BAB 3 Arahan Kebijakan dan Rencana Strategis Infrastruktur Bidang Cipta Karya - DOCRPIJM 1504175285BAB 3 ARAHAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA

BAB 3 Arahan Kebijakan dan Rencana Strategis Infrastruktur Bidang Cipta Karya 3.1. ARAHAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA DAN ARAHAN PENATAAN RUANG

3.1.1. ARAHAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA

  Rencana pembangunan infrastruktur permukiman disusun dengan yang mengacu pada rencana tata ruang maupun rencana pembangunan, baik skala nasional maupun skala provinsi dan kabupaten/kota. Dengan memperhatikan kondisi eksisting, perencanaan dan pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya juga mengacu pada amanat pembangunan nasional dan amanat internasional seperti Agenda Habitat, Amanat RIO +20, amanat Milenium Development Goals, dan amanat pembangunan internasional lain. Pembangunan bidang Cipta Karya juga memperhatikan Isu-isu Strategis yang mempengaruhi pembangunan pada suatu wilayah seperti lokasi rawan bencana alam, dampak terjadinya perubahan iklim, faktor daya beli masyarakat akibat kemiskinan, reformasi birokrasi, kepadatan penduduk khususnya pada kawasan perkotaan, serta green economy. Pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dengan melibatkan unsur masyarakat dan stakeholder dari dunia usaha (swasta) supaya tercipta Permukiman yang Layak Huni dan Berkelanjutan.

Gambar 3.1. Arahan Pembangunan Bidang Cipta Karya

  Penjabaran rencana pembangunan tersebut akan disusun secara sistematis dengan berlandaskan pada rencana kerangka jangka menengah yang menjadi dasar pada penjabaran rencana kerja bidang Cipta Karya, dan juga mengacu pada Rencana Strategis (Renstra) Cipta Karya. Untuk itu, sesuai dengan yang telah digariskan pada Rencana Strategis, diperlukan penyusunan rencana yang lebih teknis, yang didasarkan pada skenario pemanfaatan dan perwujudan struktur dan pola ruang yang diwujudkan dalam strategi pengembangan wilayah dan strategi pengembangan sektor. Rencana yang lebih teknis tersebut disusun dalam kerangka jangka menengah dan dijabarkan pada tataran kegiatan yang lebih rinci dari berbagai macam aspek, seperti rencana pendanaan, sumber pendanaan dan kerangka pelaksanaannya. Dokumen perencanaan tersebut diwujudkan dalam bentuk Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPIJM) bidang Cipta Karya.

Gambar 3.2. Konsep Perencanaan dan Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya

  Dalam pelaksanaannya nanti RPIJM Bidang Cipta Karya yang merupakan perencanaan investasi jangka menengah, akan menjadi salah satu aspek yang dipertimbangkan dalam penyusunan anggaran atau rencana kerja tahunan, baik di tingkat pusat maupun di tingkat provinsi dan Kabupaten/Kota. Dalam arti bahwa rencana pembangunan dalam RPIJM tersebut harus tertuang dalam rencana kerja/RKP/RKPD.

  Dengan demikian jelas bahwa RPIJM Bidang Cipta Karya merupakan perwujudan rencana dari berbagai macam kebijakan yang menyangkut pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya, sesuai dengan sistem perencanaan pembangunan nasional yang berlaku Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Penyusunan Program bidang Cipta Karya merupakan rangkaian aktivitas penyiapan usulan kegiatan ke-Cipta Karya-an di tingkat kabupaten/kota sampai dengan provinsi yang selaras dengan pencapaian sasaran kinerja DJCK dan penanganan isu-isu strategis bidang Cipta Karya bersumber pada dokumen RPIJM.

A. RPJPN 2005 - 2025

  RPJPN 2005-2025 yang ditetapkan melalui UU No. 17 tahun 2007 merupakan dokumen perencanaan pembangunan jangka panjang sebagai arah dan prioritas pembangunan secara menyeluruh yang akan dilakukan secara bertahap dalam jangka waktu 2005-2025. Dalam dokumen tersebut ditetapkan bahwa Visi Indonesia pada tahun 2025 adalah Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur.

  Dengan penjelasan sebagai berikut:

  

Mandiri : Bangsa mandiri adalah bangsa yang mampu mewujudkan kehidupan

  sejajar dan sederajat dengan bangsa lain yang telah maju dengan mengandalkan pada kemampuan dan kekuatan sendiri.

  

Maju : Suatu bangsa dikatakan makin maju apabila sumber daya manusianya

  memiliki kepribadian bangsa, berakhlak mulia, dan berkualitas pendidikan yang tinggi.

  

Adil : Sedangkan Bangsa adil berarti tidak ada diskriminasi dalam bentuk apapun,

baik antarindividu, gender, maupun wilayah.

Makmur : Kemudian Bangsa yang makmur adalah bangsa yang sudah terpenuhi

  seluruh kebutuhan hidupnya, sehingga dapat memberikan makna dan arti penting bagi bangsa-bangsa lain di dunia. Dalam penjabarannya RPJPN mengamanatkan hal-hal berikutdalam pembangunan bidang Cipta Karya, yaitu: mewujudkan visi pembangunan nasional tersebut ditempuh melalui 8 (delapan) misi pembangunan nasional sebagai berikut:

  1. Dalam mewujudkan Indonesia yang berdaya-saing maka pembangunan dan penyediaan air minum dan sanitasi diarahkan untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat serta kebutuhan sector-sektor terkait lainnya, seperti industry, perdagangan, transportasi, pariwisata, dan jasa sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi. Pemenuhan kebutuhan tersebut dilakukan melalui pendekatan tanggap kebutuhan

  (demand responsive) dan pendekatan terpadu dengan sektor sumber daya alam dan lingkungan hidup, sumber daya air, serta kesehatan.

  2. Dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan maka pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat berupa air minum dan sanitasi diarahkan pada (1) peningkatan kualitas pengelolaan asset (asset management) dalam penyediaan air minum dan sanitasi, (2) pemenuhan kebutuhan minimal air minum dan sanitasi dasar bagi masyarakat , (3) penyelenggaraan pelayanan air minum dan sanitasi yang kredibel dan professional, dan (4) penyediaan sumber-sumber pembiayaan murah dalam pelayanan air minum dan sanitasi bagi masyarakat miskin.

