ANALISIS KARAKTERISTIK KONSUMEN DI INDON

ANALISIS KARAKTERISTIK KONSUMEN DI
INDONESIA

PERILAKU KONSUMEN

Disusun Oleh :

LUTHFIYAH SHAFIRA

07031281520157

Dosen Pembimbing:

FebriMarani M, S.Sos, M.A

Jurusan Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sriwijaya
Tahun Ajaran 2017/2018

ANALISIS KARAKTERISTIK KONSUMEN DI

INDONESIA
(STUDI PADA ONLINE SHOP DI MEDIA SOSIAL, APLIKASI
ONLINE, DAN TRANSAKSI ONLINE-OFFLINE)
Di era globalisasi saat ini banyak kemudahan yang diberikan kepada
masyarakat sebagai pengadopsi teknologi dan sebagai penikmat teknologi
tersebut. Salah satu kemudahan yang sering dijumpai saat ini adalah kemudahan
berbelanja tanpa harus keluar dari rumah dan melakukan transaksi tawar menawar
secara langsung atau ketika ingin berbelanja harus bertatap muka dengan penjual
secara langsung. Kemudahan ini tersaji akibat dari kemajuan teknologi. Para
konsumen atau pembeli bisa melakukan transaksi pembelian secara online (tidak
bertatap muka dengan penjual secara langsung). Konsumen atau pembeli bisa
bertransaksi melalui aplikasi toko online seperti, Tokopedia, Bukalapak, Lazada,
Olx, Shopee, Zalora, dll ataupun bisa melalui website-website penjualan seperti,
amazon.com, jakmall.com, ebay.com, gramedia.com, bookdepository.com atau
website resmi dari brand-brand tertentu seperti, zara.com, chanel.com,
marcjacobs.com, anastasiabeverlyhills.com, dll. Selain daripada toko-toko online
untuk kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan pendukung lainnya, ada aplikasi
transportasi

online


yang

juga

memberikan

kemudahan

kepada

setiap

konsumennya untuk memenuhi keingin dan kebutuhan mereka contohnya dalam
kebutuhan transport sehari-hari.
Kemudahan-kemudahan yang telah ada memberikan dampak-dampak
pada karakteristik konsumen di Indonesia. Di bawah ini akan ada deskripsi
karakateristik konsumen di Indonesia dan analisis terhadap karakteristik
konsumen di Online Shop yang ada di Instagram.
1.


Berpikir jangka pendek (short term perspective).
Karakteristik perilaku konsumen yang satu ini memang sudah
sangat melekat dengan konsumen khususnya konsumen di Indonesia
yang baru menjajaki dampak kemudahan teknologi yang ada. Akibat
dari teknologi adalah semua hal menjadi serba instan dan serba
mudah. Contoh nyatanya adalah dengan adanya aplikasi transportasi

online yang memudahkan konsumen untuk mencari transportasi tanpa
harus keluar rumah terlebih dahulu. Bahkan saat ini dalam aplikasi
tersebut sudah memiliki fitur yang lebih beragam, konsumen tidak
hanya dapat mencari transportasi untuk mengantar mereka kemana
saja, tetapi juga untuk membantu mereka membeli makanan,
mengirim barang, dan bahkan dapat membantu mereka membersihkan
rumah dan masih banyak lagi.
Karakteristik berpikir jangka pendek juga dapat diartikan bahwa
konsumen ingin memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa berpikir akibat
dari apa yang dilakukannya dalam upayanya untuk memenuhi
keinginannya tersebut. Dampak negatif dari hal ini adalah membuat
konsumen menjadi manja dan tidak dapat berpikir panjang dalam

setiap pengambilan keputusannya. Semua keinginan dan kebutuhan
yang bisa didapatkan dengan cepat dan mudah memungkinkan banyak
terjadinya penyimpangan ataupun penipuan yang dapat dialami oleh
konsumen. Oleh karena itu, sebagai konsumen kita harus lebih pintar
lagi memanfaatkan kemudahan-kemudahan yang kita dapatkan dari
kemajuan teknologi saat ini.
2.

