ANALISIS PENGARUH SUHU DAN KELEMBAPAN TE

JURNAL AGROTEKNOS Juli 2013
Vol. 3 No. 2. Hal 94-100
ISSN: 2087-7706

ANALISIS PENGARUH SUHU DAN KELEMBAPAN TERHADAP
PERKEMBANGAN PENYAKIT Tobacco mosaic virus
PADA TANAMAN CABAI
Analysis of the Effect of Temperature and Humidity on the
Development of TMV Disease on Pepper Plant
MUHAMMAD TAUFIK *), SARAWA, ASMAR HASAN, KIKI AMELIA
Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Haluoleo, Kendari

ABSTRACT
Climate, particularly environmental temperature, plays an important role in diseases
caused by plant viruses. This study investigated the role of environmental temperature and
humidity on development of Tobacco mosaic virus (TMV) on pepper (Capsicum anuum L).
The research was conducted by using regression analysis. The results showed that TMV
infection in plants could inhibit the growth of chili peppers. The temperature influenced
disease development of TMV for up to 56,6%, whereas the humidity did not influence TMV
disease development.
Keywords: temperature, humadity, TMV, disease development, pepper


1PENDAHULUAN

Tanaman cabai (Capsicum annuum L.)
merupakan salah satu sayuran penting yang
bernilai ekonomis tinggi dan digemari
masyarakat. Selain berguna untuk penyedap
makanan, cabai merah juga mengandung zat
gizi yang sangat berguna untuk kesehatan
seperti protein, lemak, karbohidrat, kalsium
(Ca), fosfor (P), besi (Fe), vitamin A dan C, dan
mengandung
senyawa-senyawa
alkaloid
seperti capsicum, flavonoid, dan minyak
esensial. Banyak manfaat tanaman cabai,
sehingga produksi cabai yang tinggi
dibutuhkan untuk menjaga suplainya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik
(2012)

bahwa
Indonesia
mampu
memproduksi
tanaman
cabai
sebesar
1.378.727 ton pada tahun 2009 dengan luas
lahan 233.904 ha atau sekitar 5,89 t ha -1,
kemudian pada tahun 2010 sebesar 1.328.864
ton dengan luas lahan 237.105 ha atau
menurun sekitar 3,26% dan pada tahun 2011
produksi cabai mencapai 1.483.079 ton
*)Alamat

Korespondensi:
Telpon/Fax: 0401-3193596/0401-3193596
E-mail: [email protected]

dengan luas lahan 239.770 ha atau sekitar

6,19 t ha-1. Sementara produksi cabai Sulawesi
Tenggara pada tahun 2010 sebesar 7.817 ton
dengan luas lahan 1.959 ha atau mengalami
peningkatan sebesar 3.054 ton atau sekitar
39,07% dibanding dengan produksi pada
tahun 2009. Namun sejak 2010 produksi cabai
mulai menurun. Produksi tahun 2011 hanya
sebesar 4.764 ton atau menurun sebesar 39%
dibandingkan dengan tahun 2010.
Salah satu faktor penyebab menurunya
produksi cabai adalah infeksi virus Tobacco
mosaic virus (TMV). TMV adalah salah satu
penyakit penting tanaman cabai dan telah
tersebar luas di Indonesia termasuk di
Sulawesi Tenggara (Li et al., 2007). Survei
yang dilakukan oleh Sulyo dan Duriat (1996),
bahwa penyakit virus ini terdapat di semua
pertanaman cabai. Laporan tersebut juga telah
menginformasikan keberadaan TMV pada
tanaman cabai di hampir seluruh provinsi di

Indonesia. Bukan hanya karena penyebaran
TMV yang telah meluas tetapi akibat infeksi
TMV dapat mengakibatkan kerugian ekonomi
yang cukup nyata karena dapat mengganggu
pertumbuhan dan menurunkan kualitas serta
kuantitas hasil tanaman cabai bergantung
tingkat ketahanan tanaman (Taufik et al.,
2009).