  3. Salah satu sasaran dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan adalah terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukungnya bagi seluruh masyarakat untuk mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh. Peran pemerintah akan lebih difokuskan pada perumusan kebijakan pembangunan sarana dan prasarana, sementara peran swasta dalam penyediaan sarana dan prasarana akan makin ditingkatkan terutama untuk proyek-proyek yang bersifat komersial.

  4. Upaya perwujudan kota tanpa permukiman kumuh dilakukan pada setiap tahapan RPJMN, yaitu: RPJMN 2010-2014: Daya saing perekonomian ditingkatkan melalui percepatan pembangunan infrastruktur dengan lebih meningkatkan kerjasama antara pemerintah dan dunia usaha dalam pengembangan perumahan dan permukiman.

  RPJMN 2015-2019: Pemenuhan kebutuhan hunian bagi seluruh masyarakat terus meningkat karena didukung oleh system pembiayaan perumahan jangka panjang dan berkelanjutan, efisien, dan akuntabel. Kondisi itu semakin mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh. RPJMN 2020-2024: Terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung sehingga terwujud kota tanpa permukiman kumuh.

B. RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH NASIONAL 2014 - 2019

  RPJMN 2015-2019 merupakan dokumen perencanaan nasional jangka menengah hasil penjabaran tahapan ketiga dari RPJPN 2005-2025 yang kemudian disandingkan dengan Visi, Misi, dan Agenda Presiden/Wakil Presiden (Nawa Cita).

  Dalam rangka mewujudkan cita-cita dan visi pembangunan jangka panjang, periode 2015- 2019 menjadi sangat penting karena merupakan titik kritis untuk meletakkan landasan yang kokoh untuk mendorong ekonomi Indonesia agar dapat maju lebih cepat dan bertransformasi dari kondisi saat ini sebagai negara berpenghasilan menengah menjadi negara maju dengan penghasilan per kapita yang cukup tinggi. Meskipun demikian, upaya peningkatan kinerja perekonomian Indonesia perlu memperhatikan kondisi peningkatan kesejahteraan yang berkelanjutan, warga yang berkepribadian dan berjiwa gotong royong, dan masyarakat memiliki keharmonisan antar kelompok sosial, serta postur perekonomian yang semakin mencerminkan pertumbuhan yang berkualitas, yakni bersifat inklusif, berbasis luas, berlandaskan keunggulan sumber daya manusia serta kemampuan IPTEK dan bergerak menuju kepada keseimbangan antar sektor ekonomi dan antar wilayah, serta makin mencerminkan keharmonisan antara manusia dan lingkungan. Maka dari itu, ditetapkan visi pembangunan nasional untuk tahun 2015-2019 adalah: “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong-Royong ”.

  Salah satu tantangan pokok dalam mewujudkan visi pembangunan 2015- 2019 adalah terbatasnya ketersediaan infrastruktur untuk mendukung peningkatan kemajuan ekonomi. Untuk itu, ketersediaan infrastruktur permukiman harus ditingkatkan untuk mendukung agenda pembangunan nasional yang tercantum dalam Nawacita seperti membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan, serta meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing ekonomi. Maka dari itu, salah satu arahan kebijakan umum RPJMN 2015-2019 adalah mempercepat pembangunan infrastruktur untuk pertumbuhan dan pemerataan.

  Pembangunan infrastruktur diarahkan untuk memperkuat konektivitas nasional untuk mencapai keseimbangan pembangunan, mempercepat penyediaan infrastruktur dasar (perumahan, air bersih, sanitasi, dan listrik), menjamin ketahanan air, pangan dan energi untuk mendukung ketahanan nasional, dan mengembangkan sistem transportasi massal perkotaan, yang seluruhnya dilaksanakan secara terintegrasi dan dengan meningkatkan peran kerjasama Pemerintah-Swasta. Adapun sasaran pokok yang ingin dicapai pada tahun 2019 terkait pembangunan perumahan dan kawasan permukiman adalah terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat untuk bertempat tinggal pada hunian yang layak yang didukung oleh prasarana, sarana dan utilitas yang memadai, meliputi akses terhadap air minum dan sanitasi yang layak dan terjangkau dan diprioritaskan dalam rangka meningkatkan standar hidup penduduk 40 persen terbawah.

  Sasaran pembangunan kawasan permukiman yang tercantum dalam RPJMN 2015-2019 adalah sebagai berikut:

  1. Tercapainya pengentasan permukiman kumuh perkotaan menjadi 0 persen;

  2. Tercapainya 100 persen pelayanan air minum bagi seluruh penduduk Indonesia;

  3. Optimalisasi penyediaan layanan air minum;

  4. Peningkatan efisiensi layanan air minum dilakukan melalui penerapan prinsip jaga air, hemat air dan simpan air secara nasional;

  5. Penciptaan dokumen perencanaan infrastruktur permukiman yang mendukung;

  6. Meningkatnya akses penduduk terhadap sanitasi layak (air limbah domestik, sampah dan drainase lingkungan) menjadi 100 persen pada tingkat kebutuhan dasar;

  7. Meningkatnya keamanan dan keselamatan bangunan gedung termasuk keserasiannya terhadap lingkungan.

C. RENSTRA DITJEN CIPTA KARYA 2014 - 2019

  Kebijakan dan strategi penyelenggaraan kegiatan Direktorat Jenderal Cipta Karya diarahkan dengan memperhatikan tugas, fungsi dan tanggung jawab Direktorat Jenderal Cipta Karya yang meliputi kegiatan utama berupa Pengaturan, Pembinaan, dan Pengawasan (Turbinwas), dan kegiatan pembangunan (Bang).

  Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2015 tentang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, tugas Ditjen Cipta Karya adalah menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengembangan kawasan permukiman, pembinaan penataan bangunan, pengembangan sistem penyediaan air minum, pengembangan sistem pengelolaan air limbah dan drainase lingkungan serta persampahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam menyelenggarakan tugas tersebut, Ditjen Cipta Karya melaksanakan fungsi:

  a) perumusan kebijakan di bidang pengembangan kawasan permukiman, pembinaan penataan bangunan, pengembangan sistem penyediaan air minum, pengembangan sistem pengelolaan air limbah dan drainase lingkungan serta persampahan; b) pelaksanaan kebijakan di bidang pengembangan kawasan permukiman, pembinaan penataan bangunan, pengembangan sistem penyediaan air minum, pengembangan sistem pengelolaan air limbah dan drainase lingkungan serta persampahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

  c) penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengembangan kawasan permukiman, pembinaan penataan bangunan, pengembangan sistem penyediaan air minum, pengembangan sistem pengelolaan air limbah dan drainase lingkungan serta persampahan; d) pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pengembangan kawasan permukiman, pembinaan penataan bangunan, pengembangan sistem penyediaan air minum, pengembangan sistem pengelolaan air limbah dan drainase lingkungan serta persampahan; e) pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang pengembangan kawasan permukiman, pembinaan penataan bangunan, pengembangan sistem penyediaan air minum, pengembangan sistem pengelolaan air limbah dan drainase lingkungan serta persampahan; f) pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Cipta Karya; dan g) pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.

  Adapun dalam pelaksanaan pembangunan infrastruktur keciptakaryaan, Ditjen Cipta Karya menggunakan tiga strategi pendekatan yaitu membangun sistem, memfasilitasi Pemerintah Daerah Provinsi, Kota dan Kabupaten, serta memberdayakan masyarakat melalui program-program pemberdayaan masyarakat. Dalam membangun sistem, Ditjen Cipta Karya memberikan dukungan pembangunan infrastruktur dengan memprioritaskan sistem infastruktur Provinsi/Kabupaten/Kota. Dalam hal fasilitasi Pemerintah Daerah, bentuk dukungan yang diberikan adalah fasilitasi kepada Pemerintah Daerah dalam penguatan kelembagaan, keuangan, termasuk pembinaan teknis terhadap tugas dekonsentrasi dan pembantuan. Untuk pemberdayaan masyarakat, bentuk dukungan yang diberikan adalah pembangunan infrastruktur keciptakaryaan melalui program-program pemberdayaan masyarakat.

  Pada dasarnya untuk bidang Cipta Karya, hampir semua tugas pembangunan dikerjakan bersama pemerintah daerah, baik pemerintah Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, peran pemerintah pusat, dalam hal ini Ditjen Cipta Karya lebih terfokus kepada tugas pengaturan, pembinaan dan pengawasan (Turbinwas). Tugas pengaturan dilakukan melalui penyusunan kebijakan dan strategi, penyusunan Norma, Standar, Pedoman dan Kriteria (NSPK), penetapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) serta tugas-tugas lain yang bersifat penyusunan perangkat peraturan. Sedangkan tugas pembinaan dilakukan dalam bentuk dukungan perencanaan, pemberian bantuan administrasi dan teknis, supervisi serta konsultasi. Untuk tugas pengawasan, peran pemerintah pusat dilakukan dalam bentuk monitoring dan evaluasi kinerja. Keseluruhan tugas pengaturan, pembinaan dan pengawasan ini didanai oleh Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), disertai dukungan dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).

  Meskipun fokus melakukan tugas Turbinwas, Ditjen Cipta Karya juga melakukan kegiatan pembangunan infrastruktur Cipta Karya. Berdasarkan Undang-Undang Pemerintah Daerah, Ditjen Cipta Karya diamanatkan melakukan pembangunan infrastruktur skala nasional (lintas provinsi), serta infrastruktur untuk kepentingan nasional. Di samping itu, Ditjen Cipta Karya juga melakukan kegiatan pembangunan dalam rangka pemenuhan SPM sebagai stimulan bagi Pemerintah Daerah untuk meningkatkan komitmennya dalam melakukan pembangunan infrastruktur Cipta Karya. Pemda juga bertanggung jawab atas operasional dan pemeliharaan infrastruktur yang terbangun.

  Ditjen Cipta Karya juga menyelenggarakan pembangunan dengan pendekatan pola pemberdayaan khususnya kegiatan yang mendorong peran serta masyarakat dalam pembangunan lingkungannya. Untuk tugas pembangunan juga ada melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk memenuhi target pencapaian SPM berupa bantuan khusus yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya dengan kriteria-kriteria teknis tertentu. Selain itu terdapat pola hibah, yaitu bantuan yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan kegiatan strategis nasional yang mendesak.

  Dalam melaksanakan kegiatan pembangunan, proses perencanaan perlu diselenggarakan dengan mengacu kepada amanat perundangan (Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Presiden), baik spasial maupun sektoral. Selain itu, perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya juga memperhatikan kondisi eksisting, isu strategis, serta potensi daerah.

  Keterpaduan pembangunan bidang Cipta Karya diarahkan untuk mendukung pengembangan wilayah pada Wilayah Pengembangan Strategis (WPS). WPS merupakan wilayah-wilayah yang dipandang memerlukan prioritas pembangunan yang didukung keterpaduan penyelenggaraan infrastruktur dan meningkatkan peran serta seluruh stakeholder. Dalam Renstra Kementerian PU-PR 2015-2019 telah ditetapkan 35 WPS yang merepresentasikan keseimbangan pembangunan antar wilayah dan mereflksikan amanat NAWACITA yaitu pembangunan wilayah dimulai dari pinggiran dan perwujudan konektivitas dan keberpihakan terhadap maritim.

  Selanjutnya pembangunan infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat akan diterpadukan pertama, dengan pengembangan 16 Kawasan Srategis Pariwisata Nasional Prioritas (KSPNP) yang terdiri dari Pulau Sumatera (KSPNP Danau Toba dsk); Pulau Jawa (KSPNP: Kep Seribu dsk, Kota Tua-Sunda Kelapa dsk, Borobudur dsk, dan BromoTengger- Semeru dsk); Pulau Bali- Nusa Tenggara (KSPNP: Kintamani-Danau Batur dsk, Menjangan- Pemuteran dsk, Kuta- Sanur-Nusa Dua dsk, Rinjani dsk, Pulau Komodo dsk, dan Ende- Kelimutu dsk); Pulau Kalimantan (KSPNP Tanjung Puting dsk); Pulau Sulawesi (KSPNP: Toraja dsk, Bunaken dsk, dan Wakatobi dsk); dan Kepulauan Maluku (KSPNP Raja Ampat dsk).