Tidak terencana (dominated by unplanned behavior).
Karakteristik yang kedua ini juga identik ada dalam diri ibu-ibu
atau perempuan yang notabene lebih sering berbelanja daripada lakilaki. Karakteristik satu ini juga dapat diartikan konsumen memutuskan
membeli barang tersebut hanya karena merasa membtuhkannya dan
didorong oleh keinginan untuk memiliki tanpa memikirkan manfaat
dan tujuan dibelinya barang tersebut. Hal ini sangat sering terjadi dan
seolah tidak dapat dihindari. Karakteristik ini memberi dampak yang
sangat nyata, yaitu membuat konsumen menjadi lebih konsumtif dan
boros perihal keuangan. Perilaku konsumen yang satu ini diharapkan
dapat diminimalisir seminim mungkin untuk mengurangi sifat
konsumtif yang dapat merugikan konsumen itu sendiri.
Solusi yang efektif untuk meminimalisir perilaku yang satu ini

adalah dengan menyusun semua hal yang dibutuhkan dan memberikan

perhitungan yang pas saat mengeluarkan uang sehingga tidak
menimbulkan keinginan-keinginan lain yang membuat konsumen
berperilaku konsumtif.
3.

Suka berkumpul (togetherness).
Salah satu situasi psikologi yang ada di Indonesia adalah kesukaan
orang Indonesia terhadap hal-hal yang bisa membuat mereka
berkumpul bersama dan menghabiskan waktu secara bersama-sama
pula. Hal ini juga menjadi salah satu faktor orang Indonesia menjadi
lebih konsumtif karena adanya dorongan dari lingkungan sekitar.
Contohnya ketika keputusan untuk berjalan-jalan bersama-sama teman
membuat seseorang secara tidak langsung memiliki dorongan untuk
membeli

sesuatu

di


luar

kehendaknya

karena

adanya

sifat

kebersamaan yang telah mendarah daging tersebut. Solusi yang tepat
untuk karakteristik konsumen yang satu ini adalah menghindari
ajakan-ajakan kumpul bersama teman yang tidak terlalu penting dan
berpotensi untuk membuat kita mengeluarkan uang di luar prediksi
dan kebutuhan kita. Hal ini dapat menekan sifat konsumtif konsumen.
4.

Gagap teknologi (not adaptive to high technology).
Di era globalisasi dan teknologi modern saat ini tidak semua

masyarakat Indonesia dapat merasakan manfaatnya. Tidak sedikit
masyarakat Indonesia masih awam (kurang tahu) dalam menggunakan
teknologi, akan tetapi apabila diperkirakan sekitar 80% orang
Indonesia sudah menggunakan dan bisa memaksimalkan penggunaan
teknologi yang mereka miliki tersebut. Bahkan beberapa orang
Indonesia juga sudah bisa membuat hal yang serupa dan
memanfaatkan teknologi tersebut. Hal ini dilihat dari aktifnya orang
Indonesia dalam menggunakan teknologi dan masuk 10 negara di
dunia yang sangat aktif di internet dan banyaknya aplikasi-aplikasi
belanja online dan online-online shop yang menjadi tempat transaksi
secara tidak langsung. Dampak negatif dari hal ini adalah mendorong
kemungkinan terjadinya penipuan dikarenakan banyaknya transaksi

secara online tanpa bertatap muka langsung antara penjual dan
pembeli.
5.

Suka buatan luar negeri (receptive to COO effect).
Salah satu karakteristik konsumen di Indonesia adalah sangat suka
buatan luar negeri yang katanya memiliki kualitas lebih baik daripada

