KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER MENURUT SUNAN KALIJAGA SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER
MENURUT SUNAN KALIJAGA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan

Oleh
MUCH AULIA ESA SETYAWAN
NIM 11112225

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2016

i

ii


KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER
MENURUT SUNAN KALIJAGA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan

Oleh
MUCH AULIA ESA SETYAWAN
NIM 11112225

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2016

iii


iv

v

vi

MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO

    
Artinya:
“Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang agung”.
(Q.S Al-Qalam : 4)
PERSEMBAHAN
1. Kedua orang tuaku yang sangat aku hormati dan cintai Bapak Much Baiat
Abidin dan Ibu Muti‟ah Setyawati, S.Ag yang telah mendoakanku. Semoga
selalu dalam limpahan kasih sayang Allah dan selalu menjadi orang tua terbaik
bagi anak-anaknya dunia dan akhirat.
2. Adik-adikku M. Rafi Naufal, Ahmad Mauludin Zulfikar Rohman, Abdina

Dzatun Nitaqoini dan Afra Tsaniatul Wada yang aku sayangi serta telah
memberikan canda tawa.
3. Kakek Nenekku H. Abdul Majid, H. Mudjahid Nur Chamidi (alm), H. Nur
Syahid, Sutarni, Hj. Siti Qomariah serta Pakde, Bude, Paklek, Bulek, seluruh
keluarga besar Bani Kartowidjojo yang selalu memberikan arahan, bimbingan
dan dukungannya.
4. Yanuar Kusumawardani yang sabar, setia, dan membantu proses penyusunan
skripsi ini.
5. Sahabat-sahabatku kelas bahasa MAN Salatiga angkatan 2012, PAI G dan PAI
angkatan 2012 semuanya yang selalu memberikan semangat dan motivasi.
6. Keluarga besar SMP Negeri 1 Tengaran dan keluarga besar Dusun Pujan yang
telah memberikan pelajaran hidup dalam bermasyarakat.
7. Serta seluruh pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini yang
tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

vii

KATA PENGANTAR
Assalamu‟alaikum Wr.Wb.
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah, atas segala
limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat diberikan kemudahan
dalam penyelesaian skripsi ini. Sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada
Nabi Agung Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikut setianya.
Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna untuk memperoleh
gelar kesarjanaan dalam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan di Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis
mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Bapak Dr. Rahmat Haryadi, M.Pd., selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
(FTIK), Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam

(PAI), Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK), Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Salatiga.
4. Ibu Maslikhah, S.Ag., M.Si., selaku dosen pembimbing akademik yang
senantiasa membimbing dan memotivasi dari awal masuk perkuliahan hingga
akhir perkuliahan.


viii

ix

ABSTRAK
Setyawan, Much Aulia Esa. 2016. Konsep Pendidikan Karakter Menurut Sunan
Kalijaga. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan
Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Drs.
Bahroni, M.Pd.
Kata Kunci : Pendidikan Karakter, Sunan Kalijaga.
Sekarang ini banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan moral dan akhlak
yang dilakukan peserta didik akibat pengaruh negatif pergaulan bebas karena
perkembangan zaman. Para siswa berani berkata kasar, membolos, tawuran antar
pelajar, balapan liar, aksi corat-coret baju sekolah dilanjutkan konvoi saat
kelulusan, berpacaran hingga kadang sampai hamil dan lain sebagainya.
Pendidikan karakter merupakan salah satu cara efektif sebagai penanggulangan
krisis moral dan akhlak peserta didik tersebut. Pertanyaan utama yang ingin
dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Bagaimana keunikan cara penyebaran
nilai-nilai luhur yang dilakukan Sunan Kalijaga di pulau Jawa. (2) Bagaimana
konsep pendidikan karakter menurut Sunan Kalijaga. (3) Bagaimana relevansi

konsep pendidikan karakter menurut Sunan Kalijaga yang terkandung dalam
karya-karya dan ajarannya di era globalisasi.
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif karena berusaha
mengumpulkan data, menganalisa, dan membuat interpretasi secara mendalam
tentang pemikiran tokoh Sunan Kalijaga. Jenis penelitian ini merupakan penelitian
etnografis karena mendeskripsikan suatu kebudayaaan yang bersumber dari karyakarya dan ajaran Sunan Kalijaga. Metodenya menggunakan telaah kepustakaan,
yaitu penelitian yang dilakukan di perpustakaan yang objek penelitiannya dicari
lewat beragam informasi kepustakaan. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan
menganalisis proses dan makna dari sudut pandang peneliti mengenai konsep dan
pemikiran pendidikan karakter menurut Sunan Kalijaga, serta relevansinya
dengan masa kini dengan menggunakan teori yang telah ada.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sunan Kalijaga merupakan tokoh yang
unik, karena mampu membuat strategi dakwah yang berbeda dari pendakwah
lainnya. Keunikan beliau tergambar pada saat para pendakwah lain hanya
menggunakan media ceramah saja, tetapi Sunan Kalijaga mampu berdakwah
dengan media seni suara, menjadi dalang, membuat gamelan dan lain sebagainya.
Implementasi karya dan ajaran beliau terbukti sangat efektif dalam meyakinkan
orang-orang untuk memeluk Islam dengan segala aturannya termasuk dalam
berperilaku. Sunan Kalijaga mampu memasukkan nilai-nilai agama Islam dari AlQur‟an dan Hadis pada budaya dan adat yang sudah berlaku sebelumnya dengan
cara mengikuti sambil mempengaruhi sedikit demi sedikit. Oleh karena itu,

strategi beliau bisa relevan di zaman sekarang dengan cara mampu berinovasi,
kreatif dan mentransformasikan nilai-nilai Islam dari karya dan ajaran Sunan
Kalijaga secara efektif untuk menanamkan karakter terpuji yang berimbas kepada
perilaku dan moral peserta didik yang berorientasi pada nilai kebaikan hidup
sesuai ajaran Islam.

x

DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ............................................................................................ i
HALAMAN BERLOGO ........................................................................................ ii
HALAMAN JUDUL.............................................................................................. iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................................... iv
PENGESAHAN KELULUSAN ..............................................................................v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ............................................................. vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ........................................................................ vii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii
ABSTRAK ...............................................................................................................x
DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi
BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ........................................................................1
B. Rumusan Masalah .................................................................................5
C. Tujuan Penelitian...................................................................................6
D. Kegunaan Penelitian ..............................................................................6
E. Metode Penelitian ..................................................................................7
1. Pendekatan Penelitian .......................................................................7
2. Sumber Data .....................................................................................7
3. Teknik Pengumpulan Data ...............................................................8
4. Teknik Analisis Data ......................................................................10
F. Penegasan Istilah .................................................................................10
G. Sistematika Penulisan..........................................................................12

xi

BAB II : BIOGRAFI SUNAN KALIJAGA
A. Riwayat Hidup Sunan Kalijaga ...........................................................13
1. Lahir ...............................................................................................13
2. Silsilah ............................................................................................14
3. Masa Muda .....................................................................................16
4. Masa Dewasa ..................................................................................19