  Kedua, diterpadukan dengan program pengembangan 22 Kawasan Industri Prioritas (KIP), yaitu Pulau Sumatera (KIP: Kuala Tanjung, Sei Mangkei, dan Tanggamus); Pulau Jawa (KIP: Tangerang, Cikarang, Cibinong, Karawang, Bandung, Cirebon, Tuban, Surabaya, dan Pasuruan); Kalimantan (KIP: Batulicin, Ketapang, dan Landak); Pulau Sulawesi (KIP: Palu, Morowali, Bantaeng, Bitung, dan Konawe); Kepulauan Maluku (KIP Buli /Halmahera Timur); dan Pulau Papua (KIP Teluk Bintuni).

  Ketiga, diterpadukan dengan program Pengembangan Perkotaan KSN, PKW dan PKSN/ Kota Perbatasan yang terdiri dari Pulau Sumatera (9 PKN, 58 PKW,

  4 PKSN); Pulau Jawa-Bali (12 PKN, 35 PKW); Kepulauan Nusa Tenggara (2 PKN, 10 PKW, 3 PKSN); Pulau Kalimantan (5 PKN, 25 PKW, 10 PKSN); Pulau Sulawesi (5 PKN,

  27 PKW, 2 PKSN); Kepulauan Maluku (2 PKN, 11 PKW, 4 PKSN); dan Pulau Papua (3 PKN, 11 PKW, 3 PKSN).

  Keempat, diterpadukan dengan program pengembangan Tol Laut sebanyak 24 buah (pelabuhan hub dan pelabuhan feeder) yang meliputi Pulau Sumatera (Malahayati, Belawan, Kuala Tanjung, Teluk Bayur, Panjang, Batu Ampar, Jambi: Talang Duku, dan Palembang: Boom Bar); Pulau Jawa (Tanjung Priok, Tanjung Perak, dan Tanjung Emas); Pulau Kalimantan (Sampit, Banjarmasin, Samarinda, Balikpapan: Kariangau, dan Pontianak); Pulau Bali dan Nusa Tenggara (Kupang); Pulau Sulawesi (Makasar, Pantoloan, Kendar dan Bitung); Kepulauan Maluku (Ternate: A. Yani dan Ambon); dan Pulau Papua (Sorong dan Jayapura).

  Dalam rangka pengembangan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan, Direktorat Jenderal Cipta Karya mengembangkan konsep perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya yang terintegrasi dalam Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Bidang Cipta Karya, sebagai upaya mewujudkan keterpaduan pembangunan di kabupaten/kota. RPIJM Bidang Cipta Karya disusun oleh Pemerintah Kabupaten/Kota melalui fasilitasi Pemerintah Provinsi yang mengintegrasikan kebijakan skala nasional, provinsi, dan kabupaten/kota, baik kebijakan spasial maupun sektoral. RPIJM, selain mengacu pada rencana spasial dan arah pembangunan nasional/daerah, juga mengintegrasikan rencana sektoral Bidang Cipta Karya, antara lain Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum (RISPAM), Strategi Sanitasi Kota (SSK), serta Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan permukiman yang berkelanjutan. Melalui perencanaan yang rasional dan inklusif, diharapkan keterpaduan pembangunan Bidang Cipta Karya dapat terwujud, dengan mempertimbangkan aspek lingkungan, kelembagaan, dan kemampuan keuangan daerah.

  Dalam mewujudkan sasaran 100-0-100 diperlukan peningkatan pendanaan yang signifikan dalam bidang Cipta Karya. Diperkirakan kebutuhan dana mencapai mencapai Rp. 830 Triliun untuk mencapai sasaran tersebut dalam jangka waktu 5 tahun. Pemerintah Pusat yang selama ini mendominasi pendanaan pembangunan bidang Cipta Karya pada periode 2010-2014 (66,96% dari total seluruh pendanaan pembangunan), mempunyai keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Berdasarkan prakiraan maju, baseline pendanaan pemerintah hanya cukup memenuhi 15% kebutuhan pendanaan tersebut. Berdasarkan skenario optimis maka pemerintah pusat dapat berkontribusi terhadap 30- 35% dari porsi pendanaan tersebut.

  Untuk mengatasi gap pendanaan, maka sumber-sumber pendanaan alternatif dari para pemangku kepentingan lainnya perlu ditingkatkan. Pemerintah Daerah sebagai ujung tombak penyelenggaraan pembangunan bidang Cipta Karya perlu meningkatkan komitmen sehingga kontribusi pendanaannya meningkat dari 14,7% menjadi 25% pada periode 2015-2019. Sektor swasta dan perbankan yang selama ini hanya berperan dalam 2,25% dari total pembangunan bidang Cipta Karya, perlu didorong melalui skema KPS maupun CSR sehingga peranannya meningkat signifikan menjadi 15%. Masyarakat juga dapat berkontribusi melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat ataupun kegiatan swadaya masyarakat sehingga diharapkan dapat berkontribusi 15% terhadap porsi pendanaan. Dukungan pinjaman dan hibah luar negeri juga akan dimanfaatkan, meskipun porsi kontribusinya dikurangi dari 16,09% menjadi 10% pada tahun 2015-2019 untuk mengurangi beban hutang negara. Kebijakan kemitraan dan peningkatan partisipasi para stakeholder merupakan strategi utama dalam mewujudkan sasaran 100-0-100.