Vol. 3 No.2, 2013

Analisis Pengaruh Suhu dan Kelembapan

Mekanisme infeksi patogen termasuk virus
dipengaruhi oleh tiga faktor kunci yaitu
tanaman, patogen dan lingkungan (Agrios
2005). Pengaruh lingkungan yang cukup
penting dalam menginisiasi muncul dan
berkembangnya penyakit termasuk penyakit
yang disebabkan oleh virus tanaman yaitu

suhu dan kelembapan. Beberapa peneliti telah
melaporkan bahwa suhu dan kelembapan
berperan penting terhadap perkembangan
penyakit virus atau variasi gejala virus pada
tanaman (Hull 2002). Davidson dan Bergstron
(2004) melaporkan bahwa SBWMV (Soilborne
wheat mosaic virus) kestabilannya bergantung
pada suhu dan kelembapan tanah yang stabil
selama 24 jam. Hal yang sama telah
dilaporkan oleh Taufik et al.(2007) bahwa
kejadian penyakit Cucumber mosaic virus
(CMV) kejadian gejala tergantung pada ratarata suhu yang lebih rendah, sedangkan Chilli
veinal
mottle
virus
(ChiVMV)
lebih
berkembang pada suhu yang lebih tinggi
dibandingkan dengan CMV. Lebih lanjut
dijelaskan oleh Yi et al. (2009) bahwa peranan

molekul signaling-salicylic acid dan jasmonic
acid yang mengatur mekanisme pertahanan
melalui aktivasi gen EDS1 and PAD4,
nampaknya juga dikontrol oleh suhu.
Temparatur yang cenderung tinggi mampu
menghambat mekanisme pertahanan tanaman
terhadap infeksi patogen biotrofik (virus) atau
patogen hemibiotrophic. Oleh karena itu,
penelitian ini bertujuan mengevaluasi
pengaruh suhu atau kelembapan terhadap
perkembangan penyakit TMV pada tanaman
cabai.

dengan TMV dan 5 (lima) tanaman yang tidak
diinokulasi yang digunakan sebagai kontrol.
Tahapan-tahapan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Media Tanam dan Penanaman Cabai.
Tanah dan pupuk kandang dicampur dan
dimasukkan ke polibag berukuran 15 × 27 cm

dengan perbandingan 1 (satu) volume pupuk
kandang dengan 2 (dua) volume tanah top soil.
Benih cabai disemaikan dalam box kecambah
selama dua minggu di rumah kasa. Kadar air
tanah dijaga pada kondisi kapasitas lapang
dengan penyiraman pagi dan sore hari. Bibit
cabai yang berumur dua minggu dipindah
tanamkan ke dalam polibag yang telah
disiapkan sebelumnya.
Pembuatan Cairan Perasan Sumber
Inokulum Virus TMV. Pembuatan sap (cairan
perasan) dilakukan dengan menggerus daun
tanaman terinfeksi virus mosaik digerus
dalam mortar steril yang telah diisi dengan
larutan penyangga fosfat 0,01 M, pH 7.
Pebandingan sap dengan larutan penyangga
adalah 1 g daun terinfeksi virus per 5 ml
larutan penyangga fosfat (1:5 b/v). Sap
tersebut siap diinokulasi ke tanaman uji.
Inokulasi Virus TMV secara Mekanis.

Inokulasi TMV dilakukan pada dua helai daun
muda yang telah terbuka penuh pada sore
hari. Sebelum cairan inokulum (sap) tanaman
dioleskan pada kedua daun tersebut, terlebih
dahulu permukaan atas daun ditaburi dengan
karborundum. Selanjutnya dengan kapas steril
sap tanaman diambil dan dioleskan pada
permukaan daun. Selama pengolesan sap
dilakukan searah yang dimulai dari pangkal
daun sampai ke ujung daun. Segera
pengolesan sisa sap dan karborundum disiram
dengan air steril. Pemeliharaan tanaman
dilakukan dengan menjaga dari investasi dari
gulma dan serangan hama khususnya
kutudaun secara mekanis.
Pengamatan. Variabel yang diamati dalam
penelitian ini adalah: pertumbuhan tanaman
(tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, Suhu
dan Kelembapan Harian (mengukur waktu
pagi pada jam 07.00 WITA, siang pada jam

12.00 WITA, dan sore pada jam 17.00 WITA),
dan perkembangan penyakit). Pengamatan
dilakukan setiap minggu sebanyak 4 kali
pengamatan. Pengamatan dilakukan setelah
aplikasi TMV.