barang-barang buatan Indonesia asli. Paradigma yang telah tertanam
inilah yang mempengaruhi konsumen di Indonesia lebih konsumtif
terhadap produk luar daripada produk dalam negeri. Hal ini bisa
dilihat dari konsumen Selebritis, tokoh-tokoh publik bahkan para ibuibu pejabat yang seringkali liburan ke luar negeri dan membeli banyak
barang-barang buatan Luar Negeri hingga rela membayar pajak yang
mahal untuk mendapatkan produk-produk tersebut.
Indonesia tidak memiliki behaviour seperti orang Jepang yang
sangat menghargai produk-produk dari dalam negerinya sendiri
bahkan mereka rela membeli barang yang mahal dari dalam negerinya
dibandingkan harus membeli produk luar negeri karena dari sistem
ekonomi negaranya mereka menerapkan sistem ekonomi yang seperti
itu. Behavior yang seperti ini yang mengurangi nilai ekonomi dari
Indonesia karena rakyatnya kebanyakan lebih memilih produk luar
negeri. Solusi yang bisa dilakukan adalah pemerintah harus lebih aktif
dalam pengembangan usaha-usaha kecil, menengah hingga ke atas
yang dimiliki oleh orang-orang Indonesia dan membantu dalam
bidang modal dan pelatihan. Adanya pembinaan dari pemerintah dapat
membantu masyarakat sebagai pengusaha untuk meningkatkan
kualitas dari produk yang mereka buat.


6.

Berorientasi pada konteks (context not content oriented).
Karakteristik yang satu ini juga sudah tertanam dalam pola pikir
orang Indonesia. Segala sesuatu dinilai dari tampilan luarnya dari
bagaimana

tampilan

produk

tersebut,

dari

bagaimana

harga

memainkan peranannya, dan dari bagaimana brand ikut andil dalam

penilaian terhadap produk tersebut. Konteks yang dimaksud disini

adalah konteks produk tersebut, seperti tampilan produknya,
pengakuan dari produk tersebut BPOM untuk makanan dan obatobatan, sertifikat untuk produk-produk tertentu, serta harga dan brand
yang juga ikut mempengaruhi. Sekarang apabila disebutkan brand
seseorang akan langsung memberikan penilaian terhadap produk
tersebut. Seperti inilah karakteristik konsumen di Indonesia saat, tidak
terlalu memikirkan tentang manfaat dan tujuan produk tersebut
digunakan akan tetapi lebih berfokus pada konteks-konteks dari
produk tersebut.
7.

Gengsi (putting prestige as important motive).
Konsumen di Indonesia juga memiliki behaviour yang buruk salah
satunya adalah gengsi yang tinggi. Kebanyakan masyarakat rela
berhutang demi memenuhi gengsi dan labelling “mampu” dari
lingkungan untuk menaikkan kredibilitas mereka di lingkungannya
padahal ini justru sangat merugikan mereka. Gengsi yang tinggi di
lingkungan konsumen di Indonesia dihasilkan dari contoh-contoh
yang dilihat oleh masyarakat Indonesia secara umum. Contoh yang

mereka lihat adalah para selebritis yang menggunakan barang-barang
branded demi menunjang reputasi dan citra mereka sebagai
masyarakat kelas atas. Gengsi-gengsi ini terdiri dari sosialisasi, feodal,
dan materi. Labelling yang didapat akan menjadikan mereka dilihat
lebih baik dan lebih mampu untuk disetarakan dengan masyarakat
kelas atas. Labelling dalam lingkungan sosial seolah-olah dalam
bersosialiasi mereka memiliki kasta tertentu dan yang berada di kasta
bawah tidak berhak untuk ikut dalam lingkaran kasta kelas atas. Hal
ini sangat memberi dampak negatif secara ekonomi dan psikologis.

8.

Budaya lokal (strong in subculture).
Budaya lokal adalah karakteristik yang memiliki dampak positif dan
negatif yang bisa dilihat dan dirasakan secara langsung. Dampak
positif adalah adanya identitas diri pada perseorangan yang
melambangkan asal dirinya dengan memegang teguh budaya lokal ini
ia memberikan identitas secara mutlak kepada dirinya dan ia dapat

dikenali secara langsung dari budayanya. Contohnya seseorang yang
masih memegang teguh untuk makan menggunakan tangan apabila ia
bepergian sebisa mungkin ia akan mencari tempat makan yang
sekiranya cocok dengan selera dan kebiasannya. Hal ini membuat ia
sebagai konsumen menyaring tempat makan yang ingin ia singgahi
dan hal ini terkadang sulit menyulitkan dirinya sendiri. Dampak
negatifnya adalah terkadang adanya tidak penerimaan orang luar atau
lingkungan baru tersebut dengan budaya yang ia pegang. Contohnya
apabila seseorang terbiasa menggunakan tangan dan ketika berada di
luar negeri ia tidak bisa bebas memilih tempat makan karena tidak
seluruh tempat makan bisa menerima kebiasaannya.
9.