  Untuk meningkatkan efektifitas pencapaian sasaran Gerakan Nasional 100-0-100 perlu juga sinergi kemitraan dengan Kementerian/Lembaga lainnya, antara lain:

   Ditjen Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR, terkait perbaikan rumah tidak layak huni dan pembangunan Rusunawa di kawasan permukiman kumuh;  Ditjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR, terkait penyediaan air baku dan penanganan kawasan rawan genangan;  Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, terkait keterpaduan perencanaan dalam upaya pencapaian sasaran pembangunan nasional bidang perumahan dan permukiman serta bidang perkotaan dan perdesaan;  Kementerian Kesehatan, terkait perubahan perilaku hidup bersih dan sehat

  (PHBS);  Kementerian Dalam Negeri, terkait pengembangan kapasitas Pemerintah Daerah;  Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, terkait pengelolaan persampahan;  Kementerian Kelautan dan Perikanan, terkait pengembangan kawasan permukiman nelayan/pesisir dan pulau terluar;  Kementeran Agraria dan Tata Ruang, terkait keterpaduan pembangunan berdasarkan RTRW dan RDTR;

  Nasional Pengembangan Kawasan Perbatasan, terkait  Badan pengembangan kawasan perbatasan

3.1.2. ARAHAN PENATAAN RUANG

3.1.2.1 Arahan RTRW Nasional

  Arahan yang harus diperhatikan dari RTRWN untuk ditindaklanjuti ke dalam RPIJM kabupaten/kota adalah sebagai berikut:

  I. Penetapan Pusat Kegiatan Nasional (PKN) Kriteria:

  a. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama kegiatan ekspor-impor atau pintu gerbang menuju kawasan internasional, b. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa skala nasional atau yang melayani beberapa provinsi, dan/atau

  c. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama transportasi skala nasional atau melayani beberapa provinsi.

  II. Penetapan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Kriteria:

  a. Kawasan Perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul kedua kegiatan ekspor-impor yang mendukung PKN, b. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten, dan/atau

  c. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten.

  III. Penetapan Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) Kriteria:

  a. Pusat perkotaan yang berpotensi sebagai pos pemeriksaan lintas batas dengan negara tetangga, b. Pusat perkotaan yang berfungsi sebagai pintu gerbang internasional yang menghubungkan dengan negara tetangga, c. Pusat perkotaan yang merupakan simpul utama transportasi yang menghubungkan wilayah sekitarnya, dan/atau d. Pusat perkotaan yang merupakan pusat pertumbuhan ekonomi yang dapat mendorong perkembangan kawasan di sekitarnya.

  IV. Penetapan Kawasan Strategis Nasional (KSN) Penetapan kawasan strategis nasional dilakukan berdasarkan kepentingan:

A. Pertahanan dan keamanan,

  1) diperuntukkan bagi kepentingan pemeliharaan keamanan dan pertahanan negara berdasarkan geostrategi nasional, 2) diperuntukkan bagi basis militer, daerah latihan militer, daerah pembuangan amunisi dan peralatan pertahanan lainnya, gudang amunisi, daerah uji coba sistem persenjataan, dan/atau kawasan industri sistem pertahanan, atau

  3) merupakan wilayah kedaulatan Negara termasuk pulau-pulau kecil terluar yang berbatasan langsung dengan negara tetangga dan/atau laut lepas.

  B. Pertumbuhan Ekonomi

  1) memiliki potensi ekonomi cepat tumbuh, 2) memiliki sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi nasional, 3) memiliki potensi ekspor, 4) didukung jaringan prasarana dan fasilitas penunjang kegiatan ekonomi, 5) memiliki kegiatan ekonomi yang memanfaatkan teknologi tinggi, 6) berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi pangan nasional dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional, 7) berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi sumber energi dalam rangka mewujudkan ketahanan energi nasional, atau 8) ditetapkan untuk mempercepat pertumbuhan kawasan tertinggal

  C. Sosial Budaya

  1) merupakan tempat pelestarian dan pengembangan adat istiadat atau budaya nasional, 2) merupakan prioritas peningkatan kualitas social dan budaya serta jati diri bangsa, 3) merupakan aset nasional atau internasional yang harus dilindungi dan dilestarikan, 4) merupakan tempat perlindungan peninggalanbudaya nasional, 5) memberikan perlindungan terhadap keanekaragaman budaya, atau 6) memiliki potensi kerawanan terhadap konflik sosial skala nasional.

  D. Pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi

  1) diperuntukkan bagi kepentingan pengembangan ilmu 2) pengetahuan dan teknologi berdasarkan lokasi, sumber daya alam strategis nasional, pengembangan antariksa, serta tenaga atom dan nuklir 3) memiliki sumber daya alam strategis nasional 4) berfungsi sebagai pusat pengendalian dan pengembangan antariksa 5) berfungsi sebagai pusat pengendalian tenaga atom dan nuklir, atau 6) berfungsi sebagai lokasi penggunaan teknologi tinggi strategis.

  E. Fungsi dan Daya Dukung Lingkungan Hidup

  1) merupakan tempat perlindungan keanekaragaman hayati,

  2) merupakan aset nasional berupa kawasan lindung yang ditetapkan bagi perlindungan ekosistem, flora dan/atau fauna yang hampir punah atau diperkirakan akan punah yang harus dilindungi dan/atau dilestarikan,

  3) memberikan perlindungan keseimbangan tata guna air yang setiap tahun berpeluang menimbulkan kerugian negara, 4) memberikan perlindungan terhadap keseimbangan iklim makro 5) menuntut prioritas tinggi peningkatan kualita lingkungan hidup 6) rawan bencana alam nasional 7) sangat menentukan dalam perubahan rona alam dan mempunyai dampak luas terhadap kelangsungan kehidupan.

  Berdasarkan Penetapan Lokasi Pusat kegiatan Nasional (PKN) dan Pusat Kegiatan

  

Wilayah (PKW) Berdasarkan PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRWN. Provinsi

Jawa Tengah memiliki tiga PKN yaitu Kota Semarang, Kota Surakarta dan

Kabupaten Cilacap, sedangkan PKW ditetapkan di Kota Tegal, Purwokerto,

Pekalongan, Kudus, dan Magelang.

