Tsin = Temperatur dalam dinding (˚C)
Tsout = Temperatur luar dinding (˚C) 2.11 Laju Massa Bahan Bakar
Laju massa bahan bakar dapat dihitung menggunakan rumus : = Laju massa bahan bakar (kg/s)
(6)
bb = ...(2.21)
imana :
mawal = Massa awal bahan bakar (kg)
msisa = Massa sisa bahan bakar (kg)
t = Waktu proses pengeringan (s)
2.12 Performansi Pengeringan
Performansi pengeringan dengan memanfaatkan energi panas dari kompor biomassa meliputi parameter berikut ini :
a. Energi panas berguna ), yaitu jumlah energi kalor yang digunakan untuk menguapkan masa air pada material persatuan waktu, dinyatakan dalam bentuk persamaan sebagai berikut :
= = (W) ...(2.22) Dimana ;
= Laju energi panas berguna (kJ/s)
=Energi penguap (kJ/s)
=Laju massa air pada ata yang terbuang/menguap (kg/s) = didapat dari tabel saturated water yang dimana diasumsikan suhu material yang dipanaskan (kal/gr)
b. Sumber Energi dari bahan bakar yang memasuki rak pengering secara matematis ditulis dalam persamaan sebagaimana berikut ini :
= bb . HHV (W) ...(2.23)
Dimana :
= Laju energi bahan bakar yang dipergunakan (kJ/s)
bb=Laju massa bahan bakar yang dipergunakan (kg/s)