Beragama (religious).
Karakteristik satu ini sedang booming di Indonesia hal ini terlihat
dari makin banyaknya produk-produk yang melabeli diri mereka
sebagai produk halal. Ini bertujuan untuk membuat konsumen
memiliki penilaian positif dan baik terhadap produk mereka dan
mereka memiliki pasar yang lebih luas dan banyak dikarenakan masih
banyak konsumen yang memilih produk dengan ketentuan yang telah
diatur oleh agamanya. Dampak positif dari hal ini adalah konsumen
dapat melindungi diri mereka dari produk-produk yang tidak baik
untuk mereka melalui pelabelan yang diberikan pada produk tersebut.
Konsumen di Indonesia yang notabene mayoritas adalah beragama
Islam akan memilih restoran atau tempat makan yang halal dan tidak
menyediakan makanan-makanan atau minuman yang tidak halal. Hal
ini berarti ada pemilihan tempat makan berdasarkan kebutuhan utama
mereka sebagai konsumen, yaitu jaminan halal suatu tempat makan.

10. Kurang

peduli

lingkungan

(low

consciousness

forwards

environment).
Saat ini konsumen di Indonesia masih tidak terlalu perduli dengan
isu lingkungan yang seharusnya menjadi fokus utama dalam
pertimbangan membli suatu produk. Contohnya saja pada tahun 2015
di Inderalaya terjadi pembakaran lahan yang disinyalir dilakukan oleh

PT. Sinarmas sehingga ada gerakan pemboikotan pada produk-produk
dari perusahaan tersebut. Namun, hal ini tidak terlalu diperdulikan
oleh masyarakat karena mereka lebih mementingkan efek asap
tersebut. Oleh karena itu, masyarakat harus lebih kritis lagi dalam
memilih produk-produk yang ingin digunakan.
 Model Perilaku Konsumen Kompleks
Apabila dilihat dari beberapa online shop yang ada di media sosial,
aplikasi, maupun website masyarakat Indonesia sudah masuk pada model
perilaku konsumen yang kompleks karena dalam proses transaksi jual beli
sudah lebih lengkap atau sedikit lebih rumit. Pada kenyataan di lapangan
saat ini stimuli pemasaran tidak hanya dari penjual dan pembeli saja, tetapi
sudah ada faktor-faktor tambahan lain. Yang dimaksud faktor lainnya
adalah dari segi pemasaran dan yang lain. Dari segi pemasaran ada produk
yang dijual, harga, tempat penjualan, dan cara mempromosikannya. Lalu,
dari segi yang lain ada ekonomi, teknologi, politik, dan budaya baik dari
pembeli maupun penjual. Selanjutnya, pada kotak hitam pembeli atau
konsumen ada karakteristik pembeli dan keputusan pembelian oleh
konsumen. Hal ini menunjukkan ada faktor-faktor lain yang bermain pada
proses transaksi jual-beli saat ini. Yang terakhir adalah pemilihan produk
yang akan dibeli oleh konsumen, pemilihan merek yang ingin dibeli,
pemilihan tempat distributor dari produk yang ingin dibeli, perkiraan
waktu pembelian apabila uang belum cukup mereka masih bisa menabung
terlebih dahulu untuk membelinya, dan perkiraan kemungkinan pembelian
produk yang lain.
Konsumen di Indonesia saat ini sudah lebih pintar dalam
melakukan pembelian produk dan produsen juga sudah lebih pintar
membaca keinginan-keinginan dan kebutuhan-kebutuhan dari konsumen
sehingga setiap saat adanya perubahan trend dari suau produk. Dinamika
inilah yang menjadi napas dari produsen yang berharap pada konsumen.