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat. Bahan yang digunakan
dalam penelitian ini diantaranya adalah,
sumber inokulum TMV (Koleksi Laboratorium
HPT), benih cabai besar varietas Wibawa F1,
karborundum, pupuk kandang, dan NPK,
media tanam, polibag ukuran 25 cm × 17 cm,
dan kertas label. Alat yang digunakan
diantaranya adalah alat penyiraman (gembor),
box kecambah, thermometer, hygrometer,
kamera dan alat tulis menulis.
Metode
Penelitian. Penelitian ini
dilakukan dengan menguji tanaman cabai

varietas Wibawa F1 dengan virus TMV. Jumlah
tanaman uji yang digunakan adalah 60
tanaman dimana 55 tanaman diinokulasi

95

96

TAUFIK ET AL.

J. AGROTEKNOS

Analisis Data. Data hasil pengamatan
dianalisis menggunakan metode sebagai
berikut:
Analisis dua sampel yang tidak saling
berhubungan (Independent samples) yang
digunakan untuk menganalisis data variabel
pertumbuhan tanaman cabai. Uji yang
digunakan adalah uji beda t (bila data

berdistribusi normal) dan uji beda MannWhitney U (bila data tidak berdistribusi secara
tidak normal).
Analisis regresi yang digunakan untuk
menganalisis data hubungan suhu (T) dan
kelembapan
(RH)
harian
terhadap
perkembangan penyakit. Uji yang digunakan
adalah uji regresi kuadratik dan regresi
berganda.
Persamaan regresi kuadratik digunakan
untuk
menyatakan
hubungan antara
perkembangan penyakit dalam hal ini jumlah
tanaman bergejala virus dengan faktor suhu
atau kelembapan harian. Persamaan umum
regresi kuadratik adalah sebagai berikut:
, dimana:
Y = Perkembangan penyakit TMV
(jumlah tanaman bergejala)
X1 = Tpagi
X2 = Tsiang
X3 = Tsore
X4 = RHpagi
X5 = RHsiang
X6 = RHsore
α,β = konstanta
Persamaan regresi linier berganda dilakukan untuk memperoleh hubungan dua faktor
iklim, yaitu suhu dan kelembapan harian
secara keseluruhan terhadap perkembangan

penyakit, sehingga dapat diketahui hubungan
faktor iklim dan perkembangan penyakit
secara umum. Persamaan regresi linier
berganda adalah sebagai berikut:
dimana:
Y = Perkembangan
(jumlah tanaman bergejala)
X1 = Tpagi
X2 = Tsiang
X3 = Tsore
X4 = RHpagi
X5 = RHsiang
X6 = RHsore
α,β = konstanta

penyakit

TMV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Variabel Pertumbuhan Tanaman Cabai.
Hasil uji beda menunjukkan bahwa hanya
pada pengamatan umur 1 MSI ada perbedaan
yang nyata antara tinggi tanaman cabai yang
diinokulasi TMV dengan tanpa inokulasi.
Pengamatan rata-rata tinggi tanaman cabai
yang diinokulasi dengan TMV lebih rendah
dibandingkan dengan tanpa inokulasi pada
umur 1, 2, 3 dan 4 MSI. Rata-rata jumlah daun
tanaman cabai baik yang diinokulasi maupun
yang tidak diinokulasi berbeda tidak nyata,
sedangkan hasil pengamatan rata-rata luas
daun umur 2, 3, dan 4 MSI terlihat ada
perbedaan yang nyata antara tanaman yang
diinokulasi TMV dengan tanpa inokulasi pada
umur 2 MSI. Luas daun tanaman cabai yang
diinokulasi lebih sempit dibanding dengan
tanpa inokulasi (Tabel 1).

Tabel 1. Pertumbuhan tanaman cabai yang diinokulasi dan tanpa inokulasi

Variabel Pertumbuhan
Tinggi tanaman 1 MSI
Tinggi tanaman 2 MSI
Tinggi tanaman 3 MSI
Tinggi tanaman 4 MSI
Jumlah daun 1 MSI
Jumlah daun 2 MSI
Jumlah daun 3 MSI
Jumlah daun 4 MSI
Luas daun 2 MSI
Luas daun 3 MSI
Luas daun 4 MSI

Rata-rata Perlakuan
Inokulasi
Tanpa Inokulasi
11,2 cm
12,6 cm
15,6 cm
17,4 cm
22,0 cm
23,9 cm
24,8 cm
26,0 cm
8,4 helai
8,8 helai
10,2 helai
10,4 helai
9,3 helai
10,6 helai
8,6 helai
9,0 helai
8,0 cm
21,1 cm
23,3 cm
30,5 cm
29,5 cm
36,5 cm