5. Perkawinan .....................................................................................21
6. Masa Pendidikan ............................................................................22
7. Sebagai Guru ..................................................................................24
8. Wafat ..............................................................................................24
B. Sunan Kalijaga Sebagai Seniman dan Budayawan .............................25
BAB III : DESKRIPSI PEMIKIRAN
A. Peran dan Jasa Sunan Kalijaga ............................................................28
1. Peran di Dewan Walisanga .............................................................28
2. Jasa-Jasa Sunan Kalijaga ................................................................29
B. Peran dan Ajaran Sunan Kalijaga........................................................30
1. Sebagai Budayawan........................................................................30
2. Sebagai Ahli Tata Kota ..................................................................48
3. Ajaran Lima Landasan Amar Ma‟ruf Nahi Munkar.......................49
4. Ajaran Narima Ing Pandum ...........................................................50
5. Astabrata dalam Cupu Manik Astagina .........................................51
BAB IV : PEMBAHASAN
A. Definisi Pendidikan Karakter ..............................................................55

xii


B. Landasan Pendidikan Karakter............................................................62
C. Tujuan Pendidikan Karakter................................................................65
D. Dimensi Pendidikan Karakter .............................................................67
E. Ruang Lingkup Pendidikan Karakter ..................................................68
F. Prinsip-Prinsip Pendidikan Karakter ...................................................70
G. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter..........................................................73
H. Urgensi Pendidikan Karakter ..............................................................77
I. Realitas Pendidikan Karakter Bagi Peserta Didik ...............................80
J. Strategi Pendidikan Karakter ..............................................................82
K. Peran Pendidikan Agama dalam Pendidikan Karakter .......................83
L. Relevansi Pemikiran Pendidikan Karakter Sunan Kalijaga di Era
Globalisasi ...........................................................................................84
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan..........................................................................................88
B. Saran-Saran .........................................................................................89
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN

xiii


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan bagian terpenting dalam kehidupan manusia,
sebab pendidikan dapat mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Manusia senantiasa terlibat dalam proses pendidikan, baik yang dilakukan
terhadap orang lain maupun terhadap dirinya sendiri (Sukardjo dan Ukim,
2009:1). Proses pendidikan inilah yang membuat lebih tinggi derajat dan
kedudukan manusia dibandingkan makhluk-makhluk Allah yang lain. Melalui
pendidikan itu, harapannya mampu menghasilkan manusia-manusia yang
profesional dan kompeten dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan.
Menurut Undang-undang RI No. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat (1)
disebutkan : Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Undang-undang RI
No. 20 tahun 2003:2). Dari pengertian tersebut dapat dimengerti bahwa
pendidikan bertujuan membentuk manusia-manusia yang cerdas dalam
berbagai aspek baik intelektual, emosional maupun spiritual, terampil serta
berkepribadian yang berakhlak mulia. Ini berarti pendidikan diharapkan dapat
menghasilkan sumber daya manusia secara tepat sesuai bidangnya, yang
nantinya mampu diaktualisasikan pada kehidupan masing-masing individu
1

dengan tujuan menjadi pribadi yang aktif, produktif serta berinovasi bagi
kepentingan diri dan bisa berkontribusi penuh di masyarakat.
Sejalan dengan itu, fungsi pendidikan yang tertuang pada Sistem
Pendidikan Nasional Nomor 20, tahun 2003, Pasal 3 disebutkan bahwa
pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa (Damayanti, 2014:9). Hal ini mengartikan berkembangnya
potensi peserta didik dibarengi dengan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Upaya pengembangan
pendidikan mencakup tiga hal yakni ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.
Ranah kognitif menyangkut tumbuh dan berkembangnya kecerdasan dan
kemampuan intelektual. Ranah afektif menyangkut terbentuknya karakter
kepribadian, dan ranah psikomotorik menyangkut keterampilan vokasional dan
perilaku.
Dalam dunia pendidikan menuntut adanya kurikulum. Kurikulum yang
terbaru sekarang ini di Indonesia lebih menekankan pada ranah afektif yakni
untuk membentuk karakter dari pribadi seseorang. Karakter memberikan arah
bagaimana suatu bangsa mampu membangun sebuah peradaban besar yang
kemudian mempengaruhi perkembangan dunia. Implementasi pendidikan
karakter bisa dilakukan secara integrasi dalam pembelajaran. Artinya
pengenalan dan penginternalisasian nilai-nilai ke dalam tingkah laku peserta
didik mampu diterapkan melalui proses pembelajaran baik di dalam maupun di

2

luar kelas pada semua mata pelajaran. Maka dari itu, kegiatan pembelajaran
selain untuk menguasai materi yang ditargetkan, juga bisa dirancang untuk
mengenal, menyadari, dan menjadikan nilai-nilai karakter pada peserta didik
dalam kehidupan sehari-hari. Materi pendidikan karakter tidak lain adalah
nilai-nilai moral, baik yang bersifat universal maupun lokal kultural, baik
moral kesusilaan maupun kesopanan.
Dewasa ini berbagai persoalan muncul karena arus modernitas yang
membuat perkembangan dunia seperti tanpa batas yang berakibat pada sisi
negatifnya terjadi penyimpangan moral dan perilaku masyarakat. Budaya
semacam ini ternyata menjadikan proses pendangkalan kehidupan spiritual dan
sosial umat manusia. Generasi mudanya pun sudah banyak yang terjerumus ke
dalam perilaku-perilaku amoral dari akibat hilangnya nilai-nilai karakter, yang
seharusnya menjadi pegangan dalam berperilaku yang sesuai dengan budi
pekerti luhur. Sebagai contoh, sekarang banyak siswa-siswa yang berani
membolos hanya karena ingin bermain game online, play station, atau pergi ke
tempat wisata disaat jam sekolah. Selain itu sering terjadi tawuran antar
pelajar, balapan liar sepeda motor, aksi corat-coret baju sekolah dilanjutkan
konvoi saat kelulusan, berpacaran hingga kadang sampai hamil, dan masih
banyak lagi permasalahan yang timbul pada siswa di zaman modern ini. Dalam
hal ini, pendidikan karakter mempunyai posisi penting, dengan harapan
menjadi sebuah solusi dalam memberi pengarahan dan pengaruh positif untuk
menanamkan dan membangun karakter mulia khususnya pada generasi muda
agar lebih baik perilakunya di masyarakat.

