LAPORAN PENDAHULUAN ORIF LA DAN

BAB I
TINJAUAN TEORI
A. Anatomi dan Fisiologi
Tulang-tulang lengan diantaranya :
-

Skapula

-

Klavikula

-

Humerus

-

Ulnaris

-


Ossa Karpalia

-

Ossa Metakarpalia

-

Phalanges

Tulang radius dan ulna :
Radius adalah tulang pada sisi luar dari lengan bawah memiliki ujung
proksimal dengan :
-

Kaput, berarti kulasi dengan capitulum humerus

-


Humerus

-

Tuberositas, tempat melekatnya tendon dari otot bisep

Korpus, tempat berbagai otot fleksor dan ekstensor melekat, bagian distal,
dengan procesus styloideus meruncing dan permukaan artikular bagian distal
ulnalis.
Ulna adalah tulang panjang pada sisi dalam lengan bawah. Memperlihatkan :
bagain proksimal dengan :
-

Olecanon, dengan processus yang runcing terletak di belakang bagian
distal humerus.

-

Processus coronoideus, processus yang meruncing di depan


-

Incisura

trochlearis, processus ini merupakan tempat bagian distal

numerus dan pada sisi luarnya tempat kaput radius.
Korpus dengan taper tempat otot-otot fleksor dan ekstensor dari lengan
bawah dan tangan melekat.
Bagain distal dengan :
-

Processus styloideus kecil

-

Permukaan artikular tempat bagian distal radius

-


Permukaan artikular yang dipisahkan dari tulang-tulang pergelangan oleh
bantalan kartilago.

Membran interosus selapis jaringan fibrosa, yang melekat ke ujung
perbatasan radius dan ulna dan memenuhi celah diantaranya. Hal ini
memberikan perlekatan untuk otot-otot baik di depan dan di belakang.
Menurut Long, B.C, fungsi tulang secara umum yaitu :
1) Menahan jaringan tubuh dan memberi bentuk kepada kerangka tubuh.
2) Melindungi organ-organ tubuh (contoh:tengkorak melindungi otak).
3) Untuk pergerakan (otot melekat kepada tulang untuk berkontraksi dan
bergerak).
4) Merupakan gudang untuk menyimpan mineral (contoh kalsium dan
posfor).
5) Hematopoiesis (tempat pembuatan sel darah merah dalam sum-sum
tulang).
B. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya, terjadinya jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang
besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2001). Fraktur adalah
pemisahan atau patahnya tulang (Doengoes, 2000)

C. Etiologi
Menurut Apley dan Salomon (2000), tulang bersifat relative rapuh namun
cukup mempunyai kekuatan gaya pegas untuk menahan tekanan. Fraktur
dapat disebabkan oleh
-

Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan
puntir mendadak, kontraksi otot ekstrim.

-

Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki
terlalu jauh.

-

Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur
patologis.

Menurut Mansjoer (2000), ada empat jenis fraktur antebrachii yang khas

beserta penyebabnya yaitu :
1. Fraktur Colles
Deformitas pada fraktur ini berbentuk seperti sendok makan (dinner fork
deformity). Pasien terjatuh dalam keadaan tangan terbuka dan pronasi,
tubuh beserta lengan berputar ke ke dalam (endorotasi). Tangan terbuka
yang terfiksasi di tanah berputar keluar (eksorotasi/supinasi).
2. Fraktur Smith
Fraktur Smith merupakan fraktur dislokasi ke arah anterior (volar), karena
itu sering disebut reverse Colles fracture. Fraktur ini biasa terjadi pada
orang muda. Pasien jatuh dengan tangan menahan badan sedang posisi
tangan dalam keadaan volar fleksi pada pergelangan tangan dan pronasi.
Garis patahan biasanya transversal, kadang-kadang intraartikular.
3. Fraktur Galeazzi
Fraktur Galeazzi merupakan fraktur radius distal disertai dislokasi sendi
radius ulna distal. Saat pasien jatuh dengan tangan terbuka yang
menahan badan, terjadi pula rotasi lengan bawah dalam posisi pronasi
waktu menahan berat badan yang memberi gaya supinasi.
4. Fraktur Montegia
Fraktur Montegia merupakan fraktur sepertiga proksimal ulna disertai
dislokasi sendi radius ulna proksimal. Terjadi karena trauma langsung.