Uji beda
* (t)
tn (t)
tn (t)
tn (t)
tn (M)
tn (M)
tn (M)
tn (t)
* (t)
tn (t)
tn (t)

Keterangan: * = berbeda nyata; tn = berbeda tidak nyata; t = uji beda t; dan M = uji beda Mann-Whitney U

Vol. 3 No.2, 2013

Analisis Pengaruh Suhu dan Kelembapan

97

Variabel
Hubungan
Suhu
dan
Kelembapan Harian terhadap Perkembangan Penyakit. Terdapat hubungan antara
faktor suhu dan kelembapan harian terhadap
faktor perkembangan penyakit baik itu suhu
dan kelembapan pagi, siang, maupun sore
hari. Namun berdasarkan hasil anova regresi
terlihat bahwa hanya faktor suhu siang saja
yang memberikan hubungan yang signifikan

terhadap faktor perkembangan penyakit
dengan persamaan regresi Y = 4,6 X22 – 266,3
X2 + 3891,3 sehingga hanya persamaan
regresi inilah yang layak digunakan untuk
memprediksikan perkembangan penyakit
TMV.
Persamaan
regresi
tersebut
memberikan nilai R2 sebesar 56,6% dan R
sebesar 0,752 lebih tinggi dibanding faktor
lainnya
(Tabel
2).

Tabel 2. Rekapitulasi hasil analisis kuadratik dan berganda faktor suhu dan kelembapan harian
terhadap perkembangan penyakit

Analisis
Regresi
Kuadratik

Linier
Berganda

Nilai
Korelasi
(R)
0,418
0,752
0,277
0,422
0,419
0,496
0,757

Koefisien
Determinasi
(R2)
17,5%
56,6%
7,7%
17,8%
17,6%
24,6%

Anova
Regresi

Persamaan Regresi
Y = - 1,1 X12 + 54,9 X1 – 680,5
Y = 4,6 X22 – 266,3 X2 + 3891,3
Y = 3,4 X32 – 189,0 X3 + 2667,8
Y = 0,2 X42 – 29,0 X4 + 1410,9
Y = - 0,3 X52 + 50,0 X5 – 2326,9
Y = 0,3 X62 – 53,6 X6 + 2401,3
Y = – 7,2 X1 – 8,8 X2 + 7,9 X3 – 3,1 X4
– 4,2 X5 + 3,7 X6 + 583,3

57,3%

tn
*
tn
tn
tn
tn
tn

Keterangan: Y = jumlah tanaman bergejala; X1 = suhu pagi; X2 = suhu siang; X3 = suhu sore; X4 =
kelembapan relatif pagi; X5 = kelembapan relatif siang; X6 = kelembaprelatif sore; * =
berpengaruh nyata; tn = berpengaruh tidak nyata

Berdasarakan pada Tabel 3, bahwa ratarata suhu siang selama 11 hari pengamatan
adalah 29,20C, sementara waktu pertama
munculnya tanaman yang bergejala mosaik
terjadi ketika suhu mencapai 26,1 0C sebanyak
29 tanaman. Setelah itu tanaman yang
bergejala mulai bertambah dari 29 sampai 55
tanaman. Rata-rata tingkat kelembapan yang
Tabel 3.

tinggi pada siang hari 99,3%, sedangkan pada
pengamatan hari ke tujuh dan delapan
kelembapan mencapai 99% yang mungkin
berkontribusi menyebabkan munculnya gejala
mosaik meskipun analisis secara kuadratik
variabel kelembapan tidak berpengaruh
terhadap perkembangan penyakit TMV.

Pengamatan jumlah tanaman bergejala virus serta pengukuran suhu dan kelembapan setiap
hari setelah inokulasi TMV.

Waktu Pengamatan
(hari)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Rata-rata

Jumlah Tanaman
Bergejala (%)
0
0
0
0
0
0
29
29
49
52
55

Pagi
24
26,1
26,8
25,4
29,8
31
25,6
26,5
24,7
26,2
25,5
26,5

Suhu (⁰C)
Siang
Sore
29,5
27,4
30,3
26,5
29,5
27
29,9
28,9
28,5
30
30,4
26,6
26,1
27,6
27,5
25,8
32,5
27,6
30,9
29,6
26,6
25,7
29,2
27,5

Kelembapan (%)
Pagi
Siang
Sore
93
99
93
99
83
86
99
92
93
99
99
99
99
89
82
89
85
91
99
99
99
99
99
99
99
90
99
81
92
85
92
99
99
95,3
93,3
93,2

98

TAUFIK ET AL.