3

Salah satu upaya menanamkan pendidikan karakter yakni dengan media
budaya. Karena nilai-nilai pendidikan karakter merupakan nilai luhur yang
bersumber dari budaya bangsa Indonesia sejak dahulu. Dalam kebudayaan
itulah terdapat beragam nilai-nilai luhur yang akan membentuk suatu karakter
yang kuat serta baik untuk dijadikan teladan. Kebudayaan sendiri menyangkut
adanya karya sastra dan seni yang bisa dijadikan sebagai sumber pendidikan
karakter. Secara langsung maupun tidak, dalam sebuah karya banyak
terkandung berbagai narasi yang berisi teladan, hikmah, nasihat, ganjaran dan
hukuman yang berkaitan dengan pembentukan karakter (Indianto, 2015:4).
Melalui karya sastra dan seni seseorang dapat menangkap makna dan maksud
dari setiap pernyataan atau pementasan, yaitu berupa nilai. Sebagaimana cerita
yang biasanya sarat akan nilai dapat menjadi sumber nilai edukatif dalam
membangun karakter diri manusia.
Di Indonesia, khususnya di Jawa, penanaman pendidikan karakter
melalui karya seni sastra dan budaya diperkenalkan oleh walisanga, yakni
sembilan wali yang berdakwah menyebarkan agama Islam. Salah satu wali
yang paling populer bagi masyarakat Jawa adalah Sunan Kalijaga. Beliau
banyak berdakwah menyebarkan agama Islam di Jawa khususnya daerah Jawa
Tengah dan Jawa Barat dengan media kesenian. Sunan Kalijaga lebih populer
dicitrakan sebagai “Sunannya rakyat” karena dalam berbagai cerita Sunan
Kalijaga dikisahkan selalu dekat dengan rakyat, salah satunya memilih untuk
berpakaian sama dengan orang awam meski ia sebenarnya berasal dari
keluarga pejabat pada masa itu.

4

Sunan Kalijaga disebut sebagai tokoh sukses dalam menyebarkan agama
Islam dengan kesenian terkenalnya yaitu wayang kulit. Sunan Kalijaga
mengambil cerita-cerita dari tanah India yang dimodifikasi sesuai dengan
ajaran-ajaran Islam. Dakwah Sunan Kalijaga dilakukan dengan menjaga
kebiasaan setempat, dan tidak bersikap anti terhadap pola tingkah laku
masyarakat kala itu. Jika dilihat lebih dalam sebenarnya Sunan Kalijaga
mempunyai konsep dakwah yang bisa dikatakan unik, contohnya saat
memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW dalam acara Sekaten, beliau
memainkan wayang sesuai dengan keinginan masyarakat dan dibayar dengan
pembacaan syahadat sebagai kesediaan untuk memeluk agama Islam.
Kepopuleran nama Sunan Kalijaga juga dipengaruhi oleh beberapa karya sastra
ciptaannya. Beberapa karya sastra yang diciptakan oleh Sunan Kalijaga adalah
Tembang Lir-ilir, Gundul-Gundul Pacul, dan Dandang Gula. Maka dengan
media sastra, kiranya sangat efektif dilakukan beliau karena mudahnya
menanamkan nilai-nilai karakter yang luhur kepada masyarakat saat itu.
Berkaitan dengan hal tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji nilai-nilai
pendidikan karakter yang diterapkan oleh Sunan Kalijaga dari berbagai warisan
budaya, karya seni sastra dan ajarannya

dengan judul “KONSEP

PENDIDIKAN KARAKTER MENURUT SUNAN KALIJAGA”.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana keunikan cara penyebaran nilai-nilai luhur yang dilakukan
Sunan Kalijaga di pulau Jawa?

5

2. Bagaimana konsep pendidikan karakter menurut Sunan Kalijaga?
3. Bagaimana relevansi konsep pendidikan karakter menurut Sunan Kalijaga
yang terkandung dalam karya-karya dan ajarannya di era globalisasi?
C. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam penelitian
ini adalah :
1. Untuk mendeskripsikan keunikan cara penyebaran nilai-nilai luhur yang
dilakukan Sunan Kalijaga di pulau Jawa.
2. Untuk mendeskripsikan konsep pendidikan karakter menurut Sunan
Kalijaga.
3. Untuk mendeskripsikan relevansi konsep pendidikan karakter menurut
Sunan Kalijaga dalam karya-karya dan ajarannya di era globalisasi.
D. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat bagi semua
kalangan masyarakat serta kalangan para pendidik secara teoritik dan praktik
antara lain sebagai berikut :
1. Secara Teoritik
Dapat memberikan sumbangan pengembangan konsep pendidikan
karakter dari Sunan Kalijaga yang dapat memperkaya khasanah dunia
pendidikan Islam untuk digunakan dalam proses pembelajaran.
2. Secara Praktik
a. Bagi mahasiswa, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
sumber informasi belajar pendidikan karakter khususnya mahasiswa

6

keguruan atau tarbiyah sebagai salah satu cara penguasaan dalam
mendidik karakter peserta didik secara efektif.
b. Bagi dosen dan institut, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
informasi untuk menambah partisipasi dan kepedulian terhadap konsepkonsep pendidikan karakter dalam pembelajaran khususnya di lembaga
pendidikan Islam.
c. Bagi Peneliti, hasil penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut
sebagai upaya peningkatan kualitas pendidikan Islam dengan pendidikan
karakter dalam membangun peradaban Islam melalui individu-individu
yang berkualitas, profesional dan kompeten sesuai bidangnya.
E. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan Penelitian ini adalah pendekatan kualitatif karena
berusaha mengumpulkan data, menganalisa, dan membuat interpretasi
secara mendalam tentang pemikiran tokoh Sunan Kalijaga. Jenis penelitian
ini merupakan penelitian etnografis karena mendeskripsikan suatu
kebudayaaan yang bersumber dari karya-karya dan ajaran Sunan Kalijaga.
Metodenya menggunakan telaah kepustakaan, yaitu penelitian yang dicari
lewat beragam informasi kepustakaan. Penelitian ini bersifat deskriptif
dengan menganalisis proses dan makna dari sudut pandang peneliti
mengenai konsep dan pemikiran pendidikan karakter menurut Sunan
Kalijaga, serta relevansinya dengan masa kini dengan menggunakan teori
yang telah ada.

7

2. Sumber Data
Sumber data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah studi
kepustakaan yakni pengumpulan data-data dengan cara mempelajari,
mendalami dan mengutip teori-teori dan konsep-konsep dari sejumlah
literatur baik buku, jurnal, majalah, ataupun karya tulis lainnya yang relevan
dengan topik penelitian. Penelitian ini sumber data yang dibutuhkan
meliputi sumber data primer dan sumber data sekunder.
a. Data Primer
Sumber data primer dalam penelitian ini adalah buku Menggali dan
Meneladani Ajaran Sunan Kalijaga (Kajian Sejarah dan Budaya Berbasis
Pendidikan Karakter) yang ditulis oleh Agus Hermawan, M.A dan buku
Sunan Kalijaga Guru Orang Jawa yang ditulis oleh Munawar J.
Khaelany.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data informasi yang diperoleh dari sumbersumber

lain

selain

data

primer,

yang

secara

tidak

langsung

bersinggungan dengan tema penelitian yang peneliti lakukan. Sumber
data sekunder dalam penelitian ini adalah literatur yang sesuai dengan
objek penelitian, baik itu teks buku, majalah, jurnal ilmiah, artikel,
rekaman atau kaset, arsip, dokumen pribadi, dokumen resmi lembagalembaga dan lain sebagainya serta hasil wawancara yang terkait dengan
penelitian ini.