D. Patofisiologi
Jenis fraktur :
1. Fraktur komplit adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan
biasanya mengalami pergeseran
2. Fraktur inkomplit, patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah
tulang.
3. Fraktur tertutup (fraktur simple), tidak menyebabkan robekan kulit.
4. Fraktur terbuka (fraktur komplikata/kompleks), merupakan fraktur dengan
luka pada kulit atau membrana mukosa sampai ke patahan tulang.
Fraktur terbuka digradasi menjadi : Grade I dengan luka bersih kurang
dari 1 cm panjangnya dan sakit jelas, Grade II luka lebih luas tanpa
kerusakan jaringan lunak yang ekstensif dan Grade III, yang sangat

terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensi,
merupakan yang paling berat.
Penyembuhan/perbaikan fraktur :
Bila sebuah tulang patah, maka jaringan lunak sekitarnya juga rusak,
periosteum terpisah dari tulang dan terjadi perdarahan yang cukup berat.
Bekuan darah terbentuk pada daerah tersebut. Bekuan akan membentuk
jaringan granulasi, dimana sel-sel pembentuk tulang premitif (osteogenik)

berdeferensiasi menjadi kondroblas dan osteoblas. Kondroblas akan
mensekresi fosfat yang akan merangsang deposisi kalsium. Terbentuk
lapisan tebal (kalus disekitar lokasi fraktur. Lapisan ini terus menebal dan
meluas, bertemu dengan lapian kalus dari fragmen yang satunya dan
menyatu. Fusi dari kedua fragmen terus berlanjut dengan terbentuknya
trabekula oleh osteoblas, yang melekat pada tulang dan meluas menyebrangi
lokasi fraktur. Persatuan (union) tulang provisional ini akan menjalani
transformasi metaplastikuntuk menjadi lebih kuat dan lebih terorganisasi.
Kalus tulang akan mengalami re-modelling dimana osteoblas akan
membentuk tulang baru sementara osteoklas akan menyingkirkan bagian
yang rusak sehingga akhirnya akan terbentuk tulang yang menyerupai
keadaan tulang aslinya

E. Pathway

F. Klasifikasi
Menurut Hardiyani (2000), fraktur dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, dan cruris dst).
2. Berdasarkan luas dan garis fraktur terdiri dari :
a. Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang atau

melalui kedua korteks tulang).
b. Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis
penampang tulang).
3. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah :
a. Fraktur kominit (garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan).
b. Fraktur

segmental

berhubungan).

(garis

patah

lebih

dari

satu


tapi

tidak

c. Fraktur Multipel ( garis patah lebih dari satu tapi pada tulang yang
berlainan tempatnya, misalnya fraktur humerus, fraktur femur dan
sebagainya).
4. Berdasarkan posisi fragmen :
a. Undisplaced (tidak bergeser) / garis patah komplit tetapi kedua
fragmen tidak bergeser.
b. Displaced (bergeser) / terjadi pergeseran fragmen fraktur
5. Berdasarkan hubungan fraktur dengan dunia luar :
a. Tertutup
b. Terbuka (adanya perlukaan dikulit).
6. Berdasar bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme trauma :
a. Garis patah melintang.
b. Oblik / miring.
c. Spiral / melingkari tulang.
d. Kompresi

e. Avulsi / trauma tarikan atau insersi otot pada insersinya. Missal pada
patela.
7. Berdasarkan kedudukan tulangnya :
a. Tidak adanya dislokasi.
b. Adanya dislokasi


At axim : membentuk sudut.



At lotus : fragmen tulang berjauhan.



At longitudinal : berjauhan memanjang.



At lotus cum contractiosnum : berjauhan dan memendek.

G. Manifestasi Klinis
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.
2. Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada fraktur lengan
dan eksremitas. Deformitas dapat di ketahui dengan membandingkan
dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan

baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat
melengketnya obat.
3. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan
dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain
sampai 2,5 sampai 5,5 cm
4. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba
adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen
satu dengan lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi
setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera.
H. Komplikasi fraktur
-

Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh
dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring

-

Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi
dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.

-

Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.

-

Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan takanan
yang berlebihan di dalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan
masif pada suatu tempat.