Konsep
segitiga
penyakit
yang
menunjukkan hubungan atau pengaruh yang
kuat terhadap munculnya penyakit pada suatu
tanaman. Faktor lingkungan seperti suhu dan
kelembapan cukup berperan penting terhadap
munculnya gejala virus dan bukan hanya pada
gejala, tetapi juga dapat mempengaruhi
pertumbuhan
tanaman.
Rata-rata
pertumbuhan tanaman cabai yang diamati
seperti tinggi tanaman, jumlah dan luas daun
menunjukkan bahwa tanaman cabai yang
diinokulasi
dengan
TMV
memberikan
pertumbuhan yang lebih rendah dibanding
dengan tanaman yang tidak diinokulasi
(kontrol). Infeksi TMV pada tanaman cabai
dapat menekan pertumbuhan tinggi tanaman
umur 1 MSI dan pertumbuhan luas daun umur
2 MSI secara nyata dibanding dengan kontrol.
Respon penghambatan pertumbuhan tanaman
cabai disebabkan oleh replikasi virus yang
terdapat dalam tanaman. Replikasi virus
terjadi baik pada bagian yang diinokulasi
maupun pada bagian tanaman yang tidak
diinokulasi, bahkan dapat memasuki sistem
transportasi tanaman sehingga virus dapat
menyebar secara sistemik ke seluruh bagian
tanaman, sehingga pertumbuhan tanaman
menjadi terhambat. Sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Akin dan Nurdin (2003)
bahwa infeksi TMV pada tiga kultivar cabai
yaitu Cimerti, HP-Typhoon dan HP-Tornado
dapat
menyebabkan
menurunnya
pertumbuhan vegetatif yang ditunjukkan oleh
pengurangan lebar daun dan tinggi tanaman.
Hal yang sama dilaporkan oleh Taufik et al.
(2010) bahwa infeksi Cucumber mosaic virus
pada tanaman cabai mengakibatkan terjadinya
penghambatan pertumbuhan tanaman baik
pada peubah tinggi tanaman maupun pada
jumlah daun. Selanjutnya menurut Nurhayati
(1996), bahwa
infeksi
virus
dapat
menghambat zat tumbuh pada tanaman
sehingga tanaman yang terinfeksi virus
mempunyai rerata tinggi tanaman yang
rendah jika dibandingkan dengan tanaman
yang tidak terinfeksi virus (kontrol).
Terganggunya pertumbuhan tanaman
seperti tinggi tanaman dan luas daun akibat
infeksi virus secara tidak langsung dapat
berpengaruh negatif terhadap perkembangan
tanaman melalui gangguan pada proses
fisiologi dalam tanaman seperti proses
fotosintesis,
khususnya
dalam
hal
pemanfaatan cahaya matahari sebagai sumber

J. AGROTEKNOS
energi. Tanaman yang lebih rendah akan
cenderung mendapatkan cahaya matahari
lebih sedikit dibanding dengan tanaman yang
lebih tinggi, begitu pula halnya tanaman yang
memiliki daun yang lebih sempit akan
menerima cahaya matahari lebih sedikit
dibanding dengan daun yang lebih lebar.
Proses fotosintesis dapat berdampak
negatif pada hasil akhir tanaman. Sejalan
dengan hal tersebut, Goodman et al. (1986)
menguraikan bahwa pengurangan lebar daun
tanaman cabai yang diinokulasi TMV akan
mengurangi fotosintesis tanaman cabai yang
mengakibatkan berkurangnya akumulasi
fotosintat yang pada akhirnya akan
menurunkan pertumbuhan vegetatif tanaman.
Selain penurunan lebar daun, infeksi virus
secara umum akan mengurangi jumlah total
klorofil akibatnya
mengurangi efisiensi
fotosintesis tanaman. Hooks et al. (2008) telah
menguraikan bahwa infeksi BBTV (Banana
bunch top virus) pada tanaman pisang
signifikan mereduksi level klorofil sebesar
hampir 25 SPAD (Special Product Analysis
Division
(alat
pengukur
klorofil))
dibandingkan dengan tanaman yang tidak
diinokulasi, level klorofilnya mencapai 40
SPAD. Jauh sebelumnya Balachandran et al.
(1994) telah melaporkan bahwa terjadi
gangguan yang berat pada proses fotosintetis
sehingga mengganggu perkembangan daun
tembakau. Lebih lanjut diuraikan bahwa
gangguan tersebut menyebabkan klorofil daun
rusak di sekitar mosaik.
Gejala infeksi virus TMV yang terlihat pada
7 HSI yaitu munculnya mosaik pada daun
tanaman muda yang diikuti dengan klorosis
akibat berkurangnya kandungan klorofil
tanaman karena proses fotosintesis yang
terganggu
kemudian gejala berkembang
menjadi meluas dan lebih lanjut menyebabkan
daun mulai mengalami gejala malformasi
(daun menggulung). Berdasarkan hasil
analisis regresi diketahui bahwa pertambahan
jumlah tanaman yang bergejala virus TMV
setiap harinya berkorelasi kuat (R = 0,752)
dengan suhu siang, sedangkan dengan suhu
pagi, suhu sore, kelembapan pagi, kelembapan
siang atau kelembapan sore korelasinya lemah
karena nilai R-nya lebih kecil. Persamaan
regresi yang terbentuk adalah persamaan
regresi kuadratik Y = 4,6 X22 – 266,3 X2 +
3891,3.