8

3. Teknik Pengumpulan Data
a. Teknik Pustaka
Teknik pustaka ini menggunakan teknik library research
(kepustakaan), sehingga penelitian ini menggunakan kajian terhadap
buku-buku yang ada kaitannya dengan judul skripsi ini. Peneliti
mengumpulkan berbagai sumber data dengan mencari data mengenai halhal atau variabel berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah,
prasasti, notulen rapat, agenda, dan sebagainya (Arikunto, 2010:274).
Cara menghimpun data dari berbagai literatur tersebut, diharapkan
bisa melengkapi seluruh unit kajian data yang akan diteliti dan dianalisa
lebih lanjut. Penelitian dilakukan dengan metode observasi non partisipan
dengan mengamati pada sumber-sumber tertentu, mencari, menelaah
buku-buku, artikel atau lainnya yang berkaitan. Selain itu penelitian ini
termasuk jenis penelitian bibliografi, yakni dilakukan dengan mencari,
menganalisis, membuat interpretasi, serta generalisasi dari fakta-fakta
hasil pemikiran, ide-ide yang telah ditulis oleh pemikir dan ahli (Nazir,
1998:62).
b. Teknik Wawancara Mendalam
Teknik wawancara mendalam dilakukan dengan mengajukan
pertanyaan kepada informan yang mengarah pada kedalaman informasi
serta dilakukan dengan tidak formal, tidak terstruktur guna menggali
informasi yang lebih jauh dan mendalam (Sutopo, 2002:56-60). Teknik
ini bertujuan untuk memperoleh informasi secara lengkap tentang

9

pendidikan karakter dari keturunan Sunan Kalijaga yang masih hidup
atau para peneliti yang sudah meneliti sebelumnya.
4. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan penulis dalam penulisan skripsi
ini adalah :
a. Deduktif
Metode deduktif adalah metode berfikir yang berdasarkan pada
pengetahuan umum dimana kita hendak menilai suatu kejadian yang
khusus (Hadi, 1981:42). Metode ini digunakan untuk menjelaskan
konsep pendidikan karakter yang merupakan salah satu isi dari kurikulum
pendidikan terbaru di Indonesia.
b. Induktif
Metode Induktif adalah metode berfikir yang berangkat dari faktafakta peristiwa khusus dan konkret, kemudian ditarik generalisasigeneralisasi yang bersifat umum (Hadi, 1981:42). Metode ini digunakan
untuk membahas data tentang konsep pendidikan karakter menurut
Sunan Kalijaga guna ditarik kesimpulan dan dicari relevansinya dengan
dunia pendidikan nasional pada masa kini.
F. Penegasan Istilah
Dalam penelitian ini penegasan istilah diperlukan untuk menghindari
penafsiran dari judul di atas, maka penulis mencoba menjelaskan istilahistilah sebagai berikut :

10

1. Konsep merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan secara
abstrak

suatu

objek.

Melalui

konsep,

diharapkan

akan

dapat

menyederhanakan pemikiran dengan menggunakan satu istilah (Nasution,
2008:161). Dipertegas oleh Sudarminta bahwa konsep secara umum dapat
dirumuskan pengertiannya sebagai suatu representasi abstrak dan umum
(Sudarminta, 2002:87).
2. Pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang
atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2000:263).
Definisi lain mengartikan pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana
untuk mengembangkan potensi peserta didik agar memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
Negara (Sisdiknas, 2003:9).
3. Menurut Samani dan Hariyanto (2011:41-42), karakter adalah sebagai cara
berpikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerja
sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
4. Pendidikan karakter dalam penelitian ini merupakan suatu usaha yang
direncanakan secara bersama yang bertujuan menciptakan generasi penerus
yang memiliki dasar-dasar pribadi yang baik, baik dalam pengetahuan,
perasaan, dan tindakan. Pendidikan karakter adalah upaya sadar dan
sungguh-sungguh dari seorang guru untuk mengarahkan peserta didik pada
penguatan dan pengembangan perilaku anak secara utuh yang didasarkan

11

pada suatu nilai-nilai keluhuran. Ajaran yang berupa hal positif yang
dilakukan guru dan berpengaruh kepada peserta didik yang diajarnya
(Samani, 2012:243).
G. Sistematika Penulisan
1. Bagian Awal
Bagian awal ini, meliputi : sampul, lembar berlogo, judul (sama
dengan

sampul),

persetujuan

pembimbing,

pengesahan

kelulusan,

pernyataan keaslian tulisan, motto dan persembahan, kata pengantar,
abstrak, daftar isi, daftar tabel dan daftar lampiran.
2. Bagian Inti
BAB I

: PENDAHULUAN memuat latar belakang masalah, rumusan
masalah,

tujuan

penelitian,

kegunaan

penelitian,

metode

penelitian, penegasan istilah, dan sistematika penulisan.
BAB II

: BIOGRAFI memuat riwayat hidup Sunan Kalijaga.

BAB III : DESKRIPSI PEMIKIRAN memuat pemikiran pendidikan
karakter dari karya-karya dan ajaran Sunan Kalijaga.
BAB IV : PEMBAHASAN memuat uraian definisi pendidikan karakter,
implementasi dan relevansi pemikiran Sunan Kalijaga di era
globalisasi sekarang.
BAB V

: PENUTUP memuat kesimpulan dan saran.

Bagian akhir dari skripsi ini, memuat : daftar pustaka, lampiranlampiran, kuisioner wawancara dan daftar riwayat hidup penulis.