  3.1.2.2. Arahan RTRW Provinsi Jawa Tengah

  3.1.2.3. Arahan RTRW Kabupaten Brebes

A. Rencana Struktur Ruang

  Rencana Sistem Pusat Pelayanan dan Sistem Perkotaan

  Pengembangan sistem pusat pelayanan di kabupaten Brebes dipengaruhi hal- hal sebagai berikut : a. Kota kota di sepanjang jalur pantai utara meliputi ibukota-ibukota kecamatan di Brebes, Wanasari, Tanjung, Bulakamba, dan Losari memerlukan rencana yang terpadu sehingga dapat mengoptimalkan potensi yang ada.

  b. Struktur kota-kota berbentuk linier dengan mengikuti jalur perhubungan sebagai berikut : i. Jalur yang membentang dari timur ke barat (atau sebaliknya)

  1. Jaringan utama jalur regional Pantai utara;

  2. Jalur Jatibarang-Ketanggungan-Kersana-Ciledug;

3. Jalur Bumiayu – Bantarkawung – Salem.

  ii. Jalur yang membentang dari Utara ke Selatan (atau sebaliknya)

  1. Jalur Tengah Utama : Tanjung

  • – Ketanggungan – Larangan – Taonjong – Bumiayu – Paguyangan;

  2. Jalur Brebes

  • – Jatibatang – Songgom;

  3. Jalur Brebes

  • – Larangan;

4. Jalur Tanjung – Kersana – Banjarharjo – Salem.

  c. Peranan ibukota kecamatan sebagai pusat pemerintahan kecamatan dan pusat pelayanan dalam pembangunan. Rencana penetapan SWP dilakukan atas pertimbangan untuk mendorong pertumbuhan wilayah kabupaten berdasarkan karakteristik kawasan, pengurangan ketimpangan perkembangan wilayah bagian Utara-Tengah- Selatan, dan pengembangan sistem struktur kegiatan. Berdasarkan hal tersebut, maka penetapan Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) direncanakan sebagai berikut : a. Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) Utara terdiri dari Kec. Brebes, Kec.

  Wanasari, Kec. Bulakamba, Kec. Tanjung, dan Kec. Losari. Kecamatan- Kecamatan yang masuk dalam SWP Utara pada dasarnya merupakan wilayah kecamatan yang mendapatkan pengaruh langsung dari Jalan Arteri Primer Pantura, pusat dari SWP Utara adalah Perkotaan Brebes. Berdasarkan karakter perkembangannya kawasan SWP Utara dibagi menjadi 2 (dua) Sub Satuan Wilayah Pembangunan (SSWP), yaitu :

  1. SSWP) Utara-Timur : meliputi wilayah Kec. Brebes, Kec. Wanasari, Kec. Bulakamba. Pengembangan kawasan ini diarahkan pada usaha keterpaduan antar fungsi (terutama pemerintahan, perdagangan-jasa, permukiman industri, permukiman perkotaan, pertanian, dan pelestarian kawasan pesisir) dalam kawasan perkotaan. Pusat pelayanan SSWP Utara-Timur adalah di Perkotaan Brebes.

  2. SSWP Utara-Barat : meliputi wilayah Kec Tanjung dan Kec. Losari.

  Arahan kegiatan SSWP ini adalah kegiatan perdagangan-jasa, transportasi, pengelolaan-konservasi kawasan pesisir dan pertanian. Pusat pelayanan SSWP Utara-Barat adalah di Perkotaan Tanjung.

  b. Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) Tengah terdiri atas Kec. Jatibarang, Kec. Songgom, Kec. Larangan, Kec. Ketanggungan, Kec. Kersana, dan

  Kec. Banjarharjo. Kecamatan-Kecamatan yang masuk dalam SWP Tengah pada dasarnya merupakan wilayah kecamatan yang ada di Kabupaten Brebes bagian tengah, pusat dari SWP Tengah adalah Perkotaan Ketanggungan. Berdasarkan karakter perkembangannya kawasan SWP Tengah dibagi menjadi 2 (dua) Sub Satuan Wilayah Pembangunan (SSWP), yaitu:

  1. SSWP Tengah-Timur : meliputi wilayah Kec. Jatibarang, Kec.

  Songgom, Kec. Larangan. Arahan kegiatan SSWP Tengah-Timur adalah kegiatan pertanian lahan basah, agrobisnis, industri kecil, hutan produksi. Pusat pelayanan SSWP Tengah- Timur adalah di Perkotaan Jatibarang.

  2. SSWP Tengah-Barat : meliputi wilayah Kec. Ketanggungan, Kec.

  Kersana, Kec. Banjarharjo. Arahan kegiatan SSWP Tengah-Barat adalah kegiatan perdagangan jasa, transportasi, industri kecil, pertanian lahan basah, hutan produksi, konsevasi sumberdaya air. Pusat pelayanan SSWP Tengah-Barat adalah di Perkotaan Ketanggungan.

  c. Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) Selatan terdiri atas Kec. Tonjong, Kec. Bumiayu, Kec. Sirampog, Kec. Paguyangan, Kec. Bantarkawung, dan Kec. Salem. Kecamatan-Kecamatan yang masuk dalam SWP Selatan pada dasarnya merupakan wilayah kecamatan yang ada di Kabupaten Brebes bagian selatan, pusat dari SWP Selatan adalah Perkotaan Bumiayu. Berdasarkan karakter perkembangannya kawasan SWP Selatan dibagi menjadi 2 (dua) Satuan Wilayah Pembangunan (SSWP), yaitu :

  1. SSWP Selatan-Timur : meliputi wilayah Kec. Tonjong, Kec. Bumiayu, Kec. Sirampog, Kec. Paguyangan. Arahan kegiatan SSWP Selatan- Timur adalah kegiatan perdagangan-jasa, transportasi, konservasi alam, konservasi sumber daya air, pertanian lahan basah, pertanian lahan kering, perkebunan, agribisnis, hutan rakyat, industri (termasuk agro industri), dan konservasi alam. Pusat pelayanan SSWP Selatan- Timur adalah di Perkotaan Bumiayu.

  2. SSWP Selatan-Barat : meliputi wilayah Kec. Bantarkawung, dan Kec.

  Salem. Arahan kegiatan SSWP Selatan-Barat adalah kegiatan pertanian lahan kering, agro industri, konservasi alam, konsevasi sumberdaya air. Pusat pelayanan SSWP Selatan-Barat adalah di Perkotaan Salem. Guna menciptakan perkembangan wilayah Kabupaten Brebes yang efektif dan efisien, maka perlu direncanakan penetapan hirarki kawasan perkotaan. Hirarki kawasan perkotaan merupakan strata perkotaan dalam sistem perwilayahan yang lebih luas yang menyangkut tingkatan fungsi dan peran kawasan perkotaan dalam melayani wilayah sekitarnya. Hirarki kawasan perkotaan terbentuk karena tingkat kelengkapan, tingkat pelayanan serta tingkat akomodasi sarana dan prasarana wilayah dalam kawasan perkotaan tersebut. Berdasarkan kondisi tersebut maka arahan pengembangan hirarki kawasan perkotaan, dapat dilakukan dengan berbagai cara berikut ini : a. memilih kawasan perkotaan dan meningkatkan peran dan fungsi kotanya, yang berpotensi berkembang cepat, yang didukung oleh sarana dan prasarana wilayah regional yang berupa sistem jaringan jalan dengan kandungan bahan alam yang potensial, untuk menyejajarkan dan meningkatkan kelas hirarki kota yang masih rendah;

  b. memfungsikan pola hirarki kawasan perkotaan sebagai salah satu alternatif pola pengembangan wilayah yang tepat, dengan pedoman efektif dan efisien. Selanjutnya rencana struktur pusat pelayanan di kabupaten Brebes direncanakan sebagai berikut :