Vol. 3 No.2, 2013

Analisis Pengaruh Suhu dan Kelembapan

Persamaan regresi tersebut di atas
menjelaskan bahwa pada suhu siang yang
konstan diprediksikan jumlah tanaman yang
bergejala virus dapat mencapai 3891,3 dan
akan mengalami penurunan jumlah sebesar
266,3 pada setiap peningkatan suhu siang
sebesar 26,10C – 32,50C (Tabel 2.). Persamaan
regresi tersebut memiliki nilai koefisien
determinan (R2) yang cukup tinggi yaitu
56,6% dibanding variabel suhu yang lain.
Artinya 56,6% pertambahan jumlah tanaman
yang terinfeksi virus setiap harinya
dipengaruhi oleh faktor suhu siang yang
cenderung lebih tinggi, sedangkan sisanya
sebesar 43,4% dipengaruhi oleh faktor-faktor
lain. Hal telah dilaporkan oleh Chellappan et
al. (2005) bahwa gemini virus pada tanaman
ubi kayu gejalanya akan berkurang pada
daun-daun muda ketika terjadi peningkatan
suhu dari 25°C ke 30°C. Hal ini disebabkan
terjadinya
peningkataninduced
RNA
silencing sehingga dapat menghambat
replikasi virus dalam jaringan tanaman dan
menyebabkan berkurangnya gejala. Menurut
Saitoh et al. (1998) bahwa salah satu strain
CMV (Y-CMV) akan terhambat replikasinya
pada suhu yang tinggi (360C). Lebih lanjut
dijelaskan bahwa adanya cekaman suhu akan
mengakibatkan faktor-faktor penting untuk
replikasi virus terhambat yang pada akhirnya
mengakibatkan akumulasi RNA hanya
mencapai
20%.
Pewarnaan
dengan
immunogold daun terinokulasi menunjukkan
bahwa distribusi sel-sel terinfeksi pada suhu
360C
menjadi
terbatas.
Hasil
ini
mengindikasikan bahwa replikasi CMV dan
pergerakannya
dari sel ke sel mungkin
sensitif terhadap suhu. Diduga ekspresi gen
protein 3a yang menentukan penyebaran
infeksi CMV atau selubung protein tidak
fungsional pada suhu yang tinggi (Boccard dan
Baulcombe 1993; Taliansky et al., 1995). Oleh
karena itu, penelitian ini memberikan
informasi bahwa peningkatan rata-rata suhu
pada siang hari memberikan pengaruh
terhadap perkembangan penyakit TMV pada
tanaman cabai.

sedangkan kelembapan tidak mempunyai
pengaruh terhadap perkembangan penyakit
TMV.

KESIMPULAN
Infeksi TMV pada tanaman cabai dapat
menghambat pertumbuhan tanaman cabai.
Suhu siang mempunyai pengaruh sebesar
56,6% terhadap perkembangan penyakit TMV,

99

DAFTAR PUSTAKA
Agrios G.N. 2005. Plant Pathology. Edisi ke-5.
New York: Academic Press.
Akin, H.M. dan M. Nurdin, 2003. Pengaruh infeksi
TMV (Tobacco mosaic virus) terhadap
pertumbuhan vegetatif dan generatif beberapa
varietas cabai merah (Capsicum annuum L.).
Jurnal Hama dan Penyakit Tanaman Tropika. 3
(1): 10-12.
Badan Pusat Statistik Indonesia. 2012. Statistik
Indonesia 2012. Jakarta.
Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi tenggara.
2012. Sulawesi Tenggara dalam angka 2012.
Kendari.
Balachandran, S., C. B. Osmond and A. Makino.
1994. Effect of two strain of Tobacco mosaic
virus on photosynthetic characteristics and
nitrogen partitioning in leaves of Nicotiana
tabaccum CV xanthi during photoacclimation
under two nitrogen nutrition regimes. Journal
Plant. Physio 104:1043-1050.
Boccard. F. and D.C Baulcombe. 1993. Mutational
analysis of cis-acting sequence and gene
function in RNA 3 of Cucumber mosaic virus.
Virology 193 : 563-578.
[CABI] CAB International. 2003. Crop Protection
Compendium [serial online]. CAB International.
Cahyono, B. 2003. Teknik Budidaya Cabai Rawit
dan Analisis Usaha Tani. Kanisius. Yogyakarta.
Davidson, C.L. and G.C Bergstrom. 2004. The effect
of postplanting environment on the incidance of
soilborne viral diseases in winter cereals.
Phytopathology 94: 527–534.
Chellappan P, R. Vanitharani, F. Ogbe and C. M.
Fauquet. 2005. Effect of Temperature on
Geminivirus-Induced RNA Silencing in Plants.
Journal Plant Physiolog, 138( 4) : 1828-1841
Damsteegt V.D. and A.D. Hewiings. 1987.
Relationships between Aulacorthum solani and
Soybean dwarf virus ; effect of temperature on
transmission. Phytopathology 77: 515-518.
Duriati, A.S. 1996. Penyegahan penyakit virus pada
tanaman tomat. Proseding Seminar Ilmiah
Nasional Komoditas Sayuran. Lembang-Oktober
1995. Batista – PFI Komda Bandung – CIBA
Plant Protection. Hlm.575-581.
Goodman, R.N., Z. Kiraly and M. Zaitlin, 1967. The
Biochemistry and Physiology of Infection Plant
Disease. Van Mastrand Company. Inc. London
Hooks, C.R.R, M.G wright, D.S Kabasmua, R.
Manandhar and R.P.P. Almeida. 2008. Effect of
Banana bunchy top virus infection on
morphology and growth characteristics of

100 TAUFIK ET AL.
banana. Journal Annals of applied Biology.153:19.
Hull, R. 2002. Matthews’ plant virology. Fourth Ed.
San Digo. Academic Press.
Nurhayati, 1996. Pengaruh Umur Tanaman Cabai
Terhadap Infeksi Campuran TMV, CMV dan
PVY. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan.
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Jawa Barat.
Saitoh H, Saiga T, Ohki and Osaki. 1998. Systemic
resistance in cucumis figarei to some strains of
Cucumber mosaic virus is breakable at high
temperature. Ann. Phytopathol. Soc. Jpn. 64:194197.
Taufik M, S.H. Hidayat, S. Sujiprihati, G. Suastika
dan S.M. Mandang. 2007. Ketahanan beberapa
varietas cabai terhadap Cucumber mosaic virus
dan Chilli veinal mottle virus. Jurnal HPT Tropika
7 (2):130-139.

J. AGROTEKNOS
Taufik, M. 2009a. Evaluasi ketahanan beberapa
varietas cabai terhadap TMV (Tobacco mosaic
virus). Agriplus 19 (01): 32-40.
Taufik, M. 2009b. Pengaruh cairan perasan bunga
pukul empat (Mirabilis jalapa) terhadap infeksi
TMV (Tobacco mosaic virus) pada tanaman
cabai besar (Capsicum annum L.) Agriplus 19
(01): 95-100.
Taufik, M., A. Rahman, A Wahab, dan S.H. Hidayat.
2010. Mekanisme Ketahanan Terinduksi oleh
PGPR (Plant Growth-Promoting Rhizobacteria)
Pada Tanaman Cabai Terinfeksi CMV (Cucumber
Mosaic Virus). Jurnal Hortikultura Vol. 20 (3):
273-283
Yi. W, Z. Bao, Y. Zhu, and J. Hua. 2009. Analysis of
Temperature Modulation of Plant Defense
Against Biotrophic Microbes. Journal Molecular
Plant-Microbe Interaction, 22 (5) : 498-506