12

BAB II
BIOGRAFI SUNAN KALIJAGA
A. Riwayat Hidup Sunan Kalijaga
1. Lahir
Sunan Kalijaga dilahirkan dari keluarga bangsawan Tuban. Ayah
beliau adalah Tumenggung Wilatikta yang menjadi Adipati Tuban,
sedangkan ibunya adalah Dewi Nawangrum. Riwayat lain menyebutkan
bahwa Tumenggung / Adipati Wilatikta ini merupakan keturunan
Ranggalawe dari kerajaan Majapahit, ia memiliki putra bernama Raden Said
dan putri bernama Dewi Rasawulan dari perkawinannya dengan Dewi
Anggraeni (Suwardono, 2007:11). Sunan Kalijaga lahir sekitar tahun 1400an M dengan memiliki nama kecil Raden Mas Said / Raden Mas Syahid.
Sejak kecil Raden Mas Said telah diperkenalkan dengan agama Islam
oleh guru agama kadipaten Tuban. Tujuannya agar nilai-nilai dasar Islam
dari Al-Qur‟an dan Hadis dapat menjadi pedoman hidup beragama yang
baik bagi Raden Mas Said. Selain itu, beliau juga memiliki jiwa
kepemimpinan yang luar biasa serta pemberani dalam menyelesaikan suatu
permasalahan yang dihadapi. Ia selalu menjadi pemimpin atau pencetus ide
saat bergaul dengan anak-anak sebayanya. Raden Said pun anak cerdas yang
sangat gesit dan lincah. Namun kelebihan yang dimilikinya itu, tidak
membuat dirinya sombong. Malah sebaliknya, ia selalu rendah hati,
sehingga disukai teman-temannya.

13

2. Silsilah
Ada tiga pendapat yang berbeda mengenai silsilah Sunan Kalijaga.
Tiga pendapat itu mengatakan bahwa Sunan Kalijaga merupakan keturunan
orang Arab, China, dan Jawa asli.
a. Keturunan Arab
Merujuk pada buku De Hadramaut et ies Colonies Arabes Dans „l
Archipel Indien yang ditulis oleh Mr. C. L. N. Van De Berg, Sunan
Kalijaga merupakan keturunan Arab asli. Bahkan semua wali di Jawa
merupakan keturunan Arab. berikut urutan silsilahnya :
Abdul Muthalib (Kakek Rasulullah), berputra Abbas, berputra
Abdul Wakhid, berputra Mudzakkir, berputra Adullah, berputra
Khasmia, berputra Abdullah, berputra Madro‟uf, berputra „Arifin,
berputra Hasanuddin, berputra Jamal, berputra Akhmad, berputra
Abdullah, berputra Abbas, berputra Kourames, berputra Abdurrakhim,
berputra (Aria Teja, Bupati Tuban), berputra Teja Laku (Bupati
Majapahit), berputra Lembu Kusuma (Bupati Tuban), berputra
Tumenggung Wilatikta (Bupati Tuban), berputra (Raden Mas Syahid)
Sunan Kalijaga (Khaelany, 2014:20).
b. Keturunan China
Pada buku “Kumpulan Ceritera Lama” dari Kota Wali (Demak)
yang merupakan karya S. Wardi diterbitkan Wahyu menuturkan bahwa
Sunan Kalijaga merupakan anak orang China bernama Oei Tik Too
(Bupati Tuban yang bernama Wiratikta bukan Wilatikta). Bupati inilah

14

yang kemudian mempunyai anak laki-laki bernama Oei Sam Ik, dan
kemudian dikenal dengan nama Said. Sementara catatan-catatan yang
diketemukan oleh Residen Poortman dari Klenteng Sam Poo Kong
(1928) mengatakan bahwa banyak raja Jawa pada zaman Demak dan
para wali keturunan China. Salah satunya wali keturunan China adalah
Gang Si Cang yang merupakan nama lain dari Sunan.
c. Keturunan Jawa
Dari

keterangan

Darmosugito

(Trah

Kalinjangan)

yang

disampaikan pada seorang pembantu majalah Penyebar Semangat
Surabaya yang bernama Tj M (Tjantrik Mataram) menyebutkan bahwa
Sunan Kalijaga keturunan Jawa asli. Silsilah keturunan Jawanya yaitu,
Adipati Ranggalawe (Bupati Tuban), berputra Ario Teja I (Bupati
Tuban), berputra Aria Teja II (Bupati Tuban), berputra Aria Teja III
(Bupati Tuban), berputra Raden Tumenggung Wilatikta (Bupati Tuban),
berputra Raden Mas Said “Sunan Kalijaga” (Khaelany, 2014:21).
Dari ketiga pendapat di atas manakah yang dianggap benar? Tidak ada
yang dapat memberikan jawaban yang tepat, karena tidak ada catatan resmi
secara lengkap yang bisa menjadi bukti konkret sebagai pegangan. Namun,
sepanjang yang penulis ketahui tokoh Sunan Kalijaga merupakan orang
Jawa Asli, karena silsilahnya kalau diurutkan ke atas penulis yakini bahwa
hanya sampai pada raja-raja dari beberapa kerajaan di Jawa kala itu serta
sumber-sumber referensi yang masyhur saat ini menyebutkan kalau Sunan
Kalijaga merupakan orang Jawa.

15

3. Masa Muda
Melihat adanya kesenjangan ekonomi dan sosial di lingkungan
kadipaten tuban dikarenakan pemberlakuan pajak yang tinggi pada
penduduk atau rakyat jelata ditambah kemarau panjang sehingga semakin
memperpuruk keadaan mereka. Gelora jiwa muda Raden Said berontak dan
terpanggil untuk membantu mereka. Walau Raden Said berasal dari
keluarga bangsawan dia lebih menyukai kehidupan bebas yang tidak terikat
adat istiadat kebangsawanan. Dia gemar bergaul dengan rakyat jelata dan
segala lapisan masyarakat, sehingga lebih mengetahui seluk beluk
kehidupan masyarakat Tuban yang sebenarnya.
Niat untuk mengurangi penderitaan penduduk sudah pernah
disampaikan kepada ayahnya. Tetapi ayahnya tidak bisa berbuat banyak
dikarenakan kesibukan dan posisi yang hanya sebagai adipati bawahan
Majapahit. Namun niat Raden Said tidak padam, di saat malam saat semua
orang Kadipaten tertidur lelap, Raden Said mengambil sebagian hasil bumi
yang telah disetorkan ke Majapahit di gudang penyimpanan. Semua itu
dibagi-bagikan

kepada

rakyat

yang

sangat

membutuhkan

tanpa

sepengetahuan mereka. Lama kelamaan penjaga gudang menyadari kalau
barang-barang hasil bumi yang hendak disetorkan ke pusat kerajaan
Majapahit semakin berkurang. Kemudian ia merencanakan ide untuk
menjebak pencuri hasil bumi di gudang dengan mengajak dua orang sebagai
saksi. Dugaannya benar, malam hari berikutnya datanglah Raden Said ke
gudang dan setelah mengambil barang, tak disangka di luar gudang sudah