  1. Pusat Kegiatan Lokal (PKL) meliputi kawasan perkotaan Brebes, kawasan perkotaan Ketanggungan, kawasan perkotaan Bumiayu. PKL berfungsi sebagai pusat pelayanan umum, pusat perdagangan dan jasa maupun koleksi dan distribusi hasil-hasil bumi dari kecamatan-kecamatan yang menjadi wilayah pengaruhnya. Untuk mendukung fungsi tersebut maka fasilitas yang harus ada adalah, fasilitas pelayanan umum serta perdagangan dan jasa skala kecamatan dan ditunjang oleh sarana dan prasarana transportasi yang memadai. Kota PKL direncanakan memiliki skala pelayanan satu Satuan Wilayah Pembangunan (SWP)1. Jenis fasilitas dan prasarana yang dilokasikan di kawasan perkotaan ini dirancang untuk memiliki pelayanan Kabupaten.

  2. Pusat Pelayanan Kawasan (PPK), meliputi Ibukota Kecamatan (IKK) Tanjung, IKK Jatibarang, IKK Wanasari, IKK Bulakamba, IKK Losari, IKK

  Banjarharjo, IKK Larangan, IKK Songgom, IKK Tonjong, IKK Sirampog, IKK Paguyangan, IKK Bantarkawung, dan IKK Salem. PPK berfungsi sebagai pusat pelayanan umum, perdagangan dan jasa, serta pemerintahan bagi desa-desa yang berada di wilayah administrasinya. Untuk mendukung fungsi tersebut maka fasilitas yang harus ada adalah, fasilitas pelayanan umum serta perdagangan dan jasa skala kecamatan. Kota PPK ini direncanakan memiliki skala pelayanan Kecamatan (dalam konteks ini PPK diarahkan juga memiliki skala pelayanan Sub Satuan Wilayah Pembangunan (SSWP). Jenis fasilitas dan prasarana yang dilokasikan di kawasan perkotaan ini dirancang untuk memiliki pelayanan satu kecamatan atau lebih.

  3. Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL), adalah Desa dengan dengan pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan antar desa. Pusat- pusat permukiman tersebut berada di Desa Bentar Kec. Salem, Desa Kalilangkap Kec. Bumiayu, Desa Dawuhan Kec. Sirampog, Desa Sindangwangi Kec. Bantarkawung, Desa Pamulihan Kec. Larangan, Desa Cikeusal Kidul Kec. Ketanggungan, Desa Bandungsari dan Desa Cikakak Kec. Banjarharjo, Desa Bojongsari Kec. Losari, Desa Sitanggal Kec. Larangan, Desa Banjaratma Kec. Bulakamba, dan Desa Sawojajar Kec. Wanasari. PPL berfungsi sebagai pusat pelayanan umum serta perdagangan dan jasa. Fasilitas yang harus ada diantaranya adalah fasilitas pendidikan, kesehatan, peribadatan maupun perdagangan dan jasa skala kecamatan. Jenis fasilitas dan prasarana yang dilokasikan di kawasan pusat pelayanan lingkungan ini dirancang untuk memiliki skala pelayanan beberapa desa atau satu wilayah kecamatan.

  Sistem Jaringan Transportasi

1. Sistem Jaringan Transportasi Darat

  Sistem jaringan transportasi di kabupaten Brebes memiliki 2 (dua) sistem jaringan transportasi darat, yaitu jaringan jalan dan kereta api.

A. Jaringan Jalan

  Sistem jaringan jalan yang direncanakan mengikuti pola linier jaringan yang telah ada, yang dapat diuraikan sebagai berikut : a. secara fisik jaringan jalan yang ada telah tercipta dengan cukup baik untuk mengakomodasikan perkembangan wilayah secara umum, sehingga jika dilihat secara fungsional telah dapat difungsikan; b. secara kualitas jaringan jalan yang ada perlu peningkatan kualitas fisik jalan dan kualitas fungsi jalan; c. dibedakan dalam hal penguasaan dan fungsi jalan tersebut. Rencana jaringan jalan di Kabupaten Brebes dapat diuraikan sebagai berikut :

  1. Jalan Arteri Primer yaitu : i. Ruas Jalan Losari

  • – Brebes; ii. Ruas Jalan Lingkar Kawasan Perkotaan Brebes dan Kawasan Perkotaan Bumiayu; iii. Ruas Jalan Pejagan – Ketanggungan – Bumiayu –

  Paguyangan; iv. Jalan Bebas Hambatan Kanci

  • – Pejagan, Pejagan – Pemalang, dan Pejagan – Cilacap.

  2. Jalan Kolektor Primer yaitu : Ruas jalan yang menghubungkan Jatibarang – Ketanggungan – Kersana – Ciledug.

  3. Jalan Lokal Primer meliputi ruas jalan yang menghubungkan ruas- ruas jalan berikut : i. Ruas jalan yang menghubungkan Tanjung – Kersana –

  Banjarharjo – Salem. ii. Ruas jalan yang menghubungkan Brebes

  • – Jatibarang – Songgom.

  iii. Ruas jalan Losari – Cikakak. iv. Ruas jalan Cibendung – Banjarharjo. v. Ruas jalan Larangan – Bumiayu (melalui Bantarkawung). vi. Ruas jalan Salem

  • – Bantarkawung – Bumiayu melalui Jalan Desa Kadomanis dan Sindangwangi Kecamatan Bantarkawung.

  vii. Ruas jalan lokal primer lainnya yang menjadi kewenangan kabupaten. Untuk meningkatkan kinerja sistem transportasi jalan raya, maka rencana pengembangan sarana lalu lintas (terminal) ditetapkan sebagai berikut : a. Terminal tipe B direncanakan di Kawasan Perkotaan Brebes, Kawasan Perkotaan Bumiayu, Kecamatan Ketanggungan, dan Kecamatan Tanjung.