-

Shock,

-

Fat embalism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh
darah. Faktor resiko terjadinya emboli lemakada fraktur meningkat pada
laki-laki usia 20-40 tahun, usia 70 sam pai 80 fraktur tahun.

-

Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering terjadi pada
individu yang imobiil dalm waktu yang lama karena trauma atau ketidak
mampuan lazimnya komplikasi pada perbedaan ekstremitas bawah atau
trauma komplikasi paling fatal bila terjadi pada bedah ortopedil

-

Infeksi

-

Avascular necrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptika atau
necrosis iskemia.

-

Refleks symphathethic dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif
sistem saraf simpatik abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti.
Mungkin karena nyeri, perubahan tropik dan vasomotor instability.

G. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium :
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hb, hematokrit sering
rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila
kerusakan jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan
P meengikat di dalam darah.
2. Radiologi :
X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment.
Venogram/anterogram menggambarkan arus vascularisasi. CT scan
untuk mendeteksi struktur fraktur yang kompleks.
H. Penanganan fraktur
Pada prinsipnya penangganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi dan
pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi.
-

Reduksi

fraktur

berarti

mengembalikan

fragmen

tulang

pada

kesejajarannya dan rotasi anatomis. Metode dalam reduksi adalah
reduksi tertutup, traksi dan reduksi terbuka, yang masing-masing di pilih
bergantung sifat fraktur
Reduksi tertutup dilakukan untuk mengembalikan fragmen tulang ke
posisinya (ujung-ujung saling behubungan) dengan manipulasi dan traksi
manual.
Traksi, dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi.
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
Reduksi terbuka , dengan pendekatan pembedahan, fragmen tulang
direduksi. Alat fiksasi internal dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku
atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen
tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
-

Imobilisai fraktur, setelah fraktur di reduksi fragmen tulang harus di
imobilisasi atau di pertahankan dalam posisi dan kesejajaranyang benar
sampai terjadi penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi

eksternal atau inernal. Fiksasi eksternal meliputi pembalutan, gips, bidai,
traksi kontinui, pin dan teknik gips atau fiksator eksternal. Fiksasi internal
dapat dilakukan implan logam yang berperan sebagai bidai inerna untuk
mengimobilisasi fraktur. Pada fraktur femur imobilisasi di butuhkan sesuai
lokasi fraktur yaitu intrakapsuler 24 minggu, intra trohanterik 10-12
minggu, batang 18 minggu dan supra kondiler 12-15 minggu.
-

Mempertahankan dan mengembalikan fungsi, segala upaya diarahkan
pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak, yaitu ;


Mempertahankan reduksi dan imobilisasi



Meninggikan untuk meminimalkan pembengkakan



Memantau status neurologi.



Mengontrol kecemasan dan nyeri



Latihan isometrik dan setting otot



Berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari



Kembali keaktivitas secara bertahap.

Faktor yang mempengaruhi penyembuhan fraktur :
-

Imobilisasi fragmen tulang.

-

Kontak frgmen tulang minimal.

-

Asupan darah yang memadai.

-

Nutrisi yang baik.

-

Latihan pembebanan berat badan untuk tulang panjang.

-

Hormon-hormon pertumbuhan tiroid, kalsitonin, vitamin D, steroid
anabolik.

I.

Potensial listrik pada patahan tulang.

Asuhan Keperawatan secara Teori
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Meliputi tanggal pengkajian, ruangan, nama (inisial), No MR, umur,
pekerjaan, agama, jenis kelamin, alamat, tanggal masuk RS, alasan
masuk RS, cara masuk RS, penanggung jawab.
b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu

Tanyakan juga penyakit yang pernah dialami pasien sebelumnya,
riwayat penyakit pasien yang pernah dirawat dirumah sakit serta
pengobatan yang pernah didapatkan dan hasilnya. Dan ada
tidaknya riwayat DM pada masa lalu yang akan mempengaruhi
proses perawatan post operasi.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Tanyakan pada pasien dan atau keluarga tentang keluhan pasien
saat ini, biasanya pasien mengalami nyeri pada daerah fraktur,
kondisi fisik yang lemah, tidak bisa melakukan banyak aktifitas,
mual, muntah, dan nafsu makan menurun.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan pada pasien dan atau keluarga mengenai penyakit
yang berhubungan dengan yang diderita pasien saat ini dan
penyakit herediter/keturunan lainnya (anggota keluarga dengan
riwayat penyakit yang sama).
c. Data pola kebiasaan sahari-hari
1) Nutrisi
a) Makanan
Catat pola kebiasaan makan saat sehat dan sakit. Catat diit
yang diberikan rumah sakit pada pasien dan jumlahnya.
Tanyakan konsumsi diit atau makanan sehari-hari lainnya
pada waktu sakit dan bandingkan pada waktu sehat, catat
porsi makan yang dihabiskan, keluhan saat makan serta
kemandirian dalam pelaksanannya.
b) Minuman
Tanyakan jumlah cairan yang diminum dan ragamnya,
bandingkan jumlahnya pada saat sakit dengan sehat. Catat
keluhan yang dirasakan pasien dan kemandirian dalam
melaksanakannya.
2) Eliminasi
a) Miksi
Tanyakan frekuensi buang air kecil dan perkiraan jumlahnya,
bandingkan pada keadaan sakit dengan sehat serta catat
karakteristik urine (warna, konsistensi dan bau serta temuan

lain) serta keluhan yang dirasakan selama BAK dan
kemandirian dalam melaksanakannya serta alat bantu yang
dipakai.
b) Defekasi
Tanyakan frekuensi buang air besar, bandingkan pada
keadaan

sakit

dengan

sehat

serta

catat

karakteristik

feses(warna, konsistensi dan bau serta temuan lainnya) serta
keluhan yang dirasakan selama BAB dan kemandirian dalam
melaksanakannya.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum pasien
a) Tingkat kesadaran
b) Berat badan
c) Tinggi badan
2) Kepala
Amati bentuk kepala, adanya hematom/oedema, perlukaan (rinci
keadaan luka, luas luka, adanya jahitan, kondisi luka).
a) Rambut

:

Amati

keadaan

kulit

kepala

dan

rambut

sertakebersihannya dan temuan lain saat melakukan inspeksi.
b) Wajah:

Amati

adanya

oedema/hematom,

perlukaan

disekitarwajah (rinci keadaan luka, luas luka, adanya jahitan,
kondisi luka) dan temuan lain saat melakukan inspeksi.
c) Mata

: Amati kesimetrisan kedua mata, reflek cahaya,

diameterpupil, kondisi bola mata (sklera, kornea, atau lensa,
dll) keadaan kelopak mata dan konjungtiva serta temuan
lainya.
d) Hidung

:

Amati

keadaan

hidung,

adanya

perlukaan,

keadaanseptum, adanya sekret pada lubang hidung, darah
atau obstruksi), adanya pernafasan

cuping hidung dan

temuan lain saat melakukan inspeksi (rinci keadaan luka, luas
luka, adanya jahitan, kondisi luka).
e) Bibir

:

Amati

adanya

oedema,

permukaan

(rinci

keadaanluka, luas luka, adanya jahitan, kondisi luka), warna

bibir dan kondisi mukosa bibir serta

temuan lain saat

melakukan inspeksi.
f)

Gigi

:

Amati

kelengkapan

gigi,

kondisi

gigi

dan

kebersihanserta temuan lain saat melakukan inspeksi.
g) Lidah : Amati letak lidah, warna, kondisi dan kebersihanlidah
serta temuan lain saat melakukan inspeksi.
3) Leher
Amati adanya pembesaran kelenjar thyroid, kelenjar getah bening
dileher serta deviasi trakea, adanya luka operasi, pemasangan
drain serta temuan

lain saat melakukan inspeksi. Lakukan

auskultasi pada kelenjar thyroid jika ditemukan pembesaran. Ukur
jugularis vena pressure (JVP), tuliskan lengkap dengan satuannya.
4) Dada/thorak
a) Inspeksi

:

Pengamatan

pembengkakan, warna

kulit

pucat,

terhadap

lokasi

laserasi,

kemerahan

mungkin timbul pada area terjadinya fraktur adanya spasme
otot dan keadaan kulit.
b) Palpasi

: Pemeriksaan dengan

cara perabaan, yaitu

penolakanotot oleh sentuhan kita adalah nyeri tekan, lepas dan
sampai batas mana daerah yang sakit biasanya terdapat nyeri
tekan pada area fraktur dan didaerah luka insisi.
c) Perkusi

:

Perkusi

biasanya

jarang

dilakukan

pada

kasusfraktur.
d) Auskultasi :

Periksaan

dengan

cara

mendengarkan

gerakanudara melalui struktur merongga atau cairan yang
mengakibatkan struktur sulit bergerak. Pada pasian fraktur
pemeriksaan ini pada area yang sakit jarang dilakukan.
5) Jantung
a) Inspeksi

: Amati ictus cordis.

b) Palpasi

:

Raba

lokasi

dirasakan

ictus

cordis

dan

kekuatanangkanya.
c) Perkusi

: Tentukan batas-batas jantung.

d) Auskultasi :

Dengarkan

irama

keteraturandan adanya bunyi tambahan.

denyutan

jantung,

6) Perut/abdomen
a) Inspeks

:

Amati

adanya

pembesaran

rongga

abdomen,keadaan kulit, luka bekas operasi pemasangan drain
dan temuan lain saat melakukan inspeksi.
b) Auskultasi :

Dengarkan

bunyi

bising

usus

dan

catatfrekuensinya dalam 1 menit.
c) Palpasi

:

Raba

ketegangan

kulit

perut,

adanya

kemungkinanpembesaran hepar, adanya massa atau cairan.
d) Perkusi

:

Dengarkan

bunyi

yang

dihasikan

dari

ketukandirongga abdomen bandingkan dengan bunyi normal.
7) Genitourinaria
Amati keadaan genetalia, kebersihan dan pemasangan kateter
serta temuan lain saat melakukan inspeksi.
8) Ekstremitas
Amati adanya bentuk, adanya luka (rinci keadaan luka), oedema,
dan pengisian kapiler, suhu bagian akral serta temuan lain saat
pemeriksaan.
9) Sistem integument
Amati warna kulit, rasakan suhu kulit, keadaan turgor kulit, adanya
luka serta temuan lain saat pemeriksaan.
10) Sistem neurologi (diperiksa lebih rinci jika pasien mengalami
penyakit yang berhubungan dengan sistem neurologis)
a) Glascow Come score
b) Tingkat kesadaran
c) Refleks fisiologis
d) Reflek patologis
e) Nervus cranial I – XII

J. Diagnosa Keperawatan
No
1

Diagnosa
Nyeri

Tujuan

akut Setelah

Intervensi

dilakukan Manajemen nyeri :

b/d

agen Asuhan keperawatan  Kaji nyeri secara komprehensif termasuk

injuri

fisik, ….

fraktur

jam

tingkat

kenyamanan
meningkat,

klien

lokasi,

karakteristik,

KH:

reaksi nonverbal dari ketidak

nyamanan.
 Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk


melaporkan

Klien

mengetahui

nyeri

sebelumnya.

berkurang dg scala  Kontrol
2-3


frekuensi,

kualitas dan faktor presipitasi.

tingkat  Observasi

nyeri terkontrol dg

durasi,

pengalaman
faktor

nyeri

lingkungan

klien
yang

mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
Ekspresi

wajah tenang

pencahayaan, kebisingan.
 Kurangi faktor presipitasi nyeri.

klien dapat  Pilih dan lakukan penanganan nyeri
istirahat dan tidur
(farmakologis/non farmakologis).

v/s dbn
 Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi,


distraksi dll) untuk mengetasi nyeri..
 Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
 Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol
nyeri.
 Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain
tentang pemberian analgetik tidak berhasil.
Administrasi analgetik :.
 Cek program pemberian analgetik; jenis,
dosis, dan frekuensi.
 Cek riwayat alergi.
 Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian
dan dosis optimal.
 Monitor TV
 Berikan analgetik tepat waktu terutama saat

nyeri muncul.
 Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan
gejala efek samping.
2

Resiko

Setelah

terhadap

askep … jam terjadi  Berikan posisi yang aman untuk pasien

cidera

b/d peningkatan Status

dengan meningkatkan obsevasi pasien, beri

kerusakan

keselamatan Injuri

neuromusk

fisik Dg KH :

 Periksa sirkulasi periper dan status neurologi

uler,

 Bebas dari cidera

 Menilai ROM pasien

tekanan

 Pencegahan

 Menilai integritas kulit pasien.

dan disuse
3

dilakukan Memberikan posisi yang nyaman untuk Klien:

Sindrom

Cidera

pengaman tempat tidur

 Libatkan banyak orang dalam memidahkan
pasien, atur posisi
dilakukan Bantuan perawatan diri

Setelah

defisit

self akep



care

b/d kebutuhan

jam  Monitor
ADLs

kelemahan,

terpenuhi dg KH:

fraktur

 Pasien dapat

kemampuan

pasien

terhadap

perawatan diri
 Monitor kebutuhan akan personal hygiene,
berpakaian, toileting dan makan

melakukan  Beri bantuan sampai pasien mempunyai


aktivitas

sehari-

hari.

kemapuan untuk merawat diri
 Bantu

 Kebersihan

diri

pasien terpenuhi

pasien

dalam

memenuhi

kebutuhannya.
 Anjurkan pasien untuk melakukan aktivitas
sehari-hari sesuai kemampuannya
 Pertahankan aktivitas perawatan diri secara
rutin

4

Risiko

Setelah

infeksi

b/d asuhan

dilakukan Konrol infeksi :


Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien

imunitas

keperawatan … jam

lain.

tubuh

tidak terdapat faktor 

Batasi pengunjung bila perlu.

primer

risiko infeksi dan 
infeksi terdeteksi

Intruksikan

menurun,

mencuci

kepada
tangan

pengunjung

saat

berkunjung

untuk
dan

prosedur

dg KH:

sesudahnya.

invasive,

 Tdk ada tanda- 

Gunakan sabun anti miroba untuk mencuci

fraktur

tanda infeksi
 AL normal

tangan.


Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah
tindakan keperawatan.

 V/S dbn


Gunakan baju dan sarung tangan sebagai
alat pelindung.



Pertahankan

lingkungan

yang

aseptik

selama pemasangan alat.


Lakukan perawatan luka, dainage, dresing
infus dan dan kateter setiap hari.



Tingkatkan intake nutrisi dan cairan



berikan antibiotik sesuai program.



Jelaskan tanda gejala infeksi dan anjurkan u/
segera lapor petugas



Monitor V/S

Proteksi terhadap infeksi


Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan
lokal.



Monitor hitung granulosit dan WBC.



Monitor kerentanan terhadap infeksi..



Pertahankan teknik aseptik untuk setiap
tindakan.



Inspeksi kulit dan mebran mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase.



Inspeksi kondisi luka, insisi bedah.



Ambil kultur, dan laporkan bila hasil positip
jika perlu

5



Dorong istirahat yang cukup.



Dorong peningkatan mobilitas dan latihan

sesuai indikasi
dilakukan Terapi ambulasi

Kerusakan

Setelah

mobilitas

askep … jam terjadi  Kaji kemampuan pasien dalam melakukan

fisik

peningkatan

berhubunga

Ambulasi :Tingkat  Kolaborasi dg fisioterapi untuk perencanaan

n

ambulasi

dengan mobilisasi,

ambulasi

patah

Perawtan diri Dg  Latih

tulang

KH :

ROM

pasif-aktif

sesuai

kemampuan
Peningkatan



pasien

aktivitas fisik

 Ajarkan pasien berpindah tempat secara
bertahap
 Evaluasi pasien dalam kemampuan ambulasi
Pendidikan kesehatan
 Edukasi

pada

pasien

dan

keluarga

pentingnya ambulasi dini
 Edukasi pada pasien dan keluarga tahap
ambulasi
 Berikan reinforcement positip atas usaha
6

Kurang

Setelah

pengetahua

askep

n

yang dilakukan pasien.
dilakukan Pendidikan kesehatan : proses penyakit
….

tentang pengetahuan

Jam  Kaji pengetahuan klien.
klien  Jelaskan proses terjadinya penyakit, tanda

penyakit

meningkat dg KH:

dan

 Klien

gejala serta komplikasi yang mungkin terjadi

dapat  Berikan informasi pada keluarga tentang

perawatann

mengungkapkan

ya

kembali

b/d

kurang
paparan

yg  Berikan informasi pada klien dan keluarga

dijelaskan.
 Klien
saat

informasi,

tindakan

kognitif

tentang tindakan yang akan dilakukan.

kooperatif  Diskusikan pilihan terapi

terhadap
keterbatan

perkembangan klien.

dilakukan  Berikan

penjelasan

tentang

pentingnya

ambulasi dini
 jelaskan komplikasi kronik yang mungkin
akan muncul