16

ada tiga orang mencegat Raden Said yang telah membawa barang-barang
dari dalam gudang. Akhirnya Raden Said dibawa beserta barang bukti ke
hadapan ayahnya, dan melihat itu Adipati Wilatikta menjadi marah. Karena
ini baru perbuatan pertama kali, Raden Said hanya dihukum dengan
hukuman cambuk dua ratus kali pada tangan dan kemudian disekap selama
beberapa hari tidak boleh keluar rumah.
Sesudah hukuman itu, dia benar-benar keluar dari lingkungan istana.
Bagi Raden Said hukuman ini tidak menyurutkan dirinya untuk menjadi
seorang maling, bahkan kini ia juga merampok dan membegal semua orang
kaya yang tinggal di Kadipaten Tuban. Tak peduli apakah jalan yang
ditempuhnya benar atau keliru, yang penting orang-orang yang hidup susah
terbantu olehnya. Dalam menjalankan aksinya Raden Said menggunakan
topeng khusus dan berpakaian serba hitam. Sasaran perampokannya yaitu
orang kaya apalagi yang pelit dan para pejabat Kadipaten yang curang
dalam menggunakan jabatannya. Tapi suatu ketika perbuatannya ini ditiru
oleh orang lain dan bermaksud mencelakakannya, dia adalah seorang
pemimpin perampok sejati yang telah mengetahui aksi Raden Said menjarah
harta pejabat kaya yang seharusnya menjadi incarannya.
Pada suatu malam, Raden Said mendengar jerit tangis para penduduk
desa yang kampungnya sedang dijarah perampok. Sesampainya di tempat
kejadian itu, kawanan perampok segera berhamburan melarikan diri. Hanya
tinggal pemimpin mereka yang sedang asyik memperkosa seorang gadis
cantik. Melihat kejadian itu, Raden Said kaget karena ia melihat seseorang

17

yang berpakaian serta topeng yang serupa seperti dirinya sedang berusaha
mengenakan pakaiannya kembali. Raden Said berusaha menangkap
perampok itu, namun pemimpin rampok itu berhasil melarikan diri.
Mendadak terdengar suara kentongan dari para penduduk yang datang ke
tempat itu. Pada saat itulah si gadis yang diperkosa perampok tadi
mendekati Raden Said dan menangkap erat-erat tangannya. Raden Said pun
jadi panik dan bingung. Para warga menerobos masuk dan akhirnya Raden
Said ditangkap dan dibawa ke rumah kepala desa. Kepala desa membuka
topeng di wajah Raden Said, dan saat mengetahui siapa orang dibalik
topeng itu ia jadi terbungkam. Sang kepala desa tak menyangka bahwa
perampok itu adalah putra dari kepala Kadipaten Tuban. Raden Said
dianggap sebagai perampok dan pemerkosa (Rahimsyah, 2008:64).
Diam-diam sang kepala desa berusaha membawa Raden Said ke istana
Kadipaten Tuban tanpa diketahui orang banyak. Adipati menjadi murka
karena anaknya yang selama ini selalu disayang dan selalu dibela telah
mencoreng nama baik keluarga sendiri. Kali ini Raden Said benar-benar
diusir dan harus meninggalkan wilayah Kadipaten Tuban. Seketika itu,
Raden Said betul-betul meninggalkan Kadipaten Tuban. Sang Adipati
Wilatikta sangat terpukul atas kejadian ini karena Raden Said yang
diharapkan dapat menggantikan kedudukannya selaku Adipati Tuban sirna
sudah untuk menuju ke arah itu. Mungkin inilah ujian yang memang harus
dialami oleh Raden Said sebelum menjadi seorang Wali yang dikagumi oleh
seluruh penduduk tanah Jawa.

18

4. Masa Dewasa
Saat Raden Said meninggalkan Kadipaten Tuban, ia terus berjalan
hingga sampailah di sebuah hutan bernama hutan Jatiwangi, kawasan
Lasem, Rembang, Jawa Tengah. Di hutan ini Raden Said bertemu seorang
lelaki tua berbaju putih yang membawa tongkat emas. Raden Said hanya
mengincar bekal dan tongkat emas yang dibawa lelaki tua itu untuk
dirampok. Saat Sunan Kalijaga meminta dengan paksa tongkatnya, lelaki
tua itu bersikap tenang. Setelah menerima nasehat dari Sunan Bonang,
Raden Said menjadi sadar bahwa yang selama ini yang dianggapnya baik
dan benar ternyata salah. Raden Said menyadari kepeduliannya untuk
membantu fakir miskin adalah sikap mulia, namun karena caranya dengan
mencuri dan merampok orang lain, perbuatannya menjadi keliru dan
berdosa.
Pertemuan dengan Sunan Bonang inilah yang mengubah arah hidup
Raden Said ke depan, karena memberikan pencerahan dalam hatinya.
Melihat kearifan dan dalamnya ilmu agama Sunan Bonang, membuat Raden
Said ingin berguru kepadanya. Sunan Bonang mau menerima Raden Said
sebagai muridnya dengan syarat ia diperintahkan untuk bertapa di pinggir
sebuah sungai hingga Sunan Bonang kembali lagi menemuinya.
Sekembalinya Sunan Bonang untuk menemui Sunan Kalijaga, kemudian ia
membangunkan Sunan Kalijaga dalam tapanya dengan mengumandangkan
adzan dan Sunan Kalijaga perlahan-lahan membuka matanya. Oleh Sunan
Bonang, Sunan Kalijaga dibersihkan dengan air sungai dan diberi pakaian

19

baru. Kemudian Sunan Bonang membawanya ke Ngampel Gading untuk
mendapatkan pelajaran secara mendalam mengenai agama.
Setelah berguru kepada Sunan Bonang, Raden Said juga pernah
berguru kepada Sunan Ampel dan Sunan Giri bahkan sempat pergi ke Pasai
untuk berguru serta berdakwah di Semenanjung Malaya hingga wilayah
Patani di Thailand Selatan. Lebih-lebih ia juga dikenal sebagai seorang
Tabib hebat yang salah satu pasiennya adalah Raja Patani. Maka dengan
kepopulerannya itu, ia mendapat julukan Syekh Sa‟id atau Syekh Malaya.
Di samping itu Raden Said juga dikenal sebagai Ki Dalang Kumendung di
Purbalingga, Ki Sida Brangti di Jawa Barat, dan Ki Dalang Bengkok di
Daerah Tegal (Hermawan, 2015:4).
Raden Said duduk dalam jajaran Walisanga atau sembilan wali
sebagai penyebar agama Islam di Jawa serta mempunyai gelar Sunan
Kalijaga. Kata Sunan Kalijaga ini menurut beberapa sumber berasal dari
perilaku Raden Mas Said yang telah diminta bertapa menjaga tongkat oleh
Sunan Bonang di tepi sungai atau kali sehingga beliau akhirnya disebut
Kalijaga. Namun ada juga yang menyebut istilah Kalijaga berasal dari
bahasa Arab “Qadli”, dan nama aslinya “Joko Said”, jadi frase asalnya
ialah “Qadli Joko Said” yang artinya Hakim Joko Said. Karena sejarah
mencatat bahwa saat wilayah (perwalian) Demak didirikan tahun 1478 oleh
Sunan Giri, sebagai Wali Demak waktu itu dan Sunan Kalijaga diserahi
tugas sebagai Qadli. Posisi Qadli ini menjadi bukti bahwa wilayah
pemerintahan ini telah menjalankan Syariah Islam. (Saputra, 2010:55-56).

20

5. Perkawinan
Menurut catatan sejarah, Sunan Kalijaga memiliki tiga orang Istri,
yaitu :
a. Dewi Sarah
Dewi

Sarah

merupakan

putri

Maulana

Ishak.

dan

dari

perkawinannya ini Sunan Kalijaga mempunyai 3 anak yaitu Raden Umar
Said (Sunan Muria), Dewi Rukayah dan Dewi Sofiah.
b. Siti Zaenab
Siti Zaenab adalah putri dari Sunan Gunungjati. Dari perkawinan
ini lahirlah 5 orang anak yakni, Ratu Pembayun, Nyai Ageng Panegak,
Sunan Hadi, Raden Abdurrahman, dan Nyai Ageng Ngerang.
c. Siti Khafsah
Siti Khafsah merupakan putri Sunan Ampel. Tetapi tidak ada
keterangan secara jelas mengenai jumlah dan siapa nama putra Sunan
Kalijaga dari perkawinannya dengan Siti Khafsah Ini (Khaelany,
2014:25).
6. Masa Pendidikan
Dalam sejarah pendidikan Sunan Kalijaga, disebutkan bahwa ia
memiliki banyak guru. Bahkan guru Sunan Kalijaga tidak hanya dari
Indonesia tetapi juga dari Luar Negeri. Beberapa guru Sunan Kalijaga
tersebut antara lain Sunan Bonang, Syekh Sutabris, Syekh Siti Jenar dan
Sunan Gunungjati.

21

a. Sunan Bonang
Berdasarkan beberapa sumber sejarah, Sunan Bonang sebenarnya
memiliki hubungan kekerabatan yang erat dengan Sunan Kalijaga.
Mengingat Sunan Ampel (Ayah Sunan Bonang) memperistri Nyi Gede
Manila, yang tidak lain adalah adik Adipati Wilatikta (Ayah Sunan
Kalijaga). Tapi dalam babad tanah Jawa berbagai versi menggambarkan
kalau Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga tidak saling kenal sebelumnya.
Inti ajaran yang diwejangkan oleh Sunan Bonang adalah sangkan
paraning dumadi, yaitu suatu ilmu yang hakikatnya menerangkan :
1) Asal-usul kejadian alam semesta dan seisinya (termasuk manusia).
2) Kepergian roh sesudah kematian ragawi.
3) Hakikat hidup dan mati.
b. Syekh Sutabris
Menurut naskah Sejarah Banten, Sunan Kalijaga pernah berguru
kepada Syekh Sutabris pada abad ke-15. Syekh Sutabris adalah guru
agama yang tinggal di pulau Upih termasuk bagian kota Malaka dan
terletak di sebelah utara sungai serta pulau yang ramai karena menjadi
pusat perdagangan waktu itu. Awalnya Sunan Kalijaga tidak ingin
berguru padanya tetapi ingin menyusul Sunan Bonang yang naik haji ke
Makkah. Di pulau tersebut, Sunan Kalijaga mendapatkan perintah dari
Syekh Maulana Maghribi agar kembali ke Jawa untuk membangun
masjid dan menjadi penggenap wali. Sekembalinya ke Jawa, Sunan

22

Kalijaga menetap di Cirebon dan bertemu Sunan Bonang. Desa tempat
bertemunya tersebut kemudian dikenal dengan nama desa Kalijaga.
c. Syekh Siti Jenar
Syekh Siti Jenar merupakan orang pertama di Pondok Giri
Amparan Jati (Cirebon). Sebuah sumber mengatakan, bahwa sewaktu
Sunan Kalijaga tinggal di Cirebon pernah belajar ilmu ilafi dari Syekh
Siti Jenar. Namun kemudian Sunan Kalijaga dan Syekh Siti Jenar sendiri
berguru tentang ilmu ma‟rifat dari Sunan Gunungjati selama empat
tahun.
d. Sunan Gunungjati
Berdasarkan Hikayat Hasanuddin, bahwa kehadiran Sunan Kalijaga
di Cirebon tidak lepas dari usahanya untuk menyebarkan agama Islam
dan sekaligus menuntuu ilmu pada Sunan Gunungjati. Disebutkan pula
bahwa Sunan Bonang Pangeran Adipati Demak dan keluarganya telah
pergi mengunjungi Sunan Gunungjati untuk berguru. Demikian pula
dengan Pangeran Kalijaga (Sunan Kalijaga) dan Pangeran Kadarajad
(Sunan Drajad). Dikisahkan melalui berbagai naskah, Sunan Kalijaga
juga diambil menantu Sunan Gunungjati. Selanjutnya Sunan Kalijaga
membuka pondok pesantren di daerah kaki bukit Gunungjati (Khaelany,
2014:26-29).
7. Sebagai Guru
Sunan Kalijaga adalah penganut paham sufistik yang berbasis salaf. Ia
mempunyai banyak murid antara lain, Sunan Bayat, Sunan Geseng, Ki

23

Ageng Sela, Empu Supa, dan masih banyak lagi. Dalam memberikan
pengajaran, Sunan Kalijaga selalu memilih kesenian dan kebudayaan Jawa
sebagai sarana.
8. Wafat
Sunan Kalijaga meninggal pada tahun 1586, dalam usia lebih dari 100
tahun dan dimakamkan di Kadilangu Demak. Anak keturunan beliau yang
masih hidup dari Trah Pangeran Wijil juga rata-rata berumur panjang
sampai 100 tahun. Ini menunjukkan bahwa masa hidup kanjeng Sunan
Kalijaga itu mulai masa akhir kekuasaan Majapahit pada 1478, Kesultanan
Demak, Kesultanan Cirebon, Kesultanan Banten, bahkan hingga Kerajaan
Pajang (lahir pada 1546) serta awal kehadiran Kerajaan Mataram.
B. Sunan Kalijaga Sebagai Seniman dan Budayawan
Pada zaman dahulu Sunan Kalijaga dalam berdakwah menyebarkan
agama Islam mempunyai cara dan strategi yang terbilang unik dan berbeda.
Karena disamping bertujuan mengislamkan masyarakat jawa kala itu yang
kebanyakan masih menganut kepercayaan nenek moyang, beliau mampu
berpikir cerdas dengan menggunakan cara menyusupkan nilai-nilai Islam
secara bertahap pada budaya yang telah berkembang saat itu. Jadi keyakinan
akan sendi-sendi agama Islam bisa mudah diterima tanpa menghilangkan
budaya yang telah melekat di hati masyarakat. Salah satu caranya, beliau
menciptakan beberapa tembang atau suluk antara lain :
1. Lir-Ilir
Lir-Ilir Lir Ilir Tandure Wus Sumilir
Tak Ijo Royo-Royo Tak Sengguh Temanten Anyar

24

Cah Angon Cah Angon Penekno Blimbing Kuwi
Lunyu-Lunyu Penekno Kanggo Mbasuh Dodotiro
Dodotiro-Dodotiro Kumitir Bedhah Ing Pinggir
Dondomono Jlumatono Kanggo Seba Mengko Sore
Mumpung Padhang Rembulane Mumpung Jembar Kalangane
Yo Surako Surak Hiyo
2. Gundul-Gundul Pacul
Gundul-Gundul Pacul Cul, Gembelengan
Nyunggi Nyunggi Wakul Kul, Gembelengan
Wakul Ngglempang Segane Dadi Sak Latar
Wakul Ngglempang Segane Dadi Sak Latar
Setiap tembang mempunyai arti yang sarat akan pesan religius dan
bernilai dakwah tentang keberadaan Islam. Selain menciptakan tembang, beliau
juga berdakwah dengan memadukan seni budaya yang melekat di masyarakat.
Seni tersebut diwujudkan dalam bentuk seni ukir, seni gamelan, wayang kulit,
perayaan Sekaten dan Grebeg (Saputra, 2010:19). Jasa-jasa dari Sunan
Kalijaga tersebut sampai sekarang masih dijaga dan dilestarikan. Salah satunya
sering diadakannya pementasan wayang kulit di berbagai daerah sebagai sarana
hiburan bagi masyarakat dan melestarikan agar tidak hilang tergerus zaman.
Cerita pada wayang kulit yang awalnya mengisahkan lakon Ramayana dan
Mahabarata, diganti lakonnya oleh Sunan Kalijaga menjadi lakon Dewa Ruci,
dan Jimat Kalimasada. Dewa Ruci ditafsirkan sebagai kisah Nabi Khidir,
Sedangkan Jimat Kalimasada melambangkan kalimat syahadat. Maka dari itu,
Sunan Kalijaga juga menjadi pandai mendalang. Beliau sering keluar masuk
kampung hanya untuk menggelar pertunjukan wayang kulit. Orang-orang yang
menyaksikan pementasan wayang tidak dimintai bayaran sepeserpun, mereka
hanya diminta mengucap dua kalimat syahadat. Melalui pendekatan yang

25

bertahap seperti itu, Sunan Kalijaga berpendapat masyarakat akan sedikit demi
sedikit mengerti agama Islam. Pertama memeluk Islam dulu dengan syahadat
selanjutnya bisa berkembang pengetahuan yang mendalam tentang Islam
dengan memahami cerita yang dibawakan saat mementaskan wayang.
Peninggalan karya dan ajaran Sunan Kalijaga lainnya seperti :
1. Seni Pakaian
2. Seni Suara
3. Seni dalam pembuatan Bedug atau Jidor
4. Perayaan Sekaten dan Grebeg
5. Ahli Tata Kota
6. Ahli Kenegaraan dan Strategi
Sunan Kalijaga memiliki jasa besar dalam pengembangan agama Islam di
Jawa. Metode dakwahnya yang menyesuaikan budaya atau kearifan lokal dapat
disandingkan

secara

bersama-sama

dengan

akidah

agama

Islam.

Berkembangnya agama Islam mampu menyebar secara luas tanpa adanya
konflik dan anarkisme. Masyarakat bisa menjalani hidup secara Islam seperti
halnya menjalankan tradisi dan budaya yang telah dahulu melekat sebelum
datangnya Islam. Ini semua merupakan hasil inovasi dan olah pikir Sunan
Kalijaga yang piawai meramu pengetahuan Jawa dengan ketauhidan Islam.
Popularitas beliau tak hanya dikenal di Jawa tetapi sampai dikenal oleh seluruh
masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Meski ajaran beliau
telah berumur lebih dari lima abad lamanya, namun masih mampu menjadi
inspirasi bagi semua orang sampai kini.

26

BAB III
DESKRIPSI PEMIKIRAN
A. Peran dan Jasa Sunan Kalijaga
Sunan Kalijaga mensyiarkan agama Islam menggunakan media kesenian
dan kebudayaan Jawa. Oleh karena itu, beliau dikenal sebagai seorang seniman
atau budayawan selain menjadi mubaligh atau pendakwah. Sebagai seorang
Wali yang tersohor di Jawa, Sunan Kalijaga memiliki peran besar di dalam
menyebarkan agama Islam karena beliau berjasa besar dalam strategi
perjuangan, pembangunan Masjid Agung Demak, dan dunia kesenian atau
kebudayaan. Serta banyak peninggalan dalam bentuk karya sastra, benda-benda
pusaka, dan lain sebagainya.
1. Peran di Dewan Walisanga
Seluruh anggota Dewan Walisanga yang kebanyakan sudah berusia
lanjut, mereka tetap senantiasa berjuang menyebarkan agama Islam. Hal
inilah yang memacu semangat Sunan Kalijaga sebagai anggota yang
terbilang masih muda, untuk terus mensyiarkan agama Islam sampai ke
pelosok desa. Karena dalam hal ini, ada Wali yang hanya berdakwah di
daerahnya saja dengan mendirikan padepokan atau pesantren. Sungguh luar
biasa kecerdasan Sunan Kalijaga sehingga mampu mencapai hasil optimal
dalam syiar agama. Sunan Ampel dan Sunan Bonang merasa sangat puas
atas usaha Sunan Kalijaga melaksanakan syiar Islam dengan menggunakan
media kesenian dan kebudayaan Jawa sehingga bisa berjalan efektif dan
relatif lebih mudah.
27

Melalui dakwah keliling sampai ke pelosok desa tersebut, membuat
Sunan

Kalijaga

mampu

memahami

berbagai

lapisan

masyarakat,

menyesuaikan diri dan menyelami lika-liku kehidupan rakyat kecil.
Kehadirannya di tengah-tengah masyarakat baik rakyat jelata maupun
kalangan menengah ke atas, menjadikannya dikenal sebagai mubaligh anti
kasta. Beliau merupakan wali yang kritis, dan mempunyai toleransi tinggi
dalam pergaulan, berpandangan luas dan memiliki budi pekerti yang luhur.
Kepandaian Sunan Kalijaga berdakwah bersama-sama Wali lainnya telah
berhasil menarik perhatian kawan atau lawan Islam. Walaupun Islam
dipeluk dalam bentuk apa pun, tetapi beliau telah berhasil mengislamkan
lebih dari 75% orang Jawa saat itu.
Sunan Kalijaga sangat toleran pada budaya lokal, karena menurutnya
masyarakat akan menjauh bila diserang pendiriannya. Masyarakat h