  Pengembangan terminal tipe B direncanakan untuk melayani angkutan umum antar kota dalam propinsi dan angkutan umum perdesaan. Namun karena sifat karakter pergerakan yang kompleks terminal ini juga dapat melayanai pergerakan angkutan umum antar kota antar propinsi.

  b. Terminal Tipe C direncanakan di Kecamatan Jatibarang, Kecamatan Banjarharjo, Kecamatan Larangan, Kecamatan Brebes, Kecamatan Losari, Kecamatan Salem, dan Kecamatan Tonjong. Terminal ini direncanakan untuk melayani angkutan umum perdesaan. Namun karena sifat karakter pergerakan yang kompleks terminal ini juga dapat melayanai pergerakan angkutan umum antar kota dalam propinsi dan angkutan perbatasan.

  c. Terminal Asal-Tujuan (sub terminal); terminal ini berfungsi untuk melayani pergerakan yang menuju pusat-pusat desa. Sub terminal direncakan di Kecamatan Bulakamba, Kecamatan Kersana, Kecamatan Bantarkawung, Kecamatan Paguyangan, Kecamatan Sirampog dan Kecamatan Songgom.

  d. Terminal barang direncanakan di Perkotaan Bumiayu dan Perkotaan Brebes.

  Terminal ini berfungsi melayani kegiatan bongkar dan/atau muat barang, serta perpindahan intra dan/atau antar moda transportasi. Selanjutnya untuk rencana pemenuhan kebutuhan moda angkutan adalah untuk mengantisipasi kebutuhan angkutan manusia dan barang. Untuk ini dapat dilakukan dengan pendekatan pada pengusaha-pengusaha angkutan bus, angkutan kota, angkutan pedesaan dan angkutan barang. Sehingga pemenuhan kebutuhan pada masa yang akan datang tidak ada kesulitan. Selanjutnya untuk pemenuhan kebutuhan moda angkutan ini juga dapat dilakukan dengan pengendalian, pengelolaan, dan pengawasan pada angkutan barang dan jasa seperti melakukan penertiban lokasi-lokasi yang tidak direncanakan sebagai terminal namun berfungsi sebagaimana layaknya terminal, sehingga tidak ada pelanggaran-pelanggaran kapasitas, jenis pengangkutan dan juga pelanggaran lainnya. Rencana peningkatan rute trayek angkutan dibutuhkan untuk lebih meningkatkan pelayanan serta dalam rangka mendorong Kabupaten Brebes supaya lebih berkembang. Rencana peningkatan rute trayek ini meliputi : a. Jalur Tanjung ke arah Bumiayu melewati Ketanggungan, Larangan, Songgom,

  Prupuk, dan Tonjong. Pengadaan trayek tersebut untuk melayani masyarakat di sekitar Ketanggungan, Larangan dan Songgom yang akan bepergian ke arah Selatan.

  b. Jalur Ketanggungan – Bantarkawung melewati jalur tengah yang masih membutuhkan peningkatan kualitas jaringan jalan sehingga diharapkan setelah jalan tersebut sudah baik trayek tersebut dapat segera dijalankan.

  c. Jalur Brebes ke Bumiayu lewat Jatibarang, Songgom, dan Tonjong. Salah satu permasalahan moda angkutan umum manusia di Kabupaten Brebes yang perlu mendapatkan perhatian adalah terdapatnya jenis angkutan umum terbuka yang beroperasi di daerah Salem, Banjarharjo dan Bantarkawung. Ditinjau dari segi keselamatan maka jenis angkutan tersebut sangat berbahaya sehingga tidak layak dioperasikan untuk untuk angkutan manusia. Rencana penanganan masalah tersebut harus dilakukan dengan melibatkan masyarakat pemakai angkutan karena penggunaan jenis angkutan ini sudah menjadi satu kebiasaan setempat yang butuh waktu untuk mengubahnya.

B. Jaringan Kereta Api

  Jalur yang melintasi Kabupaten Brebes adalah Jalur Rel Kereta Api Utara Jawa dan jalur Tengah Jawa, yaitu jalur Semarang

  • – Jakarta dan Jalur Kroya – Purwokerto – Prupuk – Cirebon. Jalur Semarang – Jakarta melintasi Stasiun Brebes,

  Stasiun Bulakamba, dan Stasiun Tanjung, sementara Jalur Kroya

  • – Purwokerto – Prupuk – Cirebon melintasi Stasiun Patuguran, Stasiun Kretek, Stasiun Talok, Stasiun Linggapura, Stasiun Songgom, Stasiun Larangan, Stasiun Ketanggungan, dan Stasiun Ketanggungan Barat. Jalur kereta api ini merupakan salah satu potensi yang harus dioptimalkan sebagai salah satu faktor untuk meningkatkan aksesibilitas terutama untuk wilayah yang memiliki stasiun Kereta api. Rencana pengembangan prasarana perkeretaapian di Kabupaten Brebes meliputi:

  1. Rencana peningkatan jaringan kereta api utama meyelaraskan rencana jaringan kereta api nasional dengan mengembangkan rel ganda meliputi jalur Semarang – Pekalongan – Tegal – Cirebon dan jalur Kroya – Purwokerto – Prupuk - Cirebon;

  2. Rencana pengembangan prasarana penunjang Satsiun Kereta Api di Kabupaten Brebes meliputi pengembangan perlintasan sebidang jalur kereta api dan jalan serta peningkatan Stasiun Brebes, Stasiun Bulakamba, Stasiun Tanjung, Stasiun Ketanggungan Barat, Stasiun Ketanggungan, Stasiun Larangan, Stasiun Songgom, Stasiun Linggapura, Stasiun Talok, Stasiun Kretek dan Stasiun Patuguran;

  3. Rencana pengembangan stasiun Kereta Api Perkotaan Brebes direncanakan terpadu dengan terminal tipe B Kawasan Perkotaan